paper jurnal online spiritualitas kristen dalam film

advertisement
PAPER JURNAL ONLINE
SPIRITUALITAS KRISTEN DALAM FILM
(Studi Semiotika tentang Penggambaran Spiritualitas Kristen yang
Diperagakan Mgr. Soegijapranata dalam Film Soegija Karya Garin
Nugroho)
Disusun Oleh :
WAHYU SUPARTANA
D1211082
Diajukan Guna Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat
Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
0
SPIRITUALITAS KRISTEN DALAM FILM
(Studi Semiotika tentang Penggambaran Spiritualitas Kristen yang Diperagakan
Mgr. Soegijapranata dalam Film Soegija Karya Garin Nugroho)
Wahyu Supartana
Andrik Purwasito
Subagyo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
In the context of mass communication, the film became one of the media message
delivery channels, such as verbal or nonverbal messages. A film containing a
message of spirituality is Soegija movie. The film tells about the life of a priest
who was appointed the first indigenous bishop and took part in the struggle for
Indonesian independence days of colonization.
In particular, the spirituality which includes the form of a message meaning the
centrality of God Almighty He was always there for us all the time with sincerity,
so we dare to stand in the world that is challenging to do something about the
things we can do good for. But do not just stop there because we must also dare to
defend truth and justice even if full of challenges that we must face, all we have to
do all that we should do so that no one party that oppressed or injured, but all
were we do should we dare to open the underlying attitude every time we do an
action involving public so that no one thing that is suspected by others.
Having analyzed using qualitative descriptive methods with semiotic analysis
technique that uses the theory of Roland Barthes with the significance of the
obtained a two- stage practice Christian spirituality exhibited by the main actors
in this movie are Soegija Mgr. Soegijapranata. It is also claimed the actions of
Christian spirituality is capable of changing the lives of close to a safe and
violence into peace, the souls who feel hollow always had the consolation over the
arrival of a religious leader or bishop. The concept is to create an atmosphere of
life as people with full of love, peace and mutual assistance that can be achieved
if mankind to know and understand God the Mighty will be born and embedded
thirst for love and a sense of help from others. And fostering humanism properties
that want to glorify the fellow human beings is based on the principle that human
equality before God is the same
Keywords : Film, history, spirituality, analysis, semiotika.
1
Pendahuluan
Film Soegija menggambarkan keadaan negara Indonesia yang merupakan
masa transisi paling kritis dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Dimulai
dengan runtuhnya kekuasaan Belanda akibat penyerbuan bangsa Jepang terhadap
Sekutu yang berlangsung kurang lebih selama 3,5 tahun. Diikuti dengan masa
pencapaian kemerdekaan negara Indonesia hingga Agresi Militer Belanda kedua
sebagai bentuk pengkhianatan Belanda terhadap kemerdekaan bangsa. Kejadian
ini membuat seorang Mgr. Soegijapranata rela berkorban diri, harta, serta
jabatannya sebagai seorang Uskup demi pencapaian kemerdekaan negara yang
hakiki. Sehingga tidak ada lagi penindasan dan penyiksaan kepada umat manusia.
Film ini dimulai dengan goresan pena seorang Romo (Nirwan Dewanto) di atas
kertas yang sekaligus menjadi curahan hatinya. Di kala tengah perang pada waktu
itu ketika para penduduk pribumi harus berlutut dan menunduk di bawah makian
serta todongan senjata Belanda. Dan di masa serba tertekan itu, Sang Romo
mendapat kehormatan menjadi pribumi pertama yang dilantik sebagai Uskup
Danaba. Ia lebih dikenal dengan sebutan Mgr. Soegijapranata dan hijrah dari
gerejanya di Yogyakarta ke Semarang. Dengan jabatan itu akibatnya Romo lebih
dihormati. Yang datang ke gereja mendengarkan ceramahnya bukan hanya
penduduk lokal, tetapi juga orang-orang Belanda. Meski begitu, kesehariannya
yang bersahaja dan merakyat tak berubah.
Penulis mengambil film ini sebagai suatu penelitian yang menjadi acuan
untuk memperbaiki segala moral anak manusia di bidang spiritual. Generasi
bangsa Indonesia perlu menelaah tentang sebuah pengorbanan yang tidak mudah
dalam mencapai sebuah kemerdekaan. Yang kini harus menjadi tanggung jawab
kita bersama untuk mengisi kemerdekaan ini adalah dengan sebuah tindakan yaitu
kedisiplinan. Kedisiplinan perlu dijadikan amalan oleh para remaja karena disiplin
dapat melahirkan remaja yang berakhlak dan berbudi pekerti mulia.
