analisis pertanyaan guru dalam pembelajaran bahasa indonesia di

advertisement
ANALISIS PERTANYAAN GURU DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DI SMPN 12 MALANG
Sahistifa
Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak: Pertanyaan merupakan bagian penting dalam proses belajar
mengajar. Pertanyaan yang diajukan guru dapat menjadikan proses belajar
mengajar lebih dinamis. Pertanyaan yang efektif dapat meningkatkan
tingkat berpikir dan keberhasilan siswa. Pertanyaan guru yang efektif dan
sesuai dengan tingkat berpikir siswa merupakan model yang baik bagi siswa
sehingga dapat mendorong keberanian dan ketrampilan siswa dalam
bertanya.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara objektif ragam
pertanyaan berdasarkan tingkat kognisi, fungsi, dan proporsinya menurut
taksonomi Bloom yang digunakan guru dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
dengan jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Yang di dalam
proses penelitian memastudi kasus. Instrumen utamanya adalah peneliti
sendiri dengan menggunakan alat bantu berupa alat perekam suara dan
catatan lapangan. Subjek penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia kelas
VII dan VIII SMP Negeri I2 Malang. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara merekam dan mencatat kegiatan belajar mengajar yang terjadi di kelas
seperti apa adanya. Setelah perekaman selesai dilakukan pentraskipsian
hasil rekaman dan penganalisaan data untuk menentukan tingkat kognisi
pertanyaan guru, fungsi pertanyaan guru, dan proporsi pertanyaan guru
menurut taksonomi Bloom.Berdasarkan tingkat kognisinya, guru dalam
pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan pertanyaan yang berada
dalam empat tingkat kognisi, yaitu (1) pertanyaan tingkat pengetahuan, (2)
pertanyaan tingkat pemahaman, (3) pertanyaan tingkat aplikasi, dan (4)
pertanyaan tingkat analisis.Berdasarkan fungsinya, pertanyaan yang
digunakan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia secara pragmatis
meliputi delapan fungsi, yaitu (1) pertanyaan yang berfungsi meminta
penjelasan, (2) pertanyaan yang berfungsi meminta konfirmasi, (3)
pertanyaan yang berfungsi memerintah, (4) pertanyaan yang berfungsi
menguji, (5) pertanyaan yang berfungsi memuji atau mengejek, (6)
pertanyaan yang berfungsi mengungkapkan keluhan, (7) pertanyaan yang
berfungsimeminta penegasan, dan (8) pertanyaan yang berfungsi
memancing.
Kata kunci: pertanyaan, guru, pembelajaran Bahasa Indonesia
PENDAHULUAN
Dalam
kegiatan
belajarmengajar bahasa Indonesia di kelas,
guru diharapkan memiliki kemampuan
mengembangkan
interaksi
belajarmengajar
dengan
mengguna-kan
pertanyaan-pertanyaan yang betul-betul
dipertimbangkan. Hal ini disebabkan
perta-nyaan-pertanyaan yang digunakan
oleh guru benar-benar mempengaruhi
perkembangan mental siswa dan
meningkatkan pola berpikir siswa.
Namun, dalam kenyataan pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah-sekolah
masih dijumpai guru-guru yang belum
memanfaatkan pentingnya pertanyaan
dalam pengembangan proses belajarmengajar.
Mereka
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dengan tanpa
mempertimbangkan kesesuaian antara
NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 153
bentuk pertanyaan dengan tingkat pola
berpikir siswa. Dengan demikian, siswa
seringkali merasakan bahwa pertanyaanpertanyaan yang diterimanya terlalu sulit
atau bahkan terlalu mudah. Pertanyaan
sebaiknya disesuaikan dari segi jenis,
fungsi, maupun proporsinya.
Dengan
dilaksanakannya
penelitian
ini
bertujuan
untuk:
memperoleh gambaran objektif tentang
ragam pertanyaan berdasarkan tingkat
kognisinya yang digunakan guru dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di
SMPN 12 Malang, memperoleh
gambaran objektif tentang fungsi
pertanyaan yang digunakan guru dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di
SMPN 12 Malang dan memperoleh
gambaran objektif tentang proporsi
ragam pertanyaan yang digunakan guru
dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
SMPN 12 Malang.
Penelitian
ini
mempunyai
manfaat teoritis dan manfaat praktis.
Kedua manfaat tersebut dikemukakan
berikut ini.Secara teoritis, penelitian ini
memberikan sumbangan fakta-fakta
tentang berbagai ragam pertanyaan yang
ditinjau berdasarkan jenis, fungsi dan
proporsi pertanyaan yang digunakan
oleh guru dalam pembelajaran bahasa
Indonesia. Di samping itu, penelitian ini
juga
dapat
digunakan
sebagai
pertimbangan bagi para peneliti untuk
dapat mengembangkan, melanjutkan,
dan menyempurnakan keilmuan pada
penelitian selanjutnya.Secara praktis,
hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
oleh guru sebagai bahan pertimbangan
dalam menyusun dan menyampaikan
pertanyaan yang lebih sesuai dengan
kesiapan mental dan pikiran peserta
didik sehingga betul-betul mampu
meningkatkan pola berpikirnya. Dengan
demikian, guru betul-betul mampu
menggunakan pertanyaan secara tepat
dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
kelas. Bagi penyusun buku teks bahasa
Indonesia dan penyusun tes evaluasi
dalam pembelajaran bahasa Indonesia,
hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam
menyusun pertanyaan-pertanyaan yang
disusunnya sehingga diharapkan dapat
menghasilkan
pertanyaan-pertanyaan
yang betul-betul dapat menggali dan
mengukur tingkat pemahaman dan
kemampuan belajar siswa.
