35 Prof.Djudju Sudjana,M.Ed.,Ph.D, Evaluasi Program Pendidikan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam membangun basis yang kuat bagi demokrasi, partisipasi rakyat,
keadilan, dan pemerataan pembangunan sekaligus memperhatikan kebutuhan
masyarakat lokal yang berbeda-beda, Pemerintah bersama lembaga legislatif
mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Unsur penting dalam
kedua Undang-Undang ini adalah bahwa penguasa daerah (Gubernur, Bupati,
Walikota) harus lebih bertanggungjawab kepada rakyat di daerah, kecuali itu
pemerintah daerah mendapat otonomi yang lebih luas dalam membiayai
pembangunan daerah berdasarkan prioritas anggaran mereka sendiri, dengan
demikian diharapkan akan lebih terbuka ruang bagi aparat di daerah untuk
merumuskan dan melaksanakan kebijakan pembangunan berdasarkan kebutuhan
yang senyatanya.
Ada beberapa hal yang menjelaskan mengapa selama ini banyak evaluasi
program, dan pelayanan publik kurang responsif terhadap aspirasi masyarakat
sehingga kurang mendapat dukungan secara luas. Pertama, para birokrat
kebanyakan masih berorientasi pada kekuasaan bukannya menyadari peranannya
sebagai penyedia layanan kepada masyarakat. Budaya paternalistik yang
memberikan keistimewaan bagi orang-orang yang memiliki hubungan dekat
dengan birokrat tersebut juga mengakibatkan turunnya kualitas pelayanan publik.
Kedua, terdapat kesenjangan yang lebar antara apa yang diputuskan oleh pembuat
kebijakan dengan apa yang benar-benar dikehendaki masyarakat.
Kondisi yang mengungkung para birokrat yang sekian lama selalu tunduk
kepada pimpinan politis dan kurang mengutamakan pelayanan publik tersebut
berpengaruh negatif terhadap akuntabilitas birokrasi publik. Oleh sebab itu, di
samping implementasi peraturan perundangan yang konsisten diperlukan pula
reorientasi pejabat publik agar benar-benar menjalankan tugasnya sebagai pelayan
publik. Mekanisme checks and balances harus terus dikembangkan diantara
lembaga-lembaga pemerintah daerah yang ada, dan yang tidak kalah penting
seluruh komponen dalam masyarakat hendaknya lebih berani untuk terus menerus
menyuarakan aspirasi mereka kepada birokrasi publik.1
Fenomena-fenomena di masa lalu telah melahirkan konsep pembangunan
yang sedikit berbeda di masa sekarang. Pembangunan yang cenderung mengarah
pada sentralisasi kekuasaan dan pengambilan keputusan dari atas ke bawah (topdown) kini mulai diminimalkan, dan muncul konsep pembangunan alternatif yang
menekankan pentingnya pembangunan berbasis masyarakat (community based
development), yang bersifat bottom up dan menggunakan pendekatan lokalitas
yaitu pembangunan yang menyatu dengan budaya lokal serta menyertakan
1
Wahyudi Kumorotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik: Sketsa Pada Masa Transisi, Pustaka
Pelajar Yogyakrta, 2005, Hal.7-9.
partisipasi masyarakat lokal bukan memaksakan suatu model pembangunan dari
luar.2
Prinsip pelayanan publik harus dilaksanakan oleh jenjang pemerintahan
yang sedekat mungkin kepada rakyat. Itu berarti pemerintah desa adalah sebagai
ujung tombak pemerintah pusat dalam melaksanakan pembangunan, pelayanan
publik, dan pemberdayaan masyarakat karena pemerintah desa merupakan tingkat
pemerintahan terkecil yang berhadapan langsung dengan rakyat.
Desa berpedoman kepada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, adalah: "kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.3
Ini mengandung makna bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sesuai dengan kewenangan asli maupun yang
diberikan, yang menyangkut peranan pemerintah desa sebagai penyelenggara
pelayanan publik di desa dan sebagai pendamping dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan daerah yang melibatkan masyarakat di tingkat desa.
