Perubahan Sifat Fisika Ultisol Akibat Pembenah Tanah dan Pola

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Perubahan Sifat Fisika Ultisol Akibat Pembenah
Tanah dan Pola Tanam
Andi A Muhidin, *Darusman, Manfarizah
Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh,
23111, Indonesia
*Corresponding Author: [email protected]
Abstrak
Ultisol adalah salah satu jenis tanah yang banyak dijumpai pada daerah daerah
yang mempunyai curah hujan tinggi dengan tingat pelapukan yang intensif dan
tingkat pemcucian yang aktif. Ultisol dikatagorikan tanah bermasalah (problem
soils) karena sifat tanah nya masam dan unsur hara yang rendah sehingga
diperlukan pengelolaan tanah yang sangat hati hati. Penelitian ini bertujuan
untuk menemukan dampak pemberian beberapa pembenah tanah dan pola
tanam terhadap sifat fisika tanah sehingga remediasi ultisol bisa dengan mudah
diterapkan. Penelitian dilaksanakan di Gampong Teureubeh, jantho yang
berketinggian 100 m dpl. Curah hujan rata rata 2200 mm setiap tahunnya
dengan bulan basah 4-6 dan bulan kering 2-4 bulan. Penelitian menggunakan
rancangan acak kelompok factorial dengan 5 perlakuan yang diulang 3 kali.
Faktor pembenah tanah terdiri dari NPK 0.4 t ha -1, biochar 10 t ha, pupuk
kandang 10 t ha-1, biochar 10 t ha-1 + 0.4 t ha-1 dan pupuk kandang 10 t ha-1
plus NPT 0.4 t ha-1. Sedangkan faktor kedua adalah pola tanam yang terdiri
dari mono culture jagung, monokullture kedelai dan tumpang sari jagungkedelai. Parameter yang diamati adalah berat volume tanah, porositas tanah,
kadar air pada pF 2.54 dan 4.2, permeabilitas tanah serta indeks stabilitas
aggregate tanah. Hasil peneltian menunjukkan bahwa pembenah tanah dan
pola tanam memberikan efek yang sama yaitu tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap berat volume tanah, porositas tanah, kadar air tanah pada pf
2.54 dan 4.2, permeabilitas tanah serta indeks stabilitas aggregate tanah.
Tidak terdapat interaksi antara perlakuan pembenah tanah pola dan tanam
terhadap semua peubah sifat fisika tanah kecuali permeabilitas tanah pada dua
kedalaman yaitu top dan sub soil.
Kata kunci: utisol, tanah, pola tanam.
Pendahuluan
Lahan kering (dryland) umumnya terdapat didataran tinggi (daerah pengunungan) yang
ditandai dengan topografi yang bergelombang dan merupakan daerah penerima dan
peresap air hujan yang kemudian dialirkan kedataran rendah, baik melalui daerah aliran
sungai (DAS) maupun struktur geologi tanah. Jadi lahan kering didefinisikan sebagai
dataran tinggi yang lahan pertaniannya lebih banyak curah hujan seperti tanah masam
Ultisol (Hasnudi dan Eniza, 2004). Salah satu jenis tanah yang banyak terdapat di lahan
kering adalah Ortosol.
Tanah ordo Ultisol merupakan salah satu jenis tanah yang dijumpai di Indonesia yang
penyebarannya di beberapa pulau besar mencapai luas sekitar 45.794.000 ha atau 25%
dari luas wilayah daratan Indonesia, dan termasuk ordo tanah yang luas di bandingkan
dengan tanah yang lain. Tanah ini berkembang pada berbagai topografi, mulai dari
A120
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
bergelombang hingga bergunung dengan curah hujan yang tinggi (Subagyo et al., 2004).
Berdasarkan luas ultisol mempunyai potensi yang tinggi untuk pengembangan pertanian
lahan kering. Namun demikian, pemanfaatan tanah ini terdapat kendala pada sifat fisika
tanah yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman, terutama tanaman pangan seperti
kedelai dan jagung bila tidak dikelola dengan baik.
Menurut hasil penelitian Sutedjo dan kartasapoetra (1991) perbaikan sifat fisika tanah
mutlak diperlukan pada tanah Ultisol agar dapat mempertahankan kondisi tanah yang baik.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan bahan pembenah tanah
seperti biochar, pupuk kandang sapi dan pupuk NPK ke dalam tanah yang bertujuan untuk
memperbaiki sifat-sifat tanah secara simultan.
Pembenah tanah yang sangat banyak digunakan selama ini adalah biochar. Biochar adalah
arang hayati dan mampu menangkap karbon di udara dan menyimpannya bertahun tahun
(Kuzyakov et al., 2009). Dibandingkan dengan pupuk kandang, maka biochar lebih aman
dan sudah diakui sebagai Carbon Management (Sohi et al., 2010). Umunya didalam tanah
bahan pembenah tanah digunakan untuk pemantap agregat tanah karena mengandung
carbon (organic matter) sebagai pemantap aggregat tanah. Oleh karena itu pembenah
tanah juga berfungsi mengurangi resiko erosi, meningkatkan kapasitas tanah menahan air
(water holding capacity) karena bahan ini memiliki sifat yang mampu merubah sifat
hidrofobik atau hidrofilik dan mampu meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah
(Arsyad, 2000).
