DK PBB - Digital Library UNS

advertisement
PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
( DK PBB ) DALAM MENANGANI KRISIS NUKLIR DI KOREA UTARA
YANG BERDAMPAK TERHADAP STABILITAS KEAMANAN DUNIA
INTERNASIONAL DITINJAU DARI BAB V-VII PIAGAM PBB 1945
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh:
HANAFI DWI ATMOJO
NIM. E0008350
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Hanafi Dwi Atmojo, E 0008350. 2012. PERANAN DEWAN
KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ( DK PBB )
DALAM MENANGANI KRISIS NUKLIR DI KOREA UTARA YANG
BERDAMPAK TERHADAP STABILITAS KEAMANAN DUNIA
INTERNASIONAL DITINJAU DARI BAB V-VII PIAGAM PBB 1945.
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan
tindakan DK PBB terkait dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di
Korea Utara serta mengkaji kesesuaian tindakan DK PBB dalam menangani
krisis nuklir di Korea Utara Berdasarkan Bab V-VII Piagam PBB.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif.
Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang
digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
menggunakan teknik studi pustaka dan data lain yang bersumber dari internet.
Tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir Korea Utara adalah
melakukan penyelidikan, menganjurkan serta mendukung Six Party Talks,
dan memberikan sanksi kepada Korea Utara dengan Resolusi 1698, 1718, dan
1874. Tindakan DK PBB tersebut berlandaskan pada Pasal 24 ayat (1) Bab V,
Pasal 33 ayat (1) dan (2) Bab VI , Pasal 34 Bab VI, Pasal 39 Bab VII, 41
Bab VII Piagam PBB.
Kata Kunci : Peran DK PBB, Krisis Nuklir, Piagam PBB
v
ABSTRACT
Hanafi Dwi Atmojo, E 0008350. 2012. ROLE OF UNITED NATIONS
SECURITY COUNCIL IN HANDLING OF NORTH KOREA NUCLEAR
CRISIS WHICH IMPACT IN WORLD INTERNATIONAL SECURITY
STABILITY FROM CHAPTER V-VII OF THE UN CHARTER 1945 POINT
OF VIEW. Faculty of Law Sebelas Maret University Surakarta
This study aims to identify and describe the action done by UN Security
Council related to its role in dealing with the nuclear crisis in North Korea as
well as assessing the suitability of the UN Security Council action in dealing
with the nuclear crisis in North Korea with the provisions of Chapter V-VII of
the UN Charter.
This research is prescriptive normative law. The type of data used is
secondary data, which are consist primary legal materials, legal materials
and secondary and tertiary legal materials. Data collection techniques used
are library research techniques and other data sourced from the internet.
UN Security Council action in addressing the North Korean nuclear
crisis are investigated, recomended and supported the Six Party Talks, and
provide sanctions against North Korea with Resolution 1698, 1718, and
1874. UNSC action is based on Article 24 paragraph (1) Chapter V, Article
33 paragraph (1) and (2) Chapter VI, Article 34, Chapter VI, Article 39 of
Chapter VII 41 Chapter VII of the UN Charter.
Keywords: Roles the UN Security Council, Nuclear Crisis, UN Charter
vi
MOTTO
Sesuatu yang membingungkan dan keraguan berasal dari dalam diri dan untuk
menghilangkan perasaan tersebut dengan berdoa dan berusaha
(Septa fajar Adi Kusuma)
Nobody Perfect
(Hanafi Dwi Atmojo)
Remember the force will be with you, always
(Star Wars)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada :
 Allah SWT yang memberi segala kenikmatan dan karunia-Nya, selalu
memberi yang terbaik buat saya.
 Ibuku Sulistyawati serta Ayahku Sulanji yang paling aku cintai, terima kasih
doa, bimbingan, dan kasih sayangnya hingga saya bisa mewujudkan harapan
meskipun tidak semuanya dapat saya penuhi, ucapan terima kasih tidak
cukup untuk membalas segala yang telah diberikan kepadaku, semoga Allah
SWT selalu memuliakan Bapak dan Ibu di dunia dan akhirat, Amin.
 Kakakku Novandhi Setyawan dan Reni Widyowati serta Amirna Dewi
Suryani, Shaquell Bhadrika Louvin.
 Sahabat-sahabatku yang telah memberikan arti hidup ini dan selalu
membuatku tersenyum.
 Almamaterku, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan semesta
alam atas segala anugrah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan hukum (skripsi) ini yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar
kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret, dengan judul : Peranan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(DK PBB) dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara Yang
berdampak
terhadap stabilitas keamanan dunia internasional ditinjau dari Bab V-VII Piagam
PBB 1945.
Penelitian hukum ini didasarkan pada kewenangan yang diberikan Piagam
PBB kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) sebagai
Organisasi Internasional yang mempunyai peran serta kewenangan untuk
memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan prinsip-prinsip
dan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk menyelidiki setiap sengketa atau
perselisihan internasional, untuk merekomendasikan metode penyelesaian
perselisihan sesuai ketentuan. Dalam menjalankan tugasnya DK PBB berwenang
untuk
menentukan
adanya
ancaman
penyelidikan dan pengenaan sanksi
terhadap
keamanan
internasional,
kepada negara yang telah melakukan
pelanggaran terhadap Keamanan Internasional serta melanggar prinsip-prinsip
yang terdapat dalam Piagam PBB. Dalam melakukan tugasnya, khususnya dalam
menangani krisis nuklir DK PBB dibantu oleh organisasi internasional yaitu
Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum (skripsi) ini tidak akan
terwujud tanpa adanya bantuan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta, beserta seluruh Pembantu Rektor ;
2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, beserta seluruh Pembantu Dekan; juga selaku
ix
Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis selama mengikuti perkuliahan ;
3. Sri Lestari Rahayu, S.H., M.Hum, selaku Ketua Bagian Hukum
Internasional pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah
memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penulisan
hukum ini sekaligus selaku dosen pembimbing pertama dengan segala
kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam penulisan hukum ini ;
4. Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H.,M.H, selaku dosen pembimbing kedua
dengan segala kesabarannya yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis dalam penulisan hukum ini ;
5. Aminah,S.H.,M.H,
selaku
pembimbing
akademik
yang
telah
membimbing;
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan bekal
ilmu selama masa perkuliahan yang akan sangat berguna ke depannya ;
7. Kedua orang tuaku Bapak Sulanji, S.Pd., Ibu Sulistyawati, S.Pd., kedua
kakak-kakakku Novandhi Setyawan, S.E., Reni Widyowati, S.ST., dan
Keponakanku Shaquell Bhadrika Louvin yang selalu memberikan cinta,
kasih sayang, doa, semangat, dukungan, kepercayaan dan segalanya dari
jauh ;
8. Amirna Dewi suryani ;
9. Sahabat-sahabatku Dimas Yuda Asmara, Putut Eko Cahyono, Prasetyo
Adi Nugroho, Septa Fajar, Erwan Adi, Tabah dan Mbak Damay ;
10. Sahabat
seperjuangan
dalam
penulisan
hukum
(Skrips)
Hukum
Internasional Shelma Yusminar Hajar, Stefanus Donatumar, Mohammad
Ali Potera Lesmana;
11. Sahabatku Astri Dyah Utami, Nityadin Pradinantia, Danny Saputra;
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulisan hukum (skripsi) ini langsung maupun tidak langsung.
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................................... vi
MOTTO ..............................................................................................................vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ............................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 6
E. Metode Penelitian .................................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori....................................................................................... 11
1. Tinjauan Umum Tentang Organisasi Internasional ........................ 11
a. Pengertian Organisasi Internasional ....……………………….. 11
b. Wewenang Organisasi Internasional ..………………………... 13
c. Prinsip-prinsip yang dianut dalam organisasi internasional ...... 14
d. Klasifikasi Organisasi Internasional ….……………………..... 15
e. Pendirian Organisasi Internasional ………………..………….. 17
2. Tinjauan Umum tentang Perserikatan Bangsa Bangsa ......……….. 18
a. Sejarah berdirinya PBB …………….…………….................... 18
xii
b. Dasar dan tujuan PBB ……..................…………..………....... 21
c. Prinsip-prinsip PBB dalam pemeliharaan perdamaian ….......... 22
3. Tinjauan Umum tentang Piagam PBB ………………….………... 24
a. Peristiwa
yang
melatarbelakangi
lahirnya
Piagam
PBB
..............................................................................………......... 25
b. Isi dalam Mukadimah Piagam PBB ………...…..………….… 26
c. Kekuatan mengikat Piagam PBB dalam hukum internasional .. 26
4. Tinjauan umum tentang Dewan keamanan (DK) ............................ 27
a. Kewenangan Dewan Keamanan ................................................ 28
b. Hak istimewa.............................................................................. 29
c. Sanksi Dewan Keamanan .......................................................... 29
d. Prosedur Pemungutan suara ....................................................... 30
5. Tinjauan umum tentang penyelesaian sengketa internasional ......... 31
a. Pengertian sengketa internasional .............................................. 31
b. Macam-macam sengketa internasional ...................................... 32
c. macam-macam penyelesaian sengketa internasional ................. 32
6. Tinjauan tentang nuklir .................................................................... 37
7.
Tinjauan Umum Badan Tenaga atom Internasional (IAEA) .......... 38
a. Sejarah berdirinya ...................................................................... 38
b. Tugas IAEA ............................................................................... 38
B. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 40
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 42
1. Gambaran dan kronologis mengenai krisis nuklir di Korea Utara .. 42
B. Pembahasan ……………………………………………………..…..... 49
1. Tindakan yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya
dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara ............................... 49
xiii
a. Penyelidikan IAEA mengenai program nuklir
Korea Utara .............................................................................. 49
b. Negosiasi multilateral oleh enam negara
(Six Party Talks) ...................................................................... 53
c. Penyelesaian di bawah DK PBB ............................................. 71
2. Kesesuaian tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir
di Korea Utara dengan ketentuan ynag tercantum dalam
Bab V-VII Piagam PBB ........….................................................... 76
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ………………………………………………....………….. 85
B. Saran ……………………………………………………..…...……... 86
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 87
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1
:
Kerangka Pemikiran ..................…………..………….. 40
GAMBAR 2
:
Peta lokasi pabrik pengolahan nuklir Korea Utara ........ 44
GAMBAR 3
:
Struktur Dewan Keamanan PBB ...................................77
DAFTAR TABEL
TABEL 1
:
Kronologis krisis nuklir Korea Utara ............................ 46
TABEL 2
:
Isi usulan Amerika Serikat ............................................ 57
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keamanan merupakan cita-cita dari setiap negara di dunia. Perbedaan
kepentingan suatu negara kadangkala akan menciptakan suatu sengketa antar
negara, sengketa antar negara ini berpeluang merusak perdamaian. Untuk
menjaga keamanan dan perdamaian maka dibentuklah sebuah organisasi
internasional yang sifatnya permanen, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). Tujuan utama dari PBB adalah untuk melindungi umat manusia dari
bahaya ancaman perang, dan piagam PBB memuat ketentuan-ketentuan
secara terperinci mengenai pemeliharaan perdamaian dan keamanan
internasional (Sumaryo Suryokusumo, 1987:8). Pada umumnya, dalam
melangsungkan hidup manusia memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena
itu, manusia harus bekerja sama, berdampingan, dan hidup dengan damai.
Namun, kadang terjadi benturan kepentingan dalam mencapai tujuannya.
Demikian pula halnya dengan negara yang ingin bekerja sama dengan negara
lain, adakalanya, benturan kepentingan pun tidak dapat dihindari, oleh sebab
itu dibentuk PBB.
Saat ini isu senjata nuklir dan krisis nuklir sedang menjadi perhatian
masyarakat dunia internasional. Kekhawatiran negara-negara tentang
penggunaan nuklir untuk pengembangan dan penggunaan senjata nuklir
mendorong lahirnya traktat internasional di bidang persenjataan nuklir. Salah
satu traktat internasional dalam bidang persenjataan nuklir adalah Treaty on
the Non Proliferation of Nuclear Weapon (NPT) yang ditandatangani oleh
para
peserta
perjanjian
tanggal
1
Juli
1968
(Kemlu,
http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=16&l=id).
Pelaksanaan traktat NPT di awasi oleh Badan Tenaga Atom
Internasional/ International Atomic Enegy Agency (IAEA) yang bertugas
mengawal dan mengawasi terhadap semua peralatan, bahan-bahan dan
2
instalasi nuklir. Badan Tenaga Atom Internasional ini merupakan sebuah
badan otonom di bawah kendali PBB (Anonim,http://www.bbc.co. uk/
indonesian/news/story/2005/10/printable/051007_elbaradeisw.shtml), dimana
setiap tahun melaporkan tentang kegiatannya kepada Majelis Umum dan
Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Negara-negara peserta NPT mempunyai
kewajiban untuk memberi akses bagi IAEA terhadap setiap program nuklir
yang akan maupun tengah dijalankan sehingga diharapkan laporan IAEA
tersebut dapat meyakinkan negara lain bahwa program nuklir negara peserta
NPT hanya ditujukan untuk kepentingan damai, yakni untuk pembangkit
energi listrik, bukan untuk pembuatan senjata nuklir.
Proliferasi senjata nuklir menjadi perdebatan internasional setelah
adanya Traktat Non Proliferasi 1968. Proliferasi adalah pengembangan,
pengembangan nuklir diperbolehkan untuk beberapa pengecualian seperti
pengembangan energi dan pendidikan. Salah satu isu yang masih berkembang
adalah program nuklir Korea Utara.
Senjata nuklir telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
Semenanjung Korea selama lebih dari 50 tahun. Program nuklir Korea Utara
dimulai oleh Kim Il Sung yang mencoba untuk meluncurkan program
nuklirnya sendiri. Program nuklir Korea Utara dimulai pada tahun 1964-an di
daerah Yongbyon dengan bantuan dari Uni Sovyet. Selama lebih dari dua
dekade, antara tahun 1970-an dan 1980-an, Cina ikut membantu dan berperan
serta di dalam program nuklir Korea Utara ini. Latar belakang pemimpin
Korea Utara ini untuk mengembangkan senjata nuklir adalah dikarenakan
pada saat Perang Korea pada tahun 1950-1953 yang pada saat itu musuh dari
Korea Utara yaitu Korea Selatan mendapatkan dukungan dari Amerika
Serikat
yang
pada
saat
itu
mempunyai
Nuklir
(Norris.
http://www.thebulletin.org /article_nn.php?art_ofn=ma03norris ).
Program
nuklir
Korea
Utara
berkembang
dan
memunculkan
kekhawatiran bagi dunia internasional. Kekhawatiran itu muncul dari reaktor
grafit yang dibangun Korea Utara. Reaktor grafit tersebut memiliki teknologi
memproduksi pembelahan plutonium. Hasil pembelahan plutonium dapat
3
digunakan sebagai bahan pembuatan persenjataan. Kekhawatiran masyarakat
internasional berhasil diredakan untuk sementara ketika Korea Utara
menandatangani Perjanjian Pelarangan Pengembangan Persenjataan Nuklir
pada bulan Desember 1985 (cuming.http://www.mtholyoke.edu/acad/intrel/
cumings.htm).
Krisis nuklir di Semenanjung Korea bermula pada bulan Maret 1993
ketika Korea Utara mengumumkan pengunduran dirinya dari Perjanjian NonProliferasi Nuklir (NPT). Pada bulan Juni 1994, Korea Utara setuju untuk
menunda pengunduran dirinya dari NPT setelah mengadakan pembicaraan
dengan perwakilan dari pihak Amerika Serikat. Namun, akhirnya Korea Utara
mengumumkan pengunduran dirinya dari NPT pada 10 Januari 2003. Situasi
semakin rumit ketika pada tanggal 4 Juli 2006 Korea Utara melakukan uji
coba sedikitnya enam rudal, termasuk rudal jarak jauh Taepodong
(Anonim.http://www.nautilus.org/0684KCNA.html).
Korea Utara kembali mengejutkan dunia dengan mengklaim bahwa
mereka sukses melakukan uji coba nuklir bawah tanahnya Pada 9 Oktober
2006, Korea Utara berhasil melakukan uji coba nuklir pertamanya, yang diuji
pada sebuah terowongan di pantai timur, dan ledakan yang terjadi
menimbulkan gempa berkekuatan 4,2 Mb (body wave magnitude) yang
langsung mendapatkan banyak protes dari negara tetangga terdekatnya, yaitu
Korea Selatan dan Jepang (Anonim. http://www .nautilus. org/0684KCNA
.html).
Uji coba ini merupakan ancaman terhadap stabilitas regional dan
mengancam stabilitas keamanan dunia internasional, serta melanggar
kehendak DK-PBB. Pada saat itu, Korea telah mendapat kecaman keras dari
masyarakat internasional dan PBB, untuk segera menghentikan program
nuklirnya dan secara damai kembali dalam NPT. Tahun 2008 Korea Utara
mau menuruti kehendak masyarakat internasional untuk menghentikan uji
coba senjata nuklirnya. Belum satu tahun, pada Mei 2009 Korea Utara
meluncurkan rudal diatas Jepang yang diklaim sebagai rudal pengecek cuaca
(virgiany,http://witnyvirgiany
.blogspot.com2009/10/
implikasi-
4
perkembangan-senjata-nuklir.html). Peluncuran rudal ini menjadi penyebab
kemarahan dunia internasional terhadap Korea Utara, karena dengan nyata
telah menunjukkan adanya ancaman terhadap perdamaian negara lain. Oleh
karena itu, mereka meminta kepada DK PBB agar Korea Utara dijatuhkan
sanksi berdasarkan Bab VII (Tujuh) dari Piagam PBB yang mengatur
mengenai ancaman terhadap ketentraman dan tindakan untuk melakukan
agresi, maka ditetapkan sanksi embargo kepada Korea Utara. Perwakilan
Energi Atom Internasional melaporkan bahwa uji coba nuklir yang dilakukan
oleh Korea Utara telah mengancam rezim anti pengembangan bahan nuklir
dan juga telah menciptakan konflik keamanan yang cukup serius, tidak hanya
pada kawasan Asia Timur tetapi juga untuk seluruh masyarakat Internasional
(Anonim,http://kanakini.blogspot.com/2011/12/dilematis-nuklir-korea
utara.html).
Saat ini krisis nuklir di Korea Utara sedang ditangani oleh PBB. PBB
merupakan organisasi internasional yang salah satu tujuan utamanya adalah
menciptakan perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan Pasal 1
Piagam PBB 1945 (Huala Adolf, 2004:95). Ada ketentuan yang harus
dipatuhi oleh DK PBB dalam melaksanakan tugasnya agar permasalahan
tidak berkembang menjadi suatu konflik yang semakin serius. Ketentuan
tersebut tercantum dalam Piagam PBB 1945 Bab V, bab VI, dan bab VII.
Dalam Bab V Pasal 24 dijelaskan mengenai fungsi dan kekuasaan dari DK
PBB, dalam Bab VI mengatur mengenai penyelesaian pertikaian secara
damai, dan dalam Bab VII mengatur tindakan-tindakan yang berkaitan
dengan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan. Instrumen hukum
tersebut merupakan acuan dan dasar hukum yang harus dipatuhi dan
dijalankan oleh DK PBB dalam menangani krisis nuklir Korea Utara dan
menyelesaikan sengketa internasional.
5
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis mengadakan
penelitian terhadap peran DK PBB dalam menangani krisis nuklir Korea
Utara dalam skripsi yang berjudul PERANAN DEWAN KEAMANAN
PERSERIKATAN
MENANGANI
BANGSA-BANGSA
KRISIS
NUKLIR
DI
(
DK
KOREA
PBB
)
DALAM
UTARA
YANG
BERDAMPAK TERHADAP STABILITAS KEAMANAN DUNIA
INTERNASIONAL DITINJAU DARI BAB V-VII PIAGAM PBB 1945
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Tindakan apa yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam
menangani krisis nuklir di Korea Utara ?
2. Apakah tindakan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara
sudah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Bab V- VII Piagam
PBB ?
C. Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan oleh penulis agar dapat menyajikan
data akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu menyelesaikan
masalah. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian mempunyai tujuan
obyektif dan tujuan subyektif sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mendeskripsikan tindakan apa yang dilakukan DK PBB terkait
dengan perannya dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara.
b. Untuk mengkaji kesesuaian tindakan DK PBB dalam menangani krisis
nuklir di Korea Utara dengan ketentuan yang tercantum dalam Bab VVII Piagam PBB.
6
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang
hukum internasional khususnya mengenai peran DK PBB dalam
menangani krisis nuklir di Korea Utara yang berdampak terhadap
stabilitas keamanan dunia internasional ditinjau dari Bab V-VII Piagam
PBB.
b. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar S1 dalam
bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini
akan bermanfaat bagi penulis maupun orang lain. Adapun manfaat yang dapat
diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain:
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran dan menambah khasanah pustaka
kajian Hukum Internasional pada umumnya dan Hukum Organsisasi
Internasional pada khususnya.
b. Menambah informasi semua pihak mengenai perkembangan krisis
nuklir di Korea Utara dan peran DK PBB.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
b. Untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah
sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan
ilmu yang diperoleh.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum dimulai dengan melakukan penelusuran bahan hukum
sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan hukum terhadap kasus-kasus
hukum yang konkret. Pada sisi lainnya, penelitian hukum juga merupakan
kegiatan ilmiah untuk memberikan refleksi dan penilaian terhadap keputusan-
7
keputusan hukum yang telah dibuat terhadap kasus-kasus hukum yang pernah
terjadi atau akan terjadi (Johny Ibrahim, 2006:299). Metode penelitian Skripsi
ini adalah :
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.
Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah
untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normatif
dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum
normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukumnya itu sendiri (Johny
Ibrahim, 2006:57). Sebagai konsekuensi pemilihan topik permasalahan
hukum, maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis
normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan
kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif (Johny Ibrahim,
2006:295).
2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif dan terapan (Peter Mahmud Marzuki, 2009:22). Ilmu hukum
yang bersifat preskriptif berarti ilmu hukum mempelajari tujuan hukum,
nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan
norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan
standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam aturan hukum.
Sifat preskriptif dari penelitian ini yaitu penulis mempelajari konsep
hukum mengenai peran DK PBB, kemudian menelaah peran DK PBB
dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara serta kesesuaian tindakan
yang dilakukan DK PBB terhadap Piagam PBB.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan
perundang-undang. Suatu penelitian hukum normatif tentu harus
menggunakan pendekatan perundang-undangan karena yang akan diteliti
adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral
8
suatu penelitian (Johny Ibrahim, 2006:32). Dalam penelitian ini,
pendekatan
perundang-undangan
dilakukan
terhadap
instrumen
internasional yang mengatur peran serta tugas DK PBB.
