PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE

advertisement
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE
TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9
Metro Tahun Pelajaran 2016/2017)
(Skripsi)
Oleh
AFRIA WULANDARI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE
TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9
Metro Tahun Pelajaran 2016/2017)
Oleh
Afria Wulandari
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap pemahaman
konsep matematis siswa. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
VII SMP Negeri 9 Metro tahun pelajaran 2016/2017 sebanyak 217 siswa yang
terdistribusi dalam tujuh kelas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VII F dan
VII G yang dipilih dengan teknik cluster random sampling. Penelitian ini
menggunakan pretest-posttest control group design. Instrumen penelitian berupa
soal tes pemahaman konsep yang berbentuk essay. Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe CORE
berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa.
Kata kunci: pembelajaran CORE, pembelajaran matematika, pemahaman konsep
matematis
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE
TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9
Metro Tahun Pelajaran 2016/2017)
Oleh
Afria Wulandari
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro, pada tanggal 18 April 1995. Penulis adalah anak
kedua dari dua bersaudara pasangan dari Bapak Sumari dan Ibu Suginem dan
memiliki satu orang kakak bernama Gus Tama.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Mekarsari, Kota
Metro pada tahun 2001, pendidikan dasar di SD Negeri 6 Metro Selatan, Kota
Metro pada tahun 2007, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 5 Metro
Selatan, Kota Metro pada tahun 2010, dan pendidikan menengah atas di SMA
Negeri 4 Kota Metro pada tahun 2013.
Melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2013, penulis diterima di
Universitas Lampung sebagai mahasiswa Program Studi Matematika, Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Selama menjadi mahasiswa, penulis mendapatkan beasiswa
Bidik Misi dari tahun 2013 hingga 2017. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) di Desa Dono Arum, Kecamatan Seputih Agung, Kabupaten
Lampung Tengah pada tahun 2016. Selain itu, penulis melaksanakan Program
Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Seputih Agung, Kabupaten
Lampung Tengah yang terintegrasi dengan program KKN tersebut.
MOTTO
Do the best and pray. God will take care of the rest.
i
Persembahan
Segala puji bagi Allah SWT , Dzat Yang Maha Sempurna
Shalawat serta Salam Selalu Tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih
sayangku kepada:
Ibu dan Bapakku tercinta: Bu Suginem dan Pak Sumari, yang telah memberikan
kasih sayang, mendidik, selalu memberikan do’a, semangat, dan dukungan
sehingga anak mu ini yakin bahwa Allah SWT selalu
memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.
Kakakku (Gus Tama) serta
seluruh keluarga besar yang terus memberikan dukungan dan doanya kepadaku.
Para pendidik yang telah mengajar dengan penuh kesabaran.
Semua sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segala
kekuranganku, dari kalian aku belajar banyak hal dan memahami arti ukhuwah.
Almamater universitas lampung tercinta.
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe CORE terhadap
Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 9
Metro Semester Genap Tahun Pelajaran 2016/2017)”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skrripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
tulus kepada:
1.
Ibu (Bu Suginem) dan Bapak (Pak Sumari) tercinta, kakakku Gus Tama, serta
seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan yang terbaik, memberikan
motivasi, semangat, dan dukungan baik secara moril dan materil.
2.
Bapak Dr. Caswita, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik, Dosen
Pembimbing I, dan Ketua Jurusan PMIPA yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk membimbing, memberi perhatian, motivasi, semangat, serta
kritik dan saran yang membangun kepada penulis selama menempuh
pendidikan di perguruan tinggi dan dalam penyusunan skripsi sehingga
skripsi ini menjadi lebih baik.
3.
Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing II yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan
ii
sumbangan pemikiran, perhatian, motivasi, semangat, serta kritik dan saran
yang membangun kepada penulis selama menempuh pendidikan di perguruan
tinggi dan dalam penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
4.
Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd, selaku pembahas yang telah memberikan
masukan, kritik, dan saran yang membangun kepada penulis sehingga skripsi
ini selesai dan menjadi lebih baik.
5.
Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika.
6.
Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku dekan FKIP Universitas
Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan serta nasehat
kepada penulis.
8.
Ibu Sri Indrawati S.P., selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam
penelitian.
9.
Saudara-saudara yang selalu kusayangi : Ayu Permata Sari, Doris Sapta, Ema
Suganda, Endah, Ika, Ela, dan saudara lainnya yang selalu memberikan doa,
semangat, motivasi, dan nasehat selama ini.
10. Sahabat-sahabat tercinta: Chintya Martanovi, Fitri Anita Sari, Shinta
Khairunisa F, Djakia Ulfah, Evi Tirto Nanda, Peggy Nurida Asri, Siti Hotijah,
Mulan Erniati dan Maria Ulfa Al-adawiyah yang selama ini memberiku
semangat dan selalu menemani saat suka dan duka.
iii
11. Sayu Yuni, Wahyu Saputra, Risda Mawartika, Purnama Dewi, Rifki Amalia,
mbk Ana,Humedi, Yuli, Hadi, Maulana teman seperjuangan yang selalu
memberi semangat, motivasi, dan selalu menemani dalam penyelesaian
skripsi ini hingga selesai dengan baik.
12. Siswa/siswi kelas VII F dan VII G SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran
2016/2017 atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin.
13. Teman-teman seperjuangan, seluruh angkatan 2013 Pendidikan Matematika.
14. Kakak-kakakku angkatan 2009, 2010, 2011 serta adik-adikku angkatan 2014,
2015, 2016 terimakasih atas kebersamaannya.
15. Sahabat-sahabat KKN di Desa Dono Arum, Kecamatan Seputih Agung,
Kabupaten Lampung Tengah dan PPL di SMP Negeri 2 Seputih Agung: kak
uut (Sri Utami), kak Mindi (Mindi Eka Suri), kak Berta (Diah Berta Alpina),
kak Sol (Soleha), kak Fuj (Fuji Salimah), Atika Febtiana Sari, bang Ahmad
(Muhammad Adenin RI), bang Tyas (Tyas Syahda), Rizki Ariffian atas
kebersamaannya selama kurang lebih 40 hari penuh makna dan kenangan
yang luar biasa.
16. Keluarga kosan Asput Cahaya (Teteh Heni sekeluarga Kifa, Aya dan kak
Asri), mbak Fitri Yanti, Cicil (Meylindra Cicilia Ningrum), Diana Ekasari,
yang selalu memberikan motivasi, semangat dan dukungan.
17. Pak Yaman, bapak fotokopian gedung G, serta Pak Mariman, dan Pak
Liyanto, penjaga gedung G, terima kasih atas bantuan dan perhatiannya
selama ini.
18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
iv
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada
penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga
skripsi ini bermanfaat.
Bandarlampung,
Penulis
Juli 2017
Afria Wulandari
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
I.
ix
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. ... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... ... 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ ... 6
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... ... 7
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. KajianTeori...................................................................................... ... 8
1. Pemahaman Konsep Matematis ................................................ ... 8
2. Pembelajaran koorperatif Tipe CORE.......................................
11
B. Kerangka Pikir................................................................................. ... 16
III.
