1 EVALUASI KESESUAIAN ALAHAN UNTUK TANAMAN TEMBAKAU

advertisement
EVALUASI KESESUAIAN ALAHAN UNTUK TANAMAN TEMBAKAU
(Nicotianae Tabacum L.) PADA LAHAN KARST DI KEC. LENGKONG
KABUPATEN NGANJUK
Septianisa Anggun Perwitasari
Jurusan Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected]
Abstrak
Kesesuaian lahan pada daerah penelitian menunjukkan kelas tidak sesuai untuk
budidaya tanaman tembakau, dengan faktor pembatas yang cukup berat. Faktor
pembatas tersebut antara lain ketersediaan air, dan retensi hara yang hampir sama
pada setiap unit lahan. Sedangkan untuk faktor pembatas retensi hara, dapat
diatasi dengan penambahan pupuk sesuai kebutuhan. Kelas kesesuaian lahan tidak
sesuai (N) dengan faktor pembatas ketersediaan air, sesuai marginal (S 3) dengan
faktor pembatas pH dan C-Organik pada lahan 2.Si.a. Sedangkan kelas unit lahan
2.Si.b memiliki kelas kesesuaian lahan tidak sesuai (N). 4.Si.a dengan kelas tidak
sesuai (N), faktor pembatas ketersediaan air, dan pH. Unit lahan 4.Si.b memiliki
kelas kesesuaian N. Semua unit lahan memiliki fator pembatas yang sangat berat
yakni ketersediaan air, pengadaan fasilitas irigasi tidak bisa meningkatkan kelas
kesesuaian lahan dari N (tidak sesuai) menjadi S3 (sesuai marginal). Perlu biaya
yang cukup besar untuk mengatasi faktor pembatas dari semua unit lahan, oleh
karenanya perlu pertimbangan secara matang untuk membudidayakan tanaman
tembakau pada lahan seperti daerah penelitian.
Kata kunci: evaluasi kesesuaian lahan, tembakau, karst
Abstract
Land suitability classes for karst land are not suitable for the cultivation of
tobacco, the limiting factor is quite heavy. The limiting factor, among others, the
availability of water and nutrient retention were almost the same in every land
unit. While limiting factor for nutrient retention, can be overcome with the
addition of fertilizer as needed. Incompatible land suitability classes (N) by a
factor limiting the availability of water, according to the marginal (S3) with a pH
limiting factor and C-Organic on 2.Si.a. While the class of units of land 2.Si.b
have incompatible land suitability classes (N). 4.Si.a the class is not suitable (N),
the factors limiting the availability of water, and the pH. Land unit suitability of
4.Si.b is not suitable. All land units have a very heavy fator limiting the
availability of water, provision of irrigation facilities can not increase the land
suitability classes of N (not appropriate) to S3 (marginally suitable). It should be a
considerable cost to overcome the limiting factors of all units of land, therefore
need to be carefully considered to cultivate tobacco plants on land such as the
research area
Key words: Suitability evaluation of land, tobacco, karst
1
2
PENDAHULUAN
Evaluasi kesesuaian lahan pada dasarnya adalah menilai kesesuaian lahan
untuk suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi dari perubahan
penggunaan lahan yang akan dilakukan. Evaluasi lahan adalah lahan dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam penggunaan, misalnya untuk perkebunan,
pertanian tanaman pangan, holtikultura, cagar alam, dan sebagainya. Manfaat
yang mendasar dari evaluasi kesesuaian lahan untuk menilai kesesuaian lahan
bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari
perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Untuk mengkaji lahan potensi
tanaman pertanian tertentu maka metode evaluasi kesesuaian lahan sangat tepat
untuk lahan yang berhubungan dengan evaluasi penggunaan tertentu seperti untuk
tanaman tembakau.
Salah satu komoditas pertanian di Kabupaten Nganjuk adalah tembakau.
Tembakau di Kabupaten Nganjuk di budidayakan di Nganjuk bagian utara,
yangmana daerah ini berada di kaki Igir Kendeng Utara. Daerah penghasil
tembakau di Kabupaten Nganjuk dalah Kecamatan Lengkong. Lahan yang di
gunakan untuk tembakau di kawasan ini adalah 887 Ha.
Tembakau yang ditanam di Kecamatan Lengkong adalah Tembakau Jawa.
Jenis tembakau ini di usahakan sejak tahun 1990, sedang sebelumnya jenis
tembakau yang dihasilkan adalah tembakau jenis Virginia. Di kecamatan ini
terdapat 3 pabrik rokok lokal yang berdiri sejak tahun 1990, namun pabrik ini jadi
terbengkalai karena berkurangnya tembakau lokal dari daerah setempat. Banyak
petani yang takut mengalami gagal panen tembakau sehingga beralih kepada
pertanian buah semangka, garbis dan melon. Seiring berjalannya waktu tanaman
tembakau semakin sedikit ditanam.
Secara geografis Lengkong berada pada bentuk lahan perbukitan dan
dataran Karst Pegunungan Kendeng Utara. Seperti halnya pada daerah
Pegunungan Kendeng Utara lainnya, yakni Bojonegoro yang merupakan daerah
yang terkenal sebagai sentra penghasil tembakau, Kecamatan Lengkong ini di
rencanakan sebagai sentra produksi tembakau di Kabupaten Nganjuk.
Oleh karena untuk pengembangan ini perlu di lakukan evaluasi kesesuaian
lahannya. Apabila dibandingkan dengan daerah penghasil tembakau terdekat,
3
seperti Bojonegoro, kualitas yang dihasilkan tembakau dari Kecamatan Lengkong
ini jauh berbeda. Tembakau yang dihasilkan di Bojonegoro memiliki kualitas
baik, sedangkan tembakau yang dihasilkan di Kecamatan Lengkong saat ini
memiliki kualitas sedang. Daun yang dihasilkan panjang, lebar dan tidak keriting.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh petani untuk meningkatkan kualitas
tembakau di Lengkong ini agar mampu bersaing di pasar, namun kualitas yang
dihasilkan tembakau tetap pada kualitas sedang.