Biochar atau arang merupakan bahan pembenah tanah alami berbahan baku hasil
pembakaran tidak sempurna (pyrolisis) dari residu atau limbah pertanian yang sulit
didekomposisi, seperti kayu-kayuan, sekam padi, dan lain-lain. Pembakaran tidak sempurna
dilakukan pada suhu sekitar 250-350°C, selama 2-3,5 jam sehingga diperoleh arang yang
mengandung karbon tinggi dan dapat diaplikasikan untuk memperbaiki struktur tanah
(Lehmann and Rondon, 2006).
Pada tanah Ultisol, Pemberian biochar dengan takaran 6 t per hektar dapat meningkatkan
karbon, bahan organik dan rasio CN yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman jagung (Latuponu, 2010). Bahan organik tanah menjadi salah satu
indikator penting dalam memperbaiki kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan
kunci di tanah, disamping itu bahan organik tanah memiliki fungsi yang saling berkaitan,
sebagai contoh bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktifitas mikroba yang juga
dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah,
dan meningkatkan daya pulih tanah (Sutanto, 2005).
Bahan organik tanah memiliki peran dan fungsi yang sangat vital di dalam perbaikan sifatsifat tanah yang meliputi sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Bahan organik merupakan
sumber energi bagi aktivitas mikrobia tanah dan dapat memperbaiki berat volume tanah,
struktur tanah, aerasi serta daya mengikat air (Marzuki et al., 2012). Hal ini sejalan dengan
pendapat Erfandi dan Juarsah (2004) yang menyatakan bahwa pemberian bahan organik
pada tanah ordo Ultisol dapat memperbaiki kadar air tersedia dalam tanah, menurunkan
berat volume tanah dan pori aerasi serta indeks stabilitas agregat top soil (0-20 cm).
Tisdale dan Nelson (1975) menyebutkan bahwa pupuk kandang merupakan komponen
penting dalam mengelola tanah masam seperti Ultisol. Pemberian pupuk kandang dapat
memperbaiki struktur dan granulasi tanah, meningkatkan daya menahan air, serta
memperbaiki permeabilitas tanah. Pemberian pupuk kandang sapi dapat memperbaiki sifat
fisik tanah, seperti meningkatkan porositas tanah dan laju permeabilitas (Adimihardja dan
Kurnia., 2000). Mereka juga menyatakan bahwa pemberian pukan sapi, dengan takaran 5 t
ha-1 pada tanah Ultisol Jambi nyata meningkatkan kadar C-organik tanah, dan hasil jagung
dan kedelai. Wiskandar (2002) melaporkan penggunaan pupuk kandang sapi 20 t ha-1
mampu memberikan hasil biji 1,21 t ha-1 pada tanaman kedelai. Pemberian pukan 5 t ha-1
dikombinasikan dengan pemupukan NPK (90-45-80) pada tanaman jagung pada lahan
A121
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
kering masam dapat memberikan hasil biji pipilan 3,4 t ha-1, yaitu 1,9 t ha-1 lebih tinggi dari
pemupukan NPK saja (Adiningsih et al., 1995).
Disamping itu pupuk NPK merupakan unsur hara makro yang mutlak diperlukan tanaman
selama proses pertumbuhannya. Dosis pupuk NPK phonska yang digunakan untuk
meningkatkan produktifitas kedelai 250 kg ha-1 yang dibagi dua tahap pemberian, 125 kg
ha-1 pada saat tanam dan 125 kg ha-1 untuk 30 Hari setelah tanam (PT. Petrokimia Gresik,
2012). Jeffery et al. (2011) menemukan bahwa Biochar meningkatkan secara nyata
produktivitas tanaman radishes dan soybeans, sebaliknya untuk tanaman rye-grass.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perbaikan sifat-sifat fisik tanah akibat pembenah
tanahi biochar dan pupuk organik akan meningkatnya persentase partikel tanah yang
berbentuk agregat (Suwardjo et al., 1989). Namun, referensi jenis pembenah yang mana
lebih efektif dan responnya terhadap sifat sifat tanah serta produktivitas tanaman masih
relative sedikit. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diteliti bagaimana respon sifat
fisika tanah akibat pemberian NPK, Biochar dan pupuk kandang serta kombinasinya.
Bahan dan Metode
Penelitian ini dilakukan di Gampong Teureubeh, Mukim Jantho, Kecamatan Kota Jantho,
Kabupaten Aceh Besar. Gampong Teureubeh terletak pada titik kordinat 05°17’05.2” LU dan
95°35’12.1” BT. Topografi kawasan kota Jantho datar, bergelombang hingga berbukit-bukit.
