BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konflik politik

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Konflik politik di Pantai Gading berawal dari kudeta militer yang terjadi pada tahun
1999 yang dipimpin oleh Jendral Robert Guei. Pasca kudeta militer Guei membentuk
pemerintahan sementara dan mengadakan pemilu nasional di tahun 2000. Pada saat itu
Pengadilan Tinggi Pantai Gading yang para anggotanya ditunjuk oleh Guéï melarang salah
satu menteri yang hendak mencalonkan diri sebagai presiden yaitu Allasane Outtara yang
pada saat itu menjabat sebagai Menteri Agama Islam untuk mengikuti pemilihan umum
dengan alasan Allasane Outtara berkewarganegaraan Pantai Gading namun orang tuanya
berasal dari Burkina Faso. 1 Hal tersebut menimbulkan rasa kecewa dari para simpatisan
Outtara yang mayoritas merupakan komunitas muslim di Pantai Gading. Laurent Gbagbo
akhirnya berhasil menjadi Presiden di Pantai Gading melalui kudeta pada bulan oktober
2000. 2
Ketika pemilihan umum kembali diselenggarakan di Pantai Gading pada tahun 2010.
Allassane Outtara kembali menjadi pihak oposisi yang berhadapan dengan Presiden Laurent
Gbagbo. Hasil pemilihan umum yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum pada saat
itu menyatakan bahwa Allasane Outtara memperoleh suara 54,1 persen. 3 Wakil Khusus
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB (Special Representative of the
Secretary General of the United Nations) yang juga menjabat sebagai kepala United Nations
Operation in Cote d’Ivoire (UNOCI), Choi Young-Jin, kemudian mengesahkan hasil pemilu
1
BBC, Ivory Coast Country Profile, http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-13287216, diakses pada
tanggal 31 Juli 2015.
2
Artikel, ECOWAS Bahas Eskalasi di Pantai Gading, URL: http://www.dw.com/id/ecowas-bahas-eskalasidi-pantai-gading/a-14734806, diakses pada tanggal: 31 Juli 2015.
3
Artikel, Côte d'Ivoire Investigation, URL : http://www.amicc.org/icc/cdi, diakses pada tanggal
15 Februari 2015.
yang menyatakan kemenangan Outtara pada tanggal 3 Desember 2010 yang berarti bahwa
Laurent Gbagbo kalah dalam pemilihan umum tersebut. 4
Kubu Gbagbo menolak hasil pemilihan umum tersebut dan Laurent Gbagbo justru
mendeklarasikan diri
sebagai presiden terpilih. 5 Dewan Konstitusional kemudian
memperkuat posisi Gbagbo dan menuding Allasane Outtara melakukan kecurangan.
Keduanya juga melakukan sumpah jabatan masing-masing dan dilantik sebagai presiden.
Gbagbo dilantik di depan Dewan Konstitusi, sedangkan Outtara melantik dirinya melalui
surat yang ditujukan kepada Dewan Konstitusi dan surat pengesahan dari UNOCI dan
keyakinan bahwa rakyat telah memilihnya dan dengan pengakuan dari komunitas
internasional yang telah memilihnya. 6 Lebih jauh keduanya juga membentuk kabinet
pemerintahannya masing-masing.
Pertarungan politik ternyata berlanjut pada perang saudara. Sejak pertengahan
Desember 2010, pertempuran antara kedua kubu telah melibatkan penggunaan senjata berat
seperti mortar, granat, dan senapan mesin berat. 7
Konflik tersebut mengakibatkan krisis di berbagai bidang pada tahun 2010 sampai
dengan tahun 2011. Salah satu dampak krisis terburuk ialah terganggunya ekspor kakao yang
menjadi penghasilan pokok negara Pantai Gading. Sekitar 3000 orang penduduk sipil tewas
di tangan pasukan pro-Gbagbo dan sekitar 150 orang wanita telah di perkosa. 8 Menurut
laporan Human Rights Watch dan Amnesty Internasional, sejak kerusuhan terjadi, banyak
4
5
Ibid.
