BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolaborasi 2.1.1 Defenisi

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kolaborasi
2.1.1 Defenisi Kolaborasi
Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan
memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka
kerja bidang respektif mereka. Praktik keperawatan kolaboratif menekankan
tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan proses
pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing pendidikan dan
kemampuan praktisi (Siegler & Whitney, 2000).
Baily & Synder, (1995) menyatakan kolaborasi sebagai hubungan
kemitraan yang bergantung satu sama lain dan memerlukan perawat, dokter
dengan profesi lain untuk melengkapi satu sama lain ahli-ahli berperan secara
hirarki (Kemenkes RI, 2012).
Kolaborasi adalah suatu hubungan yang kolegial dengan pemberi
perawatan kesehatan lain dalam pemberian perawatan pasien. Praktik kolaboratif
membutuhkan atau dapat mencakup diskusi diagnosis pasien dan kerjasama dalam
penatalaksanaan dan pemberian perawatan (Blais, 2006).
Kolaborasi menurut Asosiasi Perawat Amerika (ANA, 1992), adalah
hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada
klien. Kegiatan yang dilakukan meliputi diskusi tentang diagnosa, kerjasama
Universitas Sumatera Utara
dalam asuhan kesehatan saling berkonsultasi atau komunikasi serta masingmasing bertanggung jawab pada kepercayaannya (Sumijatun, 2010).
Defenisi kolaborasi dapat disimpulkan yaitu hubungan kerja sama antara
perawat dan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien yang
didasarkan pada pendidikan dan kemampuan praktisi yang memiliki tanggung
jawab dalam pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan.
2.1.2 Manfaat Kolaborasi
Kolaborasi dilakukan dengan beberapa alasan sebagai manfaat dari
kolaborasi yaitu antara lain:
1. Sebagai pendekatan dalam pemberian asuhan keperawatan klien, dengan
tujuan memberikan kualitas pelayanan yang terbaik bagi klien.
2. Sebagai penyelesaian konflik untuk menemukan penyelesaian masalah
atau isu.
3. Memberikan model yang baik riset kesehatan.
Penelitian yang dilakukan pada kolaborasi interprofessional pada
perawat di Yunani, menunjukkan hasil bahwa pentingnya dilakukan
kolaborasi. Fenomena yang dipaparkan pada penelitian ini dimana perawat
mengalami ketegangan antara dokter dan perawat yang merupakan faktor
yang signifikan stress perawat ditempat kerja. Lingkungan yang tegang dan
perilaku yang kasar secara verbal menjadikan status kerja dan kondisi kerja
yang buruk ditempat kerja. Selain itu, tujuan dari kolaborasi pada pelayanan
kesehatan ini, untuk perawatan pasien yang lebih baik akan berisiko tinggi
Universitas Sumatera Utara
untuk kesalahan dalam penyediaan pelayanan. Fenomena tersebut menarik
minat peneliti sehingga penelitian ini dilakukan yang menunjukkan hasil
bahwa kolaborasi di rumah sakit di Yunani sebagai tempat penelitian sangat
tidak efektif dimana dokter melihat kolaborasi sebagai kegiatan yang
melibatkan antar profesi bukan interprofesional.
2.1.3 Elemen-elemen kolaborasi dalam praktik keperawatan
Praktik kolaborasi memerlukan waktu dan energi. Profesi kesehatan tidak
selalu bergerak cepat dalam satu tim yang baik. Untuk mengerti praktik
kolaborasi, berikut elemen kolaborasi:
1.
Multi
ple provider : kerja sama yang meliputi satu atau lebih pemberi pelayanan
kesehatan dan dapat lebih dari satu jenis grup profesi.
2.
Servi
ce Koordinasi: pendekatan umum yang digunakan untuk menjamin
asuhan dan pelayanan dalam disiplin ilmu yang sama dan beberapa
disiplin ilmu dalam bidang kesehatan.
3.
Communication: berkomitmen untuk saling memberikan informasi pada
grup pemberi pelayanan kesehatan.