Kota Jantho memiliki ketinggian 100 dpl, Gampong Teureubeh memiliki temperatur sekitar
22-35°C atau rata-rata 26.7°C dengan curah hujan tahunan 2.200 mm dengan jumlah
bulan basah 4-6 bulan dan bulan kering 2-4 bulan. Lahan ini adalah lahan produksi yang
pernah ditanami tanaman semusim seperti jagung, kacang panjang, oleh petani.
Sebelum ditanami tanaman semusim terlebih dahulu di analisis sifat-sifat Fisika di
Laboratorium Penelitian Fisika Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Syiah
Kuala dan pembuatan bahan pembenah tanah (Biochar) dilakukan di Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni-Oktober 2016.
Bahan yang digunakan adalah pembenah tanah biochar arang sekam 7,35 kg, pupuk
kandang sapi 7,35 kg dan pupuk NPK 294 gram per bedeng, (hanya bedeng yang di
anjurkan) sebagai perlakuan, dan benih tanaman jagung varietas Bonanza dan kedelai
Varietas Dena 1.
Alat alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu GPS (Global Positioning System)
untuk menentukan posisi di lapangan, kamera digital, alat tulis, cangkul, bor tanah,
meteran, ring sampel tanah, kantg plastik, dan alat-alat laboratorium untuk analisis sifat
fisika tanah yaitu : pisau lapang, pengaris ukur, karet gelang, kertas label, eksikator, oven,
timbangan analitik, cawan aluminium, kertas saring, keramik plate, pressure
plate/membrane plate apparatus, permeameter, stopwatch.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 5 x 3
dengan 3 ulangan. Adapun faktor yang diteliti yaitu pembenah tanah (A) dan pola tanam
(S).
Faktor pertama adalah pembenah tanah
A0
= NPK 0.4 t
A1
= Biochar 10 t ha-1
A2
= Pupuk kandang 10 t ha-1
A3
= Biochar 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
A4
= Pupuk kandang 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
Faktor kedua adalah pola tanam
S1
= Monokultur Jagung
S2
= Monokultur Kedelai
S3
= Tumpang Sari Jagung-Kedelai
A122
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Dengan demikian terdapat 15 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan. Maka jumlah satuan
kombinasi perlakuan adalah 45 satuan percobaan.
Tabel 1. Kombinasi Perlakuan
No
Kombinasi
Perlakuan
Pembenah Tanah
1
A0S1
NPK 0.4 t
Monokultur Jagung
2
A0S2
NPK 0.4 t
3
A0S3
NPK 0.4 t
4
5
A1S1
A1S2
biochar 10 t ha-1
biochar 10 t ha-1
6
A1S3
biochar 10 t ha-1
7
A2S1
Pupuk kandang 10 t ha-1
Monokultur Kedelai
Tumpang Sari JagungKedelai
Monokultur Jagung
Monokultur Kedelai
Tumpang Sari JagungKedelai
Monokultur Jagung
8
A2S2
Pupuk kandang 10 t ha-1
Monokultur Kedelai
9
A2S3
Pupuk kandang 10 t ha-1
Tumpang Sari JagungKedelai
10
A3S1
Biochar 10 t ha-1+ NPK 0.4 t
Monokultur Jagung
11
A3S2
Biochar 10 t ha-1+ NPK 0.4 t
Monokultur Kedelai
12
A3S3
Biochar 10 t ha-1+ NPK 0.4 t
13
A4S1
Pupuk kandang 10 t ha-1+ NPK 0.4 t
Tumpang Sari JagungKedelai
Monokultur Jagung
14
A4S2
Pupuk kandang 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
Monokultur Kedelai
15
A4S3
Pupuk kandang 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
Tumpang Sari JagungKedelai
Sistem Pertanaman
Pelaksanaan Penelitian
Sebelum diberikan perlakuan terlebih dahulu dilakukan analisis awal sifat-sifat fisika tanah.
Sampel tanah diambil pada tiga titik dalam luasan lahan dan tanah di ambil bagian top soil
pada kedalaman 0-20 cm dan sub soil pada kedalaman 20-40 cm dan diberi label. Analisis
sifat fisika tanah yang dilakukan meliputi penetapan berat volume tanah (bulk density),
penetapan porositas tanah, penetapan particle density, penetapan kandungan air tanah,
penetapan permeabilitas tanah, penetapan indeks stabilitas agregat. Sedangkan analisis
tanah akhir dilakukan setelah panen.
Pengambilan sampel tanah utuh dilakukan untuk menentukan penetapan berat volume
tanah, penetapan porositas tanah, penetapan particle density tanah, penetapan kandungan
air tanah, penetapan permeabilitas tanah, penetapan indeks stabilitas agregat tanah.
