KOMUNIKASI POLITIK KADER PARTAI DALAM PEMILIHAN KETUA

advertisement
KOMUNIKASI POLITIK KADER PARTAI DALAM PEMILIHAN
KETUA DPD PARTAI AMANAT NASIONAL KABUPATEN MUNA BARAT
*Ardin Ode Saeri **Muh. Zain Abdullah ***Saidin
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Halu Oleo, Kampus Bumi Thridharma Anduonohu, Kendari.
Email: [email protected]
ABSTRAK
Ardin Ode Saeri (C1D1 12 090), Komunikasi Politik Kader Partai Dalam
Pemilihan Ketua DPD Partai Amanat Nasional Kabupaten Muna Barat dibawah
bimbingan Muh. Zein Abdullah sebagai pembimbing I dan Saidin sebagai
pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan komunikasi politik Kader
PartaiAmanat Nasional (PAN) dalam pemilihan ketua DPD PAN Kabupaten
Mabarat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive, yakni orang-orang yang memiliki pengetahuan, informasi, pengalaman,
kecakapan serta menangani langsung hal-hal yang berkaitan dengan strategi
komunikasi politik kader parati PAN dalam pemilihan Ketua DPD PAN kabupaten
Muna Barat. Subjek penelitian, yaitu para Ketua Dewan Pimpinan Kecamatan (DPC)
sebagai pemilik hak suara.
Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode wawancara
terstruktur dan dokumentasi. Adapun teknik pemeriksaan keabsahan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik cross check data. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data induktif dengan langkahlangkah: reduksi data, kategorisasi dan unitisasi data, display data, dan pengambilan
kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Komunikasi politik kader Paratai
dalam Pemilihan Ketua DPD PAN kabupaten Muna Barat tidak berjalan dengan baik.
Meskipun semua kader dalam hal ini pemilik suara memiliki konsensus bersama
untuk membesarkan Partai Amanat nasional di Kabupaten Muna Barat tetapi strategi
politik dibidang kepemimpinan politik, ketokohan, kebersamaan dan kemampuan
negosiasi yang dimiliki oleh calaon ketua DPD PAN Muna Barat sangat kurang.
Sehingga berimplikasi
pada buruknya citra politik dan kurangnya partisipasi politik.
Kata Kunci: Komunikasi Politik, Musywarah Daerah
ABSTRACT
Ardin Ode Saeri (C1D1 12 090), Kader Party Political Communication in the
elections Chairman of the Party's National Mandate Council Muna West under the direction
of Muh. Zein Abdullah as mentor I and Saidin as mentors II.
This study aimed to describe the National (PAN) political communication
PartaiAmanat Kader in the presidential election of DPD PAN Mabarat District. This
research is a descriptive research using a qualitative approach. Determination of subjects in
this study using teleological, ie those with knowledge, information, experience, skills and
directly address issues related to the political communication strategy in the selection of
cadres Parati PAN PAN President Council Muna West. The research subjects, namely the
President of the District Executive Board (DPC) as the holder of the voting rights.
Method of collecting data from this research using the structured interview method
and documentation. The technique of verifying the validity of the data in this study using the
technique of cross-checking data. The data analysis techniques used in this study are
inductive data analysis techniques with the steps of data reduction, categorization and
unitization of data, display data and conclusions.
The results of this study indicate that the Political Communication cadres Paratai to
the chairman of the DPD PAN district elections, Muna West, are not going well. Despite all
the cadres in this case, voters have a common consensus to take over the National Mandate
Party in Muna West, but a political strategy in the area of political leadership, personality,
living together and negotiation owned by President DPD PAN Calaon Muna Barat very less.
So it has implications Weak political image and lack of political participation.
Keywords: Political communication, Regional Musyawarah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak merdeka para pendiri bangsa telah bersepakat untuk menjadikan negara
Indonesia sebagai negara demokrasi. Meskipun dalam pelaksanaanya sering dipelintir
sesuai dengan kepentingan pihak yang berkuasa. Nanti pasca runtuhnya rezim
Soeharto dan memasuki era reformasi indonesia telah memasuki era demokrasi
moderen. Partai politik sering dianggap sebagai salah satu atribut negara demokrasi
moderen, dan tidak ada seorang ahli pun dapat membantahnya, karena partai politik
sangat diperlukan kehadiranya bagi negara-negara yang berdaulat. Melalui Partai
Politik, rakyat dapat mewujudkan haknya untuk berkumpul dan
menyatakan
pendapat tentang arah kehidupan dan masa depannya dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Lahirnya Daerah Otonom Baru memunculkan wilayah kekuasaan politik baru
dengan harapan entitas wilayah akan muncul dalam kalkulasi politik yang lebih
representatif. Hal ini bukan hanya terjadi di dalam pemerintahan tetapi juga pada
partai politik tak terkecuali Partai Amanat Nasional (PAN). Setelah mekarnya Muna
Barat maka dibentuk pula Dewan Pimpinan Daerah PAN Kabupaten Muna Barat
melalui Surat Mandat Ketua DPP PAN Nomor/22/KPTS/K-S/073/X/2014.
Sebagai sebuah partai yang sudah lama berkecimpung dalam perpolitikan
nasional Partai Amanat Nasional (PAN) dapat dikatakan sebagai partai yang matang.
Hal ini dapat kita lihat dalam pemilihan ketua Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II
(DPD II) Partai Amanat Nasional Kabupaten Muna Barat periode 2016-2021. Ini
terjadi karena para kader mampu memaknai keberadaan PAN, sebagai partai nonsektarian dan non-diskriminatif, sehingga terbuka bagi siapa pun yang berasal dari
berbagai keyakinan, pemikiran, latar belakang etnis, suku, agama, dan jender. PAN
berdiri di atas landasan ideologis amanah dan nasionalitas untuk mampu memberikan
respons secara cerdas dan bertanggung jawab terhadap persoalan-persoalan bangsa
serta dalam memberikan kontribusi bagi terciptanya kehidupan politik yang
demokratis di Indonesia. PAN menyadari bahwa sebagai partai politik tak terelakkan
jika PAN bersinggungan secara intens dengan berbagai hal yang bersifat partikular
pada arus pertarungan kepentingan politik.
Namun demikian, amanah dan
nasionalitas merupakan landasan pembentuk kerja-kerja politik yang visioner.
Sebagai DPD yang baru terbentuk, DPD PAN Mubar baru melaksanakan
Musyawarah Daerah untuk memilih Ketua DPD periode 2015-2020 secara
demokratis pada tanggal 15-16 Juni 2016. Musyawarah Daerah menjadi ajang
pendidikan politik bagi kader partai PAN Mubar untuk belajar berdemokrasi dengan
mendorong para kader yang berkualitas untuk menjadi nahkoda dalam partai ini.
