Tugas Akhir Fitria 15304001

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan Das terbesar di Jawa Barat
dengan luas 6.080 km2 dan panjang 286,60 km. Sungai Citarum merupakan
tempat bermuaranya anak-anak sungai yang saat ini sudah mulai tercemar dengan
berbagai kegiatan. Anak-anak sungai yang bermuara di Sungai Citarum antara lain
Sungai Cirasea, Cikacembang, Cipadaulun, Citarik, Cikijing, Cipamokolan,
Cisangkuy, Cisuminta dan Cibaligo yang merupakan sungai-sungai dengan
kategori ”tercemar berat” (BPLHD Kabupaten Bandung, 2006).
Berdasarkan
hasil analisis kualitas sungai Cirasea dan Cisangkuy pada awal tahun 2007,
tampak bahwa konsentrasi logam berat yaitu kadmium, krom total, dan nikel
cukup tinggi (BPLHD Kabupaten Bandung, 2007).
Sungai Citarum dimanfaatkan untuk berbagai aspek kehidupan seperti irigasi
pertanian, budidaya perikanan, kegiatan industri, pengembangan pariwisata, dan
sebagai sumber air baku air minum bagi masyarakat Jawa Barat serta DKI Jakarta.
Pada DAS Citarum ini bermukim kurang lebih 11.255 juta penduduk dengan
jumlah industri lebih dari 1000 industri yang sekaligus sebagai sumber
pencemaran dominan pada Sungai Citarum (Hadisantosa, 2006). Peranan strategis
Sungai Citarum adalah di Sungai Citarum dibangun tiga waduk besar (cascade
dam) yaitu Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur (Waduk Ir. H.
Juanda) untuk berbagai kepentingan seperti sumber air minum dan habitat ikan
yang digunakan sebagai bahan pangan. Dengan berbagai kegiatan saat ini Sungai
Citarum telah mengalami penurunan kualitas dan kuantitas.
2. 1 Kualitas Air
Air merupakan unsur yang mempunyai peran utama dalam kehidupan di bumi ini.
Air dikenal sebagai sumber daya yang terbarukan, namun dari sudut kualitas
maupun kuantitas membutuhkan upaya dan waktu untuk dapat berlangsung baik.
2-1
Kriteria dan standar kualitas air didasarkan atas : keberadaan logam dan logam
berat, anorganik, tingkat toksisitas, dan teremisinya pencemar ke lingkungan. Air
adalah pelarut yang baik, oleh sebab itu di dalamnya paling tidak terlarut sejumlah
kecil zat-zat anorganik dan organik. Dengan kata lain, tidak ada air yang benarbenar murni dan hal ini menyebabkan dalam setiap analisis air ditemukan zat-zat
terlarut (Setiadi, 1993).
Disamping itu, penambahan berbagai zat dalam perjalanan daur hidrologi
menyebabkan air tidak murni lagi. Zat-zat itu disebut sebagai zat pengotor atau
impuritues. Jika sejumlah air sudah terkotori, maka dalam perjalannya air akan
membawa zat-zat pengotor itu ke lingkungan. Bukan tidak mungkin ketika akar
tanaman menyerap air dan mineral-mineral, zat-zat pengotor itu ikut terserap ke
dalam tanaman sehingga dapat menyebabkan kualitas dari tanaman menjadi
buruk.
Di Indonesia, didapat Undang-undang No. 11/1974 dan PP No. 22/1982 yang
mengatur pemanfaatan air beserta sumbernya yang diprioritaskan bagi keperluan
air minum, rumah tangga, pertahanan-keamanan, peribadatan, dan keperluan
sosial. Sedangkan irigasi, industri, ketenagaan, pertambangan, dan lain-lainnya
termasuk prioritas berikutnya. Dalam kenyataannya, sektor pertanian merupakan
pengguna air terbesar. Oleh sebab itu, kuantitas dan kualitas air yang akan
digunakan untuk sektor pertanian benar-benar harus terjamin karena erat
kaitannya dengan masalah kesehatan.
Kualitas air adalah variabel-variabel yang dapat mempengaruhi kehidupan biota
air. Variabel-variabel tersebut meliputi : sifat fisika (warna, kekeruhan, dan
temperatur) dan sifat kimia (kandungan oksigen, karbondioksida, pH, amoniak,
dan alkalinitas).
2-2
2. 1. 1 Temperatur
Temperatur air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan biota air.
Temperatur air yang tidak cocok, misalnya terlalu tinggi atau terlalu rendah, dapat
menyebabkan biota air tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
(Cahyono, 2000 dalam Triastutiningrum, 2005). Perubahan suhu yang mendadak
berpengaruh buruk pada kehidupan biota air terutama ikan. Perubahan suhu secara
tiba-tiba dapat menyebabkan ikan stres dan menimbulkan kematian (Arie, 1998).