METODE
Penelitian
ini
merupakan
penelitian dengan pendekatan penelitian
kualitatif dan memakai jenis penelitian
deskriptif
dengan
menggunakan
rancangan studi kasus observasional.
Bogdan
dan
Biklen
(1982:27)
mengemukakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif mempunyai ciri-ciri (1)
bersifat deskriptif, (2) penelitian
dilakukan pada latar alamiah dan
penelitian sebagai instrumen utama, (3)
lebih memperhatikan proses daripada
hasil, (4) analisis data dilakukan secara
induktif, dan (5) makna (mea-ning)
merupakan perhatian utama. Sehingga
dengan demikian melalui pendekatan
kualitatif penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan deskriptif atau gambaran
ob-jektif tentang pertanyaan guru dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia di
SMPN 12 Malang.
Jenis penelitian yang digunakan
adalah deskriptif dengan rancangan studi
kasus observasional. Untuk mencapai
tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan
dengan mengambil data dari setting
alamiah yang berupa proses interaksi
belajar mengajar di kelas dan peneliti
sendiri merupakan instrumen utama, di
mana peneliti melakukan pengambilan
data dengan cara hadir langsung di
lapangan dengan maksud untuk dapat
mengamati dengan lebih lengkap akan
konteks yang terjadi dan melakukan
interpretasi-interpretasi dengan lebih
mudah. Penelitian ini lebih difokuskan
pada proses saat pertanyaan digunakan
guru.
Data yang telah terkumpul
selanjutnya di analisa secara induktif.
NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 154
Dalam pembahasan hasil analisis
digunakan data yang diperoleh peneliti
yang berupa rekaman dan catatan
lapangan, baik yang berupa deskripsi
maupun refleksi. Dengan demikian,
jelaslah bahwa penelitian ini bersifat
deskriptif kualitatif. Studi kasus
digunakan karena (1) penelitian
difokuskan pada satu objek, yaitu
pertanyaan guru, (2) penelitian ini
dilakukan dalam satu setting, yaitu
proses pembelajaran bahasa Indonesia di
kelas, dan (3) pengumpulan data utama
dilakukan dengan metode observasi
(Bogdan dan Biklen, 1982).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Temuan yang diperoleh dalam
penelitian ini dapat dikemukakan
sebagai berikut. Berdasarkan tingkat
kognisinya,
guru
menggunakan
pertanyaan dengan empat tingkat
kognisi, yaitu (1) tingkat pengetahuan,
(2) tingkat pemahaman, (3) tingkat
aplikasi, dan (4) tingkat analisis.
Sedangkan untuk tingkat kognisi sintesis
dan evaluasi tidak ditemukan dalam
penelitian ini. Dengan demikian guru
mempunyai
kemampuan
mengaplikasikan tingkat-tingkat kognisi
pertanyaan. Dalam bertanya guru
berupaya mengkombinasikan antara
pertanyaan yang memiliki tingkat
berpikir rendah dan tingkat berpikir
tinggi, walaupun untuk tingkat berpikir
tinggi hanya sampai pada tingkat
pertanyaan analisis.
Pertanyaan
Guru
Berdasarkan
Tingkat Kognisinya
Berdasarkan tingkat kognisinya,
guru dalam pembelajaran bahasa
Indonesia meng-gunakan pertanyaan
yang berada dalam empat tingkat
kognisi, yaitu (1) pertanyaan tingkat
pengetahuan, (2) pertanyaan tingkat
pemahaman, (3) pertanyaan tingkat
aplikasi, dan (4) pertanyaan tingkat
analisis.
Dengan
penggunaan
pertanyaan-pertanyaan yang berada pada
empat tingkat kognisi ini, dapat
ditafsirkan bahwa guru mempunyai
pengetahuan
dan
kemampuan
mengaplikasi-kan
tingkat-tingkat
kognisi pertanyaan. Dalam bertanya,
guru berupaya untuk mengom-binasikan
antara pertanyaan yang memiliki tingkat
berpikir divergen. Hal ini ditafsirkan
sebagai upaya untuk menggairahkan
semangat belajar siswa sehingga siswa
tidak merasa bosan dengan pertanyaanpertanyaan yang memiliki tingkat
berpikir rendah dan tidak merasa
kesulitan dengan pertanyaan-pertanyaan
yang memiliki tingkat kognisi tinggi.
Pertanyaan-pertanyaan
yang
diguna-kan guru ini, berdasarkan teori
memang sesuai untuk diterapkan pada
siswa yang berada pada tingkatan
Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Dalam masa ini siswa sudah mampu
untuk diajak menggunakan proses
berpikir tingkat tinggi, namun untuk
menggunakan proses tingkat sintesis dan
evaluasi masih cukup baik.
