1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar bebas dan globalisasi menjadi kesempatan sekaligus ancaman bagi
setiap negara. Salah satu bentuk dari ancaman tersebut adalah arus dana investasi
asing dari luar (capital inflow) yang memasuki suatu negara dapat memberikan
dampak positif dan negatif sama besarnya apabila tidak dikelola dengan baik. Aliran
modal asing berupa investasi yang masuk merupakan bagian dari dampak positif
karena terciptanya stabilitas makroekonomi, pertumbuhan ekonomi yang positif, dan
besaran return yang ditawarkan diatas rata-rata. Namun apabila aliran modal investasi
memasuki suatu negara terlalu masif dan dalam rentang waktu yang begitu cepat,
maka dapat menimbulkan efek gelembung ekonomi (bubble economy), menyebabkan
tidak stabilnya sistem keuangan apabila terjadi penarikan dana oleh investor (capital
flight) dan pembalikan arus modal besar-besaran (Badan Pusat Statistik, 2010). Selain
itu, dampak lain yang ditimbulkan apabila aliran modal keluar sangat besar hingga
melebihi aliran modal masuk secara signifikan maka akan berdampak pada
meningkatnya permintaan valuta asing sehingga nilai tukar terdepresiasi (Noor
Nugroho, Ibrahim, Winarno, dan Permata, 2012).
Salah satu instrumen investasi yang dituju oleh investor antara lain adalah
pasar modal. Dengan melakukan investasi di pasar modal, investor berharap
1
memperoleh pengembalian yang lebih tinggi dibanding pasar keuangan lainnya.
Namun demikian, besarnya pengembalian berbanding lurus dengan resiko-resiko
yang harus dihadapi oleh investor. Jones (2004) mengidentifikasikan resiko-resiko
yang potensial dihadapi oleh para investor, antara lain resiko suku bunga, pasar,
bisnis, inflasi, likuiditas dan finansial. Markowitz (1952) dalam Tandelilin (2010)
mengungkapkan suatu nasehat yang menjadi cikal bakal konsep diversifikasi
portofolio dan menjadi pedoman para investor dalam melakukan investasi, yakni
“jangan meletakkan semua telur ke dalam satu keranjang yang sama”, hal ini berarti
apabila keranjang tersebut jatuh maka semua telur akan pecah. Oleh karena itu,
diversifikasi perlu dilakukan dalam setiap proses pengelolaan resiko investasi.
Konsep ini diterima oleh masyarakat internasional dan dengan dibukanya keran
investasi berbagai negara, maka investor dapat berinvestasi di negara lain. Hal ini
yang kemudian menciptakan suatu resiko baru yang dihadapi oleh investor, yaitu
resiko nilai tukar mata uang. Hasil investasi yang dilakukan oleh investor akan
diterima dalam bentuk mata uang asing dan perlu dikonversikan menjadi mata uang
dari negara asal investor, oleh karena itu resiko ini menjadi penting untuk
dipertimbangkan sang investor dalam menakar investasinya, Tandelilin (2010, h. 511)
menyatakan apabila mata uang asing tersebut tidak dapat ditukarkan atau terjadi
depresiasi nilai tukar, maka investor akan menderita kerugian atas investasinya.
Sehingga, dapat disimpulkan resiko nilai tukar mata uang adalah resiko dimana
perubahan nilai tukar rupiah dapat mempengaruhi nilai dari aset investasi finansial
atau utang yang berdenominasi mata uang asing (Saunders dan Cornett, 2011).
2
Resiko nilai tukar mata uang juga merupakan salah satu resiko yang harus
dihadapi dalam aktivitas bisnis perusahaan. Korporasi yang melakukan aktivitas
operasional bisnis antarnegara (2 negara atau lebih) memliki potensi besar untuk
terpapar resiko nilai tukar tersebut. Hal ini dikarenakan dalam proses produksi, bahan
baku yang dibutuhkan berasal dari negara lain dan harus melakukan impor,
perusahaan dapat terkena dampak dari pergerakan mata uang, terlebih jika perusahaan
memiliki kewajiban usaha yang harus dilunasi dalam bentuk mata uang asing.