Temperatur air yang cocok untuk pertumbuhan ikan adalah berkisar antara 150C 30oC dan perbedaan suhu antara siang dan malam kurang dari 50C.
2. 1. 2 Derajat Keasaman (pH)
Secara alamiah, pH dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa
yang bersifat asam (Arie, 1998 dalam Triastutiningrum, 2005). Derajat keasaman
(pH) air sangat mempengaruhi pertumbuhan biota air. Derajat keasaman air yang
sangat rendah atau sangat asam dapat menyebabkan kematian biota air (ikan)
dengan gejala gerakannya tidak teratur, tutup insang bergerak sangat aktif dan
berenang sangat cepat di permukaan air. Perairan yang asam juga berpengaruh
terhadap nafsu makan ikan, selera makan ikan menjadi berkurang. Keadaan air
yang sangat basa juga dapat menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat.
Kisaran derajat keasaman air yang cocok untuk budidaya ikan adalah antara 7 – 8.
Namun, beberapa jenis ikan masih dapat hidup pada pH air antara 5 – 11.
(Cahyono, 2000 dalam Triastutiningrum, 2005).
2. 1. 3 Kandungan Oksigen
Oksigen sangat diperlukan untuk pernafasan dan metabolisme ikan dan jasadjasad renik dalam air. Kandungan oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan ikan
dan biota lainnya dapat menyebabkan penurunan daya hidup ikan. Kandungan
2-3
oksigen terlarut dalam air yang cocok untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan
gurami adalah lebih dari 5 ppm, untuk ikan nila lebih dari 3 ppm (Cahyono, 2000
dalam Triastutiningrum, 2005).
Suhu sangat mempengaruhi tingkat kelarutan oksigen dalam air. Pada suhu tinggi,
oksigen yang larut sangat rendah karena molekul-molekul air mengembang.
Kondisi ini tidak memberikan tempat bagi oksigen. Pada suhu rendah, kandungan
oksigen lebih tinggi karena molekul-molekul air mengerut. Kondisi ini akan
memberikan tempat bagi oksigen sehingga ikan akan hidup dengan baik.
Oksigen dalam air digunakan ikan dan organisme air lainnya untuk bernafas. Dari
proses bernafas ini dihasilkan karbondioksida (CO2). Kandungan oksigen dalam
air sangat bertentangan dengan kandungan karbondioksida. Saat oksigen rendah
biasanya karbondioksidanya tinggi, demikian sebaliknya. Terkadang ikan dapat
hidup walaupun kondisi oksigennya rendah asalkan tidak berlangsung lama. Bila
kondisi ini berlangsung lama, ikan akan terganggu hidupnya. Biasanya ikan dapat
merasakan setiap perubahan kandungan karbondioksida dalam air walaupun kecil.
Biasanya ikan akan menghindari daerah yang kandungan karbondioksidanya
tinggi. Pada pemeliharaan ikan secara intensif, kandungan karbondioksida yang
aman harus kurang dari 5 mg/l air (Arie, 1998 dalam Triastutiningrum, 2005).
2. 2 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas alam (seperti punggung bukit atau gunung) maupun batas
buatan (seperti jalan atau tanggul), dimana air hujan yang turun di wilayah
tersebut memberikan kontribusi pada aliran sungai yang bersangkutan. Menurut
kamus Webster, DAS adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh pemisah topografi,
yang berfungsi menampung air yang menerima hujan, menyimpan, dan
2-4
mengalirkannya ke sungai yang bersangkutan, dan seterusnya ke danau atau laut
(Suripin, 2004 dalam Triastutiningrum, 2005).
DAS merupakan suatu ekosistem dimana di dalamnya terjadi suatu proses
interaksi antara faktor-faktor nonbiotik, biotik, dan manusia (Suripin, 2004 dalam
Triastutiningrum, 2005). Sistem ekosistem tersebut mempunyai sifat tertentu,
yang dipengaruhi jumlah dan jenis komponen yang menyusunnya. Besar-kecilnya
ukuran ekosistem tergantung pada sudut pandang dan batas yang diberikan pada
ekosistem tersebut (Asdak, 2004).
Ekosistem suatu DAS merupakan bagian yang amat penting karena mempunyai
fungsi perlindungan terhadap DAS yang bersangkutan. Aktifitas di dalam DAS,
yang menyebabkan perubahan ekosistem, misalnya perubahan tata guna lahan,
khususnya di daerah hulu, dapat memberikan dampak pada daerah hilir sungai
yang bersangkutan, berupa perubahan fluktuasi debit air dan kandungan sedimen
serta material terlarut lainnya (Suripin, 2004 dalam Triastutiningrum, 2005).
