1 pengaruh alih baring terhadap kejadian dekubitus pada pasien

advertisement
PENGARUH ALIH BARING TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE
YANG MENGALAMI HEMIPARESIS DI RUANG YUDISTIRA
DI RSUD KOTA SEMARANG
Bukit Bujang*)
Faridah Aini, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB**)
Heni Purwaningsih, S.Kep.,Ns**)
*) Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo
**) Dosen STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRAK
Dampak dari hemiparesis adalah dekubitus, atau penekanan pada daerah yang bersentuhan dengan
permukaan tempat tidur. Dekubitus adalah salah satu bahaya terbesar pada tirah baring. Dalam sehari-hari
masyarakat menyebutnya sebagai akibat tidur. Untuk mencegah terjadinya dekubitus di lakukan tindakan
alih baring. Alih baring adalah pengaturan posisi yang diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek
pada kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh alih baring pada pasien stroke yang
mengalami hemiparesis di RSUD Kota Semarang.
Penelitian ini menggunakan rancangan Quasi Experimental Design dengan desain eksperimen
Posttest Control Group Design. Dengan teknik pengambilan sample dengan cara accidental sampling.
Sample di dapat 30 responden . sample dalam penelitian ini adalah pasien stroke yang menglami hemiparesis
di RSUD Kota Semarang. Pengumpulan data di lakukan dengan menggunakan lembar observasi. Uji
normalitas data pada penelitian menggunakan ini uji shapiro – Wilk.
Hasil penelitian ini menujukan bahwa pada pasien stroke yang mengalami hemiparesis pada
kelompok intervesi tidak ada yang mengalami dekubitus, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 8
pasien (53,3 %) yang mengalami dekubitus derajat 1 . Berdasarkan penelitian ini ada pengaruh alih baring
terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke yang mengalami hemiparesis di RSUD Kota Semarang p
value sebesar 0,011 <  (0,05).
Kesimpulan pada penelitian ini, semakin tidak dilakukan alih baring maka kejadian dekubitus
semakin tinggi, untuk mencegah terjadinya dekubitus perlu pengobatan dan perawatan yang intensif. Hal ini
bisa dilakukan dengan tindakan alih baring pada pasien stroke yang mengalami hemiparesis. Setiap 2 jam
selama 24 jam, agar tidak terjadi penekanan yang terlalu lama pada pasien stroke yang mengalami
hemiparesis.
Kepustakaan : 24 (2002-2013)
Kata Kunci : Alih baring, Dekubitus, Hemiparesis.
Pengaruh Alih Baring terhadap Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang Yudistira RSUD Semarang
1
ABSTRACT
The impact of hemiparesis is decubitus, or an emphasis on the contacted areas with the surface of the
bed. Decubitus is one of the greatest dangers on bed rest. Generally, it known as a result of sleep. To prevent
the incidence of decubitus, the lying-over on the bed is needed. It is the setting position to reduce pressure
and friction on the skin. This study aims to find the influence of lying-over on the bed in stroke patients with
hemiparesis at Semarang Public Hospital.
This study used quasi-experimental design with the experimental Posttest Control Group design. The
samples in this study were stroke patients with hemiparesis at Semarang Public Hospital as many as 30
respondents that sampled by using accidental sampling. The data was collected by using the observation
sheets. The data normality test in this study used Shapiro Wilk test.
The results of this study indicate that in the stroke patients with hemiparesis in the intervention
group there are no has decubitus, while in the control group there are 8 patients (53.3%) who have decubitus
on degree 1. Based on this study, there is an influence of lying-over on the bed toward the incidence of
decubitus in stroke patients with hemiparesis at Semarang Public Hospital with p value of 0.011 <  (0,05).
The results of this study indicate that most of respondents (46.7%) do not lying-over on the bed and
13.3% of them suffered from decubitus with first degree of decubitus. Based on this results, it is can be
concluded that there is an influence of lying-over on the bed toward the incidence of decubitus in the stroke
patients with hemiparesis at Semarang Public Hospital, with (p <α (0.05).
It is concluded that, the more lying-over do not implement, the higher the incidence of decubitus. To
prevent it, it need an intensive treatment and care by implementing the lying-over on the bed during treated
in hospital among the stroke patients with hemiparesis every two hours in 24 hours, in order to avoid
prolonged pressure in the stroke patients with hemiparesis.
Bibliographies : 24 (2002-2013)
Keywords
: Lying-over on the bed, Decubitus, Hemiparesis
PENDAHULUAN
Stroke adalah penyebab kematian urutan ke
tiga pada orang dewasa di Amerika Serikat.
Angka kematian akibat stroke baru atau rekuren
lebih dari 200.000 orang. Insiden stroke secara
nasional diperkirakan 750.000 per tahun, dengan
200.000 merupakan stroke rekuren. Walaupun
orang mungkin mengalami stroke pada usia
berapapun, dua pertiga stroke terjadi pada orang
berusia lebih dari 60 tahun. Berdasarkan data dari
seluruh dunia, statistiknya bahkan lebih
mencolok: penyakit jantung koroner dan stroke
adalah penyebab kematian tersering pertama dan
kedua dan menempati urutan ke lima dan ke enam
sebagai penyebab kecacatan (Price, 2006).