Produktivitas tembakau di Kecamatan Lengkong lebih rendah di banding
dengan daerah penghasil tembakau lainnya. Produksi tembakau di Lengkong pada
tahun 2010 adalah 487,2 Ton, dengan angka produktivitas 7,5 Ton/Ha/th
(Penyuluhan Pertanian Lengkong,2010) . Angka ini sangat jauh di bandingkan
dengn produktivitas tembakau di Bojonegoro yang mana produktivitas untuk
tembakau jawa mencapai 844 ton pada tahun yang sama.
Maka untuk mengetahui apakah daerah tersebut cocok untuk
pengembangan tanaman budidaya tembakau, dan untuk melihat apakah
karakteristik lahan di wilayah tersebut sesuai untuk tanaman tembakau, maka
perlu adanya evaluasi lahan untuk mendukung perencanaan penggunaan lahan
yang mantap dengan evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman produksi yang
maksimal, sesuai syarat tumbuh dan kondisi fisik lahan.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode survei yaitu dengan cara
mengumpulkan data karakteristik tanah meliputi tekstur tanah, bahan kasar,
kedalaman tanah, pH (Derajat Keasaman), KTK (Kapasitas Tukar Kation), COrganik, Kejenuhan Basa, bahaya erosi pada masing-masing unit lahan penelitian.
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui apakah daerah penelitian sesuai untuk
budidaya tanaman tembakau dengan cara membandingkan dengan syarat tumbuh
tanaman tembakau yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat
Badan Pengembangan Tanaman Pertanian Tahun 2000, serta mengetahui sebaran
kelas kesesuaian lahan untuk tamanan tembakau di Kecamatan Lengkong.
Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dan hasil uji laboratorium. Hasil
4
pengukuran di lapangan meliputi kedalaman tanah, bahan kasar dan kemiringan
lereng, sedangkan hasil uji laboratorium meliputi kandungan pH, kejenuhan basa,
KTK, C-Organik. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari instansi diluar
peneliti.
Pengukuran dilakukan berdasarkan pada pengambilan sampel secara
purposive sampling. Purposive sampling digunakan untuk pengambilan sampel
tanah pada masing-masing unit lahan denngan kakteristik tertentu. Purposive
Sampling didasarkan pada hasil tumpang susuun (overlay) tiga peta, yaitu; peta
jenis tanah, peta penggunaan lahan dan peta kemiringan lereng
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
evaluatif. Analisis deskriptif evaluatif digunakan untuk mendeskripsikan secara
sistematis mengenai karakteristik lahan di daerah penelitian sesuai parameter
syarat tumbuh tanaman tembakau. Selain itu penelitian mengevaluasi karakteristik
lahan berdasarkan kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman budidaya
tembakau pada lahan karst.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik dan Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Tembakau
Tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman tembakau ini menggunakan
kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian dari Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian tahun 2000.
Analisis data pada masing-masing unit lahan menggunakan metode matching
(perbandingan) antara karakteristik lahan dengan syarat tumbuh. Hasil matching
antara karakteristik lahan dengan syarat tumbuh tanaman tembakau dapat di lihat
pada Tabel 5.13.
5
Tabel 5.13 Hasil Matching Antara Karakteristik Lahan Daerah Penelitian Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk Dengan Syarat Tumbuh Tanaman
Tembakau Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Temperatur (tc)
- Temperatur rerata (oC)
Ketersediaan air (wa)
- Curah hujan (mm) pada
masa pertumbuhan
Media perakaran (rc)
- Tekstur
- Bahan kasar (%)
- Kedalaman tanah (cm)
Retensi Hara (nr)
- KTK liat (cmol)
- kejenuhan basa (%)
- pH H2O
- C-Organik (%)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%)
Lereng (%)
Kelas Kesesuaian Lahan
Nilai/kelas
Kelas Kesesuaian Lahan
Karakteristik Lahan
S1
S2
S3
N
Nilai
2.Si.a
Kelas
22 – 28
20 – 22
28 – 30
15 – 20
30 – 34
< 15
> 34
27,46
S1
27,46
S1
27,46
< 400
397
N
397
N
600 – 1200
1200 – 1400 >1400
500 – 600
400 – 500
Nilai
4.Si.b
Kelas
S1
27,46
S1
397
N
397
N
Nilai
4.Si.a
Kelas
ak, s, ah, h
< 15
> 75
ak, s, ah, h
15 – 35
50 – 75
k
35 – 55
30 – 50
k
> 55
< 30
h
< 15
> 75
S1
S1
S1
h
< 15
> 75
S1
S1
S1
h
< 15
> 75
S1
S1
S1
h
< 15
> 75
S1
S1
S1
> 16
> 35
5,5 – 6,2
> 1,2
≤ 16
20 – 35
5,2 – 5,5
6,2 – 6,8
0,8 – 1,2
< 20
< 5,2
> 6,8
<0,8
-
62, 15
66, 73
7, 1
S1
S1
S3
61, 80
66, 12
7,0
S1
S1
S3
49, 54
95, 36
7,5
S1
S1
S3
50, 24
98, 10
7,5
S1
S1
S3
0,60
S3
0,73
S3
1,43
S1
0,53
S3
< 10
< 10 – 15
15 - 20
> 20
0,772
S1
0,777
S1
0,950
S1
0,954
S1
<8
8 – 16
16 – 30
> 30
<8
S1
8 - 16
S1
<8
S1
8 - 16
S1
Sub Kelas Kesesuaian
Unit Kesesuaian
Ket : N : tidak sesuai
S1 : sangat sesuai
S2 : cukup sesuai
S3 : sesuai marginal
Nilai
2.Si.b
Kelas
c : faktor pembatas iklim
a : faktor pembatas retensi hara
N
N
N
N-c, S3-a
N-c, S3-a
N-c, S3-a
N-c1, S3-a3,
N-c1, S3-a3,
N-c1, S3-a3
S3-a4
S3-a4
c1 : faktor pembatas iklim curah hujan
a3: faktor pembatas retensi hara pH
a4 : faktor pembatas retensi hara C-Organik
N
N-c, S3-a
N-c1, S3a3, S3-a4
g : faktor pembatas lereng
sd : faktor pembatas kedalaman tanah
5
6
Faktor pembatas merupakan parameter dari setiap unit lahan yang
mempunyai kelas kesesuaian lahan selain sangat sesuai (S1). Evaluasi kesesuaian
lahan untuk tanaman tembakau pada lahan karst di Kecamatan Lengkong
memiliki faktor pembatas yang dapat dilihat pada pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14 Sebaran Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Faktor Pembatas pada Masingmasing Satuan Lahan Kecamata Lengkong Tahun 2012
No.
