PERAN PEMATANGAN BELAJAR TERHADAP PERKEMBANGAN

advertisement
PERAN PEMATANGAN BELAJAR TERHADAP PERKEMBANGAN
SOSIAL EMOSIONAL AGAMA DAN MORAL ANAK USIA DINI
ABSTRAK
Oleh : Mustafiyanti
Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan senang atau
tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary (1994: 690) emosi
didefinisikan sebagai "berbagai perasaan yang kuat". Perasaan benci, takut, marah, cinta,
senang, dan kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi.
Goleman (1995:411) menyatakan bahwa "emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiranpikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan
untuk bertindak". Seiring dengan perkembangan sosial, anak-anak usia prasekolah juga
mengalami perkembangan moral dan agama. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan
moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.
Pentingnya seseorang memiliki kecerdasan sosial emosional agama dan moral ia
dapat hidup dengan tentram dalam lingkungan sosialnya. Pengembangan kecerdasan sosial
emosional agama dan moral semakin perlu dipahami, dimiliki, dan diperhatikan mengingat
kondisi kehidupan pada saat ini semakin kompleks dan memberikan dampak yang sangat
buruk terhadap perkembangan kehidupan sosial emosional agama dan moral anak.
Peran dari pematangan pembelajaran terhadap perkembangan sosial emosional agama
dan moral AUD adalah perkembangan perilaku anak dalam pengendalian dan penyesuaian
diri dengan aturan-aturan masyarakat di mana anak itu berada. Perkembangan sosial
emosional anak bukan hanya sekedar hasil kematangan, tetapi sebagian besar merupakan
hasil belajar
Pematangan dan belajar kedua-duanya mempengaruhi perkembangan sosial
emosional agama dan moral anak usia dini. Namun demikian, belajar lebih penting karena
belajar merupakan faktor yang lebih dapat dikendalikan. Sesungguhnya pematangan juga
dapat sedikit dikendalikan, tetapi hanya dengan cara mempengaruhi kesehatan fisik dan
memelihara keseimbangan tubuh, yaitu melalui pengendalian kelenjar yang sekresinya
digerakkan oleh emosi.
KEY WORD ;
Matang belajar, Sosial emosional, Agama dan moral
MATURATION ROLE OF SOCIAL DEVELOPMENT EMOTIONAL LEARNING
RELIGIOUS AND MORAL EARLY CHILDHOOD
ABSTRACT
BY: MUSTAFIYANTI
Emotions are feelings in us, may be feeling happy or not happy, feeling good or bad.
In the World Book Dictionary (1994: 690) emotion defined as "strong feelings". Feelings of
hate, fear, anger, love, pleasure, and sadness. Various kinds of these feelings is a picture of
emotion. Goleman (1995: 411) states that "emotion refers to a feeling or thoughts typically, a
state of biological and psychological as well as a series tendency to act". Along with the
social development, preschool age children also suffered moral and religious development.
As is the moral development is related to the development of rules and conventions about
what should be done by human beings in their interactions with others.
The importance of one's own emotional social intelligence and moral religion he can
live peacefully in a social environment. Development of emotional social intelligence and
moral religion increasingly need to be understood, owned and noteworthy considering the
conditions of life in today's increasingly complex and give a very bad impact on the
development of social life and emotional religious morals.
The role of the maturation of social emotional learning to the development of
religious and moral development of the child's behavior AUD is in control and conformance
with the rules of the community where the child was. Social emotional development of
children is not just a result of maturity, but it is largely the result of learning
Maturation and learning both emotional affect social development and moral religion
early childhood. However, learning is more important because learning is a factor that can be
controlled. Indeed maturation can also be slightly controlled, but only by way affects physical
health and maintain the balance of the body, through the control of the secretory glands
driven by emotion.
