perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV ANALISIS DATA

advertisement
113
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV
ANALISIS DATA
Dari sajian data yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat
diketahui bahwa dalam menyusun strategi komunikasi penyampaian pesan,
Greenpeace Indonesia melakukan : riset, yakni pengumpulan data informasi
terkait dengan kampanye yang akan dilakukan. Perencanaan, yaitu menentukan
tujuan kampanye, target audiens, membuat copy, dan media yang digunakan agar
pesan dapat efektif. Pengorganisasian yaitu membagi tugas dan tanggungjawab
anggota dan volunteer sesuai dengan keahliannya. Evaluasi yang dilakukan
dengan melihat efektivitas pesan yang diterima target audiens, yaitu anak muda.
Dalam penelitian ini, divisi yang berkaitan langsung dengan strategi komunikasi
Greenpeace Indonesia dalam proses penyampaian pesan adalah Mobilisasi Massa
dan Comms. Selanjutnya penyampaian pesan, yaitu menjalankan perencanaan
aksi kampanye serta menyampaikan pesan melalui media-media yang telah
ditentukan saat perencanaan. Evaluasi untuk melihat hasil dari kampanye yang
telah dilakukan, dimana tujuan sudah tercapai atau belum. Tahapan tersebut
secara sistematis dilakukan Greenpeace Indonesia dalam setiap kampanyenya.
Analisa peneliti mengenai tahapan strategi komunikasi penyampaian pesan
Greenpeace Indonesia sebagai berikut :
4.1. Pembentukan Pesan
Seperti pada umumnya, setiap organisasi pasti memiliki suatu tujuan atau
target yang hendak dicapai. Tentunya hal itu tidak akan terwujud tanpa adanya
perpustakaan.uns.ac.id
114
digilib.uns.ac.id
strategi yang matang. Untuk itu suatu organisasi atau lembaga perlu menentukan
langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan agar tujuannya dapat tercapai.
Begitu pula
Greenpeace Indonesia yang mempunyai suatu strategi tersendiri
untuk mewujudkan tujuannya. Dalam rangka menyusun strategi komunikasi
dalam penyampaian pesan, tahap penelitian merupakan bagian yang sangat
penting digunakan sebagai landasan awal untuk menentukan pesan yang akan
disampaikan sebagai bagian dari strategi komunikasi penyampaian pesan. Hal
tersebut sebagaimana yang disampaikan Onong Uchjana Effendy bahwa tahap
penelitian merupakan kegiatan mendapatkan data dan fakta yang erat kaitannya
dengan pekerjaan yang akan digarap (Onong Uchjana Effendy, 1993: 124-125).
Greenpeace sebagai organisasi kampanye yang mendukung anti kerusakan
lingkungan selalu menyuarakan pesan-pesan lingkungan. Agar tidak salah dalam
membentuk suatu pesan kampanye, Greenpeace Indonesia memiliki rumus
konsep I-D-E-A-L (Investigation-Documentation-Expose-Action-Lobby). Langkah
awal yang dilakukan adalah investigasi. Dalam strategi pembentukan pesan hal
yang harus dilakukan pertama adalah pencarian fakta dan permasalahan. Kegiatan
research dilakukan untuk mengetahui permasalahan lingkungan yang ada di
tempat Greenpeace akan melakukan penyelamatan lingkungan. Selanjutnya
adalah dengan mendokumentasikan fakta-fakta kerusakan alam yang ada untuk
memperkuat data temuan saat investigasi.
Greenpeace Indonesia menempatkan Campaign Division untuk melakukan
penelitian. Kegiatan tersebut dilakukan dengan metode riset. Riset dilakukan
115
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Divisi Campaign dengan terjun langsung ke lapangan untuk melakukan
investigasi. Investigasi bertujuan untuk mendapatkan data dan fakta di lapangan.
Height
menyatakan
to
investigation
berkaitan
dengan
kegiatan
mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis (dalam buku Krismanto,
2003: 7). Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang,
dimana selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya
dan/atau dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain. Karena dalam
suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil. Dengan demikian akan
dapat menghasilkan data untuk lebih mengembangkan rasa ingin tahu.
Riset yang digunakan Greenpeace Indonesia bertujuan untuk mengetahui
data kerusakan lingkungan serta untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
kerusakan lingkungan. Riset juga dilakukan agar data temuan mengenai masalah
kerusakan lingkungan tak terbantahkan oleh pihak-pihak yang memiliki
kepentingan pribadi. Sehingga data temuan tersebut dapat dipertanggungjawabkan
di depan seluruh masyarakat bahwa Greenpeace memang telah menemukan
masalah kerusakan lingkungan dan hal tersebut berkaitan dengan orang banyak.
Tujuan riset yang dilakukan ini sebenarnya adalah untuk mengetahui
permasalahan lingkungan yang terjadi. Setelah mengetahui permasalahan apa
yang terjadi, dampak dari permasalahan itu, siapa yang terlibat dalam
permasalahan itu, siapa yang dirugikan dari peristiwa itu, dan apa saja solusi yang
dapat ditempuh, maka hal-hal ini dapat menjadi dasar dalam perencanaan dalam
116
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membentuk pesan. Pesan yang akan dibuat nantinya akan disampaikan pada
target audience.
Tahap perencanaan
dilakukan sebagai respon atas permasalahan yang
ditemukan pada tahap penelitian. Perencanaan sangat penting dilakukan dalam
penyusunan strategi, karena tahap perencanaan ini menentukan langkah apa yang
akan diambil organisasi untuk mencapai tujuannya. Hal ini sesuai dengan
pengertian strategi yang pada hakekatnya adalah perencanaan dan manajemen
untuk mencapai tujuan (Onong Uchyana Effendy, 2001: 32).
Sebagai organisasi yang bergerak dalam penyelamatan lingkungan, pesan
yang dibuat oleh Greenpeace Indonesia tentu saja merupakan pesan lingkungan.
Pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam membentuk pesan lingkungan di
Greenpeace Indonesia tidak hanya Campaign Division namun seluruh pihak,
utamanya Media Campaigner (Comms) dan Divisi Mobilisasi Massa. Pesan
kampanye yang dibuat Greenpeace Indonesia juga sangat memperhatikan bahasa
yang digunakan. Hal ini berkaitan dengan kategori usia yang menjadi sasaran
pesan kampanye ditujukan.
Selain itu, sebagai organisasi kampanye lingkungan yang telah berkiprah
selama 40 tahun lebih, Greenpeace Indonesia ingin menjawab tantangan
berkembangan jaman dengan terus melakukan pengembangan dan modifikasi
dalam kegiatan komunikasi untuk dapat terus menarik perhatian khalayak agar
aware terhadap pesan yang disampaikan. Menurut Wilbur Schramm salah satu
kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan
117
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki adalah pesan harus dirancang dan
disampaikan sedemikian rupa, sehingga menarik perhatian komunikan (Tommy
Suprapto, 2006: 2-3).
Hal senada diungkapkan Mass Mobilization Manager dalam pengemasan
pesan kampanye Greenpeace Indonesia sebagai berikut:
Kemudian
kita lihat, kita bisa memenangkan kampanye ini dari sisi apa. Intinya kita
akan menganalisa SWOT kampanye kita. Mulai dari siapa yang harus kita
lobi, bahasa yang kita gunakan seperti apa. Kita selalu berinovasi dan
mengembangkan ide-ide kreatif yang bisa kita buat untuk mengemas
setiap pesan kampanye yang kita keluarkan.