Untuk melaksanakan kewenangan tersebut, pemerintah desa memiliki sumbersumber penerimaan yang digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang
dilakukannya. Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam mendukung
2
Zubaedi, Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Masyarakat Solusi trehadap Pelbagai
Problem Sosial, Pustaka Pelajar Yogyakarta 2007, Hal.10.
3
UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
proses pelaksanaan pembangunan di setiap desa adalah adanya kepastian
keuangan untuk pembiayaannya. Penetapan pembiayaan pembangunan dapat
berasal dari berbagai sumber seperti dari pemerintah, swasta maupun masyarakat.
Selama ini, pembangunan desa masih banyak bergantung dari pendapatan
asli desa dan swadaya masyarakat yang jumlah maupun sifatnya tidak dapat
diprediksi. Oleh karena itu untuk menunjang pembangunan di wilayah pedesaan,
pemerintah pusat mengarahkan kepada beberapa kabupaten untuk melakukan
pengalokasian dana langsung ke desa dari APBD-nya. Kebijakan pengalokasian
dana langsung ke desa ini disebut sebagai kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD),
yang di tingkat nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa dan kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri Nomor 140/60/SJ Tahun 2005 tentang Pedoman Alokasi Dana
Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa.
Pemerintah Kabupaten Natuna merupakan salah satu dari beberapa
kabupaten yang merencanakan dan melaksanakan kebijakan ADD. Pelaksanaan
ADD di Kabupaten Natuna ini didasarkan pada realita bahwa sebagai pilar
otonomi daerah, desa semakin membutuhkan pendanaan yang seimbang untuk
menjalankan peran yang lebih konkrit dalam pembangunan daerah. Pemerintah
Kabupaten Natuna berharap dengan adanya Alokasi Dana ke Desa, perencanaan
partisipatif berbasis masyarakat akan lebih berkelanjutan, karena masyarakat
dapat langsung terlibat dalam pembuatan dokumen perencanaan di desanya dan
ikut merealisasikannya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa pasal 68
ayat 1 poin c, disebutkan bahwa bagian dari dana perimbangan pusat dan daerah
yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% yang
pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan alokasi
dana desa. Jadi, Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang dialokasikan oleh
Pemerintah Kabupaten untuk Desa, yang bersumber dari bagian dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten. Adapun
tujuan dari Alokasi Dana Desa (ADD) ini adalah untuk :
1. Meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam melaksanakan
pelayanan
pemerintahan,
pembangunan,
dan
kemasyarakatan
sesuai
kewenangannya;
2. Meningkatkan
kemampuan
lembaga
kemasyarakatan
di
desa
dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan secara partisipatif
sesuai dengan potensi desa;
3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan
berusaha bagi masyarakat desa;
4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat desa.4
Pemerintah mengharapkan kebijakan Alokasi Dana Desa ini dapat
mendukung pelaksanaan pembangunan partisipatif berbasis masyarakat dalam
upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan sekaligus memelihara kesinambungan
pembangunan di tingkat desa. Dengan adanya Alokasi Dana Desa, desa memiliki
4
Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 Tentang Desa
kepastian pendanaan sehingga pembangunan dapat terus dilaksanakan tanpa harus
terlalu lama menunggu datangnya dana bantuan dari pemerintah pusat.
Kabupaten Natuna dalam aspek menata keuangan desa tidak terlepas dari
konteks desentralisasi desa dengan tujuan menata keuangan yang ada di desa.
desentralisasi keuangan dilevel desa yang secara momentum memiliki nilai proses
yang menjadi desa mampu membangun masyarakat secara mandiri (berotonomi).
Sebagai sebuah proses maka penting agi suatu desa untuk berkonsolidasi kepada
stakeholder yang beraitan pada tingkatan des. Konsolidasi ini memiliki tujuan
agar adanya penataan kelembagaan demokrasi desa dan inventarisi-inventarisi
potensi desa sebagai wujud strategis membangun desa.