KEY WORD;
Mature learning, social emotional, religious and moral
PERAN PEMATANGAN BELAJAR TERHADAP PERKEMBANGAN
SOSIAL EMOSIONAL AGAMA DAN MORAL ANAK USIA DINI ( AUD )
A. Latar Belakang Masalah
Anak dilahirkan dengan potensi mampu berkembang secara baik, tetapi
mereka tidak mungkin sepenuhnya melakukan secara sendiri. Anak-anak dalam
pengembangan dirinya, termasuk pada aspek sosial emosional membutuhkan bantuan
dan program yang sesuai dengan kebutuhannya. Tindakan-tindakan untuk
mencerdaskan dimensi perkembangannya perlu ditangani secara serius. Dengan
demikian, diharapkan anak menjadi generasi yang mampu mengisi kehidupannya
secara cerdas dan sesuai harapan masyarakat.
Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden age) yang
merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai
rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju
pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual.
Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang
siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan
masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa,
sosio emosional, agama dan moral.
Kemampuan Sosial – Emosional Anak bertujuan agar anak merasa percaya
diri, mampu bersosialisasi dengan orang lain, menahan emosinya jika berada dalam
suatu keadaan sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan anak.
Pengembangan sosial anak dapat dikembangkan dengan mengajak anak untuk
mengenal diri dan lingkungannya. Interaksi dengan keluarga sendiri dan orang lain
juga akan menbantu anak membangun konsep dirinya. Dengan bermain anak dapat
mengembangkan kemampuan sosialnya, misalnya dengan bermain peran prilaku.
Dengan belajar beberapa peran tersebut, anak dapat belajar mengenai baik atau buruk,
boleh atau tidak dilakukan.
Untuk itu pada makalah
ini kamiakanmengkajimata kuliah Metode
Pengembangan Sosial Emosional Agama dan Moral AUD yang membahas tentang
pengertian perkembangan sosial, pengertian perkembangan emosi, perkembangan
agama dan moral, pentingya perkembangan sosial emosional agama dan moral AUD,
kecerdasan terkait dengan sosial emosional agama dan moral AUD dan peran dari
pematangan dan belajar terhadap perkembangan sosial emosional agama dan
moralAUD.
B. HASIL PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan Sosial
Menurut Plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial
(zoon politicori). Syamsuddin (1995:105)mengungkapkan bahwa "sosialisasi adalah
proses
belajar
untuk
menjadi
makhluk
sosial", 1sedangkan
menurut
Loree
(1970:86)"sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak
melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanantekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan
bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya". 2
Muhibin (1999:35) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses
pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga,
budaya, bangsa, dan seterusnya. 3 Adapun Hurlock (1978:250) mengutarakan bahwa
perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai
1
Syamsuddin, Psikologi Pendidikan (Edisi Revisi), (Bandung : Remaja Rosyada Karya, 1990), hlm.
105
2
Loree, Psyhology of Education, (New York: The Ronald Press, 1970) hlm. 86
3
Muhibin, Psikologi Belajar, (Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 35
dengan tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan
norma, nilai atau harapan sosial". 4
B. Pengertian Perkembangan Emosi
Jika kita berbicara tentang emosi maka setiap orang akan mengatakan bahwa ia
pernah merasakannya, setiap orang bereaksi terhadap keberadaannya. Hidup manusia
sangat kaya akan pengalaman emosional. Hanya saja ada yang sangat kuat
dorongannya, adapula yang sangat samar sehingga ekspresinya tidak tampak.
Ekspresi emosi akan kita kenali pada setiap jenjang usia mulai dari bayi hingga orang
dewasa, baik itu laki-Iaki ataupun perempuan. Sebagai contoh, seorang anak tertawa
kegirangan ketika ayahnya melambungkan tubuhnya ke udara atau kita meiihat
seorang anak yang berusia satu tahun sedang menangis karena mainannya direbut
oleh kakaknya. Bagi seorang anak, kondisi emosi ini lebih mudah diekspresikan
rnelalui kondisi fisiknya. Sebagai contoh seorang anak akan iangsung menangis
apabila ia merasa sakit atau merasa tidak nyaman. Namun, apabiia seorang anak
ditanya tentang "bagaimana perasaannya" atau "mengapa ia merasa sakit?", anak akan
merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya dalam bahasa verbal.