Unit
Kelas
Faktor Pembatas
Lahan
Kesesuaian
Lahan
1.
2.Si.a
Tidak Sesuai
Ketersediaan air, pH H2O, C-Organik
2.
2.Si.b
Tidak Sesuai
Ketersediaan air, pH H2O, C-Organik
3.
4.Si.a
Tidak Sesuai
Ketersediaan air, pH H2O
4.
4.Si.b
Tidak Sesuai
Ketersediaan air, pH H2O, C-Organik
Sumber : Analisis Data Tahun 2012
B. Pembahasan
Berdasarkan Tabel 5.14 menunjukkan hasil akhir evaluasi unit-unit lahan,
unit-unit tersebut memiliki tingkat klasifikasi kesesuaian kelas sesuai marginal
(S3) dan tidak sesuai (N). Kelas kesesuaian lahan tersebut dipengaruhi faktor
pembatas, antara lain: ketersediaan air, dan retensi hara. Berikut akan dijelaskan
secara rinci kelas kesesuaian lahan untuk tanaman tembakau di daerah penelitian:
1. Kelas Tidak Sesuai (N)
Faktor pembatas terberat pada penelitian ini adalah kelas kesesuaian lahan
tidak sesuai (N) dengan faktor pembatas ketersediaan air (N-c1). Ketersediaan air
pada parameter ini adalah ketersediaan air alami yakni curah hujan.
a. Curah Hujan (Mm) Pada Masa Tanam
Unsur iklim yang sangat berpengaruh terhadap tanaman adalah
ketersediaan air. Ketersediaan air yang secara alami berupa curah hujan, akan
mempengaruhi kemampuan tanah. Ketersediaan air diperoleh dari rerata curah
hujan pada masa tanam. Dari hasil yang diperoleh, curah hujan pada unit lahan di
daerah penelitian adalah sebesar 397 mm pada masa tanam. Sedangakn curah
hujan efektif sesuai dengan kelas kesesuaian lahan adalah berkisar 600- 1400
(Djaenuddin, 2000:227).
Curah hujan 397 mm pada masa tanam menunjukkan ketersediaan air yang
7
kurang untuk tanaman tembakau. Curah hujan menentukan kualitas dan
produktivitas tembakau. Curah hujan yang terlalu kering ini akan mengakibatkan
gejala – gejala menurunnya kualitas dan produktifitas tanaman tembakau. Gejalagejala yang timbul akibat kekeringan adalah, daun – daun menjadi ciut dan tebal
(Departemen Pertanian, 1995:55).
Dengan besar curah hujan 397 mm pada masa tanam, maka pada unit
lahan 2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b termasuk kedalam kelas kesesuaian tidak sesuai
(N). Dengan hasil matching yang demikian maka curah hujan menjadikan kelas
kesesuaian lahan untuk lahan ini menjadi tidak sesuai.
Ketidak sesuaian dengan faktor pembatas ini disinyalir karena adanya
keterbatasan data ketersediaan air alami (curah hujan) yang diperoleh peneliti.
Terdapat beberapa keganjalan pada data ketersediaan air alami yang diperoleh
peneliti. Namun, setelah melakukan interpolasi data ketersediaan air alami (curah
hujan) dengan stasiun pengukur terdekat ditemukan kondisi data yang hampir
serupa, sehingga peneliti mengambil kesimpulan bahwa data yang diperoleh
peneliti benar adanya dan terhindar dari penyimpangan akibat human eror dan
dimungkinkan karena faktor anomali iklim.
Ketidak sesesuaian ini menjadikan faktor penghambat yang cukup berat
untuk dikembangkan tanaman tembakau. Meskipun demikian, namun faktor
pembatas yang ada dapat diklasifikasikan menjadi faktor pembatas yang mampu
diatasi. Minimnya curah hujan di unit lahan dapat diatasi dengan pembangunan
dan penggunaan fasilitas irigasi sehingga kebutuhan air untuk tanaman tembakau
dapat terpenuhi. Kelas kemampuan lahan pada suatu areal dapat berubah jika
proyek reklamasi besar yang dilakukan secara permanen dengan merubah
pembatas atau mengurangi ancaman kerusakan atau resiko kerusakan tanah atau
tanaman dalam jangka panjang, seperti pembangunan fasilitas drainase, irigasi.
2. Kelas Sesuai Marginal (S3)
Unit lahan penelitian yang memiliki kelas kesesuaian lahan sesuai
marginal (S3) adalah unit lahan dengan faktor pembatas retensi hara..
Faktor pembatas retensi hara adalah pH H2O dan kandungan C-Organik
dalam tanah.
8
a. pH H2O
Faktor pembatas pertama pada kelas kesesuaian sesuai marginal
(S3)adalah pH. pH sangat berkaitan erat dengan unsur retensi hara yang lain yaitu
kejenuhan basa. pH tinggi akan menunjukkan kejenuhan basa yang tinggi pula.
pH tanah yang efektif untuk tanaman tembakau adalah berkisar 5,5 – 6,8, dengan
besar pH untuk kelas kesesuaian Sangat sesuai (S1) 5,5 – 6,2. Untuk unit lahan
2.Si.a memiliki pH 7,1, sedangkan pada unit lahan 2.Si.b memiliki pH 7,0.