Selanjutnya ada beberapa faktor yang menjadi dorongan yang sangat kuat
bagi peneliti untuk mengambil Natuna sebagai daerah penelitian dan Alokasi
Dana Desa (ADD) khususnya yang menjadi isu penting dalam penelitian ini,
pertama : Kabupaten Natuna hari ini secara ideal normatifnya masih belum
mampu menganggarkan Alokasi Dana Desa (ADD) secara rata dan berkeadilan
hal ini dapat ditunjukkan dengan pola pembagian Alokasi Dana Desa dengan
sistem bagi rata. Dengan pola pembagian alokasi Dana Desa (ADD) secara merata
tersebut maka tidak semua desa di Kabupaten Natuna mampu menyelenggarakan
penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) secara tepat guna sebagaimana yang
diamanatkan oleh peraturan daerah. Anggaran Alokasi Dana Desa (ADD) yang
seharusnya memiliki formula dalam pembagian Alokasi Dana Desa (ADD) namun
belum bisa diterapkan di Kabupaten Natuna.
kemudian, kedua : Kabupaten
Natuna hari ini secara konteks sosio-ekonomi sangat menitik beratkan
pembangunan pada anggaran yang bersumber dari APBD, hanya ±7 Milyar
Pendapatan asli daerah dari ± 1,3 Triliun anggaran APBD Pertahun pada Tahun
2012-2013. Data tersebut menunjukkan masih minimnya potensi ekonomi yang
mampu menunjang anggaran pembangunan di Kabupaten Natuna. Maka dari itu
Alokasi Dana Desa (ADD) yang bersumber dari transfer langsung dari pusat perlu
dialokasi sebaik-baiknya untuk pembangunan desa.
Ilustrasi
diatas
menunjukkan
bahwa
Kabupaten
Natuna
perlu
memperhatikan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk dalam upaya
meningkatkan pembangunan baik itu bersifat infrastruktur yang bersinergi
terhadap penguatan pembangunan potensi ekonomi masyarakat desa dan
peningkatan pelayanan publik pada tararan lembaga pemerintah desa.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas maka dapat disimpulkan rumusan
permasalahannya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Evaluasi Program Alokasi Dana Desa di Kabupaten Natuna
pada Tahun 2012-2013?
2. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat keberhasilan program
Alokasi Dana Desa di Kabupaten Natuna ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana evaluasi program Alokasi Dana Desa di
Kabupaten Natuna.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat keberhasilan
program Alokasi Dana Desa di Kabupaten Natuna.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut diatas maka manfaat dari penelitian
ini adalah :
1. Menambah wawasan bagi khasanah Ilmu Pengetahuan Sosial pada
umumnya dan Ilmu Pemerintahann tentang evaluasi program pada
khususnya.
2. Dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Natuna mengenai
evaluasi program ADD dalam pemberdayaan masyarakat yang telah
berlangsung di Kabupaten Natuna, untuk penyempurnaan pelaksanaan
ADD pada tahun berikutnya.
3. Manfaat pribadi bagi peneliti adalah untuk memenuhi persyaratan
akademis
meraih
gelar
kesarjanaan
pada
program
studi
Ilmu
Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sekaligus sebagai
pembelajaran untuk melakukan penelitian lebih dalam.
E. Kerangka Dasar Teori
Sebelum melangkah kepada teori-teori yang akan digunakan dalam
penelitian ini, terlebih dahulu penulis menjelaskan definisi dan teori menurut para
ahli. Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematika dalam
gejola sosial maupun natura yang ingin diteliti. Teori merupakan abstraksi dari
pengertian atau hubungan dari proporsi atau dalil. Menurut Kelinger (1973), teori
adalah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan yang lain,
suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan sistematsis dari
fenomena.5
1. Desa dan Tata Kelola Pemerintahan
a. Pengertian Desa
Defenisi desa dalam Undang-undang dan menurut para ahli:
Desa adalah dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang dimiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.6
Menurut Drs.A.W.Widjaja
Desa adalah daerah otonomi asli berdasarkan hukum adat berkembang dari
rakyat sendiri menurut perkembangan sejarah yang dibebani oleh instansi atasan
dengan tugas-tugas pembantu.7
5
Moh.Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta 2005, Hal.19.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
7
Drs.A.W.Widjaja, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa: Menurut Undang-Undang Nomor
5/1979 (sebuah tinjauan), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 1993, Hal.7.
