ASAM LEMAK OMEGA-3 DARI MINYAK IKAN

advertisement
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXVIII, Nomor 3, 2003 : 11-16
ISSN 0216-1877
ASAM LEMAK OMEGA-3 DARI MINYAK IKAN
Oleh
Abdullah Rasyid 1)
ABSTRACT
OMEGA-3 FATTY ACID FROM FISH OIL. Fish oil has been used for food supplements, human consumption, cosmetics, food fat, pharmaceutical products, and
various products for technical applications. This paper will describe utilization of
fish oil as source of omega-3 fatty acid, isolation method of omega-3 fatty acid form
fish oil, and benefit of omega-3 fatty acid for health human.
disebut esensial karena tidak dapat dihasilkan
oleh tubuh dan hanya bisa didapatkan dari
makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Asam
lemak esensial lainnya yang termasuk dalam
kelompok "omega" adalah asam lemak omega-6.
Menurut BIMBO (dalam SUSILAWATI,
1994), jenis asam lemak tak jenuh pada minyak
ikan hampir sama dengan minyak pada
tumbuhan. Perbedaannya hanya pada kadar
asam lemak tertentu. Misalnya, asam lemak
utama pada minyak ikan berkonfigurasi omega3, sedangkan pada minyak tumbuhan dan
hewan lainnya lebih banyak mengandung asam
lemak berkonfigurasi omega-6.
STANSBY (dalam SUSILAWATI,
1994) mengemukakan bahwa asam lemak
dengan konfigurasi omega-3 adalah asam
lemak yang memiliki posisi ikatan rangkap
pertama pada atom karbon nomor 3 dari ujung
gugus metilnya. Asam-asam lemak alami yang
termasuk dalam kelompok asam lemak
omega-3 adalah asam linolenat, asam
eikosapentaenoat,
dan
asam
dokosa
heksaenoat.
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini kita sering mendengar
istilah asam lemak omega-3. Hal ini berkaitan
dengan pemanfaatannya dalam berbagai
produk makanan dan tambahan makanan yang
ditawarkan kepada konsumen. Kita akan dengan
mudah mendapatkannya di apotik ataupun supermarket, mulai dari produk makanan bayi
sampai produk untuk orang dewasa. Begitu
pentingnya peranan asam lemak omega-3 bagi
kesehatan manusia, sehingga produsen
(terutama makanan dan tambahan makanan)
berlomba-lomba membuat produk yang
mengandung asam lemak omega-3. Sebaliknya,
kita sebagai konsumen seolah-olah terbius
dengan iklan-iklan di media cetak dan elektronik
(televisi, radio, koran). Tidaklah mengherankan
jika kita ingin membeli suatu produk makanan
atau tambahan makanan selalu memilih produk
yang mengandung asam lemak omega-3.
Asam lemak omega-3 termasuk dalam
kelompok asam lemak esensial. Asam lemak ini
11
Oseana, Volume XXVIII no. 3, 2003
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Rumus molekul ketiga asam lemak
omega-3 tersebut di atas adalah sebagai
berikut:
dan "horse mackerel" (Trachurus trachurus)
ditemukan di pantai Atlantik Selatan (Afrika
Selatan) dan perairan Pantai Pasifik (Jepang dan
Rusia). Selain itu, minyak ikan yang banyak
ditemukan di pasaran juga berasal dari
beberapa jenis ikan lainnya, yaitu "cod" (Gadus morhua), "coalfish" (Pollachius virens),
dan "haddock" (Melanogrammus aeglefinus).
Minyak ikan yang diperdagangkan
biasanya terdiri dari 95% atau lebih trigliserida.
Sekitar 1 % dari minyak ikan tersebut merupakan
fosfolipid dan 2 - 5% berupa bagian yang
tersabunkan, misalnya kolesterol, hidrokarbon,
vitamin-vitamin yang terlarut dalam lemak.
Kadar kolesterol sekitar 0,7% (OPSTVEDT et
al., 1990).
Begitu banyak publikasi yang
menyebutkan bahwa komposisi asam lemak dari
minyak ikan erat kaitannya dengan jenis ikan,
wilayah geografis, dan musim penangkapan.
Misalnya, minyak ikan yang ada di pasaran
yang berasal dari jenis "menhaden" telah
berhasil diidentifikasi sekitar 36 asam lemak
yang berbeda (OPSTVEDT et al., 1990).
CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH
Asam linolenat
CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CHCH2-CH=CH-CH2-CH=CH-(CH2)3-COOH
Asam eicosapentaenoat
CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CHCH 2 -CH=CH-CH 2 -CH=CH-CH 2 -CH=CH(CH2)2-COOH
Asam docosahexaenoat
Tujuan penulisan ini ialah untuk
memberikan gambaran mengenai penggunaan
minyak ikan sebagai sumber asam lemak omega3, metoda isolasinya, dan kegunaanya untuk
menjaga kesehatan manusia.
PRODUKSI MINYAK IKAN
Saat ini jenis ikan pelagis merupakan
sumber minyak ikan terbesar di dunia
(SOBSTAD, 1990). Sebanyak 90% produksi
minyak ikan dunia terdapat di 10 negara dan
terkonsentrasi di Eropa Utara, Asia Tenggara,
Amerika Selatan, Amerika Serikat, dan Rusia
(OPSTVEDT et al, 1990).
Menurut OPSTVEDT et al. (1990),
penangkapan ikan pelagis terkonsentrasi pada
wilayah tertentu di dunia. Misalnya,
penangkapan jenis "herring" di Laut Utara dan
Laut Bering yang terdiri dari "herring" (Clupea
harengus), "mackerel" (Scomber scombus),
"sanded" (Ammodytes tobianus), dan "capelin" (Mollotus villosus). Sedangkan
penangkapan ikan jenis "menhaden"
(Brevoortia spp.) di Teluk Mexico dan pantai
Atlantik (Amerika Serikat). Jenis "anchovy"
yang terdiri dari "anchovy" (Engraulis
encrasicolus), "sardine" (Sardina pilchardus),
METODE PEMISAHAN DAN PEMURNIAN
MINYAK IKAN
Menurut SOBSTAD (1990), ada 3
macam cara yang dapat digunakan dalam
pemisahan minyak ikan, yaitu cara tradisional,
cara "Centrifish", dan cara "Condec". Cara
tradisional dan "Condec" menggunakan panas
uap, sedangkan cara "Centrifish" menggunakan
panas gas. Pada dasarnya ketiga macam cara
pemisahan minyak ikan tersebut di atas terdiri
dari 2 tahap, yaitu :
l. Pengukusan
Perlakuan awal terhadap ikan yang akan
diambil minyaknya adalah dengan mengukusnya
pada temperatur 95°C. Perlakuan ini terutama
dimaksudkan untuk mengendapkan protein,
12
Oseana, Volume XXVIII no. 3, 2003
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
mengurangi tingkat kelarutan protein, dan
tingkat kekentalan protein. Hal tersebut perlu
dilakukan untuk mempermudah proses
pemisahan minyak ikan. Minyak ikan yang
diperoleh tersebut memiliki sifat-sifat yang
berbeda-beda dan memerlukan penanganan
khusus.
1. Saponifikasi (penyabunan)
Proses pemurnian minyak ikan pada
umumnya diawali dengan penambahan larutan
alkali encer (misalnya, larutan NaOH). Proses
ini disebut juga proses penyabunan. Tujuan
dari penambahan larutan alkali encer adalah
untuk menetralisir dan menghilangkan asamasam bebas lemak. Proses penyabunan tersebut
akan menyebabkan komponen asam menyatu
dengan fase air.
2. Pemisahan fase cair dan fase padat
Setelah pengukusan dilakukan, tahap
selanjutnya adalah pemisahan minyak ikan
(fase cair) dengan residu (fase padat).
Pemisahan cara tradisional dilakukan dengan
menggunakan tekanan, sedangkan pemisahan
cara "Condec" dan "Centrifish" dilakukan
dengan menggunakan "decanter sentrifuge".
Walaupun cara pemisahan minyak ikan
menggunakan tekanan bukan cara yang modern, tetapi kenyataannya cara tersebut masih
lebih dominan digunakan.
Cara pemisahan minyak ikan
menggunakan tekanan akan memberikan suatu
hasil yang cukup efisien terhadap komponen
yang terkoagulasi dengan cairan, yaitu sekitar
88% dari total minyak ikan dan 75% dari total
air ditransfer ke dalam fase cair. Namun
demikian, sekitar 24 - 25% komponen padat
bukan lemak akan menyatu dengan fase cair.
Hal tersebut akan berpengaruh terhadap nilai
viskositas dan proses pemisahan. Sedangkan
penggunaan "decanter sentrifuge" dilakukan
dengan cara menuang langsung hasil
pengukusan ke dalam mesin pemisah untuk
dipisahkan. Cara seperti ini akan sangat
menguntungkan karena sekitar 90% dari total
minyak ikan dapat diperoleh.