Artikel,
Konflik
Politik
Bisa
Picu
Perang
Saudara,
URL:
http://internasional.kompas.com/read/2010/12/09/03070426/Konflik.Politik.Bisa.Picu.Perang.Sauda
ra, diakses pada tanggal: 15 Ferbuari 2015.
6
Artikel, Partisipasi Politik di Republik Pantai Gading (Cote d' Ivoire), URL:
https://www.academia.edu/8481733/Partisipasi_Politik_di_Republik_Pantai_Gading_Cote_d_Ivoi
re_, diakses pada tanggal 31 Juli 2015.
7
Artikel, As Côte d’Ivoire Plunges into Violence, Secretary-General Says United Nations Undertakes
Military
Operation
to
Prevent
Heavy
Weapons
Use
against
Civilians,
URL:
http://www.un.org/press/en/2011/sgsm13494.doc.htm, diakses pada tanggal: 15 Februari 2015.
8
Artikel, ICC/Côte d’Ivoire: Gbagbo to Go to Trial Court’s First Case of Former Head of State, URL:
https://www.hrw.org/news/2014/06/12/icc/cote-divoire-gbagbo-go-trial, diakses pada tanggal: 15 Februari 2015.
wanita di Pantai Gading turut jadi korban akibat dipukuli, ditelanjangi, diserang dan
diperkosa. 9
Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pasukan Laurent Gbagbo sungguh
bertentangan dengan Hukum Humaniter Internasional, khususnya Konvensi Jenewa IV tahun
1949 mengenai Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil yang telah diratifikasi oleh Pantai
Gading pada tanggal 28 Desember 1961 dan Protokol Tambahan II tentang Perlindungan
korban-korban dalam Konflik Bersenjata Non-Internasional. Dalam Pasal 27 Konvensi
Jenewa IV dinyatakan bahwa perempuan harus secara khusus dilindungi dari serangan
terhadap martabatnya khususnya dari tindakan perkosaan. Tindakan pembunuhan dan
penyiksaan terhadap orang sipil merupakan hal yang dilarang secara tegas dan bahkan
dikualifikasikan sebagai pelanggaran serius (grave breaches) sebagaimana diatur dalam Pasal
147 Konvensi Jenewa IV.
Mengingat perang yang terjadi di Pantai Gading merupakan konflik bersenjata yang
bersifat non-internasional maka Pasal 4 ayat (2) Protokol Tambahan II tahun 1977 yang
menentukan pelarangan terhadap pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan, juga dilanggar.
Selain pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang berasal dari perjanjian yang berasal
dari hukum humaniter, sejumlah aturan hukum humaniter kebiasaan khususnya mengenai
perlakuan terhadap orang sipil, juga terabaikan. Hal ini dapat dilihat dalam Aturan 89
mengenai larangan pembunuhan, Aturan 90 mengenai larangan penyiksaan, Aturan 93
mengenai larangan perkosaan, dan Aturan 98 mengenai larangan penghilangan paksa.
Di bagian barat Pantai Gading United Nations High Commissioner for Refugee
(UNHCR) harus menghentikan pekerjaannya, karena situasinya terlampau berbahaya. Para
9
Artikel,
Human
Rights
Watch
World
Report,
https://www.hrw.org/sites/default/files/wr2013_web.pdf, diakses pada tanggal: 15 Februari 2015.
URL:
pemberontak berupaya merebut kota Duékoué dan melepaskan tembakan dengan
menggunakan senjata berat.
Kantor Presiden Perancis Nicolas Sarkozy mengatakan pasukan Perancis telah diberi
otorisasi oleh pasukan PBB untuk melucuti senjata berat milik Gbagbo. 10 Perancis juga
mengirimkan pasukan militernya memulihkan kondisi di negara yang merupakan bekas
jajahannya tersebut dengan nama Pasukan Licorne.