Fenomena film yang mengangkat unsur religi atau spiritualitas Kristen
sangat diperlukan di Indonesia pada saat ini. Melihat belakangan ini banyak sekali
kasus kemanusiaan yang melibatkan segala aspek usia bangsa Indonesia yang
menunjukkan telah hilangnya tata krama dan moral bangsa yang terkenal sebagai
2
bangsa yang beragama, berbudi luhur dan bermartabat sebagaimana nilai-nilai
Pancasila. Kondisi bangsa yang demikian merupakan dampak negatif dari
perkembangan teknologi yang salah satunya teknologi media massa yakni film.
Oleh karena itu, peranan film sebagai alat penyampai pesan harus benar-benar
diatur melalui sebuah aturan (undang-undang) yang benar-benar mengikat dan
bersifat memaksa. Untuk itu maka di Indonesia sangatlah penting untuk
memproduksi film yang berbau religi terutama di bidang spiritual.
Maka melalui sebuah tayangan film yang berjudul Soegija ini masyarakat
diharapkan banyak mendapat pengetahuan untuk memahami arti pentingnya
sebuah spiritualitas agama dalam diri masing-masing individu. Manusia
seharusnya tidak lagi mementingkan persoalan diri pribadi melainkan memikirkan
kepentingan umum. Pembuatan film Soegija diutamakan agar dapat menarik
perhatian dan minat penonton usia muda. Hal tersebut ditujukan agar spiritual
dapat kembali ditanamkan pada diri kaum muda sejak dini karena usia muda
merupakan usia kritis dalam pembentukan karakter manusia. Dimana usia ini
sangat mudah dipengaruhi dengan pola pikir yang masih terbatas dan senantiasa
ingin tahu.
Karena pentingnya penanaman nilai-nilai keagamaan yang
berlandaskan Pancasila merupakan hal yang harus dilakukan pada usia muda.
Penulis menilai spiritualitas Kristen yang digambarkan oleh sosok Mgr.
Soegijapranata dapat menyatukan semua unsur yang berbeda dalam masyarakat,
meskipun penayangan film ini sempat mendapat sorotan yang kurang baik.
Konsep spiritualitas Kristen yang dihadirkan dalam film Soegija dianggap perlu
dilakukan penelitian dengan suatu analisis. Kajian yang lebih lanjut diperlukan
untuk mengetahui apa saja pesan moral dan spiritual yang tersirat yang hendak
digambarkan oleh sutradara dalam film tersebut. Tidak hanya pesan yang hendak
disampaikan, penggabungan audio visual juga perlu dilakukan kajian sehingga
bisa mewakili tentang apa yang harus diteliti dalam kajian ilmu komunikasi.
3
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah
dalam
penelitian
ini
adalah:
Bagaimanakah
penggambaran Spiritualitas Kristen yang diperagakan Mgr. Soegijapranata dalam
dalam film Soegija karya Garin Nugroho?
Tinjauan Pustaka
1. Proses Komunikasi
Kata atau istilah komunikasi (Bahasa Inggris communication) berasal dari
Bahasa Latin “communicatus” atau comunicatio atau communicare yang berarti
berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian kata komunikasi menurut
kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai suatu
kebersamaan (Riswandi, 2009: 1). Namun definisi komunikasi tidak hanya
berhenti pada sebuah pengertian itu saja, masih ada berbagai aspek yang harus
dipenuhi. Sehingga komunikasi memunculkan beberapa definisi namun semua
definisi komunikasi didasarkan pada konsep linear dari proses komunikasi,
dimana komunikasi itu dilihat sebagai proses pengiriman dimana pengirim
menyampaikan pesannya kepada penerima.(Eilers, 2001: 16)
Arfan Adhi Perdana (2005) dalam penelitiannya mengutip pendapat
Saundra Hybels dan Richard L Weafer II (Liliweri, 2000: 3) bahwa komunikasi
merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan. Proses itu
meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya secara lisan dan tulisan, tetapi
juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, atau menggunakan alat
bantu di sekeliling kita untuk memperkaya sebuah pesan.