Berdasarkan data pertanyaan
dalam
penelitian
ini,
sulit
dikelompokkan kata kerja atau kata
tanya yang digunakan untuk masingmasing tingkat kognisi. Hal ini
disebabkan oleh sifat heterogennya kata
kerja (predikat) atau kata tanya yang
digunakan guru. Dengan demikian, hal
ini menyimpang dengan apa yang
disampaikan oleh Frazee (1995), yang
menyatakan bahwa tingkat kognisi
pertanyaan dapat diidentifikasikan dari
kata tanya dan kata kerja yang
digunakan. Namun hal ini sesuai dengan
pendapat Parera (1986: 7) yang
menyatakan bahwa kata tanya dan kata
kerja untuk pertanyaan kognisi tingkat
tinggi tetapi bila jawabannya bersifat
tekstual, ada dalam materi pelajaran, hal
ini termasuk pertanyaan tingkat rendah,
siswa tinggal mengingat kembali. Untuk
itu, dalam pengelompokan ini juga
digunakan indikator yang kedua, yaitu
yang berhubungan dengan tuntutan
pertanyaan dengan tindakan siswa atau
NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 155
tingkat proses bepikir siswa. Frezee
mengemukakan bahwa tingkat proses
berfikir siswa adalah bagaimana
pengetahuan yang dimiliki siswa
berinteraksi dengan pengetahuan baru
yang ada dalam materi pelajaran.
Identifikasi tingkat kognisi pertanyaan
berhubungan dengan materi yang sedang
dipelajari. Identifikasi bersifat semantik
dan kontekstual. Oleh karena itu, dalam
penyusunan pertanyaan
khususnya
untuk pertanyaan tingkat kognisi tinggi,
tidak hanya sekedar melihat kata tanya
atau kata kerja yang digunakan, tetapi
juga
harus
mempertimbangkan
bagaimana tingkat proses berpikir siswa
yang timbul oleh pertanyaan tersebut.
kata tanya mengapa, bagaimana, atau
yang
lain,
dan
kata
kerja
menggolongkan,
menbedakan
da
sebagainya tidak otomatis memrupakan
pertanyaan tingkat kognisi tinggi. Untuk
itu, harus dilihat tindakan apa atau
proses berpikir bagaimana yang
dilakukan siswa. Tindakan atau berpikir
siswa tingkat rendah meliputi proses
mengingat,
mengungkapkan,
menjelaskan,
merangkum,
menunjukkan,
dan
memecahkan.
Sementara itu proses berpikir tingkat
tinggi
meliputi
menduga,
membandingkan,
menyususn,
memperkirakan, memilih dan menilai
(Frezee, 1995).
Berdasarkan
intensitas
penggunaan-nya,
guru
dalam
pembelajaran bahasa Indonesia lebih
banyak
menggunakan
pertanyaan
tingkat bepikir konvergen (analisis,
sintesis dan evaluasi). Hal ini menandai
bahwa guru berupaya untuk mengajukan
pertanyaan yang sesuai dengan materi
pelajaran, yang dalam hal ini materi
pelajaran yang disampaikan guru lebih
banyak yang bersifat teoritas tekstual. Di
samping itu, metode pembelajaran yang
digunakan guru juga mempengaruhi
banyaknya penggunaan pertanyaan
konvergen. Guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran masih banyak
menggunakan metode diskusi. Padahal,
pertanyaan-pertanyaan divergen lebih
banyak
muncul
dalam
proses
pembelajaran
yang
menggunakan
metode diskusi.
Pertanyaan
Guru
Berdasarkan
Fungsinya
Pertanyaan dalam pembelajaran
mempunyai peran yang sangat penting.
Proses pembelajaran yang baik,
didukung oleh faktor kemampuan guru
untuk memfungsikan pertanyaan dalam
berbagai peran yang diperlukan dalam
proses
blajar
mengajar.
Fungsi
pertanyaan pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi tiga peran
utama
yaitu
pertanyaan
untuk
membentuk
ketrampilan,
untuk
pemahaman (kognisi), dan untuk
pengelolaan kelas (Lemlech,1994).
Keanekaragaman fungsi pertanyaan
yang
berperan
dalam
interaksi
(pembelajaran)
dipengaruhi
dan
ditentukan oleh latar, situasi, tujuan,
topik dan pelaku (Rofi’udin, 1994).
Dapat
diketahui
bahwa
pertanyaan yang digunakan guru dalam
pembelajaran bahasa Indonesia secara
pragmatis meliputi delapan fungsi, yaitu
(1) pertanyaan yang berfungsi meminta
penjelasan, (2) pertanyaan yang
berfungsi meminta konfirmasi, (3)
pertanyaan yang berfungsi memerintah,
(4) pertanyaan yang berfungsi menguji,
(5) pertanyaan yang berfungsi memuji
atau mengejek, (6) pertanyaan yang
berfungsi mengungkapkan keluhan, (7)
pertanyaan yang berfungsimeminta
penegasan, dan (8) pertanyaan yang
berfungsi memancing.
Pertanyaan yang berfungsi meminta
penjelasan
Sebagai besar ahli bahasa
menyatakan adanya fungsi pertanyaan
untuk meminta penjelasan. Kearsly
(1974) mengemukakan adanya fungsi
ephistemic dari suatu pertanyaan dan
Kartomiharjo (1987) mengemukakan
adanya fungsi penjelasan dari suatu
NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 156
pertanyaan. Pertanyaan yang berfungsi
meminta penjelasan ilokusinya berupa
guru minta agar siswa menjelaskan
sesuatu, responnya berupa pemberian
penjelasan, dan siswa mungkin hadir
sebagai orang yang dimaksud atau
bukan orang yang dimaksud. Sementara
itu, situasinya tidak memungkinkan
dilakukannya tindakan pada saat itu.
Adapun cara untuk meminta
penjelasan dari siswa ini dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu (1) guru
melacak jawaban siswa sedetil-detilnya,
(2) guru meminta siswa memberikan
alasan atau penalaran, (3) guru meminta
ketepatan jawaban, (4) guru meminta
jawaban yang relevan, dan (5) guru
meminta contoh kepada siswa.