Dalam pengelolaan suatu DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan
biofisika melalui daur hidrologi (Asdak, 2004). Daerah Aliran Sungai (DAS)
merupakan suatu ekosistem yang berpotensi besar untuk mengalami polusi atau
pencemaran. Pencemaran dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai kegiatan yang
dilakukan dalam kawasan ini, yaitu kegiatan pertanian, transportasi, industri,
rumah tangga, dan lain sebagainya. Komponen utama dari DAS yang berpotensi
untuk tercemar adalah badan air dan sedimen (tanah), yang selanjutnya akan
berpengaruh pula terhadap kualitas pertanian dan makhluk hidup yang
berinteraksi dengan komponen-komponen yang ada dalam sistem daerah aliran
sungai atau daerah yang dipengaruhinya.
Sumber pencemar DAS dapat berupa pencemaran titik atau Point Source (PS)
Pollutants, yakni sumber-sumber polutan yang dapat ditentukan dengan jelas
darimana titik atau daerah asalnya, misalnya polutan yang dihasilkan dari kegiatan
industri dan pertambangan. Sunber pencemar yang kedua adalah pencemaran
2-5
garis atau Non Point Source (NPS) Pollutants, yakni sumber-sumber polutan yang
sulit untuk dikenali secara pasti darimana titik atau daerah polutan tersebut
berasal. Bahan pencemar yang berasal dari kegiatan pertanian digolongkan
sebagai NPS.
Pencemaran di daerah aliran sungai ekosistem DAS dapat dibagi menjadi daerah
hulu, tengah, dan hilir. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian penting karena
mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS, antara lain dari
segi fungsi tata air. Adanya keterkaitan melalui daur hidrologi menyebabkan
adanya pengaruh yang sangat besar dari daerah hulu terhadap daerah hilir.
Perubahan penggunaan lahan yang dilakukan di DAS hulu, tidak hanya akan
berdampak pada tempat kegiatan berlangsung (daerah hulu), tetapi juga akan
berdampak pada daerah hilir diantaranya dalam bentuk perubahan (fluktuasi) debit
dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air. Dalam
hubungannya dengan pencemaran di DAS, aliran air mempunyai peranan yang
sangat penting, karena aliran air (baik dalam bentuk aliran permukaan/surface run
off maupun aliran bawah permukaan/sub run off) merupakan agen atau media
utama pengangkutan, pemindahan, dan penyebaran bahan-bahan pencemar. Oleh
karena itu pencemaran di DAS selain ditentukan oleh jumlah (ada tidaknya) bahan
pencemar, juga sangat dipengaruhi oleh seberapa besar persen air yang jatuh
dalam DAS yang berubah menjadi aliran permukaan dan berperan sebagai agen
pembawa bahan-bahan pencemar. Sedimen yang terbawa oleh aliran permukaan
juga merupakan agen utama pembawa/penyebar bahan-bahan pencemar di daerah
aliran sungai. Material yang terangkut aliran permukaan bukan hanya berupa
tanah (sedimen), namun disertai pula dengan unsur-unsur yang terkandung/terikat
pada partikel-partikel tanah atau terlarut dalam air aliran permukaan. Banyaknya
unsur hara yang hilang melalui pengerukan terkandung pada besarnya unsur hara
yang terkandung dalam sedimen dan laju penerukan yang terjadi. Kandungan hara
dalam sedimen umumnya lebih tinggi disbanding kandungan hara dalam tanah,
karena dalam proses pengerukan terjadi selektivitas, yakni partikel tanah yang
2-6
terkeruk umumnya merupakan partikel-partikel halus seperti liat yang banyak
mengikat unsur hara dan bahan organik tanah.
2. 3 Tata Guna Lahan dan Perubahan Tata Guna Lahan
Peningkatan populasi penduduk dalam suatu wilayah dapat menjadi suatu alasan
untuk menggunakan dan/atau membuka suatu lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukkannya.
Hal
demikian
dapat
menyebabkan
ketidakseimbangan
lingkungan terutama untuk daerah resapan air dan fungsi penampungan air hujan
(danau dan sungai). Peningkatan populasi penduduk juga dapat berujung pada
perluasan lahan untuk keperluan pertanian dan perkebunan sehingga akan terjadi
pembukaan lahan hutan (Skole, 1992 dalam Hadisantosa, 2006). Sementara
perkembangan jaman dan meningkatnya teknologi dapat juga menyebabkan
perubahan tata guna lahan untuk tujuan yang tidak tepat. Sebagai gambaran,
kemajuan teknologi dan kebutuhan masyarakat akibat meningkatnya populasi
penduduk, dapat menyebabkan peningkatan berbagai industri. Pada gilirannya,
peningkatan dan pembangunan lahan industri akan menyebabkan perubahan
lingkungan akibat pencemaran air, udara, dan tanah (Skole, 1992 dalam
Hadisantosa, 2006).