Maka bisa dikatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses karena
komunikasi merupakan rangkaian suatau peristiwa yang terjadi secara beruntun
(ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun
beberapa waktu tertentu. Sebagai sebuah proses, komunikasi tidak bersifat statis,
melainkan dinamis dalam arti akan selalu mengalami perubahan dan berlangsung
terus-menerus. Sehingga dalam proses komuniksi melibatkan beberapa faktor atau
komponen. Faktor-faktor atau unsur yang dimaksud antara lain meliputi
komunikator, komunikan, pesan ( isi, bentuk dan cara penyampaiannya) saluran
4
atau media yang digunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, yang ada ketika
dimana komunikasi sedang berlangsung (Riswandi, 2009: 2-5).
Secara umum komunikasi dibagi menjadi dua, yaitu: komunikasi verbal
dan komunikasi non verbal. Keduanya (bahasa verbal dan non verbal), memiliki
sifat holistik yaitu bahwa masing-masing tidak dapat saling dipisahkan. Dalam
sebuah hubungan komunikasi, bahasa non verbal menjadi komplemen atau
pelengkap bahasa verbal. Namun lambang-lambang non verbal juga dapat
berfungsi kontradiktif, pengulangan bahkan pengganti ungkapan dari bahasa
verbal. Komunikasi merupakan visualisasi dari dalam pikiran manusia, yang
diungkapkan melalui simbol, gerakan, ataupun lisan (ucapan). Setidaknya ada tiga
pemahaman mengenai komunikasi, yaitu komunikasi sebagai tindakan satu arah,
komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagi transaksi (Mulyana, 2002:
61).
2. Komunikasi Massa
Secara sederhana, komunikasi massa didefinisikan sebagai komunikasi
yang terjadi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Hal tersebut
disebabkan, dari awal perkembanganya, komunikasi massa berasal dari
pengembangan kata media of mass comunication (media komunikasi massa).
Dimana media massa itu yang dihasilkan oleh teknologi modern.
Komunikasi massa mempunyai titik dan bahasan tersendiri, oleh karena
hal ini perlu ditekankan. Sebab sebuah media yang bukan media massa, yakni
media tradisonal seperti: kentongan, angklung, gamelan, dan lain-lain. Jadi, disini
media massa menunjuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran
dalam komunikasi massa termasuk juga sebuah film bentuk dari komunikasi
massa (Nurudin, 2007: 2-3).
Film tidak lagi dimaknai semata-mata sebagai sebuah karya seni,
melainkan film merupakan sarana baru untuk untuk menyebarkan hiburan dan
mengandung pesan di dalamnya. Tetapi film telah menjelma menjadi salah satu
komunikasi massa yang beroperasi atau menjadi hiburan bagi masyarakat.
5
Pergeseran prespektif ini secara tidak langsung mengurangi normatif dari teoritisi
film yang cenderung membuat idealisasi dan karena itu mulai meletakkan film
secara obyektif, oleh karena itu film bisa disebut sebagai komunikasi massa.
(McQuail, 1996: 13)
Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film yaitu untuk
memperoleh hibutan. Akan tetapi dalam film terkandung dapat memiliki fungsi
informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan misi
perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hiburan, film
nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda
yang menjadi tulang punggung sebuah negara (Effendy, 1981: 212).
3.
Simbol
Simbol merupakan bentuk komunikasi non verbal yang berasal dari bahasa
Yunani symbolon, syn berarti bersama-sama dan bole berarti melempar, atau
melempar bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide. Bahkan
ada juga yang menyebut symbaletin yang berarti tanda ciri yang memberitahukan
suatu kepada seseorang (Sobur, 2004: 155). Meski demikian didalam kehidupan
sehari-hari kerap kita tidak bisa membedakan pengertian antara simbol dan kode.
Bahkan banyak orang yang menyamakan unsur kedua konsep itu. Menurut David
K Barlo, simbol merupakan lambang yang memiliki suatu objek, sedangkan kode
adalah seperangkat simbol yang mempunyai sebuah arti (Sobur, 2004: 49).
4.
Spiritualitas Kristen
Spiritualitas Kristen berasal dari kata spiritual yang bisa berarti kejiwaan;
rohani; batin; mental serta moral. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata
spiritualitas Kristen diartikan sebagai aliran filsafat yang mengutamakan
kerohanian. Spiritualitas Kristen merupakan energi dalam diri yang menimbulkan
rasa kedamaian dan kebahagiaan tidak terperinci yang senantiasa dirindukan
kehadirannya. Spiritualitas Kristen memang tidak bisa lepas dari agama, karena
agama adalah salah satu jalan kita untuk mengenal spiritual dengan lebih baik.