Pertanyaan yang berfungsi
meminta penjelasan sebenarnya dapat
dimunculkan oleh semua pelaku
interaksi
tanpa
memperhatikan
perbedaan status sosial atau kedudukan.
Pelaku interaksi yang berstatus sosial
yang lebih tinggi dapat meminta
penjelasan pada pelaku interaksi yang
berstatus sosial lebih rendah, dan juga
sebaliknya pelaku interaksi yang
berstatus sosial lebih rendah dapat
meminta penjelasan pada pelaku
interaksi yang berstatus sosial lebih
tinggi (Rofi’udin, 1990:193).
Pertanyaan
ini
banyak
digunakan guru dalam pembelajaran
bahasa Indonesia di kelas. Hal ini
dimungkinkan
guru
berupaya
mengembangkan proses berpikir siswa
dan berupaya untuk mengetahui
sejauhmana pengetahuan sisa terhadap
materi-materi pelajaran yang sedang
diberikan pada saat itu.
Pertanyaan yang berfungsi untuk
meminta konfirmasi
Di samping berfungsi untuk
meminta penjelasan, pertanyaan guru
juga ada yang berfungsi meminta
konfirmasi. Ilokusinya dari pertanyaan
guru juga ada yang berfungsi meminta
konfirmasi ini berupa guru minta agar
siswa
memberi
informasi,
responnyaberupa konfirmasi benar atau
salahnya sesuatu yang diketahui huru,
dan siswa mungkin hadir sebagai orang
yang
dimaksud.
Sementara
itu,
situasinya
tidak
memungkinkan
dilakukannya situasi saat itu.
Dari
hasil
analisi
data,
pertanyaan ini dilakukan guru dengan
cara (1) meminta informasi tindakan
yang telah dilakukan siswa, (2) meminta
persetujuan, (3) meminta pertimbangan,
dan (4) meyakinkan kebenaran masalah.
Semua pertanyaan yang meminta
konfirmasi yang disusun oleh guru
dengan bentuk pertanyaan tertutup.
Karena jawaban dari pertanyaan yang
berfungsi konfirmasi ini biasanya sudah
disediakan dalam dua alternatif,
misalnya: ya atau tidak, ada atau tidak,
sudah atau belum, dan lain-lain.
Dengan
digunakannya
pertanyaan untuk meminta konfirmasi
dapat ditafsirkan bahwa guru berusaha
untuk senantiasa membuat siswa selalu
ikut andil dan memperhatikan terhadap
proses pembelajaran yang sedang
dilakukan. Hal ini disebabkan dengan
lontaran-lontaran pertanyaan ini siswa
akan terdorong untuk memberikan
tanggapan terhadap jawaban pertanyaan
ini.
Pertanyaan yang berfungsi untuk
memerintah
Di samping digunakan untuk
meminta penjelasan, pertanyaan guru
juga ada yang berfungsi untuk
memerintah. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan Kartomiharjo (1987),
dahwa selain untuk meminta penjelasan,
melarang, memuji, atau kengungkapkan
keluhan,
pertanyaan
juga
dapat
difungsikan untuk memerintah. Fungsi
pertanyaan ini sesuai dengan kedudukan
dan otoritas guru yang lebih besar dari
pada siswa. Guru dengan pernyataan ini
menyuruh atau memerintah siswa untuk
melakukan perbuatan yang bersifat
tertulis atau lisan. Pertanyaan ini
digunakan guru berhubungan dengan
usaha guru untuk meningkatkan
NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 157
pemahaman terhadap materi pelajaran
yang bersifat pengetahuan dan aplikasi.
Ilokusi dari pertanyaan yang
berfungsi untuk memerintah adalah
berupa guru meminta agar siswa
melakukan suatu tindakan, responnya
berupa pelaksanaan atau penolakan
perintah, dan siswa hadir sebagai orang
yang dimaksud. Sementara itu, guru dan
siswa tahu bahwa tindakan itu dapat
dilakukan dan situasinya memingkinkan
dilakukannya suatu tindakan.
Susunan
pertanyaan
yang
berfungsi untuk memerintah ini sering
menggunakan kata bantu coba, bisa,
dapat, dan lagi. Kata-kata bantu ini
digunakan
kemungkinan
untuk
memperhalus sifat memerintah sehingga
siswa dapat melaksanakan perintah tidak
merasa
terpaksa,
tetapi
dengan
kesadaran sendiri. karena pada dasarnya
perintah itu datangnya dari Tuhan atau
orang yang kedudukannya lebih tinggi
(Rofi’udin, 1990).
Pertanyaan ini juga digunakan
oleh guru dalam upaya untuk
mengaktifkan dan mengikutsertakan
siswa untuk memecahkan permasalahn
yang timbul pada proses belajar
mengajar.
Pertanyaan yang berfungsi untuk
menguji
Pertanyaan
juga
dapat
difungsikan untuk menguji. Namun,
dalam data penelitian ini belum
ditemukan. Pertanyaan yang berfungsi
untuk menguji ini ilokasinya berupa
guru mrninta agar siswa mengetahui
sesuatu yang diketahui guru, responnya
berupa pemberian penjelasan sebagai
bukti bahwa siswa mengetahui yang
ditanyakan guru, dan siswa mungkin
hadir sebagai orang yang dimaksud.
Sementara
itu,
situasinya
tidak
memungkinkan dilakukannya tindakan
saat itu.
Dalam
menyampaikan
pertanyaan ini guru menggunakan cara
memberikan alternatif
jawaban
meminta perincian dan meminta contoh.