Arie Utami, Mass
Mobilization Manager Greenpeace Indonesia, wawancara pada 26
Februari 2013)
Dalam penetapan rencana yang dilakukan, campaigner menempatkan
aspek sustainable (keberlanjutan) sebagai faktor kunci dalam rencana strategi
komunikasi penyampaian pesan. Penetapan strategi yang dilakukan pun selalu
mengacu pada tujuan kampanye dan mempertimbangkan segala aspek resiko dan
manfaat yang diperoleh organisasi. Gerhard Maletzke dalam karyanya,
Evaluation of Change through Communication
mengatakan bahwa terdapat
faktor yang lebih penting adalah tujuan (goal) yang hendak dicapai oleh
komunikator (Deddy Mulyana, 2002: 62).
Agar tujuan dari kampanye yang dilakukan Greenpeace dapat tercapai,
maka strategi komunikasi dalam penyampaian pesan harus dilakukan dengan
benar. Salah satu hal penting dalam strategi penyampaian pesan adalah
pembentukan copy atau isi pesan. Copy berperan untuk mempertahankan
118
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perhatian pembaca. Dalam konteks ini, copy berisi pesan lingkungan,
mengemukakan argumen, meringkas bukti, dan memberi penjelasan. Ini
merupakan inti pesan persuasif (Sandra Moriarty, Nancy Mitchell, William Wells,
2011: 483).
Untuk mencapai tujuan agar lebih maksimal, Greenpeace Indonesia kini
membuat strategi baru yang dinamakan value based audience. Strategi ini
merupakan strategi penyampaian pesan kepada sasarannya berdasarkan atas nilai
yang dimiliki target audience. Strategi ini berdasarkan atas Teori Hirarki
Kebutuhan milik Maslow (dalam buku Sarlito W. Sarwono, 2002: 174-178) yang
mengatakan bahwa manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya. Adapun kebutuhan yang dimaksud dalam teori tersebut adalah
kebutuhan fisiologis, rasa aman, kebutuhan untuk dicintai dan disayangi,
kebutuhan untuk dihargai, dan aktualisasi diri.
Dari Teori Hirarki dari Maslow, kita mengenal tiga tingkatan motivasi,
yakni Settler (Sustenance Driven), Prospector (Outer Directed), Pioneer (Inner
Directed). Secara kasat mata orang-orang berusia 18-24 tahun berada di
tingakatan
Pioneer.
Pioneer
merupakan
golongan
orang-orang
yang
membutuhkan tampilan konatif (senang melakukan aksi) dan beraktualisasi diri.
Golongan ini percaya bahwa perubahan itu dapat dilakukan dan biasanya sangat
tertarik pada isu-isu lingkungan, sosial, kemiskinan, dan kemanusiaan.
(www.cultdyn.co.uk/valuesmodes)
perpustakaan.uns.ac.id
119
digilib.uns.ac.id
Berangkat dari teori inilah Greenpeace Indonesia membuat strategi
penyampaian pesan berdasarkan atas nilai-nilai yang dianut target audiens. Pesan
kampanye akan dibuat dengan gaya bahasa yang sesuai untuk masing-masing
golongan tersebut. Seperti diungkapkan oleh Copywriter Greenpeace Indonesia
sebagai berikut :
Nah kalau untuk orang-orang Pioneer, kata-kata yang encouraging biasanya
membuat mereka lebih terbangun. Mudah untuk engaged mereka. Nah kalau
untuk Prospector, yang usianya lebih mapan, itu menggunakan kata-kata yang
lebih manis. Bersifat mengajak dan memberikan gambaran. Karena usia seperti
ini mereka biasanya membikin planning ke depan. Biasanya kita lebih bermain
ke data-data statistik (angka-angka). Kalau Pioneer ini diberikan kata-kata yang
bersemangat, hal-hal yang lebih patriotic. Biasanya mereka langsung sign up
sebagai volunteer, nah kita tinggal kasih action-nya karena kan kita udah
bangun semangatnya. Kalau untuk Prospector, kita lebih ngajak yuk gabung
karena mungkin kita ingin mereka jadi donatur.
Copywriter
Greenpeace Indonesia, wawancara pada 26 Februari 2013)
Jadi pemilihan gaya bahasa untuk tiap tingkatan usia sangat menentukan
hasil aksi yang dapat dilakukan berdasarkan atas pengalaman psikologis target
audiens. Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada bentuk pesan
untuk anak muda. Pada orang berusia 18-24 tahun biasanya masih memiliki
semangat yang tinggi untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Maka
dari itu, untuk mengajak anak muda agar bergabung menjadi volunteer dan
melakukan aksi penyelamatan lingkungan, Greenpeace dapat menyampaikan
pesan dengan gaya bahasa yang dapat membangun semangat tinggi untuk
melakukan misi peduli lingkungan.
Namun tidak semua orang yang berada di ketiga golongan di atas memiliki
pandangan yang sama mengenai isu penyelamatan lingkungan. Tidak sedikit dari
masyarakat yang ada memilih untuk tidak melakukan apa-apa, dikarenakan
perpustakaan.uns.ac.id
120
digilib.uns.ac.id
mereka skeptic terhadap aksi yang akan dilakukan bersama Greenpeace
Indonesia. Berikut penuturan Copywriter Greenpeace Indonesia mengenai hal
tersebut :
target audience, kita punya pyramid of engagement,
dimana yang paling bawah sendiri itu namanya potential supporter. Jadi
potential supporter ini adalah orang yang berpotensi menjadi supporter tapi
belum. Nah mereka ada di race yang paling bawah dan paling banyak. Dalam
potential supporter ini ada lagi yang namanya netral. Nah orang-orang netral ini
tuh mereka tahu tentang kerusakan lingkungan yang ada tapi mereka belum mau
buat apa-apa dulu nih. Mereka skeptic. Nah sebenarnya ketika mengemas pesan
yang ada di kepala saya adalah selalu mereka. Karena mereka adalah target
audience yang potential banget tapi kenapa mereka skeptic. Kenapa mereka
memilih untuk skeptic, nah itu lah yang harus kita gali. Ada lagi orang-orang
yang udah ada di perahu yang sama tinggal kita bikin mereka mau naik lebih
tinggi lagi. Jadi ketika ada campaign, misalnya campaign tentang polar. Setelah
bicara dengan beberapa teman, isu ini diminati sama masyarakat urban.
Mungkin dalam masyarakat urban ini termasuk orang yang skeptic ini tadi. Dari
situ lah, kita gali gimana membuat konsep biar mereka mau dengar kita.
Misalnya, masyarakat urban itu kan suka sama isu-isu yang lagi tren. Soal
Arctic yang meleleh ini di luar negri tuh lagi tren banget. Semua selebriti bicara
tentang Arctic. Jadi misal begini, apa yang terjadi di Arctic, terjadi juga di
Indonesia dan seluruh dunia sudah peduli, kemudian Angelina Jolie juga
berkampanye, kemudian ada Emma Watson juga yang sekarang ikut
berkampanye, dan lain sebagainya. Jadi mereka bisa identify. Istilahnya kita
harus tahu apa selera mereka, isu apa sih yang diomongin. Jadi know your
audience itu penting banget, brought their knowledge. Kalau pemakaian katakata biasa kita lebih menunjukkan bahwa ini bukan aksi Greenpeace sendiri.
Greenpeace berhasil
dalam kampanye Greenpeace, Greenpeace tidak mungkin terus berjalan sendiri,
Greenpeace butuh dukungan dari kalian untuk memenangkan goal-goal
bersama, maka dari itu yang sering keluar adalah kata-kata kita bersama-sama.