Komunitas internasional menginginkan Gbagbo turun dan mengakui kemenangan
Ouattara yang terindikasikan melalui kunjungan ke negara yang berada di bagian Barat
Afrika ini. Perdana Menteri Kenya Raila Odinga diutus oleh Uni Afrika (UA) dan tiga
presiden yaitu Yayi boni dari Benin, Ernest Koroma dari Sierra Leone, dan Pedro Pires dari
Cape Verde diutus oleh Economic Community of West African States (ECOWAS), mereka
mengemban misi agar Gbagbo menerima kekalahannya dan menerima kemenangan Ouattara,
jika tidak maka negara-negara tetangga Pantai Gading akan melakukan intervensi atau
tekanan militer. Salah satunya adalah ECOWAS yang terus menekan Gbagbo mundur dan
mengakui Ouattara sebagai presiden terpilih. ECOWAS memberi waktu hingga tanggal 17
Januari 2011 untuk melakukan perundingan antara Gbagbo dengan Outtara yang dimediasi
oleh ECOWAS dan Uni Afrika. 11
Perundingan ini selain bertujuan untuk menghindari perang saudara tetapi juga untuk
mecari solusi damai. Tetapi apabila sudah melampaui batas waktu yang ditetapkan maka
ECOWAS dan Uni Afrika akan memberlakukan kekuatan militer kepada Pantai Gading.
Namun hal tersebut tidak membuat Gbagbo menyerah, tindakan Gbagbo tersebut akhirnya
10
Artikel, Helikopter PBB di Pantai Gading Tembak ke Arah Pasukan Gbagbo, URL:
http://m.voaindonesia.com/a/helikopter-pbb-di-pantai-gading-tembak-ke-arah-pasukan-gbagbo119217529/91699.html, diakses pada tanggal: 15 Februari 2015.
11
Artikel, Ivory Coast: Africa mediation fails to end stalemat, URL: http://www.bbc.com/news/worldafrica-12110119, diakses pada tanggal: 31 Juli 2015.
dibalas dengan dipaksa mundurnya Gubernur Bank Sentral Regional Afrika Barat Philippe
Henri Dacoury Tabley yang berasal dari Pantai Gading. 12 Ancaman tekanan militer yang
sempat diutarakan belum bisa dilaksanakan karena para komunitas internasional masih
menghendaki diplomasi melalui perundingan damai. Sanksi lain juga dilakukan oleh
komunitas internasional dengan cara menutup semua akses keuangan pribadi, keluarga, dan
pemerintahan Gbagbo oleh lembaga keuangan internasional. 13
Sebagai respon, PBB menempatkan pasukan perdamaian (UNOCI) untuk menjaga
perdamaian dan mengakhiri perang saudara di Pantai Gading dan juga membantu Alassane
Ouattara yang diakui PBB sebagai presiden terpilih untuk menangkap Laurent Gbagbo.
Gbagbo menuding komunitas internasional bersengkokol menyingkirkan dirinya dan
mengancam jika ECOWAS berani menggerakkan kekuatan militer untuk menyingkirkannya,
Pantai Gading akan menjadi medan pertempuran terburuk. 14
Pada tanggal 30 November 2011 mantan Presiden Gbagbo akhirnya di tangkap oleh
International Criminal Court (ICC). 15 Penangkapan Gbagbo tersebut memicu kemarahan
para pendukungnya, mereka menyatakan akan memboikot pemilu dan upaya-upaya
rekonsiliasi. ICC menemukan indikasi bahwa kubu Gbagbo membayar dan mempersenjatai
sekitar 4.500 milisi, termasuk yang didatangkan dari negara tetangga, Liberia. Menurut jaksa
penuntut ICC, sekitar 3.000 orang tewas di tangan pasukan pro-Gbagbo. Pre-Trial Chamber
III dari ICC mengizinkan untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut kepada mantan Presiden
12
Artikel, Ivory Coast's disputed president Laurent Gbagbo has rejected a move to replace the governor of
the West African regional central bank, who was forced to step down Saturday after failing to cut off funds to
the Ivorian leader, URL: http://www.france24.com/en/20110123-gbagbo-rejects-resignation-west-african-bankgovernor-cut-cash-flow, diakses pada tanggal 15 Februari 2015.
13
Nicolas Cook, Cote d'Ivoire’s Post-Election Crisis, Congressional Research Service, 2011, h. 26.
14
Artikel, Partisipasi Politik di Republik Pantai Gading (Cote d' Ivoire), URL:
https://www.academia.edu/8481733/Partisipasi_Politik_di_Republik_Pantai_Gading_Cote_d_Ivoire
_, diakses pada tanggal 15 Februari 2015.