6
Agama adalah suatu sistem kepercayaan, dan Spiritualitas Kristen adalah
implementasinya dalam kehidupan. Kita akan lebih mudah jika diibaratkan
dengan agama adalah teori dan spiritual adalah aplikasinya. Tanpa teori kita buta
dan tanpa aplikasi kita tidak akan lebih baik dari sebuah buku usang di
perpustakaan yang hanya tinggal menunggu waktu untuk dibuang (Tualeka, 2012:
7-8).
Danah Zohar dan Marshall juga mendefinisikan sebuah kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam sebuah konteks
makna yang lebih luas dan kaya. Kecerdasan untuk menilai sebuah tindakan atau
jalan hidup seseorang lebih bermakna di bandingkan dengan yang lain (Agustian,
2001: 57).
5. Konstruksi Realitas Sosial
Dalam kehidupan ini sebuah realitas sosial menjadi sebuah perjalanan
hidup manusia yang saling berhubungan. Maka dalam perjalanan itu ada sebuah
realitas sosial. Namun realitas sosial ini selalu berdampingan dengan individu
srhingga ada yang disebut dengan konstruksi realitas sosial. Namun gagasan
konstruksi sosial telah dimulai oleh von glasersfeld, pengertian ini muncul di abad
ini dalam tulisan Mark Baldwin yang di perdalam dan diperluas oleh Jean Piaget.
Namun apabila semua itu di telusuri lebih dalam
lagi sebenarnya gagasan
konstruktivisme telah dimulai oelh Giambatissta Vico, Seorang epistemolog dari
italia. Suparno dalam Bungin (2008: 13) segingga dapat dijelaskan bahwa
konstruktivis realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu.
Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku
sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial hidayat dalam
Bungin (2008: 11)
7
6.
Semiotika Sebagai Alat Analisis
Menurut Eco, istilah semiotika berasal dari kata Yunani semeion, yaitu
yang berarti adalah tanda, tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas
dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dan dapat mewakili sesuatu
yang lain. Secara testinologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari sederetan luas objek-objek, seluruh kebudayaan sebagai tanda dari
sebuah peristiwa (Sobur, 2004: 95).
Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan konvensi-konvensi
yang memungkinkan tanda tersebut mempunyai arti, sehingga semiotik bisa
digunakan kajian untuk menganalisa suatu permasalahan tertentu. Meskipun
refleksi tentang tanda itu mempunyai sejarah filsafat yang patut dihargai, namun
semiotik atau juga bisa disebut semiologi dalam arti moderen berangkat dari
seorang alih bahasa Swiss, Ferdinand de Saussure yang mengemukakan bahwa:
linguistik hendaknya menjadi bagian suatu ilmu pengetahuan umum tentang suatu
tanda yang disebutnya semiologi (Sobur, 2004: 95-96).
Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai suatu hal (tanda-tanda). Fokus
perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifkasi dua tahap (two
order of signification), seperti terlihat dalam gambar berikut ini (Fiske (1990)
dalam Sobur, 2004: 127) :
Gambar 1
Signifikansi Dua Tahap Barthes
second order
first order
reality
signa
culture
connotation
detonation
signifier
signified
myth
Sumber : John Fiske, 1990 : 88
8
Metodologi
Metode ini secara garis besar dapat diartikan sebagai keseluruhan cara
berpikir yang digunakan peneliti untuk menemukan jawaban atas pertanyaanpertanyaan penelitian yang dilaksanakan dengan merujuk pada suatu obyek
tertentu yang mewarnai dan membentuk cara pendekatan khusus (Sutopo, 2002:
24).
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metodologi penelitian kualitatif, bahwa
penelitian memiliki landasan paradigma yang menekankan keyakinanya, dan
didukung pula dengan berbagai teori yang mendukungnya dan tentunya sejalan
dengan penelitian yang dilakukan. Paradigma dan teori penunjangnya tersebut
secara kuat mendasari dan membentuk metodologi penelitian dengan beragam
karakteristiknya yang pasti berbeda dengan karakteristik metodologi penelitian
yang memiliki landasan paradigma dengan teori pendukungnya yang berbeda pula
(Sutopo, 2002: 31). Dimana penelitian kualitatif ini akan berkaitan dengan
dinamika
kehidupan
sosial
masyarakat.
