STUDI EKSPLORASI TENTANG SUMBER STRES DAN TAHAP

advertisement
PERINGATAN !!!
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan
referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila
Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan
pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
STUDI KASUS MENGENAI KEPRIBADIAN ANAK KEMBAR
YANG TERPISAH SEJAK BAYI DI BUDAYA YANG BERBEDA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menempuh Ujian Sidang Sarjana
Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung
Disusun Oleh :
Mutia Qoriana
10050001137
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2008
STUDI KASUS MENGENAI KEPRIBADIAN ANAK KEMBAR YANG
TERPISAH SEJAK BAYI DI BUDAYA YANG BERBEDA
Nama : Mutia Qoriana
NPM : 10050001137
Bandung, Juli 2008
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
FAKULTAS PSIKOLOGI
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Eppy R. Sapri, M.Si.
Dra. Suci Nugraha, M.Si.
Mengetahui
Dekan Fakultas Psikologi
DR. Umar Yusuf, M.Si.
Motto
Artinya :
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan)
yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
(Q.S. Alam Nasyrah : 6-8)
Artinya :
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya.
Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu
berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(Q.S. Al-Baqarah : 148)
“…Dengan Rakhmat Allah S.W.T.,
Ku persembahkan untuk kedua orang
tuaku tercinta...”.
ABSTRAK
MUTIA QORIANA. Studi Kasus Mengenai Kepribadian Anak Kembar yang Terpisah Sejak Bayi di
Budaya yang Berbeda.
Adanya anak kembar merupakan suatu fenomena yang luar biasa karena terdapatnya dua/lebih
individu yang memiliki banyak kesamaan dan kemiripan. Biasanya anak kembar diasuh bersama oleh
orang tua mereka di lingkungan yang sama, tetapi tidak jarang juga orang tua yang memiliki bayi kembar
memisahkan bayi kembar mereka. Pemisahan ini dikarenakan oleh berbagai sebab dan ada yang ditentukan
sampai dengan umur tertentu, misalkan sampai mereka dewasa atau juga selamanya sehingga mereka
berpeluang sangat kecil untuk bisa bertemu satu sama lainnya. Pemisahan pada anak kembar inipun sering
menimbulkan pertanyaan ataupun argumen berkaitan dengan kemampuan dan pola tingkah laku yang akan
muncul.
Diluar negeri penelitian tentang anak kembar yang diasuh terpisah ini sangat menarik para
ilmuwan. Penelitian-penelitian yang ada sebelumnya banyak menunjukkan bahwa pada kembar identik
yang terpisah cenderung tetap ditemukan banyak kesamaan/kemiripan antara keduanya walaupun mereka
dipisahkan. Hal ini diasumsikan karena adanya kesamaan genetik yang serupa pada mereka.
Penelitian lebih lanjut untuk permasalahan ini sangatlah diperlukan, tetapi di Indonesia penelitian
untuk permasalahan ini sangatlah jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan jarang terungkap/ditemukannya
sampel anak kembar yang terpisah yang memungkinkan untuk dapat diteliti. Sejauh ini kita lebih sering
mendapatkan informasi tentang penelitian-peneltian anak kembar ini hanya dengan membaca buku dan
mendengar informasi yang didapatkan dari luar negeri.
Penelitian ini berusaha untuk meneliti lebih lanjut mengenai efek pemisahan pada pasangan
kembar identik terhadap kepribadian mereka ketika dewasa. Pasangan kembar identik dalam penelitian ini
merupakan pasangan kembar identik yang dipisahkan sejak bayi dan dibesarkan di budaya yang berbeda
yaitu Padang dan Jawa. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan bagaimana peran genetik sebagai
unsur nature dan peran budaya sebagai untuk nurture terhadap kepribadian yang terbentuk pada kembar
identik yang dibesarkan pada budaya yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, yaitu mencermati subyek penelitian secara
mendalam dan menggambarkannya di dalam keseluruhan tingkah laku beserta hal-hal yang
melingkunginya, hubungan antara tingkah laku, demikian pula lain-lain hal yang berkaitan dengan tingkah
laku tersebut. Penelitian ini berusaha menggambarkan secara mendalam kepribadian subyek penelitian
melalui penggunaan alat tes psikologi antara lain big five personality test, EPPS dan WB yang diharapkan
dapat menjelaskan efek pemisahan ini secara mendalam.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa budaya Minang memberikan kontribusi pada pembentukan
kepribadian AP dengan trait ekstraversion dan openness yang tinggi serta trait agreeableness dan
neuroticm yang rendah. Sedangkan budaya Jawa memberikan kontribusi pada pembentukan kepribadian BJ
yang memiliki trait conscientiousness dan agreeableness yang tinggi serta trait extraversion yang rendah.
Pada orientasi needs, AP yang dibesarkan di Padang memiliki kebutuhan yang tinggi akan exhibition,
autonomy dan aggresion. Sedangkan BJ yang dibesarkan di Jawa memiliki kebutuhan yang tinggi akan
succorance, deference dan achievement. Dalam hal kecerdasan ditemukan taraf kecerdasan yang sama
walaupun mereka dibesarkan dalam budaya yang berbeda, namun AP memiliki memiliki kemampuan
verbal (VIQ) yang lebih tinggi dibandingkan BJ dan sebaliknya BJ memiliki kemampuan performance
(PIQ) yang lebih tinggi dibandingkan AP.
Pada banyak penelitian anak kembar sebelumnya, tetap ditemukan banyak persamaan pada
kepribadian mereka tetapi pada kasus kembar identik yang terpisah dibudaya yang berbeda, pada budaya
Padang dan Jawa dalam penelitian ini, justru ditemukan kepribadian yang cenderung berbeda pada diri
mereka, sesuai dengan lingkungan budaya tempat mereka dibesarkan. Untuk itu disarankan agar
dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai fenomena ini dan diharapkan agar penelitian seputar
fenomena anak kembar ini dapat memberi banyak inspirasi bagi topik dan tema penelitian bidang
psikologi yang berkaitan dengan dinamika anak kembar dan psikologi lintas budaya serta dinamika
kecerdasan dalam perspektif budaya tertentu .
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiiim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Sang Maha Pencipta,
Allah SWT atas segala petunjuk dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi berjudul Studi Kasus mengenai Kepribadian Anak
Kembar Identik yang Terpisah Sejak Bayi di Budaya yang Berbeda. Skripsi
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti sidang sarjana pada
fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.
Banyak hambatan dan kesulitan yang penulis alami selama pembuatan
skripsi ini, namun melalui kesabaran dan proses yang cukup panjang akhirnya
masa-masa sulit tersebut telah terlalui, segala puji pada Allah Yang Maha
Melapangkan dan Mengabulkan do’a hambaNya.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari peran serta
dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Eppy R.S., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I, yang telah bersedia
untuk membimbing dan memberikan saran dan masukan, serta rela
meluangkan waktu terhadap penulis selama dalam penyusunan skripsi ini.
Terimakasih banyak yah kang..
2. Ibu Dra. Suci Nugraha M.Psi, selaku Pembimbing II, terimakasih atas saran,
masukan, dan waktu yang telah diberikan kepada penulis selama
menyelesaikan skripsi ini.
iv
3. Kepada ibu Temi Damayanti, selaku dosen wali yang telah sangat baik dan
selalu memotivasiku.
4. Kepada semua dosen pengajar Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.
5. Untuk Mamaku tersayang, terimakasih yang sebesar-besarnya atas doa dan
kasih sayang yang tiada henti diberikan kepada penulis, serta kesabaran untuk
tetap mendukung penulis agar menyelesaikan skripsi ini. Untuk (alm) papa..
akhirnya bentar lagi aku lulus pa..
6. Keluarga besarku semuanya : Mas Iwan, mbak Indah, mbak Nunung, mas
Cuk, bang Anton, (Alm) mbak Nuning, mas Eko, mas David yang selalu
memberikan doa dan perhatian serta dorongan kepada penulis. Juga kepada
bude Sabar qu yang sangat baik, terimakasih atas motivasinya..
7. Untuk mbak Ana dan mbak Atik yang telah bersedia dijadikan subyek
penelitian.
8. Semua ponakan-ponakanku tersayang : Rani, Alya, Jihan, Ariq, Arya, Salma,
Fathir, dan Ipank qu yang gendut. Buat Jihan makasih yah, udah sering
nemenin dan jadi asisten tante pas ngerjain skripsi. Buat Ariq makasih udah
sering doain tante.. I Luv u all beb...
9. Untuk Bunda Fathin, terimakasih banyak yah bun telah sudi menjadi tempatku
berkonsultasi.. maaf aq sering merepotkan..
10. Sahabat-sahabatku Dr. Q....m : Dotty, Osa, Mars, Popon, Rinie juga Dewi &
Lala Montox, makasih atas dukungan & waktu-waktu yang indah selama
beberapa tahun ini..
11. Tuk sahabat2ku Ayu, Tia, Rany, Neneng, Nungki, Vdot, Nia, April, Tari, Ujie,
Febri, Vny, Tyas, makasih udah sangat perhatian dan selalu memotivasi aku..
v
12. Sahabat-sahabat Greenhouse : Aviv, Ajoz, Veta, Iso, Farid, Kang Hilman,
terima kasih banyak untuk semua bantuan dan motivasinya. Kapan kita
berkumpul lagi yahh..
13. Adikqu Iyank yang sangat baik, terimakasih banyak telah selalu ada di saat aq
membutuhkan.
14. Teman-teman Uscd yang baik : Ova, teh Ida, Santi, Puri, Purwo, Keli, Gery,
dan Bondan. Banyak kenangan bersama kalian..
15. Untuk Adek, Febi, Uci, juga Choky, J, Agung, dan Lie.. yang telah
mensupport aq.. sehingga akhirnya skripsi ini selesai sudah..
16. Untuk anak-anak Obscura : Wil, Mela, Meli, Vna, Ila, Faisal, Zul..
17. Teman-teman ESQ semuanya..
18. Mia, Chiko, kangDaus, Aer, Zaky, Okta,Itoy, n tmn2 seperjuangan lulus,hehe..
19. Terakhir untuk semua mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2001, 2002,
2003, 2004 serta angkatan Kurnas yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Terima kasih atas semua bantuannya.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan perlindungan dan rahmat-Nya.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bandung, Juni 2008
Penulis
Mutia Qoriana
vi
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Identifikasi Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Kegunaan Penelitian
1
8
11
11
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Teori Psikologi Kepribadian
2.1.1. Definisi Kepribadian
2.1.2. Paradigma Trait
2.2.3. Teori Big Five Personality
2.3. Anak Kembar
2.4. Kepribadian Anak Kembar
2.4. Psikologi Lintas Budaya
2.4.1. Definisi Budaya
2.4.2. Etik, Emik, Etnosentris Budaya
2.4.3. Lingkungan dan Gaya Pengasuhan
2.4.4. Kebudayaan Minang dan Jawa
2.5. Kerangka Pemikiran
12
13
17
25
35
37
39
41
43
45
46
52
METODOLOGI PENELITIAN
3,1 Rancangan Penelitian
3.2. Teknis Pengumpulan Data
3.3. Deskripsi Alat test
3.3.1. Big Five Personality Test
3.3.2. EPPS ( Edward Personal Preference Schedule)
3.3.3. WB ( Wechsler Belleviner Intelligence Scale)
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.2. Identitas Subyek
4.3. Profil Keluarga Kandung Atik dan Ana
4.4. Profil Subyek Penelitian
4.4.1. Profil Subyek AP
4.4.2. Profil subyek BJ
4.5. Hasil Analisa Test Big Five
4.5.1. Hasil Test Big Five AP
4.5.2. Hasil Test Big Five BJ
4.5.3. Hasil Test Big Five Ibu
4.5.4. Perbandingan Hasil Test Big Five
Kembar AP dan BJ
4.5.5. Perbandingan Hasil Test Big Five
Ibu dan AP
4.5.6. Perbandingan Hasil Test Big Five
Ibu dan BJ
4.5.7. Pembahasan
4.5.7.1.
Peran Nature dan Nurture dalam
Membentuk Karakter Kepribadian Subyek
4.6. Hasil Test EPPS
4.6.1. Hasil Analisis
4.6.2. Pembahasan EPPS
58
60
63
65
72
76
76
78
79
83
86
87
88
89
90
91
92
93
93
98
BAB V
4.6.2.1.
Pembahasan EPPS AP
4.6.2.2.
Pembahasan EPPS BJ
4.6.2.3.
Pembahasan EPPS Ibu
4.6.3 Pembahasan EPPS
4.7. Hasil Analisa Test WB
4.7.1 Hasil Analisis Tes WB AP
4.7.2. Hasil Analisis Tes WB BJ
4.7.3. Pembahasan Hasil Tes WB
4.8. Kesimpulan Seluruh Pembahasan
106
107
108
109
112
112
113
117
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran-saran
121
122
DAFTAR TABEL
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
2.1.
3.1.
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.
4.7.
Perbandingan Indiaktor Lingkungan Budaya Jawa dan Minang
Jenis Alat Tes yang digunakan
Hasil Persentil Big Five
Big Five AP
Big Five BJ
Big Five Ibu
Big Five AP dan BJ
Hasil Big Five Personality Survey
Hasil Persentil Big Five
46
63
86
87
88
89
90
92
94
BAB I Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mempunyai anak kembar, merupakan suatu karunia unik. Banyak
keluarga/pasangan suami – istri yang mendambakan untuk memiliki anak kembar
ini. Adanya anak kembar memang merupakan suatu fenomena yang luar biasa
karena terdapatnya dua/lebih individu yang memiliki penampilan fisik dengan
banyak kesamaan dan kemiripan. Mempunyai keturunan kembar memang sangat
terkait dengan genetik. Dalam hal ini, kira-kira dua pertiga bayi kembar yang lahir
adalah fraternal, artinya bayi berasal dari dua sel telur, masing-masing dibuahi oleh
sperma yang berbeda. Kedua bayi tersebut berbagi hubungan genetik yang sama
seperti halnya kakak laki-laki atau perempuannya. Keduanya bisa sama atau
berbeda satu sama lain dan mungkin tidak sama kelaminnya.
Sedangkan kira-kira sepertiga dari bayi kembar yang lahir merupakan
kembar identik, yaitu berasal dari bersatunya satu sel telur dan satu sel sperma,
yang segera sesudah pembuahan terpisah jadi dua. Kedua bayi kembar ini
mempunyai ciri-ciri dan jenis kelamin yang sama. Sekitar 25% adalah “ mirror
twins”, artinya beberapa ciri identik mereka ada pada tempat kebalikannya,
sehingga masing-masing anak merupakan cerminan dari kembarannya.
Ketika memasuki masa kanak – kanak dan beranjak dewasa dalam banyak
hal, anak kembar ini sering dibanding-bandingkan dalam hal penampilan fisik,
1
BAB I Pendahuluan
prestasi akademik, keterampilan sosial, maupun selera mereka. Mereka biasanya
dituntut untuk selalu sama dalam segala hal dan sejak kecil seringkali dikondisikan
selalu bersama dengan penampilan yang sama. Hal ini berpengaruh terhadap
kemiripan karakteristik sifat kepribadian yang mereka miliki. Suatu penelitian di
Swedia
mempelajari
trait
ekstraversi
(sosiabilitas)
dan
neurotikisme
(ketidakstabilan emosional) terhadap sampel lebih dari 12.000 pasang orang dewasa
kembar. Pada kedua trait itu, terdapat korelasi 0,5 antara pasangan kembar identik
dan korelasi 0,2 antara pasangan kembar fraternal. Pasangan anak kembar
cenderung diperlakukan mirip dengan pasangan kembarnya yang memungkinkan
adanya kemiripan kepribadian mereka. Hal inipun juga tidak terlepas dari pengaruh
genetik yang mereka miliki yang diperoleh dari gen orangtua mereka serta pengaruh
lingkungan dimana mereka dibesarkan.
Biasanya anak kembar diasuh bersama oleh orangtua mereka di lingkungan
yang sama, tetapi tidak jarang orangtua yang memiliki bayi kembar memisahkan
bayi kembar mereka, sehingga bayi kembar mereka diasuh secara terpisah. Hal ini
dikarenakan oleh berbagai sebab. Ada yang disebabkan oleh adat yang berlaku, ada
juga yang dikarenakan ingin memberikan salah satu bayinya kepada orang lain yang
tidak memiliki anak (adopsi) atau juga karena ingin memisahkan untuk sementara
dan diasuh masih oleh saudara dekat.
Pemisahan ini ada yang ditentukan sampai dengan umur tertentu untuk
kemudian bersama lagi, misalkan sampai mereka dewasa atau juga selamanya
sehingga mereka berpeluang sangat kecil untuk bisa bertemu satu sama lainnya.
2
BAB I Pendahuluan
Pemisahan pada anak kembar ini sering menimbulkan banyak pertanyaan
ataupun argumen berkaitan dengan kemampuan dan pola tingkah laku yang akan
muncul dikarenakan pola pengasuhan dan lingkungan berbeda yang mereka
dapatkan mengingat secara genetik mereka mempunyai banyak kesamaan.
Diluar negeri, penelitian tentang anak kembar yang diasuh terpisah ini
sangat menarik minat para ilmuwan. Terdapat suatu studi yang dinamakan studi
Minnesota, yang melakukan peneliti mengenai anak kembar yang diasuh terpisah
(Minnesota Study of Twins Reared Apart). Studi ini dikepalai oleh Thomas
Bouchard dan rekan-rekannya. Mereka membawa orang-orang kembar identik
(identical twins ; identik secara genetik, karena mereka berasal dari indung telur
yang sama) dan kembar fraternal (fraternal twins ; tidak sama secara genetik
karena berasal dari dua indung telur) dari seluruh dunia ke Minneapolis untuk
meneliti kehidupan mereka, yang meliputi informasi tentang makanan, merokok,
kebiasaan berolahraga, sinar X dada, tes jantung, dan tes gelombang otak (EEG,
brainwave test), dicatat. Orang-orang kembar ini diwawancarai dan diberi lebih dari
15.000 pertanyaan tentang lingkungan, keluarga dan masa kanak-kanak mereka,
minat-minat pribadi, orientasi pekerjaan, nilai-nilai dan pertimbangan aestetis.
Mereka juga diberi tes kemampuan dan intelegensi (Bouchard, dkk, 1981 ;
Bouchard, dkk, 1990).
Dari penelitian tersebut, didapatkan hasil yang cukup fenomenal dan
menarik. Contohnya pada kembar Jim Springer dan Jim Lewis. Mereka adalah
sepasang kembar indentik yang dipisahkan pada usia 4 minggu dan tidak bertemu
3
BAB I Pendahuluan
lagi satu sama lain hingga mereka berusia 39 tahun. Ketika dewasa, keduanya
bekerja sebagai wakil kepala polisi paruh waktu, keduanya menyukai berlibur di
Florida, sama-sama mengendarai Chevrolet, memiliki anjing bernama Toy, dan
menikah serta bercerai dengan perempuan bernama Betty. Salah seorang si kembar
menamakan anak laki-lakinya James Allan, dan si kembar lain juga menamakan
anak laki-lakinya James Alan. Keduanya menyukai matematika, tetapi tidak
menyukai ejaan. Keduanya senang bertukang dan gambar mekanik, menggigit kuku
jari tangan mereka hingga ke inti, memiliki kebiasaan minum dan merokok yang
hampir sama, menderita bawasir (hemorrhoids), naik 10 pon pada waktu yang sama
dalam perkembangan, menderita sakit kepala pertama kali pada usia 18 tahun, dan
memiliki pola tidur yang sama. Perbedaan diantara mereka berdua adalah yang satu
memiliki rambut di atas dahi, yang satu lagi merapikannya ke belakang dan
memiliki cambang. Yang satu lebih ekspresif secara verbal, yang satu lagi lebih
pintar dalam menulis. Tetapi sebagian besar, wajah mereka nyaris sama. Hasil
penelitian ini cukup menarik, karena ditemukan banyak kesamaan diantara mereka
mengingat mereka terpisah dalam jangka waktu yang sangat lama.
Contoh pasangan kembar identik lainnya yang dipisahkan ketika bayi ialah
Daphne dan Barbara, yang disebut “dua perempuan bersaudara yang suka tertawa
terkekeh-kekeh (giggle sisters)” karena mereka selalu membuat satu sama lain
tertawa. Investigasi yang panjang atas sejarah keluarga adopsi mereka
memperlihatkan tidak ada tanda-tanda suka tertawa terkekeh-kekeh. Kedua
bersaudara perempuan itu menghadapi stress dengan cara mengabaikannya,
4
BAB I Pendahuluan
menghindari konflik dan kontroversi sedapat mungkin, dan tidak memperlihatkan
minat dalam politik. Satu lagi contoh kasus kembar yang berhasil diteliti adalah dua
perempuan kembar identik yang dipisahkan pada usia 6 minggu dan dipertemukan
pada usia 50-an tahun. Keduanya sama-sama sering mengalami mimpi buruk, yang
mereka gambarkan sering muncul dengan cara yang sama. Keduanya bermimpi
tentang tombol pintu dan mata pancing di dalam mulut yang membuat mereka
tercekik hingga hampir mati! Mimpi buruk itu mulai dialami pada masa awal
remaja dan berhenti 10 hingga 12 tahun yang lalu. Kedua perempuan ini kencing di
tempat tidur hingga kira-kira usia 12 atau 13 tahun, dan mereka melaporkan sejarah
pendidikan dan perkawinan yang nyaris sama.
Hasil dari penelitian tersebut sangatlah menarik, tetapi studi mengenai
kembar identik ini juga menuai berbagai macam pendapat yang mengecam. Para
pengecam studi kembar identik Minnesota ini berpendapat bahwa beberapa anak
kembar telah hidup bersama cukup lama sebelum dipisahkan (baru dipisahkan
ketika usia yang lebih besar), dan bahwa beberapa anak kembar sudah
dipertemukan sebelum mereka diberi tes, bahwa agen adopsi sering menempatkan
si kembar di rumah yang sama dan bahwa orang asing yang menghabiskan
beberapa jam bersama-sama dan mulai membandingkan kehidupan mereka
mungkin mempunyai beberapa persamaan yang kebetulan.
Penelitian lebih lanjut untuk permasalahan ini sangatlah diperlukan, tetapi di
Indonesia penelitian untuk permasalahan ini sangatlah jarang dilakukan. Hal ini
dikarenakan jarangnya terungkap / ditemukannya sampel anak kembar yang
5
BAB I Pendahuluan
terpisah yang memungkinkan untuk dapat diteliti. Sejauh ini kita lebih sering
mendapatkan informasi tentang penelitian-penelitian anak kembar ini hanya dengan
membaca buku-buku dan mendengar informasi yang didapatkan dari luar negeri.
Maka dari itu penulis sangat ingin untuk meneliti lebih lanjut mengenai
permasalahan anak kembar yang terpisah ini. Penelitian ini merupakan hal yang
menarik karena akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering membuat
banyak orang penasaran dan bertanya-tanya tentang adanya fenomena pemisahan
bayi kembar.
Penelitian ini akan terfokus pada pasangan anak kembar yang telah terpisah
sejak bayi dan diasuh oleh orang tua di lingkungan yang berbeda. Karakteristik
yang unik dan menarik pada kasus ini adalah mereka dipisahkan di lingkungan
berbeda yaitu Minang dan Jawa, yang mempunyai pola kebudayaan yang khas dan
berbeda.
Pasangan anak kembar ini bernama Atik dan Ana. Mereka merupakan
sepasang kembar identik yang lahir di Padang, 24 agustus 1972. Mereka dipisahkan
ketika berusia 2 bulan. Ana dibawa ke Jawa (Kebumen, Jawa Tengah) diasuh oleh
budenya (kakak dari ibu mereka). Sedangkan Atik tetap diasuh oleh orangtua
kandung mereka di kota Padang. Dibawanya Ana ketika itu dikarenakan karena
budenya tersebut tidak mempunyai anak perempuan. Bude mereka hanya
mempunyai seorang anak laki-laki dan sangat ingin mempunyai anak perempuan.