(Melanie Pedro, Copywriter Greenpeace Indonesia, wawancara pada 26 februari
2013)
Dari pemaparan tersebut, peneliti dapat membuat analisis mengenai cara
pembuatan pesan lingkungan dari Greenpeace sebagai salah satu strategi dalam
proses penyampaian pesan. Pesan yang dikeluarkan oleh Greenpeace Indonesia
bukan merupakan pesan yang bertujuan agar masyarakat tahu, namun lebih dalam
121
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lagi bahwa Greenpeace Indonesia ingin agar masyarakat luas ikut ambil bagian
dalam setiap kampanye yang dilakukan Greenpeace. Pesan yang dibuat dengan
mengandung kekuatan yang bersifat persuasif, sehingga akhirnya target audiens
akan melakukan hal sesuai dengan apa yang diharapkan Greenpeace. Apabila
target audiens sudah melakukan hal yang dimaksud, maka inilah salah satu
indikator keberhasilan strategi komunikasi dalam proses penyampaian pesan.
4.2. Proses Penyampaian Pesan
Setelah perencanaan strategi pembentukan pesan dibuat, tahap selanjutnya
adalah
penyampaian
pesan.
Dalam
menyampaikan
pesan
dibutuhkan
pengorganisasian. Sebuah perencanaan memerlukan pengorganisasian, karena
organisasi tidak dapat menjalankan perencanaan tanpa adanya keterlibatan pihak
lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebuah perencanaan tidak akan
berjalan dengan baik tanpa adanya pengorganisasian yang baik pula.
Pembagian tugas dan tanggungjawab dilakukan oleh internal Greenpeace
Indonesia pada beberapa divisi yang dimiliki organisasi, yakni Mobilisasi Massa,
Comms, Divisi Campaign, dan Fund Raising. Pembagian ini dilakukan sesuai
dengan keahlian masing-masing di tiap divisi. Dalam tahap pengorganisasian,
fungsi koordinasi dan integrasi antar pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan
strategi komunikasi dalam penyampaian pesan mutlak harus dilakukan setiap
divisi demi mencapai tujuan bersama.
122
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sebagai organisasi kampanye, Greenpeace butuh untuk melakukan sesuatu
yang bersifat massive sehingga dapat mudah diketahui orang banyak. Untuk itu
Greenpeace Indonesia juga merangkul para volunteer dan supporter dalam
menjalankan kegiatan kampanye. Hal ini dilakukan karena organisasi tidak bisa
mencapai tujuan tanpa bantuan dan keterlibatan pihak lain. Keterlibatan para
volunteer dan supporter ini diwujudkan dengan peran langsung dalam berbagai
kegiatan kampanye dan skill training. Karena Greenpeace Indonesia merupakan
organisasi kampanye peduli lingkungan maka keterlibatan banyak pihak dalam
penyelamatan lingkungan sangat dibutuhkan terutama dari volunteer.
Selanjutnya
adalah
tahap
penyampaian
pesan
yang
merupakan
implementasi dari strategi komunikasi yang telah dibuat, dimana organisasi
membuat dan menjalankan keseluruhan dari kampanye dan menyampaikan pesan
yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan. Sesuai dengan pengertian strategi
menurut Fandy Tjiptono yang mengutip pendapat Stoner dan Freeman, yakni
program yang digunakan untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi serta
mengimplementasikan misinya (Fandy Tjiptono, 1997:3).
Melalui komunikasi yang dilakukan, Greenpeace Indonesia bertujuan
untuk
menyampaikan
mempersuasi
khalayak
informasi
agar
mengenai
melakukan
kerusakan
sesuatu
untuk
lingkungan
dan
mencegah
atau
memperbaiki kerusakan lingkungan yang ada. Aristoteles menyebutkan bahwa
komunikasi merupakan proses yang tidak hanya sekedar upaya penyampaian
informasi atau pesan, melainkan juga terkandung maksud untuk memengaruhi
orang lain melalui bujukan (persuasive). Sedangkan pengertian umum tentang
perpustakaan.uns.ac.id
123
digilib.uns.ac.id
komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan yang dilakukan oleh
seseorang kepada orang lain sebagai konsekuensi dari hubungan sosial (Onong
Uchjana Effendy, 1986: 5).
Kegiatan komunikasi yang dilakukan Greenpeace Indonesia juga termasuk
ke dalam kajian komunikasi lingkungan. Menurut Cox (2006), komunikasi
lingkungan adalah kegiatan mengedukasi, memengaruhi, dan membantu dalam
penyelesaian masalah-masalah lingkungan, dan dalam komunikasi ini tak
terpisahkan juga dengan hal konstitutif (Maitreyee Mishra, Environmental
Communication in India: Lessons from Orissa, 2011: 2). Pesan lingkungan yang
dibuat oleh Greenpeace membuat khalayak mengetahui isu-isu lingkungan yang
ada dan dianggap sebagai hal yang mengedukasi karena memberikan pengalaman
baru. Namun lebih mendalam lagi, Greenpeace ingin memengaruhi khalayak
hingga sampai pada titik mereka melakukan misi yang dimaksud bersama
Greenpeace.
Seperti dinyatakan dalam buku Communicating Nature: how we create
and understand environmental messages karya Julia B. Corbett (2006)
didefinisikan komunikasi lingkungan sebagai sesuatu yang dinyatakan dalam
nilai-nilai, kata-kata, tindakan, dan praktek sehari-hari, diinterpretasikan dan
dinegosiasikan secara individual, tertanam dalam paradigma sosial dominan yang
memberikan nilai-nilai instrumental untuk lingkungan dan percaya nilai-nilai
tersebut ada untuk melayani manusia, serta dimediasi dan dipengaruhi oleh
lembaga-lembaga sosial seperti pemerintah dan bisnis (Maitreyee Mishra,
Environmental Communication in India: Lessons from Orissa, 2011: 2). Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id
124
digilib.uns.ac.id
sesuai dengan komunikasi yang dilakukan Greenpeace dalam proses penyampaian
pesannya.
Pada penelitian yang dilakukan peneliti ingin mengetahui strategi
komunikasi dalam proses penyampaian pesan khususnya pada anak muda sebagai
volunteer yang menjadi sasaran penelitian. Kategori anak muda sebagai volunteer
Greenpeace Indonesia berada di usia 18-24 tahun. Ini merupakan kategori usia
volunteer yang dapat mengikuti aksi kampanye langsung yang membutuhkan
keahlian khusus.
Besarnya prosentase anak muda di usia 18-24 tahun yang menjadi
volunteer Greenpeace Indonesia menjadi hal yang menarik bagi peneliti
mengingat bahwa isu-isu lingkungan yang dibawa dalam setiap kampanye
Greenpeace merupakan isu yang memiliki implikasi global. Secara psikologik
kedewasaan terdapat keadaan di mana sudah ada ciri-ciri psikologik tertentu pada
seseorang. Ciri-ciri psikologik itu menurut G.W. Allport (1961) (dalam buku
Sarlito W. Sarwono, 2011: 81-82) antara lain, yakni mencintai orang lain dan
alam sekitar, memiliki wawasan tentang diri sendiri, serta pendapat dan sikapnya
cukup jelas dan tegas. Selanjutnya menurut Richmond dan Slansky (dalam buku
Sarlito W. Sarwono, 2011: 86) inti dari perkembangan seseorang dalam periode
remaja adalah memperjuangkan kebebasan.
