AKLIMATISASI PLANLET PISANG - Repository Politeknik Pertanian

advertisement
AKLIMATISASI PLANLET PISANG (Musa paradisiaca L.)
DENGAN MEDIA TANAM YANG SESUAI
Oleh :
EWIS ENJELINA
NIM. 100500104
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2013
AKLIMATISASI PLANLET PISANG (Musa paradisiaca L.)
DENGAN MEDIA TANAM YANG SESUAI
Oleh
EWIS ENJELINA
NIM. 100500104
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2013
AKLIMATISASI PLANLET PISANG (Musa paradisiaca L.)
DENGAN MEDIA TANAM YANG SESUAI
Oleh
EWIS ENJELINA
NIM. 100500104
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2013
HALAMANPENGESAHAN
JudulKarya Ilmiah
: AklimatisasiPlanletPisang (Musa paradisiaca L.)
Dengan Media Tanam Yang Sesuai
Nama Mahasiswa
: EwisEnjelina
NIM
: 100500104
Program Studi
: Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Pembimbing,
Penguji I,
Penguji II,
Faradilla, SP, M.Sc
NIP. 197401092000122001
Nurlaila, SP ,MP
NIP.197110302001122001
RossyMirasari, SP ,MP
NIP. 197806242005012002
Menyetujui,
Ketua Program Studi
Budidaya Tanaman Perkebunan
Ir. Syarifuddin, MP
NIP. 19650706 200112 1 001
Lulus ujianpadatanggal: 27 Agustus 2013
Mengesahkan,
KetuaJurusan
ManajemenPertanian
Ir. Hasanudin, MP
NIP. 19630805 198903 1 005
ABSTRAK
EWIS ENJELINA. Aklimatisasi Planlet Pisang (Musa paradisiaca L.)
Dengan Media Tanam Yang Sesuai (dibawah bimbingan FARADILLA).
Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya produktivitas pisang yang
dikembangkan oleh masyarakat dan tidak terpenuhinya permintaan pasar hal ini
disebabkan teknik budidaya yang belum tepat sehingga menyebabkan terjadinya
serangan penyakit. Teknik kultur jaringan salah satu alternatif menanggulangi
masalah tersebut karena dapat dilakukan secara singkat, produksi tinggi dan
tanaman yang dihasilkan bebas penyakit.
Tujuan penelitian adalah untuk mengukur seberapa besar
pengaruh kompos dan pupuk kandang sebagai media tanam bagi
pertumbuhan aklimatisasi planlet pisang.
Penelitian dilaksanakan di Jl. Kemuning perumahan Batu Penggal Blok. C
no. 8 Loa Bakung Kecamatan Sungai Kunjang Samarinda. Selama 2 bulan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan faktor tunggal
dan 5 ulangan tiap perlakuan. Adapun faktor yang digunakan dalam perlakuan
ini terdiri atas 3 taraf yaitu P0 ; Topsoil + Pasir (1 : 1), P1 ; Topsoil + Pasir +
Pupuk Kompos (1 : 1 : 1), P2 ; Topsoil + Pasir + Pupuk Kandang (1 : 1 : 1).
Pengambilan data dilakukan pada umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi.
Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi tanaman, dan pertambahan
jumlah daun. Pengolahan data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aklimatisasi planlet pisang
berbeda sangat nyata terhadap variabel pertambahan tinggi tanaman
pada umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi, akan tetapi pada variabel
pertambahan jumlah daun menunjukkan hasil berbeda tidak nyata.
Pertambahan tinggi tanaman terbaik dan jumlah daun terbanyak pada
penggunaan media tanam top soil : pasir : kompos (P1) dan hasil
terendah pada penggunaan media tanam top soil : pasir : pupuk kandang
(P2).
Kata kunci : Pisang , Aklimatisasi, dan Media tanam.
RIWAYAT HIDUP
EWIS ENJELINA,
lahir pada tanggal 12 Juli 1992 di
Desa Lamin Telihan, Kecamatan Kenohan, Kabupaten
Kutai
Kartanegara,
Merupakan
anak
Provinsi
pertama
dari
Kalimantan
empat
Timur.
bersaudara
pasangan Bapak Guntur dan Ibu Merryani. Tahun 1998
memulai pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 008 Pulau pinang dan
lulus pada tahun 2004. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Kenohan hingga lulus pada tahun 2007.
Selanjutnya melanjutkan ke Sekolah Pertanian Pembangunan (SPPSPMA) Negeri Samarinda dan lulus pada tahun 2010. Pendidikan tinggi
dimulai pada tahun 2010 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda,
Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan.
Pada tanggal 1 Maret sampai dengan 1 Mei 2013 mengikuti Praktek
Kerja Lapang (PKL) di PT. Kutai Mitra Sejahtera, Kecamatan Muara
Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan berkat Rahmat dan KaruniaNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai syarat untuk memperoleh sebutan Ahli
Madya pada program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Keberhasilan dan kelancaran penyusunan karya ilmiah ini juga tidak
terlepas dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Faradilla, SP, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
banyak arahan dan bimbingan kepada penulis.
2. Ibu Nurlaila, SP, MP selaku dosen penguji I dan Ibu Rossy Mirasari, SP, MP
selaku dosen penguji II.
3. Bapak Ir. Syarifuddin, MP selaku Ketua Program Studi Budidaya Tanaman
Perkebunan.
4. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian.
5. Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda.
6. Seluruh staf dosen dan teknisi Program Studi Budidaya Tanaman
Perkebunan yang telah banyak membagikan ilmu selama perkuliahan.
7. Keluarga tercinta yang telah banyak memberikan dukungan baik secara moril
maupun material.
8. Teman - teman mahasiswa yang telah membantu dalam penyusunan laporan
ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya ilmiah ini masih terdapat
kekurangan, namun penulis berharap semoga karya ilmiah ini tetap dapat
memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Penulis
Kampus Sei Keledang, Agustus 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. ii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………. iii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………..iv
I. PENDAHULUAN……………………………………………………………1
II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………. 4
A.
B.
C.
D.
Tinjauan Umum Tanaman Pisang ……………………………………
Tinjauan Umum Kultur Jaringan ……………………………………...
Tinjauan Umum Pupuk Kompos ……………………………………...
Tinjauan Umum Pupuk kandang ……………………………………..
4
8
12
18
III. METODE PENELITIAN ........................................................................
A. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………………
B. Alat dan Bahan Yang Digunakan …………………………………….
C. Rancangan Penelitian ………………………………………………….
D. Prosedur Penelitian ……………………………………………………
E. Pengamatan dan Pengambilan Data …………………………………
F. Analisis Data ……………………………………………………………
21
21
21
22
22
24
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………..
A. Hasil ……………………………………………………………………..
B. Pembahasan ……………………………………………………………
25
25
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………..
A. Kesimpulan ……………………………………………………………..
B. Saran ……………………………………………………………………
30
30
30
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
31
LAMPIRAN .................................................................................................
34
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Tata letak penelitian……………………………………………….
2.
Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman pisang dengan
media tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing
pada umur 30 hari setelah aklimatisasi………………………….
Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman pisang dengan
media tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing
pada umur 60 hari setelah aklimatisasi………………………….
Sidik ragam pertambahan jumlah daun pisang dengan media
tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada
umur 30 hari setelah aklimatisasi………………………………...
Sidik ragam pertambahan jumlah daun pisang dengan media
tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada
umur 60 hari setelah aklimatisasi…………………………………
Dokumentasi kegiatan penelitian aklimatisasi planlet pisang
dengan media tanam kompos dan pupuk kandang…………….
3.
4.
5.
6.
35
36
36
37
37
38
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Denah penelitian .........................................................................
