149 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil

advertisement
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedua
keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak
peristiwa kekerasan seksual hingga kondisi terakhir peneliti mengambil data di
lapangan. Terdapat perbedaan pada peristiwa kekerasan seksual yang terjadi
pada anak serta sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing keluarga,
sehingga dinamika proses mencapai resiliensi pada masing-masing keluarga
memiliki faktor risiko dan protektifnya yang berbeda pula. Selain itu, proses
resiliensi keluarga dari anak korban kekerasan seksual yang menempuh proses
hukum akan lebih cepat terbangun apabila didukung faktor protektif ekternal
dibanding dengan internal.
Apabila diltinjau dari hasil pembahasan sebelumnya, dinamika proses
resiliensi pada keluarga dari anak korban kekerasan seksual terdiri atas
beberapa tahap yakni:
1. Keluarga mengetahui peristiwa kekerasan seksual pada anak
a. Respon dan tindakan yang diambil oleh keluarga
Setiap keluarga memiliki respon dan tindakan yang berbeda ketika
berhadapan
dengan
kejadian
anak
yang
menjadi
korban
kekerasan seksual. Hal ini sangat bergantung pada kondisi
keluarga seperti faktor pendidikan, status ekonomi, karakter
kepribadian, budaya di masyarakat, dan sebagainya.
b. Menempuh proses hukum
149
150
Keluarga pada penelitian ini memilih untuk menempuh proses
hukum sebagai bagian dari solusi atas kejadian kekerasan
seksual yang dialami oleh anak.
2. Faktor-faktor risiko yang dapat memperburuk kondisi keluarga dan
dampak negatif yang muncul. Faktor-faktor risiko antara lain sebagai
berikut: status sosial (single parent atau keluarga utuh), kondisi
finansial, kondisi anak belum diterapi, karakteristik kepribadian,
potensi kecerdasan anak dibawah rata-rata.
Sedangkan dampak-dampak negatif yang muncul adalah: kondisi
fisik, mental, dan perilaku anak, kondisi mental anggota keluarga,
muncul reaksi-reaksi psikologis, dan membatasi diri dari lingkungan.
3. Proses adaptasi (melibatkan serangkaian dukungan faktor-faktor
protektif untuk meminimalisir faktor risiko yang ada). Faktor-faktor
protektif yang menjadi temuan dalam penelitian ini antara lain:
a. Faktor protektif internal
Merupakan faktor-faktor pendukung dari dalam diri individu pada
masing-masing anggota keluarga. Faktor-faktor tersebut antara
lain:
strategi
spiritualitas,
koping,
komunikasi,
karakteristik
empati,
kepribadian,
ritual
ibadah,
tanggung
jawab,
manajemen waktu, dan self efficacy
b. Faktor protektif eksternal
Merupakan faktor-faktor pendukung yang berasal dari luar diri
masing-masing anggota keluarga. Faktor-faktor tersebut antara
lain: dukungan sosial dari instansi terkait, dukungan sosial dari
keluarga besar dan kerabat, dukungan sosial dari lingkungan
151
tempat tinggal, kebersamaan dan kedekatan dalam keluarga,
ritual ibadah dalam keluarga, pendidikan, kondisi ekonomi yang
mendukung, adanya aturan yang jelas dan dipatuhi bersama
dalam keluarga, adanya peran yang jelas dalam keluarga,
dan
pendekatan budaya.
4. Reframing; membingkai kembali makna atas peristiwa kekerasan
seksual, terdiri atas penerimaan diri atas kejadian kekerasan seksual
pada anak, mampu membangun harapan-harapan baru dalam
keluarga, dan mampu mengambil hikmah atas kejadian.
5. Hasil positif sebagai wujud kondisi keluarga yang resilien, terdiri atas:
kesadaran anggota keluarga untuk menjaga diri dan saling menjaga,
komunikasi
sesama
anggota
keluarga
menjadi
lebih
positif,
membaiknya kondisi psikis, perubahan perilaku pada anak ke arah
positif, dan ketenangan dalam keluarga.