Hal ini diakui oleh salah satu volunteer Greenpeace Indonesia dalam
wawancara dengan peneliti:
perpustakaan.uns.ac.id
125
digilib.uns.ac.id
Awal gue mau ikut Greenpeace itu karena aksi-aksinya yang radikal,
memberontak dan jiwa-jiwa muda itu emang lagi masanya yang meledakledak semangatnya. Sangat disayangkan kalau semangat yang lagi
meledak-ledak itu tidak disalurkan untuk sesuatu yang baik malah jadi
melakukan keonaran. Tapi kalau diarahkan untuk melakukan aksi yang
positif seperti menolak kebijakan publik yang tidak mendukung
keberlangsungan lingkungan, kenapa engga. Jadi kita mengajak anak-anak
muda dimana pun berada untuk ikut gabung bersama kita, untuk
memperjuangkan apa yang semestinya kita perjuangkan. Apa yang
semestinya lingkungan pertahankan.
Volunteer Greenpeace
Indonesia, wawancara pada 25 Februari 2013)
Banyaknya anak muda yang menjadi volunteer tidak terlepas dari
penerimaan pesan yang berlangsung dalam komunikasi yang dilakukan
Greenpeace Indonesia. Komunikasi yang efektif, menurut Stewart L Tubbs dan
Sylvia Moss (2001: 9-14), dapat menimbulkan pengertian, memengaruhi sikap,
dan menimbulkan tindakan.
Seperti yang diungkapkan oleh volunteer Greenpeace Indonesia sebagai
berikut:
Greenpeace itu unik dalam penyampaian pesan lingkungannya apalagi
kalau dibandingin sama kampanye-kampanye lain. Bisa dibilang kalau
Greenpeace ini sukses dalam menyampaikan secara visual ke anak muda.
Apalagi anak muda sekarang lagi on fire nih, jadi mudah banget kalau
dipengaruhi dari sesuatu yang menarik, terus hal yang menarik itu bisa
meningkatkan awareness mereka
Volunteer Greenpeace
Indonesia, wawancara pada 5 Maret 2013)
Selain itu, pernyataan mengenai efektivitas komunikasi yang dilakukan
oleh Greenpeace Indonesia sehingga dapat memengaruhi anak muda untuk
melakukan tindakan melindungi lingkungan juga diungkapkan sebagai berikut:
Setiap kegiatan yang dilakukan Greenpeace itu selalu memperhatikan
dari hal-hal kecil juga kaya sampah atau penggunaan plastik. Hal itu udah
mulai mengubah gue juga gitu yang biasa misalnya plastik asal pakai aja,
setelah lihat kebiasaan orang-orang di Greenpeace dan tahu dampaknya
perpustakaan.uns.ac.id
126
digilib.uns.ac.id
jadi gak asal pakai lagi, mengurangi penggunaannya, dan segala
macamnya.
Volunteer Greenpeace Indonesia, wawancara pada 19
Februari 2013)
Pesan dan cara penyampaian pesan itu sendiri yang dilakukan Greenpeace
Indonesia dirasa sudah berhasil mengenai sisi psikologis anak muda hingga
akhirnya berkeinginan dan ikut andil dalam kampanye lingkungan sebagai
volunteer. Sebagai organisasi kampanye, Greenpeace menerapkan konsep beraksi
langsung tanpa kekerasan.
Selain itu, Greenpeace Indonesia juga melakukan suatu kegiatan, yakni
Direct Dialogue Campaign (DDC). Penyampaian pesan yang dilakukan secara
langsung bertujuan untuk mencari donatur (supporter) ini memberi gambaran
pada peneliti bahwa Greenpeace Indonesia melakukan penyampaian pesan
dengan banyak cara, salah satunya dengan face to face communication. Sehingga
efek yang ditimbulkan dapat dilihat secara langsung apakah penyampaian pesan
tersebut efektif atau tidak.
Dalam proses penyampaian pesan, kekuatan pesan saja tidak dapat
dijadikan acuan bahwa pesan itu akan sampai dan diterima dengan baik oleh
khalayak. Namun penggunaan media untuk menyampaikan pesan tersebut juga
menjadi salah satu kekuatan lain untuk mencapai tujuan pesan sampai pada
khalayak. Dalam mengemukakan komunikasi lingkungan, peran media sangat
dibutuhkan. Bahkan peran media dalam menggerakkan kesadaran masyarakat
tentang lingkungan tergambar dalam berbagai penelitian di luar negeri.
perpustakaan.uns.ac.id
127
digilib.uns.ac.id
Menurut Messick dan Brewer, kampanye melalui media massa tetap perlu
diperhitungkan. Karena hal tersebut dapat meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat akan persoalan lingkungan, serta menjadi kunci sukses
untuk memecahkan masalah lingkungan terkait. Artinya, masalah lingkungan
tidak dapat diselesaikan tanpa adanya dukungan dari masyarakat yang memiliki
pengetahuan mengenai kerusakan lingkungan dan memiliki kesadaran untuk
memperbaikinya (dalam Thesis Eko Kuniawan, 2006: 90-92).
Joseph A. Devito (dalam buku Nurudin 2007: 12) mengemukakan bahwa
komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada
khalayak yang luar biasa banyaknya melalui radio, TV, surat kabar, majalah, hasil
rekaman, dan piringan hitam. Dalam proses penyampaian pesan yang dilakukan
Greenpeace Indonesia, penggunaan media massa merupakan jantung dari proses
tersebut. Mulai dari menggunakan media konvensional hingga media baru seperti
website dan social media lain telah dilakukan oleh Greenpeace Indonesia. Salah
satu tujuan utamanya adalah ingin menyampaikan pesan tentang apa yang
dilakukan Greenpeace serta mengajak siapa saja agar terlibat kepada kegiatan
Greenpeace dan bisa melakukannya dengan berbagai macam cara dan banyak alat
yang ada.
Untuk penggunaan media massa, baik cetak maupun elektronik juga harus
disesuaikan dengan komunikan dari pesan tersebut. Karena pesan lingkungan
yang dibuat oleh Greenpeace tidak semata-mata hanya untuk masyarakat umum
tapi juga ditujukan untuk pemerintah dan pihak-pihak industri yang berkaitan
perpustakaan.uns.ac.id
128
digilib.uns.ac.id
dengan masalah lingkungan. Seperti penuturan Comms Team Leader sebagai
berikut :
Setelah audience teridentifikasi, tentu tahap berikutnya adalah mengemas
pesan dan bagaimana agar pesan itu sampai ke mereka. Kalau kita ingin
pesan kita didengar Presiden, maka saya akan berusaha pesan kita bisa
dimuat Kompas dan The Jakarta Post. Kalau ingin didengar pengusaha,
misalnya sasarannya adalah Bisnis Indonesia. Kalau untuk kalangan anak
muda, lewat majalah remaja, TV, radio, atau jejaring sosial. Dan, meski
pesannya sama, bahasa untuk masing-masing mereka tentu akan berbeda
Team Leader
Greenpeace Indonesia, wawancara pada 26 Maret 2013)
Peranan media massa dalam menyiarkan informasi yang diperlukan
masyarakat juga telah diatur dalam Undang-Undang no. 40 tahun 1999 tentang
Pers. Dimana pada pasal 6 poin (a) Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa
masyarakat memiliki hak untuk mengetahui apa yang diperlukan dan dalam hal
ini lembaga pers wajib memenuhi. Berdasar atas peraturan tersebut maka
Greenpeace Indonesia menggandeng pihak-pihak media untuk mengangkat isu
lingkungan yang diperjuangkan akan dapat sampai kepada seluruh sasaran, seperti
pemerintah, pihak industri, dan pastinya masyarakat luas.