Pertanyaan ini digunakan guru dalam
upaya menarik perhatian siswa yang saat
itu tidak memperhatikan (sebagai
hukuman) atau pun untuk mengetahui
sejauhmana pemahaman siswa terhadap
pertanyaan yang sudah diberikan (post
tes). Pertanyaan ini juga dapat
digunakan
pretes,
yaitu
untuk
mengetahui pengetahuan yang sudah
dimiliki siswa terhadap materi yang
akan diberikan.
Pertanyaan yang berfungsi untuk
memuji atau mengejek
Pertanyaan
memuji
atau
mengejek maksudnya adalah dengan
melontarkan pertanyaan tersebut guru
ingin memberikan sebuah pujian atau
bermaksud mengejek siswa. Ilokusi dari
pertanyaan untuk memuji atau mengejek
adalah berupa guru menyampaikan
pujian atau cemoohankepada siswa
merupakan orang yang dimaksud.
Sementara itu, guru dan siswa tahu
bahwa tindakan itu dapat dipuji atau
tidak, dan situasinya memungkinkan
atau tidak memungkinkan dilakukannya
suatu tindakan.
Pertanyaan untuk memuji atau
mengejek ini dapat ditafsirkan dengan
mendasarkan diri pada ujaran yang
mendahului
dan
ujaran
yang
mengikutinya. Ujaran yang mendahului
biasanya berupa ujaran yang dapat diuji
ataupun
ujaran
yang
dapat
mendatangkan ejekan. Sementara itu,
pertanyaan yang mengukutinya berupa
tindakan diam ataupun ujuran yang
berupa membela diri. Pertanyaan ini
tidak dilakukan oleh guru dalam
penelitian ini karena memang yang
dilakukan oleh siapapun.
Pertanyaan yang berfungsi untuk
mengungkapkan keluhan
Selain
digunakan
untuk
meminta penjelasan, memerintah atau
memuji,
pertanyaan
juga
dapat
difungsikan untuk mengungkapkan
keluhan (Kartomiharjo,1987). Ilokasi
yang terdapat dalam pertanyaan yang
NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 158
difungsikan untuk mengungkapkan
keluhan pada siswa, responnya bahwa
siswa simpatik atau apatik, dan siswa
mungkin hadir sebagai orang yang
dimaksud
dan
guru
sedang
menyampaikan keluhan. Sementara itu
situasinya terdapat hubunyan akrab atara
guru dan siswa.
Pertanyaan ini digunakan guru
sebagai
suatu
tindakan
untuk
menyatakan
rasa
kekecewaan,
ketidakpuasan atau ketidaksenangan
terhadap tindakan atau pun ujaran siswa.
Pertanyaan ini dapat diidentifikasi
dengan mendasarkan pada tindakan atau
pun ujaran yang mendahului dan
mengikutinya. Tindakan atau ujaran
yang mendahului pertanyaan yang
berfungsi untuk menungkapkan keluhan
ini berupa tindakan yang tidak yang
tidak mengenakkan guru. Sementara itu,
tindakan atau ujaran yang mengikuti
adalah tindakan dan ujaran yang bersifat
simpatik maupun apatik.
Pertanyaan yang berfungsi untuk
meminta penegasan
Bentuk
pertanyaan
yang
digunakan untuk meminta penegasan
kalimatnya pendek-pendek. Hal ini
terjadi kemungkinan karena bersifat
mengulang maksud pertanyaan atau
pertanyaan sebelumnya. Munculnya
fungsi pertanyaan meminta penegasan
ini karena jawaban atau ungkapan siswa
kurang sempurna. Hal ini disebabkan
siswa tidak dapat mengguanakan
ungkapan, siswa kurang perhatian, atau
siswa tidak yakin (ragu-ragu) dalam
menjawap pertanyaan. Dengan kalimat
yang pendek dan diungkapkan dengan
intonasi tinggi dapat ditafsirkan guru
berupaya untuk meminta siswa lebih
memperhatikan.
Ilokasi yang terdapat dalam
pertanyaan yang berfungsi penegasan
adalah berupa guru minta agar siswa
menegaskan kembali apa yang telah
dinyatakan,
responnya
berupa
pemberian penegasan atau penolakan,
siswa hadir sebagai orang yang
dimaksud. Sementara itu, situasinya
pada saat itu guru kurang memahami
keringanan atau pertanyaan yang
dilontarkan siswa.
Dalam menafsirkan bahwa suatu
pertanyaan
adalah
merupakan
pertanyaan yang difungsikan untuk
meminta
penegasan
peneliti
mendasarkan firi dan melihat pada
ujaran yang mendahului pertanyaan ini,
berupa ujaran yang kabur, baik dari segi
bahasa maupun dari segi isi, atau ujaran
yang diragukan kebenarannya.
Pertanyaan yang berfungsi untuk
memancing
Pertanyaan yang digunakan guru
juga ada yang berfungsi untuk
memancing. Pertanyaan yang berfungsi
memacing bertujuan untuk memancing
ide-ide, gagasan, dan jawaban yang asli,
sehingga siswa dapat memberikan
jawaban secara tepat, benar, jujur, dan
tidak merasa malu atau takut dalam
menjawab
pertanyaan.
Ilokusi
pertanyaan yang berfungsi memacing
berupa guru ingin mengetahui apakah
siswa siap melakukan tindakan atau
menyampaikan informasi sebagaimana
termaktub dalam ujaran guru berikutnya,
responnya
siswa
menunjukkan
kesiapannya
atauketidak
siapan
melakukan tindakan atau menyampaikan
informasi, dan siswa atau orang lain
sebagai orang dituju. Sementara itu,
situasinya guru belum mengetahui
keadaan batin siswa.