Fluktuasi nilai tukar yang terjadi pada mata uang domestik terhadap mata uang asing,
khususnya Dollar AS, sangat penting karena dapat berpengaruh signifikan pada biaya
operasional dan profitabilitas perusahaan. Profitabilitas menjadi salah satu tolok ukur
utama dalam penilaian kinerja perusahaan yang dilakukan oleh investor, dan akan
berpengaruh terhadap performa harga saham perusahaan di pasar modal. Resiko nilai
tukar mata uang yang dapat mereduksi profitabilitas perusahaan, berpotensi ikut
mengurangi return yang akan diperoleh investor karena kinerja saham yang tidak
cemerlang. Shapiro (2010) mendefinisikan resiko nilai tukar dalam konteks
perusahaan sebagai variabilitas dari nilai (value) perusahaan yang disebabkan oleh
fluktuasi nilai tukar mata uang yang tidak pasti.
Pergerakan nilai tukar yang tidak pasti juga memberikan dampak yang
signifikan kepada pemerintahan suatu negara yang menganut sistem nilai tukar
mengambang bebas, di mana dalam kaitannya bank sentral sebagai otoritas moneter
tertinggi di suatu negara. Dalam konteks Indonesia, rezim devisa terkontrol dan
3
sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan selama masa orde baru dan
pergerakan rupiah terhadap mata uang asing berada pada rentang nilai tertentu.
Namun, pasca reformasi atau sejak tahun 1999, Bank Indonesia menerapkan rezim
devisa bebas dan sistem nilai tukar mengambang. Sistem yang dianut rezim tersebut
yaitu tingkat nilai tukar rupiah ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar
terhadap rupiah dan valuta asing, terutama terhadap Dollar AS, mata uang paling
berpengaruh di dunia. Hal ini tentu akan memberikan efek perubahan yang cukup
signifikan. Selain itu, dapat mengakibatkan nilai Dollar AS dan mata uang asing
lainnya terhadap rupiah cenderung lebih tinggi (Trenggana, Untoro, Syarifuddin, dan
Setiawan, 2014).
Stabilitas nilai tukar rupiah terhadap valuta asing tidak dapat dilepaskan dari
instrumen pasar keuangan Indonesia, yang dianggap masih dangkal (shallow). Dari
total investor yang ada di pasar modal Indonesia, hanya 40% yang merupakan
investor domestik, dengan sisanya merupakan investor asing. Hal ini dapat menjadi
ancaman, dimana pasar valuta asing dapat mengalami guncangan apabila menghadapi
permintaan atas valuta asing yang besar secara tiba-tiba yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan multinasional dalam melakukan kegiatan operasional atau
melunasi kewajiban dan investor asing yang melakukan penarikan dana keluar negara
tersebut. Indonesia pernah mendapat sebutan the miracle of Asia pada masa sebelum
krisis 1997 karena perkembangan perekonomian dan dunia pasar modalnya yang
pesat, selain investor asing yang mulai tertarik menanam modal, perusahaan-
4
perusahaan di Indonesia mulai mempertimbangkan pasar modal sebagai salah satu
opsi sumber pendanaan. Meskipun krisis moneter Asia sangat berpengaruh terhadap
dunia pasar modal, dimana pada saat itu nilai indeks terjatuh cukup dalam mencapai
292,18 pada 15 September 19981. Kondisi pasar modal pasca krisis berangsur-angsur
pulih melalui serangkaian program reformasi ekonomi yang dilakukan pemerintah
bekerja sama dengan IMF meski proses pemulihan kondisi ekonomi cukup panjang.