Meskipun nilai pH 7,1 dan 7,0 ini tergolong pada pH netral, tetapi dari
hasil matching nilai pH tersebut termasuk dalam kelas kesesuian sesuai marginal
(S3). Sedangkan pada unit lahan 4.Si.a dan 4.Si.b yang memiliki nilai kejenuhan
basa yang lebih tinggi dari unit lahan 2.Si.a, dan 2.Si.b pH pada kedua unit lahan
ini jauh lebih tinggi yakni 7,5. Sehingga keempat unit lahan pada daerah
penelitian memiliki kelas kesesuaian lahan sesuai marginal (S3). Perlu adanya
perbaikan kondisi retensi hara yang ditunjukkan dengan munculnya pembatas
pada kelas kesesuaian lahan Sesuai marginal (S3), yang dalam hal ini adalah pH
tanah. pH tanah pada unit lahan ini memiliki kemasaman tanah yang lebih tinggi
yang cenderung lebih tinggi dari kebutuhan tanaman tembakau. Tingginya pH
dalam tanah pada sekuruh satuan unit lahan diduga karena lahan dibudidayakan
terus menerus tanap ada pemulihan hara
Pengelolaan yang diusulkan untuk menurunkan kemasaman tanah (pH)
adalah dengan pemberian belerang kedalam tanah hingga kemasaman optimum
untuk tembakau (pH 5,5 – 6,2). Pemberian belerang ke dalam tanah harus
mempertimbangkan dosis yang tepat dan pemasaman tanah awal untuk
menghindari perubahan pH yang ekstrem. Penambahan belerang kedalam tanah
sekitar 3,3 ton/Ha akan menurunkan pH tanah rata-rata dari 7,5 menjadi 5,5-6,2.
Pertimbangan kemasaman tanah awal dimaksudkan bahwa dosis pemberian
belerang tersebut berbeda pada masing-masing sub kelas kesesuaian lahan. Selain
pemberian belerang penurunan keasaman tanah dapat dilakukan dengan
penambahan pupuk anorganik yang besifat asam seperti pupuk urea dan juga
pupuk organik. Pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang atau kompos
sekitar 5,2 toh/Ha diharapkan mampu menurunkan pH tanah dan meningkatkan
ketersediaaan bahan organik dalam tanah (Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan
9
Serat, 2011:51). Dengan penambahan bahan organik dalam jangka panjang pada
lahan marginal tersebut diharapkan akan meningkatkan kelas kesesuaian lahan
dari sesuai marginal (S3) menjadi cukup sesuai (S2) sehingga dapat mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tembakau.
b. C-Organik (%)
Tanah sebagai media tanam dikatakan ideal jika mempunyai komposisi
bahan padatan 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 25% cairan, dan 25%
udara. Komposisi padatan organik yang hanya 5% dari seluruh tubuh tidak bisa
diabaikan begitu saja. Bahan organik dalam tanah berasal dari sisa-sisa tanaman
dan hewan atau binatang atau bahan lain yang sudah digunakan (Sulistijorini
dalam Purwadi, 2008:152). Kadar C-Organik mencermikan jumlah bahan organik
dan mikroba yang ada dalam tanah hasil pengembalian sisa-sisa tanam setelah
panen.
C-Organik menjadi faktor pembatas yang cukup berat pada unit lahan
2.Si.a, 2.Si.b, dan 4.Si.b. Kebutuhan C-Organik pada tanaman tembakau
menghendaki kadar C-Organik > 1,2 %. Pada ketiga unit lahan tersebut memiliki
kandungan C-Organik < 1,2%, sehingga hal ini menjadi faktor pembatas bagi
lahan tersebut untuk dikermbangkan tanaman tembakau. Kandungan C-Organik
yang sangat rendah pada ketiga unit lahan, menjadikan faktor pembatas ini
memerlukan penanganan yang intensif guna mencapai produksi yang optimal.
Kandungan pada unit lahan 2.Si.a adalah 0, 60 %, 2.Si.b 0,73 %, 4.Si.b
0,53. Kandungan C-Organik pada unit lahan ini masih jauh dari cukup dan
termasuk kedalam kelas kesesuaian sesuai marginal (S3) dan tingkat kesuburan
rendah sampai sedang. Kandungan C-Organik mencermikan jumlah bahan
organik dan mikroba yang ada dalam tanah hasil pengembalian sisa-sisa tanam
setelah panen (Sulistijorini, 2006). Dengan kenyataan inni menunjukkan bahwa
daerah penelitian kurang sekali usaha-usaha pengembalian sisa-sisa tanaman dan
bahan organik lain setelah panen kedalam tanah utamanya pada unit lahan 4.Si.b.
Bila kejadian ini dibiarkan terus menerus bisa berakibat terjadi perubahan fisik
dan kimia tanah secara drastis (Sulistijorini dalam Purwadi, 2008:155).
Lain halnya dengan unit lahan 4.Si.a, unit lahan ini memiliki kandungan
C-Organik yang lebih tinggi di bandingkan dengan unit lahan yang lain.
10
Kandungan C-Organik pada unit lahan ini adalah 1,43 %. Kandungan yang lebih
tinggi ini diduga karena ada pengembalian sisa-sisa tanaman dari tanaman
sebelumnya baik dari dedaunan yang gugur atau sisa-sisa tunggul atau akar
tanaman dalam tanah.
Faktor pembatas retensi hara memiliki kategori kelas sesuai marginal (S3)
akibat nilai C-organik yang sangat rendah. Nilai C-organik menunjukkan
kandungan bahan organik dalam tanah. Bahan organik berperan menyediakan
sumber makanan bagi hewan dan mikroorganisme di dalam tanah. Nilai COrganik dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan organik melalui pupuk
hijau, kompos atau pupuk kandang.
Pupuk hijau merupakan pupuk yang berasal dari tanaman yang
bersimbiosis mutualisme dengan bakteri pengikat nitrogen. Tanaman tersebut
berasal dari famili leguminosa (pepolongan) atau gramineae. Selain pupuk hijau,
penambahan bahan organik juga dapat dilakukan melalui pupuk kompos dan
pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari hasil pengolahan sisa-sisa tanaman
yang mengandung banyak mikroorganisme. Sementara pupuk kandang berasal
dari hasil pengolahan kotoran hewan.
Pupuk kandang yang dibutuhkan untuk dapat meningkatkan nilai Corganik dari kelas sesuai marginal (S3) ke dalam kelas cukup sesuai (S2) adalah
20ton/ha dari kotoran ayam. Berdasarkan penelitian Purwadi 2008 bahwa pupuk
kandang dari kotoran ayam 20ton/ha dapat meningkatkan nilai C-organik 0,43%.