Contoh-contoh perilaku di atas menunjukkan gambaran emosi seseorang. Jadi, apa
sebetulnya yang dimaksud dengan emosi itu? Untuk mengetahui hai itu lebih jelas,
Anda dapat mengikuti pembahasan berikut ini.
Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan senang
atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary (1994:
690) emosi didefinisikan sebagai "berbagai perasaan yang kuat". Perasaan benci,
4
Hurlock, Chiled Development. 6th Ed, (Tokyo : Mc. Graw Hill. Inc., International Studend Ed,
1978), hlm. 250
takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah
gambaran dari emosi. Goleman (1995:411) menyatakan bahwa "emosi merujuk pada
suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis
serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak".5
Syamsuddin (1990:69) mengemukakan bahwa "emosi merupakan suatu suasana
yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up state) yang
menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku". Berdasarkan
definisi di atas kita dapat memahami bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang
kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan
biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku.6
C. Pengertian Perkembangan Agama dan Moral
Seiring dengan perkembangan sosial, anak-anak usia prasekolah juga
mengalami perkembangan moral dan agama. Adapun yang dimaksud dengan
perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan
konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya
dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi
dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap berinteraksi dengan orang lain
(dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang
perilaku mana yang baik, yang buruk, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana
yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Agama dan moral pada anak sangat penting dikembangkan. Karena pertama
semakin banyaknya permasalahan yang terjadi di sekitar anak, misalnya lingkungan
5
6
Goleman, Emotional Intellegence, (Jakarta : Gramedia, , 1995), hlm. 411
Syamsuddin, Psikologi Pendidikan (Edisi Revisi), hlm. 69
yang tidak baik ataupun perkembangan teknologi yang semakin canggih seperti
televisi yang akan membawa dampak luar biasa pada anak karena tontonan yang tidak
layak akan mempengaruhi perkembangan agama dan moral anak. Di kembangkannya
agama dan moral agar ada penanaman kesadaran bahwa anak adalah penerus,
pencipta, pengevaluasi, investasi masa depan yang perlu dipersiapkan secara
maksimal, baik aspek perkembangan agama maupun moralnya, kemudian
perkembangan moral perlu di kembangkan sejak dini karena anak memiliki masa
emas perkembangan moral sesuai tahap perkembangannya . Jadi, harus di lengkapi
kebutuhannya seoptimal mungkin agar tidak ada satu tahapan pun yang terlewatkan,
yang terakhir karena anak tidak akan berkembang baik apabila hanya IQ, dan EI saja
yang di kembangkan,karena SQ juga memiliki peran penting dalam pembentukan
sikap anak dan hubungan anak dengan Sang pencipta. Dan perkembangan moral dan
agama ini juga turut ambil andil dalam pembentukan karakter anak dimasa yang akan
datang.7
D. Pentingnya Perkembangan Sosial Emosional Agama dan Moral AUD
1. Makin Kompleksitas Kehidupan yang Dihadapi Anak
Perkembangan
zaman
termasuk
perkembangan
dan
kemajuan
ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni tidak seluruhnya membawa kehidupan ini
menjadi lebih teratur, tenteram, damai, dan bahagia. Kondisi tersebut justru
menjadikan kehidupan ini semakin kompleks, bahkan menyebabkan dunia ini
semakin sulit untuk didiami, dikendalikan, dan dinikmati.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terhadap perilaku dan sikap sosial
emosional anak, keadaan kehidupan saat ini sangat besar pengaruhnya terhadap
perilaku anak. Keadaan lingkungan kehidupan saat ini banyak berakibat buruk
7
http://tietyfunnybunny.blogspot.co.id/2015/05/pengertian-dan-pentingnya-sosial-emosi.html
(Diakses pada tanggal 12 Oktober 2016, Pukul. 09.46 WIB)
terhadap perkembangan dan kehidupan sosial emosional anak. Ternyata
kehidupan yang teramat sibuk, mengakibatkan timbulnya tekanan-tekanan pada
sosial emosional anak sehingga berdampak pada anak-anak zaman sekarang, yaitu
menjadi lebih mudah kesal dan marah terutama dalam menanggapi segala sesuatu
mengenai dirinya.