32
2.
Data Penelitian di Lapangan.......................................................
33
a. Tabel 5. Data kecepatan tumbuh tunas.................................
33
b. Tabel 6. Data jumlah tunas yang muncul pada umur 30 hari
setelah tanam .........................................................................
33
c. Tabel 7. Data jumlah tunas yang muncul pada umur 60 hari
setelah tanam .........................................................................
33
d. Tabel 8. Data jumlah tunas yang muncul pada umur 90 hari
setelah tanam .........................................................................
33
e. Tabel 9. Data panjang tunas pada umur 30 hari setelah
tanam......................................................................................
34
f. Tabel 10. Data panjang tunas pada umur 60 hari setelah
tanam......................................................................................
34
g. Tabel 11. Data panjang tunas pada umur 90 hari setelah
tanam......................................................................................
34
Analisis Data ...............................................................................
35
a. Tabel 12. Sidik Ragam respon kecepatan tumbuh tunas
buah naga super red pada media tanam yang berbeda .......
35
b. Tabel 13. Sidik Ragam respon jumlah tunas buah naga
super red pada media tanam yang berbeda pada umur 90
hari setelah tanam ..................................................................
35
c. Tabel 14. Sidik Ragam respon panjang tunas buah naga
super red pada media tanam yang berbeda pada umur 90
hari setelah tanam ..................................................................
36
Dokumentasi Kegiatan Selama Penelitian .................................
37
a. Gambar 1. Persiapan lahan ...................................................
37
b. Gambar 2. Pasir .....................................................................
37
c. Gambar 3. Topsoil..................................................................
38
d. Gambar 4. Pupuk kandang ayam ..........................................
38
e. Gambar 5. Pencampuran media tanam ................................
39
3.
4.
f. Gambar 6. Pengisian polybag................................................
39
g. Gambar 7. Pembuatan lubang tanam....................................
40
h. Gambar 8. Stek buah naga super red ...................................
40
i. Gambar 9. Penanaman stek ..................................................
41
j. Gambar 10. Pengambilan data ..............................................
41
DAFTAR TABEL
No.
Tubuh utama
Halaman
1.
Kandungan hara dari pupuk kandang padat……………………..
19
2.
Rata – rata pertambahan tinggi tanaman pisang pada umur 30
dan 60 hari setelah aklimatisasi ( cm)……………………………
26
Rata – rata pertambahan jumlah daun tanaman pisang pada
Umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi (helai)………………..
27
3.
I. PENDAHULUAN
Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan tanaman asli Indonesia. Cara
penanaman yang mudah serta syarat lingkungan tumbuh pada iklim tropis yang
sesuai menyebabkan banyak jenis pisang dapat tumbuh subur di Indonesia
(Meldia, Sunyoto dan Suprianto, 1996).
Banyak jenis tanaman pisang di Indonesia yang telah dibudidayakan oleh
masyarakat, akan tetapi tidak semua jenis tanaman pisang mempunyai nilai
komersial yang tinggi (Cahyono 1995). Salah satu jenis tanaman pisang yang
mempunyai potensi yang tinggi dan berpeluang untuk dikembangkan adalah
pisang ambon (Musa paradisiaca L. var. sapientum). Ciri-ciri dan sifat pisang
ambon antara lain adalah daging buah yang lembut dan bercita rasa tinggi, tidak
berair, aroma yang khas, penampakan kulit yang bagus dan nilai estetika yang
tinggi sebagai buah meja. Pisang ini mengandung kadar karbohidrat yang lebih
tinggi dari pisang kepok atau pisang lainnya. Kadar karbohidarat pisang ambon
kuning ini adalah 22,05 % (Satuhu dan Supriadi, 2000).
Di Indonesia, pisang menduduki tempat pertama diantara jenis buahbuahan lainnya, baik dari sisi sebaran, luas pertanaman, maupun dari sisi
produksinya. Namun demikian, secara umum produktivitas pisang yang
dikembangkan masyarakat masih sangat rendah, yaitu hanya sekitar 10 - 15
ton/ha. Padahal, potensi produktivitasnya bisa mencapai 35 - 40 ton/ha BPPP
(2007). Kesenjangan produktivitas tersebut terutama disebabkan karena
penerapan teknik budidaya yang kurang tepat mengakibatkan mudahnya
tanaman terserang penyakit, terutama penyakit layu bakteri dan layu fusarium.
Salah satu cara untuk memperoleh tanaman bebas penyakit dan
meningkatkan produksi persatuan lahan yaitu dengan teknik kultur jaringan.
2
Perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan memiliki banyak kelebihan,
yaitu tanaman dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim, bebas
dari serangan hama dan penyakit, daya multiplikasi yang tinggi dan
membutuhkan ruang yang relatif kecil untuk menyimpan tanaman (Wiendi, dkk,
1992). Diperjelas lagi oleh Santoso, dkk, (2007), tujuan pokok dari teknik kultur
jaringan adalah untuk memproduksi tanaman dalam jumlah besar pada waktu
singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis induknya. Dari
teknik kultur jaringan juga diharapkan juga dapat memperoleh tanaman baru
yang bersifat unggul.
Dalam teknik kultur jaringan terdapat beberapa tahapan, salah satu
diantaranya adalah tahapan aklimatisasi. Aklimatisasi adalah pemindahan planlet
atau tunas mikro dari dalam botol ke lingkungan luar atau rumah kaca. Tahap ini
merupakan tahap kritis karena kondisi iklim dan hara tunas mikro lingkungan
luar berbeda dengan kondisi di dalam botol. Di dalam botol persediaan semua
unsur hara lengkap, sedangkan setelah aklimatisasi tidak semua unsur hara
tersedia. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan haranya, salah satu yang dapat
diberikan adalah pemberian pupuk (Yusnita, 2004).
Pemberian pupuk melalui media sangat efektif dan efisien untuk tanaman
pisang dengan cara kultur jaringan (Gunawan, 1995). Sehingga akan dilakukan
penelitian teknik aklimatisasi planlet pisang dengan beberapa media tanam yaitu
menggunakan pupuk organik seperti kompos dan pupuk kandang.
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat
bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba
3
ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba
tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Pupuk kandang mengandung unsur hara makro dan mikro. Pupuk kandang
padat (makro) banyak mengandung unsur fosfor, nitrogen, dan kalium. Unsur
hara mikro yang terkandung dalam pupuk kandang diantaranya kalsium,
magnesium, belerang, natrium, besi, tembaga, dan molibdenum. (Anonim
2011a).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur seberapa besar
pengaruh kompos dan pupuk kandang sebagai media tanam bagi pertumbuhan
aklimatisasi planlet pisang.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat luas, pemerintah, pengusaha dan petani pisang khususnya
mengenai manfaat pemberian pupuk organik kompos dan pupuk kandang
terhadap aklimatisasi planlet pisang.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tanaman Pisang
1. Sejarah Penyebaran Tanaman Pisang
Pisang yang ada sekarang diduga merupakan hasil persilangan
alami dari pisang liar dan telah mengalami domestikasi. Beberapa
literatur menyebutkan pusat keanekaragaman tanaman pisang berada di
kawasan Asia Tenggara (Satuhu dan Supriyadi, 2000). Para ahli botani
memastikan daerah asal tanaman pisang adalah India, jazirah Malaysia,
dan Filipina. Penyebaran tanaman pisang dari daerah asal ke berbagai
wilayah negara di dunia terjadi mulai tahun 1000 SM. Penyebaran pisang
di wilayah timur antara lain melalui Samudera Pasifik dan Hawai.