Adapun cara menyampaikan
pertanyaan
pancingan
ini
guru
memberikan prakata terlebih dahulu,
sehingga siswa ikut memberikan
sumbangan pikiran atau menemukan
masalah yang dilontarkan guru. Dengan
pertanyaan ini guru guru berupaya untuk
meminta siswa meneruskan bagian
ucapan atau kata yang belum selesai,
meminta siswa untuk menjawab
pertanyaan dengan jawaban singkat, dan
meminta siswa melengkapi pendapat
guru.
NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 159
Dalam menafsirkan pertanyaan
termasuk dalam pertanyaan yang
berfungsi untuk memancing, peneliti
mendasrkan diri pada ujaran yang
mendahului dan yang mengikuti
pertanyaan tersebut. Di samping itu
pertanyaan yang berfungsi untuk
memancing ini biasanya disusun dalam
bentuk pertanyaan yang menggunakan
penggalan kalimat sehingga siswa
diharapkan terpancing untuk mau
melengkapi pertanyaan tersebut.
Selanjutnya,
berdasarkan
wacana interaksi kelas pertanyaan guru
terdiri dari enam fungsi, yaitu (1) untuk
meningkatkan keterlibatan siswa dalam
belajar, (2) prapenilaian pengetahuan,
(3) menegecek pemahaman, (4) menilai
pengetahuan, (5) mendorong siswa
untuk berpikir, dan (6) memajukan
kecakapan berpikir siswa pada tingkat
yang lebih tinggi.
Proporsi Pertanyaan Guru Menurut
Taksonomi Bloom
Proporsi
pertanyaan
yang
digunakan
oleh
guru
dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di SMP
Negeri 12 Malang. Proporsi dianalisa
melalui hasil penelitian yang kemudian
digambarkan ke dalam tabel.
Dari tabel tersebut diperoleh
gambaran bagaimana distribusi dan
prosentase
ragam
pertanyaan
berdasarkan taksonomi Bloom yang
terdiri dari enam tingkatan antara lain:
(1) pertanyaan tingkat pengetahuan
(C1), (2) pertanyaan tingkat pemahaman
(C2), (3) pertanyaan tingkat aplikasi
(C3), (4) pertanyaan tingkat analisis
(C4), (5) pertanyaan tingkat sintesis
(C5), dan (6) pertanyaan tingkat
evaluatif (C6).
Dalam bertanya, guru berupaya
untuk
mengkombinasikan
antara
pertanyaan tingkat rendah yaitu tingkat
pertanyaan C1, C2 dan C3 dengan
pertanyaan tingkat tinggi C5 dan C6
yang sedikit dipergunakan. Hal ini
dianalisa sebagai upaya agar siswa
mampu
menjawab
pertanyaanpertanyaan baik dengan tingkat berpikir
tinggi. Dengan demikian siswa merasa
tertantang untuk berpikir kritis dan
inovatif dan tidak membosankan.
Adapun pertanyaan pengetahuan
(C1) sebagai pertanyaan dengan
proporsi terbanyak yaitu 32,18% ini
menunjukkan bahwa guru bertujuan
membentuk kemampuan awal dengan
menggali kembali daya ingat siswa
terhadap apa yang telah diajarkan
sebelumnya. Kemampuan awal meliputi
kemampuan
mengetahui
sekaligus
menyampaikan
ingatannya
bila
diperlukan. Hal ini termasuk mengingat
bahan-bahan, benda, fakta, gejala dan
teori.
Pertanyaan pemahaman (C2)
sebagai pertanyaan dengan proporsi
cukup banyak yaitu 11,49% juga
menunjukkan bahwa guru bertujuan agar
siswa
mampu
menggunakan
kemampuannya untuk memahami bahan
ajar sehingga mampu pula untuk
menjelaskannya. Hal ini dimaksudkan
pula untuk mengasah dan mempertajam
kemampuan
sebelumnya.
Proses
pemahaman terjadi karena adanya
kemampuan menjabarkan suatu materi
atau bahan ke materi atau bahan lain.
Siswa diharapkan mampu memahami
sesuatu antara lain memperkirakan
kecenderungan dan meramalkan akibatakibat dari berbagai sebab. Hasil belajar
dari pemahaman lebih maju dari ingatan
sederhana dan hafalan.
Selanjutnya pertanyaan aplikasi
(C3) yang apabila dianalisa proporsinya
mencapai 21,84%. Hal ini menunjukkan
bahwa guru ingin membangun kerangka
berpikir siswa ke arah yang lebih
kongkrit. Siswa diajak menggunakan
kemampuannya untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari dan
dipahami kedalam situasi konkrit, nyata,
dan baru. Kemampuan ini mencakup
penggunaan pengetahuan, aturan, rumus,
konsep, prinsip,hukum dan teori.
NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 160
Pemakaian pertanyaan tingkat
rendah
baik
pertanyaan
tingkat
pengetahuan (C1), pertanyaan tingkat
pemahaman (C2), dan pertanyaan
tingkat aplikasi (C3) sangat sering
digunakan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia di SMP 12 Malang terutama
pada kelas VII dan VIII. Penerapan ini
menunjukkan bahwa guru masih
bertujuan membangun kerangka berpikir
siswa dengan pola berpikir yang
sederhana.