Setelah tahap pemisahan minyak ikan
selesai, tahap berikutnya adalah pemurnian
minyak ikan. Menurut SOBSTAD (1990) proses
pemurnian minyak ikan terdiri dari 5 tahap,
yaitu:
2. Pemucatan (bleaching)
Setelah tahap penyabunan selesai,
tahap berikutnya adalah pemucatan (bleaching) yang pada umumnya dilakukan dengan
menambahkan bentonit pada minyak dalam
kondisi panas atau dingin. Penambahan
bentonit dapat mengurangi warna dan bau
minyak ikan, mereduksi bilangan peroksida dan
bilangan asam serta meningkatkan bilangan
penyabunan.
3. Penyaringan
Penyaringan dilakukan dengan
menggunakan tekanan untuk memisahkan
bentonit yang mengandung pengotor reaktif,
seperti komponen warna.
4. Deodorisasi (penghilangan bau)
Tahap akhir dari proses pemurnian
minyak ikan adalah proses deodorisasi yang
merupakan tahapan penting dalam proses
pemurnian minyak ikan. Sejumlah kecil
komponen yang mudah menguap (volatil) yang
terdapat dalam minyak ikan dihilangkan melalui
proses penyulingan uap. Komponenkomponen tersebut erat kaitannya dengan
masalah bau dan rasa dari minyak ikan.
5. Penyimpanan
Minyak ikan yang telah dimurnikan
hendaknya disimpan dalam wadah yang bersih
13
Oseana, Volume XXVIII no. 3, 2003
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
dan tertutup, sebab minyak ikan dapat
mengalami kerusakan sebagai akibat dari
perubahan oksidatif. Pertumbuhan
mikroorganisme selama masa penyimpanan
dapat merusak mutu minyak ikan. Oleh karena
itu tingkat kebersihan selama proses
penyimpanan berlangsung merupakan hal
yang sangat penting. Tidak hanya karena
perkembangan teknologi yang semakin
kompleks, tetapi juga karena kapasitas wadah
penampungan yang digunakan lebih besar.
Untuk dapat mengetahui kualitas
minyak ikan hasil pemurnian, maka perlu
dilakukan perbandingan antara karakteristik
minyak ikan sebelum dan sesudah pemurnian.
Beberapa karakteristik yang sering dijadikan
dasar dalam penentuan kualitas minyak ikan
adalah bilangan penyabunan, bilangan
peroksida, bilangan asam, dan bilangan
yodium. Penentuan karakteristik tersebut dapat
dilakukan sebagai berikut:
b. Bilangan Peroksida
Menurut AOAC (dalam SUDARMADJI,
1984), bilangan peroksida didefinisikan sebagai
jumlah peroksida dalam miliekuivalen oksigen
aktif yang dikandung dalam 1000 gram
senyawa. Prosedur penentuan bilangan
peroksida adalah sebagai berikut: Sebanyak 5
gram contoh konsentrat dalam erlenmeyer 250
ml ditambah dengan 30 ml pelarut yang terdiri
dari 60 % asam asetat glasial dan 40 %
kloroform dan dikocok sampai semua minyak
larut. Tambahkan 0,5 ml KI jenuh (sebagai
katalisator reaksi) dan didiamkan selama 2 menit
pada ruang gelap dengan sesekali dikocok.
Larutan ditambah 30 ml aquades. Kelebihan iod
dititrasi dengan sodium tiosulfat 0,01 N.
Dilakukan pengerjaan blanko.
c. Bilangan Asam
a. Bilangan Penyabunan
Menurut WOODMAN dan SNELL et
al (dalam SUDARMADJI, 1984), bilangan
asam didefinisikan sebagai jumlah kalium
hidroksida yang dibutuhkan untuk netralisasi
asam bebas yang terdapat dalam 1 gram
senyawa. Prosedur penentuan bilangan
penyabunan adalah sebagai berikut: Timbang
20 gram contoh, lalu tambah dengan 50 ml
etanol 95% (untuk melarutkan lemak). Panaskan
sampai mendidih sambil diaduk. Larutan ini
dititrasi dengan KOH 0,1 N dengan indikator
phenolpthalein sampai terbentuk warna merah
muda.
