1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah

advertisement
1
BAB I
PENGANTAR
1.1 Latar Belakang
Setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintah
Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi
perubahan paradigma dalam Pemerintah Daerah, yang semula lebih berorientasi
sentralistik menjadi desentralistik menjalankan otonomi seluas-luasnya. Salah satu
aspek penting kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi adalah peningkatan
pelayanan umum dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan
meningkatkan daya saing daerah.
Dalam era otonomi daerah, Pemerintah Daerah dituntut melakukan perubahan
mendasar dalam mengelola daerahnya. Pemerintah Daerah harus mengenali
kompetensi, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan investasi daerah. Untuk
itu diperlukan adanya upaya nyata yang sistematis dan menyeluruh dalam
pengelolaan dan pemanfaatan aset daerah pada masa mendatang. Peraturan yang
diterbitkan pemerintah pusat dalam hal investasi di daerah belum sepenuhnya
berjalan sesuai dengan kebijakan daerah, sehingga masih terlihat masih ada tekanan
dari pemerintah pusat terhadap kebijakan daerah, sehingga optimalisasi aset yang di
harapkan tidak berjalan dengan baik dan optimal.
Terdapat empat pelaksanaan desentralisasi antara lain: aspek politik,
administrasi, ekonomi, dan fiskal. Pelaksanaan keempat aspek desentralisasi tersebut
mengubah sistem pengelolaan negara dari sentralistik menjadi desentralistik, artinya
mengurangi peran pemerintah pusat tetapi sebaliknya memperbesar peran Pemerintah
Daerah dalam pembangunan wilayahnya. Hal tersebut menuntut kemandirian
1
2
Pemerintah Daerah dalam mengelola kegiatan pembangunan, dan sekaligus
membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Optimalisasi sumber-sumber
pembiayaan daerah dapat dilakukan diantaranya dengan mengoptimalisasikan
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam berupa aset daerah yang dikuasai
oleh daerah tersebut.
Aset daerah merupakan bagian dari harta kekayaan daerah yang terdiri dari
barang bergerak dan barang tidak bergerak yang dimiliki, dan dikuasai oleh
Pemerintah Daerah, yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dengan dana anggaran
dan belanja daerah. Tanah dan bangunan merupakan aset daerah dalam bentuk barang
tidak bergerak. Pengelolaan dan pemanfaatan aset daerah (khususnya tanah dan
bangunan) yang optimal akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang pada
akhirnya akan berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai
sumber pembiayaan daerah. Sebaliknya aset daerah yang tidak dikelola dan
dimanfaatkan dengan optimal, akan memboroskan keuangan daerah melalui biaya
pemeliharaan atas aset yang tidak sebanding dengan keuntungan (manfaat) yang
dapat dihasilkan.
Sebagai contohnya adalah banyak tanah dan bangunan milik Pemerintah
Daerah yang terletak pada tempat-tempat strategis, dekat dengan pusat kegiatan
ekonomi masyarakat, sehingga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi namun tidak
dikelola dan dimanfaatkan dengan baik karena tidak tersedianya dana. Dalam hal ini
Pemerintah Daerah dapat menarik investor dan bekerja sama dengan investor dalam
mengelola, memanfaatkan dan membangun tanah tersebut, sehingga akan dapat
menggerakkan perekonmian daerah dan memberi sumbangan bagi pendapatan
daerah.
3
Dalam
mengelola
asetnya,
Pemerintah
Daerah
harus
menggunakan
pertimbangan aspek perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan dan penyaluran, penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan
atau
penggunaan,
pengamanan
dan
pemeliharaan,
penilaian,
penghapusan,
pemindahtanganan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian, pembiayaan dan
tuntutan ganti rugi agar aset daerah mampu memberikan kontribusi optimal bagi
Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Pengelolaan aset daerah merupakan salah satu dari kunci keberhasilan
pengelolaan ekonomi daerah. Pentingnya pengelolaan aset secara tepat dan
berdayaguna, dengan didasari prinsip pengelolaan yang efisien dan efektif diharapkan
akan mampu memberi kekuatan kepada Pemerintah Daerah untuk membiayai
pembangunan daerahnya. Pengelolaan aset negara yang profesional dan modern
dengan mengedepankan good governance di satu sisi diharapkan akan mampu
meningkatkan kepercayaan pengelolaan keuangan negara dari masyarakat.
