1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

advertisement
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada era modern saat ini, perbankan memiliki peranan dan fungsi yang
sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di
suatu Negara, hampir semua sektor yang berhubungan dengan kegiatan keuangan
selalu membutuhkan jasa bank. Oleh sebab itu saat ini dan dimasa yang akan
datang kita tidak akan dapat lepas dari dunia perbankan, jika hendak menjalankan
aktivitas keuangan, baik perorangan maupun lembaga baik sosial maupun
perusahaan.1
Peranan perbankan sangat dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat akan perumahan yakni dalam menyediakan dana dan memberikan
prakarsa pada usaha pembangunan perumahan. Kehadiran sistem Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang berpenghasilan
dalam level kecil dan menengah. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh
Pemerintah untuk pembangunan perumahan yang layak huni antara lain
pembangunan Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana (RSS).
Peranan Perbankan sesuai Pasal 1 angka (2) UU Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan: “bank adalah usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
1
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Jakarta, hlm. 7
Meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang
ekonomi yang mengelola kekuatan potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi
riil dengan memanfaatkan sarana permodalan yang ada, sebagai sarana pendukung
utama dalam pembangunan tersebut, membutuhkan penyediaan dana yang cukup
besar.
Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam
berbagai program pembangunan, pemerintah telah menetapkan kebijakan umum
pembangunan perumahan dan permukiman yang relevan.
Peran perbankan dalam pembiayaan akan semakin besar, hal tersebut
disebabkan dana yang diperlukan dalam pembangunan berasal atau dihimpun dari
masyarakat melalui perbankan, yang kemudian disalurkan kembali kepada
masyarakat berupa pemberian kredit guna menuju ke arah yang lebih produktif.
Pembangunan yang dibiayai melalui fasilitas kredit merupakan program
dari bank untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan untuk tempat
tinggal, baik masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, maupun penghasilan
tinggi.
Tingkat ketergantungan dari para pembeli rumah saat ini sangat terkait
dengan tingkat kebutuhan akan rumah, meningkatnya suku bunga akan sangat
berpengaruh terhadap permintaan rumah. Berbagai usaha yang dilakukan lembaga
perbankan untuk berkompetitif dalam persaingan suku bunga KPR. Hal tersebut
2
dapat memberikan peluang agar dapat memaksimalkan Kredit Pemilikan Rumah
yang dikucurkan oleh sektor perbankan untuk pembelian rumah bagi keluarga.2
Kredit Pemilikan Rumah pada bank umumnya diminati oleh para
konsumen yang tidak mampu untuk membeli rumah secara tunai dan hanya
mempunyai kemampuan sampai dengan pembayaran uang muka, sehingga
mereka perlu dibantu dengan KPR.
Salah satu alternatif dalam pendanaan yang dapat digunakan adalah
melalui bank. Pengertian bank seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan, bahwa bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan
menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
Fungsi menghimpun dan menyalurkan dana berkaitan erat dengan
kepentingan umum, sehingga perbankan wajib menjaga dengan baik dana yang
dititipkan masyarakat tersebut. Perbankan harus dapat menyalurkan dana tersebut
ke bidang-bidang yang produktif, bagi pencapaian sasaran pembangunan.3
Bank juga dalam hal ini mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam
pengembalian dana yang telah dipercayakan oleh nasabah kepadanya, maka perlu
diadakan suatu sistem dan prosedur pemberian kredit yang dapat menunjang dunia
usaha demi tercapainya tujuan tersebut. Bank diberi tugas untuk menyediakan
fasilitas kredit kepemilikan rumah bagin masyarakat dalam rangka pelaksanaan
2
C.Djemabut Blaang, Perumahan dan Permukiman Sebagai Kebutuhan Pokok, Yayasan Obor
Indonesia, 1986, Jakarta, hlm.108-109
3
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, 1994, Bandung, hlm. 105-106
3
program pemerintah khususnya dibidang perumahan, sebagai sasaran yang hendak
dicapai dalam pemberian kredit kepemilikan rumah dengan pembayaran secara
angsuran.