Dengan demikian partai ini dapat menjalankan fungsinya sebagai media interaksi
antara Negara dengan rakyat.
Bagi Michael Rush dan Phillip Althoff, komunikasi politik adalah proses
dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik
kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem
politik. Proses ini terjadi secara berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran
informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua
tingkatan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: “Bagaimana Komunikasi Politik Kader Partai Dalam Pemilihan Ketua
DPD Partai Amanat Nasional Kabupaten Muna Barat.
Kajian Pustaka
Komunikasi Politik
Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk
menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan
itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol ( Nimmo,
2005: 6).
Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari
pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah (Ramlan
Surbakti, 2010: 152). Komunikasi politik adalah proses di mana informasi politik
yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di
antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Kejadian tersebut
merupakan proses yang berkesinambungan, melibatkan pula pertukaran informasi di
antara individu-individu dengan kelompokkelompoknya pada semua tingkatan
masyarakat. Lagi pula tidak hanya mencakup penampilan pandangan-pandangan serta
harapan-harapan para anggota masyarakat, tetapi juga merupakan sarana dengan
mana pandangan dan asal-usul serta anjuran-anjuran pejabat yang berkuasa
diteruskan kepada anggota-anggota masyarakat selanjutnya juga melibatkan reaksireaksi anggota-anggota masyarakat terhadap pandangan-pandangan dan janji serta
saran-saran para penguasa.
Maka komunikasi politik itu memainkan peranan yang penting sekali di dalam
sistem politik: komunikasi politik ini menentukan elemen dinamis, dan menjadi
bagian menentukan dari sosialisasi politik, partisipasi politik, dan pengrekrutan
politik (Michael Rush dan Phillip Althoff, dalam Kartini Kartono 2007: 25).
Komunikasi Politik dan Ruang Lingkupnya
Komunikasi politik sebagai suatu proses yang berkesinambungan dan
melibatkan pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompokkelompoknya pada semua tingkatan masyarakat tentunya memiliki ruang lingkup.
Krans dan Davis sebagaimana dikutip oleh Ardial (2010: 29) melukiskan komunikasi
politik sebagai proses komunikasi massa dan elemen di dalamnya yang mungkin
mempunyai dampak terhadap perilaku politik. Dalam hal ini Davis membagi
komunikasi politik menjadi komunikasi massa dan sosialisasi politik, komunikasi dan
informasi politik, penggunaan media dan proses politik, dan konstruksi realitas politik
dalam masyarakat. Dalam semua segi itu tercakup di dalamnya masalah hubungan
media massa dengan pemerintahan.
Komunikasi politik pada dasarnya tidak terlepas dari adanya peranan media
massa. Media massa dalam hal ini dapat memberikan gambaran sejauh mana seluruh
proses politik itu mampu terintegrasi dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih
luas. Melalui media massa seperti surat kabar, radio, maupun televisi ini pada
umumnya terdapat informasi mengenai masalah-masalah politik yang ditujukan untuk
masyarakat luas. Meskipun tidak dipungkiri bahwa terkadang isu-isu hiburan di
media massa merupakan bagian utama yang ditonjolkan. Berdasarkan pendapat di
atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik merupakan prasyarat yang
diperlukan bagi berlangsungnya fungsifungsi lainnya seperti fungsi artikulasi,
agregasi, sosialisasi, dan rekrutmen. Oleh karena itu, komunikasi politik sangat
berkaitan erat dengan sistem politik.
Tujuan Komunikasi Politik
Tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik yang
disampaikan komunikator politik. Sesuai dengan tujuan komunikasi, maka tujuan
komunikasi politik itu adakalanya sekadar penyampaian informasi politik,
pembentukan citra politik, pembentukan public opinion (pendapat umum) dan bisa
pula menghandel pendapat atau tuduhan lawan politik. Selanjutnya komunikasi
politik bertujuan menarik simpatik khalayak dalam rangka meningkatkan partisipasi
politik (Ardial, 2010: 44).
Membangun Citra Politik
Salah satu tujuan komunikasi politik adalah membangun citra politik yang
baik bagi khalayak. Citra politik itu terbangun atau terbentuk berdasarkan informasi
yang kita terima, baik langsung maupun melalui media politik, termasuk media massa
yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual (Arifin,
2006: 1).
Membentuk dan Membina Pendapat Umum
Pembentukan pendapat umum dalam komunikasi politik, sangat ditentukan
oleh peranan media politik terutama media massa. Memang pers, radio, film dan
televisi, selain memiliki fungsi memberi informasi, mendidik, menghubungkan dan
menghibur, juga terutama membentuk citra politik dan pendapat umum yang
merupakan dimensi penting dalam kehidupan politik (Arifin, 2006: 11). Setiap sistem
politik mengembangkan jaringan komunikasi politiknya sendiri, dan mengakui
pentingnya sumber-sumber khusus; sedang saluran-saluran dan para pendengar akan
berbeda menurut jenis media yang digunakan.
Mendorong Partisipasi Politik
Partisipasi politik sebagai tujuan komunikasi politik dimaksudkan agar
individu-individu berperan serta dalam kegiatan politik (partisipasi politik) (Arifin,
2006: 11). Sehingga salah satu bentuk partisipasi politik yang penting adalah ketika
seseorang (khalayak) mau memberikan suaranya untuk seorang politikus maupun
partai politik tertentu dalam pemilihan umum.
Sesuai dengan pendapat di atas mengenai tujuan komunikasi politik dapat
diambil kesimpulan bahwa, tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan pesan
politik yang disampaikan komunikator politik. Tujuan komunikasi politik secara
umum terdiri dari tiga tujuan yaitu, membangun citra politik, membentuk dan
membina pendapat umum, dan mendorong partisipasi politik.
Dampak Komunikasi Politik
Dampak komunikasi politik seperti citra politik dan pendapat umum serta efek
distribusi partisipasi politik yang dapat diukur adalah hasil pemungutan suara dalam
pemilihan umum. Strategi komunikasi politik yang harus digunakan ialah merawat
ketokohan sebagai pahlawan politik, membesarkan partai, menciptakan kebersamaan,
serta membangun konsensus berdasarkan visi, misi dan program politik yang jelas.
Kegiatan pemilihan umum yang berkaitan langsung dengan komunikasi
politik ialah kampanye dan pemungutan suara. Kampanye pemilihan umum
merupakan suatu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa)
dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan
lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di negara demokrasi sangat
dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik
propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selaku komunikator
politik (Arifin, 2006: 39-40).