Sumber Daya Alam utama yaitu tanah dan air pada dasarnya merupakan sumber
daya yang dapat diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau
degradasi. Kerusakan tanah disebabkan oleh : (1) kehilangan unsur hara dan
bahan organic di daerah perakaran, (2) terkumpulnya garam di daerah perakaran,
(3) penjenuhan tanah oleh air (waterlogging), dan (4) erosi. Kerusakan tanah oleh
salah satu atau lebih proses tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan
tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman atau menghasilkan barang atau
jasa (Riquier, 1977 dalam Suripin, 2004 dalam Triastutiningrum, 2005).
Dalam merencanakan tata guna lahan perlu diperhatikan sejumlah kondisi, antara
lain tanah, air, iklim, dan sebagainya. Kegiatan manusia juga perlu menjadi
2-7
perhatian, baik dalam kehidupan sosial, maupun dalam kehidupan ekonomi.
Pemanfaatan tata guna lahan harus ditentukan melalui pilihan terbaik dan tahapan
perencanaan untuk menggunakan tanah bagi maksud tertentu (Jayadinata, 1999
dalam Hadisantosa, 2006). Dari faktor nilainya, Chapin menggolongkan lahan dan
tanah dalam tiga kelompok, yaitu lahan yang mempunyai (Hadisantosa, 2006) :
1. Nilai keuntungan, yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang
dapat dicapai dengan jual-beli di pasaran bebas.
2. Nilai kepentingan umum, yang berhubungan dengan pengaturan untuk
masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.
3. Nilai sosial, yang merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan dan
ditentukan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan
pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya.
2. 4 Pencemaran Badan Perairan
Sumber-sumber pencemaran pada badan air, terutama sumber pencemar logam
berat dapat berasal dari :
1. Sumber alami.
Logam dapat ditemukan di setaip kerak bumi, dalam bebatuan, tanah, dan
memasuki badan perairan secara alami melalui proses pelapukan dan erosi.
2. Sumber yang berasal dari industri
Proses industri terutama yang berkaitan dengan pertambangan, pembuatan
barang dari logam, serta pelapisan logam, memberikan kontribusi yang
besar pada terjadinya limbah yang mengandung logam berat. Bahan logam
juga dimanfaatkan secara luas pada industri lain sebagai pigmen warna
dalam pembuatan cat dan dye manufacture. Beberapa industri yang
berpotensi dalam pencemaran logam, diantaranya adalah industri kulit,
karet, tekstil, cat, dan kertas.
3. Buangan domestik
Buangan domestik mengandung logam dalam jumlah kecil. Kehadiran
logam tersebut bisa berasal dari kosmetik atau pembersih.
2-8
4. Sumber pertanian
Logam pada buangan dari pertanian berasal dari penggunaan pestisida dan
pupuk.
5. Pertambangan
6. Polusi udara
Hujan
asam
dengan
kandungan
beberapa
trace elements
dapat
mengakibatkan terjadinya pencemaran perairan oleh logam ketika masuk
ke badan perairan.
Besar dampak pencemaran akibat limbah yang masuk dalam lingkungan perairan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Sutamihardja, 1990 dalam
Wardhani, 2005 dalam Lloyd, 1992) :
•
Toksisitas zat pencemar
Daya racun zat pencemar logam terhadap organisme di perairan dapat
diketahui melalui LC-50. LC-50 adalah kadar suatu zat dalam air yang
mampu membunuh 50% hewan uji dalam waktu tertentu, waktu
pengamatan adalah 48 jam atau 96 jam. Makin rendah LC-50, maka
daya racun zat pencemar semakin tinggi.
•
Konsentrasi zat pencemar
Tingginya konsentrasi zat pencemar pada badan air akan menyebabkan
paparan zat pencemar yang tinggi pada makhluk hidup.
•
Waktu kontak pencemar dan organisme
Waktu kontak dengan zat pencemar akan menentukan jumlah
konsentrasi zat pencemar tersebut dalam tubuh organisme. Meskipun
demikian, setiap organisme mempunyai respon yang berbeda terhadap
zat pencemar. Saat terjadi paparan pada tingkat tertentu, ikan dan nekton
mampu menghindar.
Sebaliknya, bentik tidak dapat berpindah
sebagaimana ikan. Namun, pada sungai dengan aliran deras, konsentrasi
zat pencemar pada tubuh bentik akan lebih sedikit karena waktu
kontaknya lebih singkat dibandingkan pada kondisi aliran lemah.
•
Volume badan air yang menerima pencemar
2-9
Kapasitas badan perairan sangat berperan dalam proses terjadinya
pengenceran zat pencemar. Makin besar kapasitas sungai, maka
kemampuan sungai untuk melakukan pengenceran semakin baik,
sehingga dapat mengurangi sifat berbahaya dari pencemar pada sungai.
Selain faktor-faktor tersebut, intensitas pencemaran juga bergantung pada
komposisi biologi yang ada pada lingkungan serta sifat-sifat fisik dan
kimiawi media air itu sendiri.