Ketika dilakukan interview dengan ibu si kembar, beliau mengatakan bahwa dahulu
ia memang sempat bernazar, apabila ia dikaruniai anak kembar perempuan, ia akan
6
BAB I Pendahuluan
memberikan salah satunya kepada kakaknya. Hal ini dikarenakan keadaan
kakaknya sering sakit-sakitan dan sulit mempunyai anak lagi.
Kakak dari ibu si kembar ini memiliki status ekonomi yang mapan dan
suaminya merupakan orang yang cukup terpandang didaerahnya. Ana cukup
dimanja oleh bibi dan pamannya ini yang ia ketahui sebagai orangtua kandungnya.
Ana tidak mengetahui bahwa ia kembar, begitu pula dengan Atik. Atik yang
tinggal di Padang dengan orangtua kandung mereka, cukup dimanja juga. Pasangan
kembar ini baru mengetahui bahwa mereka kembar ketika mereka menginjak kelas
2 SMA. Ketika itu akhirnya kedua belah pihak keluarga sepakat memberitahukan
bahwa mereka kembar karena Ayah kandung mereka menginginkan kembali Ana
dapat berkumpul dengan saudara kembar dan keluarga kandungnya di Padang.
Kemudian Ana dan Atik menjalani masa SMA bersama-sama di SMA 1 Padang,
sekolah tersebut merupakan sekolah terfavorit / terbaik di Padang, tetapi kemudian
ketika kuliah mereka berpisah lagi. Atik kuliah di Jakarta (PERBANAS) sedangkan
Ana kuliah di Jogyakarta (UPN). Mereka satu sama lain memiliki persamaan dan
perbedaan. Dari segi minat, mereka sama-sama mengambil jurusan sosial ketika
penjurusan SMA karena tidak menyukai pelajaran berhitung dan sama-sama
mengambil jurusan ekonomi manajemen ketika kuliah. Mereka juga menyukai
warna baju yang sama yaitu coklat dan hijau, sedangkan perbedaannya sifat Atik
lebih terbuka dibanding Ana. Ketika sekolah dan semasa kuliah, Atik memiliki
banyak teman di dalam gank sedangkan Ana cenderung hanya memiliki satu dan
7
BAB I Pendahuluan
dua teman saja. Perbedaan lainnya adalah Atik banyak bicara sedangkan Ana
cenderung pendiam.
Saat ini Ana telah menikah dengan kakak kelasnya ketika kuliah dan
kemudian Atik menikah dengan temannya ketika SMP. Setelah menikah Ana
menetap di Bandung dengan suaminya yang bersuku Jawa, sedangkan Atik menetap
di Padang dengan suaminya yang bersuku Minang.
Berdasarkan uraian kasus di atas, peneliti sangat tertarik untuk meneliti lebih
dalam mengenai dinamika kepribadian anak kembar identik yang terpisah di budaya
Minang dan Jawa serta bagaimana peran nature (genetik) dan nurture (lingkungan)
dalam membentuk kepribadian mereka.
1.2 Identifikasi Masalah
Adanya fenomena dari pemisahan pengasuhan pada anak kembar identik
sering menimbulkan pertanyaan, bagaimana pengaruh pemisahan ini terhadap
kemampuan intelegensia mereka, minat-minat serta pola tingkah laku yang muncul
serta kepribadian mereka akibat pemisahan tersebut.
Dalam hal ini terdapat dua pengaruh penting yang dipertanyakan terhadap
kembar identik terpisah ini, yaitu : pengaruh genetik (nature) dan pengaruh
lingkungan (nurture).
Sejauh ini, argumentasi mengenai pengaruh hereditas versus lingkungan ini
membuat para peneliti antusias melakukan berbagai penelitian untuk berusaha
mengungkapnya. Beberapa mengatakan genotiplah yang mengendalikan bagaimana
8
BAB I Pendahuluan
orang-orang berpikir, merasakan dan bertindak. Sedangkan yang lainnya percaya
bahwa lingkunganlah yang secara keseluruhan bertanggungjawab terhadap
terbentuknya kepribadian seseorang.
Walaupun terdapat juga beberapa yang mengatakan bahwa peran genetik
dan lingkungan sama-sama menyokong terbentuknya kepribadian, tetapi seringkali
terjadi debat mengenai persentasi spesifik dan keberadaan persentase yang tinggi
untuk masing-masing faktor.
Salah satu tokoh psikologi Eysenck (1952), berpendapat bahwa dasar umum
sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan dalam bentuk type dan trait, namun
dia juga berpendapat bahwa semua tingkah laku dipelajari dari lingkungan.
Menurutnya kepribadian adalah keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun
potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan.
Pola tingkah laku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari
empat sektor utama yang mengorganisir tingkah laku, yaitu; sektor kognitif
(intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif (temperament) dan sektor
somatik (constitution).
Penelitian-penelitian sebelumnya di negara barat mengenai anak kembar
yang terpisah ini menunjukkan adanya persamaan yang khas pada diri mereka
walaupun mereka terpisah sejak bayi, tetapi walaupun hasil penelitian tersebut
cukup fenomenal, banyak juga pihak yang mengecam terhadap hasil penelitian
tersebut sehingga penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk masalah ini.
9
BAB I Pendahuluan
Dalam hal genetik, bagaimanapun kembar identik (kembar monozygotic)
adalah duplikasi bagi yang kembarannya. Mereka memiliki kesamaan genetik yang
serupa
dibanding
dengan
kembar
fraternal
(dyzygotic)
yang
hanya
membagi/memiliki setengah kesamaan genetik antara satu sama lainnya. Hal ini
dapat mengindikasikan akan adanya korelasi yang tinggi akan kemiripan pada
aspek-aspek kepribadian mereka. Tetapi apakah hal itu juga berlaku apabila kembar
identik ini dipisahkan di lingkungan yang sangat berbeda?.
Tokoh psikologi Freud (1928) berpendapat bahwa kepribadian seseorang
telah cukup terbentuk pada akhir tahun kelima kehidupannya dan bahwa
perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan elaborasi terhadap
struktur dasar tadi. Ia menekankan aspek-aspek perkembangan kepribadian yang
dimulai dari tahun-tahun awal masa bayi dan kanak-kanak dalam meletakkan
struktur watak dasar sang pribadi.
Pada kasus kembar Atik dan Ana, mereka merupakan pasangan kembar
identik yang dipisah sejak bayi dan dibesarkan dilingkungan dengan budaya yang
berbeda yaitu Minang dan Jawa, sehingga mereka mengalami fase-fase penting
kehidupan mereka secara berbeda dalam unsur budaya yang berbeda. Ini menjadi
faktor penting yang dapat mempengaruhi struktur watak dasar kepribadian yang
mereka miliki.
Berdasarkan uraian kasus diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
kepribadian yang terbentuk pada kembar Atik dan Ana. Penelitian ini diharapkan
dapat menjawab pertanyaan “bagaimana peran genetik sebagai unsur nature dan
10
BAB I Pendahuluan
peran budaya sebagai unsur nurture terhadap kepribadian yang terbentuk pada
kembar identik yang dibesarkan pada budaya yang berbeda?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan data yang lebih
komprehensif mengenai dinamika kepribadian anak kembar identik yang terpisah di
budaya Minang dan Jawa serta bagaimana peran nature (genetik) dan nurture
(lingkungan) dalam membentuk kepribadian mereka.
1.4 . Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua macam kegunaan, yaitu :
a. Kegunaan teoritis untuk pengembangan ilmu agar hasil penelitian yang
diperoleh dapat menjadi sumbangan data yang dapat memperkaya direktori
penelitian tematik mengenai anak kembar di bidang psikologi, khususnya
psikologi kepribadian.
b. Kegunaan praktis agar hasil dari penelitian ini dapat memberikan gambaran
pada orangtua yang memiliki anak kembar atau individu yang memiliki saudara
kembar mengenai efek pemisahan pada pasangan kembar identik terhadap
kepribadian mereka ketika dewasa.
11
BAB II Tinjauan Teoritis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Teori Psikologi Kepribadian
Sejak lahirnya ilmu psikologi pada abad ke 18, kepribadian selalu menjadi
salah satu topik bahasan yang penting. Teori psikologi kepribadian melahirkan
konsep – konsep seperti dinamika peraturan tingkah laku, pola tingkah laku,
model tingkah laku dan perkembangan repertoire tingkah laku, dalam rangka
mengurai kompleksitas tingkah laku manusia. Teori psikologi kepribadian
bersifat deskriptif dalam wujud penggambaran organisasi tingkah laku secara
sistematis dan bukan hanya mendiskripsikan kejadian masa lalu dan sekarang,
tetapi juga mampu meramalkan kejadian yang akan datang.
Dalam psikologi kepribadian tidak ada tingkah laku yang terjadi begitu
saja tanpa alasan, pasti ada faktor – faktor anteseden, sebab musabab, pendorong,
motivator, sasaran dan tujuan dan atau latar belakangnya. Faktor – faktor tersebut
harus diletakkan dalam suatu kerangka saling berhubungan yang bermakna, agar
kesemuanya terjamin mendapat tilikan yang cermat dan teliti ketika dilakukan
pendeskripsian tingkah laku dan agar deskripsi dilakukan memakai sistematik
yang ajeg dan komunikatif.
Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan
manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah belah dalam fungsi – fungsi.
Memahami kepribadian berarti memahami aku, diri, self, atau memahami
12
BAB II Tinjauan Teoritis
manusia seutuhnya. Hal terpenting yang harus diketahui berkaitan dengan
pemahaman kepribadian adalah bahwa pemahaman itu sangat dipengaruhi
paradigma yang dipakai secara acuan untuk mengembangkan teori itu sendiri.
Para ahli kepribadian ternyata meyakini paradigma yang berbeda – beda yang
mempengaruhi secara sistematik seluruh pola pemikirannya tentang kepribadian
manusia. Paradigma itu pada sebagian ahli kepribadian dikemukakan secara
tegas, pada sebagian yang lain paradigmanya tersamar dan dikenali melalui
model analisisnya. Paradigma yang berbeda yang dipergunakan oleh ahli – ahli
kepribadian untuk mengembangkan teorinya akan menghasilkan teori yang
berbeda, tidak saling berhubungan, bahkan saling berlawanan. Teori – teori
kepribadian itu dapat dibedakan atau dikelompok – kelompokkan berdasarkan
paradigma – paradigma yang dipakai mengembangkannya. Ada 4 paradigma
utama yang paling banyak dipakai sebagai acuan, antara lain : paradigma
psikoanalisis, paradigma traits, paradigma kognitif dan paradigma behaviorisme.
Dalam penelitian ini kepribadian akan dibahas melalui paradigma traits untuk
memperoleh gambaran dan dinamika kepribadian, melalui traits yang terbentuk
pada pasangan kembar identik yang dibesarkan di budaya yang berbeda.
2.1.1. Definisi Kepribadian
Kata personality dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Yunani kuno
prosopon atau persona yang artinya “topeng” yang biasa dipakai artis dalam
teater. Para artis itu bertingkah laku sesuai dengan ekspresi topeng yang
13
BAB II Tinjauan Teoritis
dipakainya, seolah–olah topeng itu mewakili ciri pribadi tertentu. Jadi konsep
awal dari pengertian personality adalah tingkah laku yang ditampakkan ke
lingkungan sosial - kesan mengenai diri diinginkan agar dapat ditangkap oleh
lingkungan sosial. Ketika personality menjadi istilah ilmiah pengertiannya
berkembang menjadi lebih bersifat internal, sesuatu yang relatif permanen
menuntun yang oleh masyarakat diperlukan sebagai sinonim kata personality,
namun ketika istilah – istilah itu dipakai dalam teori psikologi kepribadian diberi
makna yang berbeda – beda. Istilah yang berdekatan maknanya antara lain :
1.
Personality (kepribadian) : penggambaran tingkah laku secara deskriptif tanpa
memberi nilai (devaluative).
2.
Character (karakter) : pengggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai
(benar - salah, baik - buruk) baik secara eksplisit maupun implisit.
3.
Disposition (watak) : karakter yang telah lama dimiliki sampai sekarang belum
berubah.
4.
Temperament (temperamen) : kepribadian yang berkaitan erat dengan
determinan biologik atau fisiologik, disposisi hereditas.
5.
Traits (sifat) : respon yang senada (sama) terhadap sekelompok stimuli yang
mirip, berlangsung dalam kurun waktu yang relative lama.
6.
Type-attribute (ciri) : mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimuli yang
lebih terbatas.
7.
Habit (kebiasaan) : respon yang sama cenderung berulang untuk stimulus yang
sama pula.
14
BAB II Tinjauan Teoritis
Sampai sekarang masih belum ada batasan formal personality yang
mendapat pengakuan atau kesepakatan luas di ingkungan ahli kepribadian.
Variasi definisi itu bukan sekedar variasi cara merangkum pengertian, model
definisi omnibus, integratif, substantif atau operasional tetapi memang definisi itu
membatasi konsep yang berbeda. Masing – masing pakar kepribadian membuat
definisi sendiri – sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka yakini dan fokus
analisis dari teori yang mereka kembangkan. Berikut contoh definisi kepribadian
itu :
1. Kepribadian adalah nilai sebagai simulasi sosial, kemampuan menampilkan diri
secara mengesankan ( Hilgard & Marquis,1951).
2. Kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan, individual, unik,
usaha mencapai tujuan, kemampuannya bertahan dan membuka diri, kemampuan
memperoleh pengalaman ( Stern, 1953).
3. Kepribadian adalah pola trait – trait yang unik dari seseorang ( Guilford, 1959).
4. Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum banyak orang
yang mengakibatkan pola yang menetap dalam merespon situasi (Pervin, 1984).
5. Kepribadian adalah pola khas dari fikiran, perasaan dan tingkah laku yang
membedakan orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu dan
situasi (Phares, 1991).
Jelas, masing – masing definisi mencoba menonjolkan aspek yang
berbeda- beda dan disusun untuk menjawab tantangan permasalahan yang
berbeda. Menggabungkan definisi – definisi itu menjadi satu, yang berarti
15
BAB II Tinjauan Teoritis
menggabungkan semua teori psikologi kepribadian mungkin akan menjadi usaha
yang sangat melelahkan., disamping juga tidak ada gunanya karena teori itu
justru akan kehilangan nilai aplikasi pragmatisnya. Lebih menguntungkan
memahami berbagai teori dan tetap memakai teori yang lain sebagai pembanding
sehingga keputusan profesional yang diambil seorang psikologi dapat lebih
dipertanggungjawabkan. Namun sesungguhnya dari berbagai definisi itu, ada
lima persamaan yang menjadi ciri bahwa definisi itu adalah definisi kepribadian,
sebagai berikut :
1. Kepribadian bersifat umum : Kepribadian menunjukan sifat umum seseorang –
fikiran, kegiatan dan perasaan yang berpengaruh secara sistematik terhadap
keseluruhan tingkah lakunya.
2. Kepribadian bersifat khas : Kepribadian dipakai untuk menjelaskan sifat individu
yang membedakan dia dengan orang lain, semacam tandatangan atau sidik jari
psikologik, bersama individu berbeda dengan orang lain.
3. Kepribadian berjangka lama : Kepribadian yang dipakai untuk menggambarkan
sifat individu yang awet, tidak mudah berubah sepanjang hayat. Kalau terjadi
perubahan biasanya bersifat bertahap atau akibat merespon sesuatu kejadian yang
luar biasa.
4. Kepribadian bersifat kesatuan : Kepribadian dipakai untuk memandang diri
sebagai unit tunggal, struktur atau organisasi internal hipotetik yang membentuk
kesatuan dan konsisten.
16
BAB II Tinjauan Teoritis
5. Kepribadian bisa berfungsi baik atau berfungsi buruk. Kepribadian adalah cara
bagaimana orang berada di dunia. Apakah dia tampil dalam tampilan yang baik,
kepribadiannya sehat dan kuat? atau tampil sebagai burung yang lumpuh? yang
berarti kepribadiannya menyimpang atau lemah? ciri kepribadian sering dipakai
untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa orang senang dan mengapa susah,
berhasil atau gagal, berfungsi penuh atau berfungsi sekedarnya.
2.1.2. Paradigma Trait
Dalam teori-teori kepribadian yang berdasarkan paradigma trait,
kepribadian terdiri dari antara lain trait dan tipe (type). Trait sendiri dijelaskan
sebagai konstruk teoritis yang menggambarkan unit/dimensi dasar dari
kepribadian. Trait menggambarkan konsistensi respon individu dalam situasi
yang berbeda-beda, sedangkan tipe adalah pengelompokan bermacam-macam
trait.
Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity dan
generality yang lebih besar daripada trait. Trait merupakan disposisi untuk
berperilaku dalam cara tertentu, seperti yang tercermin dalam perilaku seseorang
pada berbagai situasi. Teori trait merupakan teori kepribadian yang didasari oleh
beberapa asumsi, yaitu:
x Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang
membedakan seseorang dari yang lain, sehingga:
17
BAB II Tinjauan Teoritis
o Trait relatif stabil dari waktu ke waktu
o Trait konsisten dari situasi ke situasi
x Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan, namun
karakteristik tingkah laku dapat berubah karena:
o Ada proses adaptif
o adanya perbedaan kekuatan, dan
o kombinasi dari trait yang ada.
Tingkat trait kepribadian dasar berubah dari masa remaja akhir hingga
masa dewasa. McCrae dan Costa yakin bahwa selama periode dari usia 18
sampai 30 tahun, orang sedang berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait
yang stabil, konfigurasi yang tetap stabil setelah usia 30 tahun (Feist, 2006).
Teori trait dimunculkan pertama kalinya oleh Gordon W. Allport. Selain
Allport, terdapat dua orang ahli lain yang mengembangkan teori ini. Mereka
adalah Raymond B. Cattell dan Hans J. Eysenck.
- Gordon W. Allport
Kepribadian menurut Allport (1953) adalah sebuah organisasi dinamis di
dalam sistem psikis dan fisik individu yang menentukan penyesuaiannya yang
unik dengan lingkungannya.
Menurut Allport (1953), faktor genetik dan lingkungan sama-sama
berpengaruh dalam menentukan perilaku manusia. Bukan hanya faktor keturunan
sendiri atau faktor lingkungan sendiri yang menentukan bagaimana kepribadian
18
BAB II Tinjauan Teoritis
terbentuk, melainkan melalui pengaruh resiprokal faktor keturunan dan
lingkungan yang memunculkan karakteristik kepribadian.
Sehubungan
dengan
adanya
peran
genetik
dalam
pembentukan
kepribadian, terdapat beberapa pemahaman penting yang perlu diperhatikan :
1 Meskipun faktor genetik mempunyai peran penting terhadap perkembangan
kepribadian, faktor non-genetik tetap mempunyai peranan bagi variasi
kepribadian .
2 Pengalaman-pengalaman dalam keluarga adalah hal yang penting meskipun
lingkungan keluarga berbeda bagi setiap anak sehubungan dengan jenis
kelamin anak, urutan kelahiran, atau kejadian unik dalam kehidupan keluarga
pada tiap anak.
3 Meski terdapat kontribusi genetik yang kuat terhadap trait kepribadian, tidak
berarti bahwa trait itu tetap atau tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan
Allport (1953) juga mengenalkan istilah central trait, yaitu kumpulan
kata-kata yang biasanya digunakan oleh orang untuk mendeskripsikan individu.
Central trait dipercaya sebagai jendela menuju kepribadian seseorang. Menurut
Allport (1953), unit dasar dari kepribadian adalah trait yang keberadaannya
bersumber pada sistem saraf. Allport (1953), percaya bahwa trait menyatukan
dan mengintegrasikan perilaku seseorang dengan mengakibatkan seseorang
melakukan pendekatan yang serupa (baik tujuan ataupun rencananya) terhadap
situasi-situasi yang berbeda. Walaupun demikian, dua orang yang memiliki trait
yang sama tidak selalu menampilkan tindakan yang sama. Mereka dapat
19
BAB II Tinjauan Teoritis
mengekspresikan trait mereka dengan cara yang berbeda. Perbedaan inilah yang
membuat masing-masing individu menjadi pribadi yang unik. Oleh sebab itu
Allport (1953) percaya bahwa individu hanya dapat dipahami secara parsial jika
menggunakan tes-tes yang menggunakan norma kelompok.
- Raymond B. Cattell
Kepribadian menurut Cattell (1956) adalah struktur kompleks dari traits
yang tersusun dalam berbagai kategori, yang memungkinkan prediksi tingkah
laku seseorang dalam situasi tertentu, mencangkup seluruh tingkah laku – baik
yang kongkrit maupun yang abstrak simpulan. Trait sendiri diartikan sebagai
elemen dasar dari kepribadian yang berperan vital dalam usaha meramalkan
tingkah laku.
Trait menurut Cattell (1956) dapat diklasifikasikan dengan memakai tiga
kategori yaitu kategori kepemilikan, kategori kedalaman dan kategori modalitas
ekspresi.
ƒ Kategori Kepemilikan : Trait Umum – Trait Khusus (Common – Unique Traits)
1 Trait umum adalah trait yang dimiliki oleh semua orang, dalam tingkatantingkatan tertentu, misalnya; intelligensi, introversi dan suka bermain. Sifat
universal dari trait umum mungkin dilatarbelakangi oleh hereditas manusia yang
kurang lebih sama dan mereka yang berada pada kelompok budaya yang sama
menghadapi pola tekanan sosial yang hampir sama pula.
20
BAB II Tinjauan Teoritis
2 Trait khusus adalah trait yang dimiliki satu orang saja (bisa juga dimiliki oleh
beberapa orang dengan kombinasi antar trait yang berbeda). Sifat unik ini
terutama berhubungan dengan interes dan atitud.
ƒ Kategori Kedalaman : Trait permukaan – trait sumber (Surface – Source Traits)
1 Trait permukaan adalah sifat yang tampak, yang menjadi tema umum dari
beberapa tingkah laku, misalnya; remaja yang lincah, menyenangkan orang lain
dan merencanakan kegiatan yang menarik, mungkin dapat dikatakan memiliki
trait permukaan yang periang (surface traits cheerfullness). Sebaliknya remaja
yang senang mengkritik orang lain, memandang masa depan selaku suram, dan
tampak kelelahan, dikatakan memiliki sifat permukaan depresif.
2 Trait sumber adalah elemen-elemen dasar yang menjelaskan tingkah laku. Sifat
ini tidak dapat disimpulkan langsung dari amatan tingkah laku, dan hanya dapat
diidentifikasi memakai analisis faktor. Berbagai trait permukaan dicari
interkoneksinya
atau
faktor-faktornya,
untuk
menentukan
unit
yang
konstitusional (dibawa sejak lahir), atau bersifat bentukan lingkungan
(environmental mold). Menurut Cattell (1956) trait sumber yang ketika
berinteraksi dengan lingkungan menjadi trait permukaan, lebih penting dalam
pemahaman tingkah laku, sehingga disebut juga traits primer. Jumlah trait
sumber jauh lebih kecil dibanding jumlah trait permukaan, sehingga lebih
ekonomis dalam mendeskripsi tingkah laku.
ƒ Kategori Modalitas Ekspresi : Trait Kemampuan – Temperamen – Dinamik
(Ability – Temperament – Dynamic Traits)
21
BAB II Tinjauan Teoritis
1 Trait kemampuan : menentukan keefektifan seseorang dalam usaha mencapai
tujuan. Contoh ; kecerdasan.
2 Trait temperamen : gaya atau irama tingkah laku. Contoh ; ketenangan /
kegugupan, keberanian, santai, mudah terangsang.
3 Trait dinamik : motivasi atau kekuatan pendorong tingkah laku. Contoh ;
dorongan, interes dan ambisi menguasai sesuatu.
- Hans J. Eysenck
Eysenck (1952) berpendapat dasar umum sifat – sifat kepribadian berasal
dari keturunan, dalam bentuk tipe dan trait, namun dia juga berpendapat bahwa
semua tingkah laku dipelajari dari lingkungan. Menurutnya kepribadian adalah
keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme,
sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkah laku itu
berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sector utama
yang mengorganisir tingkah laku; sektor kognitif (intelligensi), sektor konatif
(character), sektor afektif (temperament), dan sektor somatik (constitution).