Tetapi, investor tetap menganggap Indonesia sebagai negara dengan prospek yang
bagus, yang ditunjukkan pertumbuhan perekonomian yang stabil. Pertumbuhan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia sendiri tergolong cukup pesat,
hal ini diperlihatkan dari nilai indeks harga saham gabungan setelah krisis moneter
menghantam Indonesia, pada bulan Desember 2013, nilai IHSG adalah 4.275, jauh
lebih besar dibandingkan dengan nilai IHSG pada Januari 2000 yaitu 636
(www.idx.co.id). Dengan kata lain, dalam kurun waktu 13 tahun, pertumbuhan pasar
modal Indonesia menyentuh angka 572%, meskipun pasar modal Indonesia sempat
mengalami mini crisis sebagai dampak yang ditimbulkan akibat adanya krisis
Subprime Mortgage di AS pada tahun 2008-2009.
1
Laporan Akhir Tahun Bidang Ekonomi Harian Kompas : Rubrik Utama, publikasi 21 Desember
1998. Diakses pada 3 Agustus 2014.
http://www.seasite.niu.edu/indonesian/Reformasi/Krisis_ekonomi.htm
5
GAMBAR 1. 1 PERKEMBANGAN IHSG 2000-2013
6,000
GAMBAR 1 1
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
Sumber : www.idx.co.id, 2014
Krisis pasar keuangan yang pernah menerpa Indonesia yang diikuti dengan
krisis pasar modal memberikan suatu alasan kuat bagi Indonesia untuk dapat
melakukan proses identifikasi resiko dan meminimalisir kemungkinan resiko terjadi.
Atas dasar hal tersebut dan semakin terintegrasinya pasar keuangan domestik dengan
pasar keuangan global yang diikuti pula dengan resiko nilai tukar yang meningkat,
sejak tahun 2010 Bank Indonesia melakukan suatu upaya mitigasi atas resiko tersebut
dengan melakukan pengawasan transaksi valuta asing dan menerbitkan ketentuan
yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) bernomor 12/16/PBI/2010 mengenai Sistem
Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah (SISMONTAVAR). Penerapan
sistem ini kepada seluruh bank devisa yang telah menggunakan sistem transaksi
valuta asing bertujuan agar Bank Indonesia dapat memantau seluruh aktivitas
transaksi rupiah terhadap valuta asing serta dapat memberikan respon yang lebih
cepat dan akurat dalam menganalisis problema permasalahan apabila terjadi gejolak
6
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing serta melakukan langkah ekstrimnya,
yakni melakukan suatu intervensi pasar apabila diperlukan untuk menstabilkan nilai
tukar rupiah.
Diberlakukannya SISMONTAVAR semakin mempermudah Bank Indonesia
dalam kegiatan pemantauan valas. Dengan upaya mengenai pemantauan aktivitas
valas, Bank Indonesia kemudian menyusun prioritas baru dengan mengeluarkan
peraturan pendukung lainnya, yaitu pembentukan kurs referensi resmi dari Bank
Indonesia. Akhirnya, pada bulan Mei 2013, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan
penerapan kurs referensi sebagai nilai acuan bagi bank, perusahaan, dan pihak lain
yang terkait dalam melakukan transaksi spot Dollar AS terhadap Rupiah. Kebijakan
yang tertuang dalam surat edaran Bank Indonesia bernomor 15/19/DPM/2013 ini
bertujuan untuk menciptakan suatu kurs acuan atau referensi yang kredibel dan dapat
dipercaya, serta untuk mengurangi volatilitas nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS
karena kurs referensi dijadikan sebagai nilai tengah dari nilai tukar harian, dengan
demikian variansi fluktuasi yang terjadi dalam 1 hari tidak akan bergerak terlalu jauh.
Kebijakan ini juga bersifat mengikat terhadap bank-bank, baik nasional maupun asing
yang beroperasi di Indonesia, yang dinyatakan dalam ketentuan no 1 huruf e yang
berbunyi,
“...dalam hal kontrak yang dilakukan Bank atas Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf c2 dan huruf d3
Ketentuan no 1 huruf c, “Kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan bank
untuk kepentingan sendiri.”
2
7
mencantumkan penggunaan acuan kurs dalam penyelesaian transaksi pada
saat jatuh tempo, Bank harus mengacu pada kurs referensi yang diterbitkan
Bank Indonesia.”