Sedangkan penyebaran pisang di wilayah barat
melalui Samudera
Hindia, Afrika sampai pantai timur Amerika. Sekitar tahun 500, orangorang Indonesia berjasa menyebarkan tanaman pisang ke pulau
Madagaskar. Pada tahun 650, pahlawan-pahlawan Islam di negara Arab
telah menyebarkan tanaman pisang di sekitar laut tengah. Inventarisasi
plasma nutfah pisang di Indonesia dimulai pada abad XVIII. Dalam buku
yang berjudul
Herbarium Amboninese karangan Rumphius yang
diterbitkan tahun 1750, telah dikenal beberapa jenis pisang hutan dan
pisang budidaya yang terdapat di Kepulauan Maluku. Pengembangan
budidaya tanaman pisang pada mulanya terpusat di daerah Banyuwangi,
Palembang, dan beberapa daerah di Jawa Barat (Rukmana, 1999).
5
2. Botani tanaman Pisang
Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu jenis buah
tropis yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk dikelola. Pisang telah
menjadi komoditas ekspor dan impor di pasar internasional. Tanaman ini
berasal dari Asia Tenggara yang kemudian menyebar luas ke benua
Afrika dan Amerika. Habitatnya adalah daerah tropis yang beriklim basah,
dan dapat tumbuh subur di dataran rendah maupun tinggi.
Selain sebagai komoditi penunjang ketahanan pangan, pisang di
Indonesia juga berpotensi sebagai komoditi agribisnis. Potensi ini
tergambar pada paling tingginya total areal penanaman dan produksi
pisang dibandingkan dengan buah lainnya di Indonesia, dan pisang
menyumbang 50% total produksi buah nasional.
Peluang pengembangan agribisnis komoditas pisang masih
terbuka luas. Untuk keberhasilan usaha tani pisang, selain penerapan
teknologi, penggunaan varietas unggul dan perbaikan varietas dengan
cara kultur jaringan harus dilaksanakan. Varietas unggul yang dimaksud
adalah varietas yang toleran atau tahan terhadap hama dan penyakit
penting pisang, mampu berproduksi tinggi, serta mempunyai kualitas
buah yang bagus dan disukai masyarakat luas (Anonim, 2012a).
Klasifikasi tanaman pisang menurut ( Tjitrosoepomo, 2000)
adalah sebagai berikut :
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Scitamineae
6
Famili
: Musaceae
Genus
: Musa
Spesies
: Musa parasidiaca L
Tanaman pisang merupakan tanaman semusim yang akan mati
setelah sekali berbuah, namun sebelum berbuah tanaman ini selalu
melakukan regenerasi yaitu melalui tunas-tunas yang muncul pada
bonggolnya. Tunas anakan akan menggantikan tanaman induk dan siap
menghasilkan buah baru. Tanaman pisang terdiri dari akar, batang, daun,
bunga dan buah.
Akarnya berupa akar serabut yang berpangkal pada umbi batang.
Akar terbanyak terdapat di bagian bawah tanah yang tumbuh sampai
kedalaman 75 sampai 150 cm di dalam tanah. Akar yang berada di
bagian samping umbi batang tumbuh ke samping atau mendatar.
Perkembangan akar samping bisa mencapai 4 sampai 5 meter.
Batang pisang terletak dalam tanah berupa umbi batang. Batang
yang berdiri tegak di atas tanah merupakan batang semu yang terbentuk
dari pelepah daun panjang yang saling menelangkup dan menutupi
dengan kuat dan kompak sehingga dapat berdiri tegak seperti batang
tanaman. Tinggi batang semu berkisar antara 3,5 sampai 7,5 meter
tergantung jenisnya.
Daun pisang letaknya tersebar, helaian daun berbentuk lanset
memanjang dan bagian bawah berlilin yang diperkuat oleh tangkai daun
yang panjangnya antara 30 sampai 40 cm.
Bunga pisang berkelamin satu, berumah satu dalam satu tandan.
Daun penumpu bunga berjejal rapat dan tersusun secara spiral. Daun
7
pelindung berwarna merah tua, berlilin dan mudah rontok dengan
panjang 10 sampai 25 cm.
3. Syarat tumbuh tanaman pisang ambon
a. Iklim
Pisang termasuk tanaman yang mudah tumbuh, mudah
beradaptasi terhadap lingkungan tumbuh karena dapat dibudidayakan
di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan) pada
ketinggian ± 1.000 meter di atas permukaan laut. Tanaman pisang
dapat tumbuh optimal pada tipe iklim basah sampai kering dengan
curah hujan antara 1.400 mm dan 2.500 mm per tahun dan merata
sepanjang tahun. Suhu merupakan faktor utama untuk pertumbuhan
tanaman pisang. Di sentra-sentra produksi utamanya, suhu udara
tidak pernah turun sampai di bawah 15° C dalam jangka waktu yang
cukup lama. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah sekitar
27° C, dan suhu maksimumnya 38° C. Kebanyakan pisang tumbuh
baik di lahan terbuka, tetapi kelebihan penyinaran akan menyebabkan
daunnya terbakar matahari (sunburn). Dalam keadaan cuaca
berawan atau di bawah naungan ringan, daur pertumbuhannya sedikit
panjang dan tandannya lebih kecil. Pisang sangat sensitif terhadap
angin kencang, karena angin yang terlalu kencang dapat merobekrobek daunnya, menyebabkan distorsi tajuk dan dapat merobohkan
pohonnya.
b. Tanah
Tanaman pisang membutuhkan tanah yang subur dengan pH
antara 4,5 dan 7,5. Walaupun tidak menyukai tanah kering, pisang
8
juga tidak menghendaki air yang menggenang terus-menerus karena
akar tanaman memerlukan peredaran udara yang baik di dalam
tanah.
B. Tinjauan Umum Kultur Jaringan
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun
1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang
menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu
beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini
merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang
menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan
berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi
terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya. Walaupun usaha Haberlandt
menerapakan teknik kultur jaringan tanaman pada tahun 1902 mengalami
kegagalan, namun antara tahun 1907-1909 Harrison, Burrows, dan Carrel
berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan manusia secara in vitro.
Keberhasilan
aplikasi
teknik
kultur
jaringan
sebagai
sarana
perbanyakan tanaman secara vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White
pada tahun 1934, yakni melalui kultur akar tomat. Selanjutnya pada tahun
1939, Gautheret, Nobecourt, dan white berhasil menumbuhkan kalus
tembakau
dan
wortel
secara in
vitro.
Setelah
Perang
Dunia
II,
perkembangan teknik kultur jaringan sangat cepat, dan menghasilkan
berbagai penelitian yang memiliki arti penting bagi dunia pertanian,
kehutanan, dan hortikultura yang telah dipublikasikan.
Pada awalnya, perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berada
di belakang teknik kultur jaringan manusia. Hal itu disebabkan lambatnya
9
penemuan hormon tanaman (zat pengatur tumbuh). Ditemukakannya auksin
IAA pada tahun 1934 oleh Kögl dan Haagen-Smith telah membuka peluang
yang besar bagi kemajuan kultur jaringan tanaman. Kemajuan ini semakain
pesat setelah ditemukannya kinetin (suatu sitokinin) pada tahun 1955 oleh
Miller dan koleganya. Pada tahun 1957, Skoog dan Miller mempublikasikan
suatu tulisan ”kunci” yang menyatakan bahwa interaksi kuantitatif antara
auksin dan sitokinin berpengaruh menentukan tipe pertumbuhan dan
peristiwa morfogenetik di dalam tanaman. Penelitian kedua ilmuwan
tersebut pada tanaman tembakau mengungkapkan bahwa rasio yang tinggi
antara auksin terhadap sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar,
sedangkan rasio yang rendah akan menginduksi morfogenesis pucuk.