Tanah mempunyai karakteristik yang unik karena sifatnya yang terbatas tetapi
kebutuhan manusia akan tanah terus meningkat, sehingga tanah mempunyai nilai.
Hidayati dan Harjanto (2003: 82-85) mengatakan bahwa nilai tanah dipengaruhi oleh
karakteristik fisik, seperti: ukuran dan bentuk, pengaruh tanah sudut, plottage, ekses
tanah, topografi, utilitas, pengembangan tapak, lokasi dan lingkungan. Maka dari itu
oleh karena tanah mempunyai nilai sehingga pemanfaatannya pun harus benar-benar
diperhatikan untuk menunjang peningkatan PAD daerah tersebut.
Salah satu masalah utama dalam pengelolaan aset daerah (municipal asset
management) adalah ketidaktertiban administrasi dalam pengendalian inventarisasi
aset (Wardhana, 2005: 7). Karena inventarisasi aset ini merupakan hal yang sangat
4
penting di dalam siklus pengelolaan aset. Aset tetap sebagai komponen utama dari
aset daerah, oleh Pemerintah Daerah selanjutnya harus dapat dimanfaatkan sebagai
aset yang produktif dan berguna, sehingga berdampak positif dalam pembangunan
ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam neraca keuangan daerah, aset dapat menjadi modal bila dapat
menghasilkan pendapatan di mana hal ini dapat terjadi jika terdapat pengelolaan aset
daerah yang optimal, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya,
aset daerah yang tidak terkelola dengan baik justru akan memboroskan keuangan
daerah melalui biaya pemeliharaan atas aset yang tidak sebanding dengan
keuntungan/manfaat
administrasi
yang
pengelolaan
dapat
aset
dihasilkannya.
dan
barang
Dalam
daerah
mewujudkan
dalam
tertib
penyelenggaraan
pemerintahan di daerah, terdapat tahapan dalam pengelolaan/manajemen aset daerah
yaitu inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimalisasi pemanfaatan, serta
pengawasan dan pengendalian aset.
Harus dipahami betul oleh Pemerintah Daerah bahwa sasaran akhir atau tujuan
utama pengelolaan aset adalah terjadinya optimalisasi dalam pemanfaatan aset
daerah. Kenyataan sampai saat ini aset daerah masih dikelolah seadanya, sebatas
inventarisasi belaka (pencatatan akuntansi). Aset daerah masih dikonsultasikan
dengan arus kas negatif, dibanding sebagai aset yang produktif dan memberikan
pendapatan. Kondisi pemanfaatan terhadap aset daerah tersebut membuktikan bahwa
aset daerah sebagai sumber daya lokal daerah menunjukkan utilitasnya yang masih
rendah, hal ini terjadi karena di hampir seluruh Pemerintah Daerah di Indonesia
belum ada pemahaman pengelolaan aset daerah secara utuh dalam kerangka
manajemen aset (Public/Corporate Real Properti Management).
5
Beberapa hal yang menjadi penyebab kurangnya optimalisasi/pemanfaatan aset
daerah adalah:
1. kurangnya tertib administrasi dalam inventarisasi aset, sehingga pengelola aset
sendiri terkadang tidak mengetahui keberadaan asetnya;
2. kurang lengkapnya bukti kepemilikian aset, terutama untuk tanah dan/atau
bangunan, sehingga ketika akan dikerjasamakan dengan pihak ketiga akan
mempengaruhi minat mitra kerjasama;
3. kesulitan dalam menilai aset daerah yang akan dikerjasamakan;
4. regulasi yang mengatur sistem dan prosedur lelang dalam menentukan mitra
kerjasama belum diatur dengan detail. Banyak pengelola aset daerah lebih
memilih aman daripada berurusan dengan penegak hukum karena masih adanya
peraturan lelang yang multi tafsir;
5. keterbukaan informasi oleh Pemerintah Daerah dalam mengoptimalkan aset yang
akan dikerjasamakan belum sepenuhnya dapat menggambarkan informasi
terhadap
potensi
kerjasama
pemanfaatan
aset
daerah
(http://asetdaerah.wordpress.com/ diakses tanggal 15 April 2013).
