11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi

advertisement
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Intensi Merokok
1. Intensi Merokok
Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku
didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi
terhadap kontrol perilaku tersebut (Fishbein dan Ajzen, 1975). Fishbein
dan Ajzen menambahkan bahwa intensi perilaku merupakan determinan
terdekat dengan perilaku yang dimaksud dan merupakan prediktor tunggal
terbaik bagi perilaku yang akan dilakukan seseorang. Kazdin (2000)
menjelaskan bahwa intensi berasal dari kata intention yang berarti usaha,
upaya, perhatian, kehendak atau wujud. Jadi intensi adalah perbuatan
berdasarkan kehendak seseorang untuk melaksanakan sesuatu. Chaplin
(1999) juga berpendapat bahwa intensi adalah maksud, pamrih, tujuan.
Intensi atau niat menurut Kartono & Gulo (1987) adalah tujuan
atau maksud untuk berbuat sesuatu. Intensi seringkali dipandang sebagai
suatu komponen konatif (kecenderungan bertingkah laku) dari sikap.
Biasanya diasumsikan bahwa komponen afektif (menyangkut kehidupan
emosional) dari sikap. Niat menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1990)
adalah keinginan untuk melakukan sesuatu secara sadar dan sengaja.
Anwar, dkk (2005) menganggap bahwa intensi merupakan prediksi
tingkah laku yang kuat dengan kata lain intensi dapat memprediksi atau
meramalkan perilaku manusia dengan keakuratan yang cukup tinggi.
12
Intensi yang akan diukur dalam penelitian ini adalah intensi
merokok. Menurut Sitopoe (2000) merokok adalah membakar tembakau
yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun
menggunakan pipa. Merokok merupakan suatu aktivitas yang sudah tidak
lagi terlihat dan terdengar asing lagi bagi kita. Sekarang banyak sekali bisa
kita temui orang-orang yang melakukan akitivitas merokok yang disebut
sebagai perokok.
Berdasarkan beberapa definisi intensi dan definisi merokok yang
diuraikan di atas, maka intensi merokok dapat dijelaskan sebagai niat atau
keinginan seseorang untuk membakar tembakau yang kemudian dihisap
asapnya berdasarkan pada sikap dan keyakinan orang tersebut maupun
keyakinan orang yang mempengaruhinya untuk menggunakan rokok.
2. Aspek-aspek Intensi Merokok
Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan bahwa intensi memiliki
empat aspek, yaitu:
1. Perilaku, yaitu yang akan dilakukan seseorang terhadap suatu obyek
tertentu. Kartono (1987) menambahkan perilaku adalah tindakan
manusia yang dapat dilihat.
2. Sasaran (target), yaitu apa yang ingin dituju atau sasaran apa yang ingin
dicapai.
3. Konteks, yaitu situasi atau keadaan yang dikehendaki untuk
menampilkan perilaku tetentu.
13
4. Waktu, yang meliputi waktu yang diperlukan untuk mewujudkan
perilaku tertentu.
Bersadarkan uraian teoritis di atas, dapat dilihat terdapat
berbagai macam aspek dalam intensi. Adapun aspek-aspek intensi yang
diambil dari pendapat Fishbein dan Ajzen (1975) antara lain perilaku,
sasaran, konteks dan waktu.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi merokok
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intensi merokok
menurut Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1975) adalah:
1. Sikap
Bila seseorang yakin bahwa dilakukannya sebuah perilaku tertentu
akan menghasilkan hasil yang positif, maka akan terbentuk sikap
favorable terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya, jika seseorang
meyakini adanya konsekuensi yang negatif dari sebuah perilaku, maka
akan terbentuk sikap yang unfavorable terhadap perilaku tersebut.
2. Norma subyektif
Norma
subyektif
merupakan
keyakinan-keyakinan
terhadap
pemikiran referen atau rujukan dalam menampilkan atau tidak
menampilkan perilaku yang dipertanyakan. Keinginan individu untuk
menuruti pendapat orang-orang yang membentuk tekanan normatif
disebut dengan norma subyektif. Yaitu sejauh mana individu bersedia
melakukan suatu perilaku berdasarkan orang-orang yang berarti bagi
14
individu. Dengan demikian, untuk menentukan keyakinan normatifnya
maka individu mempertimbangkan pendapat orang lain tentang
perilakunya. Jadi, norma subyektif ini sangat berkaitan erat dengan
pengaruh dari lingkungan sosial individu terhadap perilaku seseorang.