15
ICC-02/11-01/11 Pre-Trial The Prosecutor v. Laurent Gbagbo, URL: http://www.icccpi.int/en_menus/icc/situations%20and%20cases/situations/icc0211/related%20cases/icc02110111/pages/icc021
10111.aspx, diakses pada tanggal tanggal: 15 Februari 2015.
Laurent Gbagbo, setelah penuntut menunjukkan bukti-bukti yang cukup untuk menuntut
Presiden Gbagbo dengan tuduhan telah melakukan serangan meluas terhadap masyarakat
sipil di Pantai Gading. 16
Penangkapan oleh ICC ini sangat menarik apabila di tinjau dari hukum internasional
publik, khususnya hukum pidana internasional dan hukum hak asasi manusia internasional.
Ketika investigasi mulai dilakukan di tahun 2011, Pantai Gading sesungguhnya belum
meratifikasi Statuta Roma. Adapun dasar hukum yang digunakan ICC untuk memulai proses
hukum terhadap kasus ini adalah deklarasi yang dilakukan oleh Pantai Gading pada tanggal
18 April 2003 17 yang menyatakan menerima yurisdiksi ICC untuk mengidentifikasi dan
menyelidiki pelaku yang melakukan kejahatan di wilayah Negara tersebut. 18 Pantai Gading
sendiri pada akhirnya meratifikasi Statuta Roma pada tanggal 18 April 2013.
Hal ini menjadikan penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut dalam bentuk
skripsi
dengan
judul
“PENEGAKAN
HUKUM
PIDANA
INTERNASIONAL
MENGENAI KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN DI PANTAI GADING”.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis mengangkat dua
permasalahan yang penting untuk dibahas secara lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut
adalah sebagai berikut :
16
Artikel, Mantan Presiden Gbagbo Menepis Dakwaan ICC, URL: http://www.dw.com/id/mantan-presidengbagbo-menepis-dakwaan-icc/a-15580600, diakses pada tanggal: 15 Februari 2015.
17
Lihat Organisasi Koalisi NGO AMerika untuk Mahkamah Internasional, Pertanyaan dan Jawaban: Kasus
dan Penuntutan terhadap V. Laurent Gbagbodi Mahkamah Internasional, URL: http://www.amicc.org/icc/cdi,
diakses pada tanggal 31 Juli 2015.
18
Dikutip dari Laporan Human Rights Watch, Mereka Membunuhnya Seolah-olah Tidak Ada Apaapa (They Killed Them Like It was Nothing), 2011, 116. Republik Pantai Gading, Deklarasi Menerima
Jurisdiksi
Mahkamah
Internasional,
8
April
2003,
URL:
http://www.hrw.org/reports/2011/10/05/they-killed-them-it-was-nothing, daikses pada: 15
Februari 2015.
1. Bagaimanakah yurisdiksi ICC untuk menyelesaikan kasus kejahatan terhadap
kemanusiaan yang dilakukan oleh mantan presiden Laurent Gbagbo?
2. Bagaimana penegakan hukum atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang
dilakukan oleh mantan presiden Laurent Gbagbo ditinjau dari perspektif Hukum
Pidana Internasional ?
1.3.
Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup masalah dalam penulisan ini bertujuan untuk memberikan batasanbatasan guna menghindari penyimpangan pada isi dan materi agar sesuai dengan pokok
permasalahan yang telah dirumuskan sehingga dapat diuraikan secara sistematis. Adapun
ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Menguraikan secara umum mengenai kasus kejahatan terhadap kemanusiaan yang
dilakukan oleh mantan presiden Laurent Gbagbo dan konsep HAM Internasional.
2. Menguraikan secara umum mengenai Statuta Roma sebagai dasar operasional
ICC.
3. Menguraikan secara umum yurisdiksi ICC untuk menyelesaikan kasus kejahatan
terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh mantan presiden Laurent Gbagbo.
1.4.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :
a.
Tujuan umum
1. Untuk dapat mengetahui kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh
mantan presiden Laurent Gbagbo.