Menurut WOODMAN dan SNELL et
al. (dalam SUDARMADJI, 1984), bilangan
penyabunan didefinisikan sebagai jumlah mg
kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk
mengikat asam bebas dan untuk menyabunkan
ester dari 1 gram senyawa. Prosedur penentuan
bilangan penyabunan adalah sebagai berikut:
Timbang sebanyak 5 gram contoh ke dalam
erlenmeyer 200 ml, lalu tambahkan 50 ml KOH
yang dibuat dari 40 gram KOH dalam 1 liter
alkohol. Setelah itu ditutup dengan pendingin
balik. Didihkan dengan hati-hati selama 30
menit. Selanjutnya dinginkan dan tambah
beberapa tetes indikator phenopthalein. Titrasi
kelebihan larutan KOH dengan larutan standar
0,5 N HC1. Dilakukan pengerjaan blanko.
Bilangan asam = ml KOH x NKOH x 56,1
gram contoh
d. Bilangan Yodium
Bilangan
penyabunan
= 28,05 x (titran blanko-titran contoh
berat contoh
Menurut WOODMAN dan SNELL et al.
(dalam SUDARMADJI, 1984), bilangan
14
Oseana, Volume XXVIII no. 3, 2003
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
yodium didefinisikan sebagai bilangan yang
menunjukkan tingkat ketidakjenuhan dari
minyak ikan tersebut. Prosedur penentuan
bilangan yodium adalah sebagai berikut :
Timbang minyak ikan sebanyak 0,5 gram dalam
erlenmeyer bertutup. Tambah 10 ml
kloroform atau karbon tetra klorida dan 25
ml reagen yodium - bromida. Biarkan di
ruang gelap selama 30 menit sambil
sesekali dikocok. Kemudian tambahkan 10 ml
larutan KI 15% dan aquades 100 ml yang telah
didihkan, dan segera dititrasi dengan larutan
Na2S2O3 0,l N sampai larutan berwarna
kuning pucat. Tambahkan 2 ml larutan pati.
Titrasi sampai warna biru hilang. Dilakukan
pengerjaan blanko.
1. Saponifikasi minyak ikan
Sebanyak 350 gram minyak ikan hasil
pemurnian disaponifikasi dengan 700 gram
larutan NaOH dalam alkohol encer (120 gram
NaOH dan 1,25 gram Ethylene Diamine
Tetraacetic Acid (EDTA) dilarutkan dalam 400
ml aquades dan 400 ml etanol 96%). Saponifikasi
dilakukan pada temperatur kamar selama 8 jam
dengan pengadukan secara konstan sambil
dialiri gas nirogen. Hasil saponifikasi tersebut
ditambahkan dengan larutan HC1 6N sampai
pH larutan mencapai 1. Setelah pH 1 tercapai,
lalu ditambahkan n-heksan sebanyak 200 ml
(beberapa kali). Campuran diuapkan dengan
rotavapor pada temperatur 30°C.
Bilangan = ml titran (blanko - contoh) x 12,691
yodium
gram contoh
2. Fraksinasi dengan urea
Sebanyak 25 gram asam lemak hasil
saponifikasi di atas ditambahkan ke dalam 100
ml larutan urea panas (65 -70°C) (rasio urea/
asam lemak sebesar 4:1) dan 267 ml metanol.
Campuran diaduk sampai jernih. Urea dan
senyawa kompleks urea dibiarkan semalam
sampai mengkristal pada temperatur antara 36°C sampai 36°C. Setelah dilakukan
penyaringan, fase cair dievaporasi vakum pada
temperatur kamar. Konsentrat kemudian
ditambahkan dengan HC1 0,1 N sebanyak 125
ml dan n-heksan sebanyak 125 ml. Kemudian
lapisan heksan dipisahkan. Lapisan bagian
bawah diekstraksi kembali dengan 50 ml nheksan. Campuran fase heksan dievaporasi
vakum pada temperatur kamar. Konsentrat yang
diperoleh ditambahkan dengan octyl gallate
sebagai penstabil. Konsentrat yang diperoleh
merupakan konsentrat asam lemak omega-3
yang kaya akan EPA dan DHA. Konsentrat
disimpan dalam wadah tertutup pada
temperatur-20°C.
e. Bau dan Warna
Masalah bau dan warna merupakan
bagian yang cukup penting karena menyangkut
penampakan minyak ikan. Perubahan bau dan
warna minyak ikan dapat diamati setelah
penambahan bentonit dalam proses pemucatan
(bleaching).
METODE ISOLASI ASAM LEMAK
OMEGA-3
Minyak ikan yang akan diisolasi untuk
mendapatkan asam lemak omega-3 adalah
minyak ikan yang telah melalui proses
pemisahan dan pemurnian seperti di atas.
Berikut ini akan diuraikan salah satu metode
isolasi asam lemak omega-3 yang biasa
digunakan, yaitu metode MEDINA et al.