C. Definisi Operasional........................................................................
19
D. Anggapan Dasar ..............................................................................
20
E. Hipotesis ..........................................................................................
20
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel ....................................................................... ... 21
B. Desain Penelitian ............................................................................. ... 21
C. Tahap-tahap Penelitian.....................................................................
22
D. Data Penelitian ................................................................................
23
vi
E. Instrumen Penelitian........................................................................
23
F. Teknik Analisis................................................................................
27
1. Uji Normalitas ...........................................................................
28
2. Uji Homogenitas........................................................................
29
3. Uji Hipotesis..............................................................................
30
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian................................................................................
32
B. Pembahasan .................................................................................... .. .37
V.
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .........................................................................................
43
5.2 Saran ............................................................................................... ... 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Desain Penelitian ............................................................................. 22
Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas ......................................................................... 25
Tabel 3.3 Kriteria daya pembeda ..................................................................... 26
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Kesukaran.............................................................. 27
Tabel 3.5 Uji Normalitas Data Gain Pemahaman Konsep
Matematis ......................................................................................... 29
Tabel 3.6
Uji Homogenitas Data Gain Pemahaman Konsep
Matematis.......................................................................................
30
Tabel 4.1 Data Skor Awal Pemahaman Konsep Matematis........................... 32
Tabel 4.2 Data Skor Akhir Pemahaman Konsep Matematis........................
34
Tabel 4.3 Data Gain Pemahaman Konsep Matematis...................................... 34
Tabel 4.4 Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematis .................. 35
Tabel 4.5 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Gain Pemahaman Konsep
Matematis......................................................................................
36
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. PERANGKAT PEMBELAJARAN
A.1 Silabus Pembelajaran ........................................................................
48
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) CORE
.....................
53
A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Konvensional ..............
72
A.4 Lembar Kerja Kelompok (LKK) ......................................................
91
B. PERANGKAT TES
B.1 Kisi-kisi Soal Tes Pemahaman Konsep Matematis Siswa ................ 124
B.2 Soal Pretest dan Posttest ................................................................... 126
B.3 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep Matematis Siswa ..... 127
B.4 Kunci Jawaban Soal Tes Pemahaman Konsep
Matematis Siswa .............................................................................. 128
B.5 Form Penilaian Tes Pemahaman Konsep Matematis Siswa .............. 131
C. ANALISIS DATA
C.1 Analisis Realibilitas Tes Uji Coba .................................................... 133
C.2 Analisis Daya Pembeda Dan Taraf Kesukaran Tes .......................... 135
C.3 Skor Tes Kemampuan Awal dan Akhir Pemahaman Konsep
Matematis Kelas VII F (Kelas CORE)................................................ 136
C.4 Skor Tes Kemampuan Awal dan Akhir Pemahaman Konsep
Matematis Kelas VII G (Kelas Konvensional) ................................... 140
ix
C.5 Skor Gain Pemahaman Konsep Matematis Kelas VII F
(Kelas CORE) ..................................................................................
144
C.6 Skor Gain Pemahaman Konsep Matematis Kelas VII G
(Kelas Konvensional).......................................................................... 145
C.7 Uji Normalitas Data Gain Pemahaman Konsep Matematis Siswa
dengan CORE ..................................................................................... 146
C.8 Uji Normalitas Data Gain Pemahaman Konsep Matematis Siswa
dengan Konvensional .......................................................................... 149
C.9 Uji Homogenitas Data Gain Pemahaman Konsep Matematis
Siswa ................................................................................................... 152
C.10 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Pemahaman Konsep Matematis
Siswa ................................................................................................... 154
C.11 Tabel Analisis Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Skor Tes Kemampuan Awal Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Kelas CORE ........................................................................................ 157
C.12 Tabel Analisis Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Skor Tes Kemampuan Awal Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Kelas Konvensional ............................................................................ 160
C.13 Tabel Analisis Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Skor Tes Kemampuan Akhir Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Kelas CORE ........................................................................................ 163
C.14 Tabel Analisis Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Skor Tes Kemampuan Akhir Pemahaman Konsep Matematis Siswa
Kelas Konvensional ............................................................................ 166
D. LAIN-LAIN
D.1 Surat Izin Penelitian ......................................................................... 169
D.2 Surat Keterangan Penelitian ............................................................. 170
x
1
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara umum pendidikan merupakan suatu proses untuk membantu manusia
dalam mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Menurut Trianto dalam
Mayasari (2015: 1), pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya
mempersiapkan para peserta didiknya untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi
mempersiapkan peserta didiknya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003, mengungkapkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Berdasarkan pengertian tersebut, guru harus mampu merancang pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif mengembangkan potensi
dirinya. Jika pembelajaran di sekolah dapat berlangsung seperti itu maka akan
mempunyai peran yang penting dalam perkembangan kualitas sumber daya
manusia di Indonesia.
2
Banyak mata pelajaran wajib yang diajarkan di sekolah, diantaranya mata
pelajaran matematika. Kline dalam Reza (2015: 1) menyatakan bahwa jatuh
bangunnya suatu negara dewasa ini tergantung dari kemajuan pada bidang
matematika, maka matematika perlu dipahami dan dikuasai oleh segenap lapisan
masyarakat. Tujuan Pembelajaran matematika menurut Permendikbud No 22
tahun 2006 (Depdiknas, 2006) ialah: (1) Memahami konsep matematika, (2)
mengembangkan penalaran matematis,
(3)
Mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah, (4) Mengembangkan kemampuan komunikasi matematis
dan (5) Mengembangkan sikap menghargai matematika.
Pemahaman merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki dan
dikembangkan oleh siswa dalam belajar matematika. Hal ini memberikan
pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya
sekedar hafalan. Namun, dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti konsep
matematika yang dipelajari.
Jadi dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep
merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran matematika. Hal ini seperti
yang dinyatakan oleh Zulkardi (2003: 7) bahwa mata pelajaran matematika
menekankan pada konsep, artinya dalam mempelajari matematika siswa harus
memahami konsep matematika terlebih dahulu agar dapat menyelesaikan soalsoal dan mampu mengaplikasikan pembelajaran tersebut ke dunia nyata.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya pemahaman konsep matematis
siswa, salah satunya yaitu proses pembelajaran di sekolah.
Umumnya pada
pembelajaran matematika di Indonesia, guru hanya menjelaskan konsep
matematika atau prosedur menyelesaikan soal dan siswa menerima pengetahuan
3
tersebut secara pasif. Hal ini diungkapkan oleh Asmin (Alhaq, 2014: 4-5), bahwa
masih banyak guru yang melakukan proses pembelajaran matematika di sekolah
dengan pembelajaran konvensional bermetode ceramah.
Dalam pembelajaran
dengan metode ceramah, guru cenderung mementingkan hasil daripada proses.
Selama ini siswa hanya mencatat dan mendengarkan penjelasan guru. Siswa
biasanya hanya diberi rumus, contoh soal, dan latihan. Aktivitas pembelajaran
seperti ini mengakibatkan terjadinya penghafalan konsep dan prosedur, sehingga
aktivitas pemahaman matematis siswa terbatas karena hanya diperoleh oleh guru
sedangkan siswa tidak banyak dilibatkan selama proses pembelajaran.
