faktor resiko hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di puskesmas

advertisement
FAKTOR RESIKO HIPEREMESIS GRAVIDARUM PADA
IBU HAMIL DI PUSKESMAS KAPONGAN
KECAMATAN KAPONGAN
SITUBONDO
DWI RATNA AYU ANDANI
11002249
Subjek : Faktor, Resiko, Hiperemesis, Gravidarum, Ibu Hamil
DESCRIPTION
Hiperemesis gravidarum merupakan gejala mual dan muntah berat yang
terjadi selama kehamilan yang menyebabkan penurunan berat badan >3 kg atau
>5%. Penyebab hiperemesis gravidarum saat ini belum diketahui secara pasti dan
multifaktorial. Diduga faktor umur, paritas, pekerjaan, adaptasi dan hormonal,
psikologis, defisiensi vitamin dan obesitas merupakan faktor penyebab terjadinya
hipertemesis gravidarum. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor resiko
hiperemesis gravidarum pada ibu hamil.
Jenis penelitian deskriptif, variabel dalam penelitian ini adalah faktor resiko
hiperemesis gravidarum yang meliputi umur, paritas dan pekerjaan. Populasi
dalam penelitian ini yaitu ibu hamil sebanyak 20 responden. Teknik sampling
menggunakan total sampling sehingga didapatkan sampel sebanyak 20 responden.
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Kapongan Kecamatan Kapongan
Kabupaten Situbondo pada Tanggal 26 Mei 2014. Instrument penelitian
menggunakan lembar check list. Teknik pengolahan data menggunakan editing,
coding, entry data, cleaning lalu disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang
mengalami hiperemesis gravidarum berumur < 20 tahun yaitu sebanyak 11
responden (55%), hampir seluruhnya ibu primigravida yaitu sebanyak 17
responden (85%) dan hampir seluruhnya ibu yang mengalami hiperemesis
gravidarum adalah ibu yang tidak bekerja yaitu sebanyak 17 responden (85%).
Ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum disebabkan oleh faktor
umur, paritas dan pekerjaan ibu hamil. Umur, paritas dan pekerjaan ibu
mempunyai pengaruh yang erat dengan perkembangan alat reproduksi.
Tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat lebih aktif dalam
memberikan konseling atau penyuluhan kepada ibu hamil dengan cara pembagian
leaflet atau pada saat ibu melakukan pemeriksaan kehamilan tentang faktor resiko
hiperemesis gravidarum pada ibu hamil. Disamping itu diharapkan ibu hamil
dapat menerapkan pengobatan herbal yang tepat untuk gejala mual muntah salah
satunya seperti minuman jahe agar dapat mengurangi gejala mual muntah.
ABSTRACT
Hyperemesis gravidarum is severe nausea and vomit that occur during
pregnancy and cause less body weight > 3 kg or> 5%. The cause of hyperemesis
gravidarum have not been yet known certainly and multifactorially. The assumed
factors are the age, parity, occupation, adaptation and hormonal, psychological,
deficienly vitamin and obesity cause hipertemesis gravidarum. The purpose of this
study is to know risk factors in pregnant women with hyperemesis gravidarum.
The kind of this study is descriptive, the variables in this study are the risk
factors of hyperemesis gravidarum include age, parity and occupation. The
population in this study is 20 pregnant women as respondents. The technique uses
total sampling so that get 20 respondents as sample. It had been conducted in the
public health center in Kapongan-Situbondo, on May 26, 2014. The instrument
uses check list. Data are processed by editing, coding, data entry, cleaning and
presented in a frequency distribution table.
Based on the results, the majority of respondents who experience
hyperemesis gravidarum aged <20 years consist of 11 respondents (55%), almost
experience primigravida amount 17 respondents (85%) and almost women with
hyperemesis gravidarum who do not work amount 17 respondents (85%).
The pregnant women who experience hyperemesis gravidarum are caused
by age, parity and maternal employment that have strong influence of in the
development of reproductive organs.
The health personnels especially midwives are expected to provide more
actively counseling to pregnant women with distribution of leaflets or when the
mother take antenatal care about the risk factors in pregnant women with
hyperemesis gravidarum. Besides, the pregnant women are expected to apply the
proper herbal treatment for preventing symptoms of nausea, vomiting and etc one
of them is drinking water of ginger for reducing them.