2. Untuk dapat mengetahui bagaimana penegakan Hukum Pidana Internasional.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk menganilisis yurisdiksi International Criminal Court (ICC) dalam
menyelesaikan kasus kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh
mantan presiden Laurent Gbagbo.
2. Untuk menganalisis penegakan hukum atas kejahatan terhadap kemanusiaan
yang dilakukan oleh mantan Presiden Laurent Gbagbo.
1.5.
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
mengenai kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh mantan presiden
Laurent Gbagbo dan memberikan pengetahuan tentang bagaimana penegakan
hukum atas kejahatan terhadap kemanusian yang dilakukan oleh mantan Presiden
Laurent Gbagbo. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
referensi tambahan dalam pengembangan ilmu hukum secara umum khususnya
bidang hukum internasional mengenai analisis yuridis terhadap penegakan hukum
melalui hukum nasional, Lembaga-lembaga HAM Internasional, dan melalui ICC
atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh Mantan Presiden
Laurent Gbagbo.
b. Manfaat Praktis
Dari segi praktis berguna sebagai upaya yang dapat diperoleh secara
langsung manfaatnya, seperti meningkatkan keahlian dalam meneliti dan
keterampilan menulis, sumbangan pemikiran dalam pemecahan suatu masalah
hukum, acuan pengambilan keputusan yuridis, dan bacaan baru bagi penelitian
ilmu hukum.19
19
Abdul Kadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citta Aditya Bakti, Bandung, h. 66.
1.6.
Landasan Teoritis
a. Teori Universalitas Hak Asasi Manusia
Teori universalitas berpegang pada teori radikal universalitas HAM, bahwa
perbedaan kebudayaan bukan berarti membenarkan perbedaan konsepsi HAM,
perbedaan pengalaman historis tidak menghapuskan HAM yang dipahami secara
berbeda dan diterapkan secara berbeda pula dari suatu kelompok ke kelompok
lain. Teori ini menganggap bahwa hanya ada satu pemahaman mengenai HAM,
bahwa nilai-nilai HAM berlaku sama di manapun dan kapanpun serta dapat
diterapkan pada masyarakat yang mempunyai latar belakang budaya dan sejarah
yang berbeda. 20 Dengan demikian, pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai
HAM berlaku secara universal. 21 Atas dasar tersebut teori ini sangat bermanfaat
untuk memberikan suatu kerangka pikir dalam menganalisa kejahatan terhadap
kemanusiaan yang terjadi di Pantai Gading.
b. Asas Aut Dedere Aut Punire
Keinginan dari semua Negara untuk menjamin bahwa kejahatan-kejahatan
berat tidak dapat dibiarkan tanpa dihukum, kerap kali negara tempat dimana
pelaku kejahatan mencari perlindungan tidak dapat menuntut atau menghukum
pelaku karena suatu peraturan teknis hukum pidana atau karena tidak memiliki
yurisdiksi. 22
Dengan demikian asas ini diharapkan dapat membuat pelaku tindak pidana
mengurungkan niat untuk melarikan diri ke luar negeri, sebab ada kemungkinan
20
Artikel,
Kontroversi
Universalitas
Vs
Relativitas
HAM,
URL:
https://www.academia.edu/6671565/KONTROVERSI_UNIVERSALITAS_VS_RELATIVITAS_HAM,
diakses pada tanggal: 17 Februari 2015.
21
Subhan Sofhian dan Asep Sahid Gantara, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan, Fokusmedia, Bandung, h.
142.
22
J.G. Starke, 1989, Pengantar Hukum Internasional 2, Aksara Persada Indonesia, h. 36.