Stroke adalah penyebab utama kecacatan
pada orang dewasa. Empat juta orang Amerika
mengalami defisit neurologi akibat stroke ; dua
pertiga dari defisit ini bersifat sedang sampai
parah. Kemungkinan meninggal akibat stroke
inisial adalah 30% - 35%, dan kemungkinan
kecacatan mayor pada orang yang selamat adalah
35% - 40%. Sekitar sepertiga dari semua pasien
yang selamat dari stroke akan mengalami stroke
berikutnya dalam 5 tahun; 5% sampai 14% dari
mereka akan mengalami stroke ulangan dalam
tahun pertama (Yulianto, 2011).
2
Jumlah penderita stroke di Indonesia
berdasarkan sensus kependudukan dan demografi
Indonesia (SKDI) tahun 2010 sebanyak 3.600.000
setiap tahun dengan prevalensi 8,3 per 1.000
penduduk. Sedangkan kasus tertinggi stroke di
jawa tengah yaitu sebesar 3.986 kasus (17,91%).
Di Kota Semarang terdapat proporsi sebesar
3,18%. Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah
Kabupaten Sukoharjo yaitu 3.164 kasus (14,22%)
dan apabila dibandingkan dengan jumlah
keseluruhan di Kabupaten Sukoharjo adalah
sebesar 10,99%. Rata-rata kasus Stroke di Jawa
Tengah adalah 635,60 kasus (WHO, 2010).
Sedangkan di RSUD kota semarang prevalensi
stroke cukup tinggi dari data yang di dapatkan
dari RSUD kota Semarang angka kejadian stroke
pada tahun 2011 sejumlah 262 sedangkan pada
tahun 2012 sejumlah 291 penderita stroke.
Dampak dari stroke adalah dekubitus, atau
penekanan pada daerah yang bersentuhan dengan
permukaan tempat tidur. Dekubitus adalah salah
satu bahaya terbesar pada tirah baring. Dalam
sehari-hari masyarakat menyebutkan sebagai
akibat tidur.
Ulkus dekubitus bisa terjadi dengan cepat
di atas tonjolan tulang (misalnya tulang berositas
iskial, siku dan tumit) pada pasien imobilisasi,
khususnya bila terganggu juga gangguan sensoris
Pengaruh Alih Baring terhadap Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang Yudistira RSUD Semarang
pada area tersebut, dan bila telah terjadi
kehilangan berat badan.
Berdasarkan sebuah studi, insiden kejadian
dekubitus di study internasional (1,9-63.6%),
ASEAN lainnya (Japan, Korea, China) 2,1-18% di
Indonesia cukup tinggi yaitu 33,3 % (Suriadi,
2007). Menurut subandar (2008), hasil penelitian
di Amerika serikat menujukan bahwa pasien
stroke di rawat
di rumah sakit menderita
dekubitus 3-10%.dan 2,7% berpeluang terbentuk
dekubitus baru. Dari hasil penelitian hasil
penelitian diatas bahwa peningkatan dekubitus
terus terjadi hingga 7,7-26,9%. Lalu Mukti (2005)
menambah bahwa prevalensi terjadinya luka
dekubitus di Amerika Serikat cukup tinggi
sehingga mendapatkan perhatian dari kalangan
tenaga kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa
prevalensi luka dekubitus bervariasi, tetapi secara
umum dilaporkan bahwa 5-11% terjadi di tatanan
perawatan akut (acute care), 15-25% ditatanan
perawatan jangka panjang (long term care), dan
7-12% di tatanan perawatan rumah (home healt
care). Di RSUD kota semarang prevalensi
dekubitus tiap tahun terus meningkat pada tahun
2011 terdapat 9 pasien dekubitus dan pada tahun
2012 14 pasien dekubitus.
Pencegahan merupakan hal yang penting
pada pasien berisiko dengan cara memiringkan
badan secara teratur, menjaga kulit tetap bersih,
dekubitus disebabkan karena ada tekanan pada
kulit. Tak lama kemudian akan terlihat pada
tempat- tempat yang mendapatkan tekanan, warna
–warna kulit yang memutih. Jika penekanan ini
hanya berlangsung untuk waktu lama, maka akan
ada akibat –akibat yang merugikan bagi aliran
darah. Pada penekanan yang berlangsung waktu
lama, maka timbul masalah dalam peredaran zatzat makanan dan zat asam yang harus di salurkan
pada bagian –bagian kulit yang mengalami
penekanan, jaringan -jaringan yang tak mendapat
cukup makan dan zat –zat asam perlahan akan
mati, dari sinilah kemudian timbul luka–luka
dekubitus (Gisbreng, 2008).
Gaya gesek yaitu tekanan yang diberikan
pada kulit dengan arah paralel terhadap
permukaan tubuh. Gaya ini terjadi saat pasien
bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya di
atas tempat tidur dengan cara di dorong atau di
geser kebawah saat berada pada posisi fowler
yang tinggi, jika terdapat gaya gesek maka kulit
dan lapisan subkutan menempel pada permukaan
tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser
sesuai dengan arah gerakan tubuh. Tulang pasien
bergeser ke arah kulit dan memberi gaya pada
kulit. Kapiler jaringan yang berada di bawah
tertekan dan terbebani oleh gaya tersebut.