Kenyataannya saat ini, pembelajaran matematika di Indonesia belum tercapai
dengan baik karena kemampuan matematis siswa Indonesia masih rendah. Hal ini
dapat dilihat dari hasil Penelitian Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) pada tahun 2015 mengenai kemampuan matematis siswa
Indonesia (Rahmawati, 2016) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki
perolehan skor capaian matematika atau Mathematics Achievement Distribution
sebanyak 397. Capaian yang diperoleh Indonesia masih jauh dari rata-rata skor
yang diberikan oleh TIMSS yaitu 500. Keadaan ini menempatkan Indonesia
sebagai salah satu negara dengan skor terendah dan menduduki peringkat ke-45
dari 50 negara yang berpartisipasi. Sedangkan penelitian Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011 (Mullis, 2012:114117), Indonesia memiliki perolehan skor capaian matematika sebesar 386 dan
menduduki peringkat ke-38 dari 42 negara yang berpartisipasi. Padahal di tahun
2007 Indonesia telah mencapai skor 397, meskipun masih termasuk negara yang
memiliki skor terendah. Dalam TIMSS juga dijelaskan bahwa secara umum, siswa
4
di Indonesia lemah di semua aspek konten maupun kognitif, baik untuk matematika maupun sains. Siswa Indonesia menguasai soal-soal yang bersifat rutin,
komputasi sederhana, serta mengukur pengetahuan akan fakta yang berkonteks
keseharian. Hasil penelitian TIMSS tersebut menunjukkan bahwa kemampuan
matematis siswa di Indonesia masih sangat rendah.
SMP Negeri 9 Metro merupakan salah satu sekolah yang memiliki karakteristik
yang sama seperti sekolah di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara dengan guru matematika, diperoleh informasi bahwa
pemahaman konsep matematis siswa masih rendah, ini terbukti dari analisis soal
ulangan harian siswa. Siswa cukup sulit mengerjakan soal yang berupa aplikasi
konsep dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu penyebab sulitnya siswa
mengerjakan soal tersebut adalah kurangnya pemahaman siswa akan konsep dari
suatu
materi.
Berdasarkan
hasil
pengamatan
diperoleh
bahwa
dimana
pembelajaran masih berpusat pada guru, serta dalam mengajar masih menerapkan
metode ceramah yang dimulai dari guru memberikan materi, kemudian contoh
soal dan latihan soal kepada siswa. Dalam pembelajaran tersebut siswa cenderung
pasif, hal ini memungkinkan siswa untuk selalu bergantung pada guru karena
terbiasa diberi bukan menemukan dan berusaha untuk mandiri.
Turmudi dalam Nurhikmayati (2013: 6) menyatakan bahwa pembelajaran
matematika yang disampaikan kepada siswa hanya bersifat informatif, artinya
siswa
hanya
memperoleh
informasi
dari
guru
saja
sehingga
derajat
kemelekatannya juga dapat dikatakan rendah. Kegiatan belajar seperti ini
cenderung membuat siswa hanya meniru dan mengafal apa yang disampaikan
5
guru tanpa adanya pemahaman, sehingga pada saat siswa diberi permasalahan lain
dan kondisi lain di luar konteks yang diajarkan, siswa tidak mampu menyelesaikannya karena merasa bingung dan tidak paham. Sejalan dengan pendapat
Marpaung dalam Alam (2012: 150) menyatakan bahwa matematika tidak hanya
ada artinya bila hanya dihafalkan, namun lebih dari itu siswa dapat lebih paham
akan konsep dari suatu materi. oleh karena itu, penting bagi guru untuk membuat
siswa paham benar bagaimana konsep dari suatu materi, sebab dengan paham
konsep mampu mempermudah siswa dalam menyelesaikan masalah matematis.
Usaha agar siswa mempunyai pemahaman konsep matematika yang baik dapat
dilakukan salah satunya dengan pembelajaran yang memberikan kesempatan
siswa untuk mengkontruksi pengetahuan. Menurut Ramadhani (2011: 5) bahwa
dalam memahami konsep – konsep matematika, siswa tidak cukup diberikan
penjelasan secara verbal akan tetapi siswa perlu diberikan pemahaman lebih lanjut
melalui pengalaman langsung untuk mengkontruksi sendiri suatu konsep.
Model pembelajaran kooperatif yang dapat mengembangkan pemahaman konsep
matematis adalah model pembelajaran yang pada tahap-tahapannya dapat
menuntun
siswa
untuk
menjelaskan,
mencontohkan,
mengklasifikasikan,
mengaplikasikan dan me-nyimpulkan. Pembelajaran dengan model ini diawali
dengan dibentuknya kelompok untuk berdiskusi, kemudian diberikan masalah
dimana siswa mampu menjelaskan materi yang akan dipelajari dengan
mengaitkan materi yang sudah di berikan sebelumnya. Kemudian setelah siswa
mampu menjelaskan materi maka siswa akan dapat mengklasifikasikan dan
memberikan contoh ataupun bukan contoh. Setelah itu siswa akan menyimpulkan
6
hasil dari diskusi tadi dengan guru dimana jika terjadi kesalahan atau penjelasan
yang kurang jelas, maka
guru akan membahas kembali apa yang belum di
pahami. Ditahap terakhir siswa akan diberikan soal dimana soal tersebut akan
menjadi ukuran paham tidaknya siswa terhadap materi yang sudah dipelajari.
Pembelajaran kooperatif tipe connecting, organizing, reflecting, dan extending
(CORE) adalah model pembelajaran kooperatif yang langkah-langkahnya
memenuhi kriteria yang telah disebutkan. Model pembelajaran kooperatif ini
mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok untuk berdiskusi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap
pemahaman konsep matematis siswa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut: “Apakah pembelajaran kooperatif tipe CORE
berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap pemahaman
konsep matematis siswa.
7
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi
dalam pendidikan matematika yang berkaitan dengan model pembelajaran
CORE dan model konvensional serta hubungannya dengan pemahaman
konsep matematis siswa.
2.
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi praktisi pendidikan
sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan dalam rangka
untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1.
Pemahaman Konsep Matematis
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 234) , paham berarti
mengerti
benar
dalam
suatu
hal,
sedangkan
konsep berarti
suatu
rancangan. Sedangkan dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang
memungkinkan seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian.
Dengan demikian pemahaman berarti lebih dari sekedar mengerti tetapi mampu
melekatkan suatu konsep ke struktur kognitif diri sendiri.
Menurut Ernawati (2003: 3) pemahaman merupakan kemampuan menangkap
pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan
dalam bentuk lain yang dapat dipahami. Sedangkan, menurut Sagala dalam putri
(2016: 10) konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang
yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi
prinsip, hukum dan teori.
Menurut Taksonomi Bloom yang sudah direvisi dalam Nurhikmayati (2010: 3)
pemahaman dikategorikan kedalam jenjang kognisi kedua dari 6 kategori proses
kognitif, yakni: mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Kategori memahami menggambarkan suatu pengertian
9
dimana siswa mampu mengkontruksi makna dari pesan pembelajaran, baik yang
bersifat lisan, tulisan ataupun grafis.