Strategi Komunikasi Politik
Hakikat strategi dalam komunikasi politik adalah keseluruhan keputusan
kondisional pada saat ini tentang tindakan yang akan dijalankan guna mencapai
tujuan politik pada masa depan (Ardial, 2010: 73). Karena pada kenyataannya
keberadaan pemimpin politik sangat dibutuhkan dalam setiap aktivitas kegiatan
komunikasi politik. Setelah itu, langkah yang tepat bagi seorang komunikator politik
untuk mencapai tujuan politik ke depan antara lain dengan merawat ketokohan yang
telah melekat pada diri komunikator politik tersebut serta memantapkan kelembagaan
politiknya.
Menurut Ardial (2010: 73) ketika komunikasi politik berlangsung, justru yang
berpengaruh bukan saja pesan politik, melainkan terutama siapa tokoh politik
(politikus) atau tokoh aktivis dan profesional dan dari lembaga mana yang
menyampaikan pesan politik itu. Dengan kata lain, ketokohan seorang komunikator
politik dan lembaga politik yang mendukungnya sangat menentukan berhasil atau
tidaknya komunikasi politik dalam mencapai sasaran dan tujuannya.
Keberadaan Pemimpin Politik
Menurut Ardial (2010: 77-78) kategorisasi kepemimpinan dapat dilakukan
atas tiga kriteria, yaitu: (1) proses kepemimpinan dan karakter pemimpin; (2) hasil
kepemimpinan;
dan
(3)
sumber
kekuasaan.
Pertama,
berdasarkan
proses
kepemimpinan. Artinya kepemimpinan demokratis yang menganggap kekuasaan
dibagi dengan orang lain dan dilaksanakan untuk menghormati martabat pribadi
manusia. Keberadaan demokrasi tidak hanya bergantung pada mekanisme penentuan
pemimpin, tetapi juga bergantung pada adanya pemimpin yang berkepribadian
demokratis. Dalam hal ini, pemimpin yang mempertahankan dan menyempurnakan
nilai-nilai dan lembaga-lembaga demokrasi, termasuk di dalamnya kemampuan
menahan diri dalam menggunakan kekuasaan. Demokrasi bukanlah pemerintahan
oleh beberapa orang elit, tetapi pemerintahan oleh beberapa pemimpin.
Kedua, masih berkaitan dengan proses kepemimpinan. Kepemimpinan dapat
juga diklasifikasi berdasarkan karakter pemimpin. Karakter politik yang dimaksud
berupa seberapa aktif pemimpin dalam menunaikan tugasnya, dan seberapa tinggi
pemimpin menilai tugasnya. Berdasarkan karakter politik ini, kepemimpinan dibagi
menjadi empat, yaitu: pasif-positif, aktif-negatif, pasif-negatif, dan aktif-positif.
Selanjutnya berdasarkan sumber kekuasaan, kepemimpinan dibagi tiga, yaitu:
kepemimpinan rasional, tradisional, dan kharismatik. Kepemimpinan rasional yang
bersumberkan kewenangan legal beranjak dari legalitas pola-pola peraturan normatif,
dan hak orang-orang yang terpilih memiliki kewenangan berdasarkan peraturan
tersebut untuk mengeluarkan perintah.
Kepemimpinan tradisional bersumberkan kewenangan tradisional, yang
beranjak dari kepercayaan yang sudah mapan terhadap tradisi dan legitimasi orang
yang memiliki kewenangan berdasarkan tradisi yang dianggap keramat tersebut.
Sebaliknya, kepemimpinan kharismatik berpegang pada kekaguman masyarakat
terhadap pemimpin yang memiliki kelebihan yang luar biasa, dan karena itu juga
terhadap peraturan ataupun perintah yang dikeluarkannya.
Ketokohan dan Kelembagaan
Langkah pertama yang dapat diambil dalam strategi komunikasi politik untuk
pencitraan politik, ialah dengan cara merawat ketokohan dan memantapkan
kelembagaan. Hal ini berarti bahwa dengan ketokohan seorang politikus dan
kemantapan lembaga politik yang dimilikinya dalam masyarakat, akan memberikan
pengaruh tersendiri dalam proses komunikasi politik. Di samping merawat ketokohan
dan memantapkan kelembagaan, diperlukan pula kemampuan dan dukungan lembaga
dalam menyusun pesan politik, menetapkan metode dan memilih media politik yang
tepat agar proses komunikasi politik berjalan dengan baik.
Menciptakan Kebersamaan
Langkah strategis kedua yang harus dilakukan seorang komunikator politik
untuk mencapai tujuan komunikasi politik adalah menciptakan kebersamaan antara
politikus dengan masyarakat (khalayak). Hal ini dilakukan dengan cara mengenal
masyarakat dan menyusun pesan politik yang sesuai dengan kondisi masyarakat
tersebut. Anwar Arifin (2006: 63-64) menyatakan bahwa suasana homofili yang harus
diciptakan antara politikus dengan khalayak adalah persamaan bahasa (simbol
komunikasi), persamaan busana, persamaan kepentingan dengan khalayak terutama
mengenai pesan politik, metode dan media politik. Namun yang sangat penting
adalah siapa tokoh yang akan melakukan komunikasi kepada khalayak. Artinya,
politikus atau aktivis telah memiliki banyak persamaan dengan khalayaknya.
Negosiasi
Komunikasi bisa menjadi mudah dan bisa juga sulit, tergantung pada orang
yang akan mengomunikasikan sesuatu. Negoisasi bisa menjadi bagian yang selalu
muncul dalam kegiatan komunikasi politik. Menurut Ardial (2010: 99-100), negosiasi
bisa dijadikan salah satu strategi komunikasi politik. Karena dalam negosiasi penuh
dengan berbagai gaya dan seni, sehingga negosiasi bisa berjalan lancar. Negosiasi
sangat terkait dengan komunikasi persuasif atau komunikasi yang membujuk.
Ardial (2010: 101) menyatakan bahwa semua permasalahan yang timbul dapat
dipahami bahwa dalam bernegosiasi kebebasan mengeluarkan pikiran dan integritas
kedua belah pihak mutlak menjadi syarat utama. Penempatan kedua pihak yang akan
bernegosiasi dalam posisi “menang-menang” menjadi bermanfaat dalam negosiasi.
Hal ini tentu akan lebih dipermudah dengan adanya persamaan kepentingan dari
kedua pihak.