Penentuan nilai kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR)
berbasis pada transaksi spot Dollar AS terhadap Rupiah antarbank dengan metode
rata-rata tertimbang (weighted average) di pasar domestik termasuk transaksi bank
dengan bank di luar negeri, yang dilaporkan bank melalui SISMONTAVAR.
Kebijakan Bank Indonesia dalam penerapan kurs referensi rupiah terhadap mata uang
asing Dollar AS ini menjadi suatu terobosan baru dalam proses penentuan nilai tukar
rupiah harian. Keberadaan JISDOR yang berbasiskan transaksi valuta asing
berdenominasi Dollar AS secara riil antarbank ini diharapkan dapat menjadi salah
satu instrumen untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS. Bank
Indonesia, sebagaimana dikutip dari GERAI INFO BI4, merancang JISDOR untuk
menjadi kurs referensi on-shore yang kredibel, hal ini dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu kurs JISDOR diambil berdasarkan dari transaksi spot Dollar AS terhadap
Rupiah antar bank devisa dengan metode rata-rata tertimbang (weighted average) di
pasar domestik termasuk transaksi bank dengan bank di luar negeri. Rentang waktu
pemantauan transaksi kurs dilakukan cukup panjang, selama pukul 08.00 WIB
sampai dengan 09.45 WIB (105 menit). Pemantauan transaksi ini dilakukan setiap
Ketentuan no 1 huruf d, “Kontrak Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan bank
untuk kepentingan nasabah.”
4
GERAI INFO BI merupakan majalah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai salah satu bentuk
peran aktif Bank Indonesia dalam melakukan sosialisasi berbagai kebijakan BI. Dikutip dari edisi ke
38 Bulan Mei 2013.
3
8
harinya untuk meminimalisir adanya kemungkinan manipulasi yang dapat dilakukan.
Dengan demikian, akurasi pasar on-shore valuta asing menjadi lebih kuat dan dapat
mengambil peran sebagai peredam dari adanya volatilitas nilai tukar rupiah di masa
mendatang.
Metode perhitungan nilai tukar spot rupiah terhadap Dollar AS sebelum
adanya JISDOR hanya berdasarkan pada kuotasi antarbank, yang berarti pernyataan
minat beli dan minat jual yang diajukan oleh bank tetapi belum tentu direalisasikan
menjadi suatu transaksi. Pernyataan kuotasi ini berpotensi memberikan nilai yang
tidak valid karena tidak berdasar pada aktivitas transaksi perdagangan valas aktual
dan membuat nilai tukar rupiah menjadi tidak stabil dan tidak efisien karena rentan
dimanipulasi oleh dunia perbankan. Asosiasi Perbankan Singapura (ABS) pun
melakukan penghitungan tersendiri dalam penentuan nilai tukar rupiah terhadap
Dollar AS dalam bentuk Non-deliverable forward (NDF) dan menjadi kurs rupiah
off-shore karena penentuan kurs on-shore kurang relevan. NDF sendiri merupakan
suatu instrumen keuangan turunan yaitu kontrak forward atas suatu transaksi suatu
mata uang terhadap valuta asing yang diperdagangkan di luar bursa (over the
counter). Perkembangan pasar forward valuta asing ini meningkat pesat setelah
terjadinya krisis finansial di Asia. Mata uang Rupiah Indonesia merupakan salah satu
mata uang dengan pasar NDF terbesar di Asia dengan estimasi rata-rata aktivitas
perdagangan harian mencapai 10 miliar Dollar AS (Cadarajat dan Lubis, 2012).
Perhitungan dilakukan dengan merekapitulasi kurs estimasi 18 bank yang ikut dalam
9
panel penentuan kurs rupiah terhadap Dollar AS dan menghilangkan seperempat
harga teratas dan harga terbawah, yang kemudian dirata-rata dengan data yang tersisa.
Kurs referensi rupiah off-shore ini yang kemudian menjadi acuan utama para investor
asing dalam melakukan transaksi finansial di Indonesia.