6
Menurut Prof.Drs.HAW.Widjaja
Desa adalah seabagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa.8
Menurut Sutarjo kartohadikusumo
Desa adalah sebagai tempat tinggal kelompok atau sebagai masyarakat
wilayah daerah kesatuan administrative, wujud sebagai kediaman beserta tanah
pertanian, daerah perikanan, tanah sawah, tanah pangonan, hutan blukar, dapat
juga wilayah yang berlokasi ditepi lautan, danau, sungai, imigrasi, pegunungan,
yang keseluruhan merupakan wilayah-wilayah yang di kuasai oleh Hak Ulayat
Manusia Desa.9
b. Dasar-dasar Pembentukan Desa
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul
desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa
sebagaimana harus memenuhi syarat : (a). Jumlah penduduk, (b). Luas wilayah,
(c). Bagian wilayah kerja (d). Perangkat dan
(e). Sarana dan prasarana
pemerintahan.10
Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian
desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau
lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Pemekaran dari satu
8
Prof. Drs. HAW. Widjaja, Otonomi Desa: Merupakan Otonomi yang Asli,Bulat dan Utuh,PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta 2003, Hal.3.
9
Soetardjo Kartohadikusumo,Desa, Balai Pustaka, Jakarta, 1984, Hal.16.
10
Deddy Supriady Bratakusumah, Ph.D, & Dadang Solihin, MA: Otonomi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2001, Hal.24.
desa menjadi dua desa atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit
5 (lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan desa. Desa yang kondisi
masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan dapat dihapus atau
digabung. Dalam wilayah desa dapat dibentuk Dusun atau sebutan lain yang
merupakan bagian wilayah kerja pemerintahan desa dan ditetapkan dengan
peraturan desa. Sebutan bagian wilayah kerja pemerintahan desa sebagaimana
dimaksud merupakan penyesuaian dengan kondisi social budaya masyarakat
setempat yang ditetapkan dengan peraturan desa.11
c. Pemerintah Desa
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.12
Pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa, yakni terdiri
atas Sekretaris Desa dan perangkat lainnya. Kepala Desa pada dasarnya
bertanggung jawab kepada rakyat desa, yang dalam tata cara dan prosedur
pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota, melalui
Camat. Kepada BPD, Kepala Desa wajib memberikan keterangan laporan
11
12
Peraturan pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 Tentang Desa
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
pertanggungjawabannya dan kepada rakyat menyampaikan informasi pokokpokok pertanggungjawabannya, namun tetap harus memberi peluang kepada
masyarakat melalui BPD untuk menanyakan dan/atau meminta keterangan lebih
lanjut terhadap hal-hal yang bertalian dengan pertanggungjawaban yang
dimaksud.13
Sekretaris Desa adalah Perangkat Desa yang bertugas membantu Kepala
Desa dalam bidang tertib administrasi pemeritahan dan pembangunan serta
pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Sekretaris Desa yang diangkat dengan
sah sampai dengan 14 oktober 2004 dan masih melaksanakan tugas sampai
dengan berlakunya peraturan pemerintah ini diangkat langsung menjadi PNS.
Pengangkatan Sekeretaris Desa sebagai PNS khusus tahap pertama berlaku
terhitung mulai tanggal 1 Januari 2007. 14
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut dengan nama lain
adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis. Badan Permusyawaratan Desa merupakan badan
permusyawaratan di tingkat Desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai
kebijakan
dalam
penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa.