Analisis tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah secara ring sample sehingga
dapat mewakili dari lokasi tersebut. Teknis pengambilan sampel tanah dilakukan tiga titik
dalam luasan lahan, dan tanah di ambil bagian top soil pada kedalaman 0-20 cm dan sub
soil pada kedalaman 20-40 cm dan diberi label.
Pengambilan sampel tanah dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum pemberian pembenah
tanah dan sehari sebelum panen tanaman jagung dan kedelai dengan tidak merusak titik
tanah yang mau diambil untuk pengambilan sampel terakhir.
Persiapan Lahan dan Penanaman
A123
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah lahan dengan jenis tanah Ultisol di
Gampong Teureubeh, Mukim Jantho, Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar. Lahan
dibagi menjadi tiga blok dengan jarak antar blok 1 meter. Setiap blok dibagi atas 15 plot
dengan ukuran per plot adalah 3,5 x 2,1 meter, jarak antar plot dalam blok 70 cm. Susunan
plot disesuaikan dengan perlakuan, setelah tanah diolah sebanyak dua kali lalu diberikan
pembenah tanah sesuai perlakuan dan diinkubasi selama satu minggu.
Sebagai tanaman indikator ditanami jagung dan kedelai. Setiap lubang tanam diisi 3 benih
dengan kedalaman 3-5 cm lalu ditutup dengan tanah. Pada sistem tanam monokultur
jagung, benih jagung ditanam kedalam lubang tanam dengan jarak tanam 75 cm antar jalur
dan 30 cm dalam jalur. Pada sistem tanaman monokultur kedelai, biji kedelai ditanam
kedalam lubang dengan jarak tanam 30 cm dalam jalur dan 30 cm antar jalur. Pada sistem
tumpang sari, kedelai ditanam terlebih dahulu setelah 25 hari baru dilakukan penanaman
jagung dengan pola tanaman1 jalur jagung diselingi dengan 4 jalur kedelai dengan jarak
antara jagung ke kedelai 30 cm dan 30 cm antar jalur jagung serta 30 cm antar jalur
kedelai. Penyiraman dilakukan bila tidak hujan untuk mempertahankan ketersediaan air
bagi tanaman
Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang sapi, biochar arang sekam, dan NPK. Masingmasing sebanyak, 10 t pupuk kandang sapi ha-1 atau 7,35 kg per bedeng, 10 t ha-1 biochar
atau 7,35 kg per bedeng, dan NPK 0.4 t atau 294 g per bedeng. (hanya bedeng yang
dianjurkan). Pemupukan pupuk kandang sapi dan biochar arang sekam dilakukan 1 minggu
sebelum penanaman dan pemberian pupuk NPK diberikan tiga tahap, pemupukan pertama
diberikan sebelum penanaman kedelai, pemupukan kedua diberikan 3 minggu setelah
penanaman kedelai, pemupukan ketiga diberikan 3 minggu setelah penanaman jagung.
Pengamatan
Pengamatan perubahan sifat fisika tanah yang dilakukan meliputi: berat volume tanah,
porositas tanah, particel density tanah, kandungan air tanah, permeabilitas tanah, indeks
stabilitas agregat tanah.
Tabel 2. Parameter dan Metode Analisis Sifat Fisika Tanah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Aspek analisis
Berat volume Tanah
Partikel Density Tanah
Porositas Tanah
Kadar air tanah pada beberap pF
Permeabilitas Tanah
Indeks Stabilitas Agregat Tanah
Metode
Ring Sampel (Core Method)
Ring Sampel
Ring Sampel (Pengukuran Kadar Air)
Pressure Plate
Penggenangan (Permeameter)
Pengayakan Kering dan Basah
Hasil dan Pembahasan
Berat volume dan Porositas
Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah dan
pola tanaman terhadap berat volume tanah dan positas tanah top soil dan sub soil tidak
berpengaruh nyata.
Kadar Air Tanah pada pF 2,54 dan pF 4,2
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah pada
kedalaman top soil tidak berpengaruh nyata pada kadar air tanah pada pF 2,54 dan pF 4,2.
A124
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Tabel 3.
Rata - Rata Nilai Kadar Air Tanah Pada pF 2,54 dan pF 4,2 Akibat Pemberian
Bahan Pembenah Tanah
Kadar Air Tanah (%)
Kadar Air
Perlakuan
pF 2,54
pF 4,2
Tersedia (%)
0-20
0-20
Bahan Pembenah Tanah
32,45
17,55
14,90
A0 NPK 0.4 t
-1
32,78
17,57
15,21
A1 Biochar 10 t ha
32,53
17,63
14,90
A2 Pukan 10 t ha-1
-1
33,27
18,37
14,90
A3 Biochar 10 t ha + NPK 0.4 t
32,82
17,92
14,90
A4 Pukan 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
BNT 0,05
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah pada berbagai
kedalaman tanah tidak berpengaruh nyata pada kadar air tanah pada pF 2,54 dan pF 4,2.