Namun pola yang demikian ternyata tidak berlaku secara universal untuk
semua spesis tanaman.
Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade terakhir
telah memberi sumbangan yang sangat besar bagi ahli pertanian,
pemuliaan tanaman, botani, biologi molekuler, biokimia penyakit tanaman,
dan sebagainya. Karena kultur jaringan telah mencapai konsekuensi praktis
yang demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tanaman dan
sebagainya maka dapat dipastikan junlah penelitian dan aplikasi teknik ini
akan terus meningkat pada masa-masa mendatang.
Sejak tahun 1980-an sampai sekarang, teknik kultur jaringan
tanaman sudah berkembang sangat pesat di seluruh penjuru dunia
sehingga sulit untuk dipantau. Terlebih lagi, banyak terobosan yang memiliki
nilai komersial tinggi yang diciptakan oleh institusi-institusi riset pada
berbagai perusahaan besar yang tidak dipublikasikan. Pemanfaatan yang
10
nyata dari teknik tersebut, disamping untuk perbanyakan tanaman, juga di
bidang rekayasa genetika (genetic engineering) untuk perbaikan mutu
genetika tanaman pertanian. Sudah banyak varietas, bahkan spesies baru
yang diciptakan melalui teknik fusi protoplas. Demikian pula dengan aplikasi
teknik tersebut pada eliminasi penyakit, terutama penyakit virus dan
produksi metabolit sekunder dengan bantuan Agrobacterium sudah menjadi
teknik yang rutin dilakukan oleh para pakar di berbagai penjuru dunia,
termasuk Indonesia. Hanya saja aplikasi teknik kultur jaringan untuk
pelestarian plasma nutfah tampaknya masih harus menempuh perjalanan
panjang untuk sampai pada sasaran yang diharapkan (Anonim, 2012b).
Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture,
weefsel culture atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan
adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama.
Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman
menjadi
tanaman
kecil
yang
mempunyai
sifat
seperti
induknya
(Hendaryono dan Wijayani 1994). Ditambahkan oleh Gunawan (1995)
teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau
irisan jaringan tanaman yang disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan
dipelihara dalam medium padat atau cair yang cocok dan dalam keadaan
steril. Dengan cara demikian sebagian sel pada permukaan irisan tersebut
akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus.
Apabila
kalus yang
terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik
kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat
dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar.
11
Pelaksanaan teknik kultur jaringan ini berdasarkan teori sel seperti,
yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai
kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan kemampuan setiap
sel, dari mana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dalam
lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tanaman yang
sempurna (Daisy dan Wijayani, 1991). Kelebihan teknik kultur jaringan
adalah dapat memperbanyak tanaman tertentu yang sangat sulit dan lambat
diperbanyak secara konvensional. Dalam waktu singkat dapat menghasilkan
jumlah bibit yang lebih besar, perbanyakannya tidak membutuhkan tempat
yang luas, dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa mengenal musim, bibit
yyang dihasilkan lebih sehat dan dapat memanipulasi genetic serta biaya
pengangkutan bibit lebih murah (Gunawan, 1995).
Menurut Yusnita (2004), dalam teknik kultur jaringan ada beberapa
tahap yang harus dilakukan dan tahap yang terakhir adalah aklimatisasi.
Kultur in vitro selesai saat terbentuk planlet yang telah mempunyai pucuk
dan akar. selanjutnya adalah pemindahan planlet ke tanah atau disebut
aklimatisasi. Masa ini merupakan masa kritis dalam perbanyakan tanaman.
Planlet harus menyesuaikan diri dari kondisi heterotrop menjadi autotrop.
Keadaan lingkungan aklimatisasi yang harus dihadapi planlet adalah
kelembaban yang berkurang, temperatur yang tinggi, intensitas cahaya yang
lebih tinggi, perlu mengadakan proses fotosintesis, suplai hara yang
berkurang dan adanya serangan hama dan penyakit.
Temperatur
aklimatisasi sebaiknya antara 25 – 280 C. Temperatur 300C atau lebih dapat
menyebabkan kematian planlet. Pengaturan temperatur dapat dilakukan
dengan penyiraman air secara berkala di atas sungkup plastik sedangkan
12
untuk intensitas cahaya yang diperlukan sekitar 40 – 50%.
Mencapai
kondisi kelembapan, suhu dan cahaya tersebut dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Cara paling sederhana adalah menggunakan pot atau
polybag kecil yang masing – masing ditutup dengan botol kultur atau plastik.
Cara lain, planlet ditanam dalam bak-bak plastik berisi media tumbuh, lalu
disungkup plastik transparan atau dikondisikan dalam suatu mish-bench
yaitu meja dengan bagian kondisi tertutup yang secara berkala disemprot air
dengan butiran yang kecil. Kelembapan sedikit demi sedikit dikurangi
dengan
cara
membuka
plastik
penutup
secara
bertahap.
Selama
aklimatisasi, kondisi planlet harus selalu diperhatikan. Jika planlet mulai
layu, bak atau pot harus disungkup lagi.
C. Tinjauan Umum Pupuk Kompos
Kompos adalah jenis pupuk organik yang berasal dari limbah
pertanian, sampah kota, limbah industri yang mempunyai konstribusi besar
terhadap perbaikan sifat fisika, kimia,dan biologi dari tanah. Hal ini karena
kompos banyak mengandung bahan organik. Bahan organik adalah bahan
yang penting dalam menyuburkan tanah karena berfungsi memantapkan
agregat tanah. Di samping itu bahan organik memiliki sejumlah energi laten
sebagai
pemanas
sisa
tanaman
di
atas
permukaan
tanah,
yaitu
4-5 kilo cal g-1 bahan kering. Manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan
kompos untuk lahan pertanian sebagaimana yang dikemukakan oleh
Novizan (2002) adalah:
1. memberikan unsur hara bagi tanaman sehingga terjadi efisiensi dalam
penggunaan pupuk kimia.
2. memperbaiki unsur hara tanah.
13
3. meningkatkan kapasitas tukar kation.
4. menambah kemampuan tanah untuk menahan air.
5. meningkatkan aktifitas biologi tanah.
6. menaikkan pH tanah.
7. meningkatkan ketersediaan unsur mikro.
8. tidak menimbulkan masalah lingkungan.
Bahan organik yang dibenamkan dalam tanah akan mengalami
penguraian menjadi bentuk-bentuk sederhana oleh mikroorganisme. Proses
penguraian tersebut akan menghasilkan CO2 dan air, sedangkan senyawa
nitrat akan terbentuk setelah melalui nitrifikasi. Sumber utama bahan organik
adalah sisa tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah dan pupuk organik
(Buckman dan Brady, 1982).
Beberapa usaha yang perlu dilakukan dalam mempertahankan atau
menaikkan kandungan organik tanah menurut Supirin 2004, yaitu :
1. Menggunakan pupuk kandang, kompos atau pupuk hijauan.
2. Mengusahakan dikembalikanya sisa-sisa tanaman ke dalam tanah
3. Melakukan penanaman secara tumpang sari sehingga tanah akan
tertutup oleh tanaman.
4. Pengolahan tanah dilakukan seminimal mungkin.
Pemberian pupuk organik ke dalam tanah disamping bertujuan untuk
menyediakan unsur hara, juga bertujuan untuk memperbaiki kondisi fisik
tanah (Yuwono, 2005). Penambahan bahan organik dalam tanah lebih kuat
pengaruhnya kearah perbaikan fisik tanah dan bukan khusus untuk
meningkatkan unsur hara dalam tanah (Winarso, 2005). Menurut Hanafiah
(2004) secara fisik bahan organik berperan dalam :
14
1. merangsang granulasi.