Kolaborasi keperawatan merupakan bekerja sama dalam tim kesehatan
dalam upaya perawat mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang dibutuhkan
termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam menentukan bentuk pelayanan
keperawatan
yang
memimiliki
prinsip-prinsip
kolaborasi
yaitu:
menguasai/memahami masalah pasien, mampu melakukan komunikasi efektif,
Universitas Sumatera Utara
memiliki penegtahuan yang berkaitan dengan masalah pasien, mampu berpikir
kristis, dan mampu mengambil keputusan.
2.1.4
Komponen Kompetensi Sebagai Dasar Kolaborasi
Gambaran penting untuk kolaborasi mencakup, keterampilan komunikasi
yang efektif, saling menghargai, rasa percaya, memberi dan menerima umpan
balik, pengambilan keputusan, dan manajemen konflik (Blais, 2006).
2.1.4.1 Keterampilan Komunikasi Yang Efektif
Komunikasi sangat penting dalam meningkatkan kolaborasi karena
memfasilitasi berbagai pengertian individu (Kemenkes, 2012). Chittiy, 2001
dalam Marquis (2010) mendefenisikan komunikasi adalah sebagai pertukaran
kompleks antara pikiran, gagasan, atau informasi, pada dua level verbal dan
nonverbal.
Komunikasi yang efektif adalah kemampuan dalam menyampaikan pesan
dan informasi dengan baik, menjadi pendengar yang baik dan keterampilan
menggunakan berbagai media. Thomas Leech, menyatakan bahwa untuk
membangun komunikasi yang efektif, harus menguasai empat keterampilan dasar
dalam komunikasi, yaitu: membaca, menulis, mendengar dan berbicara
(Nurhasanah, 2010).
Komunikasi yang efektif dalam kolaborasi penting untuk memecahkan
masalah komlpeks. Komuniksai efektif dapat terjadi hanya apabila kelompok
yang terlibat berkomitmen untuk saling memahami peran professionalnya dan
saling menghargai sebagai individu. Selain itu, mereka harus sensitif terhadap
perbedaan antara gaya komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
Teori Norton mengenai gaya komunikator mendefinisikan gaya sebagai
cara seseorang berkomuniksai dan mencakup cara seseorang berinteraksi. Tiga
dari gaya komunikator ini (dominan, suka berdebat, dan penuh perhatian) telah
digunakan dalam studi keperawatan mengenai gaya kolaborasi kerena gaya
komunikator berhubungan dengan tingkat kolaborasi dan peningkatan kualitas
keperawatan. Menggunakan gaya komunikasi penuh perhatian dan menghindari
gaya suka berdebat dan gaya dominan membuat perbedaan yang signifikan dalam
kolaborasi perawat-dokter, hasil akhir pasien positif dan kepuasan perawat
(Blais, 2006).
2.1.4.2 Saling Menghargai dan Rasa Percaya
Saling menghargai terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan atau
merasa terhormat atau berharga terhadap satu sama lain. Dan rasa percaya terjadi
saat seseorang percaya terhadap tindakan orang lain. Saling menghargai maupun
rasa percaya menyiratkan suatu proses dan hasil yang dilakukan bersama. Sistem
perawatan
kesehatan itu sendiri tidak selalu menciptakan lingkungan yang
meningkatkan rasa hormat atau rasa percaya dari pemberi perawatan kesehatan
yang bervariasi (Blais, 2006).
Tanpa adanya saling menghargai maka kerja sama tidak akan terjadi. Yang
dimaksud dengan pentingnya menghargai satu sama lain yaitu:
1. Dapat mengurangi perbedaan status professional.
2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.
3. Meningkatkan pembagian informasi diantara profesi.
4. Menerima konstribusi profesi lain.
Universitas Sumatera Utara
5. Sebagai advokasi evaluasi kritis kritis penampilan kerja diantara
anggota tim.
6. Mempermudah pengambilan keputusan bersama.
7. Meningkatkan tanggung jawab dan tanggung gugat dalam bekerja.
2.1.4.3 Memberi dan Menerima Umpan Balik
Salah satu yang dihadapi para professional adalah memberi dan menerima
umpan balik pada saat yang tepat, relevan, dan membantu untuk dan dari satu
sama lain, dan klien mereka. Umpan balik dapat dipengaruhi oleh persepsi, ruang
personal, peran, hubungan, harga diri, percaya diri, keyakinan, emosi, lingkungan,
dan waktu dari masing-masing orang.