Dalam matematika paham akan konsep yang dipelajari merupakan suatu
keharusan, sebab apabila sudah memahami konsepnya barulah siswa mampu
mengerjakan berbagai macam permasalahan yang bervariasi. Oleh karena itu,
penting bagi guru untuk paham betul mengenai bagaimana konsep dari suatu
materi. Terlebih lagi jika siswa mampu mengingat konsep dalam jangka waktu
yang lama, karena nantinya konsep tersebut akan digunakan untuk membangun
konsep baru yang akan ditemui. Belajar konsep merupakan hal penting dan
mendasar pada pembelajaran matematika, oleh karena itu matematika akan sulit
dikuasai jika pemahaman konsep kurang memadai.
Hal ini sesuai dengan NCTM (2000) yang menyatakan bahwa untuk mencapai
pemahaman yang bermakna maka pembelajaran matematika harus diarahkan pada
pengembangan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami
bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun
pemahaman menyeluruh dan menggunakan matematik dalam konteks di luar
matematika. Sedangkan menurut Depdiknas (2003: 2) memaparkan bahwa,
pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran matematika
yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika yaitu dengan
menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajarinya, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
10
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa
yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar
mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang sudah dipelajari, tetapi mampu
mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti.
Untuk mengetahui baik atau tidaknya pemahaman konsep matematis siswa,
diperlukan alat untuk mengukur pemahaman konsep matematis siswa yaitu
indikator. Terdapat beberapa indikator pemahaman siswa terhadap konsep
matematika menurut Depdiknas dalam Jannah, (2007: 18) antara lain:
(1) Menyatakan ulang sebuah konsep, (2) Mengklasifikasikan objek-objek
menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), (3) Memberikan
contoh dan non contoh dari konsep, (4) Menyajikan konsep dalam berbagai
bentuk representasi matematis, (5) Mengembangkan syarat cukup dan syarat
perlu suatu konsep, (6) Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan (7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma
kepemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas dalam pembelajaran konsep matematika diharapkan
siswa benar-benar aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini akan berdampak pada
ingatan siswa tentang konsep materi yang dipelajari akan bertahan lebih lama.
Suatu konsep akan mudah dipahami dan diingat oleh siswa bila konsep tersebut
disajikan melalui proses dan langkah-langkah yang tepat, jelas, menarik,serta
menggambarkan kejadian yang ada di lingkungan sekitar dalam kehidupan seharihari. Adapun indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu,
menyatakan ulang sebuah konsep, memberi contoh dan non-contoh dari konsep,
meman-faatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma ke pemecahan masalah.
11
2.
Pembelajaran kooperatif tipe CORE
Core merupakan singkatan dari empat kata yang memiliki kesatuan fungsi dalam
proses pembelajaran, yaitu connecting, organizing, reflecting, dan extending.
Menurut Harmsem dalam Putri (2013: 12), elemen-elemen tersebut digunakan
untuk menghubungkan informasi lama dengan informasi baru, mengorganisasikan
sejumlah materi yang bervariasi, merefleksikan segala sesuatu yang peserta didik
pelajari, dan mengembangkan lingkungan belajar. Hal ini sejalan dengan
pemaparan Miller & Calfee (2004: 222) yang menyatakan bahwa:
The CORE Model incorporates four element: Connect, Organize, Reflect, and
Extend. Students first connect what they already know about a topic to new
science content or experience. Then they organize information from multiple
sources into coherent packages. They then reflect on the collection of “stuff”
by discussing it with others in preparation for the writing task. Finally,
completion of the project serves to “stretch” or extend the learnig.
Tahapan pembelajaran CORE menurut Miller & Calfee yaitu pertama-tama siswa
menghubungkan apa yang telah mereka ketahui tentang topik yang memuat
pengetahuan baru atau pengalaman baru. Kemudian siswa mengorganisasikan
informasi mengenai topik yang akan dibahas dari berbagai macam sumber dan
menjadi sebuah konsep.
dibentuk
kemudian
mempersiapkan
Selanjutnya siswa mereflesikan konsep yang telah
didiskusikan
penyelesaian
dengan
masalah.
teman
Terakhir,
sekelompoknya
penyelesaian
untuk
rancangan
disajikan dengan mengembangkan atau memperluas pembelajaran. Sedangkan
menurut Suyatno (2009: 67), sintaks model pembelajaran CORE secara umum
meliputi koneksi informasi lama dan informasi baru, organisasi ide untuk
memahami materi, memikirkan kembali, mendalami dan menggali konsep, serta
mengembangkan materi, memperluas, dan menggunakan konsep yang telah
12
ditemukan. Kemudian, Suyatno (2009: 63) merumuskan langkah-langkah pada
pembelajaran CORE yaitu: (1) Membuka pembelajaran dengan kegiatan yang
menarik, (2) Penyampaian konsep lama yang akan dihubungkan dengan konsep
baru (connecting), (3) Pengorganisasian ide-ide untuk memahami materi yang
dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru (organizing), (4) Pembagian
kelompok secara heterogen, (5) Memikirkan kembali, mendalami, dan menggali
informasi yang sudah didapat dan dilaksanakan dalam kegiatan kelompok
(reflecting), (6) Mengembangkan, memperluas, dan menggunakan suatu konsep
melalui tugas individu dengan mengerjakan tugas (extending). Menurut Jacob
dalam Putri (2013: 13), model CORE adalah model pembelajaran yang
berlandaskan konstruktivisme. Dengan kata lain, model CORE merupakan model
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan peserta didik
membangun pengetahuannya sendiri.
3.1 Connecting
Connect
secara
bersambung.
bahasa
Menurut
berarti
Suyatno
menyambungkan,
(2009),
connecting
menghubungkan,
merupakan
dan
kegiatan
menghubungkan informasi lama dengan informasi baru atau antar konsep.
Informasi lama dan baru yang akan dihubungkan pada kegiatan ini adalah konsep
lama dan baru. Pada tahap ini siswa diajak untuk menghubungkan konsep baru
yang akan dipelajari dengan konsep lama yang telah dimiliki, dengan cara
memberikan pertanyaan-pertanyaan, kemudian siswa diminta untuk menulis halhal yang berhubungan dari pertanyaan tersebut.
13
Katz dan Nirula (2013) menyatakan bahwa dengan connecting, sebuah konsep
dapat dihubungkan dengan konsep lain dalam sebuah diskusi kelas, dimana
konsep yang akan diajarkan dihubungkan dengan apa yang telah diketahui siswa.
Agar siswa mampu aktif dalam diskusi, maka siswa harus mengingat dan
menggunakan konsep yang dimilikinya untuk menghubungkan dan menyusun ideidenya.
Connecting erat kaitannya dengan belajar bermakna, menurut Ausabel dalam
Ratna (1989: 112), belajar bermakna merupakan proses mengaitkan informasi
atau materi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif
seseorang. Struktur kognitif dimaknai oleh Ausabel sebagai fakta-fakta, konsepkonsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh peserta
belajar. Dengan belajar bermakna, ingatan siswa menjadi kuat dan transfer belajar
mudah dicapai.
Dengan demikian, untuk mempelajari suatu konsep matematika yang baru, selain
dipengaruhi oleh konsep lama yang telah diketahui siswa, pengalaman belajar
yang lalu dari siswa itu juga akan mempengaruhi terjadinya proses belajar konsep
matematika tersebut. Sebab, seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu
apabila belajar itu didasari oleh apa yang telah diketahui orang tersebut.