Dengan demikian nilai C-organik unit lahan 2Si.a, 2.Si.b dan 4.Si.b dapat
meningkat menjadi 1, 03 %, 1,16 %, 0,956%.
Maka dengan adanya penambahan bahan organik tanah melalui
penambahan pupuk kompos, pupuk kandang atau pupuk organik lainnya.
Penambahan bahan organik ini diharapkan akan meningkatkan daya sangga tanah
pada perilaku fisik, kimia, dan biologi tanah.
3. Kelas Kesesuaian Sangat Sesuai (S1)
Kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1) merupakan faktor yang sangat
menunjang pertumbuhan tembakau yang perlu dipertimbangkan keberadaannya
sehingga apabila pengembang hendak mengatasi faktor pembatas maka tidak akan
mengganggu kelas kesesuaian yang sudah sangat sesuai sebelumnya. Berikut
11
adalah parameter kelas kesesuaian lahan yang termasuk kedalam kelas kesesuaian
sangat sesuai.
a. Temperatur (Temperatur Rerata pada Masa Pertumbuhan)
Salah satu faktor pembentuk tanah adalah iklim. Unsur iklim diantaranya
suhu, curah hujan dan kelembapan. Dalam kesesuaian lahan untuk tanaman
tembakau, suhu atau temperatur rata- rata yang efektid untuk penanaman
tembakau adalah berkisar 22o – 30o C pada masa tanam. Unit lahan pada daerah
penelitian, 2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b memiliki temperatur 27,46 oC. Temperatur
ini merupakan temperatur yang efektif untuk pertumbuhan tanaman. Temperatur
yang tidak terlalu tinggi ini akan berpengaruh terhadap kelembapan udara dan
akan mempengaruhi jenis pertumbuhan tanaman yang bisa diusahakan. Suhu
optimum untuk tanaman tembakau adalah 33oC (Matnawi, 15:1997).
Jika suhu optimum ini dibandingkan dengan suhu pada semua unit lahan
penelitian, maka suhu pada unit lahan daerah penelitian termasuk kedalam suhu
optimal untuk pertumbuhan tanaman tembakau. Pada suhu 27,46 oC tanaman
tembakau tidak akan terganggu pertumbuhannya, karena tidak ada peningkatan
daya evapotranspirasi, namun bila suhu meningkat, peningkatan evapotranspirasi
dapat di atasi dengan penaunngan khusus untuk menurunkan suhu. Pada suhu 27,
46oC di semua unit lahan tingkat kemasakan penuh akan dicapai pada 100 – 120
hari sesudah penanaman, sedangkan pada suhu rata-rata 27 oC tingkat kemasakan
akan lebih cepat yakni 80 – 95 hari sesduah tanam.
Temperatur juga akan mempengaruhi keadaan kelembapan udara pada
daerah tersebut sehingga memperngaruhi proses yang terjadi pada tanah, baik
kimia maupun biologi tanah di pengaruhi oleh keadaan suhu dan udaranya.
Temeperatur pada masing-masing unit lahan jika di matching kan dengan syarat
tumbuh tanaman tembakau akan termasuk kedalam kelas kesesuaian sangat sesuai
(S1). Dengan kelas yang demikian, maka daerah pada unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b,
4.Si.a, 4.Si.b , memeliki temperatur yang kondusif untuk pengembangan budidaya
tanaman tembakau.
b. Tekstur Tanah
Selain iklim, salah satu faktor penting dalam evaluasi lahan adalah media
perakaran, yang mana didalamnya terdapat berbagai unsur yakni tektur, bahan
12
kasar, dan kedalaman tanah. Tekstur tanah adalah salah satu faktor penting yang
mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta
berbagai sifat fisik dan kimia tanah lainnya. Tekstur tanah menunjukkan
perbandingan pasir, debu, dan liat. Tekstur yang dimaksud disini adalah tekstur
atas (top soil) dimana pada tanah-tanah yang belum terganggu adalah horison A
sedang pada tanah-tanah yang telah diolah adalah sampai kedalaman lapisan olah
(15 – 25 cm) Pada umumnya tekstur tanah bisa ditentukan di lapangan, namun
untuk tanah – tanah yang sulit dikenal teksturnya (unusual soil) kadang-kadang
perlu dianalisa laboratorium.
Dari hasil laboratorium unit lahan 2.Si.a ini memiliki tekstur liat, dengan
prosentase kandungan pasir 9 %, debu 19%, dan liat 72%. Tekstur tanah ini
digolongkan menurut sistim USDA, yakni untuk t ekstur liat (clay), tekstur ini
mengandung 40% atau lebih liat, kurang dari 45% pasir dan kurang dari 40%
debu. Liat tergolong kedalam tekstur halus, sehingga pada unit lahan ini untuk
tektur memiliki kelas kesesuian lahan sangat sesuai (S1). Jadi pada unit lahan ini,
untuk tekstur tanah tidak memiliki faktor pembatas yang berarti atau nyata,
sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus karena tidak ada faktor pembatas
yang berarti. Tekstur yang sudah sesuai ini dapat menjadi modal yang baik dalam
pembudidayaan tanaman tembakau.
Kelas kesesuaian yang sama ditunjukka oleh unit lahan 2.Si.b. Unit lahan
ini menunjukkan komposisi tekstur tanah di unit lahan 2.Si.b antara lain 9%
Pasir, 29 % Debu, dan 62% liat. Sesuai dengan diagram segitiga tekstur tanah,
tanah pada unit lahan ini tergolong kedalam tekstur liat, yang memiliki tekstur
halus. Dari tekstur ini maka unit lahan ini tergolong kedalam kelas klasifikasi
lahan sangat sesuai (S1). Liat pada unit lahan ini mengandung monmorilonit,
terlihat dari rekahan tanah yang begitu lebar pada tanah yang kering
Tektur liat juga dimiliki oleh unit unit lahan 4.Si., dengan prosentase pasir
9%, debu 19%, dan 72% liat. Tekstur tanah adalah satu faktor penting yang
mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta
berbagai sifat fisik dan kimia tanah lainnya. Tekstur yang dimaksud disini adalah
tekstur atas (top soil) dimana pada tanah-tanah yang belum terganggu adalah
horison A sedang pada tanah-tanah yang telah diolah adalah sampai kedalaman
13
lapisan olah (15 – 25 cm).