Pola tanam hanya berpengaruh pada kadar air tanah pF4.2 pada kedalaman sub soil.
Tabel 4. Rata - Rata Nilai Kadar Air Tanah Pada pF 2,54 dan pF 4,2 Akibat Perlakuan Pola
Tanam
Kadar Air Tanah (%)
Kadar Air
Perlakuan
pF 2,54
pF 4,2
Tersedia (%)
0-20
0-20
Pola Tanam
S1 Monokultur Jagung
S2 Monokultur Kedelai
S3 Tumpang Sari Jagung Kedelai
BNT 0,05
33,16
32,38
32,77
-
18,26 b
17,29 a
17,87 ab
0,66
14,90
15,09
14,90
Keterangan : Angka - Angka yang Diikuti Huruf yang Sama pada Kolom Sama Tidak Berbeda Nyata Menurut Uji
BNT 0,05
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada kedalaman top soil persentase kadar air tanah pF 4,2
tertinggi dijumpai pada perlakuan S1 (Monokultur Jagung) yakni 18,26 % dan terendah
dijumpai pada S2 (Monokultur Kedelai) yakni 17,29 %. yang berbeda nyata dengan
perlakuan pola tanam lainnya, kecuali pada perlakuan S3 (Tumpang Sari Jagung Kedelai)
yakni 17,87 %. Sedangkan air tersedia tertinggi dijumpai pada perlakuan S2 (Monokultur
Kedelai) yakni 15,09 %.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (Suratmini 2004) yang menyatakan
pemberian 15 t ha-1 pupuk kadang sapi meningkatkan kadar air dari 27,22% menjadi
29,11% serta meningkatkan ruang pori 62,32% menjadi 63,09% (Muku, 2002) juga
mendapatkan pemupukan pupuk kandang sapi 15 t ha -1 pada bawang merah menurunkan
berat volume dari 0,14 g cm-3 menjadi 0,12 cm-3 dan meningkatkan kadar air tanah dari
15,87% menjadi 17,52%.
Pengaruh nyata akibat pola tanam diduga adanya kombinasi pemberian bahan pembenah
tanah baik itu pupuk kandang, biochar dan NPK. Nilai kadar air tanah pF 4,2 tertinggi
dijumpai pada perlakuan S1 (Monokultur Jagung) yakni 18,26 % dan terendah dijumpai
pada S2 (Monokultur Kedelai) yakni 17,29 %. yang berbeda nyata dengan perlakuan pola
tanam lainnya, kecuali pada perlakuan S3 (Tumpang Sari Jagung Kedelai) yakni 17,87 %.
Sedangkan air tersedia tertinggi dijumpai pada perlakuan S2 (Monokultur Kedelai) yakni
15,09 %. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (Curtis and Claassen 2005)
pupuk organik dapat meningkatkan kadar air tersedia bagi tanaman. Namun Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa akibat perlakuan pola tanam pada kedalaman sub soil tidak
berpengaruh nyata pada kadar air tanah pada pF 2,54 dan pF 4,2.
A125
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Permeabilitas Tanah
Cepat atau lambatnya air mengalir di dalam tanah diindikasi oleh besar kecilnya angka
permeabilitas tanah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan bahan
pembenah tanah dan pola tanam pada dua kedalaman top soil dan sub soil tidak
berpengaruh nyata pada permeabilitas tanah, kecuali pada sub soil akiba pola tanam.
Tabel 5. Rata - Rata Nilai Permeabilitas Tanah Akibat Pemberian Bahan Pembenah
Perlakuan
Bahan Pembenah Tanah
NPK 0.4 t
Biochar 10 t ha-1
Pukan 10 t ha-1
Biochar 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
Pukan 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
BNT 0,05
Permeabilitas Tanah (cm jam-1)
0-20 cm
20-40 cm
15,50
16,43
16,54
16,40
16,28
-
16,29
16,11
16,54
16,25
16,99
-
Tabel 6. Rata - Rata Nilai Permeabilitas Tanah Akibat Pemberian Bahan Pola Tanam
Perlakuan
Permeabilitas Tanah (cm jam-1)
0-20 cm
20-40 cm
Pola Tanam
S1 Monokultur Jagung
S2 Monokultur Kedelai
S3 Tumpang Sari Jagung Kedelai
BNT 0,05
16,25
16,38
16,06
-
17,06 b
16,39 ab
15,86 a
0,75
Keterangan : Angka - Angka yang Diikuti Huruf yang Sama pada Kolom Sama Tidak Berbeda Nyata Menurut Uji
BNT 0,05
Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai permeabilitas tanah pada kedalaman sub soil tertinggi
dijumpai pada perlakuan Monokultur Jagung yakni 17,06 cm jam-1 yang berbeda dengan
seluruh perlakuan lainnya. Kecuali pada perlakuan Monokultur Kedelai yakni 16,39 cm jam 1. Sedangkan nilai permeabilitas terendah dijumpai pada perlakuan Tumpang Sari Jagung
Kedelai dengan nilai 15,86 cm jam-1.