4. Jenis dan sumber bahan hukum
Dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data (Peter
Mahmud Marzuki, 2009:141), yang ada dalam penelitian hukum adalah
bahan hukum. Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yakni
bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan berdasarkan
hierarkinya. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas
buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh,
jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum,
yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan
topik penelitian. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang
memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, seperti kasus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain
(Johny Ibrahim, 2006:295).
Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a.
Piagam PBB 1945;
b.
Treaty on the Non Proliferation of Nuclear Weapon (NPT);
c.
Resolusi 1695 tentang pelarangan pengiriman barang-barang yang
berkaitan dengan rudal dari Korea Utara;
d.
Resolusi DK PBB 1718 tentang penjatuhan sanksi keuangan dan senjata
terhadap Korea Utara;
e.
Resolusi DK PBB 1874 tentang penjatuhan sanksi kepada Korea Utara.
Bahan hukum sekunder yang akan penulis gunakan dalam penelitian
ini adalah buku-buku tentang Hukum Organisasi Internasional, Hukum
Penyelesaian Sengketa Internasional, Hukum Internasional, Jurnal-jurnal,
Majalah, Pendapat para ahli, yang terangkum dalam makalah-makalah.
9
Bahan hukum tersier yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah Kamus, dan data-data lain yang bersumber dari internet.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah
menggunakan teknik studi pustaka. Pengumpulan bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier diinventarisasi dan
diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum
yang
berhubungan
dengan
masalah
yang
dibahas
dipaparkan,
disistemisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpresentasikan hukum
yang berlaku (Johny Ibrahim, 2006:296).
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis yang digunakan adalah metode penalaran hukum.
Metode penalaran hukum adalah kegiatan penalaran ilmiah terhadap
bahan-bahan hukum yang dianalisis dapat menggunakan penalaran
deduksi, induksi, dan abduksi. Teknis analisis bahan hukum yang
digunakan penulis ini adalah dengan metode deduktif, yaitu cara berpikir
berpangkal pada prinsip-prinsip dasar. Kemudian Penelitian menghadirkan
objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan
terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Cara pengolahan bahan hukum
dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu
permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang
dihadapi (Johny Ibrahim, 2006:393). Penulis menganalisis permasalahan
yang bersifat umum yaitu krisis nuklir Korea Utara, kemudian penulis
menghadirkan objek yang diteliti yakni peran Dewan Keamanan PBB dan
terakhir adalah fakta yang bersifat khusus yakni tindakan Dewan
Keamanan PBB dalam menangani krisis Nuklir Korea Utara serta
kesesuaian tindakan Dewan Keamanan PBB dengan Piagam PBB.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta
untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini,
10
maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang
terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi kedalam sub-sub
bagian yang dimaksud untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi
penulisan hukum ini. Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari
pendahuluan,
tinjauan
pustaka,
pembahasan,
dan
penutup.
Adapun
sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisikan latar belakang permasalahan dari topik dan
permasalahan yang diangkat didalam penulisan hukum, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan
hukum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab tinjauan pustaka penulisan hukum ini, penulis membagi bab
tinjauan pustaka menjadi dua sub-bab yaitu kerangka teori dan kerangka
pemikiran. Kerangka teori terdiri dari teori-teori yang relevan dengan
penelitian hukum ini yaitu : tinjauan umum mengenai Hukum Organisasi
Internasional, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Perserikatan
Bangsa-bangsa, Piagam PBB, Dewan Keamanan PBB, Ketenagaan nuklir.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi uraian mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari
proses penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang dibahas dalam bab ini
yaitu tindakan apa yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam
menangani krisis nuklir di Korea Utara serta kesesuaian tindakan DK PBB
dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara dengan ketentuan yang
tercantum dalam Bab V- VII Piagam PBB.
BAB IV PENUTUP
Berisi uraian mengenai kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan dan
proses meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para
pihak yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Organisasi Internasional
a. Pengertian Organisasi Internasional
Organisasi internasional diperlukan dalam rangka kerjasama
dan mencari kompromi untuk meningkatkan kesejahteraan serta
memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertikaian yang
timbul. Organisasi internasional juga diperlukan dalam menjajagi
sikap bersama dan mengadakan hubungan dengan negara lain. Dapat
dicatat bahwa ciri organisasi internasional yang mencolok ialah
merupakan suatu organisasi yang permanen untuk melanjutkan
fungsinya yang telah ditetapkan. Organisasi itu mempunyai
instrumen dasar (constituent instrument) yang akan memuat prinsipprinsip dan tujuan, struktur maupun cara organisasi itu bekerja.
Organsisasi Internasional adalah suatu organisasi yang dibentuk
dengan perjanjian internasional oleh dua negara atau lebih berisi
fungsi, tujuan, kewenangan, asas, struktur organisasi (Sefriani,
2011:142).
Organisasi internasional dibentuk berdasarkan perjanjian, dan
biasanya agar dapat melindungi kedaulatan negara, organisasi itu
mengadakan
kegiatannya
sesuai
dengan
persetujuan
atau
rekomendasi serta kerjasama, dan bukan semata-mata bahwa
kegiatan itu haruslah dipaksakan atau dilaksanakan (Sumaryo
Suryokusumo, 1990:10). Pada intinya organisasi internasional adalah
sebuah lembaga yang dibentuk berdasar perjanjian dan menjalin
kerjasama antar negara. Organisasi internasional juga berisi fungsi,
tujuan, kewenangan, asas, dan struktur dari organisasi itu sendiri.
Organisasi internasional tidak semata-mata untuk dipaksakan.
12
Adapun pengertian organisasi internasional menurut para ahli,
sebagai berikut
1) Bowet D.W
Tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik internasional
yang dapat diterima secara umum. Pada umumnya organisasi ini
merupakan organisasi permanen yang didirikan berdasarkan
perjanjian internasional yang kebanyakan merupakan perjanjian
multilateral daripada perjanjian bilateral yang disertai beberapa
kriteria tertentu mengenai tujuannya (Ade Maman Suherman,
2003:46).
2) Starke
Starke hanya membandingkan fungsi, hak dan kewajiban serta
wewenang dari lembaga internasional dengan negara yang
modern, starke berpendapat “In the first place, just as the function
of the modern state and the rights, duties and powers of its
instrumentalities are governed by a branch of municipal law
called state constitutional law, so international institution are
similiarly conditioned by a body of rules may will be described as
international constitutional law”(Ade Maman Suherman,
2003:46).
3) Sri Setianingsih Suwardi
Organisasi internasional merupakan wadah negara-negara dalam
menjalankan tugas bersama, baik dalam bentuk kerjasama yang
sifatnya koordinatif maupun subordinatif (Sri Setianingsih
Suwardi, 2004:5).
4) Boer Mauna
Boer Mauna sendiri dalam bukunya ―Hukum Internasional;
pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global‖
membahas mengenai pengertian organisasi internasional menurut
pasal 2(1) Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian internasional,
yang mana dalam pasal itu disebutkan bahwa organisasi
internasional adalah organisasi antar pemerintah. Menurut Boer
Mauna, definisi yang diberikan konvensi ini sangat semnpit
karena hanya membatasi diri pada hubungan antar pemerintah.
Menurutnya, definisi ini mendapat tantangan dari para penganut
definisi yang luas termasuk NGO‘s (Boer Mauna, 2000:419).
5) T. May Rudy
T.May Rudy berpendapat bahwa secara sederhana organisasi
internasional dapat didefinisikan sebagai “Any Cooperative
arrangement instituted among states, usually by a basic
agreement, to perform some mutually advantageous function
13
implemented through periodic meetings and staff activities”.
(Pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga
antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan
dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat
timbal balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan
serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala (T.May Rudy,
2002:93-94).
6) Vik Kanwar
International organizations are usually created by treaties or
other ordinary means of international law-making, but at times
they also gain autonomy in their ability to interpret, make, and
over-rule existing international law. (Organisasi-organisasi
internasional biasanya dibuat oleh perjanjian biasa atau
undang-undang internasional yang dibuat secara biasa, tetapi pada
waktu mereka juga mendapatkan otonomi mereka di kemampuan
mereka untuk menafsirkan, membuat, dan lebih-aturan hukum
internasional yang ada) (Vik Kanwar, 2009:171)
7) Chistiane Ahlborn
An international organization is the result of the freedom of
contract of States, which allows them to create new legal persons.
It is therefore not only the international agreement perse that
defines an international organization, but also the fact that it is
created by States or othersubjects of international law, more
broadly speaking. (Sebuah organisasi internasional adalah hasil
dari kebebasan berkontrak Negara, yang memungkinkan mereka
untuk menciptakan badan hukum baru. Oleh karena itu tidak
hanya perjanjian internasional yang menetapkan organisasi
internasional, tetapi juga fakta bahwa itu dibuat oleh Negara atau
subyek hukum internasional, yang lebih luas berbicara) (Christine
Ahlborn, 2011:10).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa organisasi
internasional ialah lembaga yang terdiri dari beberapa negara yang
dibentuk dengan akta konstitutif dan sudah ditentukan segala hal
yang terkait termasuk prinsip, dasar hukum, tujuan, dsb dalam
anggaran dasar.
b. Wewenang organisasi internasional
Penentuan wewenang organisasi internasional merupakan campuran
pengaturan hukum internasional dengan akta konstitutif. Pada
dasarnya wewenang organisasi internasional dapat diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu (Boer Mauna, 2000:440-444):
14
1) Wewenang Implisit
Kewenangan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu walau tidak
secara terang-terangan disebut dalam akta konstitutif, misalnya
dengan mengijinkan organ-organ tertentu membentuk organorgan subsider yang dianggap perlu dalam pelaksanaan fungsinya.
2) Wewenang Normatif
Kewenangan yang dimiliki oleh organisasi internasional untuk
membuat norma-norma seperti ketentuan hukum atau keuangan.
3) Wewenang Operasional
Kewenangan yang dimiliki organisasi internasional di luar
wewenang normatif, seperti misalnya bantuan keuangan, bantuan
ekonomi, bantuan militer, dan lain sebagainya.
4) Wewenang Pengawasan
Kewenangan yang dimiliki organisasi internasional untuk
mengawasi
anggota-anggotanya
yang
tidak
melaksanakan
kewajiban-kewajiban yang telah disepakati sebelumnya.
5) Wewenang Sanksi
Kewenangan yang dimiliki organisasi internasional untuk
memberikan sanksi atas setiap pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh anggotanya. Tata cara pemberian dan jenis sanksi
ini diatur dalam masing-masing akte konstitutif organisasi
internasional.
c. Prinsip-prinsip yang dianut dalam organisasi internasional.
Agar diakui statusnya di dalam hukum internasional,
organisasi internasional harus memenuhi 3 syarat, yaitu(Sumaryo
Suryokusumo, 1997:131):
1) Adanya persetujuan internasional seperti instrumen pokok itu
akan membuat prinsip-prinsip dan tujuan maupun cara organisasi
itu bekerja;
2) Organisasi internasional haruslah mempunyai paling tidak satu
badan;
3) Organisasi internasional haruslah dibentuk di bawah hukum
internasional. Persetujuan internasional biasanya dilaksanakan di
15
bawah hukum internasional sesuai ketentuan-ketentuan dalam
hukum perjanjian.
Di dalam praktik, prinsip keanggotaan suatu organisasi
internasional tergantung pada maksud dan tujuan organisasi, fungsi
yang akan dilaksanakan dan perkembangan apakah yang diharapkan
dari organisasi internasional tersebut.
Prinsip
universalitas
keanggotaan
dan
terbatas
dapat
dibedakan
(selective).
antara
Prinsip
prinsip
keanggotaan
universalitas tidak membedakan sistem pemerintahan, ekonomi
ataupun politik yang dianut oleh negara anggota. Sedangkan dalam
prinsip terbatas (selective) menekankan syarat-syarat tertentu bagi
keanggotaan. Syarat tersebut adalah sebagai berikut (Sri Setianingsih
Suwardi, 2004:46-47):
1) Keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan letak geografis.
2) Keanggotaan yang didasarkan pada kepentingan yang akan
dicapai.
3) Keanggotaan yang didasarkan pada sistem pemerintahan tertentu
atau pada sistem ekonomi.
4) Keanggotaan yang didasarkan pada persamaan kebudayaan,
agama, etnis, dan pengalaman sejarah.
5) Keanggotaan yang didasarkan pada penerapan hak-hak asasi
manusia.
d. Klasifikasi Organisasi Internasional
Ada berbagai macam pendapat para ahli mengenai klasifikasi
organisasi internasional, diantaranya yaitu pendapat dari (Ade
Maman Suherman, 2003:54) :
1) Schemers
Beliau memberikan klasifikasi Organiasi Internasional sebagai
berikut :
a) Organiasi Internasional publik: sebuah organisasi yang
didirikan berdasarkan perjanjian antar negara, dengan syarat
bahwa organisasi tersebut harus didirikan berdasarkan
Hukum Internasional;
b) Organisasi Privat Internasional: Organisasi ini didirikan
berdasarkan hukum internasional privat yang dalam hal ini
sudah masuk dalan yurisdiksi hukum nasional yang
membidangi masalah privat da tunduk pada hukum nasional
suatu negara;
16
c) Organisasi yang berkarakter universal: Organisasi ini
berkarakteristik universalitas, ultimate necessity dan
heteroginity;
d) Organisasi Internasional tertutup: bahwa persekutuan tidak
akan menerima keanggotaan selain dari grupnya atau
komunitasnya secara terbatas;
e) Organisasi Antar Pemerintah: Schemers membatasi pada
organisasi antar pemerintah terbatas pada organ tertentu,
yakni eksekutif;
f) Organisasi Supranasional: merupakan organisasi kerjasama
baik dalam bidang legislasi, yudikasi, dan eksekutif bahkan
sampai pada level warga negara;
g) Organisasi Fungsional: sering disebut dengan organisasi
teknis yang memiliki kekhususan dalam bidang fungsi
spesifik dari suatu organisasi;
h) Organisasi Umum; sering disebut dengan political
organization.
2) Bowet
Beliau mengklasifikasikan Organisasi Internasional berdasarkan:
a) Fungsi; organisasi politik, organisasi administrasi,
organisasi-organisasi yang mempunyai kompetensi luas dan
organisasi-organisasi yang mempunyia kompetensi terbatas;
b) Sifat: global dan regional;
c) Perjanjian: antar negara dan antar pemerintah dan non
pemerintah;
d) Kewenangan: memepunyai kewenangan supranasional dan
tidak mempunyai kewenangan supranasional.
3) Sri Setianingsih Suwardi
Sri Setianingsih menyatakan bahwa organisasi internasional
dapat diklasifikasikan menurut beberapa cara sesuai dengan
kebutuhan atau menurut cara peninjauan organisasi tersebut, yaitu
sebagai berikut (Sri Setianingsih Suwardi, 2004:21):
a) Klasifikasi yang didasarkan antara organisasi internasional
permanen dan tidak permanen;
b) Klasifikasi didasarkan pada organisasi internasional publik
dan privat;
c) Klasifikasi yang didasarkan pada keanggotaannya,
organisasi universal, dan organisasi tertutup;
d) Organisasi internasional yang didasarkan pada sifat
organisasi, yaitu supransasional;
e) Klasifikasi yang didasarkan pada fungsinya.
17
e. Pendirian Organisasi internasional
Suatu Prasyarat untuk berdirinya suatu organisasi internasional
adalah adanya keinginan untuk bekerjasama yang jelas-jelas
kerjasama internasional tersebut akan bermanfaat dalam bidangnya
dengan syarat organisasi tidak melanggar kekuasaan dan kedaulatan
negara suatu anggota (Ade Maman Suherman, 2003:61). Suatu
organisasi
internasional
baru
ada
bila
negara-negara
menghendakinya dan kehendak tersebut dirumuskan dalam suatu
perjanjian internasional. Bila negara sepakat untuk mendirikan suatu
organisasi internasional maka kesepakatan tersebut dirumuskan
dalam suatu instrumen yuridik.
Instrumen
dinamakan
Mauna,
akta
konstitutif(Boer
yuridik tersebut
2000:423).
Dapat
dipastikan suatu organisasi internasioanl mempunyai anggaran dasar
atau akta konstitutif sebagai landasan bekerjanya organisasi
internasional tersebut (Sri Setianingsih Suwardi, 2004:183).
Akta
konstitutif
dapat
berasal
dari
suatu
perjanjian
internasional yang baru atau perjanjian internasional yang merubah
perjanjian sebelumnya dengan sekaligus merubah personalitas
yuridiknya. Dalam hal kedua, prosedur yang dipakai adalah prosedur
revisi yang tercantum dalam perjanjian sebelumnya. Dalam hal
pertama, prosedur pembuatan adalah prosedur yang biasanya berlaku
bagi pembuatan perjanjian-perjanjian multilateral dalam kerangka
suatu konferensi internasional (Boer Mauna, 2000:424).
Ade
Maman
Suherman
memberikan
rincian
tentang
persyaratan organisasi sebagai berikut (Ade Maman Suherman,
2003:62) :
1) Dibuat oleh negara sebagai para pihak;
2) Berdasarkan perjanjian tertulis dalam satu, dua, atau lebih
instrumen;
3) Untuk tujuan tertentu;
4) Dilengkapi dengan organ;
18
5) Berdasarkan Hukum Internasional.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa suatu prasyarat
untuk berdirinya suatu organisasi internasional adalah adanya
keinginan untuk bekerjasama dari masing masing negara. Bila
negara sepakat untuk mendirikan suatu organisasi internasional maka
kesepakatan tersebut dirumuskan dalam suatu instrumen yuridik
yang disebut akta konstitutif. Akta konstitutif dapat berasal dari
suatu perjanjian internasional yang baru atau perjanjian internasional
yang merubah perjanjian sebelumnya.
2. Tinjauan Umum Tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa
a. Sejarah berdirinya PBB
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan organisasi
internasional
yang paling besar selama ini dalam sejarah
pertumbuhan kerjasama semua bangsa di dunia di dalam berbagai
sektor kehidupan internasional. Organisasi ini telah meletakkan
kerangka konstitusionalnya melalui suatu instrumen pokok berupa
piagam dengan tekad semua anggotanya untuk menghindari
terulangnya ancaman perang dunia yang pernah terjadi dua kali.
Disamping itu Piagam PBB juga telah meletakkan tujuan dan prinsip
yang mulia dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan
internasional, meningkatkan hubungan bersahabat dan mencapai
kerjasama
internasional
disemua
bidang,
termasuk
adanya
kewajiban-kewajiban internasional semua negara untuk (Sumaryo
Suryokusumo, 1987:1) :
1) Menghormati persamaan kedaulatan bagi semua bangsa;
2) Tidak
menggunakan
ancaman
atau
kekerasan
terhadap
kemerdekaan, kedaulatan, dan keutuhan wilayah suatu negara;
3) tidak mencampuri urusan dalam negeri suatu negara;
4) Berusaha menyelesaikan pertikaian antar negara secara damai
19
The United Nations is an international organization founded in
1945 after the Second World War by 51 countries committed to
maintaining international peace and security, developing friendly
relations among nations and promoting social progress, better living
standards
and
human
rights
(http://www.un.org/en/aboutun/
index.shtml), artinya bahwa PBB adalah sebuah organisasi
internasional yang di dirikan pada tahun 1945 setelah Perang Dunia
II oleh 51 negara yang berkomitmen untuk memelihara perdamaian
dan
keamanan
internasional,
mengembangkan
hubungan
persahabatan antar bangsa dan mempromosikan kemajuan sosial,
standar hidup yang lebih baik dan hak asasi manusia. Peran dari PBB
memang kompleks, hal ini terlihat dari banyaknya fungsi PBB.
Organisasi internasional seperti PBB dikategorikan sebagai
organisasi yang memiliki peranan amat kompleks karena memiliki
fungsi sebagai berikut (Mandalangi, 1986:56):
1) Berfungsi sebagai Yudisial, artinya bahwa PBB menjalankan
fungsi yudisial melalui badan prinsipalnya yang terkenal yaitu
the international Court of justice (ICJ), demikian pula melalui
the Administrative tribunal of the ILO yang dibentuk
berdasarkan Pasal 37 Konstitusi ILO serta melalui suatu badan
kuasi-yudisial seperti the committee on freedom of Association
yang bertindak sewaktu-waktu atas nama governing Body dari
ILO;
2) Berfungsi sebagai legislatif atau administratif, dikatakan
demikian karena PBB menjalankan fungsi legislatif atau
administratif melalui resolusi-resolusi dan keputusan-keputusan
yang diambil dalam sidang majelis umum; demikian pula
melalui keputusan dan berbagai peraturan yang dibuat oleh
Dewan Ekonomi Sosial (the economic and social council),
melalui beraneka ragam konvensi (conventions), regulations dan
20
procedures yang dihasilkan dalam Internasional Labour
Organization (ILO) dan lain-lain;
3) Berfungsi sebagai eksekutif atau politik, dikatakan demikian
karena melalui badan-badan prinsipalnya (principal organs)
seperti Majelis Umum (General Assembly) dan Dewan
Keamanan
(Security
Council)
dalam
arti
memelihara
perdamaian dan keamanan internasional, melalui ―related
agency‖
yang
bukan
badan-badan
khusus
seperti
the
international atomic energy agency (IAEA), bahkan seterusnya
melalui ‗pasukan darurat PBB (United Nations Emergency
Force) yang pernah bertugas misalnya di Korea, Congo, Cyprus,
Timur Tengah dan sebagainya.
Berdirinya PBB diawali dengan kegagalan Liga BangsaBangsa mencegah Perang Dunia Ke-2. Kegagalan tersebut
mendorong negara-negara sekutu pada tahun 1941 membentuk suatu
organisasi publik negara-negara untuk mencapai suatu sistem
kolektif yang dapat melindungi masyarakat internasional dari
bencana perang. Organisasi tersebut diberi nama ―The United
Nations‖ dan pada tahun 1943 Deklarasi Moskow mengakui
perlunya mendirikan suatu organisasi internasional publik yang
dapat bekerja dalam waktu segera, yang didasarkan atas prinsip
persamaan kedaulatan dari seluruh negara cinta damai, besar maupun
kecil, untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Formulasi rencana pasti bagi PBB diperbaharui dalam beberapa
tahap, di Teheran tahun 1943, di Dumbarton Oaks tahun 1944, di
Yalta tahun 1945 dan akhirnya dalam Konferensi San Fransisco
tanggal 25 April sampai 26 Juni tahun 1945 dimana 50 negara
dengan dasar proposal Dumbarton Oaks yang dipersiapkan oleh
empat negara sponsor bersama-sama menyusun Charter of The
United Nations/Piagam PBB (Bowett, 1995:30). Piagam tersebut
21
dirancang atas usul oleh wakil-wakil dari Tiongkok, Perancis, Uni
Sovyet, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.