Pada umumnya tekstur tanah bisa ditentukan di lapangan, namun untuk
tanah – tanah yang sulit dikenal teksturnya (unusual soil) kadang-kadang perlu
dianalisa laboratorium. Tekstur yang dimiliki unit lahan ini, tergolong kedalam
tekstur yang dikehendaki oleh syarat tumbuh tanaman tembakau yakni tekstur
agak kasar, sedang, agak halus, halus. Unit lahan ini termasuk kedalam kelas
sangat sesuai (S1), sehingga untuk tekstur, bukanlah faktir penghambat yang
berarti untuk pertumbuhan tanaman tembakau.
Pada unit lahan 4.Si.b yang memiliki jenis tanah yang sama dengan unit
lahan 4.Si.a yakni Ustropepts, Tropaquepts, Chromusterts, memiliki kelas
kesesuaian lahan yang sama yakni sangat sesuai (S1). Tekstur tanah pada unit
lahan 4.Si.b ini adalah liat (halus) dengan persentase pasir 13%, debu 26%, dan
liat 61%. Diantara unit lahan lain, unit lahan ini yang paling memiliki prosentase
pasir lebih banyak, namun persentase pasir ini masih termasuk kedalam golongan
tanah yang liat sehingga bertekstur halus dan masuk dalam kelas kesesuaian lahan
sangat sesuai (S1).
Tanah pada unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b, adalah bertekstur liat.
Tanah liat memiliki rasa berat, sehingga tanah semua lahan ini akan menghasilkan
tembakau yang berdaun tebal. Tanah liat tersebut lapisan subsoilnya cukup dapat
menampung tanpa gangguan sistem perakaran, yang dapat mencapai kedalaman
sejauh 120 cm.
c. Bahan Kasar (%)
Kriteria kesesuaian lahan yang termasuk kedalam media perakaran
lainnya adalah bahan kasar. Bahan kasar diukur dengan cara membuat petak
berukuran 1x1 m pada unit lahan kemuadian dihitung prosentase bahan kasar yang
ada dipermukaan. Pada unit lahan 2.Si.a bahan kasar < 15 %, prosentase kerikil,
kerakal, dan batuan lain sedikit jumlahnya di permukaan. Prosentase tersebut
memberikan unit lahan ini kelas kesesuaian S1 atau sangat sesuai. Dengan
demikian untuk prosentase bahan kasar di permukaan yang sedikit, akan lebih
menunjang media perakaran tanaman tembakau pada unit lahan ini
Unit lahan 2.Si.b memiliki prosentase bahan kasar < 15 %, prosentase
kerikil, kerakal, dan batuan lain sedikit jumlahnya di permukaan. Prosentase
14
tersebut memberikan unit lahan ini kelas kesesuaian S1 atau sangat sesuai.
Dengan demikian untuk prosentase bahan kasar di permukaan yang sedikit, akan
lebih menunjang media perakaran tanaman tembakau.
Unit lahan 4.Si.a dan 4.Si.b memiliki prosentase bahan kasar < 15 %,
prosentase kerikil, kerakal, dan batuan lain sedikit jumlahnya di permukaan.
Prosentase tersebut memberikan unit lahan ini kelas kesesuaian S1 atau sangat
sesuai. Dengan demikian untuk prosentase bahan kasar di permukaan yang
sedikit, akan lebih menunjang media perakaran tanaman tembakau dan tidak
memerlukan perlakuan khusus untuk mengatasi prosentase bahan kasar
dipermukaan yang banyak.
d. Media Perakaran
Media perakaran tanaman yang baik harus ditunjang dengan kedalaman
tanah yang efektif sehingga akar tanaman dapat berkembang maksimal. Unit lahan
2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b memiliki kedalaman tanah > 75 cm. Kedalaman tanah
yang baik untuk pertumbuhan tanaman yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat
ditembus oleh akar tanaman. Lapisan yang tidak dapat ditembus oleh tanaman
dapat berupa lapisan keras, liat, padas rapuh atau lapisan phintite (Taryana,
1995:34). Sesuai dengan kelas klasifikasi lahan, kedalaman > 75 cm termasuk
dalam kelas kesesuaian sangat sesuai (S1). Dengan kedalaman yang demikian,
akan sangat menunjang pertumbuhan dan pembudidayaan tanaman tembakau.
Tanaman tembakau memiliki akar tunggang, jenis akar tunggang pada tanaman
tembakau yang subur terkadang dapat tumbuh sepanjang 0,75 m. Selain akar
tunggang terdapat pula akar-akar serabut dan bulu-bulu akar. Pertumbuhan akar
yang lurus, berlekuk baik pada akar tunggang maupun pada akar serabut. Banyak
sedikitnya perakaran tergantung pada berbagai macam faktor. Bila pengolahan
tanah baik maka akar adventif terdapar pada kedalaman 1-30 cm. Akar tumbuh
terbanyak pada kedalaman lapisan tanah 15-20 cm dari permukaan tanah atas (top
soil) (Matnawi, 1998).
Kedalaman tanah pada semua unit lahan yang > 75 cm ini, akan
menunjang pertumbuhan perakaran tanaman tembakau. Dengan pertumbuhan
perkaran yang baik, maka pertumbuhan tanaman tembakau akan optimal sehingga
menghasilkan kualitas dan produksi yang baik.
15
e. KTK Liat (cmol)
Unsur retensi hara yang pertaman adalah KTK liat. KTK atau kapasitas
tukar kation menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation – kation dan
mempertukarkan kation-kation tersebut. KTK penting untuk kesuburan tanah
maupun untuk genesis tanah.
KTK liat atau kapastitas tukar kation liat menunjukkan kemampuan tanah
untuk menahan kation-kation dan mempetukarkan kation-kation tersebut. KTK
dalam tanah sangat mempengaruhi kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman.
