5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Membran Membran merupakan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Membran
Membran merupakan suatu lapisan tipis yang memisahkan dua larutan. Salah
satu sifat membran yang penting adalah sifat semipermeabel, yaitu hanya dapat
dilewati oleh salah satu komponen larutan, misalnya zat terlarut atau pelarutnya saja.
Dengan sifat semipermeabel tersebut, membran dapat digunakan sebagai alat untuk
memisahkan suatu komponen dari komponen lainnya. Proses pemisahan dapat terjadi
karena adanya driving force (gaya pendorong atau penggerak) yang bekerja pada
komponen-komponen di dalam larutan umpan (feed). Gaya penggerak dapat berupa
gradien konsentrasi (ΔC), gradien tekanan (ΔP), gradien suhu (ΔT) dan gradien
potensial listrik (ΔV) (Meriatna,2008).
Teknologi pemisahan menggunakan membran memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan teknik pemisahan lainnya. Keunggulan tersebut antara lain
proses pemisahannya dapat dilakukan secara kontinu, konsumsi energi cenderung
rendah, dapat dikombinasikan dengan proses pemisahan yang lain, sifat-sifat dan
variabel membran dapat disesuaikan dan zat aditif yang digunakan tidak terlalu banyak
(Suseno, 2003).
2.2 Klasifikasi Membran
Membran dapat diklasifikasikan berdasarkan material dasar pembuatannya,
struktur/morfologi, prinsip pemisahan dan sifat listriknya.
A. Klasifikasi membran berdasarkan material dasar pembuatannya
Berdasarkan jenis material pembuatannya, membran dapat dikelompokkan
menjadi 2 (Mulder, 1996), yaitu:
1. Membran alami adalah membran yang terdapat di jaringan makhluk hidup.
Membran alami sering disebut membran sel. Salah satu fungsi dari membran
sel adalah sebagai alat transport zat pada sel.
2. Membran sintetik (membran buatan), adalah membran yang dibuat sesuai
dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan sifat-sifat membran alami.
5
6
Membran sintetik dapat dibedakan menjadi membran organik dan anorganik.
Membran organik adalah membran dengan bahan penyusun utamanya polimer
organik seperti selulosa, selulosa nitrat, polisulfon, poliamida, kitin, kitosan
dan polimer sintetis lainnya. Membran anorganik adalah membran dengan
bahan penyusun utamanya adalah logam (seperti membran plat logam tipis
yang terbuat dari palladium, perak dan campuran keduanya), gelas (seperti
Pyrex dan Vycor yang mengandung SiO2, B2O3 dan Na2O), atau campuran
keduanya,
yang disebut
sebagai
keramik
atau
non
logam,
seperti
siliciumcarbide, zirconiumoxide dan titaniumoxide.
B. Struktur atau morfologi membran
Berdasarkan strukturnya, membran dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Membran simetri adalah membran yang mempunyai ukuran dan kerapatan pori
yang homogen pada ke dua sisi membran. Ketebalan membran ini sekitar 10 –
200 µm.
2. Membran asimetri adalah membran yang mempunyai ukuran pori lebih kecil
dan distribusi pori lebih rapat pada lapisan permukaan, sedangkan pada lapisan
pendukung, ukuran porinya lebih besar atau membesar dan distribusi porinya
lebih renggang. Ketebalan lapisan permukaan membran ini adalah 0,1 - 0,5
µm, sedangkan ketebalan lapisan pendukung adalah 50 – 150 µm. Membran ini
dapat berasal dari satu jenis bahan polimer atau bisa juga dari dua atau lebih
polimer yang dikenal sebagai membran komposit.
C. Prinsip pemisahan menggunakan membran
Berdasarkan prinsip pemisahannya, membran dapat dikelompokkan menjadi 3,
(Mulder, 1996) yaitu:
1. Membran berpori, adalah membran yang melakukan pemisahan berdasarkan
perbedaan ukuran partikel. Membran tersebut digunakan dalam teknik
ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi. Selektivitas membran terutama ditentukan oleh
ukuran pori terhadap ukuran partikel yang akan dipisahkan. Jenis bahan
7
pembuat membran tidak memberikan pengaruh yang begitu besar pada
pemisahan tersebut.