Potensi yang dimiliki oleh daerah sebisa mungkin harus dikembangkan, maka
dari itu Pemerintah Daerah Provinsi NTB berusaha semaksimal mungkin untuk
melakukan pengelolaan dan memanfaatkan aset tetapnya khususnya tanah dan
banagunan miliknya dengan cara mendayagunakan potensi aset tetap tersebut dengan
menfokuskan pada pengelolaan dan pemanfaatan aset. Hal ini tentunya dapat
dilakukan sesuai peraturan yanag berlaku.
Setiap daerah biasanya memiliki aset yang berada di bawah penguasaannya,
namun cukup banyak aset yang belum dioptimalkan dalam rangka meningkatkan
6
pendapatan Pemerintah Daerah. Studi optimalisasi aset Pemerintah Daerah dapat
berupa: Identifikasi aset-aset Pemerintah Daerah, pengembangan database aset
Pemerintah Daerah, studi highest and base use (penggunaan tertinggi dan terbaik),
dan pengembangan strategi optimalisasi aset-aset yang dikuasai oleh Pemerintah
Daerah (Siregar, 2004: 523).
Pengelolaan aset daerah merupakan aspek penting dalam penyelenggaraan
Pemerintah Daerah, tetapi belum banyak Pemerintah Daerah yang mampu mengelola
aset-aset daerahnya dengan baik, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
meliputi kurangnya pemahaman terkait dengan manajemen aset daerah sehingga
banyak di antara daerah-daerah yang meminta bantuan pihak ketiga atau konsultan
manajemen aset. Karena pada dasarnya bahwa aset daerah dapat bernilai ekonomis
jika dikelola dengan baik.
Sesuai dengan informasi yang peneliti dapatkan tentang pengelolaan dan
pemanfaatan aset tetap (tanah dan bangunan) milik Pemerintah Daerah Provinsi NTB
belum optimal dilaksanakan. Peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tesis
yang berjudul “Optimalisasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Aset Tetap (tanah
dan bangunan) milik Pemerintah Daerah (Studi Pada Pemerintah Daerah
Provinsi NTB)”.
1.2 Keaslian Penelitian
Usulan Penelitian mengenai optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan aset
tetap (tanah dan bangunan) milik Pemerintah Daerah Provinsi NTB adalah baru
pertama kali dilakukan, maka pada kesempatan ini peneliti untuk melakukan
penelitian tersebut. Namun pada penelitian ini ada beberapa penelitian lain di tempat
7
yang berbeda yang saya jadikan sebagai acuan untuk kelangsungan penelitian ini.
Berikut adalah kutipan sebagian tesis untuk menunjang penelitian ini:
1. Cahyani (2011) menganalis tentang optimalisasi pengelolaan aset di Kepolisian
Daerah Istimewa Yogyakarta, alat analisisnya adalah IPA (importance
performance analysis), analisis SWOT (EFAS, IFAS). Hasil analisisnya adalah
menganalisis pengelolaan aset di lingkungan Polri khususnya Polda DIY dan
menganalisis kinerja para pelaksana pengelola aset di lingkungan Polri khususnya
Polda DIY.
2. Klau (2009) meneliti tentang pengaruh faktor-faktor manajemen aset pada
optimalisasi pengelolaan aset tetap (studi persepsi pada Pemerintah Daerah
Kabupaten Belu). Alat analisis yang digunakan adalah regersi logistik. Hasil
penelitiannya adalah untuk menganalisis faktor-faktor manajemen aset pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Belu berdasarkan persepsi unsur pengelola aset
daerah dan masyarakat, untuk menguji ada tidaknya perbedaan persepsi respnden
mengenai pengelolaan aset tetap Pemerintah Daerah Kabupaten Belu, dan untuk
menguji pengaruh inventarisasi, identifikasi, legal audit, penilaian, dan
pemanfatan pada optimalisasi pengelolaan aset tetap Pemerintah Daerah
Kabupaten Belu.
3. Bari (2008) menganalisis pengelolaan aset tanah dan bangunan Pemerintah Kota
Pontianak. Alat analisisnya adalah importance-performance analysis, analisis
varians (Anova), Uji validitas dan uji realibilitas. Hasil analisisnya adalah
menunjukkan faktor-faktor kunci keberhasilan pengelolaan aset tanah dan
bangunan mendapat tanggapan yang bervariasi dari tiap level manajemen dan
secara statistik terdapat perbedaan kinerja manajemen berdasarkan luas tanah,
8
luas bangunan dan peran pengelola level atas dan peran pengelola level tengah.