Dengan berdirinya PBB, maka muncul satu kerangka kerja
untuk kerjasama internasional dalam satu skala yang belum pernah
ada sebelumnya dalam sejarah. Lima dasawarsa kemudian
keanggotaan organisasi dunia tersebut telah menjadi tiga kali lipat.
Untuk merayakan berdirinya PBB pada tahun 1945, hari PBB
diperingati setiap tahun pada tanggal 24 Oktober, ketika piagam
PBB telah diratifikasi oleh Tiongkok, Perancis, Uni Sovyet, Inggris
Raya, Amerika Serikat dan negara-negara penting lainnya.
b. Dasar dan tujuan PBB
Tujuan utama PBB ada 4 yaitu;
1) To keep peace throughout the world (Untuk menjaga perdamaian
di seluruh dunia);
2) To
develop
friendly
relations
among
nations
(Untuk
mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa);
3) To help nations work together to improve the lives of poor people,
to conquer hunger, disease and illiteracy, and to encourage
respect for each other’s rights and freedoms(Untuk membantu
negara-negara bekerja sama untuk meningkatkan kehidupan
orang-orang miskin, untuk menaklukkan kelaparan, penyakit dan
buta huruf, dan untuk mendorong rasa hormat terhadap hak-hak
masing-masing dan kebebasan);
4) To be a centre for harmonizing the actions of nations to achieve
these goals (Untuk menjadi pusat untuk harmonisasi tindakan
negara-negara
untuk
mencapai
tujuan
bersama)
(http://www.un.org/en/ aboutun/index.shtml).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peran dan tujuan
utama PBB adalah pada dasarnya menjadi organisasi internasional
yang bertujuan untuk kepentingan damai dan menjadi tempat untuk
membangun kerjasama baik antar negara. Tujuan lainnya adalah
22
membantu negara yang sedang berkembang untuk membangun
dibidang ekonomi,sosial,dan budaya.
Dasar dan tujuan PBB juga dipertegas dalam Pasal 1 Piagam
PBB, yaitu:
1) Memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan untuk
tujuan itu diadakan tindakan-tindakan bersama yang tepat untuk
mencegah dan melenyapkan ancaman-ancaman bagi perdamaian,
dan meniadakan tindakan-tindakan penyerangan ataupun tindakan
lainnya yang mengganggu perdamian, menyelesaikan sengketa
dengan jalan damai, dan sesuai dengan asas-asas keadilan dan
hukum internasional, mengatur atau menyelesaikan pertikaianpertikaian internasional atau keadaan-keadaan yang dapat
mengganggu perdamaian;
2) Memajukan hubungan persahabatan antara bangsa-bangsa
berdasarkan penghargaan atas asas-asas persamaan hak dan hak
bangsa-bangsa untuk menentukan nasib sendiri dan mengambil
tindakan-tindakan lain yang tepat untuk memperteguh perdamaian
dunia;
3) Mewujudkan kerjasama internasional dalam memecahkan
persoalan-persoalan internasional di lapangan ekonomi, sosial,
kebudayaan, atau yang bersifat kemanusiaan, dan berusaha serta
menganjurkan adanya penghargaan terhadap hak-hak manusia
dan kebebasan-kebebasan dasar bagi semua umat manusia tanpa
membedakan bangsa, jenis, bahasa, atau agama; dan
4) Menjadi pusat bagi menyelaraskan segala tindakan-tindakan
bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan bersama tersebut.
c. Prinsip-Prinsip PBB dalam pemeliharaan perdamaian
Berkaitan dengan usaha-usaha pemeliharaan perdamaian dan
keamanan internasional, PBB telah meletakkan lima prinsip dalam
Piagamnya, meliputi (Sumaryo Suryokusumo, 1987:8)
1) Prinsip menyelesaikan perselisihan internasional secara damai
Pasal 2 ayat 3 jo Bab VI dan Bab IV Piagam PBB
memberikan ketentuan-ketentuan mengenai langkah-langkah apa
yang harus diikuti oleh negara, baik sebagai negara anggota PBB
maupun bukan negara anggota PBB apabila terlibat di dalam
suatu perselisihan. Apabila perselisihan itu sedemikian rupa tidak
dapat diselesaikan, maka pihak yang bersengketa atau setiap
23
anggota PBB ataupun Sekjen PBB dapat membawa masalahnya
kepada DK atau Majelis Umum PBB.
2) Prinsip untuk tidak menggunakan ancaman atau kekerasan
Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB meletakkan salah satu prinsip
dasar PBB. Sebagai organisasi yang dibentuk untuk memelihara
perdamaian dan keamanan internasional, keberhasilan PBB
sangat tergantung dari sejauh mana para anggotanya menjunjung
tinggi prinsip dasar tersebut dan sejauh mana pula badanbadannya berfungsi secara efektif dalam memikul tangung jawab
untuk untuk mencapai tujuan itu.
3) Prinsip mengenai tanggung jawab untuk menentukan adanya
ancaman
Pasal 39 Piagam PBB, dalam pengenaan sanksi-sanksi lebih
selektif dan lebih bersifat politis, di mana Piagam menempatkan
DK sebagai suatu badan politik. Ini tercermin di dalam tanggung
jawabnya dalam menentukan, apakah sesuatu keadaan merupakan
ancaman bagi perdamaian, pelanggaran perdamaian atau memang
agresi, di mana DK akan menentukan langkah-langkah yang akan
diambilnya.
4) Prinsip mengenai pengaturan persenjataan
Salah satu tanggung jawab yang diletakkan oleh piagam
adalah bagaimana merumuskan rencana membuat suatu sistem
untuk mengatur persenjataan yang dapat dipertimbangkan oleh
para anggota PBB, dengan Komisi Staf Militer dalam rangka
pemeliharaan perdamaain. Masalah persenjataan diangggap oleh
penyusun piagam sebagai salah satu pendekatan subsider untuk
pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, hal ini
diatur dalam pasal 26 Piagam PBB.
24
5) Prinsip umum mengenai kerjasama di bidang pemeliharaan dan
kerjasama internasional
Bagian pokok dari kegiatan keseluruhan PBB di bidang
perdamaian dan keamanan telah menimbulkan pengembangan
terhadap prinsip-prinsip umum, aturan dan tata cara, hal ini diatur
dalam pasal 11 ayat 1 Piagam PBB. Kegiatan tersebut merupakan
tanggung jawab khusus dan sumbangan Majelis Umum PBB,
yang menurut ketentuan piagam merupakan badan yang diberikan
tanggung
jawab
untuk
menangani
prinsip-prinsip
umum
mengenai kerjasama di bidang pemeliharaan dan perdamaian
internasional, meningkatkan kerjasama internasional di bidang
politik,
dan
mendorong
perkembangan
kemajuan
hukum
internasional beserta kodifikasinya.
Dari kelima prinsip PBB dalam pemeliharaan damai tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa PBB lebih mengutamakan jalan
damai dalam penyelesaian suatu sengketa atau masalah. Prinsip yang
terlihat dalam upaya menjaga perdamaian adalah pada prinsip
menyelesaikan perselisihan internasional secara damai dan prinsip
untuk tidak menggunakan ancaman atau kekerasan.
3. Tinjauan Umum tentang Piagam PBB
Sebagaimana diketahui Piagam PBB lahir berdasarkan Konferensi
San Francisco yang ditandatangani pada tanggal 26 Juni 1945. Dan
baru secara resmi dinyatakan berlaku pada tanggal 24 Oktober 1945,
setelah diratifikasi oleh negara-negara peserta konferensi tersebut.
Ratifikasi adalah persetujuan dari dewan legislatif, karena setiap
perjanjian internasional tidak begitu saja berlaku setelah ditandatangani
negara peserta, tetapi juga membutuhkan persetujuan dari dewan
legislatif negara yang bersangkutan (Anonim.http://www.ut.ac.id/
html/suplemen/ppkn4419/_private/Piagam%20PBB.htm).Dalam sejarah
25
kelahiran PBB ini, Konferensi San Francisco bukan merupakan satusatunya peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Piagam PBB.
a. Peristiwa penting yang melatarbelakangi lahirnya Piagam PBB
antara lain :
1) Piagam Atlantik (Atlantic Charter) yang ditandatangani pada
tanggal 14 Maret 1941. Ini dari isi piagam ini adalah hak setiap
bangsa untuk menentukan nasibnya sendiir (right of self
determination) serta penolakan dan pencegahan terhadap segala
macam cara kekerasan bagi penyelesaian suatu sengketa atau
pertikaian internasional;
2) United Nations Declaration yang ditandatangani pada tanggal 1
Januari 1945 di Washington DC oleh 26 negara peserta. Isi
Deklarasi ini pada intinya menyokong prinsip yang terdapat pada
Atlantic Charter;
3) Konferensi Moskow, yang diadakan pada tanggal 19 sampai
dengan 30 Oktober 1943. Konferensi ini membicarakan masalah
peperangan, masalah Polandia dan masalah kerja sama setelah
perang, juga membicarakan tentang organisasi dunia untuk
perdamaian;
4) Konferensi Yalta, pada tanggal 4 sampai dengan 11 Pebruari
1945. Konferensi ini menyetujui untuk mengadakan pembicaraan
lebih lanjut tentang masalah pembentuk organisasi perdamaian
dunia (PBB) yang rencananya akan diadakan di Amerika pada
bulan April 1945;
5) Konferensi San Francisco, diadakan pada tanggal 25 April 1945
sampai dengan 26 Juni 1945, menghasilkan piagam PBB
(Anonim.http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ppkn4419/_private/P
iagam%20PBB.htm).
Piagam PBB ini memuat beberapa ketetapan mengenai hak-hak
asasi manusia. Mukadimah Piagam tersebut berisi suatu tekad rakyat
PBB untuk menyatakan kembali keyakinan pada hak asasi manusia,
26
pada martabat dan nilai manusia, pada persamaan hak antara pria dan
wanita, dan antara negara besar dan negara kecil. Pasal 1 (3) dalam
Piagam ini mencantumkan bahwa salah satu tujuan PBB adalah
menggalakkan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi
manusia dan kebebasan asasi bagi semua orang tanpa membedakan
jenis kelamin, ras bahasa atau agama (Anonim.http://www.ut.ac.id/
html/suplemen/ppkn4419/_private/Piagam%20PBB.htm).
b. Isi dalam Mukadimah Piagam PBB berisi antara lain (Sri
Setianingsih Suwardi, 2004:265):
1) Bertekad meyelamatkan generasi yang akan datang dari
kesengsaraan yang disebabkan perang;
2) Memperteguh kepercayaan pada hak-hak asasi manusia, pada
harkat dan derajat manusia, persamaan hak bagi pria maupun
wanita dan bagi segala bangsa besar maupun kecil;
3) Menegakkan keadaan di mana keadilan dan penghormatan
terhadap kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjianperjanjian dan lain-lain sumber hukum internasional dapat
terpelihara;
4) Meningkatkan
kemajuan
sosial
dan
memperbaiki
tingkat
kehidupan dalam alam kebebasan yang luas.
Jadi Piagam PBB adalah dasar hukum bagi PBB, Piagam PBB
merupakan akta konstitutif yang di ratifikasi oleh para anggotanya.
Ratifikasi adalah persetujuan dari dewan legislatif. Piagam PBB ini
memuat beberapa ketetapan mengenai hak-hak asasi manusia.
c. Kekuatan mengikat Piagam PBB dalam hukum internasional
Piagam PBB ini merupakan traktat multilateral, yakni
penuangan kesadaran masyarakat internasional dalam memelihara
perdamaian dan keamanan kolektif, maka Piagam ini secara hukum
menciptakan kewajiban yang mengikat bagi semua negara anggota
PBB. Piagam PBB merupakan perjanjian yang mempunyai
27
pengecualian, yakni perjanjian yang dapat mempunyai akibat pada
negara ketiga tanpa persetujuan negara ketiga. Pengecualian ini
terdapat dalam Pasal 2 (6) Piagam PBB yang antara lain menyatakan
bahwa Organisasi ini harus memastikan bahwa negara-negara bukan
anggota PBB bertindak sesuai dengan asas PBB sejauh mungkin bila
dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional. Jadi,
negara bukan anggota PBB sepanjang mengenai perdamaian dan
keamanan internasional harus bertindak sesuai dengan asas dari
Piagam (Boer Mauna, 2000:144-145).
Implikasi dari perjanjian multilateral adalah timbulnya
kewajiban yang dibebankan kepada negara-negara, baik sebagai
peserta maupun bukan. Kewajiban yang dikenakan terhadap negaranegara peserta merupakan kewajiban yang dikenakan terhadap
negara-negara
peserta
merupakan
kewajiban
yang mengikat
sebagaimana yang dimiliki oleh suatu negara peserta terhadap traktat
biasa. Sedangkan terhadap negara non-peserta traktat multilateral
mengikat selama ketentuan-ketentuan yang ada mencerminkan
hukum kebiasaan. Jadi, kewajiban yang muncul adalah disebabkan
karena norma atau kewajiban tersebut berasal dari hukum yang
sebelumnya terdapat dalam kebiasaan yang kemudian dimodifikasi
dalam traktat multilateral (Jawahir Tontowi dan Pranoto Iskandar,
2006:60-61).
4. Tinjauan Umum tentang Dewan Keamanan PBB (DK PBB)
Dewan
Keamanan
PBB
adalah
badan
pelaksana
yang
bertanggung jawab atas keamanan dan perdamaian dunia. Dewan
Keamanan PBB juga mempunyai tanggung jawab untuk menentukan
apakah suatu keadaan tertentu merupakan ancaman bagi perdamaian,
pelanggaran terhadap perdamaian atau adanya agresi.
Anggota DK semula terdiri dari atas lima anggota tetap
(Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, Cina) dan enam anggota
28
tidak tetap. Anggota tak tetap dipilih oleh Majelis Umum. Dengan
amandemen yang mulai berlaku 31 Agustus tahun 1965, jumlah
anggota DK diubah menjadi lima anggota tetap (Amerika Serikat, Uni
Sovyet, Inggris, Perancis, Cina) dan sepuluh anggota tidak tetap. Jadi,
sampai sekarang jumlah anggota DK seluruhnya ada 15 negara.
Kewenangan Dewan Keamanan
1) to maintain international peace and security in accordance with
the principles and purposes of the United Nations (untuk
memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai
dengan prinsip-prinsip dan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa);
2) to investigate any dispute or situation which mightlead to
international friction (untuk menyelidiki setiap sengketa atau
gesekan internasional);
3) to recommend methods of adjusting such disputes or the terms
of settlement (untuk merekomendasikan metode penyelesaian
perselisihan sesuai ketentuan);
4) to formulate plans for the establishment of a system to regulate
armaments (untuk merumuskan rencana untuk pembentukan
suatu sistem yang mengatur persenjataan);
5) to determine the existence of a threat to the peace or act of
aggression and to recommend what action should be taken
(untuk menentukan adanya ancaman terhadap perdamaian atau
tindakan agresi dan merekomendasikan tindakan apa yang harus
diambil);
6) to call on Members to apply economic sanctions and other
measures not involving the use of force to prevent or stop
aggression (memanggil anggota untuk menerapkan sanksi
ekonomi dan tindakan lain yang tidak melibatkan penggunaan
kekuatan untuk mencegah atau menghentikan agresi);
7) to take military action against an aggressor (untuk mengambil
tindakan militer terhadap agresor);
29
8) to recommend the admission of new Members (untuk
merekomendasikan penerimaan Anggota baru);
9) to exercise the trusteeship functions of the United Nations in
"strategic areas" (untuk melaksanakan fungsi amanah tersebut
Perserikatan Bangsa-Bangsa di "daerah strategis");
10) to recommend to the GeneralAssembly the appointment of the
Secretary-General and, together with the Assembly, to elect the
Judges
of
the
International
Court
of
Justice
(untuk
merekomendasikan kepada majelis Umum untuk pengangkatan
Sekretaris Jenderal dan, bersama-sama dengan Majelis, untuk
memilih Hakim Mahkamah Internasional).
(UN, http://www.un.org/Docs/sc/unsc_functions.html)
a. Hak istimewa
Anggota tetap DK mempunyai hak istimewa, yaitu hak veto
(hak menolak/membatalkan keputusan). Dalam sidang dewan
kemanan berlaku ketentuan bahwa setiap anggota mempunyai satu
suara. Keputusan diambil berdasarkan sekurang-kurangnya sembilan
suara setuju dari 15 anggota. Untuk keputusan-keputusan yang
penting berlaku pula ketentuan seperti tersebut di atas dengan catatan
bahwa dari sembilan suara termasuk suara setuju kelima anggota
tetap. Kalau salah satu dari kelima anggota tetap tidak setuju, maka
keputusan tiak dapat dibuat. Hak kelima anggota tetap tersebut
disebut hak veto. Bila salah satu anggota tetap bersikap abstain atau
tidak memberikan suara, berarti tidak mendukung tetapi juga tidak
menghalangi pelaksanaan keputusan DK dengan hak vetonya (Safril
Djamain, 1993: 18).
b. Sanksi Dewan Keamanan
Sesuai dengan Bab VII piagam maka sanksi DK dikenakan
kepada negara anggotanya dalam 3 hal : jika negara itu mengadakan
tindakan yang dapat mengancam perdamaian, melanggar perdamaian
atau melakukan suatu agresi terhadap negara lainnya. Tindakan yang
30
dilaksanaan dalam rangka pasal 34 untuk menyelesaikan sengketa
antar negara adalah tidak diikat dengan sanksi. Sedangkan tindakan
DK atas dasar VII dikenakan kepada negara yang melanggar prinsipprinsip PBB yang langsung dapat mengancam perdamian dan jika
tidaak dipatuhi dapat dikenakan sanksi ekonomi yang kemudian
dapat diikuti dengan sanksi militer.
Sanksi ekonomi dilakukan tanpa menggunakan kekerasan
militer yang tujuannya agar keputusan-keputusan dapat dipatuhi. DK
dapat menyerukan kepada segenap anggota PBB untuk menentukan
langkah-langkah yang menurut Pasal 41 Piagam PBB dirinci yaitu
pemutusan hubungan ekonomi, komunikasi udara, laut, kereta api,
radio, dan komunikasi lainnya yang dapat dilakukan baik sebagian
maupun sekuruhnya serta untuk memutuskan hubungan diplomatik.
Tujuan sanksi ekonomi tersebut adalah agar negara yang tidak
mentaati keputusan DK itu tidak lagi dapat memperoleh kebutuhankebutuhan strategis sehingga negara itu tidak dapat berbuat apa-apa
selain
untuk mentaati keputusan DK. Sedangkan sanksi militer
menurut pasal 42 yaitu DK dapat mengadakan tindakan militer
melalui udara, laut, darat, mengadakan demonstrasi-demonstrasi,
blokade.
c. Prosedur Pemungutan Suara
Prosedur pemungutan suara dikemukakan dalam pasal 27
Piagam PBB, yaitu :
1) Setiap anggota DK memiliki satu suara.
2) Keputusan-keputasan DK mengenai masalah-masalah prosedural
harus ditetapkan dengan suara setuju dari 9 anggota.
3) Keputusan DK mengenai hal lainnya diputuskan dengan melalui
suara setuju dari anggota termasuk suara bulat dari anggotaanggota tetap dengan ketentuan bahwa, dalam keputusankeputusan berdasarkan Bab VI, dan menurut ayat 3 Pasal 52
pihak yang bersengketa tidak diperkenankan memberikan suara.
Keputusan DK PBB mempunyai kekuatan mengikat secara
hukum (legally binding) berdasarkan Pasal 25 Piagam PBB, adapun
bunyi Pasal tersebut adalah, ―Anggota-anggota Perserikatan Bangsa-
31
Bangsa menyetujui untuk menerima dan menjalankan keputusankeputusan Dewan Keamanan sesuai dengan Piagam ini‖. Keputusan
DK PBB mempunyai dampak bagi suatu negara yang terlibat konflik
atau sengketa untuk mematuhi dan melaksanakannya sehingga bagi
negara yang melanggar akan dikenakan sanksi sebagaimana yang
telah diatur dalam Piagam PBB (Elfia Farida, 2004:131).
5. Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian sengketa Internasional
a. Pengertian Sengketa Internasional
Istilah sengketa-sengketa internasional (international disputes)
mencakup bukan saja sengketa-sengketa antara negara-negara,
melainkan juga kasus-kasus lain yang berada dalam lingkup
pengaturan internasional, yakni beberapa kategori sengketa tertentu
antara negara di satu pihak dan individu, badan-badan korporasi
serta badan-badan bukan negara di pihak lain. Sengketa internasional
memungkinkan terjadi bukan hanya negara dengan negara, tetapi
bisa dengan antar subyek hukum internasional lainnya.
Sengketa internasional adalah sengketa yang bukan secara
eksklusif merupakan urusan dalam negeri suatu negara. Sengketa
internasional juga tidak hanya eksklusif menyangkut hubungan
antarnegara saja mengingat subyek-subyek hukum internasional saat
ini sudah mengalami perluasan sedemikian rupa melibatkan banyak
aktor non negara (Sefriani, 2011:322). Perluasan dalam hal subyek
hukum internasional akan menambah kompleksitas dalam sengketa
internasional.
Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional
adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang
bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajibankewajiban yang terdapat dalam perjanjian (Huala Adolf, 2004: 2).
Sengketa antar negara merupakan sengketa yang tidak dapat
32
mempengaruhi kehidupan internasional dan dapat pula merupakan
sengketa yang mengancam perdamaian dan ketertiban internasional.
b. Macam-macam sengketa internasional
Sengketa internasional ada dua macam, diantaranya :
1) Sengketa politik
Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara
mendasarkan tuntutan
tidak atas
pertimbangan
yurisdiksi
melainkan atas dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa
yang tidak bersifat hukum ini penyelesaiannya secara politik.