Umpan balik yang positif dicirikan dengan gaya komunikasi yang hangat,
perhatian, dan penuh penghargaan. Tinjauan mengenai keterampilan komunikasi
dasar, dan kesempatan untuk praktik mendengarkan serta memberi dan menerima
umpan balik dapat meningkatkan kemampuan professional, agar dapat melakukan
komunikasi dengan efektif. Memberi dan menerima umpan balik, membantu
individu mendapatkan kesadaran sendiri, membantu tim kolaboratif untuk
membangun pemahaman dan hubungan kerja yang efektif.
2.1.4.4 Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan ditingkat tim mencakup pembagian
tanggung jawab untuk hasil. Jelasnya, untuk menciptakan suatu solusi, tim
tersebut harus mengikuti tiap langkah proses pengambilan keputusan yang
dimulai dengan defenisi masalah yang jelas.
Universitas Sumatera Utara
Aspek penting dalam pengambilan keputusan adalah tim, antardisiplin
yang berfokus pada kebutuhan prioritas klien yang mengorganisasi intervensi
berdasarkan kebutuhan tersebut. Disiplin yang paling baik memenuhi kebutuhan
klien diberikan prioritas dalam perencanaan dan bertanggung jawab memberikan
intervensinya pada waktu yang tepat.
2.1.4.5 Manajemen Konflik
Konflik peran dapat terjadi, dalam situasi apapun di tempat individu
bekerjasama. Konflik peran muncul saat seseorang diharapkan melaksanakan
peran yang bertentangan atau tidak sesuai dengan harapan. Dalam konflik
interpersonal, orang yang berbeda memiliki harapan yang berbeda terhadap peran
tertentu. Konflik antarperan muncul saat harapan seseorang atau kelompok
berbeda dari harapan orang atau kelompok lain. Tipe manapun dari konflik ini
dapat mempengaruhi kolaborasi antardisiplin.
Untuk mengurangi konflik peran, anggota tim dapat juga melaksanakan
konferensi antardisiplin, mengambil bagian dalam pendidikan antardisiplin pada
program dasar, dan yang paling penting menerima tanggung jawab personal untuk
kerja tim. Kegagalan professional untuk berkolaborasi bukanlah disengaja, tetapi
lebih pada kurangnya keterampilan yang diperlukan.
Penelitian yang dilakukan Zuraidah, (2005) menunjukkan hasil penelitian
didapatkan faktor-faktor yang sangat berhubungan dengan kolaborasi perawatdokter. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain persepsi tentang kolaborasi
(B=0,351), komunikasi (B=0,247), saling pengertian antar profesi (B=0,236) dan
pendekatan professional (B=0,121). Hasil penelitian ini, disarankan agar perawat
Universitas Sumatera Utara
diberi kesempatan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dalam
melakukan komunikasi, melaksanakan hubungan saling pengertian antar profesi
serta mengembangkan pemahaman persepsi kolaborasi.
2.1.5
Proses Kolaboratif
Proses kolaboratif dengan sifat interaksi antara perawat dengan dokter
menentukan kualitas praktik kolaborasi. ANA, 1998 dalam Siegler & Whitney
(2000) menjabarkan kolaborasi sebagai hubungan rekan yang sejati, dimana
masing-masing pihak menghargai kekuasaan pihak lain dengan mengenal dan
menerima lingkup kegiatan dan tanggung jawab masing-masing dan adanya
tujuan bersama. Sifat kolaborasi tersebut terdapat beberapa indikator yaitu kontrol
kekuasaan, lingkup praktik, kepentingan bersama dan tujuan bersama.
1. Kontrol Kekuasaan
Kontrol kekuasaan dapat terbina apabila dokter dan perawat mendapat
kesempatan yang sama mendiskusikan pasien tertentu. Kemitraan terbentuk
apabila interaksi yang diawali sama banyaknya dengan yang diterima dimana
terdapat beberapa kategori antara lain: menanyakan informasi, memberikan
informasi, menanyakan dan memberi pendapat, memberi pengarahan atau
perintah,
pengambilan
keputusan,
memberi
pendidikan,
memberi
dukungan/persetujuan, menyatakan tidak setuju, orientasi dan humor.