Kepribadian sebagai organisasi tingkah laku oleh Eysenk (1952)
dipandang memiliki empat tingkatan hirarkis, berturut – turut dari hirarki yang
tinggi ke hirarki yang rendah : tipe – traits – habit - respon spesifik.
1
Hirarki Tertinggi : tipe kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait
dalam suatu dimensi yang luas.
22
BAB II Tinjauan Teoritis
2
Hirarki Kedua : kumpulan kecenderungan dari kegiatan, koleksi respon yang
saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi
kepribadian yang penting dari permanen.
3
Hirarki Ketiga : kebiasaan tingkah laku atau berfikir, kumpulan respon spesifik,
tingkahlaku / fikiran yang muncul kembali untuk merespon kejadian yang mirip.
4
Hirarki Terendah : Respon spesifik, tingkah laku yang secara aktual dapat
diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu kejadian.
Eysenck (1952) menemukan tiga dimensi tipe, yakni ekstravesi (E),
neurotisme (N), dan psikotisme (P). Masing – masing dimensi saling asing,
sehingga dapat berlangsung kombinasi antara dimensi secara bebas. Masing –
masing tipe merupakan kumpulan dari 9 trait, sehingga semuanya ada 27 trait.
Hampir semua 35 trait sumber primer dari Cattell sama dengan 27 trait dari
Eysenck. Hirarki kebiasaan sangat banyak mungkin ribuan sedang hirarki respon
spesifik tidak terhingga
jumlahnya. Trait dari ekstravesi adalah : sociable
(sociable), lincah (lively), aktif (active), asertif (assertive), mencari sensasi
(sensation seeking), riang (carefree), dominan (dominance), bersemangat
(surgent), berani (venture some). Trait dari neurotisisme adalah : cemas
(anxious), tertekan (depressed), berdosa (guilt feeling), harga diri rendah (low
self esteem), tegang (tension), irasional (irrational), malu (shy), murung (moody),
emosioal (emotional). Trait dari psikotisme adalah : agresif (aggressive), dingin
(cold), egosentrik (egocentric), tak pribadi (impersonal), impulsif (impulsive),
23
BAB II Tinjauan Teoritis
antisosial (antisocial), tak empatik (an empatik), kreatif (creative), keras hati
(tough- minded).
Dalam hal pembentukan kepribadian, teori kepribadian Eysenck (1952)
menekankan peran herediter sebagai faktor penentu dalam perolehan trait
ekstraversi, neurotisisme
dan psikotisisme (juga kecerdasan). Sebagian
didasarkan pada bukti hubungan korelasional antara aspek-aspek biologis, seperti
CAL dan ANS dengan dimensi – dimensi kepribadian. Namun Eysenck (1952)
juga berpendapat, bahwa semua tingkah laku yang tampak adalah tingkah laku
pada hirarki kebiasaaan dan respon spesifik, semuanya termasuk tingkah laku
neurosis dipelajari dari lingkungan. Eysenck (1952) berpendapat inti fenomena
neurotis adalah reaksi rasa takut yang dipelajari (terkondisikan) . Hal itu terjadi
manakala satu atau dua stimulus netral diikuti dengan perasaan sakit / nyeri fisik
maupun psikologis. Kalau traumanya sangat keras, dan mengenai seseorang yang
faktor hereditasnya rentan menjadi neurotis, maka bisa jadi cukup satu peristiwa
traumatis untuk membuat orang itu mengembangkan reaksi kecemasan dengan
kekuatan yang besar dan sukar berubah.
24
Keras hati
Kreatif
Takempati
Antisosial
Impulsif
Takpribadi
Egosentrik
Dingin
Agresif
Emosional
PSIKOTISME (P)
Murung
Maju
Irasional
Tegang
Harga diri
Berdosa
Tertekan
Cemas
Berani
NEUROTISISME (N)
Bersemangat
Dominan
Riang
Mencari sensasi
Asertif
Aktif
lincah
sosiabel
EKSTRAVERSI (E)
BAB II Tinjauan Teoritis
Sekali kondisioning ketakutan dan kecemasan terjadi, pemicunya akan
berkembang bukan hanya terbatas kepada obyek atau peristiwa asli, tetapi
ketakutan / kecemasan itu juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan
stimulus asli atau stimulus yang dianggap berkaitan dengan stimulus asli.
Mekanisme perluasan stimulus ini mengikuti prinsip generalisasi stimulus yang
banyak dibahas dalam paradigma behaviourisme. Menurut Eysenck (1952)
stimulus baru dapat dikaitkan dengan stimulus asli, sehingga orang
akan
mengembangkan cara merespon stimuli yang terjadi serta merta akibat adanya
stimuli tersebut, tanpa tujuan fungsional. Model terapi tingkah laku menjadi
pilihan Eysenck (1952) dengan prinsip bahwa ” Jika tingkahlaku itu diperoleh
dari belajar, logikanya tingkah laku itu juga bisa dihilangkan dengan belajar.
Eysenck (1952) menemukan dan mengelaborasi tiga tipe E-N-P tersebut
tanpa menyatakan secara eksplisit peluang untuk menemukan dimensi yang lain
pada masa yang akan datang. Namun dari pendekatan metodologik yang sangat
terbuka, dimana Eysenck (1952) menyerap berbagai konsep dari banyak pakar,
sehingga penambahan dari penyempurnaan terhadap teorinya merupakan sesuatu
yang wajar.
2.1.3. Teori Big Five Personality
Upaya memahami perilaku individu mendorong para ahli psikologi untuk
mengungkap lebih lanjut mengenai karakteristik individual. Salah satu upaya
yang dilakukan adalah mengelompokkan individu berdasarkan ciri-ciri tertentu.
25
BAB II Tinjauan Teoritis
Greenberg (2003) menyebutkan istilah kepribadian sebagai pola perilaku,
pikiran, dan emosi yang unik dan relatif stabil terdapat dalam diri seseorang.
Keunikan inilah yang menyebabkan kepribadian menjadi variabel yang sering
digunakan untuk menggambarkan diri individu yang berbeda dengan individu
lainnya. Mengapa seseorang senang melakukan suatu perilaku tertentu sementara
orang lainnya tidak senang?
Model kepribadian Big Five disusun dalam rangka menemukan
karakteristik individual yang bersifat universal (Goldberg, 1992). Istilah Big Five
ini pertama kali dikemukakan oleh Lew Goldberg (Digman, 1997; John &
Srivastava, 1999; and McCrae & Costa,1996) yang mengajukan alternative
dalam mendeskripsikan kepribadian. Goldberg melakukan analisis terhadap
sejumlah tes kepribadian dan ciri-ciri yang diungkap.
Sebelum Goldberg, sesungguhnya Allport dan Odbert (De Raad &
Perugini, 2002) menyebutkan sedikitnya ada 171 traits (selanjutnya disebut
dengan ciri kepribadian) yang sering digunakan untuk menggambarkan ciri
individu. Dari 171 ciri ini, Cattell mengelompokkan menjadi 16 ciri kepribadian
melalui the 16PF yang sudah digunakan secara luas dalam bidang psikologi.
Edwards dalam Edwards Personal Preference Scales (EPPS) mengajukan 15
kecenderungan kepribadian, dan banyak lagi pengelompokan yang sudah
dilakukan. Upaya untuk menyusun karakteristik individu yang bersifat universal
mendorong Wiggins pada tahun 1968 (dalam De Raad & Perugini, 2002)
melakukan riset terhadap 17.262 abstrak laporan penelitian mengenai ciri-ciri
26
BAB II Tinjauan Teoritis
kepribadian. Wiggins mengemukakan bahwa extraversion (sebaliknya juga
introversion) dan neuriticism merupakan ciri kepribadian yang paling banyak
diungkap, sehingga ia menyebutnya sebagai ’Big Two’.
Dalam riset yang dilakukan oleh Goldberg, ditemukan bahwa ciri-ciri
kepribadian yang diungkap oleh berbagai alat tes kepribadian umumnya memang
dapat dikelompokkan ke dalam 5 besar, sebagaimana yang pernah dikemukakan
oleh Norman (dalam John & Srivastava, 1999). Menurut Norman, ciri
kepribadian manusia dapat dikelompokkan menjadi 5, yaitu:
1. Extraversion atau Surgency (banyak bicara, asertif, bersemangat)
2. Agreeableness (good-natured, cooperative, trustful)
3. Conscientiousness (orderly, responsible, dependable)
4. Emotional Stability versus Neuroticism (calm, non neurotic, not easily upset)
5. Culture (intellectual, polished, independent-minded).
Merespon pengelompokan yang dilakukan Norman, kemudian Goldberg
(1981) melakukan analisis faktor terhadap 1710 ciri-ciri kepribadian Norman.
Analisis ini menghasilkan 5 kelompok besar yang kemudian disebut Goldberg
dengan ”Big Five”, yaitu :
1. Extraversion,
2. Agreeableness,
3. Conscientiousness,
4 Neuroticism,
5. Openness to experience.
27
BAB II Tinjauan Teoritis
Selanjutnya Mc Crae dan Costa ( 1999 ) telah mengajukan model teori untuk
menganalisa tentang Big Five, yang disebut Five – Factor Theory seperti terlihat
pada diagram dibawah ini :
A Representative of the Five Factor Theory Personality System
Objective
Biography
Emotional Reaction
Mid career Shift
Behaviour
Biological
Based
Basic
Tendencies
Dynamic Process
External
&
Influences
Dynamic Process
Cultural
Norms, Life,
Situasion
Dynamic Process
Neuroticm
Extravercion
Openness
Agreeableness
Conscientiousness
Dynamic
Process
Dynamic Process
Characteristic
Adaptation
Culturally Conditioned
Phenomena :
Personal Strivings
Attitudes
Self-Concept
Dynamic Process
Self-schema
Personal myths
Sumber : Costa & McCrae 1999
Secara mendasar Costa & McCrae memandang Big Five sebagai
kecenderungan
dasar yang memiliki kaitan biologis, yang berarti bahwa
perbedaan – perbedaan tingkah laku yang berkaitan dengan unsur dalam big five
merupakan tampilan yang mewakili keberadaan rangkaian genetis dalam tubuh
dan struktur otak. Trait-trait dalam domain-domain dari Big Five Personality
Costa & McCrae (1997) adalah sebagai berikut :
28
BAB II Tinjauan Teoritis
1. Extraversion (E)
Faktor pertama adalah extraversion, atau bisa juga disebut faktor dominanpatuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting
dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah
laku sosial. Menurut penelitian, seseorang yang memiliki faktor extraversion
yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih
banyak orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang
rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol
dan keintiman. Peergroup mereka juga dianggap sebagai orang-orang yang
ramah, fun-loving, affectionate, dan talkative.
Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang
tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan
banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain. Extraversion
memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan
sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Extraversion dapat memprediksi
perkembangan dari hubungan sosial. Seseorang yang memiliki tingkat
extraversion yang tinggi dapat lebih cepat berteman daripada seseorang yang
memiliki tingkat extraversion yang rendah. Extraversion mudah termotivasi oleh
perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan mudah bosan. Sedangkan orangorang dengan tingkat ekstraversion rendah cenderung bersikap tenang dan
menarik diri dari lingkungannya.
29
BAB II Tinjauan Teoritis
2.
Agreeableness (A).
Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang
mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu
mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti
orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor
agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value
suka membantu, forgiving, dan penyayang.
Namun, ditemukan pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal
orang yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi, dimana ketika
berhadapan dengan konflik, self esteem mereka akan cenderung menurun. Selain
itu, menghindar dari usaha langsung dalam menyatakan kekuatan sebagai usaha
untuk memutuskan konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari
seseorang yang memiliki tingkat aggreeableness yang tinggi. Pria yang memiliki
tingkat agreeableness yang tinggi dengan penggunaan power yang rendah, akan
lebih menunjukan kekuatan jika dibandingkan dengan wanita, sedangkan orangorang dengan tingkat yang rendah cenderung untuk lebih agresif dan kurang
kooperatif.
Pelajar yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi memiliki tingkat
interaksi yang lebih tinggi dengan keluarga dan jarang memiliki konflik dengan
teman yang berjenis kelamin berlawanan.
30
BAB II Tinjauan Teoritis
3.
Neuroticism (N).
Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan
emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional
mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah
perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat
neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup
dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi.
Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka
juga memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau
skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami
kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally
reactive.
4. Openness (O).
Faktor openness terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit
untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang
digunakan tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness mengacu pada
bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi
yang baru.
Openness mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap
informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai
perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan tingkat openness yang
tinggi
digambarkan
sebagai
seseorang
yang
memiliki
nilai
imajinasi,
31
BAB II Tinjauan Teoritis
broadmindedness, dan a world of beauty. Sedangkan seseorang yang memiliki
tingkat openness yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan
keamanan bersama, kemudian skor openess yang rendah juga menggambarkan
pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai
adanya perubahan.
Openness dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreatifitas
lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness yang tinggi dan tingkat
agreeableness yang rendah. Seseorang yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu,
atau terbuka terhadap pengalaman lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk
suatu masalah.
5.
Conscientiousness (C).
Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan
will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline
seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi.
Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai
seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius.
Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial,
berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma,
terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait
kepribadian
ini
menjadi
sangat
perfeksionis,
kompulsif,
workaholic,
membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah menunjukan sikap
ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya.
32
BAB II Tinjauan Teoritis
Trait dan Facets Big Five Personality Costa & McCrae (1997)
Faktor
Extraversion (E)
Agreeableness (A)
Neuroticism (N)
Facet
Warmth (E1)
Kecenderungan untuk mudah bergaul dan membagi kasih
sayang
Gregariousness (E2)
Kecenderungan untuk banyak berteman dan berinteraksi
dengan orang banyak
Assertiveness (E3)
Individu yang cenderung tegas
Activity (E4)
Individu yang sering mengikuti berbagai kegiatan, memiliki
energi dan semangat yang tinggi
Excitement-seeking (E5)
Individu yang suka mencari sensasi dan suka mengambil
resiko
Positive emotion (E6)
Kecenderungan untuk mengalami emosi-emosi yang positif
seperti bahagia, cinta, dan kegembiraan
Trust (A1)
Tingkat kepercayaan individu terhadap orang lain
Straightforwardness (A2)
Individu yang terus terang, sungguh-sungguh dalam
menyatakan sesuatu
Altruism (A3)
Individu yang murah hati dan memiliki keinginan untuk
membantu orang lain
Compliance (A4)
Karakteristik dari reaksi terhadap konflik interpersonal
Modesty (A5)
Individu yang sederhana dan rendah hati
Tender-mindedness (A6)
Simpatik dan peduli terhadap orang lain
Anxiety (N1)
Kecenderungan untuk gelisah, penuh ketakutan, merasa
kuatir, gugup dan tegang
Hostility (N2)
Kecenderungan untuk mengalami amarah, frustasi dan penuh
kebencian
33
BAB II Tinjauan Teoritis
Openness (O)
Conscientiousness
(C)
Depression (N3)
Kecenderungan untuik mengalami depresi pada individu
normal
Self-consciousness (N4)
Individu yang menunjukkan emosi malu, merasa tidak
nyaman diantara orang lain, terlalu sensitive, dan mudah
merasa rendah diri
Impulsiveness (N5)
Tidak mampu mengotrol keinginan yang berlebihan atau
dorongan untuk melakukan sesuatu
Vulnerability (N6)
Kecenderungan untuk tidak mampu menghadapi stress,
bergantung pada orang lain, mudah menyerah dan panik bila
menghadapi sesuatu yang datang mendadak
Fantasy (O1)
Individu yang memiliki imajinasi yang tinggi dan aktif
Aesthetic (O2)
Individu yang memiliki apresiasi yang tinggi terhadap seni
dan keindahan
Feelings (O3)
Individu yang menyadari dan menyelami emosi dan
perasannya sendiri
Action (O4)
Individu yang berkeinginan untuk mencoba hal-hal baru
Ideas (O5)
Berpikiran terbuka dan mau menyadari ide baru dan tidak
konvensional
Values (O6)
Kesiapan seseorang untuk menguji ulang nilai-nilai social
politik dan agama
Competence (C1)
Kesanggupan, efektifitas dan kebijaksanaan dalam
melakukan sesuatu
Order (C2)
Kemampuan mengorganisasi
Dutifulness (C3)
Memegang erat prinsip hidup
Achievement-striving (C4)
Aspirasi individu dalam mencapai prestasi
Self-discipline (C5)
Mampu mengatur diri sendiri
34
BAB II Tinjauan Teoritis
Deliberation (C6)
Selalu berpikir dahulu sebelum bertindak
2.2. Anak Kembar
Istilah kembar terutama menunjuk kepada dua individu yang membagi
uterus yang sama dan biasanya, tapi tidak selalu, dilahirkan dalam hari yang
sama.
Jenis kembar terdiri dari :
x
Kembar fraternal
Kembar fraternal (biasanya dikenal sebagai "kembar non-identik")
biasanya terjadi ketika dua terlur terfertilisasi terimplan di tembok uterus pada
saat bersamaan. Kedua telur ini membentuk dua "zygot", dan kembar ini juga
dikenal sebagai dizygotic. Kembar dizygotic tidak lebih mirip secara genetik dari
saudara biasa dan berkembang dalam amnion yang terpisah, dengan placenta
terpisah. Mereka dapat memiliki jenis kelamin yang berbeda atau sama namun
kembar yang berbeda kelamin hampir selalu merupakan kembar fraternal.
(http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Embrio&action=2008)
x
Kembar identik
Kembar identik terjadi ketika telur tunggal difertilisasi untuk membentuk
satu zygote (monozygotic) namun kemudian zygote tersebut berpisah menjadi
embrio yang berbeda. Kedua embrio berkembang menjadi fetus yang membagi
rahim yang sama. Tergantung dari tahapan zygote terpisah, kembar identik dapat
35
BAB II Tinjauan Teoritis
membagi amnion yang sama (dikenal dengan monoamniotic) atau tidak
(diamnotic). Kembar identik diamniotic dapat membagi placenta yang sama
(dikenal dengan monochorionic) atau tidak (diochorionic). Seluruh kembar
monoamniotic adalah monochorionic.
(http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Placenta&action=2008)
Sekitar dua pertiga bayi kembar yang lahir adalah fraternal, yang berarti
bayi berasal dari dua sel telur dan masing-masing dibuahi oleh sperma yang
berbeda, sehingga kedua bayi tersebut berbagi hubungan genetik yang sama
seperti halnya kakak laki-laki atau perempuannya dan keduanya bisa sama atau
berbeda satu sama lain dan mungkin tidak sama kelaminnya, sedangkan kira-kira
sepertiga dari bayi kembar yang lahir merupakan kembar identik, yaitu berasal
dari bersatunya satu sel telur dan satu sel sperma, yang segera sesudah
pembuahan terpisah jadi dua. Kedua bayi kembar ini mempunyai ciri-ciri dan
jenis kelamin yang sama. Sekitar 25% adalah “ mirror twins”, artinya beberapa
ciri identik mereka ada pada tempat kebalikannya, sehingga masing-masing anak
merupakan cerminan dari kembarannya.
Pada kasus kembar tiga juga dapat identik, dengan satu sel telur terpisah
menjadi tiga embrio, namun lebih sering kembar tiga berasal dari sel-sel telur
yang terpisah atau sebagai dua sel telur, dimana salah satunya terpisah
membentuk embrio ketiga. Jika hal ini terjadi, dua bayi kembar identik dan yang
36
BAB II Tinjauan Teoritis
ketiga bayi fraternal. Kembar lainnya yang lebih banyak seperti kembar empat
dan kembar lima dapat terbentuk dengan cara yang sama.
2.3. Kepribadian Anak Kembar
Studi tentang kembar yang dilakukan oleh McLearn & Rutler pada tahun
1997 merupakan hal yang paling tepat untuk menggambarkan keterkaitan
argumentasi tentang seberapa besar faktor genetik (nature) dan faktor lingkungan
(nurture) berpengaruh terhadap kembar identik atau kembar monozygote yang
bersaudara karena keterkaitan pada type gen yang terduplikasi serupa, dimana
konsep tersebut mengantarkan pemahaman terhadap perilaku dan kepribadian
kembar identik ( Twin study : Reared apart- nonshared environment : McLearn
& rutler , 1997 ). Dalam studi tersebut observasi lain juga dilakukan terhadap
kembar fraternal/ dyzigote dan dari observasi tersebut diperoleh suatu
kesimpulan bahwa pengaruh gen terhadap perilaku lebih besar terjadi pada
kembar identik daripada kembar fraternal, selanjutnya dengan kondisi
lingkungan pengasuhan yang berbeda akan memberikan pengalaman
dalam
membentuk kepribadian dan perilaku yang berbeda.
Selanjutnya dari beberapa penelitian yang dilakukan Eysenck tentang anak
kembar ditemukan bukti dasar genetik dari trait neurotik seperti pada gangguan
kecemasan, hysteria dan obsesif kompulsif, dimana terjadi keseragaman lebih
banyak pada orang dengan kembar – identik daripada kembar fraternal.
37
BAB II Tinjauan Teoritis
Adapun dalam hal intelegensi, di antara 2 anak kembar korelasi nilai tes
IQnya sangat tinggi, yaitu sekitar 0,90. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang
dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun
mungkin mereka tidak pernah saling kenal. Menurut David Wechsler, inteligensi
adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan
menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses
berpikir secara rasional.
Sebuah studi terbaru dalam jurnal Psychological Science juga
mengungkapkan bahwa kembar identik mempunyai kesamaan kepribadian dan
kebahagiaan. Berbeda hasilnya dengan saudara kandung, hanya sebagian yang
mempunyai kemiripan. Studi ini diprakarsai oleh Tim Bates, Alexander Weiss
PhD dan Michelle Luciano PhD dari Universitas Edinburgh , yang menyertakan
1.000 pasang anak kembar identik dan non identik untuk membuktikan gen turut
berperan membawa sifat bahagia. Peneliti menggunakan subjek berusia 25-75
tahun dan keseluruhan subjek diwajibkan mengisi kuesioner tentang kepribadian
meliputi perasaan takut dan tingkat rasa aman dalam seluruh aspek kehidupannya
serta serangkaian pertanyaan seputar kehidupan personal mereka, kemudian
diukur kadar kepuasaannya terhadap segala sesuatu yang dihadapi dalam hidup.
Para peneliti menemukan bahwa gen kebahagiaan memiliki kodenya
sendiri untuk diwariskan dan karena kembar identik berbagi pola gen yang sama,
sedangkan kembar fraternal tidak, maka identifikasi gen pembawa kebahagiaan
38
BAB II Tinjauan Teoritis
lebih mudah ditemukan. Gen pembawa kebahagiaan itu pada akhirnya akan
terstimulasi ketika lingkungan di sekitarnya mengoptimalkan mereka menjadi
bahagia. Mereka yang secara sosial lebih aktif, stabil, pekerja keras, dan
berpikiran positif akan lebih memicu kerja gen bahagia. Dengan kata lain, mereka
yang kembar identik akan memiliki personality yang sama dan pewarisan gennya
pun lebih mudah karena lingkungan keluarganya menciptakan kondisi untuk gen
tersebut. Sedangkan pada kembar nonidentik, hanya sebagian saja dari mereka
yang berhasil menurunkan gennya meskipun lingkungannya mendukung. Karena
itu, gen kebahagiaan dapat diwariskan apabila jejak gennya kuat seperti pada
kembar identik.
Studi tersebut berhasil membuktikan kembar identik bergenetik sama
mempengaruhi sifat dan kepribadian, terutama kebahagiaan. Genetik memberi
peran penting terhadap sifat dan kepribadian serta penyebab kebahagiaan. Salah
satu peneliti Tim Bates, menegaskan bahwa kemiripan ini karena adanya
kesamaan genetik. Hasil studi tersebut menjadi penting layaknya mengumpulkan
puzzle untuk memahami depresi dan penyebab seseorang merasa lebih bahagia,
sedangkan yang lain tidak. (www. Google.com : Jurnal Psychological Science,
2008).