Terbongkarnya skandal pengaturan nilai tukar spot rupiah terhadap Dollar AS
oleh Asosiasi Perbankan Singapura untuk transaksi NDF pada tahun 20125, dapat
menjadi titik balik dan kesempatan bagi otoritas moneter Indonesia untuk mulai
membangun sistem penentuan transaksi rupiah terhadap valas (terutama Dollar AS)
yang dapat dipercaya investor asing. Sebagaimana diketahui, bahwa spread harian
antara pasar off-shore dengan on-shore kurs rupiah terhadap Dollar AS bisa mencapai
2 persen6. Selain itu, The Singapore Foreign Exchange Market Committee (SFEMC)
pada 18 Februari 20147 menyatakan per 28 Maret 2014, kurs NDF akan dihapus dan
digantikan dengan JISDOR sebagai acuan transaksi rupiah terhadap Dollar AS.
Dengan adanya pengakuan dari dunia internasional terhadap kurs referensi baru ini,
diharapkan dapat berdampak positif bagi rupiah karena aksi spekulasi yang banyak
terjadi ketika NDF masih berlaku dapat diredam. Dengan demikian, adanya terobosan
baru berupa perubahan metode perhitungan dari kurs spot rupiah terhadap Dollar AS
on-shore oleh Bank Indonesia menjadi suatu hal baru karena belum ada penelitian
yang membahas hal tersebut. Hubungan dari fluktuasi nilai tukar mata uang yang
5
Reuters, Publikasi 27 Januari 2013. Diakses pada 13 Juli 2014.
http://www.reuters.com/article/2013/01/27/us-singapore-probe-ndfs-idUSBRE90Q0IF20130127
6
GERAI INFO BI, Op.cit.
7
Reuters, Publikasi 19 Februari 2014. Diakses pada 19 Juli 2014
http://www.reuters.com/article/2014/02/19/markets-indonesia-rupiah-ndfs-dUSL3N0LO0RY20140219
10
direpresentasikan oleh JISDOR dengan pergerakan harga saham di pasar modal yang
direpresentasikan oleh IHSG, menjadi menarik untuk diteliti. Hal ini berkaitan
dengan arah hubungan di antara kedua variabel dan adanya keterkaitan atau tidak
secara jangka pendek dan jangka panjang yang harus ditelaah lebih dalam. Oleh
karena itu, dengan menimbang adanya perubahan peraturan disebutkan sebelumnya,
peneliti bermaksud melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS GRANGER
CAUSALITY DAN DINAMIS INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG)
DENGAN JAKARTA INTERBANK SPOT DOLLAR RATE (JISDOR)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan terdahulu terkait dengan
hubungan nilai tukar dengan indeks harga saham, serta dengan adanya perubahan
dalam metode perhitungan untuk penentuan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS di
Indonesia, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian sejenis. Karena disadari
dengan adanya perubahan metode penghitungan yang dapat berpengaruh pada
berubahnya nilai tengah kurs berdasarkan kurs referensi JISDOR dalam transaksi
valuta asing, membuat secara tidak langsung akan berpotensi memberikan efek pada
kondisi hubungan antara kedua variabel yang diamati dalam penelitian.
Penelitian ini berfokus untuk menguji apakah terdapat hubungan kausalitas
Granger dan dinamis antara IHSG dengan JISDOR. Analisis dinamis dilakukan
dengan melihat bentuk dan arah respon serta kontribusi varians antar variabel untuk
11
memperkuat hasil analisis penelitian. Apabila rumusan di atas diperinci menjadi
pertanyaan penelitian, maka akan dirumuskan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
a. Apakah terdapat hubungan kausalitas Granger antara Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) dengan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada
20 Mei 2013 sampai dengan 1 Juni 2014?
b. Apakah terdapat hubungan jangka panjang antara Indeks Harga Saham
Gabungan dengan Jakarta Interbank Spot Dollar (JISDOR) pada 20 Mei 2013
sampai dengan 1 Juni 2014?