2. menurunkan flastisitas dan kohesi.
3. memperbaiki struktur tanah.
4. meningkatkan daya tahan tanah dalam menahan air sehingga drainase
tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil, selain
itu dapat meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme tanah. Sifat
fisik tanah dapat diperbaiki karena humus sebagai hasil perombakan
bahan organik dapat bersifat koloid, sehingga dengan menambahkan
bahan organik atau pupuk organik berarti akan menambah jumlah koloid
tanah. Hal ini penting untuk tanah bertekstur kasar yang mempunyai
koloid tanah sedikit, sehingga dengan pemberian pupuk organik maka
daya menahan air dan kapasitas tukar kation menjadi baik.
Bahan organik dapat berfungsi atau memperbaiki sifat fisika, kimia
maupun biologis tanah, sehingga bahan organik dalam tanah mempunyai
fungsi yang tidak tergantikan. Tanah yang mengandung bahan organik tidak
cepat mengering, sebab bahan organik akan menambah kemanpuan tanah
menahan air. Air tidak akan mudah lepas meninggalkan tanah oleh
penguapan, perkulasi dan aliran permukaan sehingga air tersebut tersedia
bagi tanaman. Pengaruh lain dari pupuk organik dalam tanah bagi tanaman
adalah menaikkan kadar CO2 (Soepardi, 1979). Bahan organik sebagai
pembenah tanah akan sebagai penyangga dan sumber unsur hara
(Stevenson, 1983), meningkatkan kemampuan tanah dalam memegang air
melalui kemantapan agregat, memicu aktivitas mikroorganisme yang terlibat
dalam proses perombakan (Muhadi, 1979).
15
Sifat kurang baik dari bahan organik seperti dikemukakan oleh
Rosmarkam dan Yuwono( 2002) antara lain ;
1. Bahan organik yang mempunyai C/N tinggi berarti masih mentah,
2. Bahan organik yang berasal dari sampah kota atau limbah industri
mengandung mikroba patogen dan logam berat yang berpengaruh pada
tanaman, hewan maupun manusia.
Menurut (Buckman dan Brady 1982) hasil dekomposisi bahan
organik akan menghasilkan humus yang warnanya coklat tua sampai hitam
yang mempunyai sifat dapat mengikat air empat sampai enam kali beratnya
sendiri sehingga dapat mempertinggi kemampuan tanah memegang air.
Terikatnya air oleh humus berarti mengurangi air perkolasi sehingga
pencucian unsur hara oleh air dapat berkurang. Selain itu koloid yang
bermuatan negatif dapat mengabsorbsi kation sehingga dapat menekan
pencucian unsur hara dalam tanah.
Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimia
tanah adalah kandungan humusnya, humus akan menjadi asam humat yang
dapat melarutkan zat besi (Fe) dan aluminium (Al), senyawa fosfat akan
lepas dan menjadi tersedia yang dapat diserap tanaman. Kompos sangat
berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah (Simamora, Suhut dan
Salundik, 2006). Dijelaskan pula oleh Sinawati (2000) dalam Yuwono,
(2006) bahwa pupuk organik selain mengandung unsur hara juga dapat
menahan erosi dan cocok diberikan kepada tanah pasir berlempung
sehingga kemampuan tanah untuk menahan air akan lebih baik dan dapat
mengeliminer zat hara sehinga terhindar dari pencucian.
16
Menurut
(Anonim,
2012c)
kompos
adalah
hasil
penguraian
parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat
dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam
kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik.
Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami
penguraian secara biologis,
khususnya
oleh mikroba-mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos
adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat
terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang
seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan
aktivator pengomposan.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat
dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai
upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga
produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari
pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan
kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali
tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai
pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi
penggunaan pupuk kimia.
Bahan
baku
pengomposan
adalah
semua
material
yang
mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan,
sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.
Manfaat Kompos menurut (Anonim, 2009) ditinjau dari beberapa aspek
adalah sebagai berikut :
17
Aspek Ekonomi :
1.
Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2.
Mengurangi volume/ukuran limbah
3.
Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1.
Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas
metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di
tempat pembuangan sampah
2.
Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1.
Meningkatkan kesuburan tanah
2.
Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3.
Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4.
Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5.
Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6.
Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7.
Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8.
Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah diantaranya merangsang
granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan
menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah
meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen
dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik
terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation
sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman.
18
D.
Tinjauan Umum Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan.
Hewan yang kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah
hewan yang bisa dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi,
domba, dan ayam. Selain berbentuk padat, pupuk kandang juga bisa berupa
cair yang berasal dari air kencing (urine) hewan.
Tekstur dari kotoran kambing adalah khas, karena berbentuk
butiran-butiran yang agak sukar dipecah secara fisik sehingga sangat
berpengaruh pada proses dekomposisi dan proses penyediaan haranya.
Nilai rasio C/N pupuk kandang kambing umumnya masih diatas 30. Pupuk
kandang yang baik harus mencapai rasio C/N <20, sehingga pupuk kandang
kambing akan lebih baik penggunaanya bila dikomposkan terlebih dahulu.
Kalau pun akan digunakan secara langsung pupuk kandang kambing ini
akan memberikan manfaat yang lebih baik pada musim kedua pertanaman.
Kadar air pupuk kandang kambing relative lebih rendah dari pada pupuk
kandang sapi dan sedikit lebih tinggi dari pupuk kandang ayam.
Kadar hara pupuk kandang kambing mengandung kalium yang relatif
lebih tinggi dari pada pupuk kandang lainnya. Sementar kadar hara N dan P
hampir sama dengan pupuk kandang lainnya (Anonim, 2011b).
Tabel 1. Kandungan hara dari pupuk kandang padat
kadar
air
bahan
organik
N
Sapi
80
17
0,3
Kerbau
Kambing
Ayam
Babi
Kuda
81
64
57
78
73
12.7
31
29
17
22
0,25
0,7
1,5
0,5
0,5
sumber pupuk
kandang
Sumber : Pinus Lingga (1991)
K₂O
CaO
Rasio
C/N
%
0,2
0,15
0,2
20-28
0,18
0,4
1,3
0,4
0,25
0,17
0,25
0,8
0,4
0,3
0,4
0,4
4,0
0,07
0,2
25-28
20-25
9-11
19-20
24
P₂O₅
19
Pupuk kandang terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Pupuk dingin
adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan secara
perlahan oleh mikroorganime sehingga tidak menimbulkan panas,
contohnya pupuk yang berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi.
2. Pupuk panas
adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan
mikroorganisme secara cepat sehingga menimbulkan panas, contohnya
pupuk yang berasal dari kotoran kambing, kuda, dan ayam. Pupuk
kandang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro
dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan
bahan - bahan anorganik di dalam tanah, termasuk pupuk anorganik.
Selain itu, pupuk kandang bisa memperbaiki struktur tanah, sehingga
pertumbuhan tanaman bisa optimal. Pupuk kandang yang telah siap
diaplikasikan memiliki ciri dingin, remah, wujud aslinya tidak tampak, dan
baunya telah berkurang. Jika belum memiliki ciri-ciri tersebut, pupuk
kandang belum siap digunakan. Penggunaan pupuk yang belum matang
akan menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan bisa mematikan
tanaman. Penggunaan pupuk kandang yang baik adalah dengan cara
dibenamkan, sehingga penguapan unsur hara akibat proses kimia dalam
tanah dapat dikurangi (Anonim, 2009).