Guna memberikan perlindungan kepada pihak kreditur/bank dan untuk
menjamin pelunasan hutang debitur, biasanya bank meminta debitur untuk
menyerahkan jaminan berupa tanah/bangunan. Hal ini merupakan unsur yang
sangat penting, karena kredit yang tidak memiliki jaminan yang cukup
mengandung resiko yang cukup tinggi, bila debitur wanprestasi.
Aspek jaminan seringkali dihadapi dengan permasalahan pada saat
pengajuan permohonan kredit karena tidak semua nasabah/masyarakat memiliki
jaminan berupa tanah/bangunan dan tidak semua jaminan yang ada pada nasabah
sudah bersertifikat SHM/SHGB sehingga hal-hal ini yang selalu menjadi
hambatan/kendala dalam pengajuan fasilitas kredit ke bank.
Proses pemberian kredit kepemilikan rumah harus dilakukan dengan
sangat hati-hati dan cermat dengan melalui penelitian data-data dan jaminan yang
ada pada kreditur. Apabila proses tersebut tidak dilalui dengan cermat dan
transparan akan berdampak buruk bagi bank pada saat kreditur melaksanakan
kewajibannya yaitu pembayaran angsuran setelah akad kredit terpenuhi.
Kegagalan kreditur dalam melakukan pembayaran angsuran atas kredit
kepemilikan rumah akan menimbulkan dampak negatif terhadap bank itu sendiri,
sehingga pada akhirnya menjadi salah satu faktor penyebab terhadap rasio
NonPerforming Loan bank tersebut.
4
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis akan mengupas lebih
lanjut, ditinjau dari sudut pandang yuridis. Oleh karena itu untuk mengkaji lebih
dalam mengenai pelaksanaan pemberian KPR, penulis mengajukannya sebagai
bahan tesis dengan judul:
“Tinjauan Kritis terhadap Proses Perkreditan Kredit Pemilikan Rumah
pada
PT.
Bank
Tabungan
Negara
(Persero)
Tbk
Kantor Cabang Jakarta Harmoni”.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam penulisan tesis ini diperlukan adanya penelitian dan pengkajian
agar dapat memberikan arah terhadap tujuan yang akan dicapai, sehingga dalam
hal ini diperlukan adanya rumusan masalah yang akan menjadi pokok
pembahasan dalam penulisan tesis ini agar dapat terhindar dari kesimpangsiuran
dan ketidak konsistenan dalam penulisan.
Dengan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimana proses pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank
Tabungan Negara (Persero) Tbk Kantor Cabang Jakarta Harmoni ditinjau dari
peraturan perundang-undangan di bidang perbankan?.
2.
Bagaimana pengaruh faktor 5 P dan faktor 5 C dalam proses pemberian
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero)
Tbk Kantor Cabang Jakarta Harmoni?.
5
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian tentang analisis hukum proses perkreditan kredit Pemilikan
rumah pada bank komersial di jakarta dalam penulisan tesis ini bertujuan untuk
mengetahui dan menganalisis proses pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
pada Bank Komersial di Jakarta ditinjau dari peraturan perundang-undangan di
bidang perbankan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini diharapkan tercapai, yaitu:
1.
Kegunaan secara teoritis
Dalam penelitian ini, penulis berharap agar hasil penulisannya dapat
bermanfaat dan memberikan sumbangan bagi Ilmu Hukum khususnya Hukum
Perbankan, Hukum Perjanjian, dan Hukum Jaminan.
2.
Kegunaan secara praktis.
Selain kegunaan secara terotis, penulis berharap agar hasil penulisannya
juga dapat memberikan sumbangan secara praktis, yaitu:
1.
Memberikan gambaran dan masukan secara utuh bagi para pembuat
kebijakan atau legislator mengenai bagaimana seharusnya ketentuan
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan proses pemberian Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) dibuat agar dapat melindungi kepentingan
masyarakat.