Akibatnya dari penekan pada kulit, tak lama
setelah itu akan terjadi pendarahan dan nekrosis
pada lapisan jaringan, selain itu terdapat aliran
darah kapiler akibat tekanan eksternal pada kulit.
Oleh sebab itu pasien harus diubah sesuai dengan
tingkat aktivitas,
kemampuan persepsi, dan
rutinitas sehari – hari dengan dilakukanya alih
baring setiap 2 jam dan 4 jam yang dapat
memberikan rasa nyaman pada pasien,
mempertahankan atau menjaga postur tubuh
dengan baik menghindari komplikasi yang
mungkin timbul akibat tirah baring seperti luka
tekan (dekubitus), maka dengan dilakukannya
tindakan alih baring tersebut akan mencegah
terjadinya dekubitus (Perry & Potter, 2005).
Luka dekubitus adalah nekrosis seluler yang
cenderung
terjadi
akibat
komprensi
berkepanjangan pada jaringan lunak antara
tonjolan tulang dan permukaan yang padat, paling
umum di sebabkan karena imobilisasi. Faktor
ekstrinsik
yang
mengeluarkan
kekuatan
mekanisme yang pada jaringan lunak akibat
tekanan, gesekan, friksi dan meserasi.
Faktor instrinsik yang menentukan kerentan
kerusakan jaringan mencakup malnutrisi, anemia,
kehilangan sensasi, kerusakan mobilitas, usia
lanjut, penurunan status mental, inkontenensia,
dan infeksi. Faktor ektrinsik dan intrinsik
berinteraksi untuk membentuk iskemia dan
nekrosis jaringan lunak pada individu yang rentan.
80% luka dekubitus yang sembuh terjadi lagi,
banyak diantaranya karena ketidakberasilan
mempertahankan regimen pencegahan ulkus
(Perry & Potter 2005).
Beberapa Penanganan yang dilakukan
perawat untuk mencegah terjadinya dekubitus,
seperti memberikan kasur anti dekubitus, bantal
kecil sebagai penyangga, akan tetapi penangan
tidak terlepas dari tindakan keperawatan yang
dapat dilakukan pada pasien stroke untuk
mencegah terjadi dekubitus adalah manajeman
alih baring. Perubahan posisi setiap 2 jam dan
periode diperpanjang setiap 4 jam pada malam
hari, sehingga pasien dapat tidur malam tampa
terganggu. Tidur dapat mendukung proses
anabolik penyembuhan, sehingga penyembuhan
luka dapat difasilitasi (Marison, 2004).
Alih baring diartikan sebagai tinggal di
tempat tidur untuk jangka waktu yang lama dan
di haruskan untuk beristirahat. Pada pasien stroke
dengan gangguan mobilisasi, pasien hanya
berbaring saja tanpa mampu untuk mengubah
posisi karena keterbatasan tersebut. Tindakan
pencegahan dekubitus harus dilakukan sedini
mungkin dan terus menerus, sebab pada pasien
stroke dengan gangguan mobilisasi yang
mengalami alih baring di tempat tidur dalam
Pengaruh Alih Baring terhadap Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang Yudistira RSUD Semarang
3
waktu yang cukup lama tanpa mampu untuk
merubah posisi akan berisiko tinggi terjadinya
dekubitus. Gangguan mobilitas adalah faktor yang
paling signifikan untuk perkembangan luka tekan
atau dekubitus (Gisbreng, 2008).
Alih baring dapat mencegah dekubitus pada
daerah tulang yang menonjol yang bertujuan
untuk mengurangi penekanan akibat tertahannya
pasien pada satu posisi tidur tertentu yang dapat
menyebabkan lecet. Alih baring ini adalah
pengaturan posisi yang diberikan untuk
mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit,
menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 300
derajat atau kurang akan menurunkan peluang
terjadi dekubitus akibat gaya gesek, alih posisi/
atau alih baring/ tidur selang seling (Perry &
Potter, 2005).
Penelitian yang dilakukan Sari, (2007),
terjadinya dekubitus pada posisi tubuh lateral
dengan sudut maximum 300 juga akan mencegah
kulit dari pergesekan (friction) dan perobekan
jaringan (shear). Pergesekan akan mengakibatkan
abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit,
sedangkan
perobekan
jaringan
bisa
mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta
kerusakan pada jaringan bagian dalam, seperti
otot.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh
peneliti pada tanggal 6 April 2013 di RSUD Kota
Semarang di Ruang Penyakit Dalam (Yudistira),
hasil wawancara yang dilakukan dengan perawat
dan kepala ruangan didapatkan
prevalensi
kejadian stroke pada tahun 2011 sebanyak 262
dan pada tahun 2012 sebanyak 291 pasien stroke.