2. Lingkungan Praktik
Menunjukkan kegiatan dan tanggung jawab masing-masing pihak. Perawat
dan dokter memiliki bidang praktik yang berbeda dengan peraturan masingmasing tetapi tugas-tugas tertentu dibina yang sama.
Universitas Sumatera Utara
3. Kepentingan Bersama
Kepentingan bersama merupakan tingkat ketegasan masing-masing (usaha
untuk memuaskan kepentingan sendiri) dan faktor kerjasama (usaha untuk
memuaskan pihak lain).
4. Tujuan Bersama
Tujuan bersama pada proses ini bersifat lebih terorientasi pada pasien dan
dapat membantu menentukan bidang tanggung jawab yang berkaitan dengan
prognosis pasien.
2.2 Kepuasan Perawat
2.2.1 Defenisi Kepuasan
Kepuasan kerja adalah sikap, yang dikaitkan dengan perasaan pribadi
terhadap pekerjaan yang baik yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi
karakteristiknya (Mullins, 2005).
Howell dan Dipboye (1986) memandang kepuasan kerja sebagai hasil
keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap
berbagai aspek dari pekerjaannya (Munandar, 2008).
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah
keadaan perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan
pandangan seseorang kepada pekerjaannya. Keperawatan merupakan salah satu
Universitas Sumatera Utara
bentuk profesi dengan pemberian pelayanan keperawatan serta menjadi tolok ukur
dalam kinerja seseorang perawat (Nursalam, 2007). Kepuasan perawat memang
sangat penting, tetapi kepuasan itu sering terabaikan atau dilupakan. Perawat yang
frustasi dan kecewa atau tidak puas akan menjadi kurang produktif dan kurang
efisien. Kepuasan perawat memberi arah terhadap harapan, sedang audit akan
mengarah kepada petunjuk pelaksana kerja. Dengan demikian, pengukuran
kepuasan perawat selalu harus dilihat dalam hubungannya dengan harapanharapan.
2.2.2 Faktor Kepuasan Perawat
1.Organisasi dan Manajemen
Semua profesi layanan kesehatan harus terlibat dan mempunyai peran
dalam menyusun rencana organisasi. Rencana tersebut harus fleksibel sehingga
dapat mengikuti
perubahan kebutuhan dan pertumbuhan kebutuhan dari
penyelenggara. Saluran komunikasi harus dibangun antara menejer dengan teknisi
dan hal yang demikian harus dilakukan pada setiap tingkat organisasi dengan
tujuan tersedianya suatu lingkungan pembelajaran melalui organisasi, membantu
menbangun suatu keyakinan bahwa tujuan organisasi pasti akan dapat
diwujudkan, dan untuk mengenalkan bahwa dalam menciptakan keberhasilan
berarti harus berani mengambil resiko dan kemudian kelompok mampu
menangani konflik dengan berhasil apabila tangan terbuka.
2. Kebutuhan Pendidikan
Setiap orang yang berada dalam pelayanan sistem layanan kesehatan
membutuhkan pendidikan dan hal itu menjadi keharusan dalam peningkatan mutu
Universitas Sumatera Utara
pelayanan kesehatan. Pendidikan
dan jaminan mutu pelayanan kesehatan
merupakan suatu hubungan simbiosis, dengan masukan sebagai suatu unsur
keharusan di dalam program jaminan layanan kesehatan.
Pengukuran mutu layanan kesehatan dapat menjadi suatu proses
pendidikan atau menjadi identifikasi masukan kebutuhan pendidikan lebih lanjut.
Pendekatan melalui kerjasama kelompok harus terus dikembangkan dan
ditingkatkan sehingga organisasi tidak hanya mencakup tugas-tugas yang akan
dikerjakan tetapi juga akan mencakup pengembangan manusia.
3. Penghargaan, Insentif, dan Promosi
Penghargaan, insentif dan promosi sangat berhubungan dengan kinerja.
Dalam pelaksanaan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan para manajer
harus dapat menciptakan berbagai insentif. Misalnya, kegiatan peningkatan mutu
layanan kesehatan harus menjadi kondisi-kondisi yang kondusif untuk promosi
jabatan dan insentif financial yang akan didapat dari penghematan yang timbul
akibat keberhasilan penerapan jaminan mutu layanan kesehatan.