Beberapa contoh perilaku emosi dan sosial yang menyertai generasi sekarang
dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Perilaku Kesepian dan Pemurung
Banyak dialami oleh anak dan generasi sekarang, diantaranya
disebabkan semakin meningkatnya kesibukan orang tua mereka. Kedua orang
tua yang sibuk bekerja diluar rumah, mengakibatkan secara sosial maupun
emosi menjadi kurang perhatian dan terlantar. Kedua orang tua yang
seringkali konflik dalam keluarga dan terjadi di hadapan anak-anak juga akan
mempengaruhi keadaan sosial dan emosi anak. Hal ini akan mengakibatkan
anak-anak menarik diri dari kehidupan sosial maupun emosi dengan
keluarganya atau orang tua mereka. Dampaknya, mereka menjadi penyendiri
dan pemurung.
b. Perilaku Beringas dan Kasar
Berbagai tekanan kerap kali menghampiri para pelajar, mulai dari
kekurangan uang jajan, berebut kendaraan umum pada saat akan berangkat
sekolah, terbatasnya berbagai sarana ekspresi dan aktualisasi diri di sekolah
maupun di masyarakat dan lain-lain. Tuntutan-tuntutan yang berkembang
akibat tayangan televisi, sajian radio, komunikasi telepon, penggunaan
internet, dan lain-lain cukup memberikan andil dalam menekan emosi dan
proses sosialisasi yang menggiring anak pada perilaku beringas dan kasar.
c. Perilaku Rendahnya Sopan Santun
Tampaknya sudah sulit kita mendengar kata maaf, ucapan terima
kasih, ucapan salam, dan perilaku kesopanan lainnya lahir dari mulut-mulut
anak-anak pada jaman sekarang, bahkan generasi yang lebih dewasa. Lihatlah
bagaimana sikap para siswa kepada gurunya, lihatlah perilaku anak pada orang
tuanya, sungguh banyak contoh yang terkait dengan penyimpangan perilaku
ini.
d. Perilaku Cemas dan Gugup
Adanya tekanan emosi membuat anak menjadi sering cemas, bahkan
kemampuan berkomunikasi dalam lingkungan sosialnya menjadi terganggu,
misalnya saja karena stress anak menjadi gagap pada saat diminta bercerita
atau menyampaikan sesuatu yang telah dipelajari.
e. Perilaku Impulsif
Berbagai tekanan pada emosi dan sosial anak mengakibatkan anak
kurang mau dan mampu menahan diri untuk berbuat dan bertindak. Anak-anak
pada saat ini sering kali melakukan perbuatan dan tindakan menurut kehendak
hatinya saja. Bahkan sering kali pada tempo yang cepat mereka dapat merusak
sesuatu tanpa berpikir akibat dan dampak-dampaknya. Sehingga seringkali
menjerumuskan dirinya pada keadaan yang merusak.
Ilustrasi diatas merupakan gambaran yang sangat memprihatinkan dari
dampak kehidupan saat ini yang dinamika dan kompleksitasnya kian hari kian
meningkat. Kondisi diatas menyiratkan betapa pentingnya aspek emosi dan
sosial diperkenalkan ke anak-anak sebagai generasi penerus bangsa secara
benar sesuai dengan karakteristik dan peran perkembangannya masingmasing.
Pembekalan dan pemberian rangsangan-rangsangan yang tepat pada
emosi dan sosial anak sejak dini, yaitu sejak usia prasekolah akan memberikan
kekuatan kepada mereka untuk mengenali, mengolah, mengontrol emosi
secara lebih mantap sehingga diharapkan mereka akan lebih mampu untuk
mengatasi berbagai masalah yang timbul selama proses perkembangan
emosinya.