2. 5 Logam Berat
Logam berat ialah logam dalam bentuk padat atau cair, yang mempunyai berat 5
gram/cm3 atau lebih, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap unsur belerang (S) dan biasanya bernomor atom 22
sampai 29, perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977 dalam Marganof, 2003 dalam
Tjokronegoro, 2007).
Logam berat dapat terjadi secara alamiah sebagai hasil dalam siklus biogeokimia.
Logam berat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti kadmium digunakan
dalam kegiatan elektroplating untuk mencegah terjadinya korosi, merkuri sulfida
(sinabar) digunakan untuk menimbulkan warna merah pada kulit. Oleh sebab itu
pencemaran logam berat dapat terjadi akibat kegiatan manusia. Gambar 2.1
berikut ini merupakan siklus biogeokimia logam di lingkungan.
2-10
Gambar 2.1 Siklus biogeokimia logam di lingkungan (Fergusson, 1990 dalam
Oginawati, 2007)
a : aktivitas gunung berapi; b&c: aktivitas cuaca ; d : aerosol; e : terjatuh (solid);
f: out gassing; g: absorpsi gas;h: penguapan; i : pengembunan; j: spray
Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat
terhadap hewan air dapat diurutkan, dari tinggi ke rendah, sebagai berikut merkuri
(Hg) > kadmium (Cd) > seng (Zn) > timbal (Pb) > krom (Cr) > nikel (Ni) > kobalt
(Co) (Sutamihardja, et al. 1982 dalam Marganof, 2003 dalam Tjokronegoro,
2007). Logam berat merupakan salah satu komponen alami pada bumi yang tidak
dapat didegradasi atau dihancurkan. Pada konsentrasi kecil, logam berat dapat
memasuki tubuh melalui makanan, minuman, dan udara. Sebagai trace element,
beberapa logam berat penting untuk mengatur metabolisme dalam tubuh manusia.
Tetapi pada konsentrasi tinggi, logam ini berbahaya dan beracun karena
cenderung mengalami bioakumulasi, yaitu kenaikkan konsentrasi bahan kimia
dalam organisme seiring dengan waktu dibandingkan dengan konsentrasi di
lingkungan.
Senyawa logam berat dalam makhluk hidup terakumulasi, terambil, dan tersimpan
jauh lebih cepat daripada pemutusan antar senyawa atau diekskresikan. Menurut
Darmono (1995), dalam tubuh makhluk hidup logam berat termasuk dalam trace
mineral atau mineral yang jumlahnya sangat sedikit. Toksisitas logam pada
2-11
manusia menyebabkan beberapa akibat negatif, terutama kerusakan jaringan,
khususnya oragn detoksifikasi dan ekskresi (hati dan ginjal). Beberapa logam
bersifat karsinogenik, teratogenik, serta menyerang saraf sehingga dapat
menyebabkan kelainan tingkah laku. Pada manusia yang mengkonsumsi ikan,
urutan toksisitas logam dari tinggi ke rendah adalah Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ >
Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn2+. Sedangkan berdasarkan toksisitasnya terhadap
organisme air itu sendiri, urutan toksisitas dari tinggi ke rendah adalah Hg2+ >
Ag2+ > Cu2+ > Zn2+ > Ni2+ > Pb2+ > Cd2+ > As3+ > Cr3+ > Sn2+ > Fe3+ > Mn2+ > Al3+
> Be2+ > Li+.
Beberapa logam termasuk ke dalam trace mineral esensial karena digunakan
untuk aktivitas kerja sistem enzim misalnya Zn, Cu, Fe, dan beberapa unsur
lainnya seperti Co, Mn, dan lain-lain. Beberapa logam bersifat non-esensial dan
bersifat toksik terhadap makhluk hidup, misalnya Hg, Cd, dan Pb (Lenntech,
2005). Sebagaimana logam lainnya, logam berat merupakan elemen yang dapat
melepas satu atau lebih elektron dan menjadi kation dalam air. Beberapa
karakteristik logam adalah sebagai berikut: (Soemirat, 2005) reflektivitas tinggi,
mempunyai kilau logam, konduktivitas listrik tinggi, konduktivitas termal tinggi,
dan mempunyai kekuatan dan kelenturan.
Logam dikelompokkan menjadi logam berat dan logam ringan, logam esensial
dan tidak esensial bagi kehidupan, serta logam trace mineral dan yang bukan
trace mineral. Logam masuk ke tubuh manusia melalui inhalasi atau oral. Logam
yang diabsorpsi lewat gastro-intestinal, akan berdifusi pasif maupun aktif dan
ditranspor ke organ target ataupun bereaksi sehingga terjadi berbagai transformasi
senyawa logam, sehingga efeknya menjadi beragam. Logam akan mengalami
proses pinositos (diminum oleh sel). Logam berat bersifat bioakumulasi dan
biomagnifikasi terhadap makhluk hidup. Bioakumulasi adalah pemupukan
pencemar yang terus menerus dalam organ tubuh. Sedangkan biomagnifikasi
adalah masuknya zat kimia dari lingkungan melalui rantai makanan yang pada
2-12
akhirnya tingkat konsentrasi zat kimia di dalam organisme sangat tinggi dan lebih
tinggi daripada bioakumulasi sederhana (Soemirat, 2005).