Permeabilitas merupakan kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media dalam
keadaan jenuh (Haridjaya et al., 1990). Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah
untuk meneruskan air atau udara yang digolongkan dalam kelas permeabilitas tanah.
Diduga tingginya nilai permeabilitas tanah pada perlakuan pola tanam adanya kombinasi
bahan pembenah tanah dengan pola tanam, sehingga pada faktor perlakuan pola tanam
memberikan pengaruh sangat nyata pada perlakuan pola tanam.
Permeabilitas Tanah akibat Interaksi Bahan Pembenah Tanah dan Pola Tanam
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan bahan pembenah tanah dan
pola tanam pada kedalaman top soil berpengaruh sangat nyata pada permeabilitas tanah.
Nilai rata-rata permeabilitas tanah akibat interaksi bahan pembenah tanah dan pola tanam
dapat dilihat pada Tabel 7.
A126
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Tabel 7. Rata - Rata Nilai Permeabilitas Tanah
dan Pola Tanam
Bahan Pembenah Tanah
NPK 0.4 t
Biochar 10 t ha-1
Pukan 10 t ha-1
Biochar 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
Pukan 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
BNT 0,05
Akibat Interaksi Bahan Pembenah Tanah
Pola Tanam
Permeabilitas Tanah (cm jam-1)
0-20 cm
S1
S2
S3
14,48Aa
15,74Abab
16,29Bab
15,52Aab
16,87Aabc
16,89Ab
17,95Cd
16,24Ababc
15,42Aa
17,67Cd
15,70Aa
15,83Abab
15,64Aabc
17,33Cc
15,88ABab
1,43
Keterangan : Angka - Angka yang Diikuti Huruf yang Sama pada Kolom Sama Tidak Berbeda Nyata Menurut Uji
BNT 0,05 . S1 adalah Monokultur Jagung, S2 Monokultur Kedelai, dan S3 Tumpang Sari Jagung
Kedelai
Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata interaksi permeabilitas tanah pada kedalaman
top soil tertinggi dijumpai pada perlakuan Pupuk kandang 10 t ha-1 dengan mono culture
jagung yakni 17,95 cm jam-1 yang berbeda nyata antar perlakuan lainnya. Semua hasil
interaksi bahan pembenah tanah dengan pola tanam menunjukkan kriteria nilai pada
permeabilitas tanah pada kelas 5 yaitu daya pelolosan air agak cepat, sehingga dapat
disimpulkan yang bahwa permeabilitas tanah akibat interaksi bahan pembenah tanah
dengan pola tanam dapat memberikan kriteria pelolosan air pada tingkat agak cepat. Hal ini
sejalan dengan pendapat (Syahrudin 1999) permeablitas tanah yang baik pada lahan kering
berkisar antara 1,5-5 cm jam-1. Menurut Jamulya dan Waro (1983) cepat lambatnya
permeabilitas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, tekstur tanah, dan struktur
tanah.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan bahan pembenah tanah dan
pola tanam pada kedalaman sub soil berpengaruh sangat nyata terhadap permeabilitas
tanah.
Tabel 8. Rata - Rata Nilai Permeabilitas Tanah Akibat Interaksi Bahan Pembenah Tanah
dan Pola Tanam pada Subsoil pada Kedalaman Tanah 20-40 cm.
Pola Tanam
Bahan Pembenah Tanah
20-40 cm
S1
S2
S3
16,19Aba
18,07Cab
14,62Aab
NPK 0.4 t
17,43Bab
15,99Aabc
14,92Ab
Biochar 10 t ha-1
-1
16,67ABd
15,26Aabc
17,71Ba
Pukan 10 t ha
16,02Abd
17,25Ba
15,47Aab
Biochar 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
Pukan 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
19,01Cabc
15,36Ac
16,59Abab
ha-1
1,67
BNT 0,05
Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata interaksi permeabilitas tanah pada kedalaman
sub soil tertinggi dijumpai pada kombinasi perlakuan pupuk kandang 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
dan pola tanam tumpang sari jagung - kedelai yaitu 19,01 cm jam-1 yang berbeda nyata
antar perlakuan lainnya kecuali pada perlakuan A0S2 (NPK 0.4 t + monokultur kedelai)
yakni 18,07 cm jam-1 Sedangkan nilai permeabilitas tanah terendah dijumpai pada
perlakuan A0S3 (NPK 0.4 t + tumpang sari jagung – kedelai) dengan nilai 14,62 cm jam-1.
Stimulasi pembentukan aggregate tanah dapat meingkatkan produktivitas budidaya
pertanaian pada tanah tanah berstruktur jelek. Meskipun sering didapatkan pengaruh nyata
pemberian pembenah tanah tidak nyata.
Grunwald et al.