20
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Jl. Kemuning perumahan Batu Penggal
Blok. C no. 8 Loa Bakung Kecamatan Sungai Kunjang Samarinda. Waktu
yang digunakan untuk penelitian adalah selama 2 (dua) bulan terhitung sejak
persiapan hingga pengambilan data terakhir yang dimulai dari tanggal 25
Nopember 2012 dan berakhir pada tanggal 25 Januari 2013.
B. Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian adalah : Cangkul,
Autoklaf, Timbangan analitik, Pot kecil / gelas aqua bekas, Pinset,
Penggaris, Alat tulis menulis, Hand sprayer dan Kamera.
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : Planlet
pisang ambon, top soil, Pasir, kompos seresah daun, Pupuk kandang
kambing, polybag ukuran 15 x 20 cm, plastik transparan, tali rapia, Dithane
M-45 dan koran.
C. Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
perlakuan faktor tunggal dan 5 ulangan tiap perlakuan. Adapun faktor yang
digunakan dalam perlakuan media tanam ini terdiri atas 3 taraf perlakuan,
yaitu :
P0 :
Top soil + Pasir (1:1)
P1 :
Top soil + Pasir + Kompos (1:1:1)
P2 :
Top soil + Pasir + Pupuk kandang (1:1:1)
21
D. Prosedur Penelitian
1. Persiapan media tanam aklimatisasi
Media tanam aklimatisasi berupa campuran tanah, Pasir, kompos dan
pupuk kandang. Kompos yang digunakan adalah kompos yang berasal
dari seresah daun dan pupuk kandang yang digunakan yaitu berasal
dari kotoran kambing. Sebelum digunakan media tanam terlebih dahulu
disteril dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit dan temperatur
1210 C. Campuran media tanam Top soil + Pasir (1:1), Top soil + Pasir +
Kompos (1:1:1), Top soil + Pasir + Pupuk kandang (1:1:1) menggunakan
alat takaran berupa gelas air mineral. Kemudian di masukkan ke dalam
pot kecil / gelas air mineral bekas yang sudah disediakan.
2. Persiapan planlet pisang
Planlet pisang yang siap diaklimatisasi berumur sekitar 3 bulan dan
tinggi planlet mencapai penutup botol dengan jumlah daun sekitar 5-6
daun serta warna daun hijau tua.
3. Penanaman planlet
Planlet kultur jaringan pisang dikeluarkan dari dalam botol secara hatihati sehingga tidak menyebabkan kerusakan bagian tanaman terutama
akar, dengan menggunakan pinset panjang. Agar-agar yang menempel
pada bagian akar dibersihkan dengan air mengalir, setelah bersih
direndam dengan dithane M-45 konsentrasi 5 g/l selama 20 menit.
Selanjutnya dikeringanginkan di atas selembar koran kemudian ditanam
dalam media tanam yang telah dipersiapkan.
Satu
pot berisi satu
tanaman. Kemudian disungkup dengan menggunakan plastik transparan
dan diikat dengan tali rapia.
22
4. Pemberian label
Masing – masing pot diberi label sesuai dengan perlakuan dan
selanjutnya disusun pada tempat yang bersih, teduh dan tidak terkena
matahari langsung. Penentuan letak pot pada penelitian ini dilakukan
dengan cara diundi.
5. Pelepasan sungkup
Setelah tanaman berumur 20 hari sungkup dibuka dengan posisi
tanaman tetap seperti semula pada tempat yang bersih, teduh dan tidak
terkena matahari langsung.
6. Pemindahan ke polybag
Tanaman yang sudah berumur 1 bulan dipindah ke polybag yang lebih
besar agar proses perkembangan akarnya tidak terhambat. Komposisi
media tanam yang digunakan pada polybag yang baru tidak berubah
dan masing-masing sesuai dengan perlakuan.
7. Pemeliharaan.
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari
dengan menyiram sungkup yang menutupi tanaman agar tanaman
selalu terjaga kelembabannya, dan setelah 20 hari sungkup dibuka
penyiraman dilakukan sekali sehari pada pagi hari dan disiram pada
media tanam hingga seluruh bagian tanaman basah.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan apabila terdapat gulma di dalam polybag atau
di sekitar areal polybag.
23
E. Pengamatan dan Pengambilan Data
Adapun parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Pertambahan tinggi tanaman (cm)
Pertambahan tinggi tanaman diambil dengan cara mengukur tinggi
tanaman terakhir dikurangi dengan tinggi tanaman awal, dilakukan pada
saat tanaman berumur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi. Pengukuran
dilakukan dari pangkal batang sampai ujung tunas tertinggi dengan
menggunakan penggaris.
2. Pertambahan jumlah daun (helai)
Pertambahan jumlah daun dihitung pada daun yang telah membuka
sempurna, dengan cara jumlah daun terakhir dikurangi dengan jumlah
daun awal, dilakukan pada saat tanaman berumur 30 dan 60 hari
setelah aklimatisasi.
F.
Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan faktor tunggal. Untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan aklimatisasi planlet
pisang, maka data yang diperoleh diuji secara statistik dengan analisa sidik
ragam. Bilamana hasil analisa menunjukkan beda nyata, maka diadakan uji
lanjutan denga uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%.
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
1. Pertambahan tinggi tanaman
Berdasarkan dari hasil penelitian dan olah data menggunakan
analisa sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan hasil berbeda
sangat nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pisang pada umur
30 dan 60 hari setelah aklimatisasi, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata – rata Pertamahan Tinggi Tanaman Pisang pada umur 30
dan 60 hari setelah aklimatisasi (HSA) (cm).
Perlakuan
Umur
30 HSA
b
60 HSA
P0
3,18
6,2b
P1
7,96a
10,14a
P2
0,84c
1,58c
Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%
Pada Tabel 2 di atas berdasarkan hasil sidik ragam terlihat bahwa
rata-rata pertambahan tinggi tanaman pisang umur 30 hari setelah
aklimatisasi pada perlakuan P1 ( top soil: pasir : kompos ) yaitu dengan
rata-rata pertambahan tinggi tanaman 7,96 cm berbeda sangat nyata
dengan perlakuan P0 ( top soil : pasir )
yaitu dengan
rata-rata
pertambahan tinggi tanaman 3,18 cm, demikian juga perlakuan P0 (top
soil : pasir) yaitu dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 3,18 cm
berbeda sangat nyata dengan perlakuan P2 ( top soil : pasir : pupuk
kandang ) yaitu dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 0,84 cm.
Begitu pula rata-rata pertambahan tinggi tanaman pisang umur 60 hari
setelah aklimatisasi pada perlakuan P1 ( top soil : pasir : kompos ) yaitu
25
dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 10,14 cm berbeda sangat
nyata dengan perlakuan P0 ( top soil : pasir ) yaitu dengan rata-rata
pertambahan tinggi tanaman 6,2 cm demikian juga dengan perlakuan P0
( top soil : pasir ) yaitu dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 6,2
cm berbeda sangat nyata dengan perlakuan P2 ( top soil : pasir : pupuk
kandang ) yaitu dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 1,58 cm.
2. Pertambahan jumlah daun
Berdasarkan dari hasil penelitian dan olah data menggunakan
analisa sidik ragam yang telah dilakukan, menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman pisang pada
umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi, dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rata - rata Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Pisang umur 30
dan 60 hari setelah aklimatisasi (HSA) (helai).