3.2 Organizing
Echols dan Shadily (1996: 408) mendefinisikan organize secara bahasa berarti
mengatur, mengorganisasikan, mengorganisir, dan mengadakan. Organizing
merupakan kegiatan mengorganisasikan informasi-informasi yang diperoleh.
14
Pada tahap ini siswa mengorganisasikan informasinya yang diproleh seperti
konsep apa yang diketahui, konsep apa yang dicari, dan keterkaitan antar konsep
apa saja yang ditemukan pada tahap connecting untuk dapat membangun
pengetahuannya (konsep baru) sendiri.
Menurut Jacob dalam Yuwana (2013: 6) kontruksi pengetahuan bukan merupakan
hal sederhana yang terbentuk dari fakta-fakta khusus yang terkumpul dan
mengembangkan informasi baru, tetapi juga meliputi mengorganisasikan
informasi lama ke bentuk-bentuk baru. Grawith, dkk dalam Rohana (2013: 94)
berpendapat bahwa manfaat peta konsep diantaranya untuk membuat struktur
pemahaman dari fakta-fakta yang dihubungkan dengan pengetahuan berikutnya,
untuk belajar bagaimana mengorganisasikan sesuatu mulai dari informasi, fakta,
dan konsep ke dalam suatu konteks pemahaman, sehingga terbentuk pemahaman
yang baik.
3.3 Reflecting
Reflecting merupakan tahap saat siswa memikirkan secara mendalam konsep yang
dipelajarinya. Menurut Sagala (2007: 91) mengungkapkan bahwa refleksi adalah
cara berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan dalam hal belajar di
masa lalu. Tahapan pada pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memikirkan kembali apakah hasil diskusi/ hasil kerja kelompok pada tahap
organizing sudah benar atau terdapat kesalahan yang perlu diperbaiki. Dalam
tahap ini siswa mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan
sebelumnya. Jadi siswa menyimpulkan dengan bahasanya sendiri tentang apa
15
yang mereka peroleh dari pembelajaran. Proses ini akan memperlihatkan
kemampuan siswa dalam menjelaskan informasi yang telah mereka peroleh dan
akan terlihat bahwa tidak setiap siswa memiliki kemampuan yang sama. Hal ini
sejalan dengan yang dikemukakan oleh Dymock (2005) bahwa: “Reflect is where
students explain or critique content, and strategies”. Jadi, dalam reflecting guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memeriksa kembali hasil diskusi,
apakah sudah benar atau masih ada yang salah. Maka, dengan reflecting siswa
menampung apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru,
yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Siswa
menyimpulkan dengan bahasa sendiri tentang apa yang mereka peroleh dari
pembelajaran ini.
3.4 Extending
Echos dan Shadily (1996: 226) mendefinisikan extend secara bahasa yang berarti
memperpanjang, menyampaikan, mengulurkan, memberikan, dan memperluas.
Menurut Suyatno (2009: 64) extending merupakan tahap dimana siswa dapat
memperluas pengetahuan mereka tentang apa yang sudah diperoleh selama proses
belajar mengajar berlangsung. Perluasan pengetahuan dapat dilakukan dengan
cara menggunakan konsep yang berbeda sebagai aplikasi konsep yang dipelajari.
Baik dari satu konsep kekonsep lain, bidang ilmu lain, maupun ke dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Maulana (2012: 48) extending
dimaksudkan sebagai tahapan dimana siswa dapat memperluas pengetahuan
mereka tentang apa yang sudah diperoleh selama proses belajar mengajar
berlangsung. Adapun perluasan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara
16
menggunakan konsep yang telah didapatkan ke dalam situasi baru atau konteks
berbeda sebagai aplikasi konsep yang dipelajari, baik dari suatu konsep kekonsep
lain, bidang ilmu lain, maupun ke dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kegiatan
diskusi siswa diharapkan mampu memperluas pengetahuan dengan cara
mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari tetapi
dalam situasi baru dan konteks yang berbeda secara berkelompok.
Setiap model pembelajaran pasti memiliki keunggulan. Keunggulan-keunggulan
tersebut merupakan salah satu alasan digunakannya model pembelajaran tersebut.
Menurut Isum (2012: 35) CORE memiliki beberapa keunggulan, antara lain siswa
aktif dalam belajar, melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep atau informasi,
melatih daya pikir kritis siswa terhadap suatu masalah, memberikan siswa
pembelajaran yang bermakna.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CORE adalah suatu pembelajaran
yang berlandaskan kontruktivisme dan melibatkan siswa memalui kegiatan
connecting, organizing, reflecting dan extending.
B. Kerangka Pikir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe CORE terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Dalam
penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe CORE diterapkan pada kelas
eksperimen dan pembelajaran konvensional diterapkan pada kelas kontrol yang
dijadikan variabel bebas sedangkan pemahaman konsep matematis siswa sebagai
variabel terikat.
17
Ada empat langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe CORE yaitu connecting
(menghubungkan), organizing (mengorganisasikan), reflecting (membayangkan),
dan extending (memperluas). Dalam hal ini tahap pembelajaran CORE dapat
dikaitkan dengan indikator pemahaman konsep matematis.
Tahap pertama yaitu connecting, diawal pembelajaran siswa diajak untuk mengingat kembali dengan menyatakan ulang konsep materi pelajaran yang telah
diperoleh sebelumnya untuk dihubungkan dengan materi yang akan dipelajari.
Guna pengetahuan lama nantinya adalah untuk informasi awal yang disimpan
siswa dalam membangun pengetahuan baru yang akan mereka peroleh. Dalam
hal ini indikator dari pemahaman konsep yang termasuk ialah menyatakan ulang
sebuah konsep.
Tahap kedua yaitu organizing, siswa mengorganisasikan ide-ide untuk memahami
materi. Pengetahuan yang telah mereka peroleh dari tahap connecting, mereka
kumpulkan dan kelompokkan berdasarkan objek yang dipenuhi atau tidaknya
persyaratan yang membentuk konsep tersebut. Hal ini diharapkan siswa mampu
memberikan contoh dan bukan contoh dari materi tersebut. Pada tahap ini juga
siswa mulai merancang konsep baru secara mandiri. Pengorganisasian
pengetahuan ini dapat menggunakan peta konsep.
Tahap selanjutnya ialah reflecting, dari konsep yang telah dibentuk, siswa
menyajikan konsep dengan berbagai bentuk untuk memilih prosedur atau operasi
yang akan digunakan. Hal ini membuat siswa akan mengulas kembali materi
18
yang telah diperoleh dan bersama dengan guru memperbaiki konsep jika ada yang
salah.
Terakhir ialah tahap extending, siswa diajak untuk memperluas pengetahuan yang
mereka dapat dari tahap-tahap sebelumnya. Perluasan pengetahuan dapat
dilakukan dengan cara menggunakan konsep yang telah didapatkan kedalam
situasi baru atau konteks yang berbeda sebagai aplikasi konsep yang dipelajari.