Pesan yang dikeluarkan Greenpeace tidak hanya pesan yang berisi tulisan,
namun pesan lingkungan yang dikeluarkan Greenpeace adalah pesan yang
diproduksi dalam foto dan film. Foto merupakan salah satu kekuatan yang
dimiliki Greenpeace Indonesia dalam menyampaikan pesan kampanye. Foto yang
dibuat selalu ingin menggambarkan mengenai keadaan nyata tentang apa yang
terjadi dan apa yang diperjuangkan Greenpeace agar khalayak mau mendengar
pesan lingkungan ini. Biasanya foto yang ditampilkan berisi mengenai hal yang
berhubungan dengan dampak kerusakan kepada masyarakat atau solusi dari
129
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kerusakan yang terjadi. Foto dibuat untuk menarik media agar mau memuat
gambar ini hingga akhirnya sampai ke khalayak.
Menurut Galtung dan Ruge (dalam buku McQuail, 2000: 166), media
senderung lebih menyenangi peristiwa yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
bersifat mendadak; memiliki skala intensitas dan besar; jelas dan tidak
meragukan; tidak diharapkan sebelumnya; secara budaya dekat dengan public
sasaran; dan berkesinambungan.
Selain memproduksi pesan dalam foto, pada beberapa kampanye
Greenpeace
Indonesia
juga
memproduksi
pesan
dalam
film
yang
didokumentasikan oleh masyarakat atau komunitas yang mengalami kerusakan
lingkungan dan nantinya pesan tersebut disampaikan ke khalayak luas agar
mereka tahu, peduli, dan akhirnya ikut melakukan aksi perubahan untuk
menyelamatkan lingkungan. Berikut penuturan Activism Coordinator Greenpeace
Indonesia :
program yang kita bikin untuk kampanye toxic contohnya. Kita bikin
film, kenapa film karena medium is the message. Dengan film, pertama kita
ingin mengangkat kemampuan masyarakat sendiri untuk memaksimalkan sisi
journalism. Selain film itu kontennya, tapi di film ini dibuat dari sekitar mereka
dari komunitas, jadi pencemaran toxic itu ternyata dekat ya dengan mereka dan
mereka bisa melakukan sesuatu, sedangkan dari sisi politiknya adalah kita mau
nunjukkin bahwa ini lho yang terjadi dan Anda-Anda (pemegang kekuasaan) ini
yang bertanggung jawab membuat Citarum menjadi tempat membuang limbah.
(Danang Nugroho, Activism Coordinator Greenpeace Indonesia, wawancara
pada 25 Februari 2013).
Media massa memang memiliki kekuatan yang cukup besar untuk
menyebarluaskan informasi kepada khalayak. Namun untuk menarik media agar
mau memberitakan peristiwa apa yang sedang terjadi tidaklah mudah. Harus ada
130
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang menonjol dalam pesan kita sehingga media juga menganggap bahwa pesan
ini penting untuk diberitakan. Menurut Walfer Lippman (dalam buku McQuail,
2000: 164) berita (pesan) terdiri atas sejumlah peristiwa yang lebih menonjol
daripada kejadian biasa sehari-hari. Dalam konteks kegiatan yang dilakukan,
Greenpeace sering kali membuat aksi yang tiba-tiba karena tidak dipublikasikan
sebelumnya sehingga dapat menarik media untuk meliput dan memuatnya di
media massa.
Setelah memberikan pemaparan mengenai analisis penggunaan media
massa sebagai media yang dipilih dalam strategi penyampaian pesan kepada
khalayak, kini peneliti akan menganalisis mengenai penggunaan media lain, yakni
media baru. Sebagai organisasi kampanye lingkungan yang memiliki tujuan untuk
mengkomunikasikan isu-isu lingkungan kepada masyarakat luas, Greenpeace
memaksimalkan
penggunaan
media
agar
pesan
dapat
menyeluruh
penyampaiannya. Seperti yang diungkapkan oleh Program Manager & Country
Director sebagai berikut:
Sebetulnya dari komunikasi yang kita lakukan, kita ingin menyampaikan
pesan tentang apa yang dilakukan Greenpeace atau kampanye Greenpeace
juga mengajak supaya mereka terlibat kepada kegiatan Greenpeace dan itu
bisa dilakukan dengan berbagai macam cara dan banyak alat yang ada.
Kalau untuk menjangkau pemerintah atau publik, kita menggunakan
media massa yang ada, seperti cetak dan elektronik. Ada juga media yang
kita punya sendiri, kita menggunakan sosial media, website, dan
sebagainya.
nggena Ginting, Program Manager & Country Director
Greenpeace Indonesia, wawancara pada 11 Maret 2013)
Dalam penggunaan media yang kini dilakukan, Greenpeace Indonesia
memiliki prinsip cutting edge. Maksudnya adalah Greenpeace Indonesia ingin
menggunakan dan mengoptimalkan media dari teknologi mutakhir yang ada. Hal
perpustakaan.uns.ac.id
131
digilib.uns.ac.id
ini dilakukan karena Greenpeace juga merupakan salah satu organisasi kampanye
yang awal menggunakan new media.
Dewasa ini new media sangat erat kaitannya dengan anak muda. Dengan
perkembangan zaman dan teknologi yang semakin maju, anak muda dibuat seperti
raja untuk mendapatkan informasi yang tengah berkembang. Inilah salah satu
strategi yang juga dilakukan Greenpeace Indonesia dalam menyampaikan pesan
kepada anak muda, yakni menggunakan media yang banyak dipakai anak muda.
Menurut Straubhaar dan LaRose (2004: 26), kehadiran teknologi yang
telah mengubah masyarakat dan membawanya melewati beberapa fase peradaban.
Dengan demikian, media komunikasi sebagai salah satu bentuk teknologi juga
mempunyai potensi untuk mengubah segala sesuatu di dalam peradaban. Tidak
dipungkiri bahwa perubahan budaya masyarakat juga diakibatkan oleh
perkembangan teknologi.
Selain menggunakan media konvensional seperti media cetak dan
elektronik untuk memuat pesan yang ingin disampaikan kepada khalayak,
Greenpeace Indonesia juga menggunakan new media sebagai jawaban
perkembangan penggunaan teknologi masa kini. New media adalah bentuk unik
dari media digital dan penyusunan kembali dari banyak bentuk media tradisional
untuk mengadopsi dan beradaptasi dengan teknologi-teknologi media baru (Flew,
2008: 3-4).
Peran media dalam kegiatan komunikasi di kehidupan keseharian sudah
begitu besar dan penting. Apalagi jika melihat penggunaan media khususnya kini
perpustakaan.uns.ac.id
132
digilib.uns.ac.id
media baru seperti media sosial dalam keseharian anak muda telah menjadi gaya
hidup. Perbedaan media baru dan media tradisional ada pada aspek digitalisasi,
konvergensi, interaktivitas, dan jaringan media.
Media baru yang dimiliki antara lain, Web, Blog, Twitter, Facebook,
Google+, Instagram, Pinterest, LinkedIn, YouTube, dan Vine. Pada web dan blog
yang memiliki karakteristik sebagai media yang dapat memuat teks mengenai
informasi yang dimiliki Greenpeace Indonesia, membuat kedua layanan media
baru ini dapat memberikan informasi lebih banyak secara tulisan. Pada media ini
juga terdapat fitur counter yang berfungsi untuk menghitung jumlah pengunjung
yang membuka web/blog. Sehingga dapat terlihat berapa banyak orang yang
memiliki awareness terhadap Greenpeace. Dari informasi yang lengkap dari
web/blog ini pula, khalayak dapat mendapatkan pengetahuan lebih mengenai isuisu lingkungan dan kampanye Greenpeace Indonesia.