Para negoisator yang sukses memiliki tujuan umum maupun khusus dan telah
menyusun rencana bagaimana mencapai tujuan tersebut sebelum berada di meja
negosiasi. Dengan demikian, mereka menjadi produktif dan mengarahkan para
negosiator ke arah tercapainya tujuan mereka, dan bukan semata-mata bereaksi
terhadap proposal pihak lain (Ardial, 2010: 102).
Dalam negosiasi akan selalu dijumpai tawar menawar. Negoisator yang baik
akan mempunyai kekuatan tawar menawar (bargaining power) yang baik untuk
menegosiasikan hasil negosiasi yang dilaksanakannya. Disarankan untuk pertama kali
mengenali kekuatan (power) yang akan digunakan dalam tawar menawar. Karena
aspek kekuatan ini sangat mempengaruhi hasil negosiasi. Hal ini menyangkut tawaran
atau permintaan yang diajukan diterima. Setelah menilai kekuatan tawar menawar
anda, pertimbangkan kembali sasaran anda (Ardial, 2010: 103).
Menurut Ludlow dan Panton sebagaimana dikutip oleh Ardial (2010: 103),
strategi yang paling baik diterapkan dalam negosiasi adalah keefektivan dari konteks
strategi yang sedang berlangsung. Hingga jika anda gagal menemukan strategi yang
tepat, anda mungkin akan menemukan kesulitan dalam mencapai hasil yang
diharapkan.
Partai Politik
Menurut Budiardjo (2009:403), partai politik adalah suatu kelompok yang
terorganisir, yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita
yang sama . Sedangkan menurut Sigmund Neuman dalam Silahudin (2011:69-70),
partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang
aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada
menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan
rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
Lebih lanjut menurut Rusadi, partai politik adalah organisasi manusia dimana
didalamnya terdapat pembagian tugas dan petugas untuk mencapai suatu tujuan,
mempunyai ideologi (political doctrine, political ideal, poltical thesis, ideal
objective), mempunyai program politik (political platform, material objective)
sebagai rencana pelaksanaan atau cara pencapain tujuan secara lebih pragmatis
menurut pentahapan jangka dekat sampai yang jangka panjang serta mempunyai ciri
berupa keinginan untuk berkuasa (power endeavor).
Menurut Joseph Lapalombara dan Jeffrey Anderson dalam Basri (2011: 117118), partai politik adalah setiap kelompok politik yang memiliki label dan organisasi
resmi yang menghubungkan antara pusat kekuasaan dengan lokalitas, yang hadir saat
pemilihan umum, dan memiliki kemampuan untuk menempatkan kadindat pejabat
publik melalui kegiatan pemilihan umum, baik bebas maupun tidak bebas.
Partai politik merupakan salah satu saja dari bentuk pelembagaan sebagai
wujud ekspresi ide-ide, fikiran-fikiran, pandangan, dan keyakinan bebas dalam
masyarakat demokratis. Keberadaan setiap partai politik ditentukan oleh 2 faktor:
pertama, status hukum partai politik sebagai badan hukum (rechtspersoon), sehingga
dapat menjadi subjek yang diakui sah untuk melakukan perbuatan hukum pada
umumnya. Sedangkan yang kedua, status partai politik itu dalam dalam kegiatan
pemilu, yaitu apakah partai politik itu berhak menjadi peserta atau tidak ditentukan
oleh sejauh mana partai politik yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang
ditentukan untuk itu (Asshiddiqie, 2006: 53).
Fungsi Partai Politik
Fungsi partai politik disetiap Negara demokrasi cukup penting. Terutama jika
dikaitkan dengan fungsi perwakilan kepentingan elemen masyarakat yang mereka
bawakan. Partai politik menerjemahkan kepentingan tersebut ke dalam kebijakan
pemerintah. Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan
kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi
tertentu. Ketika melaksanakan fungsi itu partai politik dalam sistem politik demokrasi
melakukan tiga kegiatan, meliputi seleksi calon-calon, kampanye, dan melaksanakan
fungsi pemerintahan, legislatif/eksekutif (Surbakti, 2007:116).
David McKay dalam Basri (2011:119-121), kajiannya atas partai-partai
politik di Amerika Serikat, ia berkesimpulan bahwa partai politik memiliki fungsi
sebagai
berikut:
agregasi
kepentingan,
memperdamaikan
kelompok
dalam
masyarakat, staffing government , mengkoordinasi lembaga-lembaga pemerintah dan
mempromosikan stabilitas politik. Lebih lanjut Janos Simon membagi fungsi partai
politik menjadi 6, yaitu: fungsi sosialisasi politik, fungsi mobilisasi politik, fungsi
representasi politik, fungsi partisipasi politik, fungsi legitimasi politik dan fungsi
aktivitas dalam sistem politik. Sedangkan menurut Surbakti (2007: 117), fungsi partai
politik adalah sebagai berikut: sosialisasi politik, rekrutmen politik, partisipasi politik,
pemadu kepentingan, komunikasi politik, pengendali konflik dan kontrol politik.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Dewan Perwakilan Daerah Partai
Amanat Nasional (DPD PAN) Kabupaten Muna Barat.
Teknik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini
adalah:
a.
Wawancara adalah metode pengmbilan data dengan cara menanyakan
sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakapcakap secara tatap muka.Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan
dengan menggunakan pedoman wawancara.
b.
Observasi yaitu melakuka pengamatan dan pencatatan secara sistimatik
terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala
dalam objek penelitian.
c.
Studi Kepustakaan Peneliti mengumpulkan data-data tertulis seperti
literatur-literatur yang berhubungan dengan kajian teoritik penelitian dan
dokumen-dokumen tertulis yang berhubungan dengan objek penelitian.
Sumber Data
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga data yang dihasilkan dalam
penelitian ini adalah data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Jenis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer. Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh dari
narasumber. Dalam hal ini data diperoleh langsung dari Ketua DPD PAN Kabupaten
Muna Barat terpilih, dan Sekretaris Umum DPD PAN Kabupaten Muna Barat
maupun informan tertulis lainnya dengan cara wawancara Data sekunder adalah data
yang dikumpulkan melalui buku-buku literatur, laporan dan hasil penelitian yang
ada kaitannya dengan permasalahan penelitian serta
melalui media lain yang
bersumber dari literatur.