Siswa dapat diminta untuk mengembangkan, memperluas, dan menggunakan
informasi-informasi yang telah diperoleh dengan mengaplikasikan konsep atau
algoritma ke pemecahan masalah, sehingga pada tahap ini, siswa belajar dengan
jelas dan matematis terhadap permasalahan yang diberikan. Dengan demikian,
hal ini mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep
matematisnya, serta memodelkan masalah matematis dan mendapatkan solusinya
dengan benar.
Jadi, melalui tahap-tahap tesebut, terdapat keterkaitan antara tahap dan indikator
pemahaman konsep yang digunakan, sehingga dalam pembelajaran kooperatif tipe
CORE ini, siswa akan mendapat kesempatan lebih untuk mengembangkan
kemampuan pemahaman konsep matematisnya.
Tahapan pembelajaran yang telah diuraikan diatas, tidak terjadi pada
pembelajaran konvesional. Pada pembelajaran konvesional, siswa hanya sebagai
pendengar dan penerima materi yang disampaikan oleh guru tersebut. Berbeda
dengan pembelajaran kooperatif tipe CORE, pada pembelajaran ini, siswa diajak
untuk lebih berperan aktif melalui tahap-tahap yang ada pembelajaran kooperatif
ini. Sehingga siswa lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya.
19
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa diduga pemahaman konsep
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe CORE akan lebih
dari pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional.
C. Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.
Model pembelajaran kooperatif tipe CORE dikatakan berpengaruh terhadap
pemahaman konsep matematis siswa jika peningkatan pemahaman konsep
matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe
CORE lebih dari peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang
belajar dengan model pembelajaran konvensional.
2.
Model pembelajaran tipe CORE adalah suatu model pembelajaran yang
berlandaskan kontruktivisme dan melibatkan siswa melalui kegiatan
connecting, orgnizing, reflecting dan extending.
3.
Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dapat menjadi indikator sejauh
apa pemahaman konsep yang dimiliki oleh siswa. Adapun indikator yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu: menyatakan ulang sebuah konsep,
memberi contoh dan noncontoh dari konsep, memanfaatkan dan memilih
prosedur atau operasi tertentu, dan mengaplikasikan konsep atau logaritma ke
pemecahan masalah.
20
D. Anggapan Dasar
Penelitian ini mempunyai anggapan dasar yaitu:
Semua siswa kelas VII semester genap SMPN 9 Metro tahun pelajaran 2016-2017
memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan
pendidikan.
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir dan anggapan dasar diatas, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
1.
Hipotesis Umum
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CORE berpengaruh terhadap
pemahaman konsep matematis siswa.
2.
Hipotesis Khusus
Peningkatan
pemahaman
konsep
matematis
siswa
yang
mengikuti
pembelajaran kooperatif tipe CORE lebih dari peningkatan pemahaman
konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
21
III. METODE PENELITIAN
A.
Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2016/2017 di SMP
Negeri 9 Metro. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII
SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2016/2017 sebanyak 217 siswa yang
terdistribusi dalam tujuh kelas, yaitu kelas VII A sampai kelas VII G.
Pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling, yaitu dengan
pertimbangan bahwa pengambilan kelasnya berdasarkan kelompok-kelopmok
tertentu, terpilihlah kelas VII-F sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-G sebagai
kelas kontrol.
Pada kelas eksperimen guru menggunakan model pembelajaran CORE sedangkan
pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional yakni guru
menyampaikan materi, kemudian memberikan contoh soal, lalu memberikan
latihan soal kepada siswa.
B.
Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen semu (quasi
experiment) dengan menggunakan pretest-posttest control group design.
22
Menurut Fraenkel dan Wallen (2012: 272) desain penelitian disajikan dalam
Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Eksperimen
Kontrol
R
R
O
O
X
X
O
O
Keterangan:
R = Random assignment untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol
O1 = Kelas diberi pretest
O2 = Kelas diberi posttest
X1 = Perlakuan dengan pembelajaran CORE
X2 = Perlakuan dengan pembelajaran konvensional
C.
Tahap-Tahap Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan ini meliputi beberapa tahapan. Urutan pelaksanaan penelitian yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan observasi untuk melihat karekteristik populasi yang ada.
b. Menentukan sampel penelitian.
c. Menentukan materi yang akan digunakan dalam penelitian.
d. Menyusun proposal penelitian.
e. Membuat perangkat pembelajaran dan instrumen tes untuk kelas eksperimen
dan kelas kontrol.
f. Mengonsultasikan bahan ajar dan instrumen dengan dosen pembimbing dan
guru bidang studi matematika.
g. Melakukan ujicoba instrumen penelitian.
23
2. Tahap Pelaksanaan
a. Memberikan pretest pada kelas kontrol dan eksperimen sebelum mendapatkan
perlakuan.
b. Melaksanakan pembelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe
CORE pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas
kontrol.
c. Memberikan posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah
mendapat perlakuan.
3. Tahap Akhir
a. Mengumpulkan data dari sampel terkait hasil tes kemampuan awal dan akhir
pemahaman konsep matematis siswa.
b. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh dari masing-masing
kelas serta membuat kesimpulan.
c. Menyusun laporan penelitian.
D. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah data pemahaman konsep matematis siswa berupa
data kuantitatif yang diperoleh melalui pretest dan posttest kelas eksperimen dan
kelas kontrol.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen tes untuk mengukur pemahaman konsep
matematis siswa. Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal
uraian yang disusun berdasarkan indikator pemahaman konsep matematis siswa.
24
Instrumen tes yang diberikan pada setiap kelas yaitu soal-soal pretest dan posttest.
Selain itu untuk mendapatkan data yang akurat, tes yang digunakan dalam
penelitian ini harus memenuhi kriteria tes sedang. Instrumen tes harus memenuhi
kriteria valid, reliabel yang tinggi atau sangat tinggi, daya pembeda baik, sedang
atau sangat baik, serta tingkat kesukaran sedang.
1.
Validitas Instrumen
Dalam penelitian ini, validitasnya didasarkan pada validitas isi. Untuk memeriksa
validitas isi, instrumen tes divalidasi oleh guru mata pelajaran matematika kelas
VII SMP Negeri 9 Kota Metro. Suatu tes dikategorikan valid jika butir-butir
tesnya sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator pemahaman konsep yang
diukur.
Kesesuaian isi tes dengan
kisi-kisi instrumen tes yang diukur dan
kesesuaian bahasa yang digunakan dengan kemampuan bahasa yang dimiliki
siswa dinilai berdasarkan penilaian guru mitra dengan menggunakan daftar cek
(checklist). Tes soal dinyatakan valid, maka soal diujicobakan pada siswa yang
berada di luar sampel yaitu kelas VIII F. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
tes telah memenuhi validitas isi.
2.
Reliabilitas Instrumen
Menurut Arikunto (2011: 109) untuk menentukan koefisien reliabilitas (r11) soal
tipe uraian digunakan rumus Alpha, yaitu:
=
1−
∑
dengan
=
∑
−
Keterangan :
r 11 = Koefisien reliabilitas instrumen tes
∑
25
∑
N
∑
∑
=
=
=
=
=
=
=
Banyaknya butir soal
Varians Skor
Jumlah varians skor dari tiap-tiap butir soal
Varians total skor
Banyaknya data
Jumlah kuadrat semua data
Jumlah semua data
Tabel 3.2 Interpretasi Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas (r11)
0,00 - 0,20
0,21 - 0,40
0,41 - 0,60
0,61 - 0,80
0,81 - 1,00
Interpretasi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan uji instrumen tes diperoleh bahwa nilai koefisien
reliabilitas soal sebesar 0,735 yang berarti reliabilitas instrumen tes yang
digunakan memiliki kriteria tinggi. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
C.1
3.
Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa yang
mempunyai kemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan rendah.
Untuk menentukan daya pembeda dapat dilakukan pengurutan dari siswa yang
memiliki nilai tertinggi hingga terendah. Setelah itu dibagi 27% untuk siswa di
urutan atas merupakan siswa dengan kemampuan tinggi (kelompok atas) dan 27%
di urutan bawah merupakan siswa dengan kemampuan rendah (kelompok bawah).
Arifin, (2011: 133) menjelaskan bahwa untuk menghitung daya pembeda
ditentukan dengan rumus:
26
DP =
Keterangan :
DP
KA
KB
Skor maks
KA − KB
: nilai daya pembeda suatu butir soal
: rata-rata skor suatu butir soal dari kelompok atas
: rata-rata skor suatu butir soal dari kelompok bawah
: skor maksimum suatu butir soal
Menurut Arifin (2011:133) hasil perhitungan indeks daya pembeda diinterpretasi
berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.3 sebagai berikut:
Tabel 3.3 Interpretasi Daya Pembeda
Nilai Daya Pembeda
0,40 - 1,00
0,30 - 0,39
0,20 - 0,29
-1,00 - 0,19
Kriteria
Sangat baik
Baik
Sedang
Jelek
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh bahwa nilai daya pembeda tes adalah
0,29 sampai dengan 0,80 yang berarti instrumen tes memiliki kriteria sedang, baik
dan sangat baik. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2
4.
Tingkat Kesukaran (TK)
Tingkat kesukaran soal adalah perbandingan antara banyaknya penjawab pilihan
benar dengan banyaknya penjawab pilihan lain yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk menentukan seberapa besar derajat kesukaran yang dimiliki suatu
butir soal. Menurut Sudijono (2008: 372), indeks tingkat kesukaran butir soal
dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
=
27
Keterangan:
TK : tingkat kesukaran suatu butir soal
JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.
Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks
kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) tertera pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Interpretasi Koefisien Tingkat Kesukaran
Skor
0,00 – 0,29
0,30 – 0,70
0,71 – 1,00
Interpretasi
Sangat Sukar
Sedang
Terlalu Mudah
Berdasarkan hasil perhitungan instrumen tes diperoleh bahwa tingkat kesukaran
tes sebesar 0,49 sampai dengan 0,70 yang berarti instrumen tes yang digunakan
memiliki kriteria sedang.
F.
Teknik Analisis Data
Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari
hasil tes kemampuan awal dan tes kemampuan akhir dianalisis untuk
mendapatkan skor peningkatan (gain) pada kedua kelas. Analisis ini bertujuan
untuk mengetahui besarnya peningkatan pemahaman konsep matematis siswa
pada kelas control dan eksperimen.
Menurut Hake (1998: 1) besarnya
peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain) yaitu :
=
−
−
28
Data pemahaman konsep matematis siswa di kelas eksperimen dan kontrol, dapat
dianalisis dengan uji statistik untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
CORE terhadap pemahaman konsep matematis siswa.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data gain yang diperoleh
berdistribusi normal atau tidak.
Adapun dalam penelitian ini, uji normalitas
menggunakan uji chi kuadrat. Uji chi-kuadrat (Sudjana, 2005: 272-273) sebagai
berikut:
a. Hipotesis
Ho : data gain berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data gain berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
b. Taraf signifikan : α = 0,05
c. Statistik uji
=
( –
)
Keterangan:
= frekuensi pengamatan
= frekuensi yang diharapkan
= banyaknya pengamatan
d. Keputusan Uji
Terima H0 jika x <
kebebasan) k-3.
dengan
=
(
,
) dengan
dk (derajat
Hasil uji normalitas data gain pemahaman konsep matematis disajikan dalam tabel
3.5 dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.7 dan C.8
29
Tabel 3.5 Hasil Analisis Uji Normalitas Data Gain Pemahaman Konsep
Matematis
Sumber
Data
Pemahaman
Konsep
Matematis
Siswa
Pembelajaran
Keputusan
uji H0
Kesimpulan
CORE
5,0049
7,81
Diterima
Normal
Konvensional
6,4472
7,81
Diterima
Normal
Karena berdasarkan hasil data gain berdistribusi normal maka langkah selanjutnya
yaitu uji homogenitas.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dalam penelitian ini digunakan untuk melihat apakah kedua
kelompok data gain memiliki varians yang homogen atau tidak. Menurut Sudjana
(2005: 249-250) untuk menguji homogenitas data dapat digunakan ketentuan
sebagai berikut.
a. Hipotesis
Ho :
H1 :
=
≠
(kedua populasi data gain memiliki varians yang sama)
(kedua populasi data gain memiliki varians yang tak sama)
b. Taraf signifikan : α = 0,05
c. Statistik Uji
Fhitung =
Keterangan:
= varians terbesar
= varians terkecil
d. Keputusan Uji
30
Tolak H0 jika
>
dengan
=
,(
,
)
yang diperoleh
dari daftar distribusi F dengan taraf signifikan sebesar 0,05 dan
(pembilang) =
n1 – 1 dan
(penyebut) = n2 – 1.
Hasil uji homogenitas data gain pemahaman konsep matematis disajikan pada
Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Hasil Analisis Uji Homogenitas Data Gain Pemahaman Konsep
Matematis
Kelas
CORE
Konvensional
1,04
1,87
Kesimpulan
= 1,87 sehingga
Kedua data gain memiliki
varians yang sama
Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.9
3. Uji Hipotesis
Adapun uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai
berikut:
Uji kesamaan dua rata-rata
Karena data gain berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan memiliki
varians yang sama, maka analisis data dilakukan dengan menggunakan uji
kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t dengan hipotesis uji sebagai berikut.
31
Ho: μ1 = μ2, (rata-rata peningkatan skor pemahaman konsep matematis siswa yang
mengikuti pembelajaran CORE sama dengan pembelajaran
konvensional)
H1: μ1 > μ2, (rata-rata peningkatan skor pemahaman konsep matematis siswa
yang mengikuti pembelajaran CORE lebih dari pembelajaran
konvensional)
Karena diperoleh data yang normal dan homogen maka uji hipotesis diatas
dilakukan dengan menggunakan Uji-t (Sudjana, 2005: 239)
=
1− 2
1
1
1
+
dengan
s 
2
n1  1s1 2  n 2  1s 2 2
n1  n 2  2
2
Keterangan:
̅ 1 : rata-rata skor siswa di kelas eksperimen
̅ 2 : rata-rata skor siswa di kelas kontrol
n1 : banyaknya siswa kelas eksperimen
n2 : banyaknya siswa kelas kontrol
s : varians pada kelas eksperimen
s : varians pada kelas kontrol
s : varians gabungan
Dalam pengujian ini digunakan taraf signifikan α = 0,05, dengan kriteria uji:
terima H0 jika
<
, dimana
=
(
,
tabel dengan peluang (1 − ) dan dk = ( n1  n 2  2 ).