2.
Memberikan sumbangan pemikiran mengenai keterkaitan antara proses
pemberian Kredit Pemilikan Rumah dengan rasio NonPerforming Loan.
6
1.5. Keaslian Penelitian
Berdasarkan survei dan penelusuran kepustakaan di perpustakaan program
pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, terhadap
permasalahan mengenai proses pemberian kredit kepemilikan rumah yang
dikemukan dalam penelitian ini, sepanjang pengetahuan penulis belum pernah
dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
1.6. Tinjauan Pustaka
Sistem perbankan mengalami perubahan yang cukup prinsip terutama
setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1998 sebagai pengganti UndangUndang Nomor 14 Tahun 1967, yaitu telah menyederhanakan sistem perbankan
dengan menghilangkan perbedaan fungsi operasional bank secara struktural.4
1. Pengertian Bank
Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang
perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara,
bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.5
Bank komersial merupakan bank umum yakni bank yang dapat
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan merumuskan bahwa bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
4
5
S.Gazali Djoni dan Usman Rachmad, Hukum Perbankan, Sinar grafika, Jakarta, 2010, Hlm. 44
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, Hlm. 7
7
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2. Pengertian Kredit
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Jika kredit yang disalurkan mengalami kemacetan, maka langkah yang
dilakukan oleh bank adalah berupaya untuk menyelamatkan kredit tersebut
dengan berbagai cara tergantung dari kondisi nasabah atau penyebab kredit
tersebut macet.6
Dari ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, dapat
diketahui penjabaran lebih lanjut dari asas-asas perkreditan yang sehat dan
prinsip-prinsip kehati-hatian dalam kaitannya dengan pemberian kredit, yaitu:7
1. mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan
kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan,
6
Ibid, Hlm.268
7
Ibid.Hlm.272
8
2. memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Oleh karena itu, unsur 5 C’s harus menjadi tolak ukur atau pedoman dalam
pemberian kredit oleh bank, dengan harapan pemberian kredit tidak menjadi
macet.8 Dalam hal ini menjadi keharusan bagi bank menilai secara seksama unsur
5 C’s sebagai dasar dalam pemberian kredit yang bersangkutan, yang meliputi:9
1. Penilaian watak/kepribadian (character)
2. Penilaian kemampuan (capacity)
3. Penilaian terhadap modal (capital)
4. penilaian terhadap agunan (collateral)
5. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy)
Bank dalam memberikan kredit, selain menerapkan prinsip 5’c, juga
hendaknya menerapkan prinsip lainnya yang dinamakan dengan rpinsip 5 P, yang
terdiri atas:10
1. Party (Para Pihak)
2. Purpose (tujuan)
3. Payment (pembayaran)
4. Profitability (perolehan laba)
5. Protection (perlindungan)
8
Ibid.Hlm.273
9
Ibid.Hlm.274
10
Ibid. Hlm.275
9
Mengenai ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit oleh
perbankan terdiri dari 9 (sembilan) persyaratan sebagai berikut:11
1. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan konsultan
yang terkait.
2. Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha, misalnya akta
perusahaan, NPWP, SIUP, dan lain-lain.
3. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang waktu
(grace periode) maksimum 4 tahun.
4. Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitor menyerahkan agunan
tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan
melibatkan pejabat penilai (appraiser) independen untuk menentukan nilai
agunan.
5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65% (enam puluh lima persen) dan self
financing adalah sebesar 35% (tiga puluh lima persen) dan self financing
adalah sebesar 35% (tiga puluh lima persen).
6. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi proyek.
Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen untuk
menentukan progres proyek.
7. Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro.
8. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cash flow yang disusun berdasarkan
analisis dalam feasibility study.
9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
11
Hermansyah. op cit. Hlm. 61
10
Menurut ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No.