Sedangkan angka kejadian dekubitus pada tahun
2011 sebanyak 9 pasien dan pada tahun 2012
sebanyak 14 pasien dekubitus. Dari pengalaman
peneliti pada saat melakukan praktik klinik
intervensi alih baring dalam pencegahan
dekubitus, perawat hanya memberikan motivasi
kepada keluarga pasien untuk merubah posisi
tidur tetapi tidak ada pengawasan ketat tentang
teknik alih baring yang tepat pada pasien stroke
yang mengalami hemiparesis. Dari fenomena
tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Alih Baring
terhadap Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke
yang Mengalami Hemiparesis di Ruang Penyakit
Dalam Yudistira RSUD Kota Semarang”.
KERANGKA KERJA PENELITIAN
Kerangka Teori
Hemiparesis:
1. Trombus dalam
pembuluh darah otak
2. Arterosklerosis
3. Trombus cerebral
4. Disfungsi nervus
XI(asesoris)
Stroke
Dekubitus
Penangan dekubitus
1. Pemberian kasur anti dekubitus
2. Bantal penyangga
3. Alih baring
Keterangan
……………
________
Faktor –faktor yang
mempengaruhi dekubitus :
a. Tekanan di atas tulang
menonjol
1. Mobilitas dan aktivitas
2. penurunan persepsi
sensori
b. Toleransi jaringan
1. Faktor ekstrinsik
a) Kebersihan tempat
tidur
b) Pergesekan
c) Perubahan posisi
yang kurang
2. Faktor intrinsik
a) Nutrisi
b) Usia
c) Tekanan
:
: yang diteliti
: yang tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi dari Adib (2009), Ginsbreg (2008), Wardhana (2011), Perry dan Potter (2005)
4
Pengaruh Alih Baring terhadap Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang Yudistira RSUD Semarang
Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
kejadian dekubitus
pada pasien stroke
yang mengalami
hemiparesis
alih baring
Gambar 2. Kerangka Konsep
Hipotesis Penelitian
mengalami
Semarang.
hemiparesis di RSUD
Kota
Ada
pengaruh alih baring terhadap
kejadian dekubitus pada pasien stroke yang
Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional
Variabel
Variabel
independen
Alih baring
Variabel
dependen
dekubitus pada
pasien stroke
yang mengalami
hemiparesis
Definisi
perubahan posisi dari
telentang kemiring,
dari miring
ketelentang,
memiringkan pasien
kearah bantal yang
disiapkan yang
dilakukan pada pasien
stroke yang mengalami
hemiparesis untuk
mencegah kejadian
dekubitus yang
dilakukan setiap 2 jam
selama 6 hari di RSUD
Kota Semarang.
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
-
-
-
Keadaan kerusakan
struktur anatomis dan
fungsi kulit normal
akibat dari tekanan
pada suatu area secara
terus menerus sehingga
mengakibatkan
gangguan sirkulasi
darah setempat pada
pasien stroke yang
mengalami
hemiparesis.
Lembar
observasi
Dekubitus:
1. Dekubitus derajat I
Peradangan masih terbatas pada
epidermis, kulit yang kemerahan.
2. Dekubitus derajat II jika terjadi
perlukaan yang dangkal
3. Dekubitus derajat III jika luka sudah
dalam, sampai pada bungkus otot dan
sudah ada infeksi.
4. Dekubitus derajat IV dengan perluasan
luka sampai pada dasar tulang desertai
jaringan nekrotik.
Ordinal
Tidak dekubitus:
Apabila tidak ada tanda klinis berupa:
1. Eritema
2. pucat
3. Lesi ulkus
4. Ulkus superficial
5. Abrasi
6. Lecet
Pengaruh Alih Baring terhadap Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang Yudistira RSUD Semarang
5
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Hasil Ukur
Adanya lubang yang dangkal
Jaringan nekrotik
Terdapat ulkus
Terdapat lubang yang dalam dengan atau
tanpa merusak jaringan sekitarnya.
11. Nekrosis jaringan
12. Kerusakan otot, tulang, atau tendon
Skala
7.
8.
9.
10.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kuantitatif dengan desain penelitian yaitu quasi
eksperimental. Kelompok subyek yang di
observasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian
diobservasi
kembali
segera
dilaksanakan
intervensi (Nursalam, 2003) dengan menggunakan
rancangan post test dengan pendekatan control
group design.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
stroke yang mengalami hemiparesis di RSUD
Kota Semarang yang berjumlah 91 dari bulan
Maret sampai bulan Mei 2013.
ketentuan keyakinan yang dipakai adalah 95 %
dan nilai kemaknaan α =0,05. Berdasarkan uji
normalitas dengan uji saphiro wilk diperoleh pvalue untuk kelompok intervensi 0,000 dan
kontrol 0,002, terlihat bahwa kedua nilai tersebut
lebih kecil dari α (0,05), sehingga kedua
kelompok data tersebut tidak berdistribusi normal.
HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
Analisis
univariat
dalam
penelitian
digunakan untuk memberikan gambaran kejadian
dekubitus pasien stroke yang mengalami
hemiparesis pada kelompok intervensi dan kontrol
di RSUD Kota Semarang.
Sampel
Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang
Mengalami
Hemiparesis
pada
Kelompok
Intervensi
Sampel dalam penelitian ini adalah jumlah
sampel untuk kelompok kontrol maupun
kelompok intervensi masing-masing adalah
sejumlah 15 responden, sehingga total seluruh
sampel adalah sejumlah 30 orang.