Psikologi Lintas Budaya
Psikologi lintas budaya adalah cabang psikologi yang terutama menaruh
perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batasan–batasan pengetahuan
39
BAB II Tinjauan Teoritis
dengan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda. Dalam
pengertian yang paling sempit, penelitian lintas–budaya secara sederhana berarti
dilibatkannya partisipan dari latar belakang cultural yang berbeda dan pengujian
terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya perbedaan antara para partisipan
tersebut, sedangkan dalam pengertian yang lebih luas psikologi lintas budaya
terkait dengan pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip – prinsip psikologi
bersifat universal ( alias berlaku bagi semua orang di semua budaya ) ataukah
khas-budaya ( Culture Specific, berlaku bagi orang-orang tertentu di budaya –
budaya tertentu ). ( David Matsumoto : 2004 )
Psikologi lintas budaya tidak terbatas pada topik – topik tertentu, beragam
fenomena dapat diobservasi terkait dengan perilaku manusia, dari persepsi hingga
bahasa, dari pengasuhan anak
sampai psikopatologi, dengan demikian yang
membedakan antara psikologi lintas budaya dengan psikologi ‘mainstream’
bukanlah pada fenomena yang diperhatikan, perbedaannya lebih pada pengujian
batasan–batasan atas pengetahuan dengan memeriksa apakah suatu pengetahuan
dapat diterapkan atau didapatkan dari berbagai orang dengan latar belakang
cultural yang berbeda. Dengan mendefinisikan psikologi lintas budaya, ahli
psikologi dapat menerapkan teknik – teknik lintas budaya untuk menguji
keuniversalan atau kekhasan – cultural ( Cultural Specility
) semua aspek
perilaku manusia .
40
BAB II Tinjauan Teoritis
2.4.1.
Definisi Budaya
Meskipun
secara bahasa kita merasa tahu artinya, budaya adalah suatu
konsep yang cukup sulit didefinisikan secara formal, ada beberapa definisi yang
dapat diuraikan sebagai berikut :
Budaya sebagai sekumpulan sikap, nilai, keyakinan dan perilaku yang dimiliki
bersama oleh sekelompok orang, yang dikomunikasikan dari satu generasi ke
generasi berikutnya lewat bahasa atau beberapa sarana komunikasi lain (
Barnouw : 1985 )
Dalam pengertian diatas budaya adalah sebuah konstruk sosiopsikologis,
suatu kesamaan dalam sekelompok orang dalam fenomena psikologis seperti
nilai, sikap, keyakinan dan perilaku. Anggota – anggota suatu budaya tertentu
punya persamaan dalam fenomena – fenomena psikologis ini, anggota budaya
lain tidak.
Selanjutnya pendapat ahli Triandis HC (1992) yang mempopulerkan
konsep Stereotype Cultural dalam makalah yang disampaikan dalam Konvensi
Tahunan Masyarakat Peneliti Lintas Budaya , mengemukakan bahwa Budaya
merupakan suatu konstruk individual-psikologis sekaligus konstruk social –
makro, artinya budaya tidak mesti berakar dalam biologi maupun kebangsaan,
sampai pada batas tertentu, budaya ada di dalam setiap dan masing-masing diri
kita secara individual sekaligus ada sebagai sebuah konstruk social-global.
Perbedaan individual dalam budaya dalam budaya dapat diamati pada orang
– orang dari satu budaya sampai batas di mana mereka mengadopsi dan terlibat
41
BAB II Tinjauan Teoritis
dalam sikap, nilai, keyakinan dan perilaku–perilaku yang berdasarkan
konsensus/kesepakatan, membentuk budaya mereka. Bila anda bertindak sesuai
dengan nilai-nilai dan perilaku– perilaku tertetu, maka budaya tersebut hadir
dalam diri anda, bila anda tidak memiliki nilai atau perilaku–perilaku tersebut,
maka anda tidak termasuk dalam budaya itu.
Koentjaraningrat ( 1981 : 133 ) mengatakan : Kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Kebudayaan dapat dibedakan dalam tiga sistem sebagai berikut :
a. Sistem Budaya, yaitu kompleks ide – ide dan gagasan manusia yang menjadi
sumber inspirasi dan orientasi dalam menghadapi masalah kehidupan manusia.
Orientasi atau pandangan ini mengkristal kuat sebagai jiwa dari sekelompok
masyarakat tertentu. Gagasan itu saling berkaitan satu sama lain menjadi suatu
sistem yang berpola ( habit of thingking ). Ide tentang tentang pemahaman
masalah ini melekat kuat dalam sekelompok masyarakat dan dianggap bernilai,
berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dijunjung tinggi dan berfungsi
sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi. Pengertian tentang
pedoman diatas disebut juga nilai-nilai budaya atau orientasi nilai budaya,
merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari kebudayaan, dan
terletak pada pemikiran sekelompok masyarakat.
b. Sistem Sosial, yaitu tindakan berpola ( habit of doing ) dari sekelompok
masyarakat. Sistem sosial ini terdiri dari pola aktivitas-aktivitas manusia yang
42
BAB II Tinjauan Teoritis
saling berinteraksi (berhubungan) serta bergaul satu dengan yang lain dari waktu
ke waktu, selalu membentuk dan mengikuti pola-pola tertentu yang kemudian
menetap dalam bentuk adat tata perilaku. Sistem itu dapat di observasi, difoto, di
dokumentasi, dan diamati, tetapi tidak dapat diraba. Ukuran atau pedoman yang
dianut orang dalam melakukan interaksi dengan orang lain disebut dengan nilainilai sosial.
c. Kebudayaan fisik, merupakan keseluruhan hasil fisik, perbuatan, karya manusia
dalam sekelompok masyarakat. Oleh karena itu sifatnya paling kongkrit, dapat
berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba.
2.4.2. Etik, Emik dan Etnosentrisme Budaya
Cara utama mengkonseptualisasikan prinsip–prinsip psikologi lintas
budaya adalah dengan menggunakan istilah etik, emik dan etnosentris, ketiga
istilah ini sangat terkait dengan pembahasan tentang keuniversalan atau
kekhasan–budaya pengetahuan dan kebenaran. Berikut ini definisi yang relevan
bagi ketiga istilah tersebut diatas :
a. Etik
Mengacu pada temuan–temuan yang tampak konsisten/tetap diberbagai budaya,
dengan kata lain, sebuah etik mengacu pada kebenaran atau prinsip yang
universal, misal : berbakti kepada orang tua di budaya Asia, menghormati orang
yang lebih tua.
43
BAB II Tinjauan Teoritis
b. Emik
Sebaliknya mengacu pada temuan-temuan yang tampak berbeda untuk budaya
yang berbeda, dengan demikian emik mengacu pada kebenaran yang bersifat
khas-budaya ( Cultural – Specific ).
c. Etnosentris
Cara pandang dan penafsiran perilaku orang lain dari kacamata cultural kita
sendiri, berkaitan dengan stereotip tentang sikap, keyakinan atau pendapat yang
baku tentang orang-orang yang berasal dari budaya lain.
Secara umum, sebagian besar ahli psikologi lintas budaya sepakat bahwa
jumlah emik sama dengan, atau bahkan lebih banyak daripada etik. Artinya,
orang dari budaya yang berbeda memang menemukan cara yang berbeda dalam
kebanyakan aspek perilaku manusia. Setiap budaya berevolusi dengan cara
khasnya masing-masing untuk menangani perilaku manusia dengan gaya yang
paling efisien dan sesuai agar sukses bertahan hidup. Adanya banyak emik atau
perbedaan cultural, bukan sesuatu yang problematik bagi orang tertentu,
permasalahan secara potensial akan muncul ketika kita mencoba menafsirkan
alasan yang mendasarinya atau yang menyebabkan adanya berbagai perbedaan
itu . Karena kita semua berada di dalam budaya kita masing-masing dengan latar
belakang cultural kita sendiri, kita cenderung melihat sesuatu dari kacamata latar
belakang tersebut. Dengan kata lain, Budaya bertindak sebagai suatu
filter/penyaring tidak hanya ketika kita mempersepsikan sesuatu, tapi juga ketika
kita berfikir tentang dan menafsirkan suatu kejadian.
44
BAB II Tinjauan Teoritis
Stereotip budaya bisa dijadikan dasar penilaian budaya namun harus berhatihati karena seringkali etnosentris/stereotip budaya bersifat kombinasi fakta dan
fiksi. Stereotip bisa berguna dengan menjadi dasar untuk melakukan penilaian,
evaluasi, dan interaksi dengan orang dari budaya lain, namun bisa jadi berbahaya
bila memegangnya dengan kaku dan menerapkan secara pukul rata pada semua
latar belakang budaya tertentu tanpa menyadari kemungkinan adanya kekeliruan
pada dasar stereotip tersebut maupun adanya perbedaan individual.
2.4.3. Lingkungan dan Gaya Pengasuhan
Orang tua memiliki peran penting dalam
perkembangan kita, ada
berbagai gaya pengasuhan orang tua yang berbeda satu sama lain. Baumrind
(1971) mengidentifikasi ada tiga pola utama pengasuhan orangtua. Orang tua
yang otoriter mengharapkan kepatuhan mutlak dan melihat bahwa anak butuh
untuk dikontrol. Sebaliknya orangtua yang permisif membolehkan anak untuk
mengatur hidup mereka sendiri dan menyediakan sedikit panduan baku. Orang
tua yang otoritatif bersifat tegas, adil dan logis. Gaya pengasuhan ini dipandang
akan membentuk anak-anak yang secara psikologis sehat, kompeten dan mandiri,
yang bersifat kooperatif dan nyaman menghadapi situasi-situasi sosial.
Peneliti lain ( Maccoby & Martin : 1983 ) menemukan tipe gaya
pengasuhan keempat yang disebut ”tak terlibat” atau uninvolve. Orang tua yang
tak terlibat seringkali terlalu larut dalam kehidupan mereka sendiri, cenderung
45
BAB II Tinjauan Teoritis
tidak bisa memberi respon yang tepat pada anak-anak mereka dan sering terlihat
tak peduli.
Interaksi orang tua dan anak adalah proses sosialisasi primer, yang
menjadi dasar pembentukan persepsi dan perkembangan kognisi mereka,
sosialisasi primer berlanjut dengan teman sebaya dalam situasi bermain dan
sekolah.
Sosialisasi
adalah
proses
instrumental
dimana
anak
menginternalisasikan nilai-nilai dan sikap–sikap kultural, lingkungan sosial dan
sekolah melembagakan standar-standar ini dan merupakan kontributor penting
tidak hanya terhadap perkembangan intelektual juga yang tak kalah penting,
terhadap perkembangan sosial emosional.
2.4.4. Kebudayaan Jawa dan Minangkabau
Kebudayaan Jawa yang dimaksud disini adalah kebudayaan yang dianut
masyarakat jawa yang hidup di Jawa Tengah bagian selatan dengan sentralnya
pada keraton Jogyakarta dan Surakarta. Pada perkembangannya kebudayaan ini
ditiru dan disebarluas di luar wilayah pusat kebudayaan sehingga kadang-kadang
ditemui perbedaan penghayatan dan operasionalnya. Sedangkan yang dimaksud
dengan kebudayaan Minangkabau disini adalah nilai – nilai yang dianut oleh
masyarakat Minang yang hidup di wilayah Sumatera Barat, baik yang berada di
kota Padang, maupun di wilayah kabupaten serta yang telah merantau di wilayah
nusantara lainnya.
46
BAB II Tinjauan Teoritis
Untuk membicarakan sistem nilai budaya antara kebudayaan Jawa dan
Minangkabau, akan digunakan kerangka kajian yang pernah dikembangkan oleh
C dan F Kluckhonhn ( Koentjaraningrat, 1984 : 435 ) yang secara universal
membagi nilai-nilai budaya dari semua bangsa di dunia ke dalam lima kategori
berdasarkan lima masalah universal terpenting di dalam kehidupan kelompok
manusia, yaitu :
1.
Masalah hakekat hidup
2.
Hakekat dari kerja dan usaha manusia
3.
Masalah Hubungan antara manusia dan alam
4.
Masalah persepsi manusia tentang waktu
5.
Masalah Hubungan manusia dengan sesamanya
Dari kedua sistem kebudayaan; Jawa dan Minangkabau, secara umum
dapat disarikan sebuah perbandingan seperti pada tabel berikut ini :
47
menjadi orieintasi hidup manusia
Budaya
hidup didunia agar mendapat berkah
diakhirat.
menjamin kehidupan keluarga, dunsanak
dan kemenakan. Masa depan yang lebih
Alam.
c. Hubungan dengan
asal kumpul, menerima nasib menjalani
baukue jo bajangko ). Laki – laki
48
manunggalnya Gusti Allah dengan alam
alam,
batu, tanah, tanaman alam bekal hidup bagi
dengan
dengan alam sekitar.
selaras
Hidup
Keselarasan dengan unsur alam : kayu, air,
Cara pandang ttg hubungan manusia
baik. Kemakmuran bersama.
dengan
ngoyo, ojo ngongso, mangan ora mangan
kesengsaraan, dijalani
tabah & pasrah menerima nasib.
penuh
akal, hemat, cermat ( Hiduik Baraka
kebenaran ( Hidup berakal, mati beriman )
spirit yang mendasarinya.
Hidup sebagai rangkaian peristiwa yang
Bekerja agar dapat makan, jadi ojo
untuk
Bertindak cerdik, efisien, efektif, memakai
berbuat
Cara pandang tentang karya dan nilai
berani
b. Etos kerja
dan
Jawa
Cara pandang tentang kehidupan
Berjuang
Minangkabau
Perbandingan dalam budaya
a. Hakikat Hidup
pada kelompok masya ttt
Kompleksitas ide-ide /gagasan yang
Orientasi Nilai
1
Definisi
Indikator
No
Tabel ; 2.1. PERBANDINGAN INDIKATOR LINGKUNGAN BUDAYA JAWA DAN MINANGKABAU
BAB II Tinjauan Teoritis
2.
Nilai hormat didasarkan pada usia dan
hubungan kekeluargaan
Dasar nilai hormat dalam suatu
hubungan
sajinjing
b. Prinsip kehormatan
Adat hiduik tolong menolong, sapikuik
sekarang dan masa depan.
Dasar nilai kebersamaan
tata perilaku, pola aktivitas ttt
masyarakat terdiri dari : tata adat,
Tindakan berpola dari sekelompok
laku ditujukan untuk masa sekarang
terencana, terukur, cermat dan berjangka
cara menggunakannya
( Baukue jo bajangko ). Orientasi masa
Rencana, keputusan dan orientasi tingkah
Setiap keputusan & tingkah laku harus
Cara pandang terhadap waktu dan
49
kedudukan seseorang dalam hirarki sosial
Kehormatan atas dasar derajat dan
Tepa selira
kelompok keluarga.
antar
tenggang rasa ( tepa selira ), conform
kehidupan ikan dan air, komunal bezit
manusia
solidaritas
Koleteral, saling tolong, saling memberi,
Saling memiliki dan mengayomi laksana
Cara pandang ttg hubungan antar
sesama,
kekuatan.
alam .
dengan
dalam konsep religio-magi alam memiliki
manusia dimanfaatkan dan melestarikan
a. Nilai kerukunan
Sistem Sosial
waktu
e. Persepsi tentang
sesama manusia
d. Hubungan dengan
BAB II Tinjauan Teoritis
h. pola pengasuhan
g. pola berfikir
f. Interaksi sosial
d. Perkawinan
c. Etika kebijaksanaan
BAB II Tinjauan Teoritis
dua dikotomis
permasalahan atau terhadap suatu
besar, perjodohan bila ingin menyambung
pola
Kebiasaan pola pengasuhan
dasar berfikir
Logika berfikir / landasan/prinsip
( Sapikua sajinjing ) keluarga/ kelompok
diluar sistem keluarga/ kelompok
Musyawarah mufakat
( raso pareso )
Hati nurani/kemanusiaan
( anggo tanggo )
Tertib aturan/hukum
( Alue patuik )
Jalur jalan yang benar – logika
Dominan pola pengasuhan ibu – mamak
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
suku dan masyarakat diluar kelompok
Kebersamaan, tenggang rasa, keserasian
Pola interaksi dengan masyarakat
tali silaturahiim
Orientasi kepada pribadi dan keluarga
Dasar nilai Tali perkawinan : Sifat,
fenomena
bertanggungjawab- dialektika – menerima
Dasar nilai pertimbangan suatu
50
Sentral pada peran ibu lebih dominan
Segala sesuatu bersifat relatif.
Jalan tengah
Etika moral
kelompok, menghindari konflik
Tolong menolong, saling bantu dalam
mengandalkan perjodohan
Orientasi kepada pribadi / keluarga,
tidak menyukai dua dikotomis
Etika moral – mencari jalan tengah –
Sumber : Koentjaraningrat (1980)
Orientasi kepada cita – cita dan
j. Goal setting
tujuan
Proses meningkatkan pemahaman
i. proses belajar
anak
BAB II Tinjauan Teoritis
proses
51
entitas satu posisi , bukan pada orientasi
Memiliki status tertentu, orientasi pada
diterima di masyarakat
berguna bagi keluarga atau kelompok
Raih cita –cita setinggi langit
Memiliki status/posisi yang dapat
Bertujuan menjadi cerdik dan pandai dan
kanduang
BAB II Tinjauan Teoritis
2.5.
Kerangka Pikir
Keturunan dan lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam
pembentukan kepribadian seseorang, seperti yang dikatakan oleh Eysenck (1952),
bahwa kepribadian merupakan keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial
dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkah
laku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama
yang mengorganisir tingkah laku, yaitu; sektor kognitif (intelligence), sektor konatif
(character), sektor afektif (temperament) dan sektor somatik (constitution).
Sama seperti Eysenck, tokoh psikologi Allport (1953) juga berpendapat
bahwa faktor genetik dan lingkungan sama-sama berpengaruh dalam menentukan
perilaku manusia. Menurutnya bukan hanya faktor keturunan sendiri atau faktor
lingkungan sendiri yang menentukan bagaimana kepribadian terbentuk, melainkan
melalui pengaruh resiprokal faktor keturunan dan lingkungan yang memunculkan
karakteristik kepribadian.
Dasar umum sifat-sifat kepribadian terdiri dari trait dan tipe (type). Trait sendiri
dijelaskan sebagai konstruk teoritis yang menggambarkan unit/dimensi dasar dari
kepribadian. Trait menggambarkan konsistensi respon individu dalam situasi yang
berbeda-beda, sedangkan tipe adalah pengelompokan bermacam-macam trait.
Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang
lebih besar daripada trait.
Trait merupakan disposisi untuk berperilaku dalam cara tertentu, seperti yang
tercermin dalam perilaku seseorang pada berbagai situasi. Teori trait merupakan teori
kepribadian yang didasari oleh beberapa asumsi, yaitu:
52
BAB II Tinjauan Teoritis
x
Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang
membedakan seseorang dari yang lain, sehingga:
o Trait relatif stabil dari waktu ke waktu
o Trait konsisten dari situasi ke situasi
x
Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan, namun
karakteristik tingkah laku dapat berubah karena:
o Ada proses adaptif
o Adanya perbedaan kekuatan, dan
o Kombinasi dari trait yang ada
Tingkat trait kepribadian dasar berubah dari masa remaja akhir hingga masa
dewasa. McCrae dan Costa yakin bahwa selama periode dari usia 18 sampai 30 tahun,
orang sedang berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait yang stabil, konfigurasi
yang tetap stabil setelah usia 30 tahun (Feist, 2006).
Allport (1953) mengenalkan istilah central trait, yaitu kumpulan kata-kata yang
biasanya digunakan oleh orang untuk mendeskripsikan individu. Central trait dipercaya
sebagai jendela menuju kepribadian seseorang. Menurut Allport (1953), unit dasar dari
kepribadian adalah trait yang keberadaannya bersumber pada sistem saraf. Allport
(1953) percaya bahwa trait menyatukan dan mengintegrasikan perilaku seseorang
dengan mengakibatkan seseorang melakukan pendekatan yang serupa (baik tujuan
ataupun rencananya) terhadap situasi-situasi yang berbeda. Walaupun demikian, dua
orang yang memiliki trait yang sama tidak selalu menampilkan tindakan yang sama.
Mereka dapat mengekspresikan trait mereka dengan cara yang berbeda. Perbedaan
inilah yang membuat masing-masing individu menjadi pribadi yang unik. Oleh sebab
53
BAB II Tinjauan Teoritis
itu Allport percaya bahwa individu hanya dapat dipahami secara parsial jika
menggunakan tes-tes yang menggunakan norma kelompok.
Suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian
manusia melalui trait yang bersifat universal adalah big five personality yang
dikemukakan oleh Lewis Goldberg (1993). Pendekatan ini merupakan pendekatan
dalam psikologi kepribadian yang mengelompokkan trait kepribadian dengan analisis
faktor, yang pada awal mulanya dipelopori oleh Allport dan Cattell. Menurut
pendekatan ini, kepribadian tersusun dalam lima traits kepribadian, yaitu ; extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuoriticism,dan openness to experiences.
Sehubungan dengan adanya peran genetik dalam pembentukan kepribadian,
terdapat beberapa pemahaman penting yang perlu diperhatikan :
1) Meskipun faktor genetik mempunyai peran penting terhadap perkembangan
kepribadian,
faktor
non-genetik
tetap
mempunyai
peranan
bagi
variasi
kepribadian
2) Pengalaman-pengalaman dalam keluarga adalah hal yang penting meskipun
lingkungan keluarga berbeda bagi setiap anak sehubungan dengan jenis
kelamin anak, urutan kelahiran, atau kejadian unik dalam kehidupan keluarga pada
tiap anak.
3) Meski terdapat kontribusi genetik yang kuat terhadap trait kepribadian, tidak berarti
bahwa trait itu tetap atau tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan.
Dalam hal hereditas / keturunan, anak kembar identik memiliki korelasi
hubungan genetik yang sangat tinggi sehingga berpotensi untuk memiliki sifat-sifat
kepribadian yang sama, seperti yang telah dibuktikan pada salah satu penelitian di
54
BAB II Tinjauan Teoritis
swedia bahwa kembar identik memiliki korelasi sebesar 0,5 antara pasangannya, lebih
besar dibandingkan korelasi antara kembar fraternal maupun saudara sekandung.
Faktor lain yaitu lingkungan, berperan dalam pembentukan perilaku mereka.
Dari lingkungan seseorang mempelajari tingkah laku yang diinternalisasikan kedalam
dirinya sehingga menjadi kebiasaan (habit) dan selanjutnya berkembang menjadi tipe
dan trait yang menetap.
Salah satu unsur dari lingkungan yang akan dapat berpengaruh pada kepribadian
seseorang adalah budaya yang terdapat dalam lingkungan tersebut. Budaya dapat
didefinisikan sebagai sekumpulan sikap, nilai, keyakinan dan perilaku yang dimiliki
bersama oleh sekelompok orang yang dikomunikasikan lewat bahasa atau beberapa
sarana komunikasi lain (Barnouw, 1985). Orang-orang dari budaya tertentu akan
mengadopsi dan terlibat dalam sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku-perilaku yang
berdasarkan konsesus / kesepakatan membentuk budaya mereka. Bila mereka bertindak
sesuai dengan nilai-nilai dan perilaku-perilaku tertentu maka budaya tersebut hadir
dalam diri mereka, sedangkan bila mereka tidak memiliki nilai atau perilaku-perilaku
tersebut, maka mereka tidak termasuk dalam budaya itu.
Pasangan kembar identik atik dan ana ini, terpisah sejak bayi dan dibesarkan di
tempat yang berbeda. Atik dibesarkan di Padang, Sumatera Barat yang menganut
budaya Minang, sedangkan Ana dibesarkan di Kebumen, Jawa tengah dengan budaya
jawa. Kedua kebudayaan ini merupakan dua contoh dari banyak budaya yang ada di
Indonesia. Kedua kebudayaan ini merupakan kebudayaan yang memiliki ciri /
karakteristik yang khas dan berbeda dalam hal sistem-sistem nilai dan kebiasaan yang
mereka anut. Dalam kesehariannya, secara umum karakteristik orang minang dan orang
55
BAB II Tinjauan Teoritis
jawa biasanya sangat berbeda bahkan bertolak belakang. Maka dari itu, pasangan
kembar atik dan ana, semestinya mengadopsi nilai-nilai budaya sesuai dimana mereka
masing-masing dibesarkan. Atik dengan budaya minangnya dan Ana dengan budaya
Jawanya.