2. Membran non pori. Membran jenis ini mampu memisahkan molekul yang
berukuran hampir sama. Proses pemisahan terjadi melalui perbedaan daya
kelarutan atau difusi. Dalam hal ini sifat intrinsik material sangat menentukan
tingkat selektivitas dan permeabilitas membran. Membran ini digunakan dalam
pervaporasi dan pemisahan gas.
3. Membran cair (berbentuk emulsi), di mana di dalam membran terdapat zat
pembawa yang menentukan selektivitasnya terhadap komponen tertentu yang
akan dipisahkan. Pemisahan menggunakan membran cair sering dilakukan
dengan teknik difusi, yang dapat dilakukan dengan memilih jenis emulsi dan
zat pembawa yang spesifik untuk zat tertentu.
D. Sifat listrik membran
Berdasarkan sifat listriknya, membran sintetik dikelompokkan menjadi 2
(Nuwair, 2009) yaitu:
1. Membran bermuatan tetap
Membran bermuatan tetap adalah membran dimana molekul-molekul ioniknya
menempel pada kisi (lattice) membran secara kimia. Ion-ion tidak dapat berpindah
dan membentuk lapisan tipis bermuatan pada membran. Membran ini dapat dilalui
oleh ion-ion tertentu sehingga disebut sebagai membran pertukaran ion (ionexchange membrane). Membran ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Membran penukar kation/Cation Exchange Membran (CEM) adalah membran
bermuatan negatif (anion) yang hanya dapat dilewati oleh kation.
b. Membran Penukar Anion/Anion Exchange Membran (AEM) adalah membran
bermuatan positif (kation) yang hanya dapat dilewati oleh anion.
c. Double Fixed Charge Membran (DFCM) adalah membran bermuatan yang
memiliki muatan anion dan kation pada bagian lattice tertentu, sehingga jenis
membran ini dapat dilewati oleh kation maupun anion.
8
2. Membran tidak bermuatan tetap
Membran tidak bermuatan tetap disebut juga membran netral. Membran ini terbuat
dari polimer yang tidak mengikat ion-ion sebagai ion tetap dan bersifat selektif
terhadap larutan kimia. Selektivitas membran netral ditentukan oleh unsur-unsur
penyusun, ikatan kimia, ukuran pori-pori, daya tahan terhadap tekanan dan suhu,
resistivitas dan konduktansi, serta sifat listrik lainnya.
2.3 Kitin dan Kitosan
Kitin adalah polimer alami terbesar kedua yang terdapat di alam setelah
selulosa. Senyawa kitin banyak terdapat pada dinding sel tumbuhan tingkat rendah
seperti jamur dan juga terdapat pada kulit luar hewan mollusca seperti udang, kepiting
dan cumi-cumi. Pada tumbuhan tersebut senyawa kitin berfungsi sebagai bahan
pelindung/dinding sel dan pada hewan berfungsi sebagai kerangka luar (eksoskeleton).
Kitin berbentuk serpihan dengan warna putih kekuningan, memiliki sifat tidak
beracun dan mudah terurai secara alami (biodegradable). Senyawa kitin larut dalam
larutan dimetil asetamida dan litium klorida (Harianingsih, 2010). Kitin tidak mudah
larut dalam air, alkohol, asam atau basa encer serta pelarut-pelarut organik lainnya,
sehingga kegunaannya terbatas. Hal tersebut disebabkan karena kitin secara alami
berbentuk kristal yang mengandung rantai-rantai polimer berkerapatan tinggi yang
terikat satu sama lain dengan ikatan hidrogen yang sangat kuat. Namun dengan
modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin yang mempunyai sifat
kimia yang lebih baik. Salah satu turunan dari kitin adalah kitosan.