2.2.3
Perangkat Pengukuran Kepuasan Perawat
Ada beberapa pakar yang menganggap kepuasan perawat sebagai aspek
psikososial dari keefektifan layanan kesehatan. Kepuasan perawat akan diukur
terhadap sikap dan persepsi penyelenggara terhadap factor-faktor sebagai berikut:
2.2.3.1 Otonomi dan Pengendalian Organisasi
Otonomi dan pengendalian organisasi harus dipandu oleh nilai-nilai
kemanusiaan. Organisasi tersebut akan memperlakukan perawat dengan adil dan
hormat. Otonomi dan pengendalian dapat diukur dengan indikator:
Universitas Sumatera Utara
1.
Kepuasan terhadap cara kerja dan pengendalian cara kerja.
2.
Sejauh mana personil dapat menentukan teknik kerja apa yang diperlukan
tanpa
pengaruh
organisasi
dan
sejauh
mana
personil
dibolehkan
menggunakan pengetahuan dan keterampilan khusus yang dimilikinya.
3.
Kepuasan terhadap kecukupan sumber daya dalam melayani pasien
4.
Kepuasan terhadap pengendalian pada lingkup dan konten kerja
5.
Kepuasan terhadap jenis supervisi.
2.2.3.2 Interaksi Pasien dengan Perawat dan Hubungan Antar Perawat
Interaksi pasien dengan perawat dan hubungan antar perawat merupakan
salah satu bagian penting dari kepuasan kerja. Bagian ini menjelaskan bahwa
kepuasan perawat dalam bekerja akan menghasilkan perilaku yang positif, dan
sebaliknya ketidakpuasan akan mempengaruhi fungsi dan kegiatan organisasi. Ini
dapat diukur dengan indikator:
1.
Kemudahan atau kesulitan hubungan pasien dengan perawat dan seberapa
jauh oraganisasi memengaruhi hubungan tersebut.
2.
Seberapa jauh profesi kesehatan merasa perlu menggunakan waktu dengan
pasien artinya melakukan layanan kesehatan yang bermutu.
3.
Kepuasan yang terkait dengan hubungan antar perawat.
2.2.3.3 Prestise atau Status
Universitas Sumatera Utara
Kepuasan perawat dapat berfungsi sebagai indikator dari kegiatan
organisasi. Indikator prestise atau status antara lain:
1.
Kepuasan terhadap kesempatan peningkatan keterampilan dan pengetahuan
dalam organisasi layanan kesehatan atau organisasi profesi.
2.
Kepuasan terhadap gaji , tunjangan dan kondisi kerja
3.
Pendapat umum dan evaluasi sebagai tempat kerja yang diinginkan
dibandingkan dengan tempat kerja bidang kesehatan lain.
4.
Evaluasi kemampuan organisasi bertahan terhadap lingkungan, kesempatan
berkembang dan berhasil dimasa depan sama prestise dan status dalam
masyakat kesehatan lainnya.
2.2.3.4 Kepuasan dan Ketidakpuasan Terhadap Sistem Layanan Kesehatan
Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap sistem layanan kesehatan dapat
diukur dengan indikator:
1.
Angka berhenti kerja
2.
Angka mangkir
3.
Penggunaan cuti sakit yang berlebihan
4.
Mutu hasil kerja
Penelitian yang dilakukan As’ad, Sidin, dan Kapalawi, (2013) dengan
judul Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Kinerja Perawat Di Unit Rawat Inap
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin di Makassar indikator-indikator perangkat
pengukuran kepuasan perawat ini, dapat menunjukkan hasil puas dan
ketidakpuasan perawat. Beberapa indikator tersebut diantaranya kepuasan
terhadap pekerjaan, kondisi kerja, kepuasan terhadap gaji, kepuasan terhadap
Universitas Sumatera Utara
peluang pengembangan, kepuasan terhadap supervise dan kepuasan terhadap
kepemimpinan. Indikator tersebut menunjukkan hasil yang bebeda-beda.
Universitas Sumatera Utara
Download