Media sosial lain yang digunakan Greenpeace Indonesia adalah Twitter
dan Facebook. Memiliki fungsi utama untuk bersosialisasi dan menyampaikan
pesan dari pesan yang di-publish di fitur update status. Kedua media ini
digunakan untuk berinteraksi langsung dengan khalayak yang ingin mengetahui
lebih jauh tentang apa yang dilakukan Greenpeace. Jadi siapa pun dapat
berinteraksi dengan Greenpeace Indonesia melalui kedua akun ini dan
Greenpeace Indonesia akan memberikan tanggapan sebagai feed back. Hal ini
disampaikan oleh Social Media Coordinator Greenpeace Indonesia sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id
133
digilib.uns.ac.id
i Facebook kita punya aturan tidak akan menghapus komen apapun. Mau dia
jelek-jelekin Greenpeace atau apa pun, kecuali kalau spamming kaya promosi
gitu ya kita delete. Nah dari situ kita bisa mulai buka pembicaraan sama mereka,
menjawab atau mendebat. Jadi siapapun bisa aktif. Kalau di Twitter, sama juga.
Dulu pas lagi rame-ramenya orang yang jelek-jelekin Greenpeace itu pasti ada
aja, tapi ya kita bisa jawab disitu langsung atau kadang kita belum jawab tapi
udah ada orang lain yang tahu Greenpeace yang jawab. Jadi kalau untuk
interaksi itu terbuka banget.
Greenpeace Indonesia)
Instagram dan Pinterest adalah aplikasi yang biasa digunakan untuk
upload photo. Greenpeace Indonesia menggunakan aplikasi ini karena produk
untuk menyampaikan pesan lingkungan Greenpeace juga berupa foto. Foto
merupakan sebuah karya yang berisi lebih dari sekedar pesan karena foto berisi
penggambaran yang hampir mendekati suasana nyata. Kekuatan foto adalah
memberi visualisasi kepada khalayak. Foto yang diambil dan digunakan
Greenpeace Indonesia adalah untuk memperkuat pesan yang dibuat mengenai
keadaan dari kampanye lingkungan yang dilakukan. Kedua akun ini digunakan
dengan alasan untuk mendekatkan sasaran terutama anak muda dengan
penggambaran atau deskripsi nyata keadaan lingkungan dari foto yang diambil.
Selain berisi tentang foto-foto kerusakan alam, Instagram dan Pinterest
Greenpeace juga berisi foto-foto solusi dari kampanye yang dilakukan.
Selain foto, Greenpeace juga memproduksi film/video. Film/video dibuat
sebagai penggambaran yang lebih nyata mengenai keadaan lingkungan. Dengan
melihat film/video, diharapkan khalayak lebih terkena dampak yang dapat
menyentuh ke sisi emosional. Karena karakter film/video yang bersifat audio
visual sehingga memberikan lebih banyak rangsangan kepada khalayak dibanding
hanya dengan membaca saja atau mendengar saja. Akun YouTube yang dimiliki
perpustakaan.uns.ac.id
134
digilib.uns.ac.id
Greenpeace Indonesia berguna untuk memaksimalkan penyampaian pesan
melalui film/video yang dibuat. Sedangkan aplikasi Vine yang digunakan
Greenpeace bertujuan memaksimalkan share video link.
Google+ memiliki karakteristik yang sama dengan Facebook namun
penggunaannya lebih bersifat personal. Sehingga pengguna yang berada dalam
circle Greenpeace Indonesia akan menerima pesan khusus dimana yang dapat
mengakses dan menerima hanya orang-orang tertentu. Dengan pendekatan yang
lebih personal diharapkan efek penyampaian pesan dapat diterima dengan baik.
Selanjutnya adalah LinkedIn, yaitu media sosial yang khusus dibuat untuk
pengguna dari kalangan pebisnis/pengusaha. Menurut analisis peneliti, jaringan
media sosial ini digunakan Greenpeace Indonesia untuk lebih mendekatkan diri
kepada target audiens yang berasal dari kalangan pebisnis/pengusaha. Masalah
lingkungan hidup tentu saja tidak dapat dilepaskan kaitannya dari masalah
pembangunan dan pengembangan industri. Kalangan ini menjadi salah satu
sasaran yang penting dalam proses penyampaian pesan lingkungan. Pesan yang
disampaikan pun tentunya ada perbedaan dengan yang ditujukan untuk
masyarakat umum. Namun kembali pada tujuan awal komunikasi, yaitu ingin agar
sasaran audiens (komunikan) melakukan apa yang diharapkan dari komunikator.
Dari seluruh media yang digunakan Greenpeace Indonesia, baik media
massa konvensional maupun new media, dapat terlihat efektifitas penyampaian
pesan melalui media-media tersebut dengan indikator sebagai berikut:
135
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Meningkatnya
awareness
anak
muda
mengenai
keberadaan
Greenpeace Indonesia dan pesan lingkungan yang disampaikan. Dapat
dilihat dari banyaknya jumlah pengunjung website atau blog.
2. Meningkatnya pengetahuan anak muda dalam menyikapi kampanye
lingkungan Greenpeace Indonesia. Dilihat dari banyaknya jumlah
followers/friends pada akun jejaring sosial yang dimiliki Greenpeace
Indonesia serta interaksi yang terjadi di dalamnya.
3. Anak muda menyukai pesan lingkungan yang Greenpeace Indonesia.
Pada Facebook, Instagram, Pinterest, dan YouTube dapat terlihat dari
banyaknya orang yang like/subscribe post di akun-akun tersebut.
4. Anak muda tertarik dan yakin pada pesan dan ikut menyebarluaskan
pesan, misalnya di social media dapat terlihat dari banyaknya orang
yang me-ReTweet post di Twitter, me-RePin gambar di Pinterest.
5. Anak muda bergabung menjadi volunteer atau supporter Greenpeace
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah orang yang sign
up sebagai volunteer melalui website resmi Greenpeace Indonesia.
4.3. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Proses Penyampaian
Pesan
Dalam proses penyampaian pesan yang dilakukan Greenpeace Indonesia
tentu tidak selalu berjalan sesuai yang diinginkan. Terdapat faktor pendukung dan
perpustakaan.uns.ac.id
136
digilib.uns.ac.id
faktor penghambat dalam proses penyampaian pesan. Faktor pendukung adalah
hal positif yang membantu pesan diterima oleh khalayak, sebaliknya faktor
penghambat dapat menghalangi efektifitas berlangsungnya proses tersebut.
Komunikasi merupakan proses yang rumit. Dalam menyusun strategi
komunikasi maka perlu pemikiran untuk memperhitungkan faktor-faktor
pendukung dan faktor-faktor penghambat (Effendy, 1986: 39-47). Berikut adalah
faktor-faktor pendukung dan penghambat proses penyampaian pesan yang
dilakukan Greenpeace:
1. Penggunaan bahasa yang sesuai
Sebelum membuat pesan kampanye, Greenpeace Indonesia selalu
menentukan terlebih dahulu siapa target audience dari setiap kampanye
yang akan dibuat. Maka dalam setiap pesan yang dibuat dapat berbeda
penggunaan bahasanya sesuai dengan sasaran audiens yang dituju. Pesan
yang dibuat pun dinilai utuh, lugas, dan dikemas secara menarik sehingga
dapat diterima dengan baik.