pelaku tersebut akan dikembalikan ke negara tempat kejadian tersebut dilakukan
(locus delicti) atau negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili, atau jika
tidak diserahkan kepada negara yang meminta penyerahannya, maka ada
kemungkinan pelaku tindak pidana tersebut dapat diadili dan dihukum oleh negara
dimana dia berada atau mencari perlindungan, sepanjang negara tersebut memiliki
yurisdiksi atas pelaku dan/atau kejahatan yang dilakukannya. 23
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan suatu ekstradisi
adalah:
a. Adanya Orang yang Dapat Diekstradisi
Harus adanya kerjasama suatu negara dengan negara lain, sehingga
negara yang meminta bisa mendapat penyerahan warganegaranya sendiri atau
warganegara dari negara ketiga. Tetapi kebanyakan negara biasanya menolak
ekstradisi warga mereka sendiri yang telah mencari perlindungan diwilayah
mereka. 24
b. Kejahatan Ekstradisi
Pada umumnya, negara-negara mengekstradisi hanya untuk kejahatankejahatan berat dan ada suatu keuntungan nyata dalam pembatasan daftar
kejahatan ekstradisi tersebut karena prosedurnya sulit. 25
c. Asas Aut Dedere Aut Judicare
Asas ini dikemukaan oleh Cherif Bassiouni yang berarti bahwa setiap negara
memiliki kewajiban untuk menuntut dan mengadili pelaku kejahatan internasional dan
berkewajiban melakukan kerjasama dengan negara lain dalam melakukan penahanan,
23
I Wayan Parthiana, 1983, Ekstradisi Dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional, Penerbit Alumni,
Bandung, h. 11.
24
Op. Cit. h. 38.
25
Ibid.
penuntutan, mengadili pelaku kejahatan internasional. 26 Kejahatan internasional yang
terjadi di suatu negara kerap kali dianggap bukan sebagai suatu kejatahan karena
kejahatan yang terjadi belum diatur dalam hukum nasional negara tersebut, sehingga
negara tersebut tidak dapat menuntut atau mengadili pelaku kejahatan internasional,
namun berkewajiban melakukan penahanan dan kemudian melakukan ekstradisi
kepada negara yang memiliki yurisdiksi atas pelaku kejahatan tersebut sebagai wujud
kerjasama dengan negara lain dalam menegakkan hukum pidana internasional. 27
d. Prinsip-prinsip ICC
Pada bagian III Statuta Roma 1998 mengatur tentang Prinsip-prinsip Umum di
dalam Hukum Pidana, selain itu di dalam pasal-pasal yang terdapat pada Statuta
Roma juga dapat dikatakan prinsip-prinsip dasar yang dianut oleh ICC. Prinsipprinsip dasar tersebut antara lain:
a. Complementary and Admissibility
b. Yurisdiksi Universal
c. Ne bis in idem
d. Legalitas
e. Non-Retroaktif
f. Pertanggungjawaban Individu
g. Non-Impunitas
h. Pertanggungjawaban Komando
i. Kadaluarsa Perkara
j. Pengecualian Tanggungjawab Pidana
k. In Precentia
26
Bassiouni, M.Cherif, 1986, International Criminal Law Volume I: Crimes, dalam Anis Widyawati, 2014,
Hukum Pidana Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, h. 186.
27
Romli Atmasasmita, 2006, “Kejahatan Transnasional dan Internasional Serta Implikasi Terhadap
Pendidikan Hukum Pidana Serta Kebijakan Hukum Pidana Indonesia”, Refika Aditama, Bandung, h. 3.
l. Presumption of Innocent
1.7.
Metode Penelitian
Untuk memenuhi kriteria ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan maka
dalam penulisan karya tulis diperlukan adanya suatu penelitian dan dalam mencari
kebenaran ilmu hukum, diperlukan metodologi yang bertujuan untuk mengadakan
pendekatan atau penyelidikan ilmiah. Adapun metodologi yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Jenis Penelitian
Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif yang dilakukan melalui studi
keputustakaan, dengan menganalisis suatu permasalahan hukum melalui peraturan
perundang-undangan, literatur-literatur, dan bahan-bahan refrensi lainnya. Peter
Mahmud Marzuki menyatakan pendapatnya mengenai penelitian hukum normatif,
merupakan proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip- prinsip hukum,
maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang
dihadapi. 28 Penelitian hukum normatif ini dilakukan untuk menghasilkan argumentasi,
teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi. 29 Pada penelitian hukum normatif, hukum sering kali dikonsepkan sebagai
apa yang tertulis pada peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan
sebagai kaidah atau norma yang dijadikan patokan berprilaku oleh manusia yang
dianggap pantas. 30 Soerjono Soekanto juga menyatakan, bahwa penelitian hukum
normatif terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap
28
Peter Mahmud Marzuki dalam Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum
Normative & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 34
29
Ibid.