4. Darjoko (2009) menganalisis tentang pengelolaan aset daerah (tanah dan
bangunan) pada Pemerintah Kabupaten Gunungkidul tahun 2008. Alat analisisnya
adalah expectation perception importance analisis dan analisis varians satu arah
kruskal wallis. Hasil analisisnya adalah faktor-faktor kunci pengelolaan aset
daerah (tanah dan bangunan) berdasarkan ekspektasi, persepsi, dan arti penting
dari sudut pandang pejabat/pegawai yang berkaitan dengan pelakasanaan
kewenangan pengelolaan aset tanah dan bangunan Pemerintah Kabupaten
Gunungkidul.
5. Faza (2009) meneliti tentang pengelolaan aset tanah dan bangunanpemerintah
Kota Pekalongan tahun 2009. Alat analisis yang digunakan adalah IPA
(importance performance analysis). Hasil analisisnya adalah faktor-faktor kunci
pengelolaan aset tanah dan bangunan di Pemerintah Kota Pekalongan, dan
perbedaan tingkat kinerja manajemen puncak, manajemen tengah, dan
manajemen bawah terhadap pengelolaan aset tanah dan bangunan.
6. Basuni (2008) meneliti tentang manajemen aset tanah dan bangunan Pemerintah
Daerah Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2006. Alat
analisis yang digunakan adalah aplikasi Sistem Informasi Manajemen Aset
(SIMA). Hasil analisisnya adalah bahwa manajemen aset di Kabupaten
Bengkayang masih sulit untuk dilaksanakan secara teratur dan lengkap mengingat
keterbatasan sumber daya manusia secara kualitas maupun kuantitas, inventarisasi
aset tanah dan bangunan yang menyangkut aspek fisik dan legal yuridis terdapat
permasalahan serius yakni batas antara tanah-tanah sekitar banyak yang belum
jelas dan tuntas, dan legalitas atas aset yang dimiliki dan dikelola Pemerintah
9
Daerah Bengkayang menjadi masalah yang cukup serius terlihat pada masih
banyaknya tanah yang belum di sertifikatkan, legalitas bangunan berupa Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) tidak pernah dilakukan inventarisasinya oleh Badan
Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Bengkayang.
7. Oktaviana (2010) meneliti tentang Pengelolaan Aset Daerah Berkaitan Opini
Disclaimer BPK di Kabupaten Tojo Una Una Provinsi Sulawesi Tengah Tahun
2007. Alat analisis yang digunakan adalah dengan melakukan pengujian
instrumen (validitas dan realibilitas), analisis faktor (confirmatory factor
analysis), analisis regresi kategorik (categorical regression). Hasil analisisnya
adalah diharapkan menjadi rekomendasi bagi Kabupaten Tojo Una Una untuk
mencoba mengelola aset daerahnya sebagai kelembagaan dan infrastruktur di
masa mendatang.
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis pengaruh dari Inventarisasi Aset (IA), Legal Audit Aset (LAA), dan
Penilaian Aset (PA) terhadap optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan aset tetap
(tanah dan bangunan) yang kuasai oleh Pemerintah Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Barat.
2. Menganalisis efisiensi relatif masing-masing SKPD Pemerintah Daerah Provinsi
Nusa Tenggara Barat dalam mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan aset
tetap (tanah dan bangunan).
10
1.3.2 Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang berarti, meliputi:
1. dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah Provinsi NTB
dalam mengelola dan pemanfaatan aset tetap (tanah dan bangunan) milik
Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan dan peruntukan aset yang telah
terbangun tersebut;
2. dapat memberikan bukti yang nyata mengenai pentingnya pengelolaan dan
pemanfatan aset tetap yang telah ada;
3. diharapkan dapat memberikan referensi dalam bidang ilmu pengelolaan dan
pemanfaatan khususnya pengelolaan dan pemanfatan akan aset yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah Provinsi NTB.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam tesis ini adalah sebagai berikut: Bab I
Pengantar memuat latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis meguraikan tentang tinjauan
pustaka, landasan teori, alat analisis. Bab III Analisis Data menguraikan tentang
cara penelitian, perkembangan dan hubungan variabel yang diamati, hasil analisis
data dan pembahasan. Bab IV Kesimpulan dan Saran.
Download