2. Penanaman kesadaran bahwa anak adalah Praktisi dan Investasi Masa Depan
Alasan dan faktor lain yang perlu disadari tentang pentingnya pengembangan
sosial emosional anak sejak dini atau sejak mereka berada pada level prasekolah
adalah anak merupakan praktisi masa depan. Keberhasilan membina anak sejak
dini, merupakan kesuksesan bagi masa depan anak. Sebaliknya, kegagalan dalam
memberikan pembinaan, pendidikan, pengasuhan, dan perlakuan merupakan
bencana bagi kehidupan anak di kemudian hari.
Makna lain dari anak sebagai praktisi masa depan bahwa dalam diri anak perlu
diberikan dan dikembangkan nilai-nilai mendasar yang dapat digunakan secara
fungsional dalam kehidupannya kelak.
Diantara aspek mendasar adalah pengembangan aspek sosial emosional yang
memadai. Sejak dini anak harus sudah dikenalkan pada kemampuan mengenali,
mengolah dan mengontrol emosi serta perilaku sosialnya agar dapat merespons
dengan baik setiap kondisi emosi dan sosial yang merangsang di hadapannya.
Dengan demikian, anak mempunyai kesiapan dan kemampuan untuk beradaptasi
serta
mengatasi
masalah
dan
tantangan
yang
timbul
selama
proses
perkembangannya. Artinya, keterampilan-keterampilan sosial emosional yang
telah mereka peroleh ketika masih kanak-kanak akan dapat mengantarkannya
menjadi praktisi sejati di masa yang akan datang, yaitu menjadi sosok yang siap
menghadapi dunia modern dan kompleks secara optimis dan lebih meyakinkan.
3. Fase Strategis Pendidikan dan Pengembangan Anak
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% perkembangan
individu terjadi pada masa usia dini. Di usia ini kecerdasan individu mengalami
rangkaian perubahan yang luar biasa, dan sisanya hanya modifikasi dan
pengayaan saja. Segala stimulasi dapat merangsang dimensi perkembangannya,
bahkan hasil penelitian menunjukkan dapat meningkatkan semua aspek
kecerdasan termasuk kecerdasan sosial emosional.
Penelitian lainnya, terutama yang terkait dengan perkembangan kepribadian
anak dilakukan oleh Dr. Maria Montessori yang menyimpulkan bahwa usia sejak
lahir hingga enam tahun adalah tahun formatif, yaitu usia terpenting dalam
pembentukan kepribadian individu. Kepribadian tersebut melembaga ditentukan
oleh cara-cara pemecahan konflik antara sumber-sumber kesenangan awal dengan
tuntutan realitas pada usia kanak-kanak.
Oleh karena itu, jangan menelantarkan anak pada masa peka tersebut. Bila kita
menyia-nyiakan dan menelantarkan anak balita, mungkin anak tersebut akan
membawa cap atau bekas yang sulit bahkan tidak bisa dihapus. Untuk itu
fasilitasilah pertumbuhan dan belajarnya secara optimal.
4. Upaya Mengimbangi Pandangan Tentang Keunggulan IQ Dibandingkan EI
Kecerdasan akademis sedikit kaitannya dengan kehidupan emosi karena secara
umum kecerdasan akademis atau IQ (Intelligence Quotient) relatif dipengaruhi
oleh factor bawaan, sedangkan kecerdasan emosi atau EI (Emotional Intelligence)
dapat tumbuh dan berkembang seumur hidup dengan proses belajar. Terdapat
pemikiran bahwa IQ menyumbang dalam kehidupan pribadi mereka paling
banyak 20% bagi sukses dalam hidup, sedangkan 80% ditentukan factor lain,
yaitu kecerdasan emosi.
Akan tetapi, bila kedua keterampilan tersebut diatas, yakni IQ dan EI tercapai
secara efektif, berarti kita sebagai orang tua dan para guru telah melahirkan
generasi-generasi yang hebat.
5. Tuntutan Agar Anak Segera Memiliki Keterampilan Menggelola Emosi Sosialnya
Pada awal masa kanak-kanak emosi anak sangat kuat. Masa tersebut
merupakan saat ketidakseimbangan ledakan-ledakan emosi. Hal itu biasanya
tampak mencolok pada anak usia 2,5 sampai 3,5 tahun yang dikenal dengan usia
degil (dimana emosi terpusat pada kiri) dan usia 5,5 sampai 6,5 tahun.