Keputusan yang diambil dalam penyelesaian politik hanya
berbentuk
usul-usul
yang
tidak
mengikat
negara
yang
bersengketa. Usul tersebut tetap mengutamakan kedaulatan
negara yang bersengketa dan tidak harus mendasarkan pada
ketentuan hukum yang diambil.
2) Sengketa hukum
Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara
mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh
hukum
internasional.
Keputusan
yang
diambil
dalam
penyelesaian sengketa secara hukum punya sifat yang memaksa
kedaulatan negara yang bersengketa. Hal ini disebabkan
keputusan yang diambil hanya berdasarkan atas prinsip-prinsip
hukum internasional.
c. Macam-macam penyelesaian sengketa internasional
Secara garis besar penyelesaian sengketa menurut hukum
internasional dan menurut Piagam PBB dapat digambarkan sebagai
berikut :
1) Secara damai
Gagasan mengutamakan penyelesaian sengketa secara
damai daripada penggunaan kekerasan sudah dimunculkan sejak
lama sekali yaitu sejak jaman Yunani (Indira, http://indira-
33
afisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail59895PrinsipPrinsip%20Hu
kum%20InternasionalPenyelesaian20Sengketa%20Internasional.h
tml). Penyelesaian secara damai akan tercapai yaitu apabila para
pihak telah dapat menyepakati untuk menemukan suatu solusi
yang bersahabat.
Berikut
adalah
penjelasan
lebih
lanjut
mengenai
Penyelesaian secara damai sengketa internasional yang terdiri
dari:
a) Negosiasi
Negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara
langsung antara para pihak dengan tujuan untuk mencari
penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga
(Sefriani, 2011:328). Tidak ada tata cara khusus untuk
melakukan negosiasi, negosiasi dapat dilakukan secara
formal maupun informal. Negosiasi meskipun dipandang
mudah dan sederhana tetapi banyak yang sering mengalami
kegagalan.
b) Jasa Baik
Ketika negosiasi tidak dapat menyelesaikan sengketa,
pada umumnya pihak bersengketa akan menggunakan jasa
pihak ketiga. Keterlibatan pihak ketiga dalam jasa baik
tidak lebih dari mengupayakan pertemuan pihak-pihak yang
bersengketa
untuk
berunding
tanpa
terlibat
dalam
perundingan itu sendiri (Sefriani, 2011:329).
c) Konsiliasi
Konsiliasi menurut The Institue of International Law
melalui Regulations on the Procedure of International
Concilition yang diadopsi pada tahun 1961 dalam Pasal 1
dinyatakan sebagai suatu metode penyelesaian pertikaian
bersifat intenasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh
pihak-pihak, baik sifatnya permanen atau sementara
34
berkaitan dengan proses penyelesaian pertikaian (Jawahir
Tontowi dan Pranoto Iskandar, 2006: 229).
d) Mediasi
Mediasi
atau
perantaraan
merupakan
negosiasi
tambahan, tapi dengan mediator atau perantara sebagai
pihak yang aktif, mempunyai wewenang, dan memang
diharapkan, untuk mengajukan proposalnya sendiri dan
menafsirkan, juga menyerahkan, masing-masing proposal
satu pihak pada pihak lain (J.G Merrills, 1986: 21). Apabila
dibandingkan dengan Good Offices, pihak ketika sangat
berpengaruh dalam mediasi.
e) Pencari Fakta
Fungsi dari pencari fakta adalah untuk memfasilitasi
penyelesaian sengketa dengan mencari kebenaran fakta,
tidak memihak, melalui investigasi secara terus menerus
sampai fakta yang disampaikan salah satu pihak dapat
diterima oleh pihak yang lain (Sefriani, 2011:331). Pencari
fakta dapat dilaksanakan oleh suatu komisi yang permanen.
f) Organisasi internasional (PBB)
Ada 4 kelompok tindakan PBB dalam menciptakan
perdamaian
dan
keamanan
internasional.
Keempat
kelompok tindakan tersebut adalah Preventive Diplomacy,
Peace Making, Peace Keeping, dan Peace Building.
Disamping keempat hal tersebut, ada istilah Peace
Enforcement (penegakan perdamaian). Yang dimaksud
dengan istilah ini adalah wewenang DK berdasarkan
Piagam untuk menentukan adanya suatu tindakan yang
merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya
suatu agresi. Dalam menghadapi situasi seperti ini, Dewan
berwenang memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik,
atau militer.
35
Loekito Santoso berpendapat bahwa pada taraf
perdamaian, maka jalan terbaik adalah melibatkan PBB
sebagai forum perdamaian internasional serta memberikan
kesempatan untuk menjadi penengah (Loekito Santoso,
1986: 29).
g) Arbitrase Internasional
Arbitrase merupakan cara penyelesaian yang telah
dikenal jauh di masa lampau. Arbitrase adalah suatu cara
penyelesaian sengketa dengan cara mengajukan sengketa
kepada orang-orang tertentu, yang dipilih secara bebas oleh
pihak-pihak yang bersengketa untuk memutuskan sengketa
tersebut (F. Sugeng Istanto, 1998: 92).
h) Pengadilan Internasional
Pengadilan internasional yaitu penyelesaian masalah
dengan menerapkan ketentuan hukum oleh badan-badan
pengadilan internasional yang dibentuk secara teratur.
Pengadilan internasional dapat dilakukan oleh Mahkamah
Internasional karena merupakan satu-satunya pengadilan
tetap yang dapat digunakan dalam masyarakat internasional.
Pengadilan internasional juga dapat digunakan oleh badan
lain berdasar persetujuan pihak-pihak yang bersengketa.
Pengadilan internasional merupakan sebuah lembaga
hukum yang sebelumnya suatu negara dapat dengan
permohonan secara unilateral membawa persengketaannya
dengan negara lain dan memangggilnya untuk hadir di
depan pengadilan tanpa terlebih dulu mencapai persetujuan
tentang susunan pengadilan dan masalah yang akan
diajukan dan menyatakan bahwa negara lain telah menerima
yurisdiksi dari pengadilan yang bersangkutan (Rebecca M
M. Wallace, 1986: 281).
2) Penyelesaian dengan kekerasan
36
Penyelesaian sengketa dengan kekerasan sering disebut juga
sebagai penyelesaian secara tidak damai, dapat berupa :
a) Retorsi
Retorsi adalah tindakan tidak bersahabat yang
dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain yang telah
lebih dahulu melakukan tindakan yang tidak bersahabat
(Sefriani,
2011:349).
Retorsi
merupakan
tindakan
pembalasan terhadap negara lain yang telah melakukan
perbuatan tidak sopan atau tindakan tindakan tidak adil.
Wujud
retorsi
dapat
berupa
pemutusan
hubungan
diplomatik, pencabutan hak-hak istimewa diplomatik,
penghentian bantuan ekonomi.
b) Reprisal
Reprisal atau pembalasan adalah salah satu istilah
yang telah dikenal sejak lama, meskipun para sarjana
hukum
internasional
waktu
itu
belum
memperoleh
kesepakatan mengenai makna yang harus diberikan pada
reprisal. Reprisal diartikan sebagai upaya pemaksaan yang
dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain dengan
maksud untuk menyelesaikan sengketa yang timbul karena
negara yang dikenai reprisal telah melakukan tindakan yang
ilegal atau tindakan yang tidak bisa dibenarkan (Sefriani,
2011:350). Wujud tindakan reprisal adalah pemboikotan
barang, demonstrasi angkatan laut.
c) Blokade damai
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang
dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang digolongkan
sebagai suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya
ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya
diblokade untuk menaati permintaan ganti rugi kerugian
37
yang diderita oleh negara yang memblokade (JG Strake,
2001: 679).
d) Perang dan tindakan bersenjata non perang
Keseluruhan
tujuan
dari
perang
adalah
untuk
menaklukan negara lawan dan untuk membebankan syaratsyarat penyelesaian di mana negara yang ditaklukan itu
tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Perang
bertujuan untuk menaklukkan negara lawan sehingga
negara yang kalah tidak memiliki alternatif lain kecuali
menerima syarat-syarat penyelesaian yang ditentukan oleh
negara pemenang perang (Sefriani, 2011:353).
e) Intervensi
Menurut piagam PBB Pasal 2 ayat 4, intervensi tidak
boleh berkembang menjadi ancaman atau penggunaan
kekerasan terhadap intergrasi teritorial atau kemerdekaan
politik negara-negara manapun (JG. Strake, 2001: 137).
f) Embargo
Embargo merupakan prosedur lain untuk memperoleh
ganti rugi dari negara lain. Embargo adalah larangan ekspor
barang ke negara yang dikenai embargo. Selain itu embargo
dapat diterapkan sebagai sanksi bagi negara yang banyak
melakukan pelanggran hukum internasional (Sefriani,
2011:353).
6. Tinjauan tentang nuklir
Menurut kamus fisika, tenaga nuklir merupakan tenaga yang
dilepaskan dalam reaksi atau peralihan (transisi) nuklir (Liek Wilardo
dan H.C. Yohannes, 1993:151). Tenaga nuklir ini juga disebut energi
nuklir, tenaga inti, atau tenaga atom.
Senjata nuklir adalah senjata yang mendapat tenaga dari reaksi
nuklir dan mempunyai daya pemusnah yang dahsyat, sebuah bom
nuklir mampu memusnahkan sebuah kota. Istilah ‗senjata nuklir‘ berarti
38
senjata yang menggunakan energi yang dikeluarkan dari reaksi nuklir
seperti fisi dan fusi untuk tujuan merusak. Senjata nuklir bisa
dikategorikan secara garis besar sesuai dengan tipe reaksi nuklir.
Senjata nuklir dengan reaksi (bom atom) dan senjata nuklir dengan fusi
(bom hidrogen). Selain itu, sesuai dengan perkembangan teknologi,
juga melahirkan bom neutron yang menggunakan radiasi neutron dalam
volume besar yang dikeluarkan selama fusi nuklir putaran pertama
untuk
membangkitkan
reaksi
fusi
nuklir
putaran
kedua.
(Anonim.http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_0
3.htm)
7. Tinjauan Umum Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA)
a. Sejarah berdirinya
Badan Tenaga Atom Internasional IAEA adalah organisasi
internasional yang bertujuan membatasi penggunaan energi nuklir
hanya untuk tujuan kesejahteraan manusia. Organisasi itu pertama
kali diusulkan oleh presiden AS , Eisenhower di sidang umum PBB
ke-8 yang diadakan pada Desember, 1953. Rancangan untuk
membangun IAEA itu ditandatangani 1956 oleh 80 negara , maka
IAEA akhirnya diluncurkan pada 29 Juli , 1957. Tujuan IAEA untuk
membatasi penggunaan energi nuklir untuk bertujuan damai,
kesehatan, dan kesejahteraan manusia dan melarang penggunaannya
untuk
tujuan
militer
(Anonim.http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq
_03.htm).
b. Tugas IAEA
Sejalan dengan tujuan itu, IAEA bertugas sebagai berikut:
1. Promosi penggunaan energi nuklir secara damai;
2. penetapan pedoman keamanan kesehatan;
3. pemasokan bantuan teknologi kepada negara yang sedang
berkembang;
39
4. pertukaran informasi teknologi ilmu pengetahuan dan tenaga
ahli dan;
5. pembangunan dan manajemen fasilitas pelindung -radioaktif.
Sesuai
dengan
regulasi
NPT,
IAEA
menandatangani
persetujuan keamanan nuklir dengan negara anggota dan kemudian
melakukan inspeksi, monitoring dan mengelolanya. Walapun IAEA
membantu untuk mempromosikan kebijakan PBB dan juga
mengajukan laporan kepada badan internasional itu, tetapi IAEA
bukan badan PBB secara resmi. Korea Selatan menjadi negara
anggota IAEA pada tahun 1957, dan Korea Utara pada 1974.
Markas
besar
IAEA
terletak
di
Vienna,
Austria
(Anonim.http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/fa
q_03.htm).
40
B. Kerangka Pemikiran
Piagam PBB 1945
Dewan Keamanan PBB
Tugas DK PBB
Memelihara stabilitas
keamanan internasional
Menyelesaikan sengketa
yang memungkinkan
terancamnya perdamaian
Krisis nuklir Korea Utara
Berdampak terhadap stabilitas
keamanan internasional
penyelesaian
sengketa harus sesuai
dengan Piagam PBB
Gambar 1 : Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Piagam PBB 1945 merupakan dasar hukum dan menjadi pedoman dari
pelaksanaan tugas keamanan DK PBB. Piagam PBB yang disahkan pada
tahun 1945 dan menjadi landasan berdirinya PBB ini memuat dasar atau
asas dan tujuan PBB yang diantaranya yakni mempertahankan dan
memelihara keamanan, perdamaian, dan menyelesaikan sebaik-baiknya
41
perselisihan-perselisihan yang memungkinkan terancamnya perdamaian dan
keamanan internasional.
Saat ini dunia internasional sedang mengalami ketegangan, hal ini
dikarenakan semakin parahnya krisis nuklir di Korea Utara. Korea Utara
telah mengaku kepada dunia internasional bahwa telah memilki senjata
nuklir. Dengan adanya senjata nuklir, masyarakat internasional mengalami
kepanikan. Stabilitas keamanan dunia internasional saat ini semakin
terancam. Untuk itu PBB dalam hal ini Dewan Keamanan PBB telah
melaksanakan tugasnya, yaitu untuk menjaga stabilitas serta memelihara
keamanan internasional.
Dalam menangani krisis nuklir di Korea utara DK PBB harus
memperhatikan segala peraturan dan berpedoman pada Piagam PBB 1945,
hal ini dilakukan agar krisis nuklir di Korea Utara saat ini tidak berkembang
menjadi konflik yang semakin parah. Dalam Piagam PBB 1945 mengatur
secara jelas dan terperinci mengenai kewenangan dan batas-batas DK PBB
dalam menyelesaikan sengketa atau permasalahan yang mengancam
keamanan dunia internasional.
42
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan selama beberapa waktu guna
penyelesaian penulisan hukum ini mendapatkan hasil sebagai berikut :
1. Gambaran dan kronologis mengenai krisis nuklir di Korea Utara
Program nuklir Korea Utara dimulai pada tahun 1953 ketika sebuah
perjanjian dengan Uni Soviet dalam kerjasama penggunaan damai energi
nuklir ditandatangani. Dalam perjanjian ini, Korea Utara mulai mengirim
para ilmuwan dan teknisi ke Uni Soviet untuk mendapatkan pelatihan
dalam program Moscow yang bertujuan untuk melatih para ilmuwan dari
negara komunis lain. Sejak tahun 1980-an, Korea Utara sudah
memproduksi rudal jarak menengah yang diekspor ke Timur Tengah.
Tahun 1990-an telah berhasil memproduksi rudal balistik dengan jarak
tempuh
yang
jauh.(http://www.iisip.ac.id/content/atau-six-party-talks-
dalam-mengatasi-ancaman-nuklir-korea-utara-tahun-2002-2007).
Melalui penelitian yang dilaksanakan secara independen yang
terfokus pada lingkaran bahan bakar nuklir (yaitu penyulingan bahan
bakar nuklir dan perubahan ) dan teknologi pengolahan, pada 1970an,
Korea Utara berhasil meningkatkan kapasitas reaktor nuklir tujuan
penelitian mereka. Korea Utara kemudian mulai membangun reaktor
tujuan penelitian kelas 5 M watt ( reaktor kedua) pada 1980an. Operasi
fasilitas penyulingan uranium dan transformasi bahan dimulai pada tahun
1986, dan memulai pembangunan pabrik tenaga nuklir kelas 200 MW di
Taechon pada tahun 1989. Lebih jauh, kegiatan itu memfokuskan pada
perolehan fasilitas yang dibutuhkan untuk penggunaan praktis energi
nuklir
maupun
memiliki
sistem
pengembangan
nuklir
melalui
pembangunan massal fasilitas daur ulang di Yongbyeon. Korea Utara
nampaknya secara sukses melengkapi lingkaran bahan bakar nuklir
43
(prosedur dari perolehan bahan bakar nuklir sampai ke daur ulang) sampai
tahun 1990an. Namun, sulit mengetahui secara pasti apakah Korea Utara
sebenarnya memiliki senjata nuklir. Hal itu karena informasi tentang
pengembangan dan pengetesan tentang alat peledak yang membutuhkan
teknologi tercanggih dan rinci) belum dikonfirmasi, dan hal lain yang juga
belum dikonfirmasi adalah kemampuan Korea Utara mengembangkan
jarak tembak rudal, kemampuan untuk memasang hulu ledak nuklir.
Tetapi dengan mempertimbangkan kemampuan ekstrasi plutonium
mereka, hampir dapat diyakini bahwa Korea Utara memiliki kemampuan
untuk memproduksi senjata nuklir untuk kemampuan yang sederhana
(http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_02.htm).
Berikut adalah instalasi-instalasi nuklir berbahan dasar plutonium
yang dioperasikan Korea Utara.(Larry A. Niksch, ―North Korea‘s Nuclear
Weapons Program,‖ CRS Issue Brief for Congress, 2007 : 6)
a.
Sebuah reaktor dengan kapasitas sekitar 5 MW yang mulai beroperasi
tahun 1987. Instalasi ini mampu menghasilkan bahan bakar uranium
yang cukup untuk memproduksi sekitar 7 kilogram plutonium setiap
tahun. Korea Utara pada tahun 1989 menutup reaktor ini selama tujuh
puluh hari. Pada bulan Mei 1994, Korea Utara menghentikan reaktor
tersebut dan memindahkan 8000 balok bahan bakar yang dapat
diproses menjadi plutonium yang bisa dijadikan 4-6 senjata nuklir.
Korea Utara kembali mengoperasikan reaktor pada bulan Februari
2003.
b.
Dua reaktor lebih besar (diperkirakan berkapasitas 50 MW dan 200 MW)
dibangun di Yongbyon dan Taechon sejak 1984. Menurut Duta Besar AS
Robert Gallucci, kedua pabrik ini jika beroperasi mampu memproduksi
200 kg plutonium yang kemudian dapat menghasilkan sekitar 30 bom
atom setiap tahun.
c.
Pabrik pengelolaan plutonium yang panjang bangunannya mencapai 600
kaki dan tingginya beberapa lantai. Pabrik ini akan memisahkan
44
plutonium untuk kemudian dimasukkan ke hulu ledak ataupun struktur
bom atom.
Gambar 2 : Peta lokasi pabrik pengolahan nuklir Korea Utara
(Sumber World KBS,
http://world.kbs.co.kr/indonesia/event/nkoreanuclear/news03.htm)
Krisis nuklir di Semenanjung Korea bermula pada bulan Maret 1993
ketika Korea Utara mengancam pengunduran dirinya dari Perjanjian NonProliferasi Nuklir (NPT) dan berhasil meluncurkan misilnya yang bernama
Nodong (R.Aditia Harisasongko, 2008 : 196). Pengunduran diri Korea
Utara telah ditunda setelah Amerika Serikat melakukan diplomasi terhadap
Korea Utara, Pada bulan Juni 1994, Korea Utara setuju untuk menunda
pengunduran dirinya dari NPT setelah mengadakan pembicaraan dengan
perwakilan dari pihak Amerika Serikat. Pada tahun 1995, Korea Utara
setuju setelah setahun negosiasi dengan AS untuk menghentikan
pengembangan senjata nuklirnya dan akan mendapatkan reaktor air ringan
untuk menuntaskan masalah energinya sebagai imbalan, hingga krisis
nuklir putaran pertama berakhir (http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/
nkorea_nuclear/faq_01.htm).
45
Korea Utara melakukan kembali proyek program pengembangan
nuklir secara rahasia. Korea Utara pada bulan Agustus 1998 melakukan uji
coba misilnya yang bernama Taepodong-1(R.Aditia Harisasongko, 2008 :
196). Proyek program pengembangan nuklir ini telah ditemukan oleh
Amerika Serikat (AS). Proyek itu ditemukan setelah asisten menteri luar
negeri AS, James Kelly mengunjungi Pyongyang pada Oktober 2002, dan
mitranya dari Korea Utara secara pribadi mengakui mereka memiliki
progam nuklir. (http://world.kbs.co.kr/indonesian/event nkorea_nuclear/
faq_0 .htm).
Ancaman Korea Utara mundur dari NPT pada tahun 1993 akhirnya
terjadi pada tahun 2003, hal ini semakin menciptakan ketegangan antar
negara. In 2003, North Korea became the first state that withdrew from the
Nuclear Non-proliferation Treaty (NPT). It was estimated that in 2004
North Korea possessed enough highly enriched plutonium to produce
between four to six atomic bombs (Pada tahun 2003, Korea Utara menjadi
negara pertama yang mundur dari Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Diperkirakan bahwa pada tahun 2004 Korea Utara memiliki cukup
plutonium yang bisa untuk menghasilkan antara empat hingga enam bom
atom) (Yewon Ji, 2009 ; 2).
Situasi krisis nuklir Korea Utara menjadi perhatian ketika pada
tanggal 4 Juli 2006 Korea Utara melakukan uji coba sedikitnya enam
rudal, termasuk rudal jarak jauh Taepodong-2. DK PBB memutuskan
untuk menjatuhkan sanksi kepada Korea Utara atas uji coba rudalnya.
Resolusi PBB tersebut berisi larangan ekspor dan impor materi rudal
Korea Utara. Namun Korea Utara menolak untuk menghentikannya dan
mengumumkan akan melaksanakan uji coba nuklir guna memperkuat
pertahanan dirinya dalam menghadapi sikap permusuhan militer AS
Pada bulan April 2009, Korea Utara meluncurkan roket yang diklaim
sebagai satelit komunikasi. Roket ini melewati wilayah udara Jepang.
Dengan adanya pelucuran roket ini, diperkirakan Korea Utara telah
memproduksi 40-50 kilogram plutonium dan memiliki lima hingga
46
sepuluh senjata nuklir. Diperkirakan pula bahwa Korea Utara telah
memproduksi 75 kilogram HEU sejak tahun 2005 yang dapat
menghasilkan tiga senjata HEU setiap tahunnya, HEU adalah uranium
yang berkadar tinggi (Jon B. Wolfsthal, 2003 : 88)., HEU merupakan
bahan dasar dalam pembuatan senjata nuklir. Berikut ini adalah tabel
sederhana tentang kronologi krisis nuklir di Korea Utara.
1985
1992
-Korea Utara meratifikasi NPT
-Korea Utara mencapai perjanjian pengawasan dengan Badan
Tenaga Atom (IAEA)
1994
-Krisis
nuklir
mulai
terjadi
karena
Pyongyang
menolak
memberikan izin penyelidikan kepada IAEA terhadap fasilitas
nuklirnya di Yongbyeon
1994.