Identifikasi adanya senyawa kitin dapat dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Identifikasi secara kualitatif dapat dilakukan dengan reaksi warna Van
Wesslink. Cara ini dilakukan dengan mereaksikan kitin dengan I2–KI, yang
memberikan warna cokelat, kemudian ditambahkan asam sulfat sehingga warnanya
berubah menjadi violet. Perubahan warna dari cokelat menjadi violet menunjukkan
reaksi positif adanya kitin. Sedangkan identifikasi secara kuantitatif dapat dilakukan
dengan analisis Fourier Transform Infared Spectrophotometer (FTIR). Dari hasil FTIR
akan diperoleh gugus-gugus fungsi dari kitin, sebagai contoh diperlihatkan pada Tabel
2.1.
9
Kitosan merupakan senyawa turunan kitin yang diperoleh dari proses deasetilasi
yaitu proses penghilangan gugus asetil (-COCH3) dengan menggunakan larutan NaOH
konsentrasi tinggi. Pada proses tersebut akan terjadi pergantian gugus asetamida
(NHCOCH3) dengan gugus amino (NH2). Proses ini juga disebut sebagai reaksi
transformasi kitin menjadi kitosan. Besar perubahan kitin menjadi kitosan dinyatakan
sebagai derajat deasetilasi (DD), yang dapat ditentukan melalui analisis FTIR. Dari
analisis FTIR juga dapat ditentukan gugus-gugus fungsi pada kitosan, sebagai contoh
dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Karakteristik gugus fungsi kitin dari kulit udang (Stuart, 2003)
Gugus fungsi
Bilangan gelombang (cm-1)
OH
3448
N – H ulur
3300 – 3250
C – H ulur
2891,1
C = O ulur
1680 – 1640
N – H bengkokan
1560 – 1530
CH3
1419,5
C–O– C
1072,3
N – H kibasan
750 – 650
Tabel 2.2 Karakteristik gugus fungsi kitosan dari kulit udang (Stuart, 2003)
Gugus fungsi
Bilangan gelombang (cm-1)
OH
3450,0
N – H ulur
3335,0
C – H ulur
2891,1
NH2 guntingan
1655,0
CH3
1419,5
C–O–C
1072,3
NH2 kibasan
850,0 – 750,0
N – H kibasan
715,0
10
Kitosan memiliki karakteristik sebagai penukar ion, salah satunya karena
mengandung gugus amino NH2. Dalam hal ini, kitosan bersifat sebagai polimer
kationik yaitu polimer bermuatan positif. Kitosan bersifat tidak larut dalam air dan
larutan alkali dengan pH di atas 6,5. Tetapi kitosan mudah larut dalam asam organik
seperti asam formiat, asam asetat dan asam sitrat (Istiqomah, 2011).
Struktur bangun kimia kitin dan kitosan murni terlihat pada Gambar 2.1 dan 2.2
(Lestari, dkk, 2011). Terlihat bahwa kitin murni mengandung gugus asetamida
(NHCOCH3) dan kitosan murni mengadung gugus amino (NH2). Perbedaan gugus ini
akan mempengaruhi sifat-sifat kimia senyawa tersebut. Perbedaan antara kitin dan
kitosan adalah berdasarkan kandungan nitrogennya, bila kandungan nitrogennya kurang
dari 7% maka polimer disebut kitin dan apabila lebih dari 7% maka disebut kitosan
(Roberts, 1992). Rumus umum kitin adalah (C8H13NO5)n atau juga disebut sebagai poli
(2-asetamido-2-deoksi-β-(1→4)-D-glukopiranosa). Sedangkan rumus umum kitosan
adalah (C6H11NO4)n atau disebut sebagai (1,4)-2-Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa.