Walaupun
demikian,
berbagai
pengalaman melakukan serangkaian prosedur penelitian yang menunjukkan
bahwa penelitian kualitatif tidak bisa sepenuhnya mengungkap dinamika
kehidupan sosial secara rinci dan mendalam. Namun dalam penelitian kualitatif
memiliki karakteristik yaitu yang pertama cara memandang sifat realitas sosial
yang bersifat tunggal, konkret, dan teramati. Yang kedua peranan nilai penelitian
kualitatif menganggap bahwa proses penelitian sepenuhnya bebas nilai. Yang
ketiga pengumpulan data dalam penelitian kualitatif tidak bersifat kaku tetapi
selalu disesuaikan dengan keadaan dilapangan (Suyanto dan Sutiyah, 2005: 166168).
9
2.
Metode Penelitian
Berikut adalah rangkaian penjelasan mengenai metode penelitian yang
digunakan: Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
semiotik. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda adalah alat yang dipakai dalam upaya usaha untuk mencari jalan didunia
ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Laporan evaluasi yang
berdasarkan metode kualitatif akan mencakup sebagian besar dari deskripsi murni
tentang suatu program dan pengalaman orang dalam program. Tujuan dari sebuah
semiotik atau dalam istilah barthes semiologi, pada dasarnya ingin mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) mamaknai hal-hal (things) memaknai (to
things) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan
(to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa
informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga
mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2009: 15).
3.
Obyek Penelitian
Obyek pada penelitian ini ialah pada film Seogija yang di produksi oleh
Puskat Pictures. Film ini berdurasi 01-50-42 dan disutradarai oleh Garin Nugroho.
Film ini dibintangi oleh Nirwan Dewanto sebagai Mgr. Soegijapranoto, Olga
Lydia sebagai Ibu Lingling, Anisa Hartami sebagai Mariyem dan penyanyi
campursari, Endah Laras sebagai Endah Laras, dan sebagainya.
Penelitian ini memberikan gambaran tentang representasi Spiritualitas
Kristen yang tertuang dalam film Soegija karya sutradara Garin Nugroho tanpa
berusaha mencari hubungan antar dua atau beberapa variabel dan tidak untuk
menguji hipotesis ataupun menguji prediksi tertentu. Hanya melakukan sebuah
pengamatan yang mendalam tentang seorang tokoh dalam film Soegija ini serta
menginterpretasi simbol-simbol yang ada. Film Soegija memiliki 2 obyek
penelitian, yaitu:
10
a. Audio
Audio dari film ini memiliki karakter yang melekat erat pada tokoh yang
menyesuaikan diri sebagai layaknya seorang Mgr/Uskup dalam dialog dan adegan
yang diperankanya. Obyek audio dapat ditemukan pada saat Nirwan yang
berperan sebagai Mgr. Soegijapranata muncul dan berdialog.
b.
Video
Video mewakili visualisasi dari narasi beserta skenarionya. Dalam hal ini
adalah bahasa non verbal, misalnya karakteristik dan mimik wajah dari tokoh.
Perpaduan dua unsur ini semakin menguatkan tokoh sehingga semakin
memudahkan peneliti untuk menguraikan gagasanya.
4.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini berupa data (file) video yang didapatkan
dengan cara membeli DVD asli yang dibeli ditoko buku Kanisius. Atau bisa juga
bisa masuk kedalam website resminya yaitu www.soegijathemovie.com untuk
mengetahui secara lebih detail siapa saja yang berperan dalam film ini.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini berupa data yang diambil dari sebuah
studi pustaka offline dan online. Untuk studi offline penulis mengambil dari
berbagai macam buku yang tergolong dan mencakup dalam penelitian ini.
Sedangkan online adalah penulis mengkaji informasi dari artikel ataupun jurnal
yang berkaitan dengan penelitian ini.