Dikemukakan juga oleh Freud (1928), bahwa pembentukan kepribadian
seseorang pada umumnya dimulai sejak lima tahun pertama awal kehidupannya. Usia
anak sekitar ini dianggap usia yang paling berpengaruh bagi perkembangan dan
pembentukan kepribadian seseorang. Hal ini disebabkan karena anak pada masa ini
akan belajar mengenal norma-norma, nilai-nilai serta standar moral yang berlaku
dimasyarakatnya atau dengan kata lain, bahwa sejak itu seorang anak akan belajar
menyatakan impuls-impulsnya baik dalam kata-kata maupun tindakan-tindakan yang
sesuai dan dapat diterima oleh lingkungan budayanya.
Adanya keterkaitan genetik antara pasangan kembar identik akan menyebabkan
kemiripan dalam kepribadian mereka, tetapi dampak dari pengasuhan di budaya yang
berbeda pada pasangan kembar identik ini juga akan berpengaruh cukup kuat pada
kepribadian yang mereka miliki ketika dewasa. Bagaimana peran dari aspek nature dan
nurture tersebut terhadap dinamika kepribadian mereka akan terlihat cukup jelas ketika
mereka berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait yang stabil, setelah usia 30
tahun (saat ini usia mereka 36 tahun), sehingga penggunaan alat-alat tes psikologi yang
relevan akan dapat menjelaskan “sejauh mana pemisahan di budaya yang berbeda akan
berpengaruh terhadap dinamika kepribadian yang mereka miliki serta bagaimana peran
nature (genetik) dan nurture (lingkungan) dalam membentuk kepribadian mereka”.
56
BAB II Tinjauan Teoritis
ALUR PIKIR PENELITIAN
Jawa
NILAI BUDAYA
&
SISTEM SOSIAL
NURTURE
NATURE
KEMBAR
(LINGKUNGAN )
( GENETIK )
IDENTIK
Minang
DIMENSI PEMBENTUK
KEPRIBADIAN
Openness to
experience
Conscientious
ness
Extraversion
Agreeableness
Neuroticism
Kepribadian anak kembar yang terpisah
A
B
57
BAB III Metodologi Penelitian
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Pada penelitian digunakan metoda penelitian yaitu studi kasus. Studi kasus
adalah penelitian yang dilakukan peneliti dimana mencoba menggambarkan subjek
penelitian di dalam keseluruhan tingkah laku itu sendiri beserta hal – hal yang
melingkunginya, hubungan antara tingkah laku, demikian pula lain – lain hal yang
berkaitan dengan tingkah laku tersebut. Di dalam studi kasus peneliti mencoba untuk
mencermati individu atau sebuah unit secara mendalam. Peneliti mencoba
menemukan semua variable penting yang melatarbelakangi timbulnya serta
perkembangan variable tersebut. Tekanan dari penelitian ini adalah mengapa individu
tersebut demikian, apa wujud tindakan itu, bagaimana ia berkehendak dan bereaksi
terhadap lingkungannya. Konsekuensi dari studi kasus yang dilakukan dengan baik
adalah bahwa studi kasus tersebut harus dilakukan dalam waktu yang relative lama.
Peneliti berusaha mengumpulkan data yang menyangkut individu atau unit yang
dipelajari mengenai gejala yang ada saat penelitian dilakukan, pengalaman waktu
lampau, lingkungan kehidupannya dan bagaimana faktor – faktor ini berhubungan
satu sama lain. (Suharsimi, 1990;314)
Data pada studi kasus biasanya didasari oleh pengalaman-pengalaman yang
diperoleh dari hasil diagnosis, treatment, atau wawancara dengan klien. Pengalamanpengalaman tersebut dilaporkan secara detil sehingga deskripsinya mencakup
58
BAB III Metodologi Penelitian
karakteristik yang unik dari individu dan situasinya. Hal ini membuat studi kasus
memberikan deskripsi yang terperinci mengenai individu. Kesimpulannya biasanya
mengenai faktor-faktor pada masa lalu, masa sekarang dan yang diantisipasi di masa
depan yang melaporkan tingkah laku tertentu. Informasi tersebut didapat dari
anekdotal dan mengacu pada kesan-kesan, judgement dan kesimpulan dari klien /
terapis. Secara karakteristik, laporan ini merupakan evaluasi / interpretasi subjektif
dan dapat dibedakan dari banyak pengukuran obyektif seperti kuesioner yang sudah
standar atau observasi tingkah laku yang langsung. Studi kasus memungkinkan kita
untuk mengumpulkan data dari seorang individu atau beberapa individu.
Penelitian studi kasus tidak merumuskan suatu hipotesis penelitian yang akan
diuji kebenarannya, namun penelitian ini tetap memiliki proses penelitian, walaupun
agak berbeda dengan jenis penelitian lain. Proses penelitian ini terbagi atas dua
bagian, yaitu :
1. Metode Deduktif
Metode ini merupakan langkah awal dalam penelitian yang berupa studi
kepustakaan. Langkah awal ini bertujuan untuk memperoleh kejelasan secara
teoritis mengenai dinamika kepribadian pada pasangan kembar identik yang
terpisah di lingkungan budaya yang berbeda.
Hal ini dikaitkan dengan kerangka teori utama yang akan digunakan sebagai
landasan pembahasan masalah. Setelah melakukan studi kepustakaan, maka
peneliti dapat menentukan bahasan masalah yang hendak diteliti, serta
menentukan metode dengan alat ukur yang akan digunakan.
59
BAB III Metodologi Penelitian
2. Metode Induktif
Metode ini merupakan langkah lanjutan dalam penelitian yang berupa
pengambilan data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti
terhadap subjek penelitan yang telah ditentukan. Data yang digali dalam
penelitian ini berkenaan dengan kepribadian pada kembar identik yang
terpisah. Setelah memperoleh data yang lengkap, langkah berikutnya adalah
menganalisis data yang diperoleh sehingga pada akhirnya akan diperoleh
gambaran keseluruhan tentang kepribadian pada kembar identik yang terpisah
di lingkungan budaya yang berbeda, sebagai jawaban dari permasalahan
penelitian.
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan
teknik- teknik sebagai berikut :
1. Interview
Interview (wawancara) adalah suatu percakapan yang diarahkan pada masalah
tertentu. Proses ini merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua orang
atau lebih berhadap – hadapan secara fisik. Dari proses ini maka interview
harus memperoleh satu kesimpulan mengenai subyek. Wawancara ini
bertujuan untuk menjaring informasi mengenai subyek serta berusaha
memahami lebih dalam tentang kepribadian subyek.
60
BAB III Metodologi Penelitian
Interview dilakukan untuk menggali secara mendalam mengenai diri subyek,
interaksi dalam keluarga, interaksi di luar keluarga dan interaksi keluarga
dengan lingkungan luar rumah, dimana pola – pola yang khas yang ditemui
dari interaksi tersebut menjadi bagian yang penting untuk menggambarkan
profil masing – masing subyek. Selain itu interview juga akan berusaha
menjaring informasi mengenai lingkungan yang menjadi pengamatan peneliti
dalam riset ini yaitu lingkungan budaya Minang dan lingkungan budaya
Jawa, tempat masing-masing kembar terpisah tersebut dibesarkan.
Beberapa indikator pertanyaan yang menjadi arah percakapan antara peneliti
dengan subjek antara lain adalah :
No
1.
Aspek
Indikator
Latar belakang keluarga
x
Jumlah
keluarga
dan
keurutan
dalam keluarga
2.
Latar
belakang
pemisahan
x
Profil orang tua kandung
x
Profil orang tua angkat
x
Alasan pemisahkan
x
Usia pemisahan
x
Latar
belakang
budaya
tempat
pemisahan
3.
Pola
interaksi
subyek
x
dengan lingkungan
Interaksi subyek dengan tetangga
sekitar rumah
x
Interaksi
subyek
dengan
lingkungan sekolah
4.
Riwayat pendidikan
x
Usia masuk sekolah dan jenjang
61
BAB III Metodologi Penelitian
pendidikan yang diikuti
x
Spesifik pendidikan yang diikuti
x
Faktor-faktor
kelebihan
dan
kekurangan yang dimiliki
x
Kondisi pergaulan dengan temanteman di sekolah
5.
Riwayat pendidikan
x
Kapan mulai bekerja
x
Tempat bekerja
x
Jenis pekerjaan yang dipilih
2. Observasi
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini lebih ditekankan sebagai
metode yang membantu dalam memberikan gambaran mengenai individu
yang sedang diteliti.sebagai suatu metode ilmiah, observasi biasa diartikan
sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis dari fenomena –
fenomena yang diteliti atau sedang diobservasi. Ini sangat penting sebagai
penunjang wawancara dan proses pengetesan psikologi. Observasi berkaitan
dengan intonasi, kecepatan suara, perubahan mimik, gerakan – gerakan tubuh
dan sebagainya.
3. Alat Tes
Dalam penelitian ini, untuk melihat peran aspek nature dan nurture
dalam membentuk kepribadian pada kembar identik yang terpisah di budaya
62
BAB III Metodologi Penelitian
yang berbeda,
maka peneliti
memilih dan menetapkan 3 alat test yang
dianggap relevan yang ditujukan pada :
x
Pada kembar identik; alat tes yang diberikan bertujuan untuk
memberikan gambaran yang komprehensif mengenai dinamika
kepribadian mereka.
x
Pada Orang tua; alat tes yang diberikan bertujuan untuk
dapat
mengetahui trait–trait yang berkaitan dengan hereditas pada kembar
identik.
3.3. Alat test yang digunakan
Untuk mengungkapkan dinamika kepribadian mereka. Pemberian alat test akan
dilakukan kepada pasangan kembar dan orang tua seperti pada tabel berikut :
Tabel 3.1.
Jenis Alat Tes yang digunakan
Obyek
Jenis Alat Test
1) Kembar Identik
Big Five Personality Test
WB
EPPS
2) Orang tua kandung
Big Five Personality Test
EPPS
63
BAB III Metodologi Penelitian
3.3.1. Big Five Personality Test
Tujuan alat tes :
Alat tes ini diberikan pada kembar Atik dan Ana, serta ibu kandung mereka.
Hal ini bertujuan untuk melihat kepribadian melalui trait yang mereka miliki
dan melihat kesamaan yang mungkin timbul pada kembar Atik dan Ana, Atik
dan ibu kandung serta Ana dan ibu kandung. Peneliti ingin melihat apakah
sejauh mana basic tendency pada ibu diturunkan kepada anak-anaknya. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat melihat bagaimana peran aspek nature
(genetik) dan aspek nurture
(lingkungan) dalam membentuk kepribadian
mereka
Deskripsi alat tes :
Big Five Personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam
psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun
dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan
menggunakan analisis faktor. Lima traits kepribadian tersebut adalah
extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to
experiences.
Pertanyaan-pertanyaan untuk big five ini menggunakan alat tes yaitu big five
inventory yang dikembangkan oleh psikolog Oliver D. John, Ph.D dari U.C.
Barceley. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan berasal dari penelitianpenelitian berdasarkan kepribadian, gaya hidup, nilai-nilai dan tingkah laku
64
BAB III Metodologi Penelitian
dan telah diuji validitasnya serta didasarkan pada analisis statistik dari data
personality yang dikumpulkan lebih dari 10.000 orang.
Kelima traits kepribadian tersebut dijaring melalui item yang berjumlah 48
pertanyaan.
No
Aspek
No item
1
Open to New Experience
5, 10, 15, 20, 25, 30, 40, 41, 44, 46, 47
2
Concientiousness
3, 8, 13, 18, 23, 28, 33, 35, 38, 45
3
Extravert
1, 6, 11, 16, 21, 26, 27, 36, 42
4
Agreeableness
2, 7, 12, 17, 22, 32, 37, 48
5
Neuroticm
4, 9, 14, 19, 24, 29, 31, 34, 39, 43
Dari hasil tes ini nantinya akan didapatkan gambaran kepribadian subyek
penelitian, hasil persentil dimensi big five personality pada masing-masing
subyek penelitian serta persentil kemiripan kepribadian mereka.
3.3.2. EPPS ( Edward Personal Preference Schedule )
Tujuan alat tes :
Tes ini bertujuan melihat needs (kebutuhan) untuk memprediksikan tingkah
laku yang akan muncul sehingga dapat memprediksikan kepribadian pada
kembar Atik, Ana juga ibu kandung mereka. Tes ini terutama adalah untuk
melihat sejauh mana pemisahan akan berpengaruh pada kepribadian Atik dan
65
BAB III Metodologi Penelitian
Ana dilihat melalui needs yang muncul, sedangkan tes pada ibu diharapkan
dapat melihat kemungkinan apakah needs tersebut dipengaruhi oleh nature
(genetik) ataukah lebih dipengaruhi oleh nurture (lingkungan).
Deskripsi alat tes :
EPPS
biasa digunakan sebagai salah satu alat diagnostik untuk
mendeskripsikan kepribadian seseorang. Tes kepribadian ini bersifat verbal
dan memakai metode forced-choice, yaitu memilih di antara dua pernyataan
pada setiap itemnya. Item tersbut pada kenyataannya sulit dilepaskan dari
social desirebilty ( sesuatu pernyataan yang diharapkan oleh orang – orang
pada umumnya), karena bagaimanapun manusia sebagai makhluk sosial tidak
mungkin lepas dari apa yang diharapkan dan dikehendaki oleh lingkungannya.
Bentuk pilihan pada EPPS membuka adanya konflik dalam menilai apa yang
harus dipilih, serta kemudian dipaksa untuk memutuskan penilaiannya.
Ketidakbebasan untuk memilih ini menyudutkan subyek untuk berhati – hati
dalam menilai dirinya untuk sampai pada keputusan, oleh karena itu selain
menggali hasil pertimbangan kognisi juga menggali keinginan, kebutuhan,
dan kesukaan seseorang baik secara sadar maupun tidak sadar akan tercermin
dari hasil penilaian itu.
Atas dasar pemikiran ini, Edward mengacu pada
teori Murray tentang 30 needs ( kebutuhan ) manusia, yang kemudian ia pilih
15 kebutuhan yang dianggap sebagai kebutuhan yang mendasar.
Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan kekurangan
dan ingin memperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui usaha atau
66
BAB III Metodologi Penelitian
tindakan ( James Drever, 1971 ). Teori kebutuhan dalam konteks psikologi
sangat banyak jenisnya, missal teori Maslow. Teori Maslow menjadi acuan
dari banyak teori tentang needs, termasuk yang dikembangkan oleh Murray,
yang kemudian melalui aktivitas penelitian yang panjang dikembangkan oleh
Allen L Edwards sebagai salah satu alat diagnostik untuk mendeskripsikan
kepribadian seseorang. Hasil EPPS bukan hanya sekedar menggambarkan
struktur kebutuhan seseorang, tetapi terkadang juga didalamnya arti dinamis
dan struktur kebutuhan tersebut, sehingga seorang psikodiagnostikus akan
mampu memahami perilaku subyek serta membuat prediksi dari perilakunya.
Kelima belas need dalam EPPS adalah :
1. Achievement ( Ach )
Kebutuhan untuk melakukan yang terbaik menjadi sukses, melakukan tugas
yang membutuhkan keterampilan dan usaha, menjadi otoritas menyelesaikan
pekerjaan yang sulit dengan baik, mengatasi permasalahan yang sulit, dapat
melakukan ssuatu lebih baik daripada orang lain, menulis novel atau
permainan yang bagus.
2. Deference ( Def )
Kebutuhan menerima saran dari yang lain, mengetahui apa yang dipikirkan
oleh orang lain, mengikuti kehendak dan menerima kepemimpinan orang
lain, kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan konvensional,
membiarkan orang lain yang membuat keputusan.
67
BAB III Metodologi Penelitian
3. Order ( ord )
Kebutuhan akan kerapian dan keteraturan, membuat perencanaan yang
matang sebelum melakukan sesuatu, mengatur detil – detil pekerjaan.
4. Exhibition ( exh )
Extravert, riang, mengomentari penampilan seseorang, mengatakan sesuatu
hanya untuk menilai pengaruhnya pada orang lain, mengungkapkan prestasi
dirinya, keinginan menjadi pusat perhatian, mengucapkan kata – kata yang
tidak dimengerti orang lain, dan memberikan pertanyaan yang tidak bisa
dijawab oleh orang lain.
5. Autonomy ( aut )
Keinginan untuk mandiri, bebas melakukan
sesuatu sesuai dengan yang
diinginkan, tidak tergantung dalam mengambil keputusan, melakukan hal –
hal
yang
inkonvensional,
menghindari
situasi
yang
menginginkan
konformitas, mengkritisi otoritas, menolak tanggungjawab dan kewajiban
6. Affiliation ( Alt )
Kebutuhan untuk setia pada teman, tergabung dalam kelompok pertemanan,
memiliki teman sebanyak mungkin, melakukan sesuatu bersama orang lain
daripada melakukannya seorang diri, membangun kedekatan yang kuat
dengan orang lain .
68
BAB III Metodologi Penelitian
7. Intraception ( Int )
Kebutuhan akan minat terhadap permasalahan manusia untuk diketahui dan
dianalisis, menampatkan diri pada kebutuhan orang.
8. Succorance ( suc )
Membutuhkan pertolongan orang lain saat berada dalam kesulitan, mencari
dukungan orang lain, bersifat agosentris dan kurang dewasa, mendapatkan
afeksi dari orang lain, membutuhkan simpati dan pemahaman orang lain akan
masalah pribadinya.
9. Dominance ( dom )
Kebutuhan untuk memimpin, membuat keputusan kelompok, terpilih menjadi
pemimpin komite, mempengaruhi orang lain untuk melakukan yang ia
inginkan, mengawasi , memberikan instruksi, dan mengarahkan tindakan
orang lain.
10. Abasement ( aba )
Merasa bersalah ketika
melakukan kesalahan, menerima hukuman bila
melakuka hal yang tidak benar, merasa lebih baik untuk menghindari
perselisihan, merasa bersalah, akan ketidakmampuannya mengatasi situasi
takut akan superioritas dan merasa inferior bila dibandingkan dengan orang
lain.
69
BAB III Metodologi Penelitian
11. Nurturance ( nur )
Mencerminkan rasa sosial , bersedia dan siap memberi pertolongan kepada
siapa yang pantas dan layak menerimanya, memberika simpati dan afeksi
kepada orang lain.
12. Change ( chg )
Melakukan hal – hal baru dan berbeda, bertemu dengan orang – orang baru,
bereksperiman dan mencoba hal baru, berpartisipasi dalam kebiasaan –
kebiasaan .
13. Endurance ( end )
Keuletan, kegigihan, ketekunan dalam menyelesaikan pekerjaan, mencoba
mencari pemecahan suatu masalah sampai teratasi, mencoba mengerjakan
pekerjaan sendiri sebelum meminta bantuan orang lain, kemampuan
mengantisipasi dan mengatasi gangguan pada saat bekerja.
14. Heterosexuality ( het )
Keinginan untuk melakukan kehidupan seksual dengan lawan jenis dalam
kehidupan sehari –hari, menjadi individu yang menarik secara seksual bagi
lawan jenis, berpartisipasi dalam diskusi mengenai sex, membaca, bermain,
dan mendengarkan hal – hal yang berhubungan dengan seks.
15. Aggresion ( agg )
Melawan hal – hal yang memiliki pandangan yang berbeda, mengatakan
kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan, mengkritisi,
70
BAB III Metodologi Penelitian
memperlihatkan kemarahan, menyalahkan orang lain akan kesalahan yang
terjadi, membaca hal – hal yang berhubungan dengan kekerasan
Administrasi
Subyek dapat membaca sendiri instruksi pada buku tes dan langsung mengerjakan
soal yang diberikan sebanyak 225. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
seluruh tes berkisar 40 – 60 menit. Bagi mereka yang memiliki taraf kecerdasan
rata –rata.
Skoring :
1 Membuat garis diagonal merah melalui :
2
i.
no. 1, 7, 13, 19, 25
ii.
no. 101, 10, 113, 119, 125
iii.
201, 207, 213, 219, 225
Membuat garis diagonal biru melalui :
i.
no. 26, 32, 38, 44, 50
ii.
no. 51, 57, 63, 69, 75
iii.
no. 151, 157, 163, 169, 175
3 Mengisi kolom r, c, dan s dengan cara :
- r, dihitung dengan cara menghitung pada setiap baris ( secara horizontal ) hanya
item A yang dilingkari subyek, kecuali A yang terkena garis merah.
- c, dihitung dengan cara menghitung pada setiap kolom ( secara vertikal ) hanya
item B yang dilingkari subyek, kecuali B yang terkena garis merah.
71
BAB III Metodologi Penelitian
-s, diisi dengan cara menjumlahkan skor r dan c. Jumlah maksimum skor adalah
28.
4
Pada bagian bawah lembar jawaban terdapat kotak ( 15 kotak ). Istilah kotak –
kotak itu dengan cara membandingkankan jawaban A/B yang terkena garis biru
dan merah pada setiap kolom. Bila ditemukan kesamaan jawabab, maka berilah
tanda checklist . Hanya skor yang berkisar antara 10 – 15 yang menunjukkan
konsisiten dan dapat diinterpretasikan karena hasilnya dapat dianggap valid.
5 Carilah kedudukan skor s dari masing – masing need berdasarkan profil sehingga
diperoleh grafik need subyek secara keseluruhan.
6
Tinggi rendahnya need pada individu itu sendiri dibandingkan dengan mean
profile, yang berbeda normanya bagi pria dan wanita.
3.3.3. WB ( Wechsler Bellevue Intelligence Scale )
Tujuan alat tes :
Alat tes ini diberikan pada kembar Atik dan Ana. Tes ini bertujuan untuk mengetahui
kapasitas intelektual pada kembar identik yang terpisah untuk melihat apakah
kapasitas intelektual mereka cenderung berbeda ataukah sama mengingat mereka
memiliki keterkaitan genetik yang sangat erat.
Deskripsi alat tes :
WB merupakan salah satu alat ukur intelegensi untuk melihat kapasitas potensi
intelektual pada diri seseorang. Tes ini terdiri dari 11 subtes yaitu 6 subtes verbal dan
5 subtes non verbal / performance.
72
BAB III Metodologi Penelitian
ƒ
ƒ
Subtes verbal terdiri dari :
-
information
-
comprehension
-
digit span
-
arithmetic
-
similarities
-
vocabulary
Subtes performance terdiri dari :
-
picture arrangement
-
picture completion
-
block design
-
object assembly
-
digit symbol
3.4. Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan penelitian studi kasus yang dilakukan dibagi menjadi 4
tahap yaitu :
1. Tahap Persiapan
a. Pada tahun 2005, peneliti bertemu dengan subjek BJ di kota Padang
dan melakukan interview awal sekaligus melakukan observasi secara
langsung terhadap subjek.
73
BAB III Metodologi Penelitian
b. Beberapa bulan setelah itu, peneliti bertemu dengan subjek AJ di kota
Bandung dan melakukan interview awal dan sekaligus melakukan
observasi secara langsung terhadap subjek.
c. Membuat dan menyusun usulan rancangan penelitian yang sesuai.
d. Menetapkan desain penelitiandan alat ukur yang akan digunakan dan
penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Pengambilan Data
a. Melaksanakan pengambilan data pada subjek BJ dan Ibu di kota
Padang, berupa interview, obvervasi dan pengisian lembar riwayat
hidup dan meminta subjek untuk mengerjakan alat tes Big Five
Personality, EPPS dan WB dan dilakukan secara individual.
b. Melaksanakan pengambilan data pada subjek AJ di kota Bandung,
berupa interview, obvervasi dan pengisian lembar riwayat hidup dan
meminta subjek untuk mengerjakan alat tes Big Five Personality,
EPPS dan WB dan dilakukan secara individual.
c. Melakukan pengambilan data penunjang (anamnesa) sekaligus
bertujuan untuk melakukan cross-check terhadap informasi yang
diberikan oleh subjek. Sumber data diperoleh melalui Ibu dan saudarasaudara kandung BJ dan AJ.