Keywords
: Risk Factors, Hyperemesis, Gravidarum
Contributor
: 1. Eka Diah K, M.Kes
2. dr. Rahmi Syarifatun Abidah
Date
: 13 Juni 2014
Type Material : Laporan Penelitian
Permanen Link :
Right
: Open Document
Summary
:
LATAR BELAKANG
Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis yang
dialami setiap wanita yang memiliki organ reproduksi sehat dan telah mengalami
menstruasi serta melakukan hubungan seksual dengan seorang pria yang organ
reproduksinya sehat (Suparyanto, 2011). Hiperemesis gravidarum merupakan
gejala mual dan muntah berat yang terjadi selama kehamilan yang menyebabkan
penurunan berat badan >3 kg atau >5% dari berat badan sebelum kehamilan
sehingga membutuhkan nutrisi parental dan perawatan. Keluhan ini juga dapat
menyebabkan dehidrasi, gangguan keseimbangan metabolit dan elektrolit
(hipokalemia), defisiensi nutrisi, dan ketonuria. Bahkan jika tidak ditangani dapat
mengakibatkan robekan pada esophagus, wernicke ensefalopathi, kerusakan hati
dan ginjal, dan kematian (Firmansyah, 2013).
Gejala tersebut disebabkan oleh perubahan hormonal yang menyebabkan
masalah pada saluran pencernaan dan memicu mual-mual, muntah, anemia,
mudah tersinggung dan tidak bersemangat. Ketidak-nyamanan ini bisa diatasi
dengan cara mengubah pola makan (Sindhu, 2009). Makanan sehat sangat
diperlukan oleh ibu hamil muda karena pada masa awal kehamilan janin sangat
rentan untuk bisa mengalami keguguran. Karena itu kondisi ibu yang sedang
hamil muda benar-benar harus dijaga baik kesehatan fisik dan kandungannya serta
kenyamanan batinnya. Ibu hamil sering mengabaikan kebutuhan gizi karena mual
dan muntah merupakan suatu hal yang tidak nyaman dan mengganggu aktivitas
sehari-hari (Nadia, 2009).
Hiperemesis gravidarum memiliki insidensi 0,5-2% atau 5-20 kasus 0,3-2%
kasus menyebabkan ibu harus ditatalaksana rawat inap. Bahkan di Amerika
Serikat lebih dari 285.000 ibu yang mengalami hiperemesis gravidarum dirawat
di Rumah sakit setiap tahunnya. Menurut Philip (2003), tercatat 8,3 juta orang
menjadi kehilangan jam kerjanya karena masalah ini. Lance CA mengatakan
bahwa mual dan muntah ini berdampak terhadap kondisi fisik dan gelisah yang
akan berpengaruh terhadap janin. Mual muntah merupakan gejala yang paling
sering terjadi sekitar 50-90% dari seluruh kehamilan. Hampir 90% gejala mual
dan muntah terjadi pada trimester ke I dan pada trimester terakhir. Mual timbul
pada minggu ke-4 dan memberat pada minggu ke 14-20. Dalam 1-10 dari
kehamilan, gejala dapat berlanjut setelah 20 setelah 20 sampai 22 minggu. Mual
muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida. Seratus dari
seribu kehamilan menjadi lebih berat (Firmansyah, 2013).
Penyebab hiperemesis gravidarum saat ini belum diketahui secara pasti dan
multifaktorial. Diduga adanya gangguan keseimbangan hormonal seperti HCG
diduga adanya gangguan keseimbangan hormonal seperti HCG, estrogen, dan
progesterone, tiroksin, kortisol, diperkirakan sebagai faktor penyebab penting.