5.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat, dan gambar yang
memiliki arti lebih dari sekedar angka atau frekuensi melainkan pemaknaan yang
menceritakan faktor spiritualitas Kristen. Peneliti menekankan catatan yang
menggambarkan situasi mendukung penyajian data, dan sedekat mungkin dengan
11
bentuk aslinya seperti pada waktu dicatat. Penelitian ini cenderung mengarahkan
kajiannya pada perilaku seorang pemuka agama dalam keadaannya yang rutin
seperti apa adanya dan benar-benar mengabdikan diri bukan hanya untuk
kepentingan agama saja tapi juga untuk kepentingan bangsa.Penelitian ini
dilakukan dengan menganalisis data yang berasal dari DVD (Digital Versatile
Disc) film Soegija Penelitian dilakukan dengan menelaah setiap satu persatu
adegan yang menyiratkan Spiritualitas Kristen yang terdapat di dalam film
Soegija.
6.
Analisis Data
Analisis merupakan bagian titik akhir dari suatu penelitian yang mana
didalamnya akan terdapat suatu pemrosesan suatu data yang telah dipilih melalui
suatu metode analisis yang telah dipilih. Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri
dari tiga komponen pokok yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan
dengan verivikasinya. Proses analisis dengan tiga kompoen analisis tersebut saling
menjalin dan dilakukan secara terus menerus didalam proses pelaksanaan
pengumpulan data, merupakan model analisis jalinan. Reduksi data sebagai
komponen pertama, bahkan sudah dilaksanakan sejak pertama sebelum
pengumpulan data dilakukan, yaitu sejak penyusunan proposal penelitian. Dengan
membatasi permasalahan penelitian dan juga membatasi pertanyaan pokok yang
perlu dijawab dalam penelitian, peneliti sebenarnya sudah melakukan reduksi.
Kemudian proses tersebut dilanjutkan pada waktu pengumpulan data, dan secara
erat saling menjalin dengan dua komponen analisis yang lain, yiatu sajian data
dan penarikan simpulan dan verifikasinya (Sutopo, 2002: 94).
Analisa data juga akan dilakukan dengan menganalisis tiap adegan serta
narasi dalam film yang mengandung unsur-unsur spiritualitas Kristen yang
terdapat dalam film Soegija. Untuk itu diperlukan ketelitian dan kepekaan.
Analisis data dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua poin di bawah ini:
a. Pengumpulan dan pengorganisasian data yang berupa data audio visual
dengan format DVD.
12
b. Keseluruhan isi film dilihat, dicermati, lalu kaitan dengan spiritualisme. Dan
dideskrisikan menurut teori-teori spiritualitas Kristen yang telah dicantumkan.
Sajian dan Analisis Data
Berdasarkan uraian konsep dan model penelitian yang memakai teori
Roland Barthes ditemukan beberapa aspek spiritualitas Kristen yang ada di dalam
film soegija. Beberapa aspek tersebut diperagakan oleh aktor utama yaitu Mgr.
Soegijapranata. Film soegija ini merupakan film yang bertema perjuangan bangsa
Indonesia pada masa akhir penjajahan Belanda dan pada masa penjajahan Jepang.
Dengan membawa pesan-pesan spiritualitas Kristen yang demikian kental dengan
menggunakan cara langsung dalam adegan sikap dan dialog yang ditampilkan
oleh para pemainnya terutama Nirwan Dewanto yang berperan sebagai Mgr.
Soegijapranata yang menjadi pemuka Agama atau seorang Pastor dari agama
Kristen Katolik.
Sang sutradara Garin Nugroho begitu pandai dan cermat dalam
menanamkan pesan-pesan yang ingin disampaikan dalam adegan-adegan dalam
film soegija. Selain itu film ini juga mengandung unsur pesan lain berupa cinta
kasih kehidupan yang mendasari kemanusiaan. Karena banyaknya pemahaman
tentang spiritual yang banyak dikemukakan. Maka penulis akan menjabarkan
spiritualitas Kristen yang tersirat dalam film soegija ini menurut teori yang di
pakai oleh penulis. Dalam menyusun karya ini karena Spiritualitas Kristen adalah
kualitas hidup seseorang sebagai hasil dari ke dalaman pemahamanya tentang
Allah dan mengapilkasikannya dalam perbuatan sehari-hari menurut apa yang
disajikan dalam film soegija maka dapat penulis deskripsikan spiritual harus
mengandung unsur:
1.
Spiritualitas Kristen berpusat pada Allah
Allah menjadi sumber dari spirit untuk hidup dalam semua bidang dan
aspeknya karena Allah adalah sumber kehidupan manusia dan dunia ini. Itulah
sebabnya spiritualitas Kristen merupakan wujud dan kerinduan hidup dalam
keterarahan kepada Allah (Banawiratma, 2012: 15).