7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, kualitas kredit
dibagi menjadi 5 (lima) kolektibilitas, yaitu lancar, dalam perhatian khusus,
kurang lancar, diragukan dan macet.12
Hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank
dengan fasilitas kreditnya. Untuk memperoleh kredit bank seorang debitor harus
melalui beberapa tahapan, yaitu dari tahap pengajuan aplikasi kredit sampai
dengan tahap penerimaan kredit. Tahap pertama yang dilakukan adalah
mengajukan permohonan/aplikasi kredit kepada bank yang bersangkutan.13
Setelah permohonan/aplikasi kredit diterima oleh bank, maka bank akan
melakukan penelitian secara mendalam dan mendetail terhadap berkas aplikasi
kredit yang diajukan.14
Dalam tahap penilaian kelayakan kredit ini, banyak aspek yang akan
dinilai, yaitu:15
a. Aspek Hukum
Yang dimaksud dengan aspek hukum disini adalah penilaian terhadap keaslian
dan keabsahan dokumen-dokumen yang diajukan oleh pemohon kredit.
Penilaian terhadap dokumen-dokumen tersebut dilakukan oleh pejabat atau
lembaga yang berwenang untuk itu.
12
Ibid. Hlm. 66
13
Ibid. Hlm. 68
14
Ibid. Hlm. 69-70
15
Ibid. Hlm. 70-71
11
b. Aspek Pasar dan Pemasaran
Dalam aspek ini yang akan dinilai adalah prospek usaha yang dijalankan oleh
pemohon kredit untuk masa sekarang dan akan datang.
c. Aspek Keuangan
Dalam aspek ini yang dinilai dengan menggunakan analisis keuangan adalah
aspek keuangan perusahaan yang dilihat dari laporan keuangan yang etrmuat
dalam neraca dan dari laporan keuangan yang termuat dalam neraca dan
laporan laba rugi yang dilampirkan dalam aplikasi kredit.
d. Aspek Teknis/Operasional
Selain aspek-aspek sebagaimana telah dikemukakan diatas, aspek lain yang
juga dilakukan penilaian adalah aspek teknis atau operasional dari perusahaan
yang tempat usaha, kondisi gedung beserta sarana, dan prasarana pendukung
lainnya.
e. Aspek Manajemen
Penilaian terhadap aspek manajemen ini adalah untuk menilai pengalaman dari
perusahaan yang memohon kredit dalam mengelola kegiatan usahanya,
termasuk sumber daya manusia yang mendukung kegiatan usaha tersebut.
f. Aspek Sosial Ekonomi
Untuk melakukan penilaian terhadap dampak dari kegiatan usaha yang
dijalankan oleh perusahaan yang memohon kredit khususnya bagi masyarakat
baik secara ekonomis maupun sosial.
12
g. Aspek AMDAL
Penilaian terhadap aspek AMDAL ini sangat penting karena merupakan salah
satu persyaratan pokok untuk dapat beroperasinya suatu perusahaan. Oleh
karena kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan pasti mempunyai
dampak terhadap lingkungan baik darat, air, dan udara.
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil.
Sebagai perjanjian prinsipiil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya.16
Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan
Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan
bank atas kesanggupan debitor untuk melunasi kredit sesuai dengan yang
diperjanjian.17
Unsur-unsur dalam kredit adalah sebagai berikut:18
a.
Terdapat dua pihak, yaitu pemberi kredit (kreditor) dan penerima kredit
(debitur).
b.
Terdapat kepercayaan pemberi kredit kepada penerima kredit yang
didasarkan atas credit rating penerima kredit.
c.
Terdapat persetujuan, berupa kesepakatan pihak dengan pihak lainnya yang
berjanji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit.
d.
Terdapat penyerahan barang, jasa, atau uang dari pemberi kredit kepada
penerima kredit.
16
Ibid. Hlm. 71
17
Ibid. Hlm. 73
Veithzal Rivai dkk, Commercial Bank Managemen, PT Raja Grafindo Persada, 2012, Jakarta.
Hlm. 198 18
13
e.
Terdapat unsur waktu (time element).
f.