Unit lahan 2.Si.a memiliki nilai KTK liat 62,15 cmol, unit lahan 2.Si.b adalah
61,80 cmol, Nilai KTK pada unit lahan 4.Si.a adalah 49,54, KTK 4.Si.b adalah
50,34 cmol. Nilai ini termasuk kedalam kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1).
Nilai KTK diatas digunakan sebagai petunjuk tingkat pelapukan tanah. Tanah
muda umumnya memiliki nilai KTK yang rendah. Sesuai dengan niali KTK hasil
uji laboratorium, maka tanah pada unit lahan 2.Si. a dan 2. Si. B yakni
Haplustults, Dystropepts, Haplortox lebih tua dan memiliki pelapukan yang lebih
lanjut dibanding tanah pada lahan 4.Si.a dan 4.Si.b yakni Ustropept, Tropaquept,
Chromustert .
KTK akan meningkat dengan dengan meningkatnya pelapukan, tetapi
KTK akan menjadi rendah pada tanah dengan tingkat pelapukan lanjut
(Hardjowigeno, 1993:44). KTK pada semua unit lahan tergolong tinggi. Batas
KTK tinggi dan rendah adalah 16 cmol (Hardjowigeno, 1993:44). Tanah dengan
KTK yang tinggi mempunyai daya penyimpanan unsur hara yang tinggi, sehingga
tanah pada semua unit lahan sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Meskipun
demikian, tanah tersebut banyak mengandung Al yang dapat dipertukarkan yang
mungkin bisa berbahaya bagi tanaman
KTK juga dapat dikaitkan dengan tekstur, makin halus tekstur tanah makin
tinggi KTK. Tanah pada unit lahan ini bertekstur halus, hal ini tentunya
mempengaruhi besar KTK dalam tanah.KTK yang tinggi pada semua unit lahan
mengindikasikan tanah pada unit lahan memiliki tekstur yang halus, hal ini di
buktikan dengan hasil laboratorium tekstur tanah pada semua unit lahan adalan
liat yang bertekstur halus.
Nilai KTK pada semua unit lahan termasuk dalam kelas kesesuaian lahan
16
Sangat sesuai (S1). KTK tergantung pH, hal ini terjadi karena meningkatnya
ionisasi gugus-gugus fungsional dari bahan organik dan gugus-gugus OH dari
patahan mineral liat atau hidroksida Fe dan Al, akibat naiknya pH tanah. KTK
yang sangat sesuai ini menunjukkan bahwa tanah sudah cukup baik dalam
menyediakan tempat untuk pertukaran unsur hara yang mendukung pertumbuhan
tanaman tembakau.
f. Kejenuhan Basa (%)
KTK juga dapat digunakan untuk menghitung kejenuhan basa dalam
tanah. Kejenuhan basa adalah unsur hara yang diperlukan tanaman. Kejenuhan
basa merupakan perbandingan jumlah basa dalam tanah dengan KTK. Jumlah
basa dan KTK didapat dengan cara uji laboratorium. Nilai kejenuhan basa pada
unit lahan 2.Si.a adalah 66, 73%, sedangkan 2.Si.b adalah 66,21% Kejenuhan
basa menunjukkan tingkat pencucian. Kejenuhan basa bisa pula digunakan untuk
membedakan tanah-tanah ordo Ultisol dengan Alfisol.
Tanah sangat sesuai untuk budidaya tanaman tembakau jika memiliki
kejenuhan basa > 35%. Hal ini menandakan bahwa unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b sangat
sesuai (S1) untuk usaha budidaya tanaman tembakau. Tingginya presentase
kejenuhan basa ini menunjukkan bahwa tanah pada unit lahan ini mempunyai
tingkat kesuburan yang tinggi. Namun karena pengelolaan lahan yang kurang baik
pada saat ditanami tembakau atau tanaman lain sebagai rotasi, menyebabkan lahan
di daerah penelitian kurang bisa berproduksi maksimal.
Kejenuhan basa pada unit lahan 4.Si.a dan 4.Si.b ini tergolong sangat
besar (> 70%) yakni senilai 95,36% dan 98, 10% termasuk kedalam kelas
kesesuaian Sangat sesuai (S1). Seperti halnya unit lahan 2.Si.a dan 2.Si.b unit
lahan 4.Si.a dan 4.Si.b memiliki kesuburan tanah yang tinggi sehingga sangat
cocok untuk budidaya tanaman tembakau.
g. Alkalinitas/ ESP (%)
Unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b memiliki nilai alkalinitas 0,772% ,
0,777%, 0,950%, 0,954% . Nilai ini termasuk kedalam batas kelas kesesuaian
lahan sangat sesuai (S1) yangmana memiliki batas prosentase kandungan alkali
tanah <10%. Nilai ini merupakan nilai aman untuk penanaman tanaman
tembakau, kandungan alkali yang rendah akan membantu dan mendukung
17
kesesuaian lahan untuk tanaman tembakau.
h. Lereng (%)
Syarat tumbuh yang perlu diperhatikan dalam penanaman tembakau
mauapun tanaman lainnya, perlu dipertimbangkan kecuraman lereng, sehingga
untuk pembudidayaan ini akan efektif dan terbebas dari bahaya erosi. Erosi dapat
mengakibatkan kehilangan unsur hara yang berpengaruh terhadap berkurangnya
tingkat produksi. Kecuraman lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng akan
memperngaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Kecuraman ini dapat
diketahui dari peta. Pada unit lahan 2.Si.b dan 4.Si.b ini memiliki kemiringan <8
% sehingga tergolong kedalam lereng datar sampai landai atau berombak.
Meskipun topografi unit lahan ini tergolong kedalam unit lahan yang
bertopografi lebih bergelombang dari pada unit lahan 2.Si.a, 4.Si.a namun
kemiringan pada unit lahan 2.Si b dan 4.Si.b hanya berkisar 6-8 % dari analisis
peta. Besar lereng yang demikian, maka untuk bahaya erosi akan sangat ringan
karena lereng tidak curam. Dari hasil pengamatan yang ada kerusakan erosi yang
ada di lapangan dapat dikatakan hampir tidak ada erosi sampai pada erosi percik,
dengan lereng datar sampai landai, sehingga kondisi ini efektif untuk
dikembangkan tanaman tembakau.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Seluruh unit lahan pada daerah penelitian memiliki kelas kesesuaian lahan N
tidak sesuai. Unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b, 4.Si.a, 4.Si.b memiliki sub kelas
kesesuaian lahan N-c (tidak sesuai dengan faktor pembatas iklim), S3-a
(sesuai marginal dengan faktor pembatas retensi hara.