Beberapa faktor risiko hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya, ibu
atau saudara perempuan dengan Hiperemesis gravidarum, kehamilan ganda atau
gemeli, mola hidatidosa, usia kehamilan, usia ibu yang terlalu muda, yaitu kurang
dari 20 tahun, primigravida, pekerjaan ibu, faktor adaptasi dan hormonal wanita
hamil dengan anemia, faktor psikologis, defisiensi vitamin, dan obesitas
(Firmansyah, 2013). Umur ibu mempunyai pengaruh yang erat dengan
perkembangan alat reproduksi. Kehamilan diusia kurang 20 tahun dan diatas 35
tahun dapat menyebabkan hiperemesis karena pada kehamilan diusia kurang 20
secara biologis belum optimal emosinya, cenderung labil, hiperemesis gravidarum
juga dapat terjadi pada wanita yang baru pertama kali hamil, ibu hamil dengan
pendidikan rendah, dimana secara teoritis, ibu hamil yang berpendidikan lebih
tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri, selain hal tersebut
penyebab utama terjadinya hiperemesis gravidarum yaitu seperti cemas dengan
kehamilan dan persalinan, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan
sehingga dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan
muntah sebagai ekspresi tidak sabar sebagai keengganan menjadi hamil atau
pelarian kesukaran hidup (Razak, 2010).
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif. Dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan faktor resiko
hiperemesis gravidarum pada ibu hamil. Variabel dalam penelitian ini adalah
faktor resiko hiperemesis gravidarum pada ibu hamil yang meliputi umur, paritas
dan pekerjaan. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang mengalami
hiperemesis gravidarum di Puskesmas Kapongan Kecamatan Kapongan
Kabupaten Situbondo sebanyak 20 ibu hamil pada bulan Februari – April 2014.
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh Populasi dalam penelitian ini adalah ibu
hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum di Puskesmas Kapongan
Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo sebanyak 20 responden pada bulan
Februari-April 2014. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
non probability sampling dengan teknik total sampling. Instrument dalam
penelitian ini menggunakan lembar check list.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang
mengalami hiperemesis gravidarum berumur < 20 tahun yaitu sebanyak 11
responden (55%).
Umur ibu mempunyai pengaruh yang erat dengan perkembangan alat
reproduksi. Hal ini berkaitan dengan keadaan fisiknya dari organ tubuh ibu di
dalam menerima kehadiran dan mendukung perkembangan janin. Seorang wanita
memasuki usia perkawinan atau mengakhiri fase tertentu dalam kehidupannya
yaitu umur repoduksi. Umur reproduksi yang ideal bagi wanita untuk hamil dan
melahirkan adalah 20-35 tahun, keadaan ini disebabkan karena pada umur kurang
dari 20 tahun rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik dan belum
cukup dewasa untuk menjadi ibu sedangkan pada umur 35 tahun keatas elastisitas
otot-otot panggul dan sekitarnya serta alat-alat reproduksi pada umumnya telah
mengalami kemunduran sehingga dapat mempersulit persalinan dan selanjutnya
dapat menyebabkan kematian pada ibu (Razak 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden berumur <20
tahun mengalami hiperemesis gravidarum, hal ini disebabkan karena ibu yang
berusia <20 tahun merupakan usia yang sangat muda untuk kehamilan dimana ibu
belum memiliki pengetahuan yang cukup baik khususnya tentang gizi kecukupan
gizi pada masa kehamilan. Ibu hamil dengan usia < 20 tahun sering mengabaikan
kebutuhan gizi karena mual muntah yang dialami oleh ibu hamil. Disamping itu
ibu hamil pada usia di bawah 20 tahun atau lebih 35 tahun merupakan faktor
risiko terjadinya hiperemesis gravidarum yang dapat menyebabkan gangguan
kehamilan dan pertumbuhan janin. Hal ini disebabkan karena pada usia dibawah
20 tahun lebih disebabkan oleh belum cukupnya kematangan fisik, mental, dan
fungsi sosial dari calon ibu sehingga menimbulkan keraguan apakah dia sanggup
memberikan cinta kasih serta perawatan dan asuhan pada anak yang akan
dilahirkan nanti, hal ini bisa mempengaruhi emosi ibu sehingga terjadi konflik
mental yang membuat ibu kurang nafsu makan. Bila ini terjadi dapat
menyebabkan iritasi pada lambung sehingga terjadi muntah.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ridwan A dan
Wahidudin (2007) umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35
tahun. kehamilan diusia kurang 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan
hiperemesis karena pada kehamilan diusia kurang 20 secara biologis belum
optimal emosinya, cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah
mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap
pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilanya. Pada usia 35 tahun terkait
dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit
yang sering menimpa di usia ini. Sementara penelitian ini sama hasilnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh Asih DMR (2009) yang dilakukan di RS Dr. Cipto
Mangunkusumo, RS Fatmawati, dan penelitian yang dilakukan oleh Ardianti di
RS Bhakti Yuda Depok (2012) yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara
faktor risiko umur ibu dengan hiperemesis gravidarum. Hal ini disebabkan karena
jumlah ibu hamil yang berumur risiko tinggi (<20 tahun) lebih sedikit
dibandingkan dengan umur risiko rendah (≥20 tahun).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruhnya ibu yang
mengalami hiperemesis gravidarum adalah ibu primigravida yaitu sebanyak 17
responden (85%).