-Pencapaian persetujuan, penutupan reaktor nuklir light water (Air
Ringan) dan Korut menerima minyak solar sebagai imbalan
penutupan reaktor nuklirnya.
1998.
-Korut meluncurkan rudal dengan jangkauan jelajah 1.700-2.200
km sebagai uji coba.
2001.
-IAEA menuduh Korut memiliki 1-2 senjata nuklir
2002
-Korea Utara mengakui kepada utusan khusus AS pada waktu itu
bahwa Pyongyang memiliki program untuk mengembangkan
senjata nuklir, pengayaan uranium
-AS menghentikan pemasokan minyak solar
- Pyongyang mulai mengoperasikan kembali fasilitas nuklirnya dan
mengusir tim pemantau IAEA dari negara mereka.
2003
-Pyongyang mengumumkan pengunduran diri dari NPT
-Pertemuan segi enam pertama untuk menuntaskan masalah nuklir
Korea Utara dibuka.
47
2004
-Pembukaan pertemuan segi enam ke-2.
-Pembukaan pertemuan segi enam ke-3
2005
-Korut mengumumkan secara resmi kepemilikan senjata nuklirnya
dan tidak akan hadir dalam pertemuan segi enam tanpa batas
waktu.
-Korut mengumumkan melalui Kantor Berita Sentral Choseon;
bahwa
pemerintahaan
Bush
putaran
kedua
menunjukkan
kesetiaan dan kejujuran, Korea Utara berniat untuk berpartisipasi
dalam pertemuan segi enam setelah syarat untuk bersikap adil
dari semua negara peserta untuk membuka kembali pertemuan
dipenuhi secara tepat.
-Korut mengumumkan bahwa ekstraksi batang bahan bakar limbah
telah selesai.
- Utusan khusus Deplu AS, Joseph De Trani dan kepala bagian
urusan Korea Deplu AS, Jim Foster, bertemu dengan duta besar
Korut untuk PBB, Park Gil-yun, dan wakil duta besar Han Sungryeol di New York.
- Presiden AS Bush mengeluarkan pernyataan tentang upaya untuk
―penuntasan masalah nuklir Korea Utara secara diplomatik‖
-Utusan khusus Deplu AS, Joseph DeTrani dan kepala bagian
urusan Korea di Deplu AS, Jim Foster, bertemu dengan duta besar
Korut untuk PBB, Park Gil-yun, dan wakil duta besar Han Sungryeol di New York.
-Kesepakatan dalam KTT Korea Selatan dan AS untuk upaya
normalisasi hubungan, apabila Korea Utara membuang program
nuklirnya‖.
-Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-il bertemu dengan menteri
Unifikasi Korsel, Chung Dong-young di Ruang Penerimaan Tamu
di Pyongyang, mengekspresi niat Pyongyang untuk ―kembali ke
meja perundingan pertemuan segi enam pada bulan Juli ‖.
-Pertemuan tingkat menteri Korsel dan Korut diadakan di Seoul.
48
Kesepakan
untuk
melaksanakan
tindakan
praktis
untuk
menuntaskan masalah nuklir Korea Utara melalui dialog secara
damai.
2006
-Korea Utara meluncurkan rudal jarak jauh ‗Daepodong-2‘ sebagai
uji coba.
-Dewan Keamanan PBB mengesahkan secara bulat resolusi
kecaman peluncuran rudal negara komunis itu. Korea Utara
menolak resolusi itu.
2007
-Juru bicara Deplu Korut mengatakan bahwa pihak Pyongyang
berniat untuk memulai proses pelumpuhan fasilitas nuklir
utamanya yang disetujui dalam persetujuan 13 Februari, kalau
pengiriman uang ke Korea Utara dari BDA dapat diselesaikan.
-Rombongan tingkat kerja IAEA mengunjungi fasilitas nuklir di
Yongbyeon Korea Utara. Mereka mengatakan reaktor utama
masih beroperasi, waktu penutupan fasilitas nuklir di Yongbyeon
akan ditentukan dalam pertemuan nuklir segi ernam
-Tim investigasi IAEA mengunjungi Korut. IAEA menyegel 5
fasilitas
nuklir
di
Korea
Utara
,
dan
mengkonfirmasi
penutupannya.
-Ketua IAEA, Mohamed ElBaradei mengkonfirmasi bahwa 5
fasilitas nuklir Korut telah ditutup.
Tabel 1: Tabel kronologis krisis nuklir Korea Utara (Sumber: World
KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/news_02.htm)
49
B. Pembahasan
Permasalahan atau isu hukum dalam penulisan hukum ini akan
dianalisis dengan berlandaskan pada fakta-fakta dan hasil penelitian yang
dikaitkan dengan teori-teori yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka
beserta bahan-bahan hukum, baik berupa bahan hukum primer maupun bahan
hukum sekunder. Pembahasan atas isu hukum tersebut akan diuraikan lebih
lanjut sebagai berikut :
1. Tindakan yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam
menangani krisis nuklir di Korea Utara
Krisis nuklir Korea Utara telah mengancam keamanan serta
perdamaian kawasan Asia, bahkan telah mengancam masyarakat
internasional. Dewan Keamanan PBB saat ini telah menangani krisis
nuklir di Korea utara, ada beberapa langkah yang telah dilakukan DK PBB
untuk meyelesaiakan krisis ini yaitu:
a. Penyelidikan IAEA mengenai program nuklir yang ada di Korea Utara
Badan Tenaga Atom Internasional IAEA adalah organisasi
internasional yang bertujuan membatasi penggunaan energi nuklir
hanya untuk tujuan kesejahteraan manusia. Tujuan IAEA untuk
membatasi penggunaan energi nuklir untuk bertujuan damai, kesehatan,
dan kesejahteraan manusia dan melarang penggunaannya untuk tujuan
militer.(KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/fa
q_03.htm)
Berdasarkan struktur, IAEA merupakan sebuah badan otonom di
bawah naungan PBB yang setiap tahun melaporkan tentang kegiatankegiatannya kepada Majelis Umum, kepada Dewan Keamanan dan
Dewan Ekonomi dan Sosial. Laporan IAEA dalam bidang nuklir
menjadi bahan masukan DK PBB dalam melakukan suatu tindakan
yang diperlukan bila dianggap telah mengancam perdamaian dan
keamanan
internasional.
Sesuai
dengan
regulasi
NPT,
IAEA
50
menandatangani persetujuan keamanan nuklir dengan negara anggota
dan kemudian melakukan inspeksi, monitoring dan mengelolanya.
Walapun IAEA membantu untuk mempromosikan kebijakan PBB dan
juga mengajukan laporan kepada badan internasional itu, tetapi IAEA
bukan
badan
PBB
secara
resmi.(KBS,http://world.kbs.co.kr/
indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_03.htm).
Korea Utara mulai bergabung dengan NPT pada tahun 1985 namun
tidak bersedia melengkapi perjanjian pengawasan dengan IAEA. Korea
Utara pada akhirnya memenuhi ketetapan IAEA saat Amerika serikat
menarik senjata nuklirnya yang berada di Korea Selatan. Pada tanggal
27 September 1991 Presiden George H.W. Bush mengumumkan
penarikan seluruh senjata nuklir taktisnya yang diletakkan di Korea
Selatan. Pada 31 Desember 1991, kedua negara Korea menandatangani
South-North Joint Declaration on Denuclearization. April 1992, Korea
Utara pada akhirnya meratifikasi perjanjian pengawasan dengan
IAEA(US and North Korea Key Security Development (Anonim, http://
www.ncnk.org/
resources/briefingpapers/
all-briefing-papers/dprk-
security-and-non-proliferation-key-events,)
IAEA telah melakukan enam kali inspeksi di Korea Utara,
diantaranya adalah inspeksi yang bersifat khusus. Inspeksi khusus
dilaksanakan saat inspeksi sementara dan reguler tidak cukup
menuntaskan kecurigaan tentang senjata nuklir negara tertentu. Inspeksi
khusus dilakukan apabila laporan suatu negara dianggap ada selisih
antara isi laporan mereka dan hasil investigasi sementara dari IAEA,
atau saat menemukan bukti yang dicurigai melalui investigasi reguler.
Inspeksi khusus dilaksanakan supaya mengetahui status pengembangan
senjata nuklir atau kepemilikan senjata nuklir.
Inspeksi khusus yang pertama adalah pada 19 Februari 1992. Korea
Utara diharuskan mendeklarasikan kepemilikan material nuklir sesuai
yang disyaratkan oleh IAEA. Namun berdasarkan analisa lingkungan
dan gambar yang terdeteksi oleh satelit AS memperlihatkan bahwa
51
Korea Utara memiliki jumlah plutonium yang lebih banyak dari yang
dideklarasikan. Korea Utara melaporkan bahwa mereka hanya
mengekstraksi 90 gram plutonium berbeda dengan kenyataan, tetapi
inspeksi ternyata menemukan cukup bukti yang mencurigakan bahwa
ada beberapa kilogram materi yang telah diekstraksi selama ini (KBS,
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_01.htm)
IAEA meminta pemeriksaan khusus dengan alasan perbedaan
laporan dari pihak Korea Utara dengan inspektor yang kemudian
ditolak oleh Korea Utara. IAEA meminta Dewan Keamanan Persatuan
Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk mendapatkan izin inspeksi khusus.
Korea Utara merasa tersinggung dan mengancam untuk menarik
keanggotaannya dari NPT pada tahun 1993. Kemudian pada tahun 2002
IAEA melakukan inspeksi lagi terhadap fasilitas nuklir di Korea Utara,
akan tetapi pihak IAEA telah di tolak oleh pihak Korea Utara. (KBS,
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_01.htm)
Inspeksi terakhir adalah pada 14-17 Juli 2007, Sebanyak delapan
anggota IAEA telah tiba di Pyongyang, ibukota Korea Utara. Inspeksi
ini merupakan verifikasi terhadap kesediaan negara komunis itu untuk
menutup fasilitas nuklir yang dimilikinya. Para inspektor tersebut
kembali mengunjungi Yongbyon, setelah akhir Juni melakukan
pemeriksaan terhadap reaktor utama nuklir Korut itu berlokasi. Dari
delapan anggota IAEA, enam diantaranya bertugas menutup dan
menyegel reaktor Yangbyon. Sedangkan dua anggota lainnya bertugas
mengawasi sekaligus memastikan tidak terjadi kekeliruan yang fatal
selama operasi penutupan dilakukan (http://www.suaramerdeka.com/
cybernews/harian/0707/09/int1.htm).
Jepang sebagai negara yang telah merasakan dampak dari krisis
Nuklir Korea Utara juga ikut memantau dengan ketat setiap kegiatan
yang berlangsung di Korut. Sementara itu, dewan gubernur IAEA
menggelar rapat darurat untuk mendiskusikan hasil-hasil yang
diperolehnya selama di Korut dan juga perkembangan yang terjadi.
52
Korea Utara bersedia menutup fasilitas nuklirnya melalui perundingan
enam negara yang mendesak negara komunis itu segera menutup
fasilitas nuklirnya, kata sepakat dicapai pada Februari 2007 (Suara
Merdeka,http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0707/09/int1
.htm).
IAEA telah melaksanakan Inspeksi kepada Korea Utara terkait
krisis nuklir di Korea Utara, inspeksi yang dilakukan adalah inspeksi
khusus. Inspeksi ini merupakan salah satu bentuk usaha IAEA untuk
melakukan
penyelidikan
nuklir
di
Korea
Utara.
Penyelidikan
digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan dasar
bukti-bukti dan permasalahan yang timbul, kemudian IAEA akan
mengeluarkan sebuah fakta. Fakta ini berupa apakah nuklir tersebut
digunakan untuk damai atau untuk kepentingan yang membahayakan
dunia internasional. Pada prinsipnya tujuan utama dari IAEA ini adalah
untuk memberikan laporan kepada para pihak serta kepada DK PBB
mengenai fakta yang ditelitinya. Dengan adanya pencarian fakta-fakta
demikian, diharapkan proses penyelesaian sengketa di antara para pihak
dapat segera diselesaikan. Apabila suatu fakta menunjukkan bahwa
suatu negara menyalah gunakan Nuklir maka DK PBB akan menangani
hal tersebut, hal ini seperti yang terjadi di Korea Utara yang telah
terang-terangan menggunakan nuklir sebagai bahan pembuatan senjata.
IAEA merupakan organisasi yang mempunyai hubungan dengan
DK PBB, kedudukan IAEA ialah dibawah DK PBB. Kedua organisasi
ini bekerjasama dalam bidang Keamanan terkait penggunaan nuklir.
Pembentukan IAEA ini adalah untuk mengawasi dan mengembangkan
penggunaan energi nuklir dengan menekankan pada kerjasama
internasional yang secara bersama-sama mengembangkan penggunaan
nuklir secara damai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa IAEA
mempunyai
misi atau fungsi pokok yaitu pemeriksaan dan
penyelidikan fasilitas energi nuklir, apabila hasil pemeriksaan nuklir
53
tersebut membahayakan stabilitas keamanan dunia internasional maka
IAEA wajib melaporkan fakta-fakta tersebut ke DK PBB.
b. Negosiasi multilateral oleh enam negara (Six Party Talks)
Korea Utara mengundurkan diri dari NPT pada tahun 2003 dan
menolak segala jenis intervensi internasional. Implikasi dari kejadian
tersebut adalah dibentuknya upaya resolusi konflik yang diinisiasi oleh
Korea Selatan, Jepang, Rusia, Cina, dan Amerika Serikat bernama SixParty Talks atau Negosiasi multilateral. (D.Chaffee, North Korea's
Withdrawal
from
Nonproliferation
Treaty
Official'
,
http://www.wagingpeace.org/articles/2003/04/10_chaffee_korea
npt.htm).
Tindakan
yang
dilakukan
DK
PBB
selanjutnya
adalah
menganjurkan pihak yang bersengketa untuk melaksanakan negosiasi.
In July 2003, Beijing tried to find a formula for multilateral talks
concerning the North Korean, nuclear issue. Finally, China persuaded
North Korea to agree to a series of Six-Party Talks (involving the US,
China, Russia, Japan, North Korea, and South Korea) with the
inducement of extra food and oil supplies (Pada bulan Juli 2003, China
(Beijing) berusaha untuk menemukan formula untuk pembicaraan
multilateral mengenai masalah nuklir Korea Utara. Akhirnya, Cina
membujuk Korea Utara untuk menyetujui serangkaian Negosiasi enam
pihak (melibatkan AS, China, Rusia, Jepang, Korea Utara, dan Korea
Selatan) dengan merayu memberikan makanan tambahan dan pasokan
minyak) (Yufan Fao, 2007 : 31).
Negosiasi multilateral yang dikenal dengan Six Party Talks atau
pertemuan segi enam ini dipelopori oleh tiga anggota tetap DK PBB,
yaitu Cina, Rusia, dan Amerika. Selain itu ada dua negara Asia yang
ikut dalam negosiasi tersebut yaitu Jepang dan Korea Selatan, kedua
negara ini merupakan pihak yang merasakan langsung dampak dari
krisis nuklir di Korea Utara. Berikut dibawah ini adalah hasil dan isu
utama dari Six Party Talks.
54
1) Six Party Talks tahap pertama
Hasil dari Six Party Talks tahap pertama gagal untuk mencapai
kesepakatan, hanya mengumumkan pernyataan singkat ketua
pertemuan untuk mengadakan pertemuan berikutnya. Isu utama
dalam Six Party Talks pertama adalah :
a) Pembahasan tentang penyerahan bantuan politik dan ekonomi
tidak bisa dibahas sampai Korea Utara menyelesaikan pelucutan
senjata secara menyeluru;
b) Menolak pertemuan bilateral antara AS dan Korea Utara untuk
menuntaskan krisis;
c) Korea Utara mengklaim bahwa walaupun Korea utara memiliki
prinsip denuklirisasi, tetapi kebijakan permusuhan AS terhadap
Korut mamaksa pihak Pyongyang untuk memiliki kekuatan
nuklir untuk pertahanan diri;
d) AS mengendurkan kebijakan bermusuhan sebagai kunci utama
untuk menuntaskan krisis Korea Utara menuntut : Perjanjian
non-agresi AS dan Korea Utara, normalisasi hubungan AS dan
Korut,Pencabutan sanksi ekonomi;
e) Tindakan untuk menuntaskan masalah krisis nuklir harus
dilaksanakan dengan bentuk tindakan yang berkelanjutan(KBS,
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_0
1a.htm).
2) Six Party Talks tahap kedua
Hasil dari Six Party Talks tahap kedua adalah pengumuman
pernyataan dari ketua yang terdiri dari 7 pasal, yang merupakan
kesepakatan pertama yang dijadikan dokumen oleh pertemuan Six
Party Talks. Kesepakatan tersebut meliputi tentang denuklirisasi
Semenanjung Korea, pembahasan masalah nuklir melalui dialog
secara damai, dan mengambil tindakan koordinasi satu sama lain
untuk menuntaskan krisis nuklir. kemudian sepakat menjaga
momentum pertemuan dengan mengadakan pertemuan ketiga
55
dengan semua negara peserta selama triwulan kedua tahun 2004
serta sepakat untuk mengorganisir pertemuan kelompok kerja
untuk menyiapkan pertemuan ketiga itu (http://world.kbs.co.kr/
indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01b.htm). Isu Utama dari
Six Party Talks kedua ini antara lain:
a) Seperti saat pertemuan pertama, Korea Utara terus mengklaim
bahwa kesepakatan atau perjanjian dengan AS akan menjadi siasia,
apabila
pihak
AS
tidak
membuang
kebijakan
bermusuhannya. Korea Utara menuntut perjanjian non–agresi
oleh AS dan menghormati kedaulatan Korea Utara, normalisasi
hubungan AS dan Korut, serta pencabutan sanksi ekonomi
sebagai bukti bahwa AS membuang kebijakan bermusuhan
terhadap Pyonyang;
b) AS
mereaksi
permintaan
Korut
terkait
keamanan
dan
mengajukan kemungkinan pemberian jaminan tertulis serta akan
dapat dibahas dalam kerangka pertemuan tingkat kerja
berikutnya;
c) Korut menyangkal memiliki HEU atau pengayaan uranium;
d) Korea Utara sekarang berada dalam posisi sulit untuk
memutuskan pembuangan energi nuklir untuk tujuan damai,
karena kesulitan ekonomi dan terbatasnya kapasitas untuk
memenuhi permintaan listrik nasional;
e) Gagal untuk mencapai persetujuan tingkat kerja karena AS dan
Korea Utara tidak bisa mempersempit perbedaan pandangan
tentang konsep;
f) Korea Selatan mengusulkan 3 tahap proses dalam kerangka
kerjasama antara AS, Jepang, Korea Selatan, yang nanti akan
menjadi dasar pertemuan segi enam berikutnya;
g) Korea Selatan juga menunjukkan inisiatif dengan mengajukan
rancangan pemberian bantuan energi dari Korsel sejalan dengan
perkembangan pembuangan program nuklir Korut, sehingga
56
menerima dukungan dari Cina , Rusia dan disetujui oleh AS dan
Jepang (KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_n
uclear/world_01b.htm).
3) Six Party Talks tahap ketiga
Hasil dari Six Party Talks tahap ketiga yaitu berisi tentang
kegagalan untuk mengumumkan pernyataan mengenai penegaskan
kembali tekat untuk denuklirisasi di Semenanjung Korea, menekan
agar segera menetapkan skop dan waktu, cara verifikasi untuk
sebagai tahap pertama menuntaskan krisis dan menekankan betapa
pentingnya perkembangan proses secara bertahap. hasil yang kedua
adalah setuju untuk mengadakan pertemuan ke empat di Beijing
sebelum
September
2004
(KBS,
http://world.kbs.co.kr/
indonesian/event/nkorea_nuclear/ world_01c.htm).
Isu Utama dari Six Party Talks tahap ketiga adalah Amerika
Serikat untuk pertama kali mengajukan usulan tentang cara
penyelesaian. Penyelesaian yang diajukan oleh Amerika Serikat
secara garis besar berisi mengenai hubungan timbal balik, Amerika
serikat akan memberikan imbalan apabila Korea Utara melakukan
perintah dari Amerika Serikat.Isi Utama usulan Amerika Serikat
dijelaskan dalam tabel berikut.
57
Tindakan Korea
Imbalan (pelaksanaan secara
Utara
bertahap)
a) Deklarasi tentang
a) Kesepakatan Korsel ,China
pembuangan
,Jepang ,Rusia untuk memberikan
program nuklir
minyak kepada Korut.
(termasuk
pengayaan
b) Jaminan keamanan multilateral,
termasuk perjanjian non-agresi.
uranium HEU).
c) Pemasokan energi non-nuklir.
d) Pembahasan; AS untuk mencabut
Korut dari daftar negara
pendukung terorisme.
a) Denuklirisasi
a) Pembahasan normalisasi hubungan
secara
AS dan Korut.
sempurna.