Tabel 2. Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan
Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke
yang Mengalami Hemiparesis pada
Kelompok Intervensi di RSUD Kota
Semarang, 2013
Analisis Data
Kejadian Dekubitus
f
Analisis Univariat
Tidak Dekubitus
Dekubitus Derajat 1
Dekubitus Derajat 2
Dekubitus Derajat 3
Dekubitus Derajat 4
Jumlah
15
0
0
0
0
15
Adapun variabel yang dianalisis adalah
pengaru alih baring terhadap kejadian dekubitus
pada pasien stroke yang mengalami hemiparesis
yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi kejadian dekubitus.
Analisa bivariat
Uji yang digunakan untuk menguji
normalitas data yaitu menggunakan uji shapiro –
Wilk untuk jumlah sampel kecil (≤50) dan uji
kolmogorow –swirnov untuk jumlah sampel besar
(≥50), bila hasil uji signifikan p value >0,05 maka
distribusi data normal dan jika p value < 0,05
maka distribusi data tidak normal dengan
6
Persentase
(%)
100,0
0,0
0,0
0,0
0,0
100
Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa
pasien stroke yang mengalami hemiparesis pada
kelompok intervensi setelah diberikan perlakuan
alih baring di RSUD kota Semarang semuanya
tidak mengalami kejadian dekubitus, yaitu
sejumlah 15 orang (100,0%).
Pengaruh Alih Baring terhadap Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang Yudistira RSUD Semarang
Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang
Mengalami Hemiparesis pada Kelompok
kontrol
Tabel 3. Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan
Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke
yang Mengalami Hemiparesis pada
Kelompok Kontrol
Kejadian Dekubitus
f
Persentase (%)
Tidak Dekubitus
Dekubitus Derajat 1
Dekubitus Derajat 2
Dekubitus Derajat 3
Dekubitus Derajat 4
Jumlah
7
8
0
0
0
15
46,7
53,3
0,0
0,0
0,0
100
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa
pasien stroke yang mengalami hemiparesis pada
kelompok kontrol di RSUD kota Semarang, lebih
banyak yang mengalami kejadian dekubitus
derajat I, yaitu sejumlah 8 orang (53,3%),
sedangkan yang tidak mengalami dekubitus
sejumlah 7 orang orang (46,7%).
Analisis Bivariat
Tabel 4. Pengaruh Alih Baring terhadap Kejadian
Dekubitus Pada Pasien Stroke yang
Mengalami hemiparesis.
Variabel
Kelompok
Kejadian
Dekubitus
Intervensi
Kontrol
Mean
Z
Rank
15 11,5 -3,247
15 19,5
N
p-value
0,011
Berdasarkan uji Mann Whitney pada tabel 4
diperoleh nilai Z hitung sebesar -3,247 dengan pvalue 0,011. Oleh karena p-value 0,011 < 
(0,05), maka Ho ditolak. Hal ini disimpulkan
bahwa ada perbedaan yang signifikan kejadian
dekubitus antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol pada pasien stroke yang
mengalami hemiparesis di RSUD Kota Semarang.
Hal ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh
yang signifikan alih baring terhadap kejadian
dekubitus pada pasien stroke yang mengalami
hemiparesis di RSUD Kota Semarang.
Analisa Univariat
Mengetahui kejadian dekubitus pada kelompok
intervensi pasien stroke yang mengalami
hemiparesis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan terhadap 30 responden pasien stroke
yang mengalami hemiparesis. Hasil penelitian
menujukan pasien stroke yang mengalami
hemiparesis yang tidak dilakukan alih baring
mempunyai prosentasi sebesar 53,3% dan tidak
ada pasien stroke yang mengalami hemiparesis
yang dilakukan alih baring.
Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa
pasien stroke yang mengalami hemiparesis pada
kelompok intervensi setelah diberikan perlakuan
alih baring di RSUD kota Semarang semuanya
tidak mengalami kejadian dekubitus yaitu
sejumlah 15 orang (100,0%).
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian
kulit sampai jaringan di bawahnya
bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat
adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus sehingga mengakibatkan gangguan
sirkulasi darah setempat. Area yang cepat dan
sering terjadi dekubitus adalah di atas tonjolan
tulang dan tidak di lindungi cukup dengan lemak
subkutan, misalnya daerah tonjolan tulang di
bokong, sisi kanan kiri tonjolan pangkal paha,
tumit dan siku.
Walaupun semua bagian tubuh mengalami
dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang
terutama beresiko terjadi dekubitus adalah tempat
diatas tonjolan tulang dan tidak di lindungi oleh
cukup lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum
daerah trokanter mayor dan tuberositas superior
anterior, daerah tumit dan siku (Ginsberg, 2008).
Mengetahui kejadian dekubitus pada kelompok
kontrol pasien stroke yang mengalami
hemiparesis
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa
pasien stroke yang mengalami hemiparesis pada
kelompok kontrol di RSUD kota Semarang, lebih
banyak yang mengalami kejadian dekubitus,
yaitu sejumlah 8 orang (53,3%), sedangkan yang
tidak mengalami dekubitus sejumlah 7 orang
(46,7%).