3. Tahap Pengolahan Data
a. Mengumpulkan data-data yang diperoleh dari para subjek penelitian.
b. Melakukan skoring hasil tes Big Five Personality, EPPS dan WB.
74
BAB III Metodologi Penelitian
4. Tahap Pembahasan
a. Menginterpretasikan data yang diperoleh melalui alat ukur yang telah
diberikan kepada para subjek penelitian.
b. Membuat gambaran dinamika kepribadian.
c. Membuat kesimpulan hasil penelitian dan saran.
75
BAB IV Pembahasan Masalah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH
4.1. Hasil
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai dinamika
kepribadian anak kembar yang terpisah di budaya Minang dan Jawa serta
bagaimana peran nature (genetik) dan nurture (lingkungan) dalam membentuk
kepribadian mereka.
Pada bab ini akan disajikan data mengenai subyek penelitian serta profil
keluarga mereka. Kemudian dilanjutkan dengan hasil perhitungan dari big five
personality berupa hasil perhitungan persentil dari trait-trait kepribadian big five
dilanjutkan dengan pembahasan. Selanjutnya juga akan disajikan hasil
perhitungan dan pembahasan dari tes EPPS dan WB sebagai data pelengkap
untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai kepribadian mereka.
4.2. Identitas Subyek
Subjek A
Nama
Jenis Kelamin
Tempat Tanggal Lahir
Suku Bangsa
Agama
Pendidikan
Alamat
: Nurul Muflihati/Atik (AP)
: Perempuan
: Padang, 23 Agustus 1972
: Jawa
: Islam
: S1 Ekonomi Manajemen PERBANAS
: Jl AT no. 27 Pdg
76
BAB IV Pembahasan Masalah
Nama Ayah
Usia Ayah
Suku Bangsa
Agama
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Alamat
: HS (alm)
:: Jawa
: Islam
: D3
: Direktur PT SBU Pdg
:-
Nama Ibu
Usia Ibu
Suku Bangsa
Agama
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Alamat
: UM
: 63 tahun
:J
: Islam
: SMA
: Ibu rumah tangga
: Jl KS no 4 Pdg
Subjek B
Nama
Jenis Kelamin
Tempat Tanggal Lahir
Suku Bangsa
Agama
Pendidikan
Alamat
: Nurul Muflihana/Ana (BJ)
: Perempuan
: Padang, 23 Agustus 1972
: Jawa
: Islam
: S1 Ekonomi UPN Jogyakarta
: Jl C no. 2 Bdg
Nama Ayah
Usia Ayah
Suku Bangsa
Agama
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Alamat
: HS (alm)
:: Jawa
: Islam
: D3
: Direktur PT SBU pdg
:-
Nama Ibu
Usia Ibu
Suku Bangsa
Agama
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Alamat
: UM
: 63 tahun
: Jawa
: Islam
: SMA
: Ibu rumah tangga
: Jl KS no 4 Pdg
77
BAB IV Pembahasan Masalah
4.3. Profil Keluarga Kandung AP dan BJ
Keluarga HS memiliki 5 orang anak, anak ke 4 dan ke 5 merupakan
kembar identik, pasangan suami isteri HS adalah pasangan yang gigih dalam
berusaha dan selalu berusaha mewujudkan impian, Bapak HS adalah laki-laki
yang bijaksana, ulet dan sangat supel dalam bergaul di masyarakat. Bapak HS
berasal dari Kebumen Jawa Tengah yang merantau ke kota Padang Sumatera
Barat pada tahun 1970 dengan berbekal tekad yang kuat untuk mengubah nasib
dan mencari peluang usaha yang lebih baik. Beliau menerima tawaran kerabat di
kota Padang untuk mengelola usaha di bidang industri kayu. Dengan keuletan
dan kerja keras akhirnya keluarga HS berhasil memiliki usaha keluarga yang
memberikan kemapanan baik secara ekonomi maupun kesejahteraan bagi orang –
orang disekelilingnya.
Etos kerja dan keberhasilan bapak HS dan isterinya berbuah manis,
menjadikan keluarga ini sebagai salah satu keluarga pengusaha yang
diperhitungkan di kota Padang. Kondisi ini tentunya berdampak pada
kesejahteraan yang dirasakan pula oleh anak – anak mereka, anak 1, 2, 3, si
kembar AP dan BJ. Semuanya memperoleh fasilitas pendidikan yang baik
sampai ke jenjang pendidikan S1.
Kelahiran si kembar AP dan BJ pada tahun 1972 merupakan masa
perjuangan keluarga ini, kemampuan bapak HS berinteraksi dengan warga
setempat dan relasi yang erat dengan para tokoh adat maupun dengan pengusaha
78
BAB IV Pembahasan Masalah
lokal menjadikan ia berhasil mengelola perusahaan dengan tim kerja warga
setempat.
Perbedaan adat istiadat, karakter dan sikap tingkah laku mampu diatasi
oleh bapak HS. Interaksi antar budaya Minang dan Jawa terjadi dalam dinamika
pergaulan sehari – hari baik antara karyawan dengan bapak HS, maupun antara
karyawan dengan keluarga karena lokasi usaha berdekatan dengan lokasi rumah.
Sedangkan ibu HS juga berasal dari Kebumen Jawa Tengah, dikenal
sebagai seorang isteri yang sangat berbakti kepada suami, dia mampu menjadi
pasangan yang selalu mendukung suami dan mampu mengatur ritme peran
ganda antara sebagai ibu dan juga sebagai pasangan yang membantu usaha
suaminya berkembang. Dikenal sebagai ibu yang selalu cerewet dan sangat keras
terhadap aturan yang harus ditegakkan di rumah, misal setiap anak harus pulang
tepat waktu dan langsung makan siang, dan segudang nasehat serta aturan lain
yang harus dipatuhi.
4.4. Profil Subyek Penelitian
4.4.1. Profil Subyek AP
Saat ini AP berusia 36 tahun, menikah dan memiliki 1 anak, menghabiskan
masa kecil hingga SMA di Kota Padang, kuliah di STIE Perbanas Jakarta,
memulai karir pertamanya di sebuah bank swasta dan saat ini menjadi pengusaha
distributor galon air di Kota Padang.
79
BAB IV Pembahasan Masalah
Dari hasil wawancara dengan ibunya masa balita AP penuh dinamika. Dalam
pergaulan sehari – hari AP dikenal sebagai orang yang mudah bergaul,
ekstrovert, to the point, dan kritis.
Semasa anak – anak dan remaja, AP dikenal sebagai anak yang manja, aktif
diberbagai kegiatan dan terkadang suka membuat masalah dengan beberapa
teman baik disekolah maupun di rumah. Sikap dan perangai AP yang ekspresif
dan berbicara langsung tanpa memperdulikan perasaan lawan bicaranya,
keberaniannya mencoba hal – hal baru membuat AP menjadi anak yang sedikit
membangkang tapi sangat menyukai tantangan. Pada masa remajanya AP
mengikuti les menari sampai
untuk pentas panggung di sekolah, mengikuti
sekolah model dan aktif mengikuti berbagai perlombaan modeling di tingkat
daerah maupun nasional.Untuk mengikuti kegiatan ini, AP seringkali mencuricuri waktu karena kegiatan ini tidak disetujui oleh sang Ayah. Untungnya sang
Ibu cukup mengerti keinginan AP, karena melihat AP cukup berpotensi dibidang
tersebut dan sering meraih penghargaan. Ketika SMP dan SMA, AP juga
seringkali berbohong agar diberi izin keluar rumah, agar dapat bermain bersama
teman-temannya. AP juga terkadang masuk kedalam rumah secara diam-diam,
karena sering pulang larut malam selesai pentas dan terkadang mencuri-curi
waktu untuk menyupir mobil ayahnya karena ingin sekali belajar mengendarai
mobil.
80
BAB IV Pembahasan Masalah
Lingkungan Subyek (AP)
AP dibesarkan di lingkungan budaya Minang yang kental, sejak
kepindahan keluarga HS ke Kota Padang, awal mereka tinggal di lingkungan
pemukiman padat di Bantaran Sungai daerah Padang Baru. Interaksi keseharian
antar warga di pemukiman itu sangatlah erat, sebagian besar warga di wilayah itu
bersuku Minang dan hanya segelintir yang bersuku non Minang, termasuk
Keluarga HS yang bersuku Jawa, mereka rata – rata bekerja sebagai pedagang
dan pekerja/karyawan. Untuk memulai hidup di tanah rantau Keluarga HS
merintis usaha kayu olahan diantaranya mebel dan perlengkapan interior kayu.
Keluarga HS dikenal sangat bersahabat dan mudah bergaul di lingkungan
barunya. Para tetangga yang dominan bersuku Minang juga senantiasa sukarela
saling bantu dan berinteraksi erat dengan keluarga HS, bahkan pekerja yang
membantu keluarga HS hampir semua bersuku Minang.
AP sebagai anak ke 4 keluarga HS di lahirkan pada saat keluarga HS
merintis usaha dan dibesarkan di Padang Baru, sejak kecil terbiasa menyaksikan
kegiatan usaha para tetangga di sekelilingnya, bermain dan diasuh oleh
pengasuhnya yang bersuku Minang, lingkungan bermain yang dominan banyak
di alam terbuka dan selalu berada di tengah komunitas anak – anak Minang,
yang memiliki ciri khas suka protes, berteriak, to the point dan saling bantu
membuat AP tumbuh menjadi gadis yang ekspresif dan straight point terhadap
fenomena apapun.
81
BAB IV Pembahasan Masalah
x Masa Balita ( 0 thn - 5 Thn )
Sejak kecil diasuh oleh Ibunya dan dibantu oleh pembantu rumah tangga
yang bersuku Minang, disaat ibu ikut membantu Ayah berbisnis AP kecil
biasa dititipkan kepada pembantu rumah tangga yang bersuku Minang atau
kadang dititipkan kepada tetangga dekat.
Bersekolah di TK Pertiwi yang dominan siswanya berasal dari keluarga
Minang dan hanya beberapa yang berasal dari keluarga Jawa, Makassar,
Batak dan Bali.
x Masa Kanak – kanak ( 6 thn - 12 thn )
Bersekolah di SDN Pertiwi II dan memiliki banyak teman dominan berasal
dari suku Minang, segala bentuk permainan maupun lomba sangat suka
diikuti oleh AP.
Di lingkungan rumah AP memimpin kelompok/gank bermain yang terdiri dari
kawan – kawan seputar rumah, biasanya tim kelompok itu akan bermain
bersama di saat – saat tertentu.
x Masa Remaja dan Dewasa
Masa SMP AP menjadi anak yang sangat sibuk mengikuti kegiatan berbagai
hal, aktivitas di luar rumah lebih banyak. Pada masa SMA dipertemukan
kepada saudara kandung merupakan hal yang sangat berarti, sikap superior
AP terhadap BJ sangat terlihat dalam keseharian, mulai dari memilih pakaian,
menentukan apakah mereka pulang sendiri atau bersama.
82
BAB IV Pembahasan Masalah
4.4.2. Profil Subyek BJ
Saat ini BJ berusia 36 tahun, menikah dan memiliki 2 anak,
menghabiskan masa kecil
dan remajanya di kota kecil sebelah barat
Yogyakarta, sedangkan masa SMA bersekolah bersama di Kota Padang, kuliah
di Fakultas Ekonomi UPN Yogyakarta, memulai karir pertamanya di sebuah
bank swasta dan saat ini bekerja di Perusahaan Konsultan di Kota Bandung .
BJ sejak di pisahkan dari kembarannya, sejak bayi diasuh oleh kakak
kandung Ibunya atau Keluarga pakde MI yang tinggal di daerah Kecamatan
Prembun Daerah Istimewa Yogyakarta atau sekitar 30 km ke arah barat dari
Pusat Kota Yogyakarta .
Keluarga MI di kecamatan Prembun termasuk keluarga terpandang yang
memiliki aset berupa tanah produktif, sawah, kebun dan perusahaan
penggilingan padi terbesar di wilayah tersebut dan menyewakan tanah produktif
kepada warga setempat. Tradisi dan kebiasan adat Jawa yang sangat primodial
menjadi ciri khas lingkungan yang berada di wilayah barat Yogyakarta ini.
Masyarakat Prembun seperti masyarakat Jawa pada umumnya sangat
menjunjung tinggi prinsip – prinsip kehormatan, status sosial ditentukan oleh
nilai kehormatan yang dimiliki dan menjadi label seseorang, Pakde MI adalah
keturunan langsung Raden Mas Aryo Padmokisworo, yang pada zaman belanda
menjabat sebagai Residen Magelang, pada masa pensiunannya diberikan hak
pengelolaan lahan atas wilayah Prembun seluas 100 hektar dengan status sosial
83
BAB IV Pembahasan Masalah
bertrah ningrat dan memiliki kekayaan melimpah, keluarga Pakde MI menjadi
keluarga yang sangat disegani.
Lingkungan rumah berada di jantung wilayah Prembun, masyarakat
mengenal rumah keluarga Iskandar dengan sebutan rumah Loji, rumah dengan
detail seperti kepuntren dengan pendopo utama sebagai area entrance, dengan
luas rumah yang hampir berukuran 1000 m2 pakde MI memiliki abdi dalem
yang cukup banyak yaitu sekitar 4 orang, dengan demikian putera – puteri
Pakde MI termasuk BJ tumbuh menjadi anak- anak yang berada dalam
kemapanan dan memperoleh fasiltas pelayanan abdi. Teman – teman bermain
BJ sangat terbatas hanya berada dilingkungan rumah saja yang kebetulan anak
– anak para pembantu yang sesekali tinggal bersama di rumah tersebut, BJ
dikenal sebagai anak yang suka mengatur, dan selalu harus dperhatikan kawan –
kawannya. Pakde MI sangat menyayangi BJ dan cenderung memanjakannya,
apapun yang diinginkan BJ selalu dipenuhi, berbeda dengan Bude MI yang
dikenal sangat disiplin dan teratur justru mendidik BJ dengan tata aturan yang
formal.
x
Masa balita ( 0 – 5 Tahun )
Sejak kecil BJ diasuh oleh Ibunya dan dibantu oleh satu orang pengasuh yang
senantiasa mengikutinya kemana BJ pergi, walaupun jarang keluar rumah BJ
kecil sangat suka mengeksplorasi setiap sudut rumah mereka yang luas.
84
BAB IV Pembahasan Masalah
Bersekolah di TK Sanjaya, tidak memiliki teman banyak, tidak terlalu suka
bermain di alam bebas, hanya akrab kepada satu dan dua orang teman yang
rumahnya se arah dengan rumah BJ.
x
Masa Kanak – kanak
Bersekolah di SDN 01 Prembun, tidak memiliki banyak teman, lebih suka
mengamati kawan – kawannya bermain daripada ikut terlibat di dalamnya.
Memiliki minat dominan kepada pelajaran – pelajaran sosial dan menghindari
pelajaran yang bersifat hitungan.
x
Masa Remaja dan Dewasa
Masa SMP di Yogyakarta, sedangkan masa SMA sejak bertemu kembali
dengan keluarga kandung selama 2 tahun berada di kota Padang, pertemuan
kembali dengan keluarga kandung merupakan masa – masa adaptasi yang
tinggi untuk BJ. Meneruskan kulian di Universitas UPN Yogyakarta Fakultas
Ekonomi dan saat ini bekerja di perusahaan konsultan milik keluarga suami di
Bandung.
85
BAB IV Pembahasan Masalah
4.5. Hasil Analisa Test Big Five
Dari hasil tes big five personality, didapat hasil persentil masing-masing
dimensi big five dari AP dan BJ, serta Ibu.
Tabel 4.1.
Hasil Persentil Big Five
DIMENSI
AP
BJ
IBU
Open to New Experiences
68
18
58
Conscientious
72
81
72
Extroverted
78
50
47
Agreeable
42
64
64
Neuroticm
38
50
34
Diagram Big Five AP, BJ dan Ibu
O
C
E
A
N
86
BAB IV Pembahasan Masalah
4.5.1. Analisa Big Five AP
Tabel 4.2.
Diagram Big Five AP
O
C
E
A
N
Kepribadian subjek AP berdasarkan skala diatas, digambarkan sebagai berikut :
x
AP cenderung kurang menyukai hal-hal yang bersifat konvensional,
ingin tahu mengenai hal-hal yang baru dan cukup kreatif
x
AP merupakan individu yang cukup terorganisir dan dapat dipercaya
x
AP merupakan individu yang bersahabat, menyukai relasi sosial dan
sangat bersemangat
x
AP adalah individu yang sangat mudah mengkritisi orang lain
x
AP cenderung tenang dan tidak mudah panik meskipun dalam situasi
yang penuh tekanan.
87
BAB IV Pembahasan Masalah
4.5.2. Hasil Test Big Five BJ
Tabel 4.3.
Diagram Big Five BJ
O
C
E
A
N
Kepribadian subjek BJ berdasarkan skala diatas, digambarkan sebagai berikut :
x
BJ cenderung konvensional dan tidak terbuka terhadap pengalaman
yang baru
x
BJ merupakan individu yang sangat terorganisir, merencanakan segala
sesuatu dengan detail dan dapat dipercaya
x
Dalam situasi sosial BJ cenderung pemalu dan menarik diri
x
BJ cenderung mudah khawatir, cemas dan tidak tenang dalam
menghadapi situasi yang penuh tekanan.
88
BAB IV Pembahasan Masalah
4.5.3. Hasil Test Big Five Ibu
Tabel 4.4.
Diagram Big Five Ibu
O
C
E
A
N
Kepribadian subjek Ibu berdasarkan skala diatas, digambarkan sebagai berikut :
x
Ibu cenderung agak konvensional
x
Ibu
termasuk
individu
yang
cukup
terorganisir,
rapi
serta
dapat
dipercaya/diandalkan
x
Ibu cenderung malu dan menarik diri dalam situasi sosial
x
Ibu cenderung bersikap tenang, meskipun dalam situasi penuh tekanan.
89
BAB IV Pembahasan Masalah
4.5.4. Perbandingan Hasil Test Big Five Kembar AP dan BJ
Tabel 4.5.
Diagram Big Five AP dan BJ
O
C
E
A
N
Perbandingan kepribadian antara AP dan BJ berdasarkan skala diatas,
digambarkan sebagai berikut :
x
AP lebih terbuka untuk mengalami pengalaman-pengalaman baru dan
cenderung lebih kreatif daripada kembarannya BJ.
x
AP menikmati kehidupan dan interaksi sosialnya, suka bepergian, lebih
mudah menyesuaikan diri pada situasi yang baru sedangkan kembarannya BJ
cenderung menjauh dari kehidupan sosial, memilih hal-hal yang sederhana
dan cenderung monoton.
x
AP sangat mudah mengkritik orang lain, dan asertif dalam menyampaikan
pendapatnya sedangkan kembarannya BJ sulit mengkritik orang lain
90
BAB IV Pembahasan Masalah
walaupun
menginginkannya
namun
cenderung
sulit
menyampaikan
pendapatnya dengan tepat.
x
AP cenderung tenang dalam situasi yang penuh tekanan, sebaliknya BJ mudah
panik dan khawatir ketika menghadapi masalah atau situasi yang penuh
tekanan.
x
Dibandingkan AP, BJ jauh lebih terorganisir dan terencana dan jauh lebih rapi
dibanding dengan AP.
Trait kepribadian antara AP dan BJ berdasarkan lima dimensi pokok big five
memiliki kesamaan dengan skor 46,58 persentil.
4.5.5. Perbandingan Hasil Tes Big Five Ibu dan AP
Tabel 4.6.
Hasil Big Five Personality Survey
O
C
E
A
N
91
BAB IV Pembahasan Masalah
Perbandingan kepribadian antara Ibu dan AP berdasarkan skala diatas,
digambarkan sebagai berikut :
x
AP lebih terbuka terhadap hal-hal yang baru dibandingkan ibu.
x
Ibu cukup teratur, rapi serta dapat dipercaya, begitu juga dengan AP
x
AP percaya diri dan suka bergaul dan energik sedangkan Ibu cenderung pemalu
dan menarik diri di situasi sosial
x
AP gampang mengkritisi orang lain, sedangkan ibu sulit untuk mengkritisi orang
lain
Trait kepribadian antara AP dan Ibu berdasarkan lima dimensi pokok big five
memiliki kesamaan dengan skor 67,49 persentil.
4.5.6. Perbandingan Hasil Tes Big Five Ibu dan BJ
TAbel 4.7.
Hasil Big Five Personality Survey
O
C
E
A
N
92
BAB IV Pembahasan Masalah
Perbandingan kepribadian antara Ibu dan BJ berdasarkan skala diatas, digambarkan
sebagai berikut :
x
Ibu cenderung konvensional, sedangkan BJ sangat konvensional
x
Ibu cukup teratur, rapi serta dapat dipercaya, sedangkan BJ sangat teratur, rapi
serta dapat dipercaya
x
Ibu cenderung malu dan menghindari situasi sosial, begitu pula dengan BJ
x
Ibu sulit untuk mengkritisi orang lain dan menyampaikan pendapat dengan tepat,
begitu pula dengan BJ
Trait kepribadian antara BJ dan Ibu berdasarkan lima dimensi pokok big five
memiliki kesamaan dengan skor 70,75 persentil.
4.5.7. Pembahasan
4.5.7.1. Peran Nature dan Nurture dalam Membentuk Karakter Kepribadian
Subyek
Peran Nature (genetik) dan Nurture (lingkungan) merupakan dua unsur penting
dalam membentuk kepribadian seseorang. Pada kembar identik AP dan BJ, peran
Nature dapat terlihat pada adanya kecenderungan kemiripan pada traits kepribadian
yang mereka miliki, karena traits kepribadian merupakan basic tendency yang
merupakan biological based yang erat kaitannya dengan faktor Nature. Adapun unsur
Nurture (lingkungan) nantinya akan terlibat pada dinamika basic tendencies tersebut
93
BAB IV Pembahasan Masalah
dan berperan dalam menentukan apakah basic tendencies tersebut akan berkembang
menjadi dominan ataukah tidak dalam kehidupan mereka.
Dari
hasil perhitungan analisis big five personality diperoleh hasil persentil
kemiripan/kesamaan antara kepribadian AP, BJ dan Ibu yaitu :
Tabel 4.7
Hasil Persentil Big Five
AP dan BJ
AP dan Ibu
BJ dan Ibu
46,58
67,49
70,75
Dari hasil tersebut dapat diketahui beberapa hal yaitu :
ƒ
Skor persentil antara kembar AP dan BJ sebesar 46,58. Hal ini dapat diartikan
bahwa basic tendency pada trait-trait kepribadian yang mereka miliki memiliki
kesamaan sebesar 46,58 yang berarti lebih banyak ditemukan perbedaan daripada
persamaan pada trait-trait kepribadian mereka.
ƒ
Skor persentil antara AP dan Ibu sebesar 67,49 sedangkan skor persentil antara BJ
dan Ibu sebesar 70,75. Hal ini berarti lebih ditemukan kemiripan trait-trait
kepribadian pada Ibu dengan BJ yang dibesarkan di Jawa dibandingkan dengan
AP yang sejak lahir tinggal bersama Ibu. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan
lingkungan tempat mereka dibesarkan. Lingkungan disini yaitu kota Padang,
Sumatera Barat tempat AP dibesarkan yang memiliki sistem nilai dan tradisi
budaya Minangkabau dan Kota Kebumen, Jawa Tengah tempat BJ dibesarkan
yang memiliki sistem nilai dan tradisi budaya Jawa.
94
BAB IV Pembahasan Masalah
Berikut penjelasan mengenai trait kepribadian AP, BJ, dan Ibu :
No
Trait
1
Extraversion
Pada
dimensi
Analisa
Extraversion, AP
memiliki
tingkat
Extraversion yang cenderung tinggi. AP adalah pribadi
yang mudah menyesuaikan diri, aktif berbicara, optimis,
dan suka berelasi (ekstrovert). Aktivitas dan eksplorasi AP
yang tinggi diluar rumah dan pengalaman ketika berada di
lingkungan rumah yang hampir sebagian besar tetangganya
adalah orang Minang, memberikan kontribusi bagi AP
sehingga
tumbuh
menjadi
pribadi
yang
memiliki
karakteristik Extraversion. Masyarakat Minang pada
umumnya memiliki rasa kebersamaan yang sangat tinggi
dengan sesama maupun dengan antar kelompok suku,
sehingga mereka cenderung memiliki relasi yang luas.