(2016) membandingkan
A127
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
pengaruh beberapa pembenah tanah dan menemukan bahwa tidak ada pengaruh nyata
terhadap makro aggregate tanah akibat pemberian biochar, hal ini mungkin disebabkan
peningkatan mineralizasi agen agen perekat aggregat (aggregate binding agents).
Kemudian Winarso (2005) menyatakan pemberian bahan organik memungkinkan
pembentukkan agregat tanah, yang selanjutnya akan memperbaiki permeabilitas dan
peredaran udara tanah, akar tanaman mudah menembus lebih dalam dan luas sehingga
tanaman kokoh dan lebih mampu menyerap hara tanaman. Lebih lanjut Hansen et al.
(2004) menyatakan bahwa aplikasi pupuk kandang dapat menyediakan kebutuhan nitrogen
tanaman jagung meskipun dalam jumlah relatif sedikit.
Stabilitas Agregat Tanah
Stabilitas aggregate tanah dilaporkan dengan satuan indeks stabilitas aggregate. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah dan pola tanam
(Tabel 9 dan 10) pada kedalaman top soil dan sub soil tidak berpengaruh nyata pada indeks
stabilitas agregat tanah begitu juga dengan akibat pola tanam.
Tabel 9. Rata - Rata Nilai Indeks Stabilitas Agregat Tanah Akibat Bahan Pembenah Tanah
pada Ultisol
Sifat Fisika Tanah
Indeks Stabilitas Agregat Tanah
Perlakuan
0-20 cm
20-40 cm
Bahan Pembenah Tanah
A0 NPK 0.4 t
46.22
46.84
A1 Biochar 10 t ha-1
47.88
47.64
A2 Pukan 10 t ha-1
46.99
46.43
A3 Biochar 10 t ha-1 +NPK 0.4 t
48.09
48.32
A4 Pukan 10 t ha-1 + NPK 0.4 t
46.76
47.18
BNT 0,05
Tablel 9 menunjukkan bahwa pemberian pembenah tanah meningkatkan indeks stabilitas
aggregate tanah meskipun tidak nyata. Herath et al. (2013) juga mendapakan bahwa
biochar amendment meningkatkan stabilitas aggregat tanah>17% dibandingkan control,
dan peningkatan ini lebih kecil yaitu berkisar dari 4 – 16%.
Tabel 10. Rata - Rata Nilai Indeks Stabilitas Agregat Tanah Akibat Perlakuan Pola Tanam
pada Ultisol
Sifat Fisika Tanah
Indeks
Stabilitas Agregat Tanah
Perlakuan
0-20 cm
20-40 cm
Pola Tanam
S1 Monokultur Jagung
46.94
47,28
S2 Monokultur Kedelai
47.76
47,33
S3 Tumpang Sari Jagung Kedelai
46.86
47,23
BNT 0,05
Kesimpulan
1. Pembenah tanah dan pola tanam memberikan efek yang sama yaitu tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap berat volume tanah, porositas tanah, kadar air tanah pada pF
2.54 dan 4.2, permeabilitas tanah serta indeks stabilitas aggregate tanah.
2. Tidak terdapat interaksi antara perlakuan pembenah tanah dengan pola tanam terhadap
semua sifat fisika tanah kecuali permeabilitas tanah pada dua kedalaman yaitu top dan
sub soil.
A128
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Ucapan Terimakasih
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua anggota proyek “Improving Soil and Water
Management and Crop Productivity of Dray land Agriculture Systems of Aceh and New
South Wales (ACIAR PROJECT NO. SMCN/2012/103).
Daftar Pustaka
Adimihardja, A., I. Juarsah, U. Kurnia. (2000). Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis dan
Takaran Pupuk Kandang Terhadap Produktivitas Tanah Ultisol Terdegradasi di Desa
Batin, Jambi. Hlm 303-319 dalam Prosiding Seminar Sumberdaya Lahan, Iklim, dan
Pupuk. Buku II. Lido, 6-8 Desember 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Adiningsih, J.S., D. Setyorini, T. Prihatini. (1995). Pengelolaan Hara Terpadu Untuk
Mencapai Produksi Pangan yang Mantap dan Akrab Lingkungan. hlm. 55-69. Dalam
Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat: Makalah Kebijakan.
Bogor, 10-12 Januari 1995. Puslittanak, Bogor.
Arsyad, S. (1975). Fisika Tanah : Dasar-Dasar Sifat Fisika dan Proses. IPB. Bogor.
2000. Konservasi Tanah dan Air. Serial Pustaka IPB press. IPB pres. 290 hlm.
Curtis, M. J, V.P. Claassen. (2005). Compost incorporation increases plant available water in
a drastically disturbed serpentine soils. Soil science.