Teknik Analisis Data
Teknik analaisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis
interaktif (Miles dan Huberman1984;15-21): yaitu mulai dari pengumpulan data,
reduksidata,penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
HASIL PENELITIAN
Sejarah Berdirinya Partai Amanat Nasional (PAN)
Sejak awal berdirinya Partai Amanat Nasional (PAN) mempunyai visi yang
sangat tinggi untuk membela kepentingan rakyat. Hal ini dapat dilihat pada Platform
Partai Amanat Nasional (PAN) bagian C bahwa visi Partai Amanat Nasional adalah
terwujudnya PAN sebagai partai politik terdepan dalam mewujudkan masyarakat
madani yang adil dan makmur, pemerintahan yang baik dan bersih, di dalam negara
Indonesia yang demokratis dan berdaulat serta diridhoi Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa. Partai Amanat Nasional berasaskan akhlak politik berlandaskan agama
yang membawa rahmat bagi sekalian alam (AD/ART PAN, pasal 4). Merujuk pada
AD/ART tersebut maka PAN harus mampu mencurahkan perhatianya terhadap
kondisi umat dan bangsa Indonesia.
Pasca reformasi tahun 1998, Amien Rais banyak ditawari untuk bergabung ke
partai politik. Amien Rais yang dikenal sebagai tokoh reformasi, masyarakat banyak
berharap kepadanya, namun Amien Rais tidak langsung menerima tawaran untuk
bergabung ke partai politik. Namun Desakan
muncul dari berbagai kalangan,
misalnya dari MARA (majlis Amanat Rakyat), PPSK (Pusat Pengkajian Strategi
Kebijakan), kelompol Tebet Society, para tokoh Muhammadiyah dan lain-lainnya.
Sejarah berdirinya PAN tidak terlepas dari hasil Tanwir Muhammadiyah di
Semarang, April 1998. Pada tanggal 5-7 juli 1998 di laksanakan Tanwir
Muhammadiyah di Semarang yang dihadiri oleh jajaran Pimpinan Pusat
Muhammadiyah serta utusan tingkat wilayah (Provinsi) se-Indonesia. Dalam Tanwir
tersebut, point penting keputusan adalah agar Muhammadiyah mendirikan partai baru
sebagai aspirasi bagi warganya. Namun, dalam keputusan resmi dinyatakan bahwa
Muhammadiyah tidak akan pernah berobah menjadi partai politik, tetapi warga
Muhammadiyah diberikan kebebasan dan keleluasaan untuk terlibat dalam partai
politik sesuai dengan minat dan potensinya.
Pada tanggal 18 Juli 1998 pagi, Amien Rais kembali berkunjung kerumah
Anwar Harjono dengan di temani oleh Dawam Raharjo. Saat itu hadir juga tokohtokoh teras PPP seperti Buya Ismail Hasan Meutarum, Aisyah Amini dan Husein
Umar. Saat itu mereka menawarkan kepada Amien Rais untuk bergabung dengan
PPP. Husein Umar mengatakan bahwa bagai manapun PPP adalah hasil fusi partaipartai Islam. Karena itu sebagai salah seorang tokoh ummat, Amien Rais mempunyai
kewajiban untuk menyelamatkan ummat dari perpecahan. Sementara itu Dawam
Raharjo menentang keras usulan ini, bahkan secara tegas mendorong Amien Rais
untuk segera membuat partai baru. Dalam pertemuan tersebut tidak ada satu
keputusan atau kesepakan penting yang diperoleh.
Pada tanggal 22 Juli 1998, Amien Rais mengadiri pertemuan MARA di Hotel
Borobudur. Dalam acara yang membahas situasi dan kondisi politik yang
berkembang, hadir antara lain Gunawan Muhammad, Fikri Jufri, Dawam Rahardjo,
Zumrotin dan Ismed Hadad. Mereka kemudian menyimpulkan bahwa terombang
ambingnya Amien Rais disebabkan karena kelambanan dan tidak adanya sikap yang
tegas dari MARA. Dari diskusi tersebut, Gunawan Mohammad kemudian
menyimpulkan bahwa disepakati perlunya MARA mempersiapkan pembentukan
partai disamping pungsinya semula sebagai gerakan moral.
Kemudian pada tanggal 23 Juli 1998, Amien Rais bertemu dengan tokohtokoh PPP dikawasan Pondok Indah Jakarta. Dalam acara tersebut hadir Bachtiar
Chamsyah, Aisyah Amini, Faisal Baasir, Yusuf Syakir, Fuad Bawazir dan lain-lain.
Dalam pertemun tersebut pokok pembicaraan adalah bagai mana supaya Amien Rais
mau bergabung dengan PPP, bahkan Amien Rais ditawari ketua PPP dalam
muktamar PPP yang akan segera dipercepat akan tetapi, lagi-lagi Amien Rais belum
memberikan keputusan.
Tanggal 27 Juli, Amien Rais kembali menghadiri pertemuan MARA di Galeri
Cemara, Jakarta. Hadir dalam acara tersebut antara lain: Goenawan Mohammad,
Mukhtar Pabottinggi dan Albert Hasibuan. Selesai pertemuan, diadakan konferensi
pers. Dalam kesempatan ini pak Amien menyinggung lagi tentang rencana pendirian
partai, ia menyebut bahwa platform partai, saat itu sedang dipersiapkan lebih lanjut,
diutarakan bahwa untuk bidang politik dipimpin oleh Mukhtar, hukum oleh Albert,
sedangkan Economi oleh Anggito Abimanyu, Faisal Basri. Seusai acara, Amien
menemui Goenawan dan berbicara empat mata. Amien Rais menceritakan lamaran
tokoh-tokoh PPP beberapa hari sebelumnya. Ternyata Goenawan memberikan respon
positif. Amien Amien kemudian berfikir, bagaimana mengawinkan partai yang akan
dilahirkan MARA dengan PPP yang akan direformasi.
Usai pertemuan Amien Rais langsung berangkat menuju kantornya Amin
Aziz di Tebet. Disitu telah menunggu Syafi Ma’arif, Sutrisno Muhdam, A.M.Fatwa
dan Dawam Raharjo. Mereka mendiskusikan untung dan ruginya membuat partai
baru atau bergabung dengan PPP. Kesimpulannya, baik mendirikan partai baru
maupun bergabung dengan PPP sama-sama memiliki keunggulan sekaligus
kelemahan. Idealnya adalah bila partai yang akan didirikan MARA dapat merger
dengan PPP.
Tanggal 3 Agustus, Amien Rais kembali bertemu tokoh-tokoh PPP di Pondok
Indah. Hadir dalam acara tersebut antara lain: Yusuf Syakir, Aisyah Amini, Tosari
Wijaya, Bachtiar Hamzah, Ali Hardi Kiay Demak, Faisal Baasir, Salahuddin Wahid.
Sementara Amien Rais ditemani oleh Sutrisno Bachir. Dalam pertemuan ini,
kemungkinan Amien Rais bergabung dengan PPP semakin kongkrit. Yusuf Syakir
selaku juru bicara, menyampaikan hal-hal yang lebih lebih kongkrit dibanding
pertemuan sebelumnya.