Bersadarkan uraian teoritis di atas, dapat dilihat terdapat dua factor
yang mempengaruhi intensi seseorang. Adapun adapun faktor-faktor
intensi yang diambil dari pendapat Fishbein dan Ajzen (1975) adalah
sikap dan norma subjektif.
B. Norma Subjektif
1. Pengertian Norma Subjektif
Norma subyektif (subjective norms) adalah pengaruh sosial yang
mempengaruhi seseorang untuk berperilaku. Seseorang akan memiliki
keinginan terhadap suatu objek atau perilaku seandainya ia terpengaruh
oleh orang-orang disekitarnya untuk melakukannya atau ia meyakini
bahwa lingkungan atau orang-orang disekitarnya mendukung terhadap apa
yang ia lakukan (Frans & Handika,2010). Norma subyektif mencerminkan
pengaruh sosial, yaitu persepsi seseorang terhadap tekanan sosial
(masyarakat, orang-orang sekitar) untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu tingkah laku (Ajzen, 2005). Menurut Sumarwan (2009), norma
adalah aturan masyarakat tentang sikap baik dan buruk, tindakan boleh
dan tidak boleh. Norma subjektif merupakan norma yang erat kaitannya
dengan apakah orang lain menghendaki keputusan seseorang untuk
berperilaku.
15
Norma subyektif merupakan faktor dari luar individu yang berisi
persepsi seseorang tentang apakah orang lain akan menyetujui atau tidak
menyetujui suatu tingkah laku yang ditampilkan (Baron & Byrne, 2003).
Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative
belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply) (Ajzen,
2005). Keyakinan normatif berkenaan dengan harapan-harapan yang
berasal dari referent atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi
individu (significant others) seperti orang tua, pasangan, teman dekat,
rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Norma
subyektif didefinisikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan
sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak suatu perilaku. Individu
memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu akan
menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila
individu meyakini apa yang menjadi norma kelompok, maka individu akan
mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya.
Pengaruh normatif adalah pengaruh dari kelompok acuan terhadap
seseorang melalui norma-norma sosial yang harus dipatuhi dan ditaati.
Pengaruh normatif akan semakin kuat terhadap seseorang untuk mengikuti
kelompok acuan, jika ada 1) tekanan kuat untuk mematuhi norma-norma
yang ada, 2) penerimaan sosial sebagai motivasi kuat, 3) perilaku yang
ditimbulkan akan terlihat sebagai norma sosial. Norma subyektif secara
tidak langsung mampu mempengaruhi niat untuk melakukan sesuatu
sebagaimana sebuah motif yang dikuatkana karena adanya referensi.
16
Referensi yang positif berdampak pada pembentukan sikap yang menguat
pada wanita sebaliknya referensi yang negatif akan mengurangi motivasi
dari niat merokok. Referensi dapat berasal dari keluarga, teman sebaya,
orang lain yang pernah melakukan hal serupa dan memiliki pengalaman
menyenangkan maupun tidak menyenangkan (Khotler, 2005).
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa norma
subyektif adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk
mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya.
2.
Komponen Norma Subyektif
Menurut Ajzen (2005), norma subjektif secara umum mempunyai
dua komponen berikut:
a. Normative beliefs (Keyakinan Normatif)
Persepsi atau keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap
dirinya yang menjadi acuan untuk menampilkan perilaku atau tidak.
Keyakinan yang berhubungan dengan pendapat tokoh atau orang lain
yang penting dan berpengaruh bagi individu atau tokoh panutan
tersebut apakah subyek harus melakukan atau tidak suatu perilaku
tersebut.
17
b. Motivation to comply (motivasi untuk memenuhi)
Motivasi individu untuk memenuhi harapan tersebut. Norma
subjektif
dapat
dilihat
sebagai
dinamika
antara
dorongan-
doronganyang dipersepsikan individu dari orang-orang disekitarnya
dengan motivasi untuk mengikuti pandangan mereka (motivation to
comply) dalam melakukan atau tidak melakukan tingkah laku tersebut.
Bersadarkan uraian teoritis di atas, dapat dilihat terdapat dua
komponen yang terdapat pada norma subjektif. Adapun komponen yang
diambil menurut pendapat Ajzen (2005) adalah keyakinan normatif dan
motifasi memenuhi.