R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam buku
Techniques for Effective Communication, menyatakan bahwa tujuan
sentral kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama (Onong
Uchjana Effendy, 2001:32). Pertama, memastikan bahwa komunikan
mengerti pesan yang diterima. Kemudian apabila pesan sudah dapat
diterima dan dimengerti, maka penerimaan pesan harus dibina. Pada
perpustakaan.uns.ac.id
137
digilib.uns.ac.id
akhirnya, pesan diharapkan dapat memotivasi dilakukannya suatu aksi
atau kegiatan.
Bagi volunteer yang telah bergabung dengan Greenpeace Indonesia,
pesan yang disampaikan telah sesuai karena juga berdasar atas riset yang
telah dilakukan sebelum membentuk pesan. Seperti diungkapkan oleh
volunteer Greenpeace Indonesia sebagai berikut:
Kalau menurut saya sih sangat sesuai karena setahu saya dari
Greenpeace pun kalau akan melakukan sesuatu itu selalu didasari dengan
riset dulu. Apa yang akan kita sampai kepada masyarakat, stakeholder,
atau siapapun pasti kita lakukan riset dulu. Greenpeace juga akhirnya
memberi solusi apa yang bisa masyarakat lakukan, nah selanjutnya
tergantung media mengolah agar masyarakat bisa menerima pesannya
dengan jelas. Dan Greenpeace ini menurut saya sendiri sudah melakukan
yang namanya pemberian pesan dan kesan. Memang core value
Greenpeace itu adalah penyampaian pesan, jadi apa yang bisa
disampaikan ke masyarakat dengan pembuktian fakta-fakta.
Volunteer Greenpeace Indonesia, wawancara pada 25 Februari 2013)
2. Menerapkan konsep Non Violent Direct Action
Begitu banyak organisasi lingkungan yang ada di Indonesia bahkan di
seluruh dunia. Sebagai salah satu organisasi internasional yang concern
pada isu lingkungan, Greenpeace menerapkan konsep yang berbeda
dalam setiap aksinya, yakni non violent direct action (NVDA). Konsep
aksi langsung tanpa kekerasan ini menjadi hal menarik dan membuat
proses penyampaian pesan dapat lebih mudah diterima oleh banyak orang
khususnya anak muda.
Di satu sisi, aksi yang dilakukan Greenpeace sering dinilai sebagai aksi
yang radikal namun di sisi lain Greenpeace selalu mengutamakan aksi
perpustakaan.uns.ac.id
138
digilib.uns.ac.id
damai tanpa kekerasan dalam setiap kegiatan. Anak muda sebagai bagian
masyarakat yang dinilai memiliki semangat tinggi namun mudah tersulut
emosi, dalam aksi bersama Greenpeace mereka diajarkan untuk selalu
menjalankan aksi tanpa kekerasan. Hal ini diakui oleh Activism
Coordinator Greenpeace Indonesia sebagai berikut:
Kalau dari aku pribadi, apa yang membuat anak muda tertarik seperti
aku dulu awal gabung di Greenpeace itu lebih ke aksi langsung tanpa
kekerasan itu membuat menarik.
, Activism
Coordinator Greenpeace Indonesia)
Hal senada juga diungkapkan volunteer Greenpeace Indonesia sebagai
berikut:
Greenpeace itu punya cara yang berbeda dan mereka juga sangat anti
kekerasan. Itu lah yang pertama kali bikin aku jatuh cinta sama
Greenpeace. Karena kita berpikir kalau kekerasan dibalas sama
kekerasan juga ya gak ada gunanya. Cara mereka juga berbeda, aksi juga
gak melulu harus ngelibatin orang banyak, yang ampe bikin macet jalan.
Cukup kadang satu orang, dua orang tapi misinya, pesannya padat,
singkat, jelas dan yang penting sampai.
Volunteer
Greenpeace Indonesia)
Konsep Non Violent Direct Action yang diterapkan oleh Greenpeace
Indonesia telah menjadi strategi dalam penyampaian pesan kepada anak
muda khususnya yang telah menjadi volunteer. Greenpeace Indonesia
juga memberikan pelatihan NVDA sebelum volunteer diterjunkan
langsung pada setiap aksi yang dilakukan Greenpeace Indonesia.
Sehingga penyampaian pesan dapat dilakukan oleh volunteer dalam
setiap aksi langsung dan dilakukan tanpa kekerasan seperti yang
diharapkan oleh Greenpeace Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id
139
digilib.uns.ac.id
3. Membuat aksi yang kreatif
Pengemasan pesan yang disampaikan melalui aksi yang kreatif
dilakukan Greenpeace Indonesia untuk menarik perhatian media. Karena
media merupakan sumber kekuatan tersampaikannya pesan kepada
khalayak. Aksi yang kreatif dan inovatif ini juga yang membuat anak
muda tertarik untuk menjadi volunteer Greenpeace Indonesia. Aksi yang
dilakukan Greenpeace dianggap sesuai dengan jiwa anak muda yang
bersemangat, memiliki pemikiran yang segar, dan kreatif. Dengan begitu
efek yang diharapkan dari pesan yang dibuat Greenpeace agar khalayak
ikut melakukan aksi penyelamatan lingkungan lebih mungkin terjadi.
Karena khalayak, khususnya anak muda, merasa bahwa pesan yang
dibawa Greenpeace merupakan pesan yang penting, menyangkut
permasalahan lingkungan, dan mengena di sisi psikologis anak muda
yang tertantang untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Hal ini berkaitan juga dengan penggunaan bahasa yang sesuai dengan
target audiens terutama anak muda, sehingga dapat menghasilkan efek
yang diinginkan, yakni ikut melakukan aksi langsung bersama
Greenpeace. Aksi kreatif yang biasa dilakukan oleh Greenpeace
Indonesia antara lain aksi teatrikal, photo op, pengumpulan petisi, dan
melakukan aksi langsung dengan melibatkan masyarakat di sekitar
tempat daerah kampanye.
perpustakaan.uns.ac.id
140
digilib.uns.ac.id
4. Optimal menggunakan media online
Penggunaan media memang merupakan salah satu cara dalam
menjalankan strategi komunikasi yang dilakukan Greenpeace Indonesia.
Selain menggunakan media konvensional untuk menginformasikan pesan,
di era digitalisasi ini Greenpeace Indonesia mengoptimalkan penggunaan
media online atau new media. Karena sasaran yang dituju kebanyakan
adalah anak muda, maka channel ini dianggap sesuai dan dipilih untuk
memaksimalkan proses penyampaian pesan. Seperti yang diungkapkan
volunteer Greenpeace Indonesia sebagai berikut:
Kalau gue lihat kan Greenpeace ini komunikasinya lebih fokus ke
media, media online khususnya. Dan anak-anak muda sekarang
kebanyakan adalah pengguna media online, jadi menurut gue dengan cara
yang seperti itu lebih mudah masuk ke anak muda.
Volunteer
Greenpeace Indonesia, wawancara pada 5 Maret 2013)
Menurut Jan Van Dijk, new media adalah revolusi dari munculnya media
interaktif. Aksi dan reaksi merupakan bentuk interaktifitas dalam new
media. Sistem interaktifitas ini merupakan perkembangan dari sistem
komunikasi interpersonal, komunikasi individu dengan kelompok, dan
komunikasi massa dengan massa (dalam buku Yunus A. Syaibani, 2011:
18-19).