Pada usia tersebut, anak cenderung mengekspresikan emosi sebagai upaya
mencari rasa aman, baik ditampilkan melalui tangisan, atau melalui amarah.
Keduanya merupakan cara anak utuk mencari perhatian orang lain di sekitarnya.
Hal tersebut sebetulnya wajar, tetapi jika tidak segera diantisipasi sejak dini maka
dikhawatirkan akan terbawa oleh anak hingga dewasadan mengganggu
kepribadiannya.
Melihat gejala-gejala tersebut, para orang tua atau guru prasekolah sudah
seharusnya dapat memberikan pembekalan yang memadai tentang pengelolaan
emosi pada setiap anak agar dapat memenuhi tuntutan penyesuaian diri dari
lingkungannya, baik dari lingkungan keluarga, sekolah maupun teman bermain.
Jika kebutuhan untuk memenuhi tuntutan tersebut tidak segera diupayakan maka
dampak negatif tersebut di atas akan mempengaruhi perkembangan emosi dan
sosial anak lebih serius, yang dapat dilihat dari ekspresi kesehariannya, misalnya:
a.
Mengidap rasa cemas yang berkepanjangan
b.
Memiliki kecenderungan depresi
c.
d.
Bersikap bermusuhan terhadap anak atau orang lain
Terkena gangguan tidur, gelisah, mengigau, mimpi buruk, dan
sebagainya
e.
Mengalami gangguan makan
f.
Bersikap agresif terhadap teman atau anak lain
Tentu semua pihak tidak berharap dampak negatif tersebut menimpa anakanak usia dini. Dengan pengembangan sosial emosional agama dan moral yang
memadai diharapkan kesenjangan itu dapat diantisipasi secara efektif. 8
E. Kecerdasan terkait dengan Sosial Emosional Agama dan Moral AUD
Seiring dengan perkembangan zaman yang kian pesat di bidang teknologi dan
informasi, perkembangan kejiwaan anak pun mengalami perubahan yang sangat perlu
diperhatikan. Saat ini, bukan pandangan yang asing bila seorang anak tampak sangat
asik dengan “dunianya” sendiri ketika sudah di depan komputer untuk ng-game atau
berselancar di dunia maya yang bernama internet. Sementara bila ada tamu datang
kerumah, dia cuek, tidak bisa menunjukan sikap bagaimana hubungan sosial mesti di
bangun dengan orang lain, atau malah menunjukan sikap sebaliknya, yakni rasa tidak
suka karena merasa keasikannya telah terganggu dengan adanya orang lain.
Keadaan seperti ini, disamping karena perkembangan teknologi dan informasi
yang pesat, juga peran orang tua mempunyai kecenderungan untuk tidak dapat
meluangkan waktu lebih banyak lagi bersama anak-anaknya. Hal ini bisa terjadi
karena kesibukan kerja sehingga kalau dirumah inginnya hanya istrahat karena
kecapekan. Disamping itu juga kurangnya kesadaran bahwa menemani anaknya
dalam tumbuh dan kembangnya itu sangat besar pengaruhnya bagi anak. Orang tua
8
Ali Nugraha, dkk.., Metode Pengembangan Sosial Emosional, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011)
hlm. 5.3-5.13
mempunyai kecenderungan seperti ini biasanya justru memberikan kesibukan pada
anak misalnya dengan belajar tambahan yang dipanggilkan guru privat ke rumah atau
bahkan membelikan banyak mainan agar tidak merepotkan orang tua.