Perlakuan
Umur
30 HSA
60 HSA
P0
a
1,3
2,4a
P1
1,8a
2,8a
P2
1,2a
2a
Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5%
Pada Tabel 3 di atas berdasarkan hasil sidik ragam terlihat bahwa
rata-rata pertambahan jumlah daun tanaman pisang umur 30 hari setelah
aklimatisasi pada perlakuan P1 (top soil: pasir : kompos) yaitu dengan
rata-rata pertambahan jumlah daun 1,8 helai, P0 (top soil : pasir ) yaitu
dengan rata – rata pertambahan jumlah daun 1,3 helai, P2 (top soil : pasir
: pupuk kandang) yaitu dengan rata-rata pertambahan jumlah daun 1,2
helai memberi pengaruh berbeda tidak nyata. Begitu pula rata-rata
pertambahan
jumlah daun tanaman pisang umur 60 hari setelah
26
aklimatisasi pada perlakuan P1 (top soil: pasir : kompos) yaitu dengan
rata-rata pertambahan jumlah daun 2,8 helai, P0 (top soil : pasir ) yaitu
dengan rata – rata pertambahan jumlah daun 2,4 helai, P2 (top soil : pasir
: pupuk kandang) yaitu dengan rata-rata pertambahan jumlah daun 2
helai. Pertambahan jumlah daun memberi pengaruh berbeda tidak nyata
pada semua perlakuan umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi.
B. Pembahasan
Berdasarkan data hasil penelitian yang telah diolah menggunakan
analisa
sidik
ragam,
ternyata
perbedaan
perlakuan
media
tanam
menggunakan kompos menunjukkan hasil berbeda sangat nyata pada
pertambahan tinggi tanaman umur 30 hari dan 60 hari setelah aklimatisasi.
Hal ini diduga bahwa pupuk kompos sangat cocok digunakan sebagai media
tanam pada proses aklimatisasi tanaman pisang. Akan tetapi kompos yang
digunakan adalah kompos yang sudah terurai sempurna. Menurut Anonim
(2011c) kandungan unsur hara dalam kompos sangat bervariasi. Tergantung
dari jenis bahan asal yang digunakan dan cara pembuatan kompos.
Kandungan unsur hara kompos sebagai
berikut : nitrogen 0.1 – 0.6 %,
fosfor 0.1 – 0.4 %, kalium 0.8 – 1.5 % dan kalsium 0.8 – 1.5 %. Ciri kompos
yang baik adalah berwarna coklat kehitaman, agak lembab, gembur dan
bahan pembentuknya sudah tidak terlihat lagi. Penggunaan dosis tertentu
pada pupuk kompos lebih berorientasi untuk memperbaiki sifat fisik dan
kimia tanah dari pada menyediakan unsur hara.
Sedangkan
perlakuan
menggunakan
pupuk
kandang
memberi
pengaruh yang berbeda tidak nyata pada pertambahan tinggi tanaman dan
pertambahan jumlah daun, bahkan dapat menyebabkan kematian apabila
27
tidak dilakukan perawatan yang lebih teliti. Pada pertambahan jumlah daun
diduga tidak akan berpengaruh nyata dalam penggunaan media tanam
dikarenakan daun akan tumbuh seiring dengan pertambahan tinggi
tanaman. Hal ini diduga bahwa pupuk kandang tidak cocok digunakan
sebagai media tanam pada proses aklimatisasi. Dari penelitian tersebut
diketahui bahwa meskipun media tanam hanya menggunakan pasir dan top
soil, aklimatisasi pisang dapat tumbuh lebih baik dari pada menggunakan
pupuk kandang. Dijelaskan
Anonim (2012d) petani kita umumnya
menggunakan pupuk kandang secara langsung, hal ini tanpa disadari pupuk
tersebut masih banyak kelemahannya. Kelemahan tersebut antara lain
terdapat bibit gulma, hama dan penyakit serta diperlukan dalam jumlah yang
cukup besar. Agar dihasilkan pupuk organik yang berkualitas baik dan hemat
dalam pemakaiannya, pupuk kandang kambing (inthil) perlu diolah atau
dilakukan dekomposisi dalam kondisi tertentu yang dapat dilakukan secara
biologis
dengan
menggunakan
mikroba
tertentu. Karakteristik
inthil
berbentuk butiran-butiran kecil, tingkat kadar air yang rendah merupakan
faktor yang penting mudah dalam hal pengolahan dan kualitas kompos lebih
baik dibanding dengan ternak yang lain, seperti sapi maupun kerbau.
Ditambahkan oleh (Anonim 2011d) dalam dunia pupuk kandang, dikenal
istilah pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas adalah pupuk kandang
yang proses penguraiannya berlangsung cepat sehingga terbentuk panas.
Pupuk dingin terjadi sebaliknya, C/N yang tinggi menyebabkan pupuk
kandang terurai lebih lama dan tidak menimbulkan panas.
Pisang
banyak
dikembangbiakan
menggunakan
metode kultur
jaringan. Kelebihan bibit pisang hasil kultur jaringan dibandingkan dengan
28
bibit dari anakan adalah bibit kultur jaringan terbebas dari penyakit seperti
layu
bakteri akibat
Pseudomonas
solanacearum dan layu fusarium
akibat Fusarium oxysporum f.sp cubense dan teknik ini juga dapat
membantu
perbanyakan
vegetatif
tanaman
pisang
dalam
rangka
penyediaan bibit dari induk superior (Anonim, 2012a ).
Pemilihan media tanam dalam penelitian ini bukan didasarkan dari
kandungan unsur hara pada media tanam tersebut, melainkan ingin
mengetahui pengaruh pupuk organik pada aklimatisasi planlet pisang
khususnya kompos dan pupuk kandang dikarenakan kedua pupuk tersebut
sudah umum digunakan dalam dunia pertanian.
Selain itu juga faktor penyesuaian dengan lingkungan luar turut
mempengaruhi pada tahapan aklimatisasi planlet pisang. Di mana masa
aklimatisasi merupakan masa
yang paling kritis dalam kultur jaringan
Dijelaskan oleh Yusnita (2004), kultur in vitro selesai saat terbentuk planlet
yang mempunyai pucuk dan akar yang telah berfungsi. Selanjutnya adalah
pemindahan planlet ke tanah. Masa ini merupakan masa yang kritis dalam
perbanyakan tanaman. Planlet harus menyesuaikan diri dari kondisi hetetrop
menjadi autotrop. Keadaan lingkungan aklimatisasi yang harus dihadapi
planlet adalah kelembaban yang berkurang, temperatur yang tinggi,
intensitas cahaya yang lebih tinggi, perlu mengadakan proses fotosintesis.
29
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telahdilakukandapat disimpulkan :
1. Aklimatisasi tanaman pisang menunjukkan hasil berbeda sangat nyata
terhadap variabel pertambahan tinggi tanaman pada umur 30 dan 60 hari
setelah aklimatisasi, akan tetapi pada variabel pertambahan jumlah daun
menunjukkan hasil tidak berbeda nyata.
2. Pertambahan tinggi tanaman terbaik dan jumlah daun terbanyakpada
penggunaan media tanam top soil : pasir : kompos (P1) pada umur 30
dan 60 hari setelah aklimatisasi yaitu masing-masing sebesar 7,96 cm
dan 10,14 cm serta 1,8 helai dan 2,8 helai sedangkan pertambahan tinggi
tanaman dan pertambahan jumlah daun hasil terendah pada penggunaan
media tanam top soil: pasir : pupuk kandang (P2) pada umur 30 dan 60
hari setelah aklimatisasi yaitu masing-masing sebesar 0,84 cm dan 1,8
cm serta 1,2 dan 2 helai.
B. Saran
1. Untuk memperoleh respon pertumbuhan tanaman pisang
dengan
menggunakan
media
tanam
pupuk
organic
yang baik
sebaiknya
menggunakan campuran tanah top soil : pasir : kompos (1:1:1).
2. Perlu adanya penelitian lanjutan terhadap aklimatisasi pisang dengan
penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT).