Gambar 2.1 Struktur kitin (Lestari, dkk, 2011)
Gambar 2.2 Struktur kitosan ( Lestari, dkk, 2011)
11
2.4 Larutan Elektrolit
Larutan adalah campuran homogen dari dua atau lebih zat. Komponen atau zat
yang jumlahnya paling banyak dalam larutan disebut pelarut (solvent) dan komponen
yang jumlahnya lebih kecil disebut zat terlarut (solute) (Nuwair, 2009). Larutan dapat
berupa gas, cairan atau padatan. Larutan encer adalah larutan yang sebagian kecil
mengandung solute, relatif terhadap jumlah pelarutnya. Sedangkan larutan pekat
adalah larutan yang sebagian besar mengandung solute. Pada umumnya zat yang
digunakan sebagai pelarut adalah air. Kelarutan ditentukan oleh konsentrasi solute
dalam larutan jenuhnya. Larutan jenuh adalah larutan yang tidak dapat menampung
solute lagi, dalam hal ini larutan tersebut tidak harus berupa suatu larutan pekat.
Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dapat dibagi menjadi larutan
elektrolit dan non–elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat
menghantarkan arus listrik. Sedangkan larutan non-elektrolit merupakan larutan yang
tidak dapat menghantarkan arus listrik. Larutan elektrolit dibagi menjadi dua yaitu
larutan elektrolit kuat dan larutan elektrolit lemah. Larutan elektrolit kuat adalah
larutan yang mempunyai daya hantar listrik yang kuat, karena zat terlarut (di dalam
pelarut, umumnya air) seluruhnya berubah menjadi ion-ion (derajat ionisasi (α) = 1).
Derajat ionisasi adalah perbandingan antara jumlah ion yang dihasilkan dengan jumlah
zat mula-mula. Beberapa contoh larutan elektrolit kuat adalah asam kuat diantaranya
HCl, MgCl2, H2SO4, CaCl2 dan AlCl3 basa kuat seperti NaOH dan KOH serta garam
yang mudah larut, seperti NaCl. Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang
mempunyai daya hantar listrik lemah dengan harga derajat ionisasi diantara 0 dan 1
(0<α<1). Yang tergolong elektrolit lemah adalah asam lemah seperti CH3COOH dan
HCN, basa lemah seperti NH4OH dan garam yang sukar larut seperti AgCl dan
CaCrO4. Jika larutan elektrolit pada masing-masing ruang yang dipisahkan oleh
sebuah membran, mempunyai konsentrasi berbeda maka menurut hukum Difusi Fick,
ion-ion yang berada pada konsentrasi tinggi akan bergerak melewati membran menuju
konsentrasi yang lebih rendah. Adanya aliran ion berpengaruh pada aliran arus listrik
dalam membran. Besarnya arus berhubungan dengan tegangan dan beda konsentrasi
larutan elektrolit (Mahaningsih, 2011).
12
2.5 Mekanisme Transport Ion pada Membran
Transport ion pada membran merupakan proses perpindahan ion-ion dari satu
ruang ke ruang yang lain yang dibatasi oleh membran tersebut. Hal ini dapat terjadi
melalui proses transport pasif dan aktif. Transport pasif adalah transport di dalam
membran yang digerakkan oleh perbedaan tekanan, perbedaan konsentrasi atau
perbedaan temperatur di antara ke dua sisi membran. Sedangkan transport aktif adalah
transport di dalam membran yang memerlukan energi.
Suatu fenomena polarisasi konsentrasi dapat terjadi pada proses pertukaran ion
menggunakan membran pertukaran ion (ion-exchange membrane). Ketika arus listrik
melewati sebuah sistem membran, maka arus yang mengalir di dalam larutan adalah
berupa aliran kation-kation dan anion-anion, sedangkan pada membran, arus yang
mengalir adalah aliran counterions (ion-ion larutan yang berlawanan jenis dengan
muatan membran). Perbedaan antara mobilitas counterions di dalam membran dan di
dalam larutan menyebabkan terjadinya deplesi konsentrasi larutan elektrolit pada
permukaan membran. Akibatnya, terbentuk gradien konsentrasi pada lapisan tipis di
dekat membran, fenomena ini disebut polarisasi konsentrasi.