Dari hasil yang bervariasi tersebut
dipengaruhi oleh perhatian perawat. Bagi mereka
yang tidak melaksanakan tindakan alih baring
mengganggap bahwa melakukan alih baring dapat
mengganggu ketenangan dan istirahat pasien
sehingga
memungkinkan
mereka
untuk
mengabaikan untuk melakukan tindakan alih
baring. Darmojo (2004) mengemukan bahwa
keberatan alih baring ini adalah ketergantungan
pada tenaga perawat yang kadang –kadang sudah
sangat kurang dan dapat mengganggu istirahat
pasien bahkan menyakitkan.
Hemiparesis menyebabkan pasien stroke
tidak mampu untuk melakukan pergerakan.
Karena keterbatasan gerak ini maka untuk
Pengaruh Alih Baring terhadap Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang Yudistira RSUD Semarang
7
memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri
memerlukan bantuan orang lain. Menurut Potter
& Perry (2005) pasien yang mengalami perubahan
persepsi sensori terhadap nyeri dan tekanan
beresiko tinggi mengalami gangguan integritas
kulit dari pada pasien yang sensasinya normal.
Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan
terhambatnya input sensori. Pasien yang
mempunyai persepsi sensori yang utuh terhadap
nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah
satu bagian tubuhnya merasakan tekanan atau
nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika pasien
sadar dan berorentasi, mereka dapat mengubah
posisi atau meminta bantuan untuk mengubah
posisi.
Hasil penelitian sesuai dengan penelitian
yang menujukan ada pengarruh posisi lateral
inklin 30 derajat terhadap kejadian dekubitus pada
pasien stroke di bangsal Anggrek 1 Rumah Sakit
Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta.
Kejadian Dekubitus
Dari hasil penelitian yang diproleh
berdasarkan
distribusi
frekuensi
kejadian
dekubitus pada kelompok kontrol dan intervensi .
Dapat diketahui bahwa pasien stroke yang
mengalami hemiparesi pada kelompok intervensi
setelah dilakukan alih baring semua responden
tidak menglami kejadian dekubitus yaitu
sejumlah 15 orang (100,0%), sedangkan kejadian
dekubitus pada kelompok kontrol, lebih banyak
yang mengalami kejadian dekubitus derajat I,
yaitu sejumlah 8 orang (53,3%) sedangkan yang
tidak menglami dekubitus sejumlah 7 orang
(46,7%).
Hal ini dinyatakan dalam sebuah
peryataan yang diajukan peneliti dalam lembar
observasi tentang tanda klinis dari dekubitus
derajat I sampai dengan dekubitus derajat IV.
Antara lain : Eritema, tidak pucat, lesi ulkus,
Ulkus superficial, Abrasi, Lecet, Adanya lubang
yang dangkal, Jaringan nekrotik, Terdapat ulkus,
Terdapat lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya, Nekrosis jaringan,
Kerusakan otot, tulang, atau tendon. Jatnika
(2008) imobilitas dikatakan sebagai faktor resiko
utama pada munculnya dekubitus dan kondisi ini
dapat meningkatakan waktu penekaan. Penelitian
yang dilakukam Suriadi (2003). Di rumah sakit
pontianak
menujukan
bahwa
imobilitas
merupakan faktor yang signifikan untuk
perkembagan dekubitus.
Menurut Peneliti dalam kondisi imobilisasi
menyebabkan pasien berbaring secara terus
menerus karena kehilangan gerak secara total
dalam posisi tertentu sepanjang hari misalnya
posisi telentang, bagian belakang tubuh akan
8
menerima tekanan. Sehingga pasien tersebut
bagian tubuhnya bertumpu pada tempat tidur dan
akibat dari penekan tersebut aliran darh pada
bagiab tubuh akan menjadi terhambat, efeknya
akan muncul kemerahan dan jika tekanan tidak
dihilangkan akan menimbulkan kematian
jarinagan.
Menurut Perry & Potter (2005) bahwa setelah
periode iskemi kulit akan mengalami perubahan
hiperemia. Hiperemia reaktif (kemerahan) ini
merupakan respons tubuh normal terhadap
kekurangan aliran darah pada jaringan
dibawahnya. Efek dari iskemi akan terjadi
kerusakan endotil, penumpukan trombosit dan
edema, semua ini menyebabkan nekrosis jaringan
akibat lebih terganggunya aliran darah kapiler.
Walaupun semua bagian tubuh mengalami
dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang
terutama beresiko terjadi dekubitus adalah tempat
diatas tonjolan tulang dan tidak di lindungi oleh
cukup lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum
daerah trokanter mayor dan tuberositas superior
anterior, daerah tumit dan siku. Usia lanjut
mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus
karena perubahan kulit berkaitan dengan
bertambahnya usia antara lain :berkurangnya
jaringan lemak subkutan, berkurangnya jaringan
kolagen dan elastik, menurunya efisiensi kolateral
kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi tipis dan
rapuh. Kecendrungan penderita lanjut usia kerap
kali terpancang pada tempat tidurnya atau
imobilisasi lebih memperbesar potensi untuk
terjadi dekubitus.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya dekubitus menurut Perry dan Potter
(2005) antara lain:
Faktor intrinsik :Selama penuaan, regenerasi
sel pada kulit terjadinya lebih lambat sehingga
kulit akan tipis. Kandungan kolagen pada kulit
yang berubah menyebabkan elastisitas kulit
berkurang sehingga rentan mengalami deformasi
dan kerusakan.