Adapun kembarannya BP cenderung memiliki karakteristik
introversion. BJ cenderung agak sulit menyesuaikan diri,
cenderung diam, pesimistik & kurang nyaman berelasi.
Dalam hal ini Ibu dan BJ memiliki basic tendency yang
sama (cenderung memiliki karakteristik Introversion).
Potensi ini menjadi lebih berkembang pada BJ karena
distimulus oleh tata krama & adat Jawa yang ketat sehingga
BJ cenderung tumbuh menjadi
pribadi
yang memiliki
karakteristik Introversion.
2
Agreeableness
Pada dimensi Agreeableness, diketahui bahwa AJ memiliki
tingkat Agreeableness yang lebih rendah dari BJ. Adanya
interaksi yang intensif dengan lingkungan tetangga, kawan
bermain di rumah dan di sekolah memberikan kontribusi
bagi perkembangan kemandirian AP dalam mengambil
95
BAB IV Pembahasan Masalah
keputusan dan berargumen. Karakter budaya masyarakat
Sumatera, termasuk orang Minang selalu mengatakan apa
yang ada dikepalanya dan terus terang dalam menyatakan
sikapnya, sehingga memberikan dasar bagi perkembangan
pribadi yang memiliki karakteristik Agreeableness rendah.
Adapun BJ memiliki tingkat Agreeableness yang tinggi. BJ
cenderung mengikuti orang lain, berusaha menghindari
konflik, dan dependent.
Dalam hal ini Ibu dan BJ memiliki basic tendency yang
sama (dalam hal tingkat Agreeableness). Potensi ini
menjadi lebih berkembang pada BJ daripada AJ karena
distimulus oleh pola interaksi dalam keluarga dan
lingkungan budaya Jawa tempat BJ dibesarkan yang
bersifat koleteral, saling memberi, tenggang rasa (tepa
selira), conform dengan sesama namun dengan budaya
pakewuh dan tata karma adat Jawa yang ketat dan tidak
terbiasa berekspresi menyatakan sikap apa adanya,
sehingga memberikan dasar bagi perkembangan pribadi
BJ yang memiliki karakteristik Agreeableness yang tinggi.
3
Neuroticm
Pada dimensi Neuroticm, AP memiliki tingkat Neuroticm
yang rendah. Interaksi tetangga, kawan bermain di rumah
dan di sekolah memberikan kontribusi bagi perkembangan
kemandirian AP dalam berfikir dan bersikap, mengatasi
perselisihan dan argumentasi serta terbiasa menangani
konflik, memberikan dasar bagi perkembangan pribadi
yang memiliki karakteristik Neuroticm rendah.
Dalam hal ini Ibu dan AJ memiliki basic tendency yang
sama (Neuroticm rendah). Adapun BJ memiliki tingkat
96
BAB IV Pembahasan Masalah
Neuroticm yang lebih tinggi. BJ cenderung mudah gelisah
dalam situasi penuh tekanan , kurang yakin dan kurang
puas terhadap diri sendiri (nervous).. Potensi ini menjadi
lebih berkembang karena distimulus oleh pola interaksi
dalam keluarga dan lingkungan budaya Jawa yang
menjunjung
tinggi
prinsip
kehormatan
dengan
mengorbankan ide-ide dan ekspresi keterbukaan, terlebih
lagi dengan tata karma adat Jawa yang ketat, tidak terbiasa
menyatakan sikap perlawanan, selalu harus menurut
walaupun bertentangan dengan hati dan jarang mengelola
konflik memberikan dasar bagi perkembangan pribadi
yang memiliki karakteristik Neuroticm.
4
Openess to
experiences
Pada dimensi Openess to experiences, AP memiliki tingkat
Openess to experiences yang lebih tinggi dari BJ. AP
memiliki pribadi yang inkonvensional,
kreatif, lebih
terbuka terhadap hal-hal yang baru.
Hal ini dapat disebabkan oleh aktivitas dan eksplorasi AP
yang luas diluar rumah serta pengalaman AP berada di
lingkungan rumah yang sebagian warganya bersikap
terbuka,
memberikan
ruang
gerak
bagi
kebebasan
berekspresi, berkreasi dan berimajinasi, sehingga membuat
AP tumbuh menjadi pribadi yang memiliki karakterisitk
Openness to experiences yang lebih tinggi daripada BJ.
Dalam hal ini Ibu dan BJ memiliki basic tendency yang
sama (tingkat Openness to experiences cenderung rendah).
Ibu dan BJ cenderung
konvensional/ tradisional,
sederhana, dan memiliki minat terbatas pada hal yang
dipahami saja (close-minded). Potensi ini menjadi lebih
97
BAB IV Pembahasan Masalah
berkembang pada BJ daripada AP karena distimulus oleh
tata krama & adat Jawa yang sedikit tertutup, membatasi
kebebasan
dalam
mengekspresikan
diri
maupun
berimajinasi sehingga BJ tumbuh menjadi pribadi yang
memiliki karakteristik
Openness to experiences dengan
skor rendah.
Conscientiousness Pada dimensi Conscientiousness, sebenarnya baik AP, BJ
5
dan Ibu sama-sama tergolong Conscientiousness, hanya
saja pada BJ tingkat Conscientiousness yang dimiliki lebih
tinggi dibandingkan pada AP dan Ibu. BJ adalah pribadi
yang sangat teratur, sangat disiplin, tepat waktu dan sangat
rapi.
Dalam hal ini, pola keteraturan hidup di lingkungan
Jawalah yang memberikan dasar bagi BJ untuk tumbuh
menjadi
pribadi
yang
memiliki
karakteristik
Conscientiousness yang tinggi.
Sumber : Hasil analisa penelitian
4.6. HASIL EPPS
4.6.1. Hasil Analisis
EPPS (Edward Personal Preference Schedule)
Subyek AP
Raw
No
Needs
Score
Mean Profile
Percentile
1
Achievement
17
0
83
2
Deference
9
--
9
3
Order
17
0
65
4
Exhibition
16
++
89
5
Autonomy
14
++
72
98
BAB IV Pembahasan Masalah
6
Afiliation
12
-
10
7
Intraception
20
+
89
8
Succorance
12
+
46
9
Dominance
12
-
71
10
Abasement
15
-
36
11
Nurturance
19
0
56
12
Change
14
0
37
13
Endurance
15
-
39
14
Heterosexual
0
--
10
15
Aggression
18
++
96
85
Consistency 13
Data Dan Interprestasi Fragmental (AP)
No
1
r
SS
Exhibition
Kebutuhan yang kuat untuk menunjukkan dirinya, keinginan
++
2
Interprestasi
Aggression
menjadi pusat perhatian, extravert, riang, percaya diri
Kebutuhan yang kuat memiliki pendapat yang berbeda,
mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan,
mengkritisi, memperlihatkan kemarahan serta menyalahkan
++
3
Autonomy
orang lain
Kebutuhan yang besar untuk hidup mandiri, bebas melakukan
sesuatu sesuai dengan yang diinginkan, tidak tergantung pada
++
4
Intraception
orang lain, melakukan hal-hal yang inkonvensional.
Kecenderungan untuk ingin mengetahui permasalahan tentang
manusia untuk dianalisis, menempatkan diri pada kebutuhan
orang lain, empati, memprediksikan apa yang akan dilakukan
+
5
Succorance
oleh orang lain.
Kecenderungan untuk ingin mendapatkan pertolongan dari
orang lain saat berada dalam kesulitan, mencari dukungan
orang
+
lain,
bersifat
egosentris
dan
kurang
dewasa,
mendapatkan afeksi dari orang lain, membutuhkan simpati
99
BAB IV Pembahasan Masalah
dan pemahaman orang lain akan masalah pribadinya.
6
Achievement
Kebutuhan dan kemauan untuk melakukan yang terbaik,
menjadi sukses, melakukan tugas yang membutuhkan
keterampilan dan usaha, menyelesaikan pekerjaan yang sulit
dengan baik, dapat melakukan sesuatu lebih baik daripada
0
7
Order
orang lain.
Kebutuhan
akan
kerapian
dan
keteraturan,
membuat
perencanaan yang matang sebelum melakukan sesuatu serta
0
8
Nurturance
mengatur detil-detil pekerjaan.
Kebutuhan
untuk
menunjukkan
rasa
sosial,
memberi
pertolongan kepada siapa yang membutuhkan, dan memberi
0
9
Change
simpati dan afeksi kepada orang lain.
Kebutuhan akan perubahan-perubahan, yang mencakup
kebutuhan untuk melakukan hal-hal baru dan berbeda,
bertemu dengan orang-orang baru, serta bereksperimen dan
mencoba hal baru, serta berpartisipasi dalam kebiasaan-
0
10
Affiliation
kebiasaan baru.
Kecenderungan untuk tidak tergabung dalam kelompok
pertemanan, tidak memiliki teman sebanyak mungkin, ,tidak
melakukan kegiatan bersama orang lain dan tidak membangun
11
Dominance
kedekatan yang kuat dengan orang lain.
Kecenderungan untuk tidak memimpin, tidak membuat
keputusan, tidak mempengaruhi orang lain untuk melakukan
apa yang ia inginkan, tidak mengawasi, tidak memberikan
12
Abasement
instruksi dan tidak mengarahkan orang lain.
Kecenderungan untuk tidak adanya rasa bersalah ketika
melakukan kesalahan, tidak menghindari perselisihan dan
13
Endurance
tidak takut pada superioritas
Kecenderungan untuk tidak ulet, tidak gigih, tidak tekun
dalam menyelesaikan pekerjaan, tidak mencoba mencari
14
Deference
pemecahan suatu masalah sampai teratasi.
Tidak adanya kebutuhan untuk menerima saran dari orang
lain, tidak mengikuti kehendak orang lain, dan tidak
--
menyesuaikan diri dengan aturan, inkonvensional.
100
BAB IV Pembahasan Masalah
15
Heterosexual
Tidak adanya keinginan untuk melakukan kehidupan seksual
dengan lawan jenis dalam kehidupan sehari-hari, tidak
berpartisipasi dalam diskusi mengenai sex, membaca, dan
--
mendengarkan hal-hal yang berhubungan dengan seks.
EPPS Edward Personal Preference Schedule
Subyek BJ
Raw
No
Needs
Score
Mean Profile
Percentile
1
Achievement
20
+
95
2
Deference
20
+
94
3
Order
20
0
85
4
Exhibition
10
0
42
5
Autonomy
6
-
8
6
Affiliation
9
--
3
7
Intraception
17
+
70
8
Succorance
18
++
88
9
Dominance
12
-
71
10
Abasement
14
-
29
11
Nurturance
19
0
56
12
Change
11
-
18
13
Endurance
19
0
72
14
Heterosexual
2
-
24
15
Aggression
13
+
78
85
Consistency 13
Data Dan Interprestasi Fragmental (BJ)
No
1
r
SS
Succorance
Interprestasi
Kebutuhan yang besar untuk mendapatkan pertolongan
++
orang lain saat berada dalam kesulitan, mencari
101
BAB IV Pembahasan Masalah
dukungan orang lain, bersifat egosentris dan kurang
dewasa,
mendapatkan
afeksi
dari
orang
lain,
membutuhkan simpati dan pemahaman orang lain akan
masalah pribadinya.
2
Achievement
Kecenderungan
untuk
melakukan
yang
terbaik,
menjadi sukses, melakukan tugas yang membutuhkan
keterampilan dan usaha, menyelesaikan pekerjaan yang
sulit dengan baik, dapat melakukan sesuatu lebih baik
+
3
Deference
daripada orang lain
Kecenderungan untuk menerima saran dari yang lain,
mengikuti kehendak dan menerima kepemimpinan
orang lain, kemauan untuk menyesuaikan diri dengan
aturan konvensional, membiarkan orang lain yang
+
4
Aggression
membuat keputusan.
Kecenderungan untuk melawan pandangan yang
berbeda, mengatakan kepada orang lain mengenai apa
yang
+
5
Intraception
ia
pikirkan,
mengkritisi,
memperlihatkan
kemarahan, serta menyalahkan orang lain.
Kecenderungan akan minat terhadap permasalahan
manusia untuk diketahui dan dianalisis, menempatkan
diri
pada
kebutuhan
orang
lain,
empati,
memprediksikan apa yang akan dilakukan oleh orang
+
6
Order
lain.
Kebutuhan akan kerapian dan keteraturan, membuat
perencanaan yang matang sebelum melakukan sesuatu,
0
7
Exhibition
Kebutuhan untuk menunjukkan dirinya, keinginan
0
8
mengatur detil-detil pekerjaan.
Nurturance
menjadi pusat perhatian, extravert, riang, percaya diri.
Kebutuhan untuk menunjukkan rasa sosial, memberi
pertolongan kepada siapa yang membutuhkan, dan
0
9
Endurance
memberi simpati dan afeksi kepada orang lain.
Kecenderungan
menyelesaikan
0
untuk
ulet,
pekerjaan,
gigih,
tekun
mencoba
dalam
mencari
pemecahan suatu masalah sampai teratasi.
102
BAB IV Pembahasan Masalah
10
Autonomy
Kebutuhan untuk
tidak hidup mandiri, tidak bebas
melakukan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan,
tergantung pada orang lain, melakukan hal-hal yang
11
Dominance
konvensional.
Kecenderungan untuk tidak memimpin, tidak membuat
keputusan, tidak mempengaruhi orang lain untuk
melakukan apa yang ia inginkan, tidak mengawasi,
tidak memberikan instruksi dan tidak mengarahkan
12
Abasement
orang lain.
Kecenderungan untuk tidak adanya rasa bersalah ketika
melakukan kesalahan, tidak menghindari perselisihan
13
Change
dan tidak takut pada superioritas
Kecenderungan untuk tidak mengalami perubahanperubahan yang mencakup kebutuhan untuk melakukan
hal-hal baru dan berbeda serta tidak bereksperimen dan
14
Heterosexual
bertemu dengan orang-orang yang baru .
Kecenderungan untuk tidak mengalami kehidupan
seksual dengan lawan jenis dalam kehidupan seharihari, tidak berpartisipasi dalam diskusi mengenai sex,
membaca,
15
Affiliation
dan
mendengarkan
hal-hal
yang
berhubungan dengan seks.
Tidak adanya keinginan untuk tergabung dalam
kelompok pertemanan, tidak memiliki teman sebanyak
mungkin, ,tidak melakukan kegiatan bersama orang
lain dan tidak membangun kedekatan yang kuat dengan
-
orang lain.
EPPS Edward Personal Preference Schedule
Subyek Ibu
No
1
Needs
Achievement
Raw Score
Mean Profile
Percentile
4
--
5
103
BAB IV Pembahasan Masalah
2
Deference
7
+
83
3
Order
8
-
38
4
Exhibition
5
0
32
5
Autonomy
8
++
72
6
Afiliation
10
0
35
7
Intraception
9
+
77
8
Succorance
11
+++
98
9
Dominance
8
0
85
10
Abasement
9
-
36
11
Nurturance
10
0
56
12
Change
8
+
60
13
Endurance
7
--
25
14
Heterosexual
2
-
24
15
Aggression
5
0
55
45
Consistency 11
Data Dan Interprestasi Fragmental (Ibu)
No
1
r
SS
Succorance
Interprestasi
Kebutuhan yang sangat besar untuk mendapatkan pertolongan
orang lain saat berada dalam kesullitan, mencari dukungan
orang
lain,
bersifat
egosentris
dan
kurang
dewasa,
mendapatkan afeksi dari orang lain, membutuhkan simpati
+++
2
Autonomy
dan pemahaman orang lain akan masalah pribadinya.
Kebutuhan yang besar untuk hidup mandiri, bebas melakukan
sesuatu sesuai dengan yang diinginkan, tidak tergantung pada
++
3
Deference
orang lain, melakukan hal-hal yang inkonvensional.
Kecenderungan untuk menerima saran dari yang lain,
+
mengikuti kehendak dan menerima kepemimpinan orang lain,
104
BAB IV Pembahasan Masalah
kemauan
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
aturan
konvensional, membiarkan orang lain yang membuat
keputusan.
4
Intraception
Kecenderungan akan minat terhadap permasalahan manusia
untuk diketahui dan dianalisis, menempatkan diri pada
kebutuhan orang lain, empati, memprediksikan apa yang akan
+
5
Change
dilakukan oleh orang lain.
Kecenderungan akan perubahan-perubahan, yang mencakup
kebutuhan untuk melakukan hal-hal baru dan berbeda,
bertemu dengan orang-orang baru, serta bereksperimen dan
mencoba hal baru, serta berpartisipasi dalam kebiasaan-
+
6
Exhibition
Kebutuhan untuk menunjukkan dirinya, keinginan menjadi
0
7
kebiasaan baru.
Affiliation
pusat perhatian, extravert, riang, percaya diri.
Kebutuhan untuk setia pada teman, tergabung dalam
kelompok pertemanan, memiliki teman sebanyak mungkin,
melakukan
sesuatu
bersama
orang
lain
daripada
melakukannya seorang diri, membangun kedekatan yang kuat
0
8
Dominance
dengan orang lain.
Kebutuhan untuk memimpin, membuat keputusan kelompok,
terpilih menjadi pemimpin komite, mempengaruhi orang lain
untuk melakukan yang ia inginkan, mengawasi, memberikan
0
9
Nurturance
instruksi dan mengarahkan tindakan orang lain.
Kebutuhan
untuk
menunjukkan
rasa
sosial,
memberi
pertolongan kepada siapa yang membutuhkan, dan memberi
0
10
Agression
simpati dan afeksi kepada orang lain.
Kecenderungan untuk melawan pandangan yang berbeda,
mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan,
mengkritisi, memperlihatkan kemarahan, serta menyalahkan
0
11
Abasement
orang lain.
Kecenderungan untuk tidak adanya rasa bersalah ketika
melakukan kesalahan, tidak menghindari perselisihan dan
12
Heterosexual
-
tidak takut pada superioritas
-
Kecenderungan untuk tidak mengalami kehidupan seksual
105
BAB IV Pembahasan Masalah
dengan lawan jenis dalam kehidupan sehari-hari, tidak
berpartisipasi dalam diskusi mengenai sex, membaca, dan
mendengarkan hal-hal yang berhubungan dengan seks.
13
Order
Kecenderungan untuk tidak terlalu mementingkan kerapian
dan keteraturan, tidak membuat perencanaan yang matang
sebelum melakukan sesuatu, dan tidak mengatur detil-detil
-
14
Achievement
pekerjaan.
Tidak adanya kebutuhan melakukan yang terbaik, menjadi
sukses, melakukan tugas yang membutuhkan keterampilan
dan usaha, menyelesaikan pekerjaan yang sulit dengan baik,
-15
Endurance
dapat melakukan sesuatu lebih baik daripada orang lain.
Tidak adanya kebutuhan untuk ulet, gigih, tekun dalam
menyelesaikan pekerjaan, mencoba mencari pemecahan suatu
--
masalah sampai teratasi.
4.6.2. Pembahasan EPPS
4.6.2.1. Pembahasan EPPS Subjek AP
AP adalah orang yang sangat riang, percaya diri dan ingin selalu menampilkan
dirinya di depan orang lain. AP memiliki keinginan menjadi pusat perhatian dan
menarik bagi orang lain. Dalam menyampaikan pendapat, AP termasuk orang yang
cukup berani dan cenderung mempertahankan pendapatnya (Exh ++, Agg ++). Sifat
AP cenderung keras dan tidak mudah menerima saran dari orang lain dan terkadang
hal ini membuatnya menjadi kurang berminat menjalin kedekatan hubungan dengan
orang lain yang tidak setipe dengan dirinya, tetapi walaupun demikian pada dasarnya
AP juga ingin menunjukkan rasa sosial, simpati dan afeksinya terhadap orang lain,
karena pada sebenarnya AP merupakan individu yang membutuhkan orang lain (Int
+, Def --, Nur 0, Suc +, Dom -).
106
BAB IV Pembahasan Masalah
Dalam bekerja AP lebih suka bekerja secara mandiri sesuai dengan yang ia
inginkan dan tidak suka tergantung kepada orang lain. Dalam mengerjakan
pekerjaannya, AP cukup teratur serta merencanakan apa yang akan dilakukan, tetapi
terkadang
AP
mudah
bosan
sehingga
membuatnya
kurang
tekun
dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Hal tersebut membuatnya hanya memiliki keinginan
berprestasi rata-rata (End -, Chg 0, Ach 0, Ord 0, Aut ++).
4.6.2.2. Pembahasan EPPS Subjek BJ
BJ pada dasarnya merupakan individu yang memiliki kebutuhan untuk
menunjukkan dirinya dan ingin agar orang lain memperhatikan dirinya. BJ juga
memiliki kecenderungan untuk mengkritisi orang lain, memperlihatkan kemarahan
dan mempertahankan pendapatnya yang berbeda (Exh 0, Agg +) , namun kebutuhan
ini sering menjadi tidak terpenuhi, karena BJ cenderung mengikuti kehendak dan
menerima kepemimpinan orang lain, dikarenakan BJ mempunyai kebutuhan yang
besar akan dukungan orang lain. Ketika berada dalam kesulitan, BJ menjadi sangat
membutuhkan orang lain, cenderung bersifat egosentris dan kurang dewasa serta
sangat membutuhkan
afeksi dan simpati dari orang lain. Di situasi sosial, BJ
memperlihatkan minat terhadap permasalahan manusia dan cukup baik dalam
bersimpati dan memberikan afeksi terhadap orang lain, tetapi hal itu dilakukan BJ
karena ia membutuhkan pemahaman orang lain akan masalah pribadinya (Int +, Def
+, Nur 0, Suc ++, Dom -).
107
BAB IV Pembahasan Masalah
Dalam bekerja, BJ adalah tipe orang yang tidak terlalu menyukai perubahan dan
tidak suka melakukan hal-hal baru yang berbeda. BJ membutuhkan kerapian dan
keteraturan dan membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan sesuatu serta
mengatur detil-detil pekerjaan. BJ juga merupakan orang yang cukup gigih dan tekun
dalam menyelesaikan pekerjaan. Hal tersebut membuatnya memiliki keinginan
berprestasi yang tinggi. Sayangnya BJ cenderung tergantung pada orang lain, tidak
mandiri, dan berpatokan pada hal-hal yang konvensional (End 0, Chg -, Ach +, Ord 0,
Aut -).
4.6.2.3. Pembahasan EPPS Ibu
Ibu mempunyai kebutuhan untuk diperhatikan oleh orang-orang di sekitarnya
dan memiliki kebutuhan untuk mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia
pikirkan dan kemarahan ia yang rasakan (Exh 0, Agg 0). Ibu memiliki minat yang
tinggi terhadap permasalahan manusia dan bersedia memberi pertolongan kepada
siapa yang pantas dan layak menerimanya. Ketika berada dalam kesulitan Ibu
mempunyai kebutuhan yang sangat besar akan pertolongan orang lain dan sangat
membutuhkan afeksi, simpati dan pemahaman orang lain akan masalah pribadinya.
Ibu juga cenderung konvensional, membutuhkan saran dari orang lain dan
membiarkan orang lain yang membuat keputusan(Int +, Def +, Nur 0, Suc +++, Dom
0).
Dalam bekerja Ibu memilliki keinginan yang kuat untuk dapat mandiri, bebas
melakukan sesuatu yang diinginkannya dan menyukai hal-hal yang baru, tetapi
108
BAB IV Pembahasan Masalah
kelemahan Ibu, Ibu cenderung tidak dapat mengatasi gangguan pada saat bekerja dan
kurang membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan sesuatu serta kurang
mengatur detil-detil pekerjaannya (End --, Chg +, Ach --, Ord -, Aut ++).
