Konsepsi Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga tentang

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar
dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh
peserta didik (Sagala, 2010). Proses pembelajaran mengedepankan peran aktif
peserta didik dalam mencari pengetahuan, keterampilan, dan sikap
(Suparman, 2012). Peran aktif peserta didik juga dibutuhkan dalam
pembelajaran matematika. NCTM (Walle, 2008) memaparkan prinsip
pembelajaran matematika adalah para siswa harus belajar dengan
pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman
dan pengetahuan sebelumnya, sedangkan pada prinsip pengajaran
matematika, mengajar matematika yang efektif memerlukan pemahaman
tentang apa yang siswa ketahui dan perlukan untuk belajar dan kemudian
memberi tantangan dan mendukung mereka untuk mempelajarinya dengan
baik.
Matematika sendiri merupakan ilmu tentang pola dan urutan (Walle,
2008). Matematika juga mencakup tiga elemen menurut Lerner (Rahman,
2003) di antaranya 1) konsep, 2) keterampilan, dan 3) pemecahan masalah.
Piaget (Walle, 2008) menyatakan konsep matematika berisi hubunganhubungan logis yang dikonstruksi di dalamnya dan yang ada di dalam pikiran
sebagai bagian dari jarigan ide.Pembelajaran matematikapun dituntut untuk
menguasai konsep, karena setiap konsep dari materi matematika saling
berkaitan. Berg (1991) menyatakan konsep tidak berdiri sendiri melainkan
setiap konsep berhubungan dengan konsep-konsep yang lain. Konsep juga
merupakan batu pembangun berpikir dan dasar bagi proses mental yang lebih
tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi (Dahar, 2011). Rahman
(2003) juga menyatakan konsep merujuk pada pemahaman dasar dalam
menguasai suatu mata pelajaran, sehingga penguasaan konsep dasar menjadi
tolok ukur terhadap penguasaan suatu materi pelajaran.
Sebelum siswa menguasai konsep dasar, setiap siswa sudah
mempunyai konsep awal (pra konsep) dari pengalaman dan pembelajaran
yang sudah didapat sebelumnya. Konsep awal ini sangat penting untuk
ditanamkan pada materi Geometri. Menurut teori Van Hielle seseorang akan
melalui lima tahap perkembangan berpikir dalam belajar geometri yaitu tahap
0 (visualisasi), tahap 1 (analisis), tahap 2 (deduksi informal), tahap 3 (deduksi),
tahap 4 (rigor) (Mayberry, 1983). Tiap tingkatan perkembangan
menggambarkan proses pemikiran yang diterapkan dalam konteks geometri.
1
2
Tingkatan-tingkatan tersebut menjelaskan tentang bagaimana berpikir dan
jenis ide-ide geometri yang dipikirkan, bukan berapa banyak pengetahuan
yang dimiliki (Walle, 2008).
Selain tahap perkembangan berpikir geometri, konsep pada geometri
juga harus diperhatikan. Konsep-konsep geometri menjadi sangat penting
dipahami oleh siswa, namun pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
ditemukan masih banyak siswa yang belum memahami konsep-konsep
geometri. Apabila dilihat dari cara berpikir siswa SMP dalam tahap
perkembangan Formal Operations menurut Piaget (Olson, 2011), seharusnya
siswa SMP sudah dapat berpikir logis, proses berpikir yang tidak tergantung
hanya pada hal-hal yang langsung dan riil. Selanjutnya, Kho menyatakan
bahwa bukti-bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak
siswa yang mengalami kesulitan belajar geometri (Abdussakir, 2009)
Kesulitan belajar geometri yang dialami siswa salah satunya mengenai
kesebangunan dan kekongruenan. Chi (Panjaitan, 2011) menegaskan bahwa
masalah kesulitan siswa dalam memahami konsep kesebangunan, yaitu: 1)
Siswa kurang memahami apa perbedaan antara kesebangunan dan
kekongruenan suatu bangun datar, 2) Siswa seringkali menemui kesulitan
untuk membayangkan bahwa kondisi kesebangunan segitiga berlaku untuk
semua jenis segitiga. Kesulitan yang dialami siswa terutama dalam memahami
tentang 'sisi' dan’sudut’. Biasanya siswa tidak bisa membedakan bahwa dua
bangun datar yang sebangun belum tentu kongruen dan dua bangun datar
yang kongruen sudah pasti sebangun. Kedua hal ini bisa di ketahui
berdasarkan perbandingan ukuran panjang sisi dan besar sudut dari bangun
datar tersebut. Sesuai dengan konsep kesebangunan dan kekongruenan, dua
bangun datar dikatakan sebangun jika memenuhi dua syarat yaitu:1) panjang
sisi-sisi yang bersesuaian dari kedua bangun itu memiliki perbandingan senilai;
2) sudut-sudut yang bersesuaian dari kedua bangun itu sama besar. Dua
bangun dikatakan kongruen jika bangun-bangun yang memiliki bentuk dan
ukuran yang sama.