)
diperoleh dari daftar
42
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe CORE berpengaruh terhadap pemahaman konsep
matematis siswa, peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang
mengikuti pembelajaran CORE lebih dari peningkatan pemahaman konsep
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
B. Saran
Berdasarkan hasil pada penelitian ini, saran-saran yang dapat dikemukan yaitu:
1. Kepada guru, dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa,
dapat menerapkan model pembelajaran CORE sebagai salah satu alternatif
pada pembelajaran matematika dengan pertimbangan bahwa guru telah
memahami tahap-tahap pada model pembelajaran CORE. Khususnya ketika
kegiatan diskusi berlangsung, guru harus mengelola kelas seefektif mungkin
agar suasana belajar kondusif.
2. Kepada peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang model
pembelajaran CORE disarankan saat mengambil kelas penelitian untuk
memilih kelas yang memiliki pemahaman konsep yang tidak jauh berbeda
yaitu dengan melakukan tes pemahaman konsep pada populasi.
44
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Alam, Burhan Iskandar. 2012. Peningkatan Kemampuan Pe-mahaman dan
Komunikasi Matematika Siswa SD Melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Matematika FMIPA UNY, ISBN 978-979-16353-7-8. (online),
(http://resposi-tory.upi.edu) diakses 27 Sep tember 2016.
Ansari, B.I. 2003. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui
strategi Think Talk Write. Bandung: UPI
Arikunto, S.2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Kencana.
Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Azizah, L., Mariani S, & Rochmad. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Model CORE Bernuansa Kontrukstivistik untuk Meningkatkan Kemampuan
Koneksi Matematis. Unnes Journal of Mathematics Education Research
(UJMER), ISSN 2252-6455. (online), (http://journal.unnes.ac.id) diakses 20
September 2016.
Beladina, N.2013. Keefektifan Model Pembelajaran CORE Berbatuan LKPD
terhadap Kreativitas Matematis Siswa. Jurnal UNNES. (online). Volume 2,
No.3 Hal 39. (http://journal.unnes.ac.id) diakses pada 10 Oktober 2016.
Calfee, Miller, R.G.2004. Making Thinking Visible. National Science Education
Standards.
Depdiknas.2003. UU NOMOR 22 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta.
________.2003. Pedoman Khusus Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis
Kompetensi SMP. Jakarta: Depdiknas. Balai Pustaka. Jakarta.
Dikdasmen. 2004. Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jakarta.
Echlos, J dan Hassan S. 1996. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
45
Ernawati, Wina. 2003. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Prenada: Jakarta.
Hake, R. 1998. Analyzing Change /Gain scores Dept of Physics : Indianan
University, (online) tersedia diwww.phcis.indian.edu/~sdi/Anlyzingechangegain.pdf, diakses Oktober 2016.
Hendriana. 2001. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui
strategi Think Talk Write. Skripsi. Lampung: Unila. Tdak diterbitkan.
Howey.K.R. 2001. Contextual Teaching and Learning.
Clearinghouse on Teaching and Teacher Education.
Washington:
Isum, Lala . 2012. Pembelajaran Matematika Dengan Model Core Untuk
Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Koneksi Matematis Siswa Di
Sekolah Menengah Kejuruan. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.
(online). (http://repository.upi.edu/8549/t_mtk_1008966_chapter3 pdf) diakses 20 Maret 2017
Kemdikbud. 2012. Kurikulum 2013 Bahan Uji Publik. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Maulana, Dani. 2012.
Widyaiswara LPMP.
Model-Model
Pembelajaran
Inovatif.
Lampung:
Mayasari. 2015. Pengaruh Model pembelajaran CORE terhadap kemampuan
pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa . Skripsi. Lampung:
Unila. Tdak diterbitkan.
Miller, Roxanne Greitz & Robert C. Calfee. 2004. Making Thinking Visible: A
Methode to Encourage Science Writing In Upper Elementary Grade.
Education Faculty Articles and Research. Chapman University. (online),
(http://digitalcommons.chapman.edu/education_articles) diakses 15 Oktober
2016.
Mufidah, Arum Dahlia. 2016. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe CORE
terhadap Ke-mampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Skripsi. Lampung: Unila. Tidak diterbitkan.
Mullis, Ina V. S., Michael O. Martin, Pierre Foy, dan Alka Arora. 2012. TIMSS
2011 International Result in Mathematics. TIMSS and PIRLS International
Study Center : Boston College. (online),(http://timssandpirls.bc.edu) diakses
29 September 2016.
NCTM (National Council Teacher of Mathematics). 2000. Principles and
Standards for School Mathematics.
46
Novak, J.D. dan Canas, A.J. 2006. The Theory Undelying Concept Maps and
How to Construct and Use Them. (online), (http://cmap.-ihmc.us/Publications/TheoryUndeerlingConceptMaps.htm) diakses 11 Oktober 2016.
Nurhikmayati. 2001. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui
strategi TTW Volume 2 No 1. (http://ejournal.undiksha.ac.id) diakses 20
April 2017
Purwanto, N.2010. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Putri, Agata Intan. 2016. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe CORE
terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Lampung:
Unila. Tidak diterbitkan.
Qorri’ah. 2011. Penggunaan Metode Discovery Learning untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi
Lengkung. Skripsi. Jakarta: UIN Syarief Hidayatulloh. (Online),
(http://www.education.gov.za/LinkClik) diakses pada Oktober 2016
Ramadhani,A.2015.Efektivitas Penerapan Model Guide Discovery Learning
Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Skripsi. Lampung: Unila.
Tdak diterbitkan.
Ratna, W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Relawati dan Nurasni. 2016. Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis Melalui Model Pembelajaran CORE dan Pembelajaran Langsung pada Siswa. Jurnal Kajian Pendidikan dan Pengajaran. (online),
Volume 2, No 2, Oktober 2016, P-ISSN: 2443-1435, E-IS SN: 2528-4290.
(http://ojs.ejour nal.id) diakses 20 April 2017.
Selvia,R.2016.Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Ditinjau Dari
Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Skripsi. Lampung: Unila. Tidak
diterbitkan.
Subarjo, M. Pradana., I Wayan Romi Sudhita, dan I Made Suarjana. 2014.
Pengaruh model CORE terhadap pemahaman konsep IPA siswa kelas V di
gugus I NAkula Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana. MIMBAR PGSD
2014 (online). Volume 2 No 1. (http://ejournal.undiksha.ac.id) diakses 20
April 2017
Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP
Bandung Press.
Sheskin, D.2003.Handbook Parametric and Nonparametric Statistical Procedures Third Edition. New York: A CRCPress. Company.
47
Sudijiono, A.2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafido.
Suherman.1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan
Matematika. Bandung: Wijayakusumah.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana
Pustaka.
Yuniarti, Santi. 2013. Pengaruh Model CORE Berbasis Kontekstual terhadap
Kemampuan
Pemahaman
Konsep
Matematik
Siswa.
(online),
(http://publikasi.stkip siliwangi.ac.id) diakses 09 Mei 2016.
Yuwana Siwi Wiwaha Putra. 2013. Keefektifan Pembelajaran CORE Berbantuan
CABRI Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik Materi Dimensi
Tiga.
Download