Kemunculan internet sebagai wujud dari media baru yang paling
mutakhir dan membawa implikasi besar dalam kehidupan sosial
bermasyarakat. Sifat interaktif yang menjadi pembeda antara media baru
dengan media konvensional dimana pengguna media tidak hanya
141
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berperan sebagai konsumen pesan tapi juga sekaligus produsen pesan.
Seperti
yang
dikatakan
Dennis
McQuail
(2000:
120)
bahwa
keseimbangan aktivitas audiens telah bergeser dari sekedar menerima
konten media, kini mereka juga melakukan aktivitas pencarian,
pengonsultasian, dan interaksi.
5. Masalah sosial ekonomi
Dalam menyampaikan pesan lingkungan, Greenpeace Indonesia juga
menemui hal-hal yang menghambat efektifitas komunikasi yang
dilakukan. Salah satunya adalah masalah sosial ekonomi. Kampanye
lingkungan
yang
dilakukan
selalu
dihadapkan
dengan
berbagai
konsekuensi karena masalah yang dihadapi sering kali berasal dari
perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kuasa besar. Jika membahas
sudah membahas mengenai perusahaan dan industri ini sangat erat kaitan
dengan pembangunan.
Menurut A.R. Soehoed dalam Soerjani (1991) pada hakekatnya
lingkungan dan pembangunan merupakan dua rangkaian yang tidak dapat
dipisahkan (dalam thesis Eko Kurniawan, 2006: 22). Pembangunan
adalah hasil dari perbuatan manusia guna mewujudkan suatu lingkungan
penghidupan baru yang seharusnya lebih baik dari yang ada sebelumnya.
Namun semakin berkembangannya pembangunan ternyata tidak selalu
membawa penghidupan yang baik terutama pada lingkungan.
142
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk itu Greenpeace Indonesia bersama para volunteer ingin
menyampaikan pesan lingkungan tersebut kepada masyarakat, utamanya
di tempat dimana mereka mengadakan kampanye. Beragamnya latar
belakang di berbagai daerah di Indonesia tentu saja tidak membuat
penyampaian pesan ini menjadi mudah. Masalah sosial ekonomi
merupakan salah satu hal yang dapat menghambat pesan lingkungan
diterima
oleh
masyarakat.
Seperti
diungkapkan
oleh
volunteer
Greenpeace Indonesia sebagai berikut:
Yang paling besar adalah masalah ekonomi. Misalkan masyarakat yang
ada di luar daerah konflik, mau mikirin masalah lingkungan, mikirin
makan saja susah mau mikir yang lain. Yang kedua, ada yang memang
gak paham. Misalnya dari latar belakang pendidikan yang kurang
memadai. Kalau mau diajak ngomongin global warming, mereka gak
ngerti tapi itu kita jelaskan. Kemudian untuk di daerah konfliknya sendiri,
jadi sebenarnya yang melakukan kampanye itu tidak hanya dari
Greenpeace tapi dari pihak-pihak yang bersangkutan, yang ikut
melakukan kerusakan itu juga melakukan kampanye. Seperti akan
memberikan lapangan pekerjaan, penghasilan yang banyak, dan segala
macam. Nah itu juga jadi masalah buat Greenpeace saat menyampaikan
kampanye.
Volunteer Greenpeace Indonesia, wawancara
pada 19 Februari 2013)
Namun hal ini tidak dijadikan sebagai kendala besar karena volunteer
harus memiliki komitmen untuk terus menjalankan misi penyelamatan
lingkungan. Berdasar pada Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang no. 23 Tahun
Setiap
orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan
dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup
Maka
langkah
yang
ditempuh
jika
menemui
kesulitan
untuk
menyampaikan pesan lingkungan mengenai dampak dan bahaya dari
143
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kerusakan yang ada akan terus dilakukan kepada masyarakat. Karena
Greenpeace
akan
terus
melakukan
kampanye
lingkungan
demi
kepentingan bersama.
6. Pihak yang mementingkan kepentingan pribadi
Telah diketahui bahwa pihak-pihak yang sering melakukan kerusakan
lingkungan dengan skala besar adalah pihak perusahaan-perusahaan yang
memiliki kuasa. Pihak-pihak tersebut merupakan pihak yang lebih
mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan masyarakat
luas dan lingkungan. Menurut Abrar (1993), permasalahan lingkungan
biasanya menyangkut gangguan terhadap keseimbangan sumberdaya di
lingkungannya (dalam thesis Eko Kurniawan, 2006: 22). Problema
lingkungan buatan biasanya menyangkut cara hidup manusia mengatur
penggunaan yang ada. Namun, jika sumberdaya itu tidak dimanfaatkan
secara benar maka dapat mengganggu kehidupan manusia.
Sayangnya, setiap perbuatan yang dimaksudkan untuk kebaikan tidak
selalu akan dinilai baik bagi pihak lain. Seperti kampanye-kampanye yang
dilakukan Greenpeace. Tidak hanya pihak industri (perusahaan) yang
merasa terganggu, pemerintah pun masih merasa bahwa apa yang
dilakukan Greenpeace sebagai gangguan. Seperti diungkapkan oleh
Program Manager & Country Director Greenpeace Indonesia sebagai
berikut:
144
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
i (perusahaan) akan berpikir bahwa Greenpeace
menggangu, kalau pemerintah melihat bahwa Greenpeace menghalangi
investasi dan membuat perusahaan gak nyaman dan sebagainya. Kalau
untuk perusahaan bisa kita pahami karena aksi Greenpeace itu agresif,
mengekspos, membuka skandal, membawa bukti kerusakan, dan
sebagainya. Nah pemerintah, sayangnya melihat kampanye Greenpeace
dari sisi negatif. Dan melihat bahwa Greenpeace hanya kampanye melulu,
lupa bahwa kita juga selalu menginspirasi solusi. Kampanye dan memberi
solusi, kampanye dan memberi solusi. Lihat pekerjaan-pekerjaan kita.
Selalu ada solusi setelahnya. Jadi pertama, pemerintah gak lihat itu.
Kedua, pemerintah hanya melihat bahwa kampanye Greenpeace ini
mengganggu jalannya pembangunan. Nah sebetulnya, apakah ini berarti
bahwa pemerintah lebih menyukai pembangunan yang merusak ya, tidak
ingin pembangunan yang berkelanjutan, tidak ingin pembangunan yang
berkelanjutan dan tidak merusak. Karena sebenarnya Greenpeace hanya
ingin membantu, ingin membantu membuat lingkungan lebih baik untuk
kehidupan masa depan.
Program Manager &
Country Director Greenpeace Indonesia, wawancara pada 11 Maret 2013)
Pemerintah sendiri telah mengatur masalah hak, kewajiban, dan peran
menyangkut lingkungan dalam Undang-Undang no. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Pasal 5 ayat (1) dan (3).
Dituliskan sebagai berikut:
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam
rangka
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Dengan adanya peraturan yang telah mengatur mengenai hak, kewajiban,
dan
peran
dalam
masalah
lingkungan
diharapkan
pihak
yang
mementingkan kepentingan pribadi dapat menyadari bahwa yang mereka
lakukan sangat merugikan orang lain dan juga lingkungan. Selain itu,
perpustakaan.uns.ac.id
145
digilib.uns.ac.id
pemerintah dapat melihat bahwa gerakan-gerakan lingkungan yang ada di
Indonesia dilakukan semata-mata untuk kepentingan bersama dalam
rangka pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik.
Download