Dalam
analisa
pertanyaan
tingkat tinggi yang digunakan oleh guru
adalah pertanyaan analisa (C4) dengan
proporsi 20,25%. Dengan pertanyaan ini
guru bertujuan untuk meningkatkan pola
berpikir siswa agar dapat menggunakan
kemampuannya untuk menguraikan
materi kedalam bagian-bagian atau
komponen-komponen
yang
telah
terstruktur dan mudah dimengerti.
Kemampuan menganalisis termasuk
mengidentifikasi
bagian-bagian,
menganalisis kaitan antar bagian serta
mengenali
atau
mengemukakan
organisasi dan hubungan antar bagian
tersebut. untuk memiliki kemampuan
menganalisis seseorang harus mampu
memahami isi atau substansi sekaligus
struktur
organisasinya.
Sedangkan
pertanyaan sintesis (C5) 8% dan
pertanyaan evaluatif (C6) 3% dalam
penelitian ini.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan tingkat kognisinya,
pertanyaan yang digunakan oleh guru
terdiri dari empat tingkat kognisi, yaitu
(1)tingkat pengetahuan, (2) tingkat
pemahaman, (3) tingkat aplikasi, dan (4)
tingkat analisis. Sementara itu untuk
tingkat sintesis dan evaluasi tidak
digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia di SMP
Negeri 12 Malang. Dalam rambu-rambu
identifikasi
ragam
pertanyaan
berdasarkan kognisinya, khususnya
untuk pertanyaan tingkat sintesis dan
evaluasi, dinyatakan bahwa pertanyaan
sintesis ditandai dengan kata-kata
menulis, memperkirakan, menghasilkan, memecahkan dan sebagainya.
Sedangkan pertanyaan evaluasi ditandai
dengan kata-kata bagaimana, yang
mana, tentukan dan apa setuju.
Berdasarkan fungsinya, secara
pragmatik guru menggunakan 8 fungsi
pertanyaan, yaitu (1) fungsi untuk
meminta penjelasan, (2) fungsi untuk
meminta konfirmasi, (3) fungsi untuk
memberi perintah, (4) fungsi untuk
menguji, (5) fungsi untuk memuji atau
mengejek,
(6)
fungsi
untuk
mengungkapkan keluhan, (7) fungsi
untuk meminta penjelasan, dan (8)
fungsi untuk memancing jawaban. Dan
secara teori interaksi kelas pertanyaan
guru meliputi 6 fungsi, yaitu (1) untuk
meningkatkan keterlibatan siswa dalam
belajar,
(2)
untuk
prapenilaian
pengetahuan, (3) mengecek pemahaman,
(4) menilai pengetahuan, (5) mendorong
siswa untuk berpikir, dan (6)
memajukan kecakapan berpikir siswa
pada tingkat lebih tinggi. Berdasarkan
analisis data, pertanyaan berdasarkan
fungsinya yang dipakai oleh guru dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di SMP
Negeri 12 Malang terdiri dari 6 fungsi,
sedangkan 2 fungsi pertanyaan yang
tidak digunakan adalah pertanyaan
untuk memuji atau mengejek dan
pertanyaan yang berfungsi untuk
mengungkapkan keluhan.
Berdasarkan
proporsi
pertanyaan menurut taksonomi Bloom
dari pembagian enam tingkatan kognitif
dapat
dihasilkan
sebanyak
87
pertanyaan. Dari jumlah tersebut hasil
penelitian
mendapatkan
distribusi
pertanyaan yaitu (1) pertanyaan
pengetahuan (C1) mencapai tingkat
proporsi terbanyak dengan 32,18% yang
digunakan sebanyak 28 kali, (2)
pertanyaan pemahaman (C2) mencapai
tingkat proporsi dengan 11,49% yang
digunakan sebanyak 10 kali, (3)
pertanyaan aplikasi (C3) mencapai
proporsi
dengan
21,84%
yang
NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 161
digunakan sebanyak 19 kali, (4)
pertanyaan tingkat analisis (C4)
mencapai tingkat proporsi dengan
21,84% yang digunakan sebanyak 19
kali. Sedangkan
pertanyaan tingkat
sintesis (C5) mencapai tingkat proporsi
10,35% dengan pertanyaan sebanyak 9
kali, dan pertanyaan evaluatif (C6)
5,75% dengan pertanyaan sebanyak 5
kali. Hal ini berarti guru cenderung
menggunakan
pertanyaan
dengan
tingkat berpikir yang cukup tinggi
karena masih ada keseimbangan diantara
distribusi pertanyaan yang disajikan.
Saran
Berdasarkan ringkasan dan
simpulan penelitian yang disampaikan di
atas,
untuk
lebih
meningkatkan
pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah, penelitian mengajukan saran
kepada berbagai pihak yang terkait
dalam proses pembelajaran bahasa
Indonesia di kelas, yaitu meliputi guru,
siswa, penyusun buku teks, para
pengambila kebijakan (pemerintah) dan
para peneliti. Saran-saran tersebut
disajikan sebagai berikut.
Pertama, bagi para guru
hendaknya mampu untuk menggunakan
pertanyaan sebagai media untuk
mengelola
interaksi
kelas
dan
meningkatkan daya kritis, kreatif dan
imajinasi siswa. Oleh karena itu, guru
dalam
menyampaikan
pertanyaan
hendaknya benar-benar memperhatikan
kaidah-kaidah tentang pertanyaan yang
baik karena pertanyaan merupakan
bagian penting dalam proses belajar
mengajar.
Pertanyaan
dapat
meningkatkan kualitas interaksi kelas,
mempengaruhi prestasi dan ketrampilan
berbahasa siswa.