Logam dapat diekskresikan, namun dapat pula terakumulasi pada ginjal, usus,
rambut, kuku, atau kulit, tergantung pada pH dan jumlah protein atau asam amino
yang mengikatnya. Sedangkan usus dapat mengekskresikan kadmium, merkuri,
dan timah hitam dari selaput lendirnya secara aktif. Khusus untuk metil-Hg, ia
mengalami sirkulasi antara hati dan usus melalui empedu, dan terus bersirkulasi
sehingga dalam jumlah kecil dapat menyebabkan kerusakkan besar (Soemirat,
2005).
2. 5. 1 Tembaga (Cu)
Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur logam ini
berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur-unsur
kimia, tembaga menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai
bobot atau berat atom (BA) 63,546.
Tembaga yang masuk ke lingkungan perairan dapat berasal dari peristiwaperistiwa alamiah dan sebagai efek samping dari aktivitas yang dilakukan oleh
manusia. Aktivitas manusia, seperti buangan industri, merupakan salah satu jalur
yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam badan perairan.
Tembaga banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas
dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain sebagai alloy, seperti
perak, kadmium, timah putih dan seng. Sedangkan garam tembaga banyak
digunakan dalam bidang pertanian, misalnya larutan ’Bordeaux’ yang
mengandung 1-3% tembaga sulfat (CuSO4) digunakan untuk membasmi jamur
pada pohon buah-buahan. Tembaga sulfat ini sering digunakan pula untuk
membasmi siput (moluskisida) sebagai inang dari parasit cacing, juga untuk
mengobati penyakit kuku pada domba (Darmono, 1995).
2-13
Dalam kondisi normal, keberadaan Cu dalam perairan ditemukan dalam bentuk
senyawa ion CuCO3+, CuOH+, dan lain-lain. Biasanya jumlah Cu yang terlarut
dalam badan perairan adalah 0,002 ppm sampai 0,005 ppm. Bila dalam badan
perairan terjadi peningkatan kelarutan Cu, sehingga melebihi nilai ambang yang
seharusnya, maka akan terjadi peristiwa ”biomagnifikasi” terhadap biota-biota
perairan. Peristiwa biomagnifikasi ini akan dapat ditunjukkan melalui akumulasi
Cu dalam tubuh biota perairan tersebut. Akumulasi dapat terjadi sebagai akibat
dari telah terjadinya konsumsi Cu dalam jumlah berlebihan, sehingga tidak
mampu dimetabolisme tubuh (Palar, 2004).
Tembaga dapat ditemukan di berbagai jenis makanan, air minum dan di udara.
Oleh karenanya, manusia dapat mengabsorbsi tembaga setiap harinya dari makan,
minum dan bernapas. Tembaga merupakan unsur penting bagi kesehatan manusia.
Namun, tembaga dalam jumlah yang terlalu besar dapat menyebabkan masalah
kesehatan.
Tembaga merupakan salah satu logam berat yang sangat beracun bagi ikan. Efek
khronis tembaga pada ikan meliputi: inhibisi aktivitas enzim asetilkolinesterase;
perubahan sel ginjal; pengurangan pertumbuhan; dan pengurangan respon imun
(Ariesyady, 2000).
Pada manusia, efek keracunan utama yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu
atau uap logam Cu adalah terjadinya gangguan pada jalur pernafasan sebelah atas.
Efek keracunan yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap Cu tersebut
adalah terjadinya kerusakan atropik pada selaput lender yang berhubungan dengan
hidung. Kerusakan itu merupakan akibat dari gabungan sifat iritatif yang dimiliki
oleh debu atau uap Cu tersebut.
Sumber-sumber dari keberadaan debu atau uap Cu di udara sangat banyak.
Namun yang terpenting diantaranya adalah yang berasal dari industri peleburan
bijih Cu dan pengelasan logam-logam yang mengandung Cu. Hal ini disebabkan
2-14
kedua kegiatan tersebut merupakan pekerjaan yang paling banyak melepaskan
debu dan uap Cu ke udara.
Pemaparan tembaga dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan iritasi pada
hidung, mulut dan mata, serta dapat menyebabkan sakit kepala, sakit perut,
pusing-pusing dan muntah-muntah. Absorpsi tembaga secara intensif dalam
jumlah yang besar dapat mengakibatkan kerusakan pada hati dan ginjal, bahkan
kematian (Lenntech, 2005).