Tabel 2: Isi usulan Amerika Serikat (Sumber KBS,
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01c.htm)
4) Six Party Talks tahap keempat
Pertemuan Six Party Talks pada tahap keempat ini terjadi
dalam dua sesi.Hasil sesi pertama nihil, dikarenakan gagal untuk
membuat Deklarasi Bersama dalam pertemuan sepanjang 13 hari,
karena selisih pandangan AS dan Korea Utara tentang penggunaan
energi nuklir tujuan damai. Isu Utama dari Six Party Talks tahap
keempat sesi pertama ini adalah:
a) Tentang masalah hak Korea Utara untuk menggunakan
teknologi nuklir bertujuan damai. Korea Utara bersikukuh
tentang hak mereka untuk menggunakan teknologi nuklir
untuk tujuan damai;
58
b) Menuntut bahwa penggunaan nuklir secara damai adalah hak
bagi negara yang berdaulat, dan terkait hal itu, Korea Utara
mengatakan pihaknya tidak bisa membuang program reaktor
nuklir air ringan (light water);
c) Wakil Menlu Korut, Kim Gye-gwan mengatakan bahwa
selama masa istirahat pertemuan Amerika Serikat harus
mengubah posisinya yang tidak menginginkan kepemilikan
nuklir Korea Utara dalam bentuk apapun. Amerika serikat
menuntut bahwa Korea Utara tidak bisa memiliki reaktor
nuklir air ringan (light water), semua program nuklir harus
dibuang;
d) Korea
Utara
kemungkinan
melanggar
Perjanjian
menggunakan
reaktor
Jenewa
air
1994
ringan
dan
untuk
mengembangkan senjata. Oleh karena itu, Korea Utara harus
membuang semua program nuklirnya. Yaitu, semua jenis
teknologi nuklir harus dibuang dan Korut harus mentaati
perjanjian internasional (kembali ke keanggotaan NPT dan
lain-lain);
e) Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, menegaskan
agar delegasi Korea Utara segera ke Pyongyang dan
menjelaskan bahwa agenda tentang pemberian reaktor air
ringan (light water) kepada Korut tidak ada di atas meja
perundingan;
f)
China mengusulkan agar Korea Utara menaati kewajibannya
dan menikmati hak-haknya di bawah perjanjian NPT,usulan itu
ditolak oleh Korea Utara;
g) Korea Selatan mengusulkan bahwa Korea Utara harus menaati
kewajiban dan menikmati haknya untuk menggunakan
teknologi nuklir tujuan damai sebagai anggota NPT, tetapi
usulan itu ditolak oleh pihak Amerika Serikat (KBS, http://
59
world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01d.ht
m)
Hasil Six Party Talks tahap keempat sesi kedua berbeda
dengan sesi pertama. Sesi kedua ini menghasilkan kesepakatan
yang terdiri dari 6 Pasal, kesepakatan tersebut antara lain:
a) Enam pihak secara bulat menegaskan kembali bahwa tujuan
pertemuan segi enam adalah mewujudkan denuklirisasi di
Semenanjung Korea dengan cara yang bisa diverifikasi secara
damai. Korea Utara berjanji untuk membuang semua senjata
nuklir dan program nuklir yang ada, dan kembali ke perjanjian
non-proliferasi (pengembangan) senjata nuklir (NPT) dan
pengawasan Badan Tenaga Atom Internasional IAEA dalam
waktu dekat. Amerika Serikat menegaskan bahwa pihaknya
tidak memiliki senjata nuklir di Semenanjung Korea dan tidak
memiliki niat untuk menyerang atau menginvasi Korea Utara
dengan senjata nuklir atau konvensional. Korea Selatan
menegaskan kembali janjinya untuk tidak menerima atau
menempatkan senjata nuklir sejalan dengan Pernyatan
Bersama 1992 tentang denuklirisasi Semenanjung Korea, dan
menegaskan bahwa tidak ada senjata nuklir di wilayah Korea
Selatan. Deklarasi Bersama 1992 tentang denuklirisasi
Semenanjung Korea harus ditaati dan dilaksanakan. Korea
Utara menyatakan bahwa pihaknya memiliki hak untuk
menggunakan energi nuklir secara damai. Pihak lain
menyatakan menghormati posisi Korea Utara tersebut dan
setuju untuk membahas pemasokan reaktor air ringan (light
water) kepada Korea Utara dalam yang waktu tepat di
kemudian hari;
b) Enam pihak, dalam hubungan mereka menaati tujuan dan
prinsip Piagam PBB dan mengakui kaidah dalam hubungan
internasional. Korea Utara dan Amerika Serikat setuju untuk
60
menghormati kedaulatan satu sama lain, hidup bersama secara
damai dan mengambil langkah untuk normalisasi hubungan
mereka, sejalan dengan kebijakan bilateral masing-masing.
Korea Utara dan Jepang berjanji untuk mengambil langkahlangkah normalisasi hubunga sejalan dengan Deklarasi
Pyongyang pada tahun 2002 berdasarkan landasan upaya untuk
menyelesaikan masa lalu yang tidak menguntungkan dan
menuntaskan hal-hal yang masih tersisa;
c) Enam pihak setuju untuk mempromosikan kerjasama ekonomi
di bidang energi, perdagangan, dan investasi secara bilateral
maupun multilateral. China, Jepang, dan Korea Selatan, Rusia
dan
Amerika
Serikat
menyatakan
niat
mereka
untuk
memberikan bantuan energi kepada Korea Utara. Korea
Selatan menegaskan kembali usulannya 12 Juli 2005, terkait
pemasokan 2 juta Kilowat energi listrik kepada Korea Utara;
d) Enam pihak berjanji untuk bersama-bersama berupaya untuk
melanjutkan perdamaian dan kestabilan di kawasan Asia
Timur Laut. Negara peserta yang terkait langsung akan
melakukan negosiasi untuk membentuk sistem perdamaian
permanen di Semenanjung Korea di forum lain yang tepat.
Enam pihak setuju untuk mencari jalan dan cara untuk
meningkatkan kerjasama keamanan di kawasan Timur Laut;
e) Enam pihak setuju untuk melakukan langkah koordinasi untuk
melaksanakan konsensus yang telah diungkapkan sebelumnya,
sejalan dengan prinsip;
f) Enam pihak setuju untuk mengadakan pertemuan segi-6 ke-5
di Beijing pada awal Nopember 2005 dan waktu tepat akan
ditetapkan melalui pembahasan satu sama lain (KBS, http://
world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01e.ht
m).
61
5) Six Party Talks tahap kelima
Pertemuan Six Party Talks pada tahap kelima ini terjadi
dalam tiga sesi. Sesi pertama pertemuan kelima menunjukkan
bahwa pembangunan kepercayaan antara Ameria Serikat dan Korea
Utara adalah kunci utama dalam pelaksanaan perdamaian.
Hasil dari tahap kelima sesi pertama ini adalah enam pihak
menegaskan kembali ke prinsip dan tujuan Deklarasi Bersama dan
setuju untuk membahas bagaimana cara pelaksanaannya. Hasil
selanjutnya adalah untuk mengadakan pertemuan lebih lanjut.
(KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/worl
d_01f.htm). Isu utama dalam tahap kelima sesi pertama ini adalah:
a) Pembangunan kepercayaan dengan langkah awal Walaupun
para pengamat menduga pertemuan segi-6 ke-5 akan terfokus
pada proyek konstruksi reaktor air ringan, namun, poin utama
konflik adalah masalah pembangunan kepercayaan, dalam
memenuhi tuntutan AS untuk membekukan reaktor nuklir
Yongbyeon Korut dan tuntutan Korea Utara untuk mencabut
sanksi keuangan AS;
b) Pembekuan Reaktor Yongbyeon, masalah itu dibahas secara
mendalam pada pertemuan bilateral antara Korea utara, Korea
Selatan dan Amerika Serikat. Ketua juru runding A.S.
Christopher Hill
menuntut
Korea Utara
menghentikan
pengoperasian rektor nuklir 5-megawatt di Yongbyon;
c) Sanksi Amerika Serikat terhadap Korea Utara Berkenaan
tuntuan Amerika Serikat tentang penghentian operasi reaktor
nuklir Yongbyeon, Korea Utara mengatakan bahwa sanksi
Amerika Serikat terhadap Korea Utara adalah pelanggaran
prinsip. (KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea
_nuclear/world_01f.htm).
Sesuai dengan hasil pertemuan Six Party Talks tahap kelima
sesi pertama para anggota berkomitmen untuk bertemu kembali.
62
Sesi kedua nihil, hanya komitmen pertemuan tingkat kerja bilateral
antar Korea Utara dan AS tentang pembekuan rekening Korea
Utara di Banco Delta Asia di Macao yang dilaksanakan atas
permintaan Pyongyang. Isu utama dalam sesi kedua tersebut antara
lain:
a) Amerika Serikat membekukan sekitar 24 juta dolar rekening
Korea Utara di Banco Delta Asia di Macao, dengan tuduhan
bahwa rekening itu digunakan untuk pemalsuan dan pencucian
uang dolar. Korea Utara memprotes pembekuan rekening itu,
dan menetapkan hal itu sebagai tindakan sanksi keuangan
terhadap Korea Utara, dan menghubungkan resolusi masalah
itu dengan perkembangan pertemuan segi enam , sedangkan
Amerika Serikat bersikukuh bahwa hal itu adalah masalah
hukum di luar lingkup pertemuan segi enam. Maka , hal itu
menyebabkan Korea Utara menolak pertemuan segi enam
selama 13 bulan dan melakukan tes nuklir pertamanya;
b) Amerika Serikat mengusulkan dalam pertemuan trilateral
dengan Korea Utara dan China pada Nopember agar
Pyongyang melakukan beberapa tindakan langkah awal yang
akan bisa membuktikan niat Korea Utara untuk menyerahkan
program nuklirnya. Penuntasan masalah nuklir Korea Utara
akan dimulai dengan
pengumuman Pyongyang bahwa
pihaknya akan membuang program nuklirnya, dan kemudian
mengambil langkah untuk melaksanakan pengumuman itu.
Sebagai reaksi terhadap pengumuman Pyongyang, pihak lain
akan mengambil langkah yang disebut tindakan imbalan untuk
memberi
insentif
kepada
Pyongyang
(KBS,
http://
world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01g.ht
m).
Sesi ketiga adalah pertemuan terakhir dalam Six Party Talks
tahap kelima. Hasil dari sesi ketiga ini adalah dengan adanya
63
pernyataan bersama dari enam pihak, pernyataan tersebut antara
lain:
a) Para peserta mengadakan pembahasan serius dan produktif
tentang langkah yang akan diambil masing masing peserta
dalam tahap awal untuk melaksanakan Pernyatanan Bersama
19 September 2005. Semua pihak menegaskan kembali tujuan
dan
tekat
bersama
untuk
mencapai
denuklirisasi
di
Semenanjung Korea lebih cepat dengan cara damai dan
berjanji kembali bahwa mereka akan secara setia memenuhi
janji masing-masing dalam Pernyataan Bersama;
b) Para peserta setuju untuk mengambil tindakan secara pararel
dalam langkah awal. Yaitu Korea Utara akan menutup dan
menyegel fasilitas nuklir Yongbyeon untuk tujuan akhir yaitu
pembuangan nuklir, termasuk fasilitas daur ulang dan
mengundang kembali personil IAEA untuk melaksanakan
semua pengawasan yang dibutuhkan dan verifikasi seperti
kesepakatan antara IAEA dan Korea Utara. Korea Utara akan
membahas dengan pihak lainnya tentang daftar semua program
nuklirnya seperti dijelaskan dalam Pernyataan Bersama,
termasuk plutonium yang dihasilkan dari limbah batang bahan
bakar,
yang akan dibuang sesuai dengan persetujuan
Pernyataan Bersama;
c) Para peserta menyetujui pembentukan kelompok kerja untuk
melakukan
tindakan
awal
antara
lain
denuklirisasi
Semenanjung Korea, normalisasi hubungan Korut dan AS,
normalisasi hubungan Korut dan Jepang, kerjasama ekonomi
dan energi, mekanisme perdamaian dan keamanan di kawasan
Asia Timur Laut;
d) Kalau tindakan awal dilaksanakan, para peserta segi enam
akan segera mengadakan pertemuan tingkat menteri untuk
mengkonfirmasi pelaksanaan Pernyatan Bersama itu dan
64
mencari jalan dan cara untuk meningkatkan kerjasama
keamanan di kawasan Asia Timur Laut;
e) Para peserta menegaskan kembali bahwa mereka akan
mengambil langkah positif untuk meningkatkan kepercayaan
satu sama lain, dan akan berupaya bersama untuk melanjutkan
perdamaian dan kestabilan di kawasan Asia Timur Laut.
Negara Peserta yang terlibat langsung akan membahas sistem
perdamaian permanen di semenjung Korea dalam forum di
tempat lain secara tepat;
f)
Peserta setuju untuk mengadakan pertemuan segi-6 tahap ke-6
pada 19 Maret 2007 untuk membahas tentang langkah
berikutnya
(KBS,
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/
nkorea_nuclear/world_01h.htm)
6) Six Party Talks tahap keenam
Prospek untuk pertemuan tahap keenam ini berpeluang
sukses karena AS dan Korea Utara mengumumkan persetujuan
mereka untuk mencairkan semua dana Korea Utara yang selama ini
dibekukan di Banco Delta Asia (BDA). Maka, enam peserta
mengharapkan persetujuan tentang peta jalan denuklirisasi untuk
langkah awal pembekuan dan penyegelan fasilitas nuklir Korea
Utara dalam batas waktu selama 60 hari akan mudah tercapai,
kemudian langkah berikutnya yaitu pelumpuhan fasilitas nuklir
Korea Utara dan laporan program nuklirnya.
Hasil dari Pertemuan keenam tahap keenam ini sebenarnya
pada awalnya diduga akan berkembang lancar karena AS dan
Korea Utara telah mencapai kesepakatan untuk mencairkan
rekening dana Korea Utara yang selama ini dibekukan di Banco
Delta Asia (BDA) di Macao. Tetapi, Pyongyang bersikukuh bahwa
pihaknya hanya akan berpartisipasi dalam pertemuan setelah
transfer dana BDA ke Korut diselesaikan. Karena transfer dana
tertunda akibat masalah teknis keuangan, pertemuan tidak bisa
65
berkembang seperti yang dijadwalkan. Dengan konsekuensi itu,
enam pihak memutuskan mengistirahatkan sesi pertemuan tanpa
menetapkan jadwal untuk pertemuan berikutnya (KBS, http://
world.kbs. co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01i. htm).
Isu utama dari pertemuan keenam ini pada awalnya
dijadwalkan untuk menyediakan peta jalan untuk denuklirisasi
termasuk meninjau kembali hasil pembahasan kelompok kerja,
peninjauan kembali hasil pelaksanaan langkah awal Korea Utara,
pelumpuhan fasilitas nuklir dan laporan program nuklir, dan
pembahasan tentang imbalan terhadap langkah awal. Tetapi, di luar
dugaan masalah teknis dalam transfer dana Korea Utara dari BDA
ternyata menjadi isu utama dalam pertemuan itu (KBS, http://
world. kbs. co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01i.htm)
7) Six Party Talks tahap ketujuh
Pembukaan kembali pertemuan oleh ketua negosiasi segi
enam membutuhkan lebih banyak waktu daripada dugaan semula.
pertemuan segi enam dihentikan pada 22 Maret 2007, karena
konflik rekening Korea Utara di Banco Delta Asia. Masalah
keuangan itu terjadi saat Korea Utara menuntut keras pencairan 25
juta dolar yang dibekukan di bank delta Asia di Macao, yang
masuk daftar hitam Amerika Serikat dengan tuduhan membantu
tindakan pencucian uang dan kegiatan keuangan ilegal lain Korea
Utara.
Amerika Serikat dan Korea Utara akhirnya menyetujui
pencairan dana Korea Utara itu, setelah pertemuan segi enam tahap
keenam. Tetapi uangnya tidak disampaikan kepada Korea Utara,
dan hal itu menjadi hambatan dalam negosiasi. Korea Utara
memboikot pertemuan, menunggu transfer uang. Pertemuan
akhirnya berakhir tanpa perkembangan apapun pada Maret. Setelah
menuntaskan isu itu, ketua juru runding segi enam baru bisa
membuka kembali pertemuan multilateral itu pada bulan Juli(KBS,
66
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01j.
htm).
Pertemuan Six Party Talks tahap tujuh ini telah menghasilkan
persetujuan di antara para pihak. Persetujuan ini amat lah penting,
karena berisi mengenai tindak lanjut untuk menutup fasilitas nuklir
Korea Utara. Berikut adalah persetujuan keenam negara secara
rinci:
a) Mereka sepakat bahwa akan melaksanakan rencana yang di
susun dalam Six Party Talks yang sebelumnya;
b) Korea Utara akan memenuhi janjiannya untuk menyelesaikan
Pernyataan Program dan Pelumpuhan fasilitas nuklirnya;
c) Korea Utara akan menerima bantuan ekonomi, energi dan
kemanusiaan setara dengan 950.000 ton minyak solar;
d) Semua peserta akan memenuhi kewajiban mereka yang
disetujui pada 19 September dan persetujuan 13 Februari.
Tindakan untuk melaksanakan persetujuan;
e) Sebelum akhir Agustus, kelompok kerja akan mengadakan
pertemuan tingkat kerja yang membahas 5 agenda utama.
(Denuklirisasi Semenanjung Korea, normalisasi hubungan
antara Korea Utara dan Amerika serikat, normalisasi hubungan
Korea Utara dan Jepang, kerjasama ekonomi dan energi, dan
mekanisme perdamaian dan keamanan Asia Timur Laut) ;
f)
Mereka akan mengadakan pertemuan lagi dalam waktu secepat
mungkin(KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorean
uclear/world_01j.htm)
8) Six Party Talks tahap kedelapan
Pertemuan kali ini sangat penting, karena para juru runding
bisa membuat rincian dan peta jalan untuk memasuki tahap
denuklirisasi nyata untuk menuntaskan krisis nuklir Korea Utara.
Korea Utara menghentikan operasi fasilitas terkait nuklir sebagai
langkah pertama dan langkah itu bisa dikatakan bersifat awal.
67
Sedangkan, dengan tindakan langkah kedua, Korea Utara telah
memasuki langkah denuklirisasi secara nyata dengan pelumpuhan
fasilitas nuklirnya dan laporan program nuklir. Sehingga para juru
runding akan menghadapi banyak masalah sensitif dan rumit. Hasil
pertemuan tahap ini secara keseluruhanya tidak memuaskan, tetapi
penetapan peta jalan dalam negosiasi kali ini bisa dinilai sebagai
prestasi(KBS,
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_
nuclear/world_01k.htm).
Pertemuan
pada
tahap
kedelapan
ini
menghasilkan
persetujuan yang sangat penting. Persetujuan tersebut berisi tentang
komitmen dari Korea Utara untuk menghentikan atau menutup
fasilitas nuklirnya. Berikut adalah isi persetujuan secara rinci:
a) Korea Utara akan menyelesaikan pelumpuhan fasilitas
nuklirnya sampai 31 December, 2007;
b) Korea Utara akan melaporkan program nuklirya hingga 31
Desember 2007;
c) Korea Utara menegaskan kembali janjinya untuk tidak akan
mentransfer bahan, teknologi , dan pengetahuan nuklir mereka;
d) Korea Utara dan Amerika Serikat akan tetap menjaga
komitmen, yaitu upaya untuk normalisasi hubungan (Amerika
Serikat akan memulai proses untuk itu, termasuk mencabut
Korea Utara dari daftar negara pendukung teror);
e) Korea Utara dan Amerika Serikat berupaya untuk normalisasi
hubungan diplomatik;
f)
Korea Utara akan menerima bantuan ekonomi, energi dan
bantuan kemanusian, sesuai dengan kesepakatan 13 Pebruari,
dan peserta akan mengadakan pertemuan
lagi (KBS,
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world
_01k.htm).
68
9) Six Party Talks tahap kesembilan
Pada tahap ini para Peserta dinilai berhasil memproduksi
hasil nyata, karena mereka bisa menemukan jalan keluar untuk
verifikasi nuklir Korea Utara, yang merupakan hambatan terbesar
dalam negosiasi. Dengan hasil itu, pertemuan segi enam dan upaya
menuju denuklirisasi Semenanjung Korea kembali ke rencana
semestinya. Tetapi negosiator gagal untuk membuat kalimat
persetujuan yang jelas mengenai perbedaan pandangan verifikasi
yang akan dilakukan kepada fasilitas-fasilitas nuklir Korea Utara,
sehingga
masalah
sensitif
masih
tersisa
karena
belum
diselesaikan(KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_n
uclear/world_01l.htm).
Hal-hal sensitif itu kapan saja dapat kembali menimbulkan
kontroversi dalam proses pelaksanaan persetujuan. Misalnya, para
juru runding masih memiliki perbedaan pendapat tentang
bagaimana membawa masuk peralatan untuk verifikasi nuklir ke
Korea Utara, dan jadwal mengenai
kunjungan tim ahli untuk
mengunjungi tempat fasilitas nuklir.
Tahap kesembilan ini merupakan perwujudan dan tindakan
nyata dari para pihak. Pertemuan ini menghasilkan beberapa
langkah atau upaya nyata hasil dari penutupan fasilitas nuklir
Korea Utara. Para pihak sepakat mengenai Pembangunan Sistem
Verifikasi dan Monitoring sebagai berikut:
a) Pembangunan mekanisme verifikasi terdiri atas ahli dari 6
negara;
b) Mengambil 3 tindakan verifikasi—kunjungan tim ahli nuklir
ke tempat, pemeriksaan dokumen dan wawancara dengan
personel teknisi;
c) Membangun mekanisme monitoring yang terdiri atas ketua
juru runding dari 6 negara. Pemasokan bantuan ekonomi dan
energi;
69
d) Lima perserta lain kecuali Korea Utara, akan menyelesaikan
pemasokan minyak solar dan bantuan non-minyak kepada
Korea Utara sampai akhir Oktober 2008;
e) Korea Utara akan berupaya menyelesaikan pelumpuhan
fasilitas nuklir hingga Oktober 2008 (KBS, http://world.kbs.co
.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01l.htm).
Tujuan dipilihnya serta dibentuknya Six Party Talks ini
adalah untuk menawar kebijakan pengembangan senjata nuklir
Korut dengan berbagai perimbangan yang sebisa mungkin menjadi
win win solution bagi semua negara. Diantaranya ialah pemulihan
hubungan Korut dengan negara-negara yang pernah bersitegang
dengannya,
bantuan
ekonomi,
dan
lainnya
(http://luar-
negeri.kompasiana.com/2010/11/24/korea-utara-menghimpunperhatian/).
Tindakan
DK
PBB
selanjutnya
adalah
mendorong
dilakukannya negosiasi dalam menyelesaikan krisis nuklir di Korea
Utara. Anggota DK PBB yang mendorong untuk dilakukannya
negosiasi multilateral adalah Cina dan Amerika Serikat. Negosiasi
multilateral ini disebut dengan Six Party Talks.
Tujuan dari Six-Party Talks adalah untuk mengidentifikasi
tindakan untuk membawa keamanan dan stabilitas di Semenanjung
Korea. Masalah utama yang dibahas dalam perundingan adalah
program senjata nuklir Korea Utara. Six Party Talks dimulai tahun
2003, tak lama setelah Korea Utara mengumumkan keinginannya
untuk menarik dari NPT. Six Party Talks terdiri dari sembilan
tahap, dalam prakteknya negosiasi multilateral ini tidak berjalan
lancar. Dari kesembilan negosiasi multilateral ini hanya beberapa
pertemuan saja yang menghasilkan keputusan, pertemuan pertama,
ketiga, dan keenam mengalami kegagalan dan tidak menghasilkan
putusan apapun.
70
Dalam hukum internasional negosiasi atau perundingan
adalah cara penyelesaian sengketa yang paling penting dan banyak
ditempuh serta efektif dalam menyelesaikan sengketa internasional.