Kedua, bagi para siswa,
pertanyaan guru adalah merupakan
model bagi siswa, sehingga para siswa
hendaknya mampu untuk mencermati
pertanyaan-pertanyaan yang digunakan
guru dengan baik. Dengan demikian
siswa akan mampu untuk memilih
bentuk-bentuk pertanyaan yang baik dan
bisa
menggunakannya
dalam
komunikasi dan mengajukan pertanyaan
untuk meningkatkan ilmu pengetahuan
pada masa yang akan datang.
Ketiga, bagi para pengambil
kebijakan, dalam menyusun kurikulum
hendaknya
betul-betul
mempertimbangkan
aplikasinya
di
lapangan, sehingga guru sebagai
pelaksana tidak terlalu dibebani target
kurikulum yang terlalu berat, yang
akhirnya berimbas pada rendahnya mutu
pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Abdulhaji. 1983. Pengantar Sintaksis
Bahasa Indonesia. Yogyakarta:
Penerbit Lukman.
Bloom. Benjamin S. 1969. Taxonomy of
Educational Objective. New
York: David McKay Company
Inc.
Bogdan, R.C., dan Bikle, S.K. 1982.
Qualita-tive Research for
Education: An Introduction to
Theory and Methods. Boston:
Allen and Bacon Inc.
Chomsky, Noam. 1957. Syntatic
Structure. The Hauge: Mouton.
DinasPendidikan Kabupaten Sumenep.
2004. Bunga Rampai karya
Ilmiah Siswadan Hasil
Penelitian Tindakan Kelas
Guru. Sumenep: Dinas
Pendidikan Kabupaten
Sumenep.
Diwandono, M. Soenardi. 1996. Tes
Bahasa Dalam Pengajaran.
Bandung: ITB Bandung
Furchan, Arief. 2005. Pengantar
Penelitian Dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Ghazali,H.A. Syukur. Pengantar
Pendekatan Pembelajaran
Bahasa Indonesia. Malang:
Universitas Islam Negeri
Malang.
Gronlund, Norman.1990. Measurement
and Evaluation in Teaching.
NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 162
New york: Macmillan
Publishing.
Hardaniwati, Menuk., Nuraeni, Esti.,
dan Sulastri, Hari. 2003. Kamus
Pelajar SLTP. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Hasibuan, J.J dkk. 1998. Proses Belajar
Mengajar: Ketrampipilan
mengajar Mikro. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Hud, M. Dan Zainal Fatah, S. 1988.
Tata bahasa Indonesia.
Yogyakarta: C.VKaryono.
Kartomiharjo, Soeseno. 1987.
Sosiolinguistic; Studi Tentang
Bahasa dan Seluk Beluk
Pengetrapannya dalam
asyarakat. Malang: P2LPTK
IKIP Malang.
Kasim, Abdullah. 1992. Metodologi
Penelitian Pendidikan.
Surabaya: IKIP Surabaya.
Kusno, B.S. 1985. Pengantar Tata
Bahasa Indonesia. Bandung:
CV Rossda Karya.
Mistar, H. Junaidi. 2006. Pedoman
Penulisan Tesis. Malang:
Universitas Islam Malang.
Moeliono, Anton. M. 1992. Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Musiran. 2000. Penggunaan Pertanyaan
Dalam Pengajaran Bahasa
Indonesia di Sekolah Desa.
Malang: PPS IKIP Malang.
Parera, J.D. 1986. Keterampilan
Bertanya dan Menjelaskan.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Purwanto M. Ngalim dan Alim, Djeniah.
2004. Metodologi Pengajaran
Bahasa Indonesia. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Ramlan, M. 1981. Ilmu Bahasa
Indonesia Sintaksis.
Yogyakarta : UP Karyono.
Rofi’uddin, Ah. 1990. Studi Tentang
Bentuk Dan Fungsi Pertanyaan
Dalam Interaksi Kelas Bahasa
Indonesia Dan Dalam Interaksi
Keluarga. Tesis tidak
diterbitkan. Malang : PPS IKIP
Malang.
Rofi’uddin, Ah. 1994. Sistem
Pertanyaan Dalam Bahasa
Indonesia. Disertasi Tidak
Diterbitkan. Malang : PPS IKIP
Malang.
Rofi’uddin, Ah. 1996. Pendekatan
Fungsional dan Aplikasi
Terhadap Telaah Pertanyaan
Respon dalam Bahasa
Indonesia. Malang : OPF IKIP
Malang.
Rusyana, Yus. Dan Samsuri. 1976.
Pedoman Penulisan Tata
Bahasa Indonesia. Jakarta :
Depdikbud.
Septy, A.P. 1996. Pertanyaan yang
Digunakan Mahasiswa dalam
Interaksi Kelas. Tesis Tidak
Diterbitkan. Malang : PPS IKIP
Malang.
Sugono, Dendy. 2003. Buku Praktis
Bahasa Indonesia. Jakarta :
Pusat Bahasa.
Sunarti. 2003. Pengaruh Bentuk Latihan
terhadap Peningkatan Hasil
Belajar Mengajar di SLTP
Negeri Tulungangung. Tesis
tidak diterbitkan. Malang :
Universitas Negeri Malang.
Wahab, Abdul. 1998. Isu Linguistik
Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Surabaya : Erlangga.
Wariaatmadja, Rochiati. 2005. Metode
Penelitian Tindakan Kelas.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan
Pembelajaran. Bandung : Pakar
Karya
NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 163
Download