Gejala keracunan akut akibat tembaga melalui sistem pencernaan meliputi rasa
terbakar, pusing dan diare. Selain itu, toksisitas akut tembaga juga mengakibatkan
cacat pada saluran gastrointestinal dan induksi haemolytic anemia. Inhalasi
tembaga menyebabkan gejala silikosis dan alergi kontak dermatitis.
Toksisitas khronis tembaga ditandai dengan adanya akumulasi tembaga dalam
hati, otak dan ginjal, yang menyebabkan haemolytic anemia dan abnormalitas
sistem saraf (Ariesyady, 2000). Keracunan Cu secara khronis dapat dilihat dengan
timbulnya penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah
terjadi hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak, dan dernyelinasi, serta terjadinya
penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyakit Kinsky
dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan
pada penderita.
2. 5. 2 Kromium (Cr)
Kata kromium berasal dari Bahasa Yunani (=Chroma) yang berarti warna. Dalam
bahan kimia, kromium dilambangkan dengan ”Cr”. Kromium mempunyai nomor
atom (NA) 24 dan berat atom (BA) 51,996. Logam Cr pertama kali ditemukan
oleh Vagueline pada tahun 1797. Kromium (Cr) selalu berada dalam kondisi
berikatan dengan unsur lain, seperti silika, besi oksida, dan magnesium oksida.
2-15
Sumber utama dari masuknya Cr ke lapisan udara dari suatu strata lingkungan
adalah dari pembakaran dan mobilisasi batu bara dan minyak bumi. Dari
pembakaran yang dilakukan terhadap batu bara, akan dilepaskan Cr ke udara
sebesar 10 ppm, sedangkan dari pembakaran minyak bumi akan dilepaskan Cr ke
udara sebesar 0,3 ppm.
Dalam badan perairan Cr dapat masuk melalui dua cara, yaitu secara alamiah dan
nonalamiah. Masuknya Cr secara alamiah dapat terjadi disebabkan oleh faktor
fisika, seperti erosi (pengikisan) yang terjadi pada batuan mineral. Disamping itu,
debu-debu dan partikel-partikel Cr yang ada di udara akan dibawa turun oleh air
hujan. Masukan Cr yang terjadi secara nonalamiah lebih merupakan dampak dari
aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Sumber-sumber Cr yang berkaitan dengan
aktivitas manusia dapat berupa limbah atau buangan industri sampai buangan
rumah tangga. Cr terbentuk dari hasil akhir krom electroplating, industri penghasil
kromat, industri mobil, pesawat, lokomotif, tanning, fotografi, dan lain-lain.
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan pada tahun 1973 terhadap
endapan di Sungai Ottawa dan Rideau di kanada, ditemukan kandungan Cr
sebesar 20-22 ppm. Logam Cr yang terdapat pada sedimen di kedua sungai
tersebut berasal dari buangan industri dan buangan rumah tangga. Selain dari
logam Cr juga ditemukan logam-logam lain seperti logam Cd, Hg, Zn dan Cu
(Oliver, 1973).
Penelitian lain yang pernah dilakukan terhadap endapan lumpur pada badan
perairan adalah di perairan Teluk New York. Posisi pengambilan sampling
ditentukan sebanyak 17 titik dan di permukaan secara acak. Pada penelitian
tersebut jumlah rata-rata endapan Cr sebesar 5,8 ppm. Rentang endapan tersebut
berkisar dari 0,335 ppm sampai 37,9 ppm. Sedangkan standar normal dari
kandungan Cr yang terlarut dalam perairan adalah 0,04 ppm (Pearce, 1969).
2-16
Logam kromium dan kromium trivalen bersifat stabil dan non-toksik, sedangkan
senyawa heksavalent yang larut dalam air bersifat irritant, korosif, dan beracun
bagi manusia. Organ target yang dapat terganggu dengan keberadaan kromium
antara lain, organ respirasi, larynx, bronchi dengan paparan inhalasi atau kontak
langsung dengan kulit. Sedangkan efek Cr pada manusia adalah dapat
mengakibatkan carcinoma dan dermatitis.
2. 5. 3 Kadmium (Cd)
Logam Cd atau kadmium mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam.
Hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam, yaitu greennockite (CdS) yang
selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Berdasarkan sifat
fisiknya, Cd merupakan logam lunak, ductile, berwarna putih seperti putih perak.
Logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau
lembab serta akan cepat mengalami kerusakan bila dikenai oleh uap ammonia
(NH3) dan sulfur hidroksida (SO2). Sedangkan berdasar pada sifat kimianya,
logam Cd didalam persenyawaan yang dibentuknya pada umumnya mempunyai
bilangan valensi 2+ dan sangat sedikit yang bervalensi 1+.