Kemampuan sistem kardiovaskuler yang
menurun dan sistem yang kurang kompeten
menyebabkan penurunan perfusi kulit secara
progresif. Status gizi, underweight
atau
kebalikanya
overweight,
Anemia
Hipoalbuminnemia yang mepermudah terjadinya
dekubitus dan memperjelek penyembuhan
dekubitus, sebaliknya bila ada dekubitus akan
menyebabkan kadar albumin darah menurun.
Penyakit – penyakit neurologik, penyakit –
penyakit yang merusak pembuluh darah, juga
mempermudah dan memperjelek dekubitus.
Keadaan hidrasi /cairan tubuh perlu di nilai
dengan cermat.
Pengaruh Alih Baring terhadap Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang Yudistira RSUD Semarang
Faktor ekstrinsik:Kebersihan tempat tidur,
alat –alat kusut dan kotor, atau peralatan medik
yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu
sikap tertentu juga memudahkan terjadi
dekubitus.Duduk yang buruk, Posisi yang tidak
tepat, Perubahan posisi yang kurang.
Selain beberapa faktor tersebut, ada beberapa
faktor
mekanik
tambahan
yang
dapat
memudahkan terjadinya dekubitus menurut Potter
dan Perry (2005); Faktor terengangnya kulit
misalnya gerakan meluncur ke bawah pada
penderita
dengan posisi dengan setengah
berbaring. Faktor terengangnya kulit akibat daya
luncur antara tubuh dengan alas tempatnya
berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia
jaringan setempat.
Keadaan ini terjadi bila
penderita
immobilisasi, tidak di baringkan terlentang
mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk. Ada
kencendrungan dari tubuh untuk meluncur ke
bawah, apalagi keadaan basah, sering kali hal ini
di cegah dengan memberikan penhalang, misalnya
bantal kecil /balok kayu pada kedua telapak kaki.
Upaya ini hanya akan mencegah pergerakan dari
kulit, yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi
rangka tulang tetap cendrung maju kedepan.
Akibatnya terjadi garis – garis penekanan
/perengangan pada jaringan subkutan yang seakan
–akan tergunting pada tempat - tempat tertentu,
dan akan terjadi penutupan arteriole dan arteri –
arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan sampai
robek. Tenaga menggunting ini di sebut shering
forces.
Sebagai tambahan dari shering forces ini,
pergerakan dari tubuh diatas alas tempatnya
berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan
alas akan menyebabakan terjadinya lipatan –
lipatan kulit(skil folding). Terutama terjadi pada
penderita yang kurus dengan kulit yang kendur.
Lipat –liptan kulit yang terjadi ini dapat menarik
/mengacaukan (distrosi) dan menutup pembuluh –
pembuluh darah.
Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung
dari faktor – fakor diatas masih di perhatikan
terjadinya
kerusakan endotil, penumpukan
trombosit dan edema. Semua ini dapat
menyebabkan nekrosis jaringan akibat lebih
terganggunya aliran darah kapiler. Kerusakan
endotil juga menyebabkan pembuluh darah mudah
rusak bila terkena trauma.
Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan
yang sangat kurus dengan alas tempat tidur,
sehingga seakan akan kulit tertinggal dari area
tubuh lainya.
Pengaruh Alih Baring Terhadap Kejadian
Dekubitus Pada Pasien Stroke Yang Mengalami
Hemiparesis Di RSUD Kota Semarang
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada pengaruh yang signifikan alih baring
terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke
yang mengalami hemiparesis di RSUD Kota
Semarang. Pengaruh ini terlihat dimana setelah
diberikan alih baring pada kelompok intervensi
semuanya (100,0%) tidak mengalami dekubitus,
sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak
diberikan alih baring terdapat 8 pasien yang
mengalami dekubitus.
Terjadinya dekubitus akibat dari tertekannya
daerah tertentu yang menjadi tumpuan beban
tubuh dalam waktu yang relative lama (lebih dari
2 jam) penekanan daerah tersebut menyebabkan
gangguan sirkulasi cairan tubuh dan oksigen
kejaringan sehingga daerah tersebut akan
menunjukan tanda kemerahan.
Alih baring memepengaruhi
terjadinya
dekubitus pada pasien stroke yang mengalami
hemiparesis. Pasien yang dilakukan alih baring
setiap 2 jam mempunyai tingkat kejadian
dekubitus sangat rendah.
Alih baring merupakan perubahan posisi
diatas tempat tidur akibat ketidakmampuan pasien
untuk merubah posisi tidurnya sendiri. Perubahan
posisi tidur ini dilakukan untuk merubah adanya
tekanan tubuh pada daerah – daerah tertentu
sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan beban
tubuh pada suatu titik yang dapat menyebabkan
terganggunya sirkulasi aliran darah pada daerah
yang tertekan tersebut ( Perry & Potter 2005).