Negara-negara lebih cenderung untuk menggunakan sarana
negosiasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan sengketanya.
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling
dasar dan yang paling tua digunakan oleh umat manusia.
Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling
penting. Banyak sengketa diselesaikan oleh negosiasi tanpa adanya
publisitas atau menarik perhatian publik. Negosiasi dalam hukum
internasional merupakan penyelesaian sengketa secara damai yang
bersifat politis.
Dari negosiasi multilateral tersebut penulis menyimpulkan
bahwa ada segi positif dari negosiasi multilateral tersebut. Segi
positif dari negosiasi tersebut antara lain yaitu pertama para pihak
sendiri yang melakukan perundingan secara langsung dengan
pihak lainnya, kedua para pihak memiliki kebebasan untuk
menentukan bagaimana penyelesaian secara negosiasi ini dilakukan
menurut kesepakatan mereka, ketiga para pihak mengawasi atau
memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya, keempat
negosiasi menghindari perhatian publik dan tekanan-tekanan politik
di dalam negeri, kelima dalam negosiasi para pihak berupaya
mencari penyelesaian yang dapat diterima dan memuaskan para
pihak sehingga tidak ada pihak yang menang dan kalah tetapi
diupayakan kedua belah pihak menang. Selain ada segi positif,
negosiasi juga ada hal negatifnya. Segi negatif tersebut adalah
ketika salah satu pihak menolak suatu putusan atau beda pendapat
dalam negosiasi sehingga tidak menghasilkan putusan apapun. Sisi
negatif negosiasi ini terlihat dalam Six Party Talks tahap pertama,
ketiga, dan keenam.
71
c. Penyelesaian di bawah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa
Penyelesaian krisis Nuklir di Korea Utara telah dilakukan Dewan
Keamanan PBB dengan mengeluarkan tiga resolusi. Resolusi yang
pertama adalah resolusi 1695 pada tanggal 15 Juli 2006, kedua resolusi
1718 pada tanggal 14 Oktober 2006, ketiga resolusi 1874 pada tanggal
12 Juni 2009. Untuk lebih rincinya berikut adalah inti isi putusan yang
ditetapkan DK PBB secara rinci:
1) Resolusi 1695 tentang larangan semua negara untuk mengirim
barang-barang yang berkaitan dengan rudal ke atau dari Korut.
a) Condemns the multiple launches by the DPRK of ballistic
missiles on 5 July 2006 local time (Mengutuk meluncurkan
beberapa beberapa peluncuran rudal balistik DPRK pada
tanggal 5 Juli 2006 Waktu Lokal);
b) Demands that the DPRK suspend all activities related to its
ballistic missile programme, and in this context re-establish its
pre-existing commitments to a moratorium on missile
launching (Menuntut bahwa DPRK menangguhkan semua
kegiatan yang berkaitan dengan program rudal balistik, dan
dalam konteks ini membangun kembali pra komitmen yang
ada untuk moratorium peluncuran rudal);
c) Requires all Member States, in accordance with their national
legal authorities and legislation and consistent with
international law, to exercise vigilance and prevent missile
and missile-related items, materials, goods and technology
being transferred to DPRK’s missile or WMD programmes
(Memerlukan semua Negara Anggota sesuai dengan otoritas
nasional hukum dan undang-undang dan konsisten dengan
hukum internasional untuk tetap waspada dan mencegah item
rudal dan bahan, barang dan teknologi yang terkait rudal yang
ditransfer ke DPRK atau program WMD);
d) Requires all Member States, in accordance with their national
legal authorities and legislation and consistent with
international law, to exercise vigilance and prevent the
procurement of missiles or missile related-items, materials,
goods and technology from the DPRK, and the transfer of any
financial resources in relation to DPRK’s missile or WMD
programmes. (Memerlukan semua Negara Anggota, sesuai
dengan otoritas nasional hukum dan undang-undang dan
konsisten dengan hukum internasional untuk tetap waspada
dan mencegah pengadaan rudal atau barang terkait rudal,
bahan, barang dan teknologi dari DPRK, dan transfer setiap
72
sumber daya keuangan dalam kaitannya dengan rudal DPRK
atau program WMD);
e) Underlines, in particular to the DPRK, the need to show
restraint and refrain from any action that might aggravate
tension, and to continue to work on the resolution of nonproliferation concerns through political and diplomatic
efforts(Menggarisbawahi, khususnya untuk DPRK, kebutuhan
untuk menahan diri dan menahan diri dari setiap tindakan yang
mungkin memperburuk ketegangan, dan untuk terus
melanjutkan melaksanakan pada resolusi non-proliferasi
melalui upaya politik dan diplomatik);
f) Strongly urges the DPRK to return immediately to the SixParty Talks without precondition, to work towards the
expeditious implementation of 19 September 2005 Joint
Statement, in particular to abandon all nuclear weapons and
existing nuclear programmes, and to return at an early date to
the Treaty on Non-Proliferation of Nuclear Weapons and
International Atomic Energy Agency safeguard (Mendesak
DPRK untuk segera kembali ke pembicaraan enam pihak tanpa
prasyarat, untuk bekerja menuju pelaksanaan Pernyataan
bersama pada 19 September 2005, khususnya untuk
meninggalkan semua senjata nuklir dan program nuklir yang
ada, dan kembali ke Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir
dan Badan Energi Atom Internasional);
g) Supports the six-party talks, calls for their early resumption,
and urges all the participants to intensify their efforts on the
full implementation of the 19 September 2005 Joint Statement
with a view to achieving the verifiable denuclearization of the
Korean Peninsula in a peaceful manner and to maintaining
peace and stability on the Korean Peninsula and in north-east
Asia (Mendukung pembicaraan enam pihak, menyerukan
dimulainya kembali, dan mendesak semua peserta untuk
mengintensifkan upaya mereka pada implementasi penuh dari
Pernyataan Bersama 19 September 2005 dengan maksud untuk
mencapai denuklirisasi diverifikasi di Semenanjung Korea
secara damai dan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di
Semenanjung Korea Utara dan di Asia Timur ) (UN,
http://daccess-ddsny.un.org/ doc/UNDOC/ GEN/ N06/431
/64/PDF/N0643164.pdf?OpenElement)
73
2) Resolusi 1718 tentang larangan Korut melakukan semua kegiatan
yang berkaitan dengan program roket dan senjata atom.
a) Korea Utara dilarang menjalankan sembarang uji coba nuklir
atau meluncurkan rudal dengan hulu ledak nuklir,
menangguhkan senmua rencana aktivitas yang berkaitan
dengan uji coba nuklirnya,menghapuskan semua senjata nuklir
yang dimiliki, menghentikan semua program nuklir secara
keseluruhan yang dilakukan secara resmi oleh negara ini;
b) Korea Utara harus bersedia berunding kembali tanpa syarat
dengan pembicaraan enam negara (Six Party Talks) untuk
membahas ulang masalah kepemilikan senjata nuklirnya;
c) Kiriman kargo dari dan menuju Korea Utara dihentikan dengan
tujuan untuk melakukan pemeriksaan terhadap kepemilikan
senjata nuklir dan senjata pemusnah massal yang dimiliki dan
senjata-senjata yang berkaitan dengan hal terssebut;
d) Penghentian aktivitas ekspor dan impor atas barang-barang
yang terdiri atas pesawat tempur, helikopter penyerang, kapal
perang, misil dengan hulu ledak nuklir, dan ragam jenis senjata
yang berhubungan dengan nukir yang selama ini digunkaan
oleh Korea Utara;
e) Anggota DK PBB membekukan aset yang dimiliki Korea
Utara baik perorangan maupun negara yang berada di luar
wilayah Korea Utara yang terlibat dalam program pengayaan
senjata nuklir Korea Utara. Juga dilakukan pelarangan
perjalanan lintas negara yang diberlakukan bagi semua pihak
yang terlibat dalam program pengayaan senjata nuklir yang
terdiri atas para pekerja di reaktor nuklir dan keluarganya;
f) Negara anggota Dewan Keamanan PBB dilarang melakukan
ekspor barang mewah kedalam wilayah Korea Utara.
(RR.Emilia Yustiningrum, 2007 : 28-29).
3) Resolusi 1874 tentang pengetatan embargo senjata dan laranganlarangan berkaitan dengan keuangan seperti larangan ekspor import
senjata.
a) Tuntutan bahwa Korea Utara tidak boleh melakukan uji coba
nuklir lebih lanjut atau memulai menggunakan teknologi rudal
balistik;
b) Memutuskan bahwa Korea Utara akan menangguhkan semua
kegiatan yang berhubungan dengan program rudal balistik;
74
c) Tuntutan bahwa Korea Utara segera sepenuhnya mematuhi
kewajibannya di bawah resolusi Dewan Keamanan yang
relevan, khususnya dalam resolusi 1718 (2006);
d) Tuntutan bahwa Korea Utara segera mencabut pengumuman
dari penarikan dari NPT;
e) Memutuskan bahwa Korea Utara akan meninggalkan semua
senjata nuklir dan
program nuklir akan diverifikasi secara
lengkap oleh IAEA sesuai NPT
f) semua Negara harus memeriksa semua kargo yang akan ke
Korea Utara dan keluar dari Korea Utara di wilayah mereka
termasuk pelabuhan laut dan bandar udara;
g) Memutuskan
memberikan
melarang
layanan
Negara-negara
pengisian
bahan
Anggota
untuk
bakar,
seperti
penyediaan bahan bakar atau pasokan, atau melayani kapal
Korea Utara di wilyah mereka yang membawa barang-barang
pasokan, penjualan, transfer, atau ekspor yang dilarang oleh
ayat 8 (a), 8 (b), atau 8 (c) dari resolusi 1718 (2006);
h) Menyerukan
kepada
negara-negara
anggota,
selain
melaksanakan kewajiban mereka sesuai dengan paragraf 8 (d)
dan
(e)
resolusi
1718
(2006),
untuk
mencegah
penyediaan jasa keuangan atau transfer ke, melalui, atau dari
wilayah mereka, atau oleh warga negara mereka atau entitas
yang didirikan berdasarkan hukum mereka (termasuk cabang
luar negeri), atau orang-orang atau lembaga keuangan di
wilayah mereka, dari setiap keuangan atau lainnya aset atau
sumber daya yang dapat memberikan kontribusi pada Korea
Utara terkait nuklir, rudal balistik yang berhubungan, atau
senjata pemusnah massal;
75
i) Semua Anggota PBB tidak boleh memberikan dukungan
keuangan publik untuk perdagangan Korea Utara (termasuk
pemberian ekspor, jaminan kredit atau asuransi untuk warga
negara mereka atau badan yang terlibat dalam perdagangan
tersebut)( UN,http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/
N09/368/49/PDF/N0936849.pdf?OpenElement).
Pasal 37 Piagam PBB mensyaratkan para pihak yang bersengketa
untuk menyerahkan sengketanya kepada Dewan Keamanan PBB manakala
penyelesaian melalui cara-cara yang terdapat dalam pasal 33 ternyata tidak
mungkin terwujud. Dewan Keamanan PBB dapat pula menjatuhkan sanksi
kepada suatu negara dengan tujuan agar negara tersebut menghentikan
perbuatannya (yang diduga keras melanggar hukum internasional). Sanksi
DK PBB terhadap Korea Utara adalah berupa resolusi. Implikasi dari
dikeluarkannya resolusi ini adalah Korea Utara sebagai negara anggota
PBB harus mau menerima dan melaksanakan resolusi tersebut.
Sedangkan DK PBB juga harus melaksanakan kekuasaannya secara
adil, tidak melebihi dari apa yang ditentukan dalam Piagam PBB.
Kekuasaan DK PBB yang begitu besar ini dapat menimbulkan suatu
kekuasaan yang luar biasa dan kadang-kadang di luar kekuasaan yang
ditetapkan oleh Piagam PBB. Hal ini bisa terjadi dengan alasan untuk
memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Walaupun begitu,
tidak berarti kekuasaanya tidak terbatas melainkan tetap mempunyai
batasan-batasan secara hukum. Oleh karena itu dalam menyelesaikan krisis
nuklir di Korea Utara DK PBB harus memperhatikan ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 1 ayat (1), dan Pasal 2 ayat
(7) Piagam PBB.
Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan tiga resolusi. Resolusi
yang pertama adalah resolusi 1695 pada tanggal 15 Juli 2006, kedua
resolusi 1718 pada tanggal 14 Oktober 2006, ketiga resolusi 1874 pada
tanggal 12 Juni 2009. Ketiga resolusi tersebut pada umumnya berisi sanksi
kepada Korea Utara yang isinya larangan semua negara untuk mengirim
76
barang-barang yang berkaitan dengan rudal ke atau dari Korut, tentang
larangan Korut melakukan semua kegiatan yang berkaitan dengan program
roket dan senjata atom, dan tentang pengetatan embargo senjata dan
larangan-larangan berkaitan dengan keuangan seperti larangan ekspor
import senjata.
2. Kesesuaian tindakan Dewan Keamanan PBB dalam menangani krisis
nuklir di Korea Utara dengan ketentuan yang tercantum dalam Bab V-VII
Piagam PBB
Sesuai dengan pembahasan pada sub bab sebelumnya telah
dijelaskan bahwa DK PBB telah melaksanakan tindakan untuk
menyelesaikan krisis nuklir. Dalam sub bab ini dianalisis tindakan DK
PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara menurut Bab V-VII
Piagam PBB.
DK PBB memiliki tanggung jawab untuk memelihara perdamaian
dan keamanan internasional yang diberikan oleh negara-negara anggota
PBB di seluruh dunia. Tanggung jawab tersebut membuat para anggota
DK PBB yang beranggotakan 15 negara terus berupaya menegakkan
amanat Piagam PBB. Lima negara anggota tetap DK PBB diberi status
luar biasa, hal ini lah yang mendorong agar DK PBB untuk menyelesaikan
krisis nuklir di Korea Utara. Tanggung jawab DK PBB dalam memelihara
perdamaian dan kemanan internasional terdapat dalam Pasal 24 ayat (1)
Bab V Piagam PBB, yang disebutkan bahwa:
―Untuk menjamin agar Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat
menjalankan tindakannya dengan lancar dan sempurna, maka anggotaanggotanya memberikan tanggung jawab utama kepada Dewan Keamanan
untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, dan
menyetujui agar supaya Dewan Keamanan dalam menjalankan kewajibankewajibannya di bawah tanggung jawab ini bertindak atas nama mereka.‖
Tindakan yang dilakukan Dewan Keamanan PBB yang pertama
adalah melakukankan Penyelidikan terkait program nuklir Korea Utara.
Penyelidikan ini dilakukan oleh IAEA yang dalam hal ini dibawah
pengawasan DK PBB. Laporan IAEA dalam bidang nuklir menjadi bahan
77
masukan DK PBB dalam melakukan suatu tindakan yang diperlukan bila
dianggap telah mengancam perdamaian dan keamanan internasional.
IAEA merupakan badan otonom dibawah kendali PBB, berikut adalah
struktur yang menunjukkan bahwa IAEA adalah bagian dari DK PBB.
Majelis
Umum
Komite
Tindakan
Kolektif
Komisi Perlucutan
Senjata
Dewan
Keamann
Badan
Energi
Atom
Internasio
nal
Kepala-kepala staff
Angota-anggota Tetap
Dewan Keamanan
BADAN-BADAN AD
HOC
Komite Para
Ahli
-
Komite Mengenai
Izin Masuk
Anggota Baru
-
Komite Staff
MIliter
-
Namibia
Hak-Hak
Rakyat
Palestina
Resolusi 421
(1977)
mengenai
Afrika Selatan
Benin
Apartheid
UNTSO
UNDOF
UNFICYP
UNMOGIP
Gambar 3: Struktur Dewan Keamann PBB
Sumber: DW Bowett,1995:37
Dasar hukum dari wewenang DK untuk melakukan penyelidikan
adalah dalam Pasal 34 Bab VI Piagam yang menyatakan bahwa:
―Dewan keamanan dapat menyelidiki setiap pertikaian, atau setiap
keadaan yang dapat menimbulkan pertentangan intenasional atau
menimbulkan suatu pertikaian, untuk menentukan apakah
berlangsungnya pertikaian atau keadaan itu dapat membahayakan
terpeliharanya perdamaian serta keamanan internasional.‖
Wujud nyata dari penyelidikan tersebut adalah dengan mengutus
IAEA untuk melakukan pemeriksaan. IAEA telah melakukan enam kali
inspeksi di Korea Utara, diantaranya inspeksi yang bersifat khusus.
Inspeksi khusus dilaksanakan supaya mengetahui status pengembangan
senjata nuklir atau kepemilikan senjata nuklir di Korea Utara.
78
Saat itu IAEA meminta pemeriksaan khusus dengan alasan
perbedaan laporan dari pihak Korea Utara dengan inspektor yang
kemudian ditolak oleh Korea Utara. IAEA meminta Dewan Keamanan
Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk mendapatkan izin inspeksi
khusus. Kemudian pada tahun 2002 IAEA melakukan inspeksi lagi
terhadap fasilitas nuklir di Korea Utara, akan tetapi pihak IAEA telah di
tolak oleh pihak Korea Utara. Inspeksi selanjutnya adalah pada 14-17 Juli
2007. Delapan anggota IAEA bertugas untuk melakukan investivigasi dan
inspeksi. Inspeksi ini merupakan verifikasi terhadap kesediaan negara
komunis itu untuk menutup fasilitas nuklir yang dimilikinya.
Selanjutnya Pasal 39 Bab VII Piagam PBB memberi wewenang DK
PBB untuk melaksanakan salah satu prinsip PBB mengenai tanggung
jawab untuk menentukan ancaman dimana DK PBB dapat menentukan
langkah-langkah yang dianggap mengganggu keamanan dan perdamaian
internasional berdasarkan apa yang tercantum dalam Bab VII Pasal 39
yang berbunyi:
―Dewan Keamanan akan menentukan adanya sesuatu ancaman
terhadap perdamaian, pengacauan terhadap perdamaian, atau
tindakan agresi dan akan memajukan anjuran-anjuran atau
memutuskan tindakan apa yang akan diambil sesuai dengan Pasal 1
dan 42, untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan
keamanan internasional.‖
Menurut Pasal 39 tersebut, keterlibatan DK PBB dalam menentukan
suatu keadaan yang dianggap mengganggu perdamaian dan keamanan
internasional sangat diperlukan. Oleh karena itu, DK PBB berwenang
melakukan tindakan-tindakan untuk menyelesaikannya. Dari Pasal 39
dapat disimpulkan bahwa DK PBB mempunyai wewenang untuk
menentukan adanya suatu ancaman terhadap perdamaian, dalam kasus
nuklir Korea Utara tersebut DK PBB merasa bahwa hal tersebut
merupakan ancaman bagi perdamaian. Masukan laporan dari IAEA
merupakan dasar bagi DK PBB untuk menentukan adanya ancaman
terhadap perdamaian.
79
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tindakan yang diambil
DK PBB mempunyai dasar hukum yang terdapat dalam Piagam PBB.
Pertama, DK PBB mempunyai tanggung jawab dari negara anggota lain
untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia, hal ini didasarkan pada
Pasal 24 ayat (1) Bab V Piagam PBB.
Tindakan DK PBB dalam melakukan penyelidikan terkait nuklir
Korea Utara di dasarkan pada Pasal 34 Bab VI Piagam PBB 1945, DK
PBB menyelidiki keadaan Krisis nukilir Korea Utara yang dapat
menimbulkan pertentangan
internasional
atau menimbulkan suatu
pertikaian. Penyelidikan yang dilaksanakan DK PBB ini untuk
menentukan apakah berlangsungnya keadaan itu dapat membahayakan
terpeliharanya perdamaian serta keamanan internasional.
DK PBB juga telah menentukan adanya suatu ancaman terhadap
perdamaian yang ditimbulkan dari program nuklir Korea Utara. Penentuan
adanya ancaman terhadap keamanan dan perdamaian didasarkan dari hasil
penyelidikan IAEA yang kemudian dilaporkan kepada DK PBB, landasan
hukum DK PBB menentukan adanya ancaman adalah Pasal 39 Bab VII
Piagam PBB.
Tindakan yang dilakukan DK PBB selanjutnya adalah memberikan
ide atau gagasan tentang penyelesaian sengketa secara damai dengan cara
berunding, ide perundingan secara multilateral tersebut dikenal dengan Six
Party Talks. Inisiatif yang di gagas oleh China, Amerika Serikat, dan
Rusia merupakan bentuk peran serta anggota DK PBB dalam penyelesaian
sengketa nuklir Korea Utara, penyelesaian sengketa secara damai
dianjurkan dalam Pasal 33 ayat (1) dan (2) Bab VI tentang penyelesaian
pertikaian secara damai Piagam PBB yang berbunyi:
―Pasal 1: Negara-negara yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian
yang terus menerus yang mungkin membahayakan terpeliharanya
perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari
penyelesaian dengan jalan perundingan, penyelidikan, dengan
peraturan, permufakatan, perwasitan, penyelesaian menurut hukum,
80
melalui badan-badan atau persetujuan-persetujuan setempat, atau
dengan cara damai lainnya yang dipilih sendiri.‖
―Pasal 2: Dewan keamanan, bila dianggap perlu, akan meminta kepada
pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan
cara-cara demikian.‖
Pasal 33 ayat (1) dan (2) Bab VI Piagam PBB tersebut merupakan
anjuran kepada negara yang sedang mengalami sengketa untuk
menyelesaikan sengketa mereka secara damai, dari pasal 2 menjelaskan
bahwa DK PBB bila dianggap perlu akan meminta pihak-pihak yang
bertikai untuk menyelesaikan pertikaan tersebut dengan damai. Dalam
krisis nuklir Korea Utara DK PBB sudah menganjurkan cara damai,
bahkan tiga anggota tetap DK PBB yaitu Cina, Amerika Serikat, dan Rusia
mengajak Korea Utara untuk negosiasi multilateral atau Six Party Talks.
DK PBB menangani krisis nuklir Korea Utara berlandaskan pada
kewenangannya yaitu untuk memelihara perdamaian dan keamanan
internasional sesuai dengan prinsip-prinsip dan tujuan Perserikatan
Bangsa-Bangsa(UN, http://www.un.org/Docs/sc/unsc_functions.html), DK
PBB juga berperan dalam menarik kembali Korea Utara untuk kembali
kepada Six Party Talks, hal ini tertulis dalam Resolusi 1718 tentang
larangan Korut melakukan semua kegiatan yang berkaitan dengan program
roket dan senjata atom.