Tanggal 5 Agustus 1998, Amien Rais menghadiri pertemuan yang
dilaksanakan di Wisma Tempo, Sirnagalih, Jawa Barat. Pertemuan ini dihadiri oleh
tiga kelompok. Pertama, PPSK yang diwakili oleh Mohtar Mas’ud, Rizal
Panggabean, Chairil Anwar, dan Machfud. Kedua, kelompok Tebet diwakili oleh
Amin Aziz, Dawam Raharjo, A.M.Fatwa, Abdillah Toha dan A.M.Lutfi. Ketiga,
kelompok MARA diwakili oleh Goenawan Mohamad, Albert Hasibuan, Zumrotin,
Nusyahbani Kacasungkana dan Ismed Haddad. Amien Rais berada disini sebentar,
karena ia harus segera kebandara Soekarno-Hatta untuk pergi keluar negeri bersama
Syafi’i Ma’arif.
Komunikasi yang dilakukan dengan berbagai tokoh politik dari PPP terus
dilakukan oleh Amien Rais. Nampaknya tidak terdapat kesepakatan Amien Rais
dengan PPP maupun PBB. Dalam suatu kesempatan, Amien Rais muncul di TV
menyampaikan kapada public bahwa ia akan mendirikan sebuah partai baru. Partai
tersebut nantinya adalah partai yang bersifat terbuka, mandiri yang terdiri dari tokoh
kintas agama, lintas etnis, maupun lintas pemikiran. Partai tersebut diharapkan bisa
dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1998, bertepatan dengan hari kemerdekaan
RI.
Maka mulai saat itu semua persoalan menjadi jelas. Segala spekulasi dan
kesimpang siuran berita seputar rencana Amien Rais mendirikan partai politik baru,
dan juga tarik mernarik antar berbagai kekuatan politik untuk meminangnya, berakhir
sudah. Amien Rais akan tampil dengan partai baru, baru dalam segala aspeknya, baru
lembaganya, baru orang-orangnya, baru visinya serta baru nama dan lambang
partainya.
Akhirnya dalam rapat pleno PP Muhammadiyah pada tanggal 22 Agustus
1998 di gedung Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Amien Rais mohon izin untuk
mendirikan dan memimpin partai politik yang diberi nama PAN dan akan
dideklarasikan pada 23 Agustus 1998. Semula deklarasi akan dilaksanakan pada
tanggal 17 Agustus 1998, namun karena ada faktor teknis deklarasi tersebut baru bisa
dilaksanakan pada hari Minggu di Istora Senayan Jakarta yang dihadiri oleh puluhan
ribu massa. Maka secara resmi berdirilah PAN yang langsung diketuai oleh Amien
Rais. Saat ini PAN sudah berusia sembilsn belas tahun.
Sejarah DPD PAN Kabupaten Muna Barat.
DPD PAN Kabupaten Muna Barat adalah kesatuan organisasi dan
kepemimpinan Partai Amanat nasional di tingkat Kabupaten. DPD PAN Kabupaten
Muna Barat terbentuk sejak tahun 2014, berdasarkan Surat Keputusan Dewan
Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara, Nomor:
PAN/22/Kpts/K-S/073/X/2014 Tentang Pengesahan
Pengurus Pelaksana Dewan
Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional Kabupaten Muna Barat Tahun 2014
dengan diketuai oleh Ir. Rachmawati Badallah.
Berdasarkan Anggran Rumah Tangga PAN Bab III Pasal 16 ayat (1), DPD
adalah
pimpinan
eksekutif
tertinggi
dalam
memimpin
partai
di
tingkat
Kabupaten/Kota untuk masa jabatan lima tahun. Kemudian dalam Pasal 16 ayat (2),
disebutkan bahwa DPD berfungsi melaksanakan kerja-kerja partai di tingkat
Kabupaten/Kota terkait konsolidasi, koordinasi dan optimalisasi kegiatan partai
dalam menghimpun, merumuskan, dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Tugas,
wewenang, dan tanggung jawab DPD tercantum dalam Pasal 16 ayat (3), yaitu:
a. Menentukan kebijakan partai di tingkat Kabupaten/Kota sesuai dengan Anggran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusankeputusan Kongres dan
Musyawarah Wilayah, dan Musyawarah Daerah, keputusan-keputusan Rapat
Kerja Nasional, Rapat Kerja Wilayah dan Rapat Kerja Daerah, dan keputusan
partai lainnya sesuai Pedoman Organisasi; Melakukan konsolidasi organisasi
secara struktural mulai dari Dewan Pimpinan Cabang hingga Dewan Pimpinan
Ranting, Pimpinan Rayon dan Sub Rayon; Mengesahkan susunan pengurus
Dewan Pimpinan Cabang sesuai hasil keputusan Musyawarah;
b. Membatalkan, meluruskan, dan memperbaiki keputusan yang diambil oleh
Dewan Pimpinan Cabang yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Kongres, keputusan-keputusan
Rapat Kerja Nasional, Rapat Kerja Wilayah, Rapat Kerja Daerah, Rapat Kerja
Cabang serta keputusankeputusan partai lainnya sesuai pedoman organisasi;
c. Melakukan penyesuaian terhadap struktur kepengurusan yang ada di tingkat
Dewan Pimpinan Daerah melalui penambahan atau pengurangan unit-unit kerja
sesuai kebutuhan partai; Mengangkat Pelaksana Tugas Ketua Dewan Pimpinan
Cabang ketika terjadi kekosongan jabatan pimpinan partai di tingkat tersebut;
d. Melaksanakan kewenangan-kewenangan lainnya di tingkat Kabupaten/kota yang
diberikan oleh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusankeputusan Kongres, Musyawarah Wilayah dan Musyawarah Daerah, Keputusankeputusan rapat kerja Nasional, Rapat Kerja Wilayah, Rapat Kerja Daerah,serta
keputusankeputusan partai lainnya sesuai Pedoman Organisasi; Dewan Pimpinan
Daerah dapat membentuk lembaga, alat kelengkapan partai, organisasi otonom,
komite-komite aksi dan unitunit kerja lainnya di tingkat Daerah untuk
melaksanakan kegiatan sesuai program partai;
Dewan pimpinan Daerah dapat melakukan pergantian fungsionaris pengurus
Dewan Pimpinan Daerah dan melakukan penyesuaian terhadap struktur pengurus
lembaga, alat kelengkapan partai, organisasi otonom, komite-komite aksi dan unitunit kerja lainnya di tingkat Daerah melalui penambahan atau pengurangan komposisi
personalia.