Alih baring dapat mencegah dekubitus pada
daerah tulang yang menonjol yang bertujuan
untuk mengurangi penekanan akibat tertahannya
pasien pada satu posisi tidur tertentu yang dapat
menyebabkan lesi/lecet.
Alih baring ini adalah pengaturan posisi yang
diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya
gesek pada kulit. Dengan menjaga bagian kepala
tempat tidur setinggi 300 derajat atau kurang akan
menurunkan peluang terjadi dekubitus akibat gaya
gesek, alih posisi/ atau alih baring/ tidur selang
seling dilakukan setiap 2 jam dan 4 sekali (Perry
& Potter, 2005).
Keterbatasan
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini
tentunya memiliki keterbatasan yaitu peneliti
tidak dapat melakukan pengawasan secara intensif
terhadap faktor yang menyebabkan terjadinya
dekubitus, seperti adanya kelembaban yang dapat
menyebabkan terjadinya dekubitus.
Pengaruh Alih Baring terhadap Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang Yudistira RSUD Semarang
9
PENUTUP
Kesimpulan
Kejadian dekubitus pada kelompok intervensi
tidak ada pasien stroke yang mengalami
hemiparesis.
Kejadian dekubitus pada kelompok
kontrol pasien stroke yang mengalami
hemiparesis sejumlah 8
orang dengan
dekubitus derajat 1 (53,3 %).
Ada pengaruh alih baring terhadap kejadian
pada pasien stroke yang mengalami hemiparesis
yang ditunjukan dengan nilai p value 0,011 < α
(0,05).
Saran
Tindakan alih baring ini dapat di jadikan
sebagai pencegahan kejadian dekubitus pada
pasien stroke yang menglami hemiparesis.
Diharapkan perhatian dari perawat mengenai
tugasnya untuk melakukan tindakan alih baring
kepada
pasien stroke
yang mengalami
hemiparesis.
Mengingat masih adanya keterbatasan dari
penelitian yang telah dilakukan, maka diharapkan
penelitian lebih lanjut dapat melakukan
pengawasan yang lebih intensif terhadap faktor
yang menyebabkan terjadinya dekubitus.
Dan bagi rumah sakit, diharapakan penelitian
ini bisa dijadikan sebagai bahan masukan dalam
pembuatan program kerja yang merupakan bentuk
intervensi dari kesehatan pasien khususnya pada
pasien stroke yang mengalami hemiparesis.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. ( 2006). Prosedur penelitian suatu
pendekatan praktik. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Adib, M. (2009). Cara mudah memahami dan
menghindari hipertensi, jantung dan stroke.
Edisi ke-2. Yogyakarta : Dianloka Printika
Darmojo, B .(2004). Geriantri : ilmu kesehatan
usia lanjut. FKUI : Jakarta
Dahlan, M.S (2012). Statistik untuk kedokteran
dan kesehatan : Deskriftif,Bivariat dan
Multivariat,
Dilengkapi
dengan
menggunakan SPPS (edisi 5). Jakarta :
EGC
Dinkes Provinsi Jawa Tengah. (2010). Profil
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang.
10
Jatnika. (2008). Asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan mobilisasi . Diakses :27
juli 2013. Dari http:// designerlistic. Net/.
Ginsbreng, Lionel. (2008).
Lecture Notes
Neurologi,jakarta: penerbit Erlangga.
Mardiyaningsih. (2004). Laboratory basic skills
nursing : second edition. Institute of health
science Ngudi waloyo : Ungaran.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi penelitian
kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodelogi penelitian
kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta.
Nursalam. ( 2008). Konsep dan penerapan
metedologi penelitian keperawatan. Jakarta
: Salemba medika.
Nursalam. (2012). Konsep dan penerapan
metodelogi penelitian keperawatan. Jakarta
:selemba medika.
Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : Konsep, Proses &.
Praktek. Edisi 4. Vol 1. Jakarta : EGC
Perry, Peterson & Potter (2005). Buku Saku
keterampilan dan Prosedur Dasar. EGC:
Jakarta
Price & Wilson. (2005). Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Buku 2, Cetakan 2. Jakarta : EGC
Price, S.A. (2006). patofisiologi,konsep klinis
penyakit –penyakit, Jakarta, EGC.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar keperawtan
Medical bedah Brunner & Suddarth.Ed 8
vol 3,jakarta,EGC.
Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian.
Bandung : CV Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Statistik untuk penelitian.
Bandung :CV Alfabeta
Subandar. (2004). Ulkus dekubitus. Diakses :30
april 2013 Dari : Http:// oncrotte.
Blong.friendster.com/category/science/.
Yulianto. A. (2011). Mengapa stroke menyerang
usia muda, Jogjakarta: PT.buku kita.
WHO. (2010). Diagnosis stroke 2012, Retrived,
April
13,
2013,
From
:
http://www.who.int/Stroke/publications/dia
gnosis_stroke2010/en/index.htm
Wisnu,Wardhna. (2011). Strategi mengatasi &
bangkit dari stroke Yogyakarta : penerbit
pustaka pelajar.
Pengaruh Alih Baring terhadap Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang Yudistira RSUD Semarang
Download