C. SikapTerhadap Merokok
1. Pengertian Sikap
Pengertian sikap dapat diterjemahkan sebagai sikap terhadap objek
tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan yang
disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap
terhadap objek tersebut. Jadi, sikap lebih tepat diterjemahkan sebagai
kesediaan beraksi terhadap suatu hal atau suatu objek. Tidak ada sikap
tanpa adanya objek (Gerungan, 1991). Goldon Alport mendefinisikan
sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon suatu objek atau
sekelompok objek dalam suatu cara yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan secara konsisten (dalam Suprapti, 2010). Hawkins, dkk
(2007) menyatakan bahwa sikap adalah predisposisi yang dipelajari untuk
merespon suatu objek atau sekelompok objek dalam suatu cara yang
18
menyenangkan atau tidak menyenangkan secara konsisten. Sikap mewakili
perasaan senang atau tidak senang seseorang terhadap suatu objek.
Aaker, Kumar dan Day (dalam Burhanudin, 2010) mendefinisikan
sikap sebagai konstruk psikologis (psychological constructs). Sikap
menunjukkan status mental seseorang yang digunakan oleh individu untuk
menyusun cara mereka mempersepsikan lingkungan mereka dan memberi
petunjuk cara meresponnya. Sikap adalah kecenderungan untuk berfikir
atau merasa dalam cara yang tertentu atau menurut saluran-saluran tertentu.
Sikap adalah cara betingkah laku yang berkarakteristik yang tertuju pada
orang-orang dan rombongan-rombongan (Witherington, 1989). Fishbein
dan Ajzen (1975) mendefinisikan sikap sebagai penilaian positif dan
negatif secara keseluruhan seseorang atas perilaku tertentu . Sikap adalah
suatu reaksi afektif
yang dirasakan seseorang untuk menerima atau
menolak suatu objek atau suatu perilaku yang diukur dengan suatu
prosedur yang menempatkan individu dalam skala evaluatif dua kubu,
seperti menolak atau menerima, setuju atau tidak setuju.
Sikap menurut La Pierre (Azwar, 2002) adalah suatu pola perilaku,
tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri
dalam situasi sosial. Secara sederhana, sikap adalah respon terhadap
stimuli sosial yang telah terkondisikan. Menurut Atkinson (dalam Rita
2002) sikap adalah suatu kecenderungan atau kesiapan seseorang untuk
bereaksi atau berperilaku tertentu, yang meliputi rasa suka atau tidak suka,
yang kemudian diarahkan pada obyek sikap tertentu, dengan tujuan untuk
19
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang mencakup afektif,
kognitif, dan konatif. Selain itu, Khotler (dalam Burhanudin, 2010)
mendefinisikan sikap sebagai evaluasi, perasaan
emosional, dan
kecenderungan bertindak baik yang favorable maupun yang unfavorable
serta bertahan lama dari seseorang terhadap suatu objek atau ide. Sikap itu
merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau
situasi yang relatif ajeg yang di sertai dengan perasaan tertentu dan
memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau
berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya (Walgito, 1991).
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwasannya
sikap adalah kecenderungan seseorang untuk bertindak menghadapi
sebuah objek stimulus, yang mana sikap merupakan salah satu prediktor
pada hasil tingkah laku seseorang. Dengan begitu, berdasarkan teori sikap
dan penjelasan mengenai sikap terhadap merokok, dapat disimpulkan
bahwa sikap terhadap merokok adalah kecenderungan seseorang untuk
bertingkah kepada obyek, yang mana disini adalah perilaku merokok.
2. Komponen-komponen Sikap
Aspek-aspek sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975) yaitu:
a. Komponen Kognitif
Komponen kognitif yaitu pengetahuan, pikiran, dan kepercayaan
yang diperoleh melalui kombinasi dari pengalaman langsung dengan
objek sikap dan informasi terkait yang didapat dari berbagai sumber.