PEMBAHASAN
Komunikasi Politik Kader Partai Dalam Pemilihan Ketua DPD PAN Kabupaten
Muna Barat
Kegiatan Musywarah Daerah yang diadakan oleh suatu partai politik
merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kemajuan dan kejayaan sebuah
paratai. Karena musyawarah daerah merupakan proses demokratisasi di internal
partai untuk mememilih pengurus baru yang bertujuan untuk melakukan regenerasi
dan revitalisasi dalam partai politik. Selain itu musyawarah juga menjadi tempat
untuk mengevaluasi tugas dari pengurus yang lama dan membahas program kerja
pengurus baru selama lima tahun.
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada Bab sebelumnya bahwa musyawarah
daerah DPD partai Amanat Nasional kabupaten Muna Barat telah menghasilkan
pengurus baru, dibwah kepemimpianan LM. Rajiun Tumada berdasarkan Surat
Keputusan Nomor: PAN/A/22/Kpts/K-S/35/IX/2016. Keputusan ini sempat menuai
kontroversi karena ada sebagain kader partai Amanat Nasional di daerah yang tidak
terima dengan keputusan ini dengan alasan yang ditetapkan sebagai ketua bukan
merupakan bagian dari anggota Formatur yang terpilih. Pada Musyawarah Daerah
Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional di Kota Bau-bau tanggal 15-16 Juni
2016, melahirkan 5 orang frmatur yang terdiri dari; Amiluddin ST, Rachmawati
Badalah, Alimudin, Ramlan dan La Ode Koso SP. Dari anggota 5 orang formatur,
dua orang yang mencalonkan diri sebagai ketua formatur/ketua DPD PAN kabupaten
Muna Barat yaitu Amiluddin ST,dan Rachmawati Badallah.
Sebagaimana Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggga Partai Amanat
Nasional pada pasal 15 poin (3) huruf (d) menyatakan bahwa Dewan Pimpinan
Wilayah memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk: membatalkan,
meluruskan dan memperbaiki keputusan yang diambil oleh Dewan Pimpinan Daerah
yang bertentangan dengan Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Keputusankeputusan Kongres, Musywarah Wilayah, Musyawarah daerah, Keputusan-keputusan
rapat kerja Nasional dan rapat kerja daerah serta keputusan- keputusan partai lainnya
sesuai pedoman organisasi. Dalamyang lain yakni pasal 44 Poin (3) huruf (b)
menyatakan bahwa Dengan alasan kuat dan dapat dibuktikan bahwa usulan tersebut
masih memiliki kekurangan, kelemahan, dan atau bertentangan dengan ketentuanketentuan Partai setelah diputuskan dalam rapat harian, dapat menunda menerbitkan
surat keputusan Pengangkatan Kepengurusan DPD dan MPP DPD tersebut untuk
selanjutnya diperbaiki dan diajukan kembali selambat-lambatnya 15 (lima belas hari )
setelah ada pemberitahuan dari DPW PAN.
Terlihat pada bunyi kedua pasal ini memberi ruang sangat besar pada Dewan
Pimpinan Wilayah untuk mengintervensi hasil Musyawarah Daerah. Berdasarkan
ketentuan pasal 15 dan 44 ini maka DPW PAN Sultra memiliki kewenangan untuk
mengambil alih penyusunan komposisi kepengurusan pada DPD Partai Amanat
Nasional Kabupaten Muna Barat sebab terjadi kekisruhan pada penentuan ketua.
Setelah mengambil alih, Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
memutuska LM. Rajiun Tumada, M.si sebagai ketua DPD PAN Muna Barat
berdasarkan Surat Keputusan Nomor: PAN/ A/22/Kpts/K_S/35/IX/2016 Tentang
Pengesahan Pengurus Dewan Pimpinan Daerah ParataiAmanat Nasional Kabupaten
Muna Barat Periode 2015-2020.
Penetapan LM. Rajiun Tumada sebagai keua DPD PAN sempata mendapat
reaksi penolakan dari kubu Rachmawati Badalla, tetapi sebagian besar para ketua
DPC PAN Muna Barat menerima keputsan tersebut. Hasil pengamatan dari penulis,
lahirnya ketua DPD yang berasal dari luar organisasi dan bahkan tidak masuk dalam
anggota formatur hasil musyawarah DPD PAN Muna Barat merupakan dampak
komunikasi politik yang tidak berjalan baik dintara sesama calon ketua formatur
dan/anggota formatur, calon ketua formatur dengan para ketua DPC, maupun calon
ketua formatur dan/anggota formatur dengan Dewan Pimpinan Wilayah. Hal ini dapat
dilihat pada strategi komunikasi politik yang dibangun oleh kedua calon ketua DPD
PAN Muna Barat.
Proses Komunikasi Politik Secara Primer
Seperti yang telah dibahas dalam pola komunikasi yang dilakukan para calon
ketua DPD PAN Mubar bahwa sebelum pelaksanaan maupun dalam pelaksanaan
musyawarah daerah telah sebuah komunikasi primer. Dimana telah terjadi
pembicaraan antara para calon ketua dengan para ketua DPC yang memiliki hak
suara. Dalam pertemuan itu masing-masing menyampaikan gagasan untuk kemajuan
DPD PAN Muna Barat, sekaligus para calon ketua DPD PAN mengutarakan
keinginannya untuk menjadi ketua DPD PAN Muna Barat. Para ketua DPC kemudian
melakukan penilaian terhadap gagasan pemikiran kedua calon itu kemudian dijadikan
tolok ukur dalam menentukan pilihan.
Proses Komunikasi Politik Secara Sekunder
Selain proses komunikasi primer, juga ada proses komunikasi secara sekunder
adalah proses penyampaian oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
alat sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya
berada yang relatif jauh, sehingga memerlukan media perantara berupa surat, telepon,
surat kabar, majalah, radio, televisi, dan banyak lagi yang merupakan media kedua
yang sering digunakan dalam komunikasi.
Dalam Pemilihan Ketua DPD tdak bisa terlepas dari komunikasi Sekunder.
Bentuk komunikasi sekunder dalam perebutan kursi ketua DPD PAN kabupaten
dalah komunikasi yang dilakukan dengan Ketua DPW. Sseuai dengan pengamatan
penulis dalam Musyawarah Daerah DPD PAN Muna Barat, kedua calaon ketua DPD
tidak memaksimalkan proses komunkasi dengan DPW. Sementara ketua DPW
memiliki kewenangan dalam menetapkan Srat Keputusan Pengangkatan pengurus
DPD.