Dalam
upaya
meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat Desa, memperkuat kebersamaan,
serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa
13
Deddy Supriady Bratakusumah, Ph.D, & Dadang Solihin, MA: Otonomi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2001, Hal.24-25.
14
Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2007
dan/atau
Badan
Permusyawaratan
Desa
memfasilitasi
penyelenggaraan
Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
forum musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan
unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk
memusyawarahkan dan menyepakati hal
yang bersifat strategis dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk
kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar
oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa dalam menetapkan
kebijakan Pemerintahan Desa.15
BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama dengan kepala desa
dengan masukan dari aspirasi masyarakat. Anggota BPD adalah wakil dari
penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan
mufakat, sedangkan pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD yang masa
jabatannya adalah enam tahun dan dapat dipilih lagi untuk satu kali masa jabatan
berikutnya. Anggota BPD ialah wakil penduduk desa bersangkutan.16
d. Keuangan dan Alokasi Dana Desa (ADD)
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Keuangan desa
tersebut terdiri atas pendapatan asli desa. Pendapatan asli desa yang meliputi:
Hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil
15
Undang-Undang N0 6 Tahun 2014
Deddy Supriady Bratakusumah, Ph.D, & Dadang Solihin, MA: Otonomi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2001, Hal.27.
16
gotong royong, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota,
bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
kabupaten/kota (desentralisasi), bentuan
lain dari pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, termasuk pula hibah dan sumbangan
dari pihak ketiga.17
Sumber pendapatan desa dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan
oleh kepala desa bersama BPD dengan berpedoman pada APBD yang ditetapkan
Bupati/Walikota. Dengan demikian, pada dasarnya, Kepala Desa bertanggung
jawab kepada rakyat desa. Kepala Desa harus menyampaikan pokok-pokok
pertanggungjawabannya.
Oleh
karena
itu,
wewenangnya
tidak
boleh
disalahgunakan. Keuangan desa merupakan semua hak dan kewajiban desa yang
dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Aspek hak dan
kewajiban yang dimaksud meliputi pendapatan, belanja, pembiayaan dan
pengelolaan keuangan. Dalam hal pendapatan desa memiliki hasil atas usaha aset,
suadaya dan patisipasi, gotong royong, alokasi anggaran pendapatan dan belanja
negara, pajak daerah dan retrubusi daerah kabupatn/kota.18
Alokasi Dana Desa merupakan bagian dari perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota yang bersumber dari Belanja Pusat denga mengefektifkan
program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Alokasi Dana Desa
paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari Dana Perimbangan yang diterima
17
18
Deddy Supriady Bratakusumah, Ph.D, & Dadang Solihin, MA, ibid., Hal. 27
Deddy Supriady Bratakusumah, Ph.D, & Dadang Solihin, MA, ibid., Hal. 27-28
Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah
dikurangi dana alokasi khusus. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja
Daerah
provinsi
dan
Anggaran
Pendapatan
Belanja
Daerah
Kabupaten/Kota kepada desa diberikan sesuai dengan kemampuan keuangan
Pemerintah Desa yang bersangkutan. Bantuan tersebut diarahkan untuk
percepatan pembangunan desa. Sumber pendapatan lain yang dapat diusahakan
oleh desa berasal dari badan usaha milik desa, penglolaan pasar desa, pengelolaan
kawasan wisata sekala desa, pengelolaan tambang mineral bukan logam dan