2. Unit lahan 2.Si.a memiliki unit kesesuaian lahan N-c1, S3-a3, S3-a4, meliputi
daerah sebagian Desa Banjardowo, Lengkong, Jatipungkur, Ketandan dan
sebagian kecil Desa Sumbersono, dengan luas 475,38 Ha. Unit lahan 2.Si.b
memiliki unit kesesuaian lahan N-c1, S3-a3, S3-a4 meliputi daerah yang
sangat sempit yakni di Desa Sumbersono denga luias 23,2 Ha. Unit lahan
4.Si.a memiliki unit kesesuaian lahan N-c1, S3-a3 meliputi Desa Banjardowo
18
sebelah timur, sebagian besar Desa Lengkong, seluruh Desa Jegreg, Kedung
Mlaten, Balongasem, Sawahan, Ngringin, sebagian kecil Desa Ketandan, dan
Desa Prayungan, dengan total luas 1078,38 Ha. Unit lahan 4.Si.b memiliki
unit kesesuaian lahan N-c1, S3-a3, S3-a4 yang persebarannya meliputi
sebagian kecil Desa Prayungan dengan luas 1,62 Ha.
3. Curah hujan yang rendah menjadi faktor pembatas bagi semua unit lahan.
Retensi hara yang menjadi faktor pembatas bagi unit lahan 2.Si.a, 2.Si.b, dan
4.Si.b adalah pH yang terlalu tinggi dan kadar C-Organik yang terlalu rendah.
Sedangkan retensi hara yang menjadi pembatas bagi unit lahan 4.Si.a adalah
pH yang terlalu tinggi.
.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah, 1978. Budidaya Tanaman Tembakau. Swadaya.Yogyakarta.
Arsyad, Sitanala.1989. Konservasi Tanah dan Air.Jurusan Tanah Universitas
Brawijaya.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan
Untuk Komoditas Pertanian Versi 3 September 2000 Oleh
Djaenuddin dkk..Pusat Peneliti dan Pengembangan Pertanian.
Badan Peneliti dan Pengembangan Pertanian
Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat. 2010. Tembakau Virginia. Dirjen
Perkebunan. Malang
BAPPEDA Kabupaten Nganjuk. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Pendek
Wilayah Kabupaten Nganjuk 2009-2013. Nganjuk: BAPPEDA.
BAPPEDA Kabupaten Pacitan. 2003. Inventarisasi Geologi Lingkungan Kawasan
Karst Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur;Kajian Geologi
Lingkungan Untuk Menunjang perencanaan Tata Ruang Wilayah
Kawasan Karst. Laporan Tidak Diterbitkan. Bandung;Direktorat
Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan.
Bowles, Joseph E.1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah.Jakarta:Penerbit
Erlangga.
Badan Pusat Statistik.2010. Kabupaten Nganjuk Dalam Angka Tahun 2010. BPS
Kabupaten Nganjuk
Departemen Pertanian, 1974. Pedoman Bercocok Tanam Tanaman Tembakau.
Direktorat Jendral Perkebunan.
Depertemen Pertanian.1974. Pedoman Bercocok Tanaman Tembakau Virgina.
Direktoran Jenderal Perkebunan
Dinas Pertanian Daerah Kecamatan Lengkong. 2010. Program Penyuluhan
PertanianKecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk Tahun
2011.Tidak diterbitkan. Lengkong
Dinas Pertanian Daerah Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk. 2010. Profil
Pertanian Kecamatan Lengkong. Tidak diterbitkan. Lengkong
Dirjen Pertanian, 1995. Budidaya Tembakau II. Tidak diterbitkan. Jakarta
19
Djaenuddin, 1997. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta : Buli Aksara.
Djaenuddin, dkk. 1994. Evaluasi Lahan Untuk Daerah Permukiman. (Part C
Laporan Teknis No 10). Second Land Resource Evaluation and
Planning Project. Departemen Pertanian Bogor.
Djaenuddin, dkk. 1997 Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian
(versi I Juni 1997). Pusat Penelitian Tanah dan Agroliat. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Djaenuddin dkk. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian
(versi 3 September 2000). Pusat Penelitian Tanah dan Agroliat.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian
Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta:PT. Mediyatma Sarana
Perkasa.
Hardjowigeno, Sarwono.1993.Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta:
Akademi Presindo.
Haryono, Eko. 2010. Geomorfologi dan Hidrologi Karst.
(http://scribd.co/doc/82118542/Geomorfologi-dan-Hidrologi-Karst,
diakses Tanggal 26 Juli 2012)/
Jamulya, dan Tukidal. 1991. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta Kursus
Angkatan 2. Fakultas Geografi UGM.
Matnawi, Hudi. 1997. Budidaya Tanaman Tembakau Bawah Naungan.. Kanisius,
Yogyakarta
Purwadi.2008. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Pertanian Teori dan
Aplikasi.UPN Press. Surabaya.
Oktaviany, Yuke, dan Suwarto. 2010. Budidaya Tanaman Perkebunan
Unggulan.Jakarta. Penebar Swadaya
Rayes, M. Luthfi.2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
Sitorus, Santun. R. P. 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Bandung: Tarsito.
Soedarmanto, Hadi. 1978. Budidaya Tembakau Jawa. Departemen Pertanian.
Direktorat Jendral Pertanian
Soil Survey Staf. 1992. Kunci Taksonomi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Taryana, Didik. 1999. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Untuk Bidang Pertanian.
Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Malang.
Tika, Pabundu. 1996. Metode Penelitian Geografi. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Utomo, Wani Hadi.1989. Konservasi Tanah di Indonesia: Suatu Rekaman dan
Analisa. Jakarta: Penerbit Rajawali.
20
Download