Hiperemesis gravidarum lebih sering terjadi pada ibu hamil primigravida
dibandingkan dengan multigravida. Hal ini disebabkan karena pada primigravida
memiliki kadar hormon estrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan
multigravida. Ibu yang pertama kali hamil (primigravida) belum dapat
beradaptasi dengan peningkatan human chorionic gonadotropin (hCG) dan
hormon estrogen yang diduga menjadi penyebab hiperemesis gravidarum. Elabd
MM, menjelaskan bahwa estrogen dapat menyebabkan peningkatan sensitivitas
olfactorius (penciuman) terhadap aroma atau bau yang tidak enak yang dapat
merangsang mual dan muntah. Dijelaskan juga bahwa kehamilan pertama
merupakan pengalaman baru bagi ibu hamil dimana ibu belum siap secara mental
menghadapi kehamilannya, cemas dan takut dalam menghadapi kehamilan dan
persalinan, dan tanggung jawab sebagai ibu sehingga kondisi demikian dapat
menstimulasi stress yang mempengaruhi psikologis ibu (Silviana, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian ibu hamil yang mengalami
hiperemesis gravidarum adalah ibu primigravida, hal ini disebabkan kurangnya
pengalaman ibu dalam menjalani kehamilan, dimana ibu hamil primigravida
belum dapat beradaptasi dengan peningkatan hormon hCG dimana hal tersebut
dapat menyebabkan peningkatan sensitivitas ibu terhadap bau-bau yang tidak
enak. Disamping itu pada ibu hamil primigravida, kehamilan merupakan
pengalaman baru yang menyebabkan ibu takut atau cemas dalam menghadapinya.
Hal tersebut merupakan faktor pemicu terjadinya hiperemesis gravidarum pada
ibu hamil.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Darmawan
Armaidi (2013) bahwa ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara
hiperemesis gravidarum dengan paritas, dimana penderita hiperemesis
gravidarum lebih banyak pada ibu hamil primigravida bila dibandingkan dengan
kelompok multigravida (Silviana, 2013). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Henry (2010) bahwa terdapatnya hubungan antara
hiperemesis gravidarum dengan faktor risiko gravida, dimana mual dan muntah
disebabkan karena meningkatnya kadar hormon human Chorionic Gonadotropin
(hCG) yang dihasilkan oleh sel-sel trofoblas blastosit khususnya pada 12-16
minggu pertama kehamilan. hCG melewati kontrol ovarium di hipofisis dan
menyebabkan korpus luteum terus memproduksi estrogen dan progesteron
sehingga merangsang mual dan muntah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruhnya ibu yang
mengalami hiperemesis gravidarum adalah ibu yang tidak bekerja yaitu sebanyak
17 responden (85%).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia (2008), bekerja adalah
melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu penghasilan
atau keuntungan dan pekerjaan keluarga tanpa upaya yang membantu dalam suatu
usaha di keluarga, kegiatan ekonomi keluarga. Hiperemesis gravidarum lebih
rentan pada ibu yang bekerja diluar rumah dibandingkan dengan ibu yang bekerja
sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja. Ibu yang bekerja sebagai rumah
tangga dapat mengalami hiperemesis gravidarum dikarenakan kemungkinan
stress yang dialami oleh ibu dalam menghadapi kehamilan dan persalinan dimana
menjadi seorang ibu merupakan hal yang amat didambakan oleh banyak wanita
dalam kehidupan mereka, akan tetapi menjadi ibu tentu merupakan suatu aktifitas
yang penuh stres. Cemas dengan kehamilan dan persalinan, rumah tangga yang
retak, kehilangan pekerjaan sehingga dapat menyebabkan konflik mental yang
dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap
keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian terhadap kesukaran hidup.