13
Berikut adalah cuplikan-cuplikan gambar (frame) yang merepresentasikan
ciri spiritualitas Kristen yang berpusat pada Allah:
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
2.
Spiritualitas Kristen berpijak pada dunia
Perjumpaan dengan Allah bukanlah sikap untuk melarikan diri dari
kenyataan dunia atau untuk menikmati kehangatan hadirat Allah hingga
melupakan dunia. Akan tetapi perjumpaan dengan Allah merupakan kotemplasi
untuk memberikan kekuatan serta mengarahkan hidup manusia untuk semakin
berani hidup di tengah-tengah dunia. Dengan Spiritual, manusia bisa semakin
14
berpijak dan melayani sesama manusia (terutama mereka yang menderita) di
dunia ini (Banawiratma, 2012: 15).
Berikut ini adalah beberapa cuplikan gambar (frame) dalam film soegija
yang di nilai mampu merepresentasikan sosok Mgr. Soegijapranata yang memiliki
ciri Spiritualitas Kristen yang berpijak pada dunia:
3.
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16
Spiritualitas Kristen Berpihak pada Keadilan dan Kebenaran
Perjumpaan dengan Allah sesama manusaia dan diri sendiri dalam
spiritualitas Kristen membuka kemungkinan untuk lebih mengenal maksud Allah
terhadap manusia dan dunia ini. Yaitu agar manusia dapat hidup dengan mendapat
15
keadilan dan kebenaran. (Banawiratma, 2012: 15). Cuplikan gambar (frame) dari
film
Soegija
yang merupakan obyek penelitian ini menjelaskan atau
menggambarkan bentuk spiritualitas Kristen dari diri Mgr. Soegijaprantaa dalam
berpihak kepada keadilan dan kebenaran, adalah sebagai berikut:
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19
Gambar 20
4. Spiritualitas Kristen bersifat Terbuka
Keterbukaan kepada Allah mempengaruhi dan menentukan keterbukaan
terhadap sesama dan dunia ini. Spiritualitas Kristen mendorong keterbukaan
terhadap orang lain yang berbeda, karena dalam perjumpaan dengan Allah, kita
menemukan diri kita sebagai manusia yang lemah seperti orang lain. Allah selalu
menerima diri kita apa adanya, dan karena itu juga kita harus selalu terbuka
menerima orang lain apa adanya karena itu wujut dari keterbukaan (Banawiratma,
2012: 16).
Dalam film Soegija ini yang menggambarkan ciri spiritualitas Kristen
seorang Mgr. Soegijapranata sebagai seorang yang terbuka dapat dilihat dari
beberapa cuplikan gambar (frame) berikut ini:
Gambar 21
Gambar 22
16
Gambar 23
Gambar 24
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, spiritualitas Kristen yang
digambarkan dalam film Soegija yaitu selalu mengajarkan untuk hidup andhap
asor, sederhana, penuh pengabdian dan yang pasti dan sudah diketahui banyak
orang bahwa menjadi seorang Romo harus hidup taat dan selibat (tidak menikah)
seumur hidup. Selain itu menjadi seorang Pastor haruslah mengajarkan hidup
spiritual yang selalu berpusat pada Allah karena Ia yang selalu mendampingi
hidup manusia di mana saja. Selain itu hidup spiritual yang berpijak pada dunia,
keadilan dan kebenaran serta selalu terbuka terutama untuk sebuah tindakan yang
menyangkut kepentingan bersama.
Praktek spiritualitas Kristen dalam film Soegija yang diperagakan oleh
Mgr. Soegijapranata. Yaitu memberi nasihat, doa serta dukungan kepada
masyarakat tanpa ada pamrih dari dalam diri Mgr. Soegijapranata. Selain memberi
prektek spiritualitas Kristen Yang diperagakan Mgr. Soegijapranata juga
melakukan penolakan yaitu penolakan tindak kekerasan menolak untuk
memberikan tempat ibahah yang akan dijadikan markas para penjajah. Semua itu
dilakukan oleh Mgr. Soegijapranata untuk membebaskan manusia dari
individualis sehingga bisa dikembangkan dalam spektrum yang lebih luas
mencakup aspek-aspek kemasyarakatan yang juga ikut mempengaruhi keberadaan
manusia sebagai individu. Yang mana di dalam spiritualitas Kristen ini telah
memunculkan gambaran tentang suatu pemusatan terhadap Allah. Karena Sang
Pencipta adalah sumber dari segala kekuatan yang dimiliki oleh manusia untuk
berpijak di dunia ini. Spiritualitas Kristen memberikan daya kekuatan untuk
semakin berani untuk hidup di dunia yang penuh dengan tantangan dimana
manusia harus memperjuangkan keadilan yang mana selalu dicari oleh banyak
orang. Semua itu dilakukan dengan kesungguhan hati dan terbuka atas segala
17
tindakan yang selalu dilakukan dalan memperjuangkan keadilan. Serta tidak ada
pamrih yang diharapkan kecuali suatu pencapaian sebuah konsep kemanusiaan
yang mendapatkan kedamaian yang adil.