Informasi baru mengenai objek, akan diikuti perubahan sikap pada
20
individu. Komponen kognitif terdiri dari pengetahuan, pandangan dan
keyakinan.
b. Komponen Afektif (Perasaan)
Komponen afektif yaitu emosi atau perasaan terhadap suatu objek
yang bersifat evaluatif, suatu objek dapat dirasakan menyenangkan,
disukai atau tidak disukai. Rasa senang merupakan hal yang positif,
sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif, sehingga
dapat dikatakan komponen afektif menunjukkan arah sikap, yaitu
sikap posistif atau sikap negatif.
c. Komponen Konatif
Komponen Konatif adalah kecenderungan tingkah laku, intensi,
komitmen dan tindakan yang berkaitan dengan obyek sikap. Fishbein
dan Ajzen (1975) menyatakan bahwa intensi sering dilihat sebagai
komponen konatif dari sikap dan diasumsikan bahwa komponen
konatif ini berhubungan dengan komponen afektif dari sikap.
Bersadarkan uraian teoritis di atas, dapat dilihat terdapat beberapa
aspek dalam sikap. Adapun adapun aspek-aspek yang diambil dari
pendapat Fishbein dan Ajzen (1975) adalah komponen kognitif,
komponen afektif (perasaan) dan komponen konatif yang mana intensi
sendiri sering dilihat sebagai komponen konatif dari komponen konatif
ini.
21
D. Hubungan Antara Norma Subyektif dan Sikap Terhadap
Merokok dengan Intensi Merokok pada Wanita
Intensi merupakan niat dan maksud seseorang seseorang untuk melakukan
sebuah perilaku. Intensi perilaku juga merupakan determinan terdekat dengan
perilaku yang dimaksud, dan juga merupakan prediktor yang baik bagi perilaku
yang akan dilakukan seseorang. Menurut teori Reasoned Action dari Ajzen,
intensi seseorang dalam melakukan sesuatu dipengaruhi oleh dua hal. Hal yang
pertama adalah norma subjektif. Norma subjektif adalah persepsi seseorang
tentang bagaimana seharusnya ia berperilaku. Seseorang yang menganggap
bahwasannya orang-orang disekitarnya mengharapkannya untuk merokok
misalnya, cenderung akan memiliki intensi untuk merokok juga. Hal itu
disebabkan karena individu cenderung merasa lebih nyaman dan aman jika ia
merasa “sama” dengan orang-orang disekitarnya. Sebaliknya, jika individu merasa
bahwasannya orang-orang di lingkungannya mengharapkannya untuk tidak
merokok, maka hal ini akan membuat intensi merokoknya akan menurun, bahkan
menghilang tergantung sebagaimana kuat norma subyektif mempengaruhinya.
Yang kedua adalah sikap. Sikap adalah bagaimana seseorang memandang,
merasakan, dan kecenderungan pada suatu hal atau objek. Sikap seseorang pada
sebuah objek bisa jadi positif, atau bisa jadi negatif. Semua itu tergantung dari
bagaimana
selama ini pengalaman, lingkungan dan orang-orang disekitar
individu membentuk sikap seseorang. Sama halnya dengan norma subyektif,
menurut teori Reasoned Action, sikap merupakan prediktor yang baik bagi
munculnya intensi atau niatan seseorang untuk melakukan sesuatu.
22
Pada penelitian ini, penulis mengkaitkan teori Reasoned Action ini pada
perilaku merokok. Seseorang yang memiliki sikap yang baik terhadap perilaku
merokok, akan memiliki intensi yang positif pula terhadap perilaku merokok.
Sebaliknya, seseorang yang memiliki sikap yang negatif terhadap merokok, akan
cenderung memiliki intensi yang negatif pula terhadap merokok. Yang mana itu
merupakan prediktor bahwasannya individu itu akan berperilaku atau bertindak
negatif terhadap rokok.
Dari pembahasan diatas, peneliti ingin meneliti tentang hubungan antara
norma subjektif dan sikap terhadap merokok dengan intensi merokok. Hal itu
berlandaskan teori Reasoned Action yang menjelaskan bahwasannya sikap dan
norma subjektif adalah dua hal yang mempengaruhi intensi perilaku seseorang.
E.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis Mayor
Ada hubungan positif antara norma subjektif dan sikap terhadap
merokok dengan intensi merokok pada wanita Kecamatan Umbulharjo.
2. Hipotesis Minor
a. Ada hubungan positif antara norma subjektif dengan intensi
merokok pada wanita Kecamatan Umbulharjo.
b. Ada hubungan positif antara sikap terhadap merokok dengan
intensi merokok pada wanita Kecamatan Umbulharjo.
Download