Kesulitan belajar dilapangan ditemukan siswa belum menguasai
konsep pada materi kesebangunan dan kekongruenan. Hal tersebut diketahui
berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru SMP Negeri 2 Salatiga
yang dilakukan pada hari Kamis, 30 Januari 2014. Siswa cenderung dapat
memahami materi kesebangunan dan kekongruenan pada materi awal saja
dan ketika materi sudah mendalam siswa terlihat mulai mengalami
kebingungan. Ketika siswa menemui soal kesebangunan yang tidak
bergambar, soal kesebangunan yang gambarnya tumpang tindih, dan soal
3
kesebangunan yang gambarnya dibolak balik siswa juga mengalami
kebingungan.
Apabila siswa sudah menguasai konsep geometri khususnya
kesebangunan dan kekongruen yang sudah dipelajari pada materi
sebelumnya, tentunya siswa tidak mengalami kebingungan.Perlu ditinjau
kembali konsepsi yang dimiliki siswa. Tentunya setiap siswa memiliki konsepsi
yang berbeda-beda atau apakah konsep siswa sesuai dengan konsepsi ilmiah.
Penyebab rendahnya pemahaman siswa terhadap matematika berakar pada
siswa yang cenderung menghafal konsep daripada proses penguasaan konsep
(Fitriyah, 2007). Berawal dari kurangnya penguasaan materi geometri
khususnya kesebangunan dan kekongruenan, maka perlu diadakan penelitian
guna menghasilkan suatu perubahan yang nantinya dapat menjadi acuan
untuk melakukan pembelajaran dalam pendidikan yang lebih baik. Sebab
pendidikan sebagai ujung tombak kemajuan bangsa.
Beberapa penelitian sudah mencoba mengkaji tentang konsepsi siswa,
diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni (2013) mengenai
konsepsi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Banyubiru tentang Segiempat
memperoleh hasil konsepsi siswa tentang segiempat berbeda-beda antara
siswa satu dengan yang lain. Selain itu semua siswa tidak dapat
menggeneralisasikan konsep bangun datar segiempat. Penelitian yang
dilakukan Ardhianingsih (2008) dengan hasil mengetahui konsep-konsep siswa
mengenai bangun datar dan bangun ruang dengan kesimpulan apabila hanya
menggunakan penjelasan tertulis saja tidak cukup untuk meyakinkan siswa
paham dengan konsep yang diberikan. Penelitian yang dilakukan kesumawati
(2008) pemahaman konsep merupakan bagian yang sangat penting dalam
proses belajar matematika.
Melihat uraian masalah di atas siswa memang belum menguasai
konsep kesebangunan dan kekongruenan. Oleh karena itu dipandang perlu
diadakannya penelitian untuk mengetahui konsep yang dimiliki siswa dengan
judul “konsepsi siswa SMP Negeri 2 Salatiga tentang kesebangunan dan
kekongruenan”. Harapannya penelitian ini dapat menjadi referensi bagi
pengajar dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana konsepsi
siswa SMP Negeri 2 Salatiga tentang kesebangunan dan kekongruenan?
4
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka kajian ini bertujuan
untuk mengetahui konsepsi siswa SMP Negeri 2 Salatiga tentang
kesebangunan dan kekongruenan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan sebagai
pengetahuan dan informasi dalam pendidikan tentang konsepsi siswa SMP
Negeri 2 Salatiga tentang kesebangunan dan kekongruenan. Adapun manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan kajian untuk penelitian pada masa yang akan
datang serta dapat memberikan gambaran mengenai konsepsi
siswa SMP Negeri 2 Salatiga tentang kesebangunan dan
kekongruenan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Memperoleh pemahaman dan hasil belajar yang lebih baik dari
sebelumnya.
b. Bagi Guru
1) Memberikan informasi pada guru mengenai konsepsi siswa
tentang kesebangunan dan kekongruenan berbeda-beda.
2) Membantu guru dalam memperhatikan kesalahan pemikiran
siswa sehingga dalam pembelajaran yang akan datang dapat
dipersiapkan dalam memperbaiki kesalahan tersebut.
c. Bagi Sekolah
Memberi pengaruh yang positif terhadap kemajuan sekolah
melalui kualitas dan kuantitas prestasi belajar siswa.
d. Bagi Peneliti
Menambah wawasan mengenai konsepsi siswa serta dapat
menjadi referensi ketika melakukan penelitian yang relevan
dengan penelitian ini.
Download