c. Apakah terdapat respons yang diberikan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) atas pergerakan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) dan
sebaliknya pada 20 Mei 2013 sampai dengan 1 Juni 2014?
d. Apakah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memiliki kontribusi
persentase varians dari perubahan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate
(JISDOR) dan sebaliknya pada 20 Mei 2013 sampai dengan 1 Juni 2014?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diajukan di atas, tujuan dari penelitian ini dilakukan
antara lain sebagai berikut.
a. Untuk membuktikan ada tidaknya hubungan kausalitas Granger dan dinamis
antara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan Jakarta Interbank Spot
Dollar Rate (JISDOR),
12
b. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan keseimbangan jangka panjang
antara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan Jakarta Interbank Spot
Dollar (JISDOR),
c. Untuk membuktikan adanya respons yang diberikan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) atas pergerakan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate
(JISDOR) dan sebaliknya,
d. Untuk membuktikan ada tidaknya kontribusi persentase varians dari Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perubahan Jakarta Interbank Spot
Dollar Rate (JISDOR) dan sebaliknya.
1.4. Batasan Penelitian
Batasan-batasan atau restriksi yang terdapat pada penelitian ini antara lain
adalah sebagai berikut.
a. Sampel penelitian yaitu nilai tukar direpresentasikan oleh data Jakarta
Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dipublikasikan oleh Bank
Indonesia dan Indeks Harga Saham Gabungan yang dipublikasikan Bursa
Efek Indonesia,
b. Periode pengamatan merupakan data harian sejak diterbitkannya Jakarta
Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), yaitu periode amatan selama kurun
waktu dari 20 Mei 2013 sampai dengan 1 Juni 2014, dengan jumlah hari kerja
sebanyak 248 hari,
13
c. Sampel data penelitian merupakan data yang dipublikasikan pada hari kerja
normal,
d. Variabel amatan dalam penelitian hanya menggunakan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) dan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), karena
peneliti ingin melihat hubungan diantara nilai tukar mata uang dengan
pergerakan indeks saham semenjak ditetapkannya JISDOR.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya dari studi-studi empiris
terdahulu yang telah ada, mengetahui hubungan kausalitas secara Granger dan
dinamis dari IHSG dan JISDOR, serta sebagai bahan pertimbangan dan pengelolaan
eksposur nilai tukar dari pelaku pasar dan perusahaan yang terpapar resiko valuta
asing dalam pengambilan keputusan investasi atau pendanaan. Menjadi salah satu
pertimbangan dalam pengambilan keputusan dengan memperhatikan aspek nilai tukar
setelah diberlakukannya JISDOR sebagai kurs referensi untuk transaksi valuta asing
berdenominasi Dollar AS. Selain itu, dapat diketahui seberapa besar manfaat yang
diberikan dengan diberlakukannya JISDOR terhadap pasar keuangan Indonesia
khususnya pasar modal dan sebagai salah satu cara untuk mengetahui efektivitas atas
penerapan kebijakan kurs referensi. Diharapkan juga penelitian ini dapat dijadikan
referensi dan tambahan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
14
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari penelitian ini dibagi menjadi 5 (lima) bab besar
yang kemudian setiap bab akan diperinci ke dalam sub-bab, kelima bab besar tersebut
tediri dari:
BAB I
Pendahuluan
Bab pertama berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan,
manfaat, batasan dan sistematika penulisan dalam penelitian ini.
BAB II
Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis
Bab ini menguraikan tentang tinjauan pustaka atau landasan teori yang terkait
dengan penelitian, penelitian-penelitian terdahulu terkait yang pernah
dilakukan, dan pengembangan hipotesis.
BAB III
Metodologi Penelitian
Bab ini berisi tentang sampel data yang digunakan di dalam penelitian, jenis
data, sumber data, dan metode analisis data yang digunakan, dan variabel
penelitian.
BAB IV
Analisis Hasil dan Pembahasan
Bagian ke-empat ini akan menjelaskan dan menginterpretasikan dan
pembahasan hasil dari data yang telah diolah.
BAB V
Kesimpulan
15
Download