Tindakan yang dilakukan selanjutnya oleh DK PBB adalah
mengeluarkan tiga Resolusi. Pertama adalah Resolusi 1695, Dewan
Keamanan PBB menetapkan sanksi sanksi yang mengharuskan semua
negara mencegah pengiriman barang-barang yang berkaitan dengan rudal
ke atau dari Korut(Nuklir Sebagai Alat Diplomasi (Diplomasi Koersif
Korea Utara Dalam Politik Internasional) http://fisip.unand.ac.id/hi/
blog/?p=260). Sekitar hampir tiga bulan disahkannya Resolusi Nomor
1695, pada 9 Oktober 2006 Korea Utara telah melaksanakan uji coba
nuklir yang dilakukan di bawah tanah, tepatnya yaitu berada di sebuah
terowongan di pantai timur Korea Utara. Dari hasil uji coba tersebut telah
81
berdampak dengan timbulnya gempa berkekuatan 4,2 Mb (body wave
magnitude). Negara tetangga Korea Utara yaitu Korea Selatan dan Jepang
langsung memprotes tindakan uji coba yang dilakukan Korea Utara
tersebut
(http://witnyvirgiany.
blogspot.com/
2009/10/implikasi-
perkembangan-senjata-nuklir.html). Seismograf Rusia yang dipasang di
seluruh penjuru negeri telah mencatat bahwa ada getaran yang ditimbulkan
dari uji coba itu. Lembaga Penelitian Sumber Daya Alam dan Geologi
Korea Selatan juga telah merinci, uji coba itu menimbulkan guncangan
berskala 3,5-3,7 skala Richter. Laporan intelijen melengkapinya, lokasi uji
coba sama dengan lokasi uji coba rudal Taepodong 2. Uji coba itu Nuklir
Korea Utara tersebut juga menimbulkan gempa besar di Gedung Putih, di
Markas Dewan Keamanan (DK) PBB, dan negara-negara Asia Timur
lainnya, yakni Korea Selatan, Jepang, dan China, serta seluruh penjuru
dunia, hal ini akan mempengaruhi stabilitas keamanan dunia serta
terancamnya perdamaian (Lilly,
http://lilyyuliantifarid.com/mengapa-
korea-utara-tak-gentar-20.php).
Terancamnya stabilitas keamanan dunia internasional sudah dimulai
ketika Korea Utara mengeluarkan diri dari Perjanjian Non-profelasi Nuklir
(NPT) pada tanggal 10 Januari 2003, dan pada tahun 2005, langsung
mengklaim bahwa telah memiliki sejumlah senjata nuklir aktif yang tidak
digunakan untuk kepentingan publik dan perdamaian tapi untuk
kepentingan militer. Sedangkan krisis nuklir di Korea Utara mulai ada
sejak Korea Utara mengancam keluar dari NPT pada tahun 1993.
Nuklir Korea Utara telah berdampak bagi stabilitas keamanan
internasional khususnya kawasan Asia Timur. Dampak tersebut adalah
munculnya efek spiral di antara negara-negara di kawasan Asia Timur.
Artinya, ketika Korea Utara mampu memproduksi senjata nuklir maka
yang terjadi adalah adanya reaksi dari suatu negara untuk melakukan hal
yang sama yaitu memproduksi senjata nuklir atau memperkuat sistem
persenjataanya untuk mengantisipasi serangan dari negara lain. Kondisi ini
akan semakin rumit ketika antara negara-negara tersebut pernah terlibat
82
dalam konflik. Sehingga dalam kondisi ini memunculkan efek yang sangat
besar dalam hal perlombaan senjata (Fatkurrohman, http://fatkurrohman.
blogspot.com/2007/07/dampak-nuklir-korea-utara.html).
Akhirnya
DK
PBB kembali menetapkan Resolusi untuk Korea Utara, yaitu Resolusi
1718 yang disahkan pada 14 Oktober 2006 yang berisi tentang larangan
bagi Korea Utara melakukan segala bentuk kegiatan yang berkaitan
dengan program nuklir dan pengembangan senjata pemusnah massal
termasuk pengiriman senjata dari dan ke Korea Utara.
Pada bulan Juli 2007 Korea Utara mulai menutup fasilitas nuklirnya
di Yeongbyeon hingga meyakinkan AS untuk mencabut Korut dari daftar
negara-negara pendukung teroris. Namun hal tersebut juga tidak
berlangsung lama karena pada bulan April 2009 Korea Utara kembali
meluncurkan roket jarak jauhnya.
Dewan
Keamanan
Perserikatan
Bangsa-bangsa
(DK-PBB)
memutuskan untuk menambah dan menegaskan sanksi atas Korea Utara
setelah negara itu melakukan uji nuklir kedua. Keputusan ini diambil
melalui pemungutan suara anonim dengan hasil suara bulat, Jumat 12 Juni
2009 (Vivanews, http://dunia.vivanews.com/news/read/66277-dkpbbtetap
kansanksibaruuntukkorut). Resolusi tersebut adalah Resolusi DK-PBB
1874, Resolusi tersebut dikeluarkan dikarenakan proyek pengembangan
nuklir Korea Utara yang tetap dijalankan dan uji coba nuklir yang
berlangsung pada 25 Mei 2009. Uji coba nuklir yang berlangsung pada
bulan Mei 2009 tersebut telah melanggar resolusi-resolusi sebelumnya.
Akan tetapi desakan DK-PBB terhadap Korea Utara untuk segera
mengakhiri program senjata nuklir dan peluru kendalinya malah
ditanggapi Korut dengan melancarkan provokasi.
Resolusi 1874 merupakan Resolusi ketiga yang dikeluarkan DK
PBB pada 12 Juni 2009 di markas besar PBB, New York dengan suara
bulat. Inti dari Resolusi tersebut adalah memperkeras sanksi terhadap
Korea Utara berupa pengetatan embargo senjata dan larangan-larangan
baru berkaitan dengan keuangan seperti larangan ekspor import senjata
83
yang notabene memiliki sanksi lebih berat dari resolusi-resolusi
sebelumnya seperti larangan bagi Korea Utara untuk melakukan eksporimpor senjata dan pemeriksaan terhadap kapal-kapal laut dan pesawat
milik Korut yang mencurigakan. Dasar hukum dikeluarkannya ketiga
Resolusi tersebut adalah Pasal 41 Bab VII Piagam PBB yang berbunyi:
―Dewan Keamanan dapat memutuskan tindakan-tindakan apa yang
tidak termasuk digunakannya kekuatan senjata untuk dapat
melaksanakan keputusan-keputusannya, dan dapat meminta kepada
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melaksanakan tindakantindakan itu. Dalam hal ini termasuk tindakan-tindakan untuk
memutuskan seluruhnya atau sebagian daripada hubungan-hubungan
ekonomi, termsuk hubungan kereta api, alut, udara, pos, kawat, radio,
dan alat-alat lainnya serta perhubungan diplomatik.‖
Pasal 41 tersebut memberikan legitimasi bagi DK PBB untuk
melakukan tindakan-tindakan pemaksaan dalam menyelesaikan suatu
kasus. Menurut Pasal 41, DK PBB dapat memaksakan suatu negara untuk
melaksanakan tindakan dengan tidak melibatkan pengggunaan senjata atau
dengan jalan sanksi ekonomi berupa embargo maupun pengucilan dari
pergaulan internasional.
Resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB harus di taati oleh Korea
Utara. Keluarnya Resolusi tersebut berlandaskan hukum Piagam PBB.
Piagam PBB ini merupakan traktat multilateral, yakni penuangan
kesadaran masyarakat internasional dalam memelihara perdamaian dan
keamanan kolektif, maka Piagam
ini secara hukum
menciptakan
kewajiban yang mengikat bagi semua negara anggota PBB (Boer Mauna,
2000:144-145). Keputusan-keputusan DK PBB mempunyai dampak bagi
suatu negara yang terlibat konflik atau sengketa untuk mematuhi dan
melaksanakan keputusan tersebut (Elfia Farida, 2004 : 134). Selain itu
Korea Utara juga wajib menyetujui untuk menerima dan menjalankan
keputusan-keputusan Dewan Keamanan, hal ini berdasarkan Pasal 25 Bab
V Piagam PBB yang bunyinya:
84
―Anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui untuk
menerima dan menjalankan keputusan-keputusan Dewan Keamanan
sesuai dengan Piagam ini.‖
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tindakan yang
dilakukan DK PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea Utara telah
mempunyai landasan hukum yang terdapat dalam Piagam PBB. DK PBB
menyelesaikan krisis tersebut berlandaskan Piagam PBB, yaitu Pasal 24
ayat (1) Bab V, Pasal 33 ayat (1) dan (2) Bab VI , Pasal 34 Bab VI, Pasal
39 Bab VII, 41 Bab VII Piagam PBB.
Tindakan yang dilakukan DK PBB tidak hanya sampai seperti yang
dijelaskan sebelumnya, tetapi dapat berupa penyelesaian dengan
kekerasan. Apabila negara-negara yang bersengketa tidak mencapai
kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa secara damai maka dapat
dimungkinkan dengan cara kekerasan, sarana penyelesaian sengketa
dengan kekerasan itu terdapat dalam Pasal 42 Bab VII Piagam PBB.
―Apabila Dewan Keamanan menganggap bahwa tindakan-tidnakan
yang ditentukan dalam Pasal 41 tidak mencukupi atau telah terbukti
tidak mencukupi, ia dapat mengambil tindakan dengan
mempergunakan angkatan udara, laut, atau darat bila dianggap perlu
untuk mempertahankan atau memulihkan perdamaian serta kemanan
internasional. Dalam tindakan itu termasuk pula demonstrasidemonstrasi, blokade, dan tindakan-tindakan lain dengan
mempergunakan angkatan udara, laut, atau darat dari anggotaanggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.‖
Pasal 42 menjelaskan bahwa DK PBB dapat menggunakan
kekerasan dengan melibatkan militer. Namun penerapan sanksi yang
bersifat keras sebagaimana yang tercantum dalam 42 tersebut sebisa
mungkin dihindari dalam menyelesaikan sengketa dan DK PBB lebih
mengutamakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur damai,
yaitu diplomasi terlebih dahulu.
85
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Tindakan yang dilakukan DK PBB terkait dengan perannya dalam
menangani krisis nuklir di Korea Utara yaitu :
a.
Penyelidikan IAEA mengenai program nuklir yang ada di Korea
Utara, dimana DK PBB memberi ijin IAEA untuk melakukan inspeksi
krisis nuklir Korea Utara. Penyelidikan ini merupakan tindakan yang
dilakukan oleh DK melalui badan khusunya yaitu IAEA.
b.
Negosiasi multilateral oleh enam negara (Six Party Talks), tindakan
yang dilakukan DK PBB selanjutnya adalah menganjurkan pihak yang
bersengketa untuk melaksanakan negosiasi multilateral. Negosiasi
multilateral yang dikenal dengan Six Party Talks atau pertemuan segi
enam ini dipelopori oleh tiga anggota tetap DK PBB, yaitu Cina,
Rusia, dan Amerika.
c.
Penyelesaian di bawah DK PBB dengan mengeluarkan tiga resolusi.
Resolusi yang pertama adalah resolusi 1695 pada tanggal 15 Juli 2006
tentang larangan semua negara untuk mengirim barang-barang yang
berkaitan dengan rudal ke atau dari Korut, kedua resolusi 1718 pada
tanggal 14 Oktober 2006 tentang larangan Korut melakukan semua
kegiatan yang berkaitan dengan program roket dan senjata atom,
ketiga resolusi 1874 pada tanggal 12 Juni 2009 tentang pengetatan
embargo senjata dan larangan-larangan berkaitan dengan keuangan
seperti larangan ekspor import senjata.
2. Tindakan Dewan Keamanan PBB dalam menangani krisis nuklir di Korea
Utara sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 24 ayat (1)
Bab V, Pasal 33 ayat (1) dan (2) Bab VI , Pasal 34 Bab VI, Pasal 39 Bab
VII, 41 Bab VII Piagam PBB.
86
B. Saran
Dalam rangka meningkatkan peran DK PBB dalam menangani krisis
nuklir Korea Utara, maka perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan baik dari
DK PBB. Beberapa saran yang dapat penulis berikan antara lain
1. Perlu adanya reformasi Dewan Keamanan DK PBB, yaitu terutama pada
perluasan kenggotaan tetap DK PBB dari kawasan Afrika, Asia, serta
Amerika latin.
2. DK PBB perlu meningkatkan keefektifan pengambilan keputusan anggota
Dewan Keamanan DK PBB dengan cara senantiasa melakukan konsultasi
diantara anggota -anggota Dewan Keamanan DK PBB dengan negara
penerima keputusan.
3. Korea Utara harus mematuhi dan menjalankan resolusi yang dikeluarkan
DK PBB sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 25 Bab V
Piagam PBB. Resolusi tersebut antara lain resolusi 1695 tentang larangan
semua negara untuk mengirim barang-barang yang berkaitan dengan rudal
ke atau dari Korut, resolusi 1718 tentang larangan Korut melakukan semua
kegiatan yang berkaitan dengan program roket dan senjata atom, resolusi
1874 tentang pengetatan embargo senjata dan larangan-larangan berkaitan
dengan keuangan seperti larangan ekspor import senjata.
4. Memunculkan pilihan atau opsi yang menguntungkan kedua belah pihak
dalam negosiasi, sehingga Deadlock dapat diminimalisir.
87
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ade Maman Suherman, 2003. Organisasi Internasional dan Integrasi
Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi. Jakarta: PT
Ghalia Indonesia.
Boer Mauna. 2000. Hukum Internasional:Pengertian, Peranan dan Fungsi
Dalam Era Dinamika Global. Bandung:Alumni
D.W. Bowett. 1995. Hukum Organisasi Internasional. Terjemahan Bambang
Iriana Djajaatmadja dari The Law of International Institutional (1982).
Jakarta: Sinar Grafika.
F. Sugeng Istanto. 1984. Hukum Internasional. Yogyakarta: Universitas Atma
Jaya Yogyakarta.
Hualaa Adolf. 2004. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta:
Sinar Grafika.
Jawahir Tontowi dan Pranoto Iskandar. 2006. Hukum Internasional
Kontemporer. Bandung: PT. Refika Aditama.
J.G Merrills. 1986. Penyelesaian Sengketa Internasional. Terjemahan
Achmad Fauzan
Fauzan dari International Dispute Settlement (tanpa
tahun). Bandung.
J.G. Starke. 2001. Pengantar Hukum Internasional 2. Terjemahan dari
Bambang Iriana Djajaatmadja dari Introduction to International Law
(1989).Jakarta:SinarGrafika.
Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif.
Malang:Bayu Media.
Liek Wilardo dan H.C. Yohannes. 1993. Kamus Fisika: Fisika dan Teknologi
Nuklir. Jakarta: Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan
dan Kebudayaan.
Loekito Santoso. 1986. Orde Perdamaian Memecahkan Masalah Perang
(Penjelajahan Polemologik). Jakarta: UI-Press.
88
Mandalangi, J.Pareira. 1986. Segi-segi Hukum Organisasi Internasional.
Bandung:Bina Cipta.
Peter Mahmud Marzuki. 2009. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada
Media.
Rebecca M M. Wallace. 1993. Hukum Internasional. Terjemahan Bambang
Arumanadi
dari International Law (1986). Semarang: IKIP Semarang
Press.
Safril Djamain. 1993. Mengenal Lebih Jauh PBB dan Negara-Negara di
Dunia.
Klaten: PT. Intan Pariwara.
Sefriani. 2011. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Jakarta Utara: PT Raja
Grafindo Persada.
Sri Setianingsih suwardi. 2004. Pengantar Hukum Organisasi Internasional.
Jakarta: UI
Press
Soemaryo Suryokusumo. 1987. Organisasi Internasional. Jakarta: UI-Press.
-----------------. 1990. Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: UI-Press.
-----------------. 1997. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional. Jakarta:
UI-Press
T.May Rudy. 2002. Hukum Internasional 2. Bandung: PT. Refika Aditama.
Produk Perundang-Undangan:
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1945 (Charter of United Nations)
Treaty on the Non Proliferation of Nuclear Weapon (NPT)
Internet :
Kemlu,
http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=16&l=id
diakses 10 Januari 2012, pukul 13.15 WIB.
UN, http://www.un.org/en/aboutun/index.shtml), diakses 18 februari 2012,
pukul 16.30
WIB.
UN, http://www.un.org/Docs/sc/unsc_functions.html, diakses 17 Maret 2012,
pukul
19.05 WIB.
89
UN,http://daccess-ddsny.un.org/
doc/UNDOC/
GEN/
/64/PDF/N0643164.pdf?OpenElement, diakses 17 Maret
19.15
N06/431
2012, pukul
WIB.
UN,http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/ N09/ 368/49/ PDF/
N0936849
.pdf? OpenElement, diakses 17 Maret 2012, pukul 19.15
WIB.
Anonim.http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ppkn4419/_private/Piagam%20P
BB.htm,
diakses 6 Maret 2012, pukul 13.15 WIB.
Anonim,http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2005/10/printable/0510
07_elbaradeisw.shtml, diakses 10 februari 2012, pukul 11.15 WIB.
Norris.
http://www.thebulletin.org
diakses 8 Januari
cuming.
/article_nn.php?art_ofn=ma03norris
2011, pukul 19.15 WIB.
http://www.mtholyoke.edu/acad/intrel/cumings.htm
diakses
8
Januari 2011, pukul 19.17 WIB.
Anonim.http://www.nautilus.org/0684KCNA.html diakses 8 Januari 2011,
pukul 19.15
WIB.
virgiany,http://witnyvirgiany.blogspot.com/2009/10/implikasiperkembangan-senjata-
nuklir.html diakses 8 Januari 2011, pukul
19.24 WIB.
Anonim,http://kanakini.blogspot.com/2011/12/dilematis-nuklir-korea
utara.htm
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/ nkorea_nuclear/faq_01.htm, diakses
5
November
2011, pukul 18.15 WIB.
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_02.htm, diakses 5
November
2011, pukul 18.15 WIB.
Anonim.http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/faq_03.htm,
diakses 5
November 2011, pukul 18.15 WIB.
http://world.kbs.co.kr/indonesia/event/nkoreanuclear/news03.htm, diakses 5
November
2011, pukul 18.15 WIB.
http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01a.htm, diaks
es 5
November 2011, pukul 18.15 WIB.
90
(http://world.kbs.co.kr/
diakses 5
KBS,
indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01b.htm,
November 2011, pukul 18.15 WIB.
http://world.kbs.co.kr/
world_01c.htm, diakses 5
indonesian/event/nkorea_nuclear/
November 2011, pukul 18.15 WIB.
KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01d.htm,
diakses 5
November 2011, pukul 18.15 WIB.
KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01e.htm),
diakses
5
November 2011, pukul 18.15 WIB.
KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01f.htm,
diakses 5
November 2011, pukul 18.15 WIB.
KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01g.htm,
diakses 5
November 2011, pukul 18.15 WIB.
KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/ nkorea_nuclear/world_01h.htm,
diakses 5
November 2011, pukul 18.15 WIB.
KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01i.
htm, diakses 5 November 2011, pukul 18.15 WIB.
KBS, http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01j.htm,
diakses 5
November 2011, pukul 18.15 WIB.
KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_ nuclear/world_01k.htm,
diakses 5
November 2011, pukul 18.15 WIB.
KBS,http://world.kbs.co.kr/indonesian/event/nkorea_nuclear/world_01l.htm,
diakses 5
November 2011, pukul 18.15 WIB.
http://luar-negeri.kompasiana.com/2010/11/24/korea-utara-menghimpun
perhatian/,
diakses 3 April 2012, pukul 13.05 WIB.
http://www.iisip.ac.id/content/atau-six-party-talks-dalam-mengatasiancaman-nuklir-
korea-utara-tahun-2002-2007, diakses 9 juli 2012,
pukul 15.10 WIB.
http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0707/09/int1.htm, diakses 9
Juli
2012, pukul 15.15 WIB.
http://www.wagingpeace.org/articles/2003/04/10_chaffee_korea
diakses
diakses 18 Juli 2012, pukul 18.25 WIB.
npt.htm),
91
http://fisip.unand.ac.id/hi/blog/?p=260, diakses 19 Agustus 2012, pukul 10.20
WIB.
http://dunia.vivanews.com/news/read/66277-dkpbbtetap
kansanksibaruuntukkorut,
diakses 20 Agustus 2012, pukul 00.10 WIB.
http://fatkurrohman.blogspot.com/2007/07/ dampak-nuklir-korea-utara.html ,
diakses pada 20 Oktober 2012, pukul 19.05 WIB.
Lilly,
http://lilyyuliantifarid.com/mengapa-korea-utara-tak-gentar-20.php,
diakses pada 20 Oktober 2012, pukul 19.05 WIB
Jurnal :
Elfia Farida. 2004. ―Dampak keputusan Dewan Keamanan PBB bagi Suatu
Negara‖. Jurnal Hukum Respublica. Vol.3,No 2.
R.Aditia Harisasongko.2008. ―Global&Strategis‖. Th.2, No2.
RR.Emilia Yustiningrum. 2007. ―Masalah Senjata Nuklir dan Masa Depan
Perdamaian
Dunia‖. jurnal Penelitian Politik Vol. 4 No. 1.
Yewon Ji. 2009. ―Three Paradigms of North Korea‘s Nuclear Ambitions‖.
Journal of Political Inquiry. Vol 2.
Yufan Fao.2007.‖China and the korean peninsula:a chinese view on the north
korean nuclear issue‖. international journal of korean unification
studies.Vol 16, No1.
Paper :
Christiane
Ahlborn.
ORGANIZATIONS
2011.
AND
THE
THE
RULES
OF
INTERNATIONAL
LAW
OF
INTERNATIONAL
RESPONSIBILITY. ACIL Research Paper No 2011-03 (SHARES Series),
Amsterdam Center for International Law
University of Amsterdam
Vik Kanwar. 2009. Two Crises of Confidence: Securing Non-Proliferation
and the
Rule of Law Through Security Council Resolutions.OHIO
NORTHERNUNIVERSITY LAW REVIEW Vol 35. Ohio Northen
University.
92
Larry A. Niksch.2007. ―North Korea‘s Nuclear Weapons Program‖. CRS
Issue Brief for
Congress.
Jon B. Wolfsthal. 2003 ―Estimates of North Korea‘s Unchecked Nuclear
Weapon
Production
and Sustaianbility, No. 38.
Potential‖. Nautilus Institute for Security
Download