B. Saran
Beberapa hal yang menjadi perhatian khusus atas temuan penelitian ini
sehingga dapat dijadikan saran antara lain sebagai berikut:
a. Hati-hati ketika membawa keluarga korban anak kekerasan seksual
ke ranah hukum, pihak-pihak terkait hendaknya memahami betul agar
protective effort tidak berubah menjadi risk factors.
b. Bahwa setiap keluarga memiliki pola dinamika resiliensi yang
berbeda, oleh karena itu penanganan atas kasus-kasus kekerasan
seksual (ke dalam ranah hukum) tidak dapat disamakan.
152
c.
Perlunya dilakukan asesmen sebelum memasuki ranah hukum. Hal
yang harus diperhatikan adalah kesediaan (willingness) dan kesiapan
(readiness) keluarga serta korban selama menempuh proses hukum
nantinya.
Beberapa saran yang dapat peneliti berikan kepada pihak-pihak terkait
atas penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kepada keluarga dari anak korban kekerasan seksual
Resiliesi keluarga yang terbangun hendaknya dapat dipertahankan dan
ditingkatkan. Hal ini karena anak yang menjadi korban kekerasan seksual
membutuhkan pendampingan dan terapi jangka panjang dari lingkungan
sekitar, tidak hanya setelah kejadian kekerasan seksual yang menimpanya.
Pengasuhan positif dan perhatian dari seluruh anggota keluarga akan
membantu proses pemulihan mental anak sehingga trauma jangka panjang
pada anak dapat diminimalisir.
2. Kepada profesional kesehatan jiwa
Melihat besarnya kebutuhan akan pendampingan psikologis bagi keluarga
dengan anak korban kekerasan seksual ini, hendaknya profesional
kesehatan jiwa (konselor, psikolog, pskiater, dsb) dapat semakin terpanggil
jiwanya. Memperbanyak program-program preventif hingga intervensi yang
konkrit dan tersistematisasi tentunya akan membantu mengurangi angka
kejadian kekerasan seksual pada anak di Indonesia.
3. Kepada instansi terkait yang memiliki perhatian khusus terhadap kasus
kekerasan seksual pada anak serta pemerintah daerah, beberapa masukan
yang dapat peneliti berikan antara lain:
153
a. Penanganan korban kekerasan seksual masih terbentur oleh beberapa
faktor yang menghambat. Dalam proses hukum, aparat hukum terkadang
kesulitan menemukan bukti adanya kekerasan karena keluarga terlambat
melapor, sehingga bukti kekerasan sudah hilang. Proses penyidikan atau
pengambilan kesaksian korban hendaknya lebih memperhatikan kondisi
psikologis korban. Proses hukum juga hendaknya sejalan dengan
pendampingan psikologis agar tidak memperparah dampak psikologis
korban. Selain itu, proses pencatatan perkara dari hasil pemeriksaan dan
penyidikan hendaknya dikonsep dengan lebih konkrit sehingga jelas
menggambarkan kasus dan kondisi korban yang sebenarnya.
b. Mengoptimalkan peran dari tim-tim khusus yang telah dibentuk dalam
penanganan kekerasan terhadap anak. Perlu dilakukan asesmen
menyeluruh ketika keluarga
c. Bersifat aktif dalam mengatasi persoalan kekerasan seksual terhadap
anak, tidak hanya menunggu datangnya klien yang melapor. Programprogram yang dibuat tidak hanya bersifat intervensi namun juga dapat
berupa
program
preventif
kepada
masyarakat
seperti
seminar,
pencegahan KSA melalui sekolah, komunitas, pelatihan, kampanye
kesehatan mental, dsb.
d. Bekerjasama
dengan
perguruan
tinggi
dan
profesional
dalam
pelaksanaan program-program sosial masyarakat khususnya terkait
sosialisasi tentang pencegahan kasus kekerasan seksual pada anak dan
penelitian-penelitian lokal.
154
4. Kepada peneliti selanjutnya
Pengambilan subjek dengan karakteristik situasi yang berbeda dapat menjadi
masukan bagi peneliti selanjutnya, misalnya dalam situasi keluarga korban
yang tidak membawa kasus kekerasan seksual pada anaknya ke jalur
hukum. Selain itu, permasalahan dalam penelitian dapat pula digali dengan
mengambil subjek korban kekerasan seksual dari kasus yang berbeda
seperti sodomi, incest, atau pada anak berkebutuhan khusus.
Download