Di samping hal tersebut, perkembangan dunia pendidikan yang lebih fokus
dan mengistimewakan kecerdasan intelektual juga memberikan andil dalam persoalan
ini. Saat ini bukan hal yang aneh lagi bila kita mendapati anak-anak usia sekolah
mempunyai aktivitas yang luar biasa dalam kegiatan belajarnya sehingga tak akan
mempunyai waktu lagi untuk bermain bersama teman-temannya. Seorang anak yang
disibukan dengan seabreg aktivitas belajar dengan menambah les pelajaran ini dan itu,
memang bisa menggenjot kecerdasan intelektual anak-anak. Orang tua kebanyakan
bangga akan hal ini karena anak-anaknya biasanya mengalami peningkatan nilai
disekolahnya, ternyata ada kecerdasan lain yang dikorbankan, yakni kecerdasan
sosial.
Maka tidak sedikit dilingkungan sekitar kita, anak-anak yang mempunyai
prestasi kecerdasan intelektual yang baik, ternyata ia sama sekali tidak mempunyai
kemampuan bila diminta berkiprah di organisasi social, baik itu semacam karang
taruna, remaja mesjid atau kelompok solidaritas lainnya. Inilah anak-anak yang cerdas
secara intelektual, tetapi gagap dalam kehidupan sosialnya. Padahal, kelak ketika
telah menyelesaikan masa belajarnya, baik itu sekolah maupun di kampus, mau tidak
mau, sudah tentu ia akan hidup dan berinteraksi dengan orang lain; baik itu di
lingkungan tempat tinggalnya bekerja maupun di tengah-tengah masyarakat.
Kecerdasan intelektual sangat penting untuk terus di kembangkan. Namun,
kecerdasan yang tidak kalah pentingnya adalah kecerdasan sosial. Sungguh,
kecerdasan sosial ini sama sekali tidak boleh diabaikan.
Hasil penelitian Daniel Goleman bahwa kecerdasan intelektual hanya
memberikan kontribusi 20% terhadap kesuksesan hidup seseorang. Sementara 80%
sangat tergantung pada kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan
spiritual. Bahkan dalam keberhasilan di dunia kerja, kecerdasan intelektual hanya
memberikan kontribusi sebanyak 4% saja. Mengapa demikian? Seseorang yang
mempunyai kecerdasan sosial yang baik akan mempunyai banyak teman, pandai
berkomunikasi, mudah beradaptasi dalam sebuah lingkungan sosial, dan hidupnya
bisa bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga bagi orang lain. Sungguh
kemampuan yang seperti itulah yang sangat dibutuhkan oleh anak kita agar kelak
lebih mudah dalam menghadapi tantangan kehidupan pada zaman yang semakin ketat
dalam persaingan.
Dengan demikian, betapa pentingnya seseorang memiliki kecerdasan sosial
emosional agama dan moral ia dapat hidup dengan tentram dalam lingkungan
sosialnya. Pengembangan kecerdasan sosial emosional agama dan moral semakin
perlu dipahami, dimiliki, dan diperhatikan mengingat kondisi kehidupan pada saat ini
semakin kompleks dan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap
perkembangan kehidupan sosial emosional agama dan moral anak.9
F. Analisa Pematangan dan Belajar terhadap Perkembangan Sosial Emosional
Agama dan Moral AUD
Pematangan dan belajar kedua-duanya mempengaruhi perkembangan sosial
emosional agama dan moral anak usia dini. Namun demikian, belajar lebih penting
karena belajar merupakan faktor yang lebih dapat dikendalikan. Sesungguhnya
pematangan juga dapat sedikit dikendalikan, tetapi hanya dengan cara mempengaruhi
9
http://nurbayanitatin.blogspot.co.id/2015/04/mengembangkan-kecerdasan-sosial-bagi.html (Diakses
pada tanggal 14 Oktober 2016, Pukul. 11.05)
kesehatan fisik dan memelihara keseimbangan tubuh, yaitu melalui pengendalian
kelenjar yang sekresinya digerakkan oleh emosi. Sebaliknya, terdapat berbagai cara
untuk mengendalikan lingkungan dalam rangka menjamin pembinaan pola emosi
yang diinginkan. Dalam hal ini bantuan ahli diperlukan untuk menghilangkan pola
reaksi emosional yang tak tertanam kuat.10
Peran dari pematangan pembelajaran terhadap perkembangan sosial emosional
agama dan moral AUD adalah perkembangan perilaku anak dalam pengendalian dan
penyesuaian diri dengan aturan-aturan masyarakat di mana anak itu berada.