Kurva arus-tegangan (I-V) biasanya menggambarkan sifat listrik dari membran
dan memberikan informasi tentang mekanisme transport ion, termasuk polarisasi
konsentrasi. Teori klasik polarisasi konsentrasi memprediksi terbentuknya daerah
plateau pada kurva I-V berdasarkan pada konsep terbentuknya lapisan tipis pada
permukaan membran akibat kondisi "unstirred" (tidak diaduk) dan netralitas muatan
(electroneutrality) lokal. Biasanya kurva I-V membran pertukaran ion dapat dibagi
menjadi tiga daerah, seperti tampak pada Gambar 2.3. Daerah I adalah daerah ohmik
yaitu rapat arus bersesuaian dengan beda potensial listrik, yang memenuhi hukum
Ohm. Daerah II adalah daerah plateau yaitu dengan meningkatnya rapat arus akan
tercapai suatu titik dimana konsentrasi elektrolit pada permukaan membran pada
daerah depleting mendekati nol. Titik tersebut adalah daerah batas kerapatan arus
(limiting current density (LCD)) pada daerah II. LCD adalah arus yang diperlukan
untuk mentransfer semua ion yang ada. Perubahan kurva I-V di daerah plateau
tersebut diikuti oleh daerah III, dimana gradien (slope) kurva I-V meningkat lagi dan
akhirnya mencapai nilai asymptotic, dimana besar slope biasanya lebih rendah dari
slope daerah I. Bentuk kurva I-V membran pertukaran ion bervariasi sesuai dengan
13
kondisi eksternal sistem transport seperti konsentrasi, laju aliran dan kondisi fisikakimia permukaan membran. Menurut teori klasik polarisasi konsentrasi, nilai arus
yang lebih besar dari LCD tidak mungkin terjadi. Namun pada prakteknya, arus yang
melebihi LCD (overlimting current density) pada daerah III bisa terjadi. Fenomena ini
adalah merupakan akibat dari adanya interaksi medan listrik antara muatan atau ionion dalam larutan elektrolit yang digunakan. Hal ini menyebabkan terjadinya aliran
ion-ion melalui membrane pada dua arah yang dapat menyebabkan overlimiting arus.
Daerah I
Rapat arus (mA/cm2)
Titik A
Daerah II
Daerah III
Titik B
Potensial (V)
Gambar 2.3. Kurva arus-tegangan membran Cation Exchange Membrane (CMX) dalam larutan
NaCl 0.025 N (J Hwan Choi, 2001)
Gambar 2.3 menunjukkan kurva arus-tegangan (I-V) dari membran cation
exchange membrane (CMX) dalam larutan NaCl 0,025 N. Batas rapat arus (LCD)
ditentukan oleh perpotongan dua slope (kemiringan) pada daerah Ohmik dan plateau
(titik A). Titik kedua (titik B) didefinisikan sebagai perpotongan dari dua slop, daerah
plateau (daerah II) dan daerah III dari kurva I-V. Proyeksi titik A dan B pada sumbu
absis (horizontal) memberikan panjang daerah plateau dari kurva I-V (Gambar 2.3).
Hambatan untuk masing masing daerah diperoleh dari nilai slop dari masing-masing
daerah dalam kurva I-V.
14
Selain arus dan tegangan, membran biopolimer kitosan memiliki sifat listrik
seperti konduktansi. Konduktansi membran adalah merupakan suatu ukuran yang
menggambarkan kemampuan suatu membran untuk mengalirkan ion seperti tampak
pada persamaan 2.1 (Charles dan Joe, 2005):
I  g i (Vm  Vi )
(2.1)
dengan:
= konduktasi membran
I = arus listrik yang mengalir (A)
= tegangan membran (V)
= tegangan ion (V)
Tegangan ion dapat dihitung menggunakan persamaan Nerst (Charles dan Joe,
2005):
Vi 
RT  C i1
ln
z i F  C i2




Dengan
= tegangan ion (J C-1 atau V)
R = konstanta gas ideal = 8,31441(J mol-1 K-1)
T = temperatur larutan (K)
= valensi ion
F = Konstanta Faraday= 96.484,56 (C mol-1)
Ci1 dan Ci2 = Konsentrasi ion pada ruang pertama dan ruang kedua
(2.2)
Download