Bantu Petani Dengan Biofertilizer

advertisement
GURU BESAR PROF. DR. IR. TINI SURTININGSIH, DEA:
Bantu Petani Dengan Biofertilizer
REKTORAT – WARTA UNAIR
Masalah produktivitas lahan dan pangan di Indonesia cukup membelit. Sejumlah faktor turut
mempengaruhi produktivitas pangan, di antaranya alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang
semakin tinggi, rusaknya infrastruktur pertanian di berbagai daerah, suplai air yang semakin berkurang,
laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, perubahan iklim, dan dominasi penggunaan pupuk
kimia oleh petani.
Berkaitan dengan hal itu, Prof. Dr. Ir. Tini Surtiningsih, DEA, memiliki gagasan untuk membuat
biofertilizer atau pupuk hayati dari campuran mikroorganisme guna meningkatkan efektivitas produksi
tanaman pangan nasional. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukannya, biofertilizer campuran
mikroba pada kacang koro memberikan hasil tertinggi untuk produktivitas pangan.
Tini, yang juga staf pengajar Departemen Biologi FST UNAIR ini berhasil membuat formula untuk
meningkatkan produktivitas kacang koro sebanyak seratus persen dengan campuran mikroba itu.
Formula yang dibuat oleh perempuan kelahiran Surabaya berhasil memperoleh paten pada tanggal 11
November 2011.
“Biofertilizer campuran mikroba pada kacang koro antara lain bakteri pengikat nitrogen seperti
Rhyzobium, pelarut fosfat seperti Pseudomonas flourecens, dan beberapa bahan pendegradasi bahan
organik serta cendawan mikoriza memberikan hasil tertinggi untuk produktivitas, yaitu berat polong
kering mencapai 287 g/tanaman, dan berat biji kering 208 g/tanaman setara dengan 13 ton/ha,” tutur
Guru Besar UNAIR ke-435 ini.
Menurut Tini, hasil tersebut dikatakan efektif apabila campuran mikroba dan mikoriza itu memberikan
hasil seratus persen lebih banyak daripada penggunaan pupuk-pupuk kimia. “Itu sudah ada rumusnya.
Kalau tidak sampai seratus persen, berarti formula itu tidak efektif,” kata Tini yang memiliki empat hak
paten atas formula yang ditelitinya.
Pada 28 November 2014, Tini berhasil memperoleh paten berkaitan dengan formula yang telah
ditelitinya. Penelitian itu menginformasikan tentang formula yang tepat dalam pemberian biofertilizer
dengan mikoriza pada tanaman tomat.
“Pemberian biofertilizer 30 ml/tanaman dengan mikoriza (CMA) 10 g/tanaman pada tanaman tomat
memberikan hasil tertinggi untuk jumlah buah sekitar 115 buah per tanaman, atau setara dengan 34,25
ton/ha,” terang Tini.
Dalam pengembangbiakan bakteri-bakteri itu, Tini juga melibatkan para mahasiswanya. Bakteri-bakteri
itu diambil dari hutan-hutan di Indonesia dan kemudian dikembangbiakkan di laboratorium di FST
UNAIR.
“Bakteri yang pernah saya gunakan ketika penelitian di Perancis berbeda dengan yang ada di Indonesia
yang tergolong negara tropis, apalagi didukung dengan peralatan yang lebih lengkap. Di Indonesia, saya
bersama mahasiswa-mahasiswa mengambil sampel mikroba dan dikembangbiakkan di laboratorium di
FST UNAIR,” ungkap Guru Besar aktif ke-7 di Departemen Biologi FST UNAIR ini.
Kalangan industri memang sudah ada yang memproduksi biofertilizer, namun bakteri yang terdapat
dalam kemasan pupuk hayati belum tentu masih hidup. Padahal, apabila bakteri tersebut masih hidup,
para petani bisa mengembangbiakkannya sendiri. Walapun pada kenyatannya, pupuk-pupuk hayati bisa
dijangkau oleh petani.
“Pupuk-pupuk hayati yang sudah diproduksi oleh industri-industri pupuk itu sudah bisa didapatkan di
toko-toko yang bisa dijangkau oleh masyarakat, terutama petani. Sekarang, industri juga sudah mulai
merambah memproduksi biofertilizer. Yang susah itu ya bakterinya. Tapi juga ada yang sulit untuk
dipertanggungjawabkan, apakah bakteri yang dijual itu sudah mati atau masih hidup. Kalau pupuk di FST
bisa diuji terus di laboratorium,” tandas lulusan Centre Pedologie et Biologie Faculte de Sience,
I’Universite Nancy I, Prancis tahun 1998 ini.
Tini juga mengharapkan agar UNAIR mendukung apa yang telah ia harapkan selama ini, yaitu membantu
para petani mendapatkan mikroba yang bermanfaat bagi tanamannya.
“Harapannya, UNAIR mampu mengurangi ketergantungan para petani pada penggunaan pupuk kimia,
yang sekarang ini keberadaannya langka. Biasanya, kita membagikan secara gratis kepada para petani
itu melalui mahasiswa-mahasiswa KKN-BBM, maupun pengabdian masyarakat.” (dss/ind)
Download