Konsep hidup yang ingin mewujudkan suasana umat dengan penuh cinta
kasih, kedamaian serta tolong-menolong dapat terwujud apabila umat manusia
lebih mengenal dan memahami Allah yang Maha Perkasa.
Dengan adanya
pemahamanan bahwa manusia tidak lebih dari sekedar makhluk yang diciptakan,
maka akan lahir dan tertanam kehausan akan kasih dan rasa tolong dari orang lain.
Serta menumbuhkan sifat humanisme yakni ingin memuliakan sesama umat
manusia dengan berdasar kepada asas persamaan bahwa manusia di depan Allah
adalah sama.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis sarankan untuk beberapa kalangan
dari penonton sampai peneliti berikutnya.
1.
Yang Pertama Untuk Penonton
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis sarankan agar film Soegija
ini jangan hanya dilihat dari segi keagamaanya saja melainkan dari berbagai segi,
terutama dari segi kemanusiaan dan perjuangan. Karena pada dasarnya film ini
adalah film yang bertemakan perjuangan. Dan bukan untuk memegahkan suatu
agama, ras dan golongan. Hanya saja kebetulan sutradara mengangkat film
perjuangan ini dari salah satu tokoh yaitu Mgr. Soegijapranata SJ yang meyakini
agama yang dianutnya adalah agama katolik dan kebetulan juga Mgr
Soegijapranata adalah seorang Uskup.
2. Yang Kedua Untuk Para Kreator Film
Supaya apa yang dilakukan oleh sutradara-sutradara yang lain supaya
lebih banyak membuat film perjuangan yang mengusung unsur kemanusiaan,
ataupun juga bisa mengangkat tokoh Nasional. Sehingga film tidak hanya
mengejar komersial saja melainkan juga untuk memberikan contoh yang baik.
18
3. Yang Ketiga Untuk Peneliti Berikutnya
Dikarenakan penelitian ini terfokus pada analisis terhadap spiritualitas
Kristen Mgr. Soegijapranata saja maka peneliti sarankan agar dilakukan penelitian
yang lebih mencakup keseluruhan isi di dalam film soegija ini, dan apakah
memang terbukti film ini bukan film untuk menyebarkan suatu agama tertentu.
Sehingga film ini bertujuan untuk memperbaiki moral anak bangsa yang tergerus
budaya asing penelitian ini bisa menjadi acuan dan melengkapi bahan untuk
dilakukannya penelitian berikutnya. Penulis harapkan pula agar ada penelitian
lainnya dengan metode/pendekatan lainnya yang berbeda pula misalnya memakai
analisis wacana, yang kemungkinan besar akan menghasilkan kesimpulan yang
sangat berbeda pula dari penelitian ini.
Daftar Pustaka
Agustian, Ginanjar Ary. 2001. ESQ Emotional Spiritual Quotient. Jakarta: Agra.
Banawiratma, J.B. 2012. Pelayanan Spiritualitas 7 Pelayanan. Yogyakarta:
Taman Pustaka Kristen.
Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Perdana
Media Group.
Eilers, Franz-Josef. 2001. Berkomunikasi Dalam Masyarakat. Flores NTT
Indonesia: Nusa Indah.
McQuail, Denis. 1996. Toeri komunikasi massa. Jakarta: Erlangga.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Perdana, Arfan Adhi. 2005. Studi Semiotika terhadap Film “Bingkisan Untuk
Presiden”. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas
Muhammadyah Malang. Malang.
Rahmat, Jalaludin. 2006. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tualeka, Basa Alim. 2012. Nilai Agung Kepemimpinan Spiritual. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
19
Download