4.6.3. Pembahasan EPPS
Berdasarkan hasil tes EPPS dapat diketahui bahwa need yang paling dominan
pada diri AP adalah need of aggression, yang berarti AP memiliki kebutuhan yang
besar untuk mengkritisi, mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia
pikirkan, memperlihatkan kemarahan dan menyerang pendapat orang lain yang
berbeda, sedangkan need of intraception dan need of exhibition yang tinggi juga pada
diri AP dapat diinterpretasikan bahwa walaupun AP orang yang mudah mengkritisi
orang lain namun AP sebenarnya tertarik akan permasalahan manusia serta memiliki
kecenderungan ekstravert yang tinggi. Sedangkan Skor need yang rendah pada diri
AP yaitu need of deference, menunjukkan bahwa AP tidak mudah menerima saran
dan kepemimpinan dari orang lain.
Sedangkan pada kembarannya BJ, berdasarkan hasil tes EPPS diketahui
bahwa need yang paling dominan pada diri BJ adalah need of succorance, yang
berarti BJ memiliki kebutuhan yang besar untuk mendapatkan pertolongan orang lain
saat berada dalam kesulitan. BJ cenderung mencari dukungan orang lain, bersifat
egosentris, kurang dewasa dan membutuhkan afeksi yang besar, juga simpati dan
pemahaman dari orang lain akan masalah pribadinya. Skor yang paling rendah pada
BJ yaitu need of affiliation, yang berarti tidak adanya kebutuhan untuk tergabung
109
BAB IV Pembahasan Masalah
dalam kelompok pertemanan, ,tidak melakukan kegiatan bersama orang lain dan tidak
membangun kedekatan yang kuat dengan orang lain. Dari analisis diatas dapat
dikatakan bahwa BJ pada dasarnya merupakan orang yang dependen tetapi BJ juga
kurang dapat memenuhi kebutuhannya untuk mendapatkan afeksi yang besar dari
lingkungan, karena BJ tidak memiliki banyak teman yang dapat memenuhi
kebutuhannya tersebut.dan cenderung tidak mampu untuk membangun kedekatan
yang kuat dengan orang lain
Sedangkan pada Ibu, berdasarkan hasil EPPS, diketahui bahwa need yang
paling dominan pada diri Ibu adalah need of succorance yang berarti Ibu sangat
membutuhkan pertolongan orang lain dalam menghadapi kesulitan dan akan mencari
dukungan orang lain karena kebutuhan afeksi dan simpati Ibu cenderung tinggi. Skor
need of endurance yang rendah menunjukkan bahwa Ibu kurang gigih dan optimal
dalam mengerjakan pekerjaan yang sulit dan mencoba mencari pemecahan suatu
masalah sampai teratasi.
Pada hasil EPPS ini dapat diketahui bahwa terdapat persamaan pada diri BJ
dan Ibu, dimana need yang paling dominan pada diri mereka, yaitu : needs of
succorance, yang berarti memiliki kebutuhan yang sangat besar akan pertolongan dari
orang lain saat berada dalam kesulitan, mencari dukungan orang lain dan sangat
membutuhkan afeksi, simpati dan pemahaman orang lain akan masalah pribadinya.
Pada diri AP, BJ dan Ibu, juga dapat diketahui bahwa mereka pada dasarnya
sama-sama memiliki kebutuhan untuk untuk diperhatikan oleh orang-orang di
sekitarnya dan memiliki kebutuhan untuk mengatakan kepada orang lain mengenai
110
BAB IV Pembahasan Masalah
apa yang ia pikirkan dan kemarahan ia yang rasakan (needs of exhibition dan needs
of aggression). Namun kebutuhan ini menjadi lebih terlihat dominan pada diri AP,
karena pada diri BJ kebutuhan ini menjadi tersamar, karena BJ memiliki
kecenderungan yang kuat untuk mendapatkan dukungan orang lain serta sangat
membutuhkan afeksi dan simpati orang lain, sehingga dalam kehidupan sosialnya BJ
akan cenderung mengikuti kehendak dan menerima kepemimpinan orang lain dan
mencari situasi yang aman untuk dirinya.
Perbedaan-perbedaan dalam perwujudan tingkah laku AP dan BJ yang
dianalisis berdasarkan kebutuhan/needs yang terbentuk pada diri mereka ini
diasumsikan sebagai keterlibatan peran unsur budaya tempat mereka dibesarkan.
Budaya Minang memiliki keterlibatan pada diri AP dalam membentuk pribadinya
yang cenderung ekstravert, percaya diri dan ingin menunjukkan dirinya (exhibition)
serta mudah mengkritisi dan mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia
pikirkan (aggression), sedangkan budaya Jawa memiliki keterlibatan pada diri BJ
dalam membentuk pribadi BJ yang sangat membutuhkan simpati, afeksi dan
dukungan orang lain serta cenderung mengikuti kehendak dan kepemimpinan orang
lain (succorance).
Hasil analisis kepribadian AP yang diperoleh dari EPPS test ini juga
berkolerasi dengan hasil pada big five personality test, pada trait extraversion dan
disaggreableness yang dimiliki AP, yang sama-sama mengatakan bahwa AP
memiliki kecenderungan ekstravert dan mudah mengkritisi orang lain. Sedangkan
hasil analisis kepribadian BJ berkolerasi dengan trait aggreableness dan neurotism
111
BAB IV Pembahasan Masalah
yang dimiliki BJ, yang menjelaskan adanya kecenderungan untuk menuruti kehendak
orang lain dan cenderung dependen serta takut berada disituasi yang tidak aman.
4.7. Hasil Analisis Tes WB
4.7.1. Hasil Analisis Tes WB AP
Subtes
1.Information
2.Comprehension
3.Digit Span
4.Arithmetic
Similarities
R.Sc
8
15
11
7
17
VERBAL SCORE
Vocabulary
6.Digit Symbol
7.Pict Arrangement
8.Pict Completion
9.Block Design
10.Object Assembly
27
55
11
6
22
22
PERFORMANCE SCORE
Scale
Verbal Scale
Performance Scale
Full Scale
OIQ Vocabulary
OIQ Formula ( Inf + Sim + BD )
OIQ Block Design
OIQ Subtes Tertinggi
W.Sc
6
13
9
9
14
51
12
13
10
4
10
13
50
Keterangan
+
O ki rata - rata
O ki rata – rata
+
O ka rata-rata
+
O ki rata - rata
-O ki rata - rata
+
Keterangan
PIQ > VIQ
52
50
102
120
100
100
140
108
109
109
120
108
108
133
Average
Superior
Average
Average
Very Superior
R.Sc
12
11
11
7
16
W.Sc
9
10
9
9
13
Keterangan
O ki rata – rata
O
O ki rata – rata
O ki rata – rata
+
4.7.2. Hasil Analisis Tes WB BJ
Subtes
1.Information
2.Comprehension
3.Digit Span
4.Arithmetic
5.Similarities
112
BAB IV Pembahasan Masalah
24
54
13
7
22
23
50
10
13
11
6
10
14
54
50
54
104
100
106
100
140
105
114
110
108
111
108
133
VERBAL SCORE
Vocabulary
6.Digit Symbol
7.Pict Arrangement
8.Pict Completion
9.Block Design
10.Object Assembly
PERFORMANCE SCORE
Scale
Verbal Scale
Performance Scale
Full Scale
OIQ Vocabulary
OIQ Formula (Inf + Sim + BD)
OIQ Block Design
OIQ Subtes Tertinggi
4.7.3
O
O ka
O ki rata – rata
O ki rata – rata
+
PIQ > VIQ
Average
Average
Bright Normal
Average
Very Superior
Pembahasan Hasil Tes WB
Dari hasil tes WB dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :
Pada pasangan kembar AP dan BJ, walaupun mereka terpisah sejak bayi dan
dibesarkan di budaya yang sangat berbeda, yaitu Jawa dan Minang, mereka
memiliki keterkaitan genetik yang kuat dalam hal kecerdasan. Mereka memiliki
taraf kecerdasan yang sama yaitu pada taraf kecerdasan “Average” dengan skor
yang hanya berbeda 1 poin (FIQ Atik = 109, FIQ Ana = 110), begitu juga
dengan potensi kecerdasan mereka, skor yang mereka miliki sama (OIQ AP =
133, OIQ BJ = 133). Hal ini memperkuat hasil penelitian-penelitian sebelumnya
yang mengatakan bahwa pada anak kembar identik yang dibesarkan secara
terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi.
113
BAB IV Pembahasan Masalah
Walaupun memiliki taraf kecerdasan yang sama dengan perbedaan skor yang
hanya satu poin, tetapi mereka memiliki perbedaan yang cukup significant pada
hasil skor VIQ (Verbal IQ) dan PIQ (Performance IQ). Skor VIQ AP = 108,
sedangkan VIQ BJ = 105, sedangkan pada skor PIQ, PIQ AP =109 dan PIQ BJ
= 114. Perbedaan ini menunjukkan kemampuan yang lebih baik pada
kemampuan Verbal AP yang dibesarkan di Padang dibandingkan BJ yang
dibesarkan di Jawa, dan sebaliknya menunjukkan kemampuan Performance
yang lebih baik pada BJ yang dibesarkan di Jawa dibandingkan AP yang
dibesarkan di Padang. VIQ adalah kemampuan yang berhubungan dengan
keluasan wawasan, pemahaman terhadap norma-norma dan nilai sosial,
penggunaan akal sehat atau logika berpikir, atensi, konsentrasi, kemampuan
menganalisa dan mengungkapkan ide-ide. PIQ adalah kemampuan yang
berhubungan dengan kemampuan belajar dari pengalaman, kemampuan
perpepsi untuk melihat esensi dari suatu permasalahan, kemampuan
merencanakan dan mengorganisir, berpikir gestalt dan analisa-sintesa.
Perbedaan-perbedaan pada hasil ini dapat diindikasikan sebagai pengaruh dari
budaya tempat mereka dibesarkan.
Pada diri AP, kemampuan Verbal yang lebih tinggi dari BJ, terlihat juga dari
hasil tes big five personality, dimana AP cenderung lebih mudah dalam
menyampaikan pendapatnya dan lebih baik dalam mengungkapkan ide-ide
dibandingkan dengan kembarannya BJ, sedangkan pada diri BJ, kemampuan
Performance yang lebih baik daripada AP, terlihat dari Conscientiousness yang
114
BAB IV Pembahasan Masalah
lebih tinggi pada BJ daripada kembarannya AP sehingga BJ jauh lebih
terorganisir dan terencana dan jauh lebih rapi dibanding dengan AP.
Conscientiousness ini lebih dominan pada diri BJ, kerena adanya stimulus dari
budaya Jawa yang sangat menjunjung tinggi aturan dan tata krama yang kuat.
Pada hasil tes WB ini, jika dilihat dari masing-masing profil juga terdapat
beberapa hasil profil yang sama dan berbeda pada masing-masing subtes.
Perbedaan yang significant dapat terlihat pada beberapa hasil sub tes, yaitu :
information, comprehension & vocabulary.
x
Pada subtes information, skor BJ ² AP.
Hasil ini dapat dimaknakan bahwa BJ yang dibesarkan di Jawa cenderung
memiliki informasi yang lebih baik sehingga memiliki pengetahuan yang
lebih baik daripada AP yang dibesarkan di Padang. Kemampuan
information ini merupakan kemampuan yang berhubungan dengan
penerimaan informasi yang diperoleh dari lingkungan dan proses
pendidikan. Skor information BJ yang lebih tinggi daripada AP dapat
disebabkan oleh karena BJ memiliki kecenderungan needs achievement
yang lebih tinggi daripada AP (terlihat pada hasil tes EPPS) dan juga BJ
memiliki kecenderungan concienstiousness yang tinggi (terlihat dari hasil
tes Big Five Personality), sehingga dalam proses penerimaan informasi
yang didapatkan dari lingkungan dan proses pendidikan, ia cenderung
memiliki lebih banyak informasi daripada kembarannya AP.
115
BAB IV Pembahasan Masalah
x
Pada tes comprehension, skor AP ² BJ.
Hasil ini dapat dimaknakan bahwa AP yang dibesarkan di Padang
cenderung
menggunakan
logika
berpikir
yang
lebih
baik
dalam
memecahkan masalah daripada kembarannya BJ. Hasil ini dapat disebabkan
karena pengaruh budaya Minang yang memiliki prinsip berfikir yang sangat
mengedepankan logika (alua patuik) dan tertib aturan/hukum (anggo
tanggo) sedangkan budaya Jawa cenderung memiliki prinsip untuk mencari
jalan tengah dalam menyelesaikan masalah.
x
Pada tes vocabulary, skor AP ² BJ.
Hasil ini dapat dimaknakan bahwa AP yang dibesarkan di Padang memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam mengungkapkan ide-ide/gagasan
daripada BJ yang dibesarkan di Jawa. Hasil ini juga dapat disebabkan
karena pengaruh budaya Minang, dimana masyarakatnya lebih spontan
dalam mengemukakan pendapatnya daripada masyarakat Jawa.
116
BAB III Metodologi Penelitian
4.8. Kesimpulan Seluruh Pembahasan
Terdapat persamaan dan perbedaan
trait kepribadian
yang dimiliki
pasangan kembar AP dan BJ, namun cenderung lebih ditemukan perbedaan dalam
dinamikanya. Pada AP dan BJ ditemukan perbedaan pada trait extraversion, open
to experiences, aggreableness dan neuroticm. AP memiliki skala trait
ekstraversion dan open to experiences yang cukup tinggi, sehingga kepribadian
AP cenderung lebih extrovert, riang, open – minded dan terbuka terhadap
pengalaman-pengalaman baru, sedangkan dengan skala trait agreebleness AP
yang rendah, AP cenderung mudah mengkritik dan menentang orang lain
dibandingkan BJ yang memiliki skala trait
agreeableness yang lebih tinggi
sehingga cenderung lebih penurut dan mencari situasi aman untuk dirinya. Adapun
dengan skala trait neuroticism rendah, AP cenderung tenang dalam menghadapi
tekanan daripada kembarannya BJ, yang cenderung mudah panik dan cemas
ketika berada dalam situasi penuh tekanan.
Adapun persamaan trait kepribadian yang dimiliki pasangan kembar AP
dan BJ, yaitu ditemukan pada trait conscientiousness. Keduanya baik AP dan BJ
cenderung
well – organized, dapat diandalkan, disiplin dan
tepat waktu,
walaupun BJ kembaran yang besar di Jawa cenderung memiliki orientasi
tingkat conscientiousness yang lebih tinggi.
Secara keluruhan tingkat persentil kemiripan antara AP dan BJ hanya sebesar
46,58 yang berarti lebih banyak ditemukan perbedaan dalam kepribadian mereka.
Hal ini sangat berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai anak
117
BAB III Metodologi Penelitian
kembar identik yang dipisahkan. Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai anak
kembar identik yang dipisahkan, membuktikan bahwa pemisahan tidak
berpengaruh cukup besar terhadap kepribadian mereka. Adanya hasil penelitian
yang justru berbeda dalam penelitian ini diindikasikan sebagai pengaruh dari
internalisasi budaya tempat mereka dibesarkan.
Dari segi nature (bawaan/genetik), diperoleh data bahwa Ibu lebih memiliki
kemiripan dengan BJ yang dibesarkan di Jawa dibandingkan dengan AP yang
sejak lahir tinggal bersama Ibu. Persentil kemiripan antara Ibu dan BJ sebesar
70,75 sedangkan Ibu dan AJ sebesar 67,49. Hal ini berarti basic tendencies secara
nature lebih berkembang pada BJ dibandingkan AJ. BJ cenderung memilliki
basic tendency yang mirip dengan Ibu, yaitu memiliki kecenderungan introvert,
agreeable dan closed minded sehingga cenderung pemalu, menarik diri di situasi
sosial,
dependent,
berusaha
menghindari
konflik,
sulit
mengemukakan
pendapatnya dan cenderung konvensional.
Adanya perbedaan antara AP dan BJ ini dapat disebabkan antara lain karena:
1) AP yang tinggal di Padang cenderung lebih mengadopsi nilai-nilai dan sikap
budaya Minang tempat ia dibesarkan.
Hal inipun relevan bila dikaitkan
dengan teori Big Five Personality; bahwa trait kepribadian merupakan basic
tendency yang berasal dari faktor bawaan, namun basic tendency tersebut
dapat mengalami dinamic process dengan lingkungan dan budaya tertentu
yang mengakibatkan trait kepribadian akan beradaptasi dengan lingkungan
dan budaya tersebut.
118
BAB III Metodologi Penelitian
2) BJ dibesarkan di budaya Jawa yang memiliki tata krama yang kuat, sehingga
masyarakatnya sebagian besar cenderung menjadi introvert, agreeableness
dan konvensional, dengan kata lain stimulus dari lingkungan meyebabkan
trait-trait tersebut lebih berkembang pada diri BJ.
Pada orientasi kebutuhan (needs) yang diperoleh dari hasil tes EPPS, juga
ditemukan lebih banyak persamaan antara Ibu dengan BJ dibandingkan AJ. Ibu
dan BJ sama-sama memiliki kebutuhan yang tinggi akan succorance dan
deference. Sedangkan antara AP dan BJ, diketahui bahwa AP memiliki
kecenderungan dominan pada kebutuhan exhibition, autonomy dan agression,
sedangkan BJ memiliki kecenderungan dominan pada kebutuhan succorence,
deference dan achievement.
Kecenderungan ini juga ditemukan pada hasil big five personality test dan
WB. Adanya orientasi yang dominan pada kebutuhan Exhibition pada AP, juga
terlihat pada trait Extraversion pada big five personality, sehingga AP cenderung
lebih ekstravert, riang serta mengikuti berbagai kegiatan dibandingkan BJ.
Orientasi yang dominan pada kebutuhan agression pada AP juga dapat terlihat
pada trait agreeableness yang rendah pada AP, sehingga AP cenderung mudah
mengatakan kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan, mengkritisi,
memperlihatkan kepada orang lain mengenai apa yang ia pikirkan dan menyerang
pendapat orang lain yang berbeda. Pada hasil WB, hal ini dapat terlihat dari skor
VIQ/kemampuan verbal yang dominan pada AP dibandingkan BJ.
119
BAB III Metodologi Penelitian
Sedangkan pada BJ, orientasi yang dominan pada succorance dan deference
terlihat dari adanya trait neuroticm dan trait agreeableneess yang tinggi pada Big
Five Personality sehingga BJ cenderung mencari dukungan orang lain, sangat
membutuhkan afeksi dan simpati orang lain serta mengikuti kehendak orang lain.
Adapun orientasi dominan pada achievement pada diri BJ dapat terlihat pada trait
conscientiousness, sehingga BJ cenderung menjadi orang yang well-organized,
tepat waktu dan memprioritaskan tugas. Pada WB, hasil ini dapat terlihat dari
skor PIQ/kemampuan performance BJ yang lebih tinggi daripada AP.
Data tambahan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah ditemukannya
taraf kecerdasan yang sama pada pasangan kembar identik AP dan BJ walaupun
mereka dibesarkan dalam budaya yang berbeda.
Dari keseluruhan hasil diatas, dapat disimpulkan juga bahwa pemisahan pada
pasangan kembar identik AP dan BJ di budaya Minang dan Jawa ini tidak begitu
berpengaruh pada aspek kognisi yang mereka miliki, tetapi memiliki pengaruh
yang cukup besar pada aspek afeksi dan konasi yang mereka miliki.
120
BAB V Kesimpulan dan Saran
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
ƒ
Peran nature dan nature merupakan dua unsur penting dalam membentuk
kepribadian seseorang. Pada kembar identik AP dan BJ, peran nature dapat
terlihat pada adanya kecenderungan kemiripan pada basic-basic tendency yang
mereka miliki, tetapi kemudian unsur nurture akan terlibat pada dinamika
basic-basic tendency tersebut. Unsur nature/lingkungan tersebut akan berperan
dalam menentukan apakah basic-basic tedency tersebut akan berkembang
menjadi dominan ataukah tidak dalam kehidupan mereka. Dari hasil penelitian
ini, budaya Minang memberikan kontribusi pada pembentukan kepribadian AP
dengan trait ekstraversion dan openness yang tinggi serta trait agreeableness
dan neuroticm yang rendah. Sedangkan budaya Jawa memberikan kontribusi
pada pembentukan kepribadian BJ yang memiliki trait conscientiousness dan
aggreableness yang tinggi serta trait neuroticm dan extraversion yang rendah.
Pada orientasi needs, AP yang dibesarkan di Padang memiliki kebutuhan yang
tinggi akan exhibition, autonomy dan aggresion. Sedangkan BJ yang dibesarkan
di Jawa memiliki kebutuhan yang tinggi akan succorance, deference dan
achievement.
ƒ
Dari hasil WB, diketahui bahwa AP dan BJ memiliki taraf kecerdasan yang
sama walaupun dibesarkan dalam budaya yang berbeda, namun AP memiliki
121
BAB V Kesimpulan dan Saran
memiliki kemampuan verbal (VIQ) yang lebih tinggi dibandingkan BJ dan
sebaliknya BJ memiliki kemampuan performance (PIQ) yang lebih tinggi
dibandingkan AP.
ƒ
Dari penelitian ini, dapat disimpulkan juga bahwa pemisahan pada pasangan
kembar identik AP dan BJ di budaya Minang dan Jawa ini tidak begitu
berpengaruh pada aspek kognisi yang mereka miliki, tetapi memiliki pengaruh
yang cukup besar pada aspek afeksi dan konasi yang mereka miliki.
5.2. Saran - Saran
1. Penelitian mengenai anak kembar yang terpisah ini merupakan hal yang sangat
menarik. Ditemukan hal-hal yang unik mengenai peran genetik dan lingkungan
dalam pembentukan kepribadian mereka. Pada banyak penelitian anak kembar
sebelumnya, tetap ditemukan banyak persamaan pada kepribadian mereka tetapi
pada kasus kembar identik yang terpisah dibudaya yang berbeda, pada budaya
Padang dan Jawa dalam penelitian ini, justru ditemukan kepribadian yang
cenderung berbeda pada diri mereka, sesuai dengan lingkungan budaya tempat
mereka
dibesarkan. Untuk itu penelitian-penelitian yang lebih mendalam
mengenai fenomena anak kembar ini sangat diperlukan.
2. Diharapkan agar penelitian seputar fenomena anak kembar ini dapat memberi
banyak inspirasi bagi topik dan tema penelitian bidang psikologi yang
berkaitan dengan dinamika anak kembar dan psikologi lintas budaya serta
dinamika kecerdasan dalam perspektif budaya tertentu .
122
BAB V Kesimpulan dan Saran
3. Bagi orang tua yang memiliki anak kembar yang dipisahkan, semoga penelitian
ini dapat menjadi pertimbangan bahwa pemisahan akan berkontribusi cukup besar
bagi kepribadian anak.
4. Bagi anak kembar yang memiliki pasangan kembar terpisah, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi pemahaman tersendiri bahwa mereka juga harus
memahami lingkungan dimana pasangan kembarnya dibesarkan untuk dapat
memahami karakter pasangan kembarnya dengan baik.
123
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R. L., et all. 1998. Pengantar Psikologi. Batam: Interaksara.
Alwisol. 2005. Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi). Malang: UMM Press.
Cartwright, Carol. A.; Cartwright, G. Philip. 1984. Developing Observation
Skills (Second Edition). USA: McGraw-Hill Book Company.
Chaplin, J. P. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Edwards, Allen. L. 1954. Edwards Personal Preference Schedule-Manual
Revised 1952. New York: The Psychological Corporation.
Hall, C.S ; Lindzey, G.; Loehlin, J.C & Manosevitz, M. C. 1985. Introduction to
Theories of Personality. New York: John Wiley & Son.
Koentjaraningrat, Dr. Prof. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Radar
Jaya.
Matsumoto, David. 2004. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Jogyakarta;
Pustaka Pelajar.
McCrae, R. R., & Allik, J. 2002. The Five Factor Model of Personality Across
Cultures. New York: Kluwer Academic/Plenum Publisher.
Pervin, L. A. 1993. Personality: Theory and Research. (Edisi ke-6). Canada:
John Wiley & Sons.
Santrock, J. W. 2002. Life Span Development. Jakarta: Erlangga.
Sumintardja, Elmira. N. Konsep Dasar Penguasaan Diagnostik: Edward
Personal Preference Schedule (EPPS). Bandung: Prognosis Lembaga
Terapan Psikologi (tidak dipublikasikan).
Download