30
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h. 118.
sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal,
perbandingan hukum dan sejarah hukum. 31
b.
Jenis Pendekatan
Terdapat beberapa pendekatan dalam penelitian hukum, antara lain pendekatan
peraturan perundang- undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual. 32 Dalam
penulisan skripsi ini penulis menggunakan empat jenis pendekatan yaitu pendekatan
kasus (Case Approach), pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Approach),
pendekatan historis (Historical Approach), dan pendekatan fakta (Fact Approach).
Pendekatan kasus (case approach) dilakukan melalui instrumen hukum
internasional dengan menganalisa kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang
dihadapi sehingga substansi dari permasalahan tersebut dapat ditemukan dan kemudian
menghubungkannya dengan instrumen hukum internasional yang terkait. Adapun yang
menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning
yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. 33
Pendekatan peraturan perundang-undangan (statue approach) adalah metode
penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah peraturan perundang-undangan yang
terkait, memahami hirarki dan asas-asas peraturan perundang-undangan. Dalam
penulisan penelitian ini, penulis menganalisis instrumen-instrumen hukum internasional
dan relevansinya dengan kasus sehingga akan ditemukan substansi dari permasalahan
yang akan dibahas. Dapat dikatakan bahwa pendekatan perundang-undangan berupa
31
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 14.
32
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h. 93.
33
Ibid, h. 97.
legislasi dan regulasi yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
dan mengikat secara umum. 34
Pendekatan fakta (fact approach) dilakukan dengan menelaah fakta-fakta yang
terjadi yang didapat melalui sumber informasi terkait. Pendekatan historis (historical
approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan meninjau sejarah dari pemasalahan
tersebut.
c.
Sumber Bahan Hukum
Adapun sumber bahan hukum pada penelitian ilmiah ini adalah :
1. Sumber bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang memiliki kekuatan
mengikat umum, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, yurisprudensi
atau putusan pengadilan, peraturan dasar dan perjanjian internasional. Adapun
bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan ini yaitu :
a.
Statuta Roma 1998
b.
Elements of Crime
c.
The Universal Declaration of Human Rights (UDHR).
d.
International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).
e.
Rules of Procedure and Evidence ICC
f.
Pre Trial III Report ICC
1. Bahan hukum sekunder, Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen
resmi, buku- buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan
sebagainya. 35 Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan dalam skripsi ini
adalah buku-buku, karya tulis, media massa dan media internet yang berhubungan
dengan kasus ini.
34
35
Ibid, h. 97.
Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h. 30.
2. Bahan hukum tersier, yaitu bahan non hukum yang digunakan untuk menjelaskan,
baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, seperti kamus dan lainlain. 36
d.
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam skripsi ini
adalah dengan melakukan studi kepustakaan atau dokumentasi, yaitu mengumpulkan
bahan hukum yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. Pengumpulan bahan
hukum primer dilakukan dengan cara mengumpulkan instrumen internasional yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas, sedangkan pengumpulan bahan hukum
sekunder dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk
mendapatkan bahan hukum yang bersumber dari buku-buku, karya tulis hukum atau
pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa maupun berita di internet
yang terkait dengan permasalahan yang hendak dibahas dalam skripsi ini. Adapun
pengumpulan bahan hukum tersier dilakukan melalui kamus hukum.
e.
Teknik Analisa Bahan Hukum
Analisa bahan hukum merupakan pengumpulan bahan hukum yang
kemudian dianalisis menggunakan teknik deskriptif analisis yaitu dengan
memaparkan bahan hukum primer dan juga bahan hukum sekunder 37, yang
kemudian diberikan penilaian, intepretasi dan diajukan suatu argumen untuk
mendapatkan gambaran umum. Berdasarkan analisa dan teknis penulisan ini, maka
36
37
Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada, Media Group, Jakarta, h. 97.
Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet. ke II Ghalia Indo, Jakarta, h. 93.
pada akhir skripsi dikemukakan kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran sebagai
penutup. 38
38
Soejono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, h. 43.
Download