(1995). Prosedur isolasinya dibagi atas 2 tahap,
yaitu:
15
Oseana, Volume XXVIII no. 3, 2003
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
konferenssi internasional di Amerika Serikat
merekomendasikan untuk mengkonsumsi satu
atau dua asam lemak omega-3 per hari atau
sekitar 10 - 20 gram minyak ikan per hari.
MANFAAT ASAM LEMAK OMEGA-3
Sejak tiga dekade yang lalu, secara ilmiah
telah diakui pentingnya minyak ikan dalam
nutrisi dan pencegahan berbagai macam
penyakit. Studi epidemiologi pada awal tahun
1970 "dipostulatkan" bahwa kurangnya
penderita penyakit jantung koroner di kalangan
orang Eskimo, kemungkinan berkaitan dengan
kebiasaan mengkonsumsi makanan khusus
berupa ikan yang kaya akan asam lemak tak
jenuh majemuk (Polyunsaturated fatty acids),
khususnya eicosapentaenoic acid (EPA ;
C20:5n-3) dan docosahexaenoic acid (DHA;
C22:6n-3). Beberapa informasi menyebutkan
bahwa makanan yang dikonsumsi sebaiknya
mengandung n-6 dan n-3 dengan rasio 1 : 1 ,
sedangkan diet orang-orang Eropa dan
Amerika saat ini perbandingannya mencapai
10:1 sampai 20 -25 : 1. Karena itu pada diet
orang-orang Eropa dan Amerika defisiensi akan
asam lemak n-3, dibandingkan dengan diet pada
orang-orang yang mengkonsumsi makanan
yang telah disempurnakan (bergizi lengkap dan
seimbang) (WANASUNDARA, 1993).
Sejak tahun 1972 asam lemak omega-3
telah diakui memiliki peranan penting bagi
kesehatan. EPA dapat memperbaiki sistem
sirkulasi dan dapat membantu pencegahan
penyempitan dan pengerasan pembuluh darah
(atherosclerosis) dan penggumpalan keping
darah (thrombosis). Akhir-akhir ini penelitian
terhadap sistem syaraf pusat menunjukkan
bahwa DHA penting bagi perkembangan
manusia sejak awal. Pada masa bayi, DHA
memiliki konsentrasi yang sangat tinggi dalam
otak dan jaringan retina. DHA terakumulasi
sejak janin sampai kehidupan bayi. Defisiensi
DHA dalam diet dapat meningkatkan
ketidaknormalan yang kemungkinan tidak
dapat dipulihkan (MEDINA et al, 1995).
Menurut PIGGOT et al. (dalam
SUSILAWATI, 1994), air susu ibu (ASI)
mengandung DHA dengan jumlah yang
tergantung pada pola makanan sang ibu. Oleh
karena itu, konsumsi asam lemak omega 3 dalam
bentuk minyak ikan alamiah atau konsentrat
asam lemak omega-3 sangat dianjurkan. Sebuah
DAFTAR PUSTAKA
MEDINA, A. R., A. G. GIMENEZ, F. G.
CAMACHO, J.A. S. PEREZ, E. M.
GRIMA, and A.C. Gomez. 1995. Concentration and Purification of
Stearidonic, Eicosapentaenoic, and
Docosahexaenoic Acids from Cod Liver
Oil and the Marine Microalga Isochrysis
galbana. J. of the American Oil Chem.
Soc. 72 (5): 575 -583
OPSTVEDT, j., N. URDAHL, and J.
PETTERSEN. 1990. Fish Oils - An Old
Fat Source with New Possibilities In
Edible Fats and Oils Processing (D.P.
Erickson, ed.). American Oil Chemists'
society Champaign. Illionis, 250 - 259
SOBSTAD, G. 1990. Marine oils: The Technology of Separation and Purification of
Marine Oils In : Edible Fats and Oils
Processing (D.P. Erickson, ed.). American Oil Chemists's Society Champaign.
Illionis, 37-42
SUDARMADJI, S., B. HARYONO, dan
SUHARDI. 1984. Prosedur Analisa
Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Edisi Ketiga. Liberty.
Yogyakarta, 138 hal.
SUSILAWATI. 1994. Isolasi Asam Lemak
Omega-3 dan Bantalan Mata Ikan Tuna.
Laporan Penelitian Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor, 106 hal.
WANASUNDARA, U.N. and F. SHAHIDI.
1998. Lipase-Assisted Concentration of
n-3 Polyunsaturated Fatty Acids in
Acylglycerols from Marine Oils. J. of
the American Oil Chem. Soc, 75 (8): 943
-951
16
Oseana, Volume XXVIII no. 3, 2003
Download