Kadmium mempunyai sifat tahan panas sehingga sangat baik untuk campuran
pembuatan bahan-bahan keramik, enamel dan plastik. Kadmium sangat tahan
terhadap korosi sehingga baik untuk melapisi pelat besi dan baja. Logam ini juga
biasa digunakan dalam proses elektrolisis. Bentuk garam kadmium dari asam
lemah sangat baik untuk stabilisator pada pembuatan PVC ataupun plastik untuk
mencegah radiasi dan oksidasi. Kadmium dan nikel juga dapat digunakan untuk
pembuatan aki (baterai) Cd-Ni baterai (Darmono, 1995). Prinsip dasar dalam
penggunaan kadmium adalah sebagai bahan ’stabilisasi’ sebagai bahan pewarna
dalam industri plastic dan electroplating.
Menurut Fergusson (1990), logam Cd berada di atmosfer disebabkan adanya
pembakaran batu bara dan minyak, produksi semen, industri (produksi kadmium),
2-17
sedangkan di litosfer atau hidrosfer sumber kadmium dapat berasal dari
electroplating, pupuk fosfat, pigmen, air buangan dan air hujan. Kadmium berada
di atmosfer, litosfer, biosfer, hidrosfer dan sedimen dalam bentuk (species) yang
spesifik.
Logam kadmium (Cd) dan bermacam-macam bentuk persenyawaannya dapat
masuk ke lingkungan, terutama sekali merupakan efek sampingan dari aktifitas
yang dilakukan oleh manusia. Boleh dikatakan bahwa semua bidang industri yang
melibatkan Cd dalam proses industrinya akan menjadi sumber pencemaran Cd.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Klein pada tahun 1974 (Klein et. Al, 1974),
dapat diketahui kandungan rata-rata Cd dalam air buangan rumah tangga dan
buangan industri ringan, seperti terlihat pada Tabel 2. 1.
Tabel 2. 1 Kandungan Cd dalam beberapa jenis air buangan (Klein et al. 1974)
Jenis Industri
Konsentrasi Cd (ppm)
Pengolahan Roti
11
Pengolahan Ikan
14
Makanan Lain
6
Minuman Ringan
3
Pencelupan Tekstil
30
Bahan Kimia
27
Pengolahan Lemak
6
Bakery
2
Minuman
5
Es Krim
31
Pengolahan
dan
Pencelupan
Bulu
115
Binatang
Laundry
134
Kadmium dapat memasuki tubuh manusia terutama melalui makanan. Berbagai
jenis makanan dengan kandungan kadmium yang tinggi dapat menyebabkan
2-18
peningkatan konsentrasi kadmium pada tubuh manusia, misalnya hati, jamur,
kerang, bubuk coklat dan rumput laut yang dikeringkan.
Kadmium ditransportasikan ke hati melalui darah. Di hati, kadmium berikatan
dengan protein yang kemudian ditransportasikan menuju ginjal. Kadmium
berakumulasi di ginjal sehingga menyebabkan kerusakan mekanisme penyaringan
yang dilakukan oleh ginjal. Hal ini menyebabkan ekskresi protein-protein dan
gula-gula esensial dari tubuh dan lebih jauh dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
Gambar 2. 2 menunjukkan siklus biogeokimia kadmium di alam.
Gangguan kesehatan lainnya yang dapat disebabkan oleh kadmium adalah diare,
sakit perut dan muntah-muntah, tulang retak, kerusakan sistem saraf pusat, dan
kerusakan sistem kekebalan. Kemungkinan kerusakan DNA atau kanker
(Lenntech, 2005).
2-19
Gambar 2. 2 Siklus biogeokimia kadmium (Cd) (Fergusson, 1990 dalam
Triastutiningrum, 2005)
2. 4 Bioakumulasi Logam Berat
Bioakumulasi adalah penumpukan pencemar yang terus menerus dalam organ
tubuh (Soemirat, 2003). Bioakumulasi adalah proses terkumpulnya senyawa pada
organisme akuatik, baik melalui air maupun makanan.
2-20
Menurut Forstner dan Prosi (1979) dalam Oldewage dan Marx (2000) dalam
Tjokronegoro (2007), efek berbahaya dari logam berat sebagai suatu polutan
merupakan hasil dari proses biodegradasi yang tidak sempurna sehingga logamlogam tersebut cenderung untuk berakumulasi pada lingkungan akuatik. Karena
logam berat bersifat non-biodegradable, maka logam-logam tersebut dapat
dibioakumulasikan oleh ikan, baik melalui air di sekitarnya atau melalui proses
pencernaan makanan (Patrick dan Loutit, 1978; Kumar dan Mathur, 1991 dalam
Oldewage dan Marx, 2000) dalam Tjokronegoro (2007).
Profil pencemaran logam berat akan menunjukkan bagaimana kecenderungan
konsentrasi logam berat yang terdapat pada media termasuk air dan sedimen
berdasarkan sumber-sumber pencemaran yang berupa Point Source (PS)
Pollutants ataupun Non Point Source (NPS) Pollutants dari hulu ke hilir.
2-21
Download