Perkembangan sosial emosional anak bukan hanya sekedar hasil kematangan, tetapi
sebagian besar merupakan hasil belajar. Untuk itu, menyediakan kondisi yang dapat
meningkatkan kematangan dan kesempatan belajar sangat penting dilakukan.
Pengondisian yang baik akan menjadikan fungsi dan tatanan sosial yang baik serta
sehat dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep diri yang positif dan akan
menjadikan perkembangan sosialisasi dan emosi anak menjadi lebih optimal. Dengan
demikian, anak dapat meningkatkan peran dan aktualisasi diri sesuai gendernya, sebab
pada masa prasekolah anak mulai memahami perannya sebagai anak laki-laki dan
perempuan.
1. Arah Pembelajaran Sosial Emosional bagi Anak Prasekolah
Secara umum, arah dan sasaran dari pembelajaran dalam dimensi
pengembangan sosial emosional agama dan moral AUD sesuai dengan kurikulum
yang berlaku.
2. Cara Anak Mendapatkan Pengalaman Sosial Emosional
10
Ali Nugraha, dkk.., Metode Pengembangan Sosial Emosional, hlm. 5.39
Manusia perlu bersosialisasi agar ia lebih dapat mengenal dirinya dan juga
lingkungan di sekitarnya. Anak dapat melakukan sosialisasi dengan keluarganya,
teman-temannya atau masyarakat di sekitarnya.
3. Prinsip-prinsip dalam Membantu Pengembangan Sosial Emosional Anak
Pengendalian emosi, menitiberatkan pada penekanan reaksi yang tampak
terhadap rangsangan yang menimbulkan emosi. Emosi yang dilumpuhkan
biasanya menyertai kemarahan, antara lain yang tampak terwujud pada ekspresi
wajah, tubuh atau kata-kata.
Adapun arah pematangan dan belajar, keduanya sama. Dari sisi emosi, arah
pematangan belajar ingin mengantarkan anak pada kestabilan, sedangkan dari sisi
sosial, ingin mengantarkan pada kematangan dalam bersosialisasi. Gambarannya
dapat dilihat pada skema berikut :
Skema : Peran Kematangan belajar terhadap Sosial Emosional Moral dan
Agama.
EGOSENTRIS
LABIL
SOSIOESENTRIS
STABIL
Keterangan :
Egosentris = sikap mementingkan diri sendiri
Sosioesentris = kooperatif
Labil = tidak terkontrol, meledak-ledak
Stabil = sikap mementingkan diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Goleman, Emotional Intellegence, 1995, Jakarta : Gramedia
2. Hurlock, Chiled Development. 6th Ed, 1978, Tokyo : Mc. Graw Hill. Inc,
International Studend Ed
3. Loree, Psyhology of Education, 1970, New York: The Ronald Press
4. Muhibin, Psikologi Belajar, 1999, Ciputat : Logos Wacana Ilmu
5. Nugraha, Ali dkk.., Metode Pengembangan Sosial Emosional, 2011, Jakarta:
Universitas Terbuka
6. Syamsuddin, Psikologi Pendidikan(Edisi Revisi), 1990, Bandung : Remaja
Rosyada Karya
7. .....http://tietyfunnybunny.blogspot.co.id/2015/05/pengertian-dan-pentingnyasosial emosi.html (Diakses pada tanggal 12 Oktober 2016, Pukul. 09.46 WIB)
8. .....http://nurbayanitatin.blogspot.co.id/2015/04/mengembangkan-kecerdasansosial- bagi.html (Diakses pada tanggal 14 Oktober 2016, Pukul. 11.05)
9. Adele M. Brodklin, Ph.D, Metoe mengatasi Anak-anak penderita Gangguan
perilaku, 2009, BookMarks, Yogyakarta.
10. Nur’aeni, M.A, Intervensi dini bagi Anak bermasalah, 1997, Jakarta, Rineka cipta.
Download