Sementara meskipun LM. Rajiun Tumada sebagai PNS, tetapi telah teralin
komunikasi dengan pengurus DPD Provinsi. Hal ini terjadi sejak Rajiun bertugas
sebagai Pengawal Khusus Gubernur Nur Alam, yang pernah menjabat ketua DPW
Provinsi. Hubungan ini membuat komunikasi LM. Rajiun untuk menjadi ketua DPD
menjadi sangat mudah. Sehingga ketika terjadi kekisruhan, maka Rajiun Tumada
ditetapkan sebagai ketua DPD melalui Surat Keputusan Nomor: PAN/A/22/Kpts/K5/35/IX/2016.
Pola-Pola Komunikasi Politik
Dalam Komunikasi politik ada 4 (empat)
pola komunikasi yang sering
digunakan yaitu:
Pola komunikasi vertikal
Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah atau dari level
yang lebih tinggi ke level yang lebih rendah atau antara pemimpin atau yang
dipimpin. Dalam proses komunikasi vertikal pimpinan yang lebih tinggi memberikan
instruksi, petunjuk, pengarahan, dan lain sebagainya kepada bawahanya. Selanjutnya
bawahan memberikan umpan balik berupu laporan, gagasan, saran, dan sebagainya
kepada pimpinan atau pemegang kekuasaan mengenai proses pencapaian tujuan.
Pola komunikasi horizontal
Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar yaitu komunikasi
antar sesama individu atau kelompok dalam unit kerja organisasi yang sederajat,
misalnya antara sesama Ketua DPC. Berbeda dengan komunikasi vertikal yang
sifatnya lebih formal, maka komunikasi horisontal seringkali berlangsung dalam
suasana tidak formal. Kamunikasi harisontal ini dilakukan untuk mencipatakan
kebersamaan, dengan demikian ketika seosorang figur menyampaikan sebuah
keinginan maka akan mendapatkan respon positif dari konstituen.
Pola komunikasi formal
Komunikasi formal adalah komunikasi melalui jalur-jalur organisasi formal
Komunikasi formal sangat penting untuk memelihara dukungan dan kerjasama dari
orang-orang yang ada dalam suatu organisasi.
Pola komunikasi informal
Komunikasi informal adalah komunikasi melalui pertemuan atau tatap muka,
tidak mengikuti prosedur atau jalur-jalur organisasi.
Negosiasi
Negoisasi selalu menjadi bagian yang selalu muncul dalam kegiatan
komunikasi politik. Karena setiap manusia yang masuk dalam lembaga politik pasti
punya kepentingan. Oleh karena itu proses tawar menawar dengan cara perundingan
untuk mendapatkan kesepakatan bersama antara dua pihak yang berkepentingan
sangat diperlukan. Negosiasi sangat terkait dengan komunikasi persuasif atau
komunikasi yang membujuk.
Membangun Konsensus
Konsensus terkandung kesadaran kolektif yang artinya sumber solidaritas
yang mendorong mereka untuk mau bekerja sama. Dalam Musyawarah Daerah DPD
PAN Muna Barat telah terjadi konsensus bersama antara calon ketua dan para ketua
DPC yang memiliki hak suara dalam musyawarah tersebut.
KESIMPULAN
Pengambilan keputusan dalam Partai Amanat Nasional adalah berdasarkan
musyawarah mufakat. Sehingga dalam proses pengambilan keutusan seperti ini
dibutuhkan keterampilan komunikasi politik agar tidak terjadi perbedaan pendapat
yang berlarut-larut. Dalam Musywarah Daerah DPD PAN kabupaten Muna Barat
tidak mencapai kata mufakat terkait dengan siapa yang menjadi ketua formatur/Ketau
DPD Partai Amanat Nasional Kabupaten Muna Barat. Kekisruhan ini menjadi alasan
Dewan Pmimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara
untuk mengambil alih.
Kesempatan itu dimanfaatkan oleh ketua DPW PAN Sultra untuk
mengangangkat LM. Rajiun Tumada sebagai ketua DPD PAN Muna Barat meskipun
tidak sesuai dengan hasil musyawarah. Keputusan ini sangat merugikan kader partai
Amanat Nasional khusunya pagi meraka yang selama ini mengabdi untuk partai.
Namun semua itu tidak mungkin terjadi bila komunikasi politik bisa dijalankan
dengan baik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis terubgkap bahwa calon peserta
musyawarah gagal mencapai kata sepakat disebabkan tidak berjalannya komunikasi
politik baik sebelum maupun pada saat dilakukannya musyawarah Daerah. Meskipun
semua kader dalam hal ini pemilik suara memiliki konsenss bersama untuk
membesarkan Partai Amanat nasional di Kabupaten Muna Barat tetapi strategi politik
dibidang kepemimpinan politik, ketokohan, kebersamaan dan kemampuan negosiasi
yang dimiliki oleh calaon ketua DPD PAN Muna Barat sangat kurang. Sehingga
berimplikasi pada buruknya citra politik dan kurangnya partisipasi politik.
SARAN
Kepada DPD PAN Kabupaten Muna Barat agar membangun komunikasi
politik yang baik dengan pengurusnya untuk
mempertahankan eksistensinya di
kancah perpolitikan lokal di Muna Barat dengan menjalankan mesin partai secara
fair.
DPD PAN kabupaten Muna Barat diharapkan dapat tetap menjaga
kekompakan kader-kadernya khususnya dalam hal konsistensi arah dan garis
perjuangan partai.
DPD PAN Muna Barat diharapkan dapat menjaga kepercayaan masyarakat,
merealisasikan program-program menjaga komunikasi dengan seluruh elemen
masyarakat agar tercipta hubungan yang harmonis.
DAFTAR PUSTAKA
Althoff, Phillip dan Rush, Michael. 2005. Pengantar Sosiologi Politik. Penerjemah
Kartini Kartono. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007
. .2008. Pengantar Sosiologi Poltik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Almond, Gabriel. 1986. Sosialisasi, Kebudayaan, dan Partisipasi Politik” dalam
Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press.
Arifin, Anwar. 2006. Komunikasi Politik Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, Anwar 2006. Pencitraan dalam Politik. Jakarta: Pustaka Indonesia.
Ardial, 2010. Komunikasim Politik. Jakarta: PT. INDEKS.
Baswir, Revrisond. 2009. Kepemimpinan Nasional, Demokratisasi, dan Tantangan
Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Gafar, Affan. 2000. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hafied Cangara. 2014. Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Nimmo, Dan. 2005. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
. 2005. Komunikasi Politik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Rafael Raga Maran. 2014. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rineka Cipta.
Rakhmat , Jalaluddin. 1991. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ramlan, Surbakti. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widia Sarana
Indonesia
Silahudin. 2011. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Kelir.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Alfabeta.
Download