Sedangkan pada ibu yang bekerja di luar rumah kehamilan kurang mendapatkan
perhatian dari pihak perusahaan sehingga wanita hamil terpaksa harus
meninggalkan pekerjaanya karena komitmen terhadap keluarga, mereka
membiasakan diri kembali dengan biaya-biaya yang mereka keluarkan dan
menerima gaji kecil (Silviana, 2013).
Hasil penelitian penelitian menunjukkan hampir seluruhnya ibu hamil tidak
bekerja atau ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga mengalami primigravida,
hal ini dikarenakan kemungkinan ibu mengalami stress, cemas pada saat hamil.
Disamping hal tersebut ibu yang tidak bekerja mengalami hiperemesis
gravidarum kemungkinan dikarenakan tingkat sosial ekonomi keluarga yang
rendah sehingga menyebabkan ibu hamil kurang peduli dengan kesehatan diri dan
bayinya, oleh karena itu dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilannya
terutama mengalami hiperemesis gravidarum.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryanti (2010), hasil
penelitian yang mempengaruhi Hiperemesis gravidarum menunjukan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian Hiperemesis
gravidarum dimana ibu yang tidak bekerja sebanyak 68,3% sedangkan ibu yang
bekerja sebanyak 31,7%. Sehingga disimpulkan responden yang mengalami
kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu tidak bekerja karena tingkat sosial
yang rendah yang menyebabkan ibu hamil kurang peduli dengan kesehatan diri
dan bayinya, oleh karena itu dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilannya
terutama mengalami hiperemesis gravidarum
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan dari
penelitian faktor resiko hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di Puskesmas
Kapongan Kecamatan Kapongan Kabupaten Situbondo yaitu sebagai berikut :
1. Sebagian besar ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum berumur <
20 tahun yaitu sebanyak 11 responden (55%).
2. Hampir seluruhnya ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum adalah
ibu primigravida yaitu sebanyak 17 responden (85%).
3. Hampir seluruhnya ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum adalah
ibu yang tidak bekerja yaitu sebanyak 17 responden (85%).
REKOMENDASI
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti berharap pada peneliti selanjutnya agar dapat mengadakan
penelitian lanjutan dan mengembangkan penelitian yang sebelumnya yaitu
meneliti tentang faktor umur, paritas, pekerjaan, usia kehamilan yang
berhubungan dengan hiperemesis gravidarum.
2. Bagi Ibu Hamil
Bagi ibu hamil diharapkan dapat lebih aktif lagi dalam mencari
informasi tentang hiperemesis gravidarum. Informasi dapat didapatkan oleh
ibu hamil melalui penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan
khususnya bidan, serta pada saat ibu melakukan pemeriksaan kehamilan.
Disamping hal tersebut diharapkan ibu hamil dapat menerapkan pengobatan
herbal yang tepat untuk gejala mual muntah salah satunya seperti minuman
jahe agar dapat mengurangi gejala mual muntah.
3. Bagi Institusi
Bagi institusi khususnya tempat penelitian diharapkan dapat
mengembangkan pelayanan kesehatan khususnya dalam mengatasi
hiperemesis gravidarum pada ibu hamil, dimana tempat penelitian dapat
melakukan pemberian penyuluhan atau kie pada ibu hamil tentang pentingnya
menghindari faktor resiko hiperemesis gravidarum pada ibu hamil sedangkan
untuk institusi pendidikan disarankan hasil penelitian ini dijadikan sebagai
dokumentasi karya ilmiah serta menyediakan sumber kepustakaan yang
memadai untuk menunjang penulisan sehingga bisa menghasilkan tenaga
profesional.
4. Bagi profesi bidan
Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat lebih aktif
dalam memberikan konseling atau penyuluhan kepada ibu hamil dengan cara
pembagian leaflet atau pada saat ibu melakukan pemeriksaan kehamilan
tentang faktor resiko hiperemesis gravidarum pada ibu hamil.
Correspondensi : E-Mail : [email protected]
Alamat : Dusun Kandang Utara RT 01/ RW 07 Desa
Olean Kecamatan Situbondo Kabupaten
Situbondo
No. Hp : 085259313242
Download