Terdapat unsur risiko (degree of risk) baik di pihak pemberi kredit maupun di
pihak penerima kredit.
g.
terdapat unsur bunga sebagai kompensasi (prestasi) kepada pemberi kredit.
Kredit bank menurut kualitasnya didasarkan atas risiko kemungkinan
menurut bank terhadap kondisi dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajiban
untuk membayar bunga, mengangsur, serta melunasi pinjamannya kepada bank.19
Unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut adalah waktu pembayaran
bunga, pembayaran angsuran, maupun pelunasan pokok pinjaman.20
Kredit digolongkan lancar (pass) apabila memenuhi kriteria:21
1) pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu; dan
2) memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
3) bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral).
Kredit digolongkan ke dalam kredit dalam perhatian khusus apabila
memenuhi kriteria:22
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90
hari; atau
2) kadang-kadang terjadi cerukan; atau
3) mutasi rekening relatif aktif; atau
4) jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau
5) didukung oleh pinjaman baru.
19
Ibid. Hlm. 211
Ibid.
21
Ibid.
22
Ibid.
20
14
Kredit yang digolongkan ke dalam kredit kurang lancar apabila memenuhi
kriteria:23
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90
hari; atau
2) sering terjadi cerukan; atau
3) frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau
4) terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau
5) terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau
6) dokumentasi pinjaman yang lemah.
Kredit digolongkan ke dalam kredit macet apabila memenuhi kriteria:24
1) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melalmpaui 270
hari; atau
2) kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
3) dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada
nilai wajar.
Kredit bermasalah atau nonperforming loan merupakan risiko yang
terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Risiko tersebut berupa
keadaan dimana kredit tidak dapat kembali tepat pada waktunya. 25 Kredit
bermasalah atau nonperforming loan di perbankan itu dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, misalnya ada kesengajaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam
23
Ibid.
Ibid.
25
Hermansyah. op cit. Hlm. 75
24
15
proses kredit, kesalahan prosedur pemberian kredit, atau disebabkan oleh faktor
lain seperti faktor makroekonomi.26
Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau nonperforming loan
(NPL) tersebut adalah apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat
kolektibilitas kurang lancar, diragukan, atau macet.
27
Untuk kredit-kredit
bermasalah yang bersifat nonstruktural, pada umumnya dapat diatasi dengan
langkah-langkah
restrukturisasi
berupa
penurunan
suku
bunga
kredit,
pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit, dan/atau
konversi kredit menjadi penyertaan sementara. 28 Sedangkan untuk kredit-kredit
bermasalah yang bersifat struktural pada umumnya tidak dapat diselesaikan
dengan restrukturisasi sebagaimana kredit bermsalah yang bersifat nonstruktural,
melainkan harus diberikan pengurangan pokok kredit (haircut) sebagaimana
ditentukan oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 agar usahanya
dapat berjalan kembali dan pendapatannya mampu untuk memenuhi kewajibankewajibannya.29
Untuk menyelesaikan kredit bermasalah atau nonperforming loan itu dapat
ditempuh dua cara atau strategi yaitu penyelematan kredit dan penyelesaian
kredit. 30 Yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah suatu langkah
penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai
kreditor dan nasabah peminjam sebagai debitor sedangkan penyelesaian kredit
26
Ibid.
Ibid. 28
Ibid. 29
Ibid, hlm.76 30
Ibid, hlm.76 27
16
adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum.31
Penyelematan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan berpedoman kepada
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang pada
prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan
melalui lembaga hukum adalah melalui alternatif persyaratan kembali
(recondition), dan penataan kembali (rectructuring).32
Penyelesaian kredit bermasalah dapat dikatakan merupakan langkah
terakhir yang dapat dilakukan setelah langkah-langkah penyelamatan sebagaimana
diatur dalam Surat edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPPP yang berupa
resktrukturisasi tidak efektif lagi.33
Ibid, hlm.76 Ibid, hlm.76
33
Ibid.
31
32
17
Download