3. Jika ingin menggunakan pupuk kandang sebagai media, sebaiknya benar
– benar dari agen yang resmi dan terbukti sudah terdekomposisi
sempurna sehingga tidak terdapa tsifat panas dari pupuk kandang
tersebut.
30
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009.
kompos-organik.blogspot.com/2009/03/manfaat-kompos.html
(5/08/20013).
------------. 2011a. Id.wikipedia.org/wiki/kompos (05/08/2013).
------------. 2011b. http://distan.riau.go.id/index.php/component/content/article/53pupuk/141-unsur-hara-pupuk (5/08/2013)
------------.
2011c. http://jatisolomonkulturjaringan.blogspot.com/2011/09/jenisjenis-pupuk-dan-penggunaannya.html#.UgnQouROSIw (3/082013)
------------. 2011d. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/pupuk/
pupuk4.pdf. (12/07/2013)
------------. 2012a. http://pertanian.slemankab.go.id/index.php? option=com _
content&view=article&id=216:kompos-inthil-cocok-untuk-segalatanaman&catid=87:artikel&Itemid=155 (5/08/2013)
------------. 2012b. http://fmipa.unp.ac.id/artikel-132-kultur-meristem-tunas-pisangambon-kuning---musa-paradisiaca-l-var-sapientum-denganpenambahan-hypon.html (12/072013).
------------. 2012c. http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos. (3/08/2013)
------------.
2012d.
http://nhy-chandy.blogspot.com/2012/05/makalah-sejarahkultur-jaringan.html (03/08/2013)
Badan penelitian dan pengembangan pertanian. 2007. Prospek dan arah
pengembangan agribisnis pisang (2005 – 2010). Departemen
pertanian.
Buckman dan Nyle.C. Brady.
Aksara. Jakarta
1982.
Ilmu Tanah.
Bhatara Karya
Cahyono.
1995.
Pisang, Budidaya dan Analisis UsahaTtani. Kanisius.
Yogjakarta.
Daisy, dan Wijayani. 1991. Teknik Kultur Jaringan, Pengenalan dan Petunjuk
Perbanyakan Tanaman secara Modern. Kanisius. Yogyakarta.
Gunawan. 1995. Teknik Kultur Jaringan In Vitro dalam Hortikultura. Penebar
Swadaya : Jakarta.
Gunawan. 1988. Teknik Kultur Jaringan. Institut Pertanian Bogor.
31
Hanafiah. 2005. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Hendaryono dan Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Pengenalan dan
Petunjuk
Perbanyakan
Tanaman
secara
Vegetatif-Modern.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Meldia. Sunyoto dan Suprianto. 1996. Pembibitan Tanaman Pisang. Balai
Penelitian Tanaman Buah. Solok. Sumatera Barat
Muhadi, I. 1979. Pengetahuan Pupuk. Yogyakarta : Penerbit Yayasan Pembina
Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada.
Novizan.
2002.
Jakarta.
Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka.
Pinus Lingga. 1991. Jenis dan Kandungan Hara pada beberapa Kotoran
Ternak. Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya. Bogor.
Rosmarkam. dan Yuwono, 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rukmana R. 1999. Usaha Tani Pisang. Yogyakarta : Kanisius.
Satuhu, dan Supriadi. 2000. Pisang Budidaya, Pengolahan dan Prospek
Pasar. Jakarta : Penebar Swadaya.
Santoso, dkk. 2007. Petunjuk teknis. Perbanyakan benih pisang dari rumpun in
situ. Seri teknologi inovatif tanaman buah. Balai penelitian buah
tropical. Puslitbanghorti. Badan penelitian dan pengembangan
pertanian.
Simamora, Suhut dan Salundik. 2006.
Jakarta : AgroMedia Pustaka.
Meningkatkan Kwalitas Kompos.
Soepardi, G. 1979. Pupuk dan Pemupukan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Stevenson. 1983. Humic Chemistry Compostion. Recation New York : Jhon
Wile and Sans.
Supirin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta.
Tjitrosoepomo. 2000. Taksonomi Tumbuhan Spermathophyta. (ditinjauan
pustaka) Cetakan ke-9, UGM Press, Yogyakarta.
Wiendi, wattimena dan gunawan. 1992. Perbanyakan tanaman. Bioteknologi
tanaman. PAU Institude Pertanian Bogor.
Winarso. 2005. Pengertian dan Sifat Kimia Tanah. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
32
Yusnita.
2004. Kultur Jaringan : Cara Memperbanyak Tanaman Seecara
Efisien. Jakarta. AgroMedia Pustaka.
Yuwono.
2005. Kecepatan Dekomposisi dan Kualitas Kompos Sampah
Organik. Jurnal Inovasi Pertanian.
Yuwono.
2006.
Pembuatan Kompos. Universitas Gajah Mada Press.
Yogyakarta.
35
Lampiran 1. Tata letak penelitian
P2.2
P0.2
P2.1
P0.4
P0.5
u
P1.5
P2.3
P1.3
P2.5
P0.3
P0.1
P1.2
P2.4
Keterangan :
P0
:
Topsoil + Pasir (1 : 1)
P1
:
Topsoil + Pasir + Kompos (1 : 1 : 1)
P2
:
Topsoil + Pasir + Pupuk kandang (1 : 1 : 1)
P1.1
P1.4
36
Lampiran 2. Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman pisang dengan media
tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada umur 1
bulan.
.
Ftabel
SK
DB
JK
KT
Fhitung
0.05
0.01
Perlakuan
2
131,70
65,85
Galat
12
79,09
6,59
Total
14
210,79
**
9,99
3,89
6,93
Keterangan :
*
= Berbeda nyata
**
= Sangat nyata pada taraf 5%
KK = 64,33%
Lampiran 3. Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman pisang dengan media
tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada umur 2
bulan.
SK
DB
JK
KT
Perlakuan
2
183,57
91,79
Galat
12
79,24
6,60
Total
14
262,81
Keterangan :
*
= Berbeda nyata
**
= Sangat nyata pada taraf 5%
KK = 43,03%
Fhitung
**
13,90
Ftabel
0.05
0.01
3,89
6,93
37
Lampiran 4. Sidik ragam pertambahan jumlah daun tanaman pisang dengan
media tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada
umur 1 bulan.
SK
Perlakuan
Galat
Total
Db
2
12
14
JK
1,20
2,40
3,60
KT
0,60
0,20
F hitung
tn
3
Ftabel
0.05
3,89
0.01
6,93
Keterangan :
tn
= tidak nyata pada taraf 5%
KK = 31,94%
Lampiran 5. Sidik ragam pertambahan jumlah daun tanaman pisang dengan
media tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada
umur 2 bulan.
SK
db
JK
KT
Perlakuan
2
1,60
0,80
Galat
Total
12
14
4
5,60
0,33
Keterangan :
tn
= tidak nyata pada taraf 5%
KK = 23,93%
Fhitung
tn
2,40
Ftabel
0.05
0.01
3,89
6,93
38
Lampiran 6 . Dokumentasi kegiatan penelitian aklimatisasi planlet pisang
dengan media tanam yang sesuai
Gambar 1. Planlet pisang di dalam botol kaca
Gambar 2. Pemindahan planlet dari botol kaca ke media tanam luar
(aklimatisasi)
39
Gambar 3. Tanaman pisang dalam penyungkupan
Gambar 4. Tanaman pisang berumur 30 hari setelah aklimatisasi
40
Gambar 5. Pemindahan tanaman pisang ke polybag
Gambar 6. Tanaman pisang berumur 60 hari setelah aklimatisasi
41
Gambar 7. Tanaman pisang berumur 5 bulan
Download