Erfandi, D., U. Kurnia, I. Juarsah. (2004). Pemanfaatan Bahan Organik Dalam Perbaikan
Sifat Fisik dan Kimia Tanah Ultisol. Hlm 77-85. Prosiding Semnas. Pendayagunaan
Tanah Masam, Buku II, Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Grundwald, D., M. Kaiser, B. Ludwig.
Effect of biochar and organic fertilizer on C
mineralization and macro-aggregat dynamics under incubation temperatures. Soil
Till. Res. 164, 11-17.
Hansen, D.J., A.M. Blackmer, P. Mallarino, M.A. Wuebker. (2004). Performance-Based
Evaluation of Guidelines for Nitrogen Fertilizer Application after Animal Manure.
Agronomy Journal. Vol.96, No.1:34-41.
Haridjaya, O.K. Murtilaksono, Sudarmo dan L.M. Rachman. (1990). Hidrologi Pertanian
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Hasnudi dan Eniza (2004). Rencana Pemanfaatan Lahan Kering Untuk Pengembangan
Usaha Peternakan Ruminansia dan Usaha Tani Terpadu di Indonesia. Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Herath, H,M,S.K., M. Camps-Arbestain, M. Hedley. (2013). Effect of biochar on soil
physical properties in two contrasting soils: an Alfisol and an Andisol. Geoderma,
209–210, pp. 188–197 http://dx.doi.org/10.1016/j.geoderma.2013.06.016
Jamulya dan S. Woro. (1983). Pengantar Geografi Tanah. Diktat Kuliah. Fakultas Geografi
UGM. Yogyakarta.
Jeffey, S., F.G.A. Verheijen, M. van der Velde, A.C. Bastos. (2011). A quatitative review of
the effects of biochar application to soils on crop productivity using meta-analysis.
Agriculture, Ecosystems and Environment. 144 . 175-187
Kuzyakov, Y., I. Subbotina, H. Chen, I. Bogomolova, X. Xu. (2009). Black carbon
decomposition and incorporation into soil microbial biomass estimated by C-14
labeling. Soil Biol. Biochem., 41, pp. 210–219.
Latuponu, H. (2010). Pemanfaatan Limbah Sagu Sebagai Bahan Aktif Biochar Untuk
Meningkatkan Efisiensi Serapan Hara di Ultisol. Lembaga Penelitian dan pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Gadjah mada. Yogyakarta.
Lehmann, J. J. Gaunt, and M. Rondon. (2006). Biochar soil Manegement on Highly
Weathered Soils in the Humid Tropics. P: 571-530 in Biological Approaches to
sustainable Soil Systems (Norman Uphoffet al Eds.). Tylor and Francis Group PO Box
409267 Atlanta, GA 30384- 9267.
Marzuki, Sufardi dan Manfarizah. (2012). Sifat Fisika dan Hasil Kedelai (Glycine Max L) pada
Tanah Terkompaksi Akibat Cacing Tanah dan Bahan Organik. Jurnal Manajemen
Sumberdaya Lahan, volume 1(1).
A129
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Muku, O.M. (2002). Pengaruh Jarak Tanam Antar Barisan dan Macam Pupuk Organik
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) di
Lahan Kering. (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
PT Petrokimia. (2012). http://www.petrokimia-gresik.com/. Gresik.
Sohi, S.P., E. Krull, E. Lopez-Capel, R. Bol. (2010). A review of biochar and its use and
function in soil. Advances in Agronomy, 105, pp. 47–82
Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. (2004). Tanah-Tanah Pertanian di Indonesia.
hlm. 21 − 66. Dalam A. Adimihardja, L.I. Amien, F. Agus, D. Djaenudin (Ed.).
Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Suratmini, N.P. (2004). Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen dan Pupuk Kandang Sapi Terhadap
Hasil, Kadar Gula Biji dan Kadar Protein Kasar Brangkasan Jagung Manis (Zea mays
saccharata Sturt). (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Sutanto, R. (2002). Dasar – dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Kanisius,
Yogyakarta.
(2005). Dasar-Dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Sutedjo, M. M. Dan A. G. Kartasapoetra. (1991). Pupuk dan Cara Pemupukan. Bina Aksara.
Jakarta.
Syahruddin. (1999). Pemberian Pupuk Kandang Memperbaiki Sifat Fisik dan Kimia Tanah.
Lokakarya Fungsional Nonpeneliti. Bogor.
Suwardjo, H., A. Abdurachman, and S. Abunyamin. (1989). The use of crop residue mulch
to minimize tillage frequency. Pembrt.Pen. Tanah dan Pupuk 8:31-37.
Tisdale, S. I. and W.G. Nelson. (1975). Soil Fertility and Fertilizer. Mc Millan Publisher Co.,
New York. 75 p.
Winarso, S. (2005). Kesuburan Tanah: Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gaya Media.
Yogyakarta.
Wiskandar, (2002). Pemanfaatan Pupuk Kandang Untuk Memperbaiki Sifat Fisik Tanah di
Lahan Kritis yang Telah Diteras. Konggres Nasional VII.
A130
Download