tambang batuan dengan tidak menggunakan alat berat, serta sumber lainnya dan
tidak untuk dijual belikan.19
Alokasi Dana Desa yang bertujuan untuk menciptakan pemerataan dalam
penyediaan fasilitas publik dan pemerataan dalam pendapatan pada banyak daerah
banyak mengalami hambatan hal ini dikarenakan sasaran dan prakteknya tidak
bisa dicapai oleh setiap penduduk. Kemudian permasalahan Alokasi Dana Desa
juga tidak terlepas dari pemahaman Pemerintah Daerah dalam hal pembagian
distribusi alokasi dana desa maka dari itu banyak daerah hanya membagi rata
kepada desa dalam menyerahkan penerimaan alokasi dana desa.20
2. Evaluasi Program
Evaluasi program adalah metodologi untuk mempelajari kedalaman dan
kebutuhan untuk pelayanan manusia dan apakah layanan ini digunakan, apakah
19
20
Deddy Supriady Bratakusumah, Ph.D, & Dadang Solihin, MA, ibid., Hal. 28
UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Desa
layanan ini cukup intensif untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi,
diidentifikasi dan sejauh mana layanan ini ditawarkan seperti yang direncanakan
dan benar-benar tidak membantu dalam kebutuhan dengan biaya yang wajar tanpa
efek samping yang tidak dapat diterima.21
Evaluasi program merupakan salah satu bentuk disiplin umum evaluasi
yang meliputi penilaian, kontrol kualitas di bidang manufaktur, politik analisis, di
antara kegiatan lain.22
Berbagai jenis evaluasi rancu dengan satu sama lain. Segala bentuk
evaluasi menemukan nilai dan manfaat dari sesuatu, fokus, tujuan, dan
metodologis berbeda:
a. Jenis Umum Program Evaluasi
Tujuan utama dari program evaluasi, baru saja dibahas, dapat dipenuhi
dengan menggunakan beberapa jenis evaluasi program, yang utama melibatkan
studi dari kebutuhan hasil proses dan efisiensi.23
b. Menilai Kebutuhan Peserta Program
Evaluasi untuk mengidentifikasi dan mengukur tingkat kebutuhan yang
tidak terpenuhi dalam suatu organisasi atau masyarakat. Menilai kebutuhan yang
tak terpenuhi adalah langkah pertama dasar sebelum perencanaan program yang
efektif dapat dimulai. Perencanaan Program melibatkan pertimbangan berbagai
pendekatan alternatif untuk memenuhi kebutuhan. Dalam memilih beberapa
21
Emil J. Posavac, Program Evaluation: Methods and Case Studies, Pearson Education Limited
2014,Hal.1.
22
Scriven, di dalam Emil J. Posavac, program Evaluation, Ibid Hal. 2
23
Emil J. Posavac, Program Evaluation: Ibid., Hal 6
alternatif pendekatan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam memilih beberapa
alternatif dan membantu orang lain, perencana terlibat dalam suatu bentuk
evaluasi program, salah satu yang terjadi sebelum program. Hubungan yang erat
antara perencanaan program dan evaluasi program ditunjukkan dalam judul jurnal
perencanaan program dan evaluasi.24
Sebagai bagian dari penilaian kebutuhan, evaluator dapat memeriksa profil
sosial ekonomi masyarakat, tingkat masalah sosial dalam masyarakat dan badanbadan masyarakat. Melalui kontak dekat dengan warga dan pemimpin setempat,
evaluator dapat belajar mengenai aspek dari sebuah program yang mungkin
berguna dan yang mungkin tidak dapat diterima sehingga menyarankan kebutuhan
kritis yang tak terpenuhi. Kadang-kadang evaluator program yang percaya bahwa
ada kebutuhan mendesak untuk rasa penentuan nasib sendiri atau pemberdayaan
.25
c. Periksa Proses Pemenuhan Kebutuhan
Setelah program telah dikembangkan dan dimulai, evaluator beralih ke
tugas untuk mendokumentasikan sejauh mana implementasi telah terjadi. Sifat
orang-orang yang dilayani dan tingkat mana program ini beroperasi seperti yang
diharapkan. Kegiatan membuat program ini, seperti jam konseling, jumlah kelas
diadakan jam polisi berpatroli, disebut "output". Evaluasi proses melibatkan
asumsi yang dibuat saat program sedang direncanakan. Apakah kebutuhan
disajikan atau komunitas apa yang diyakini selama perencanaan. Apakah ada
24
25
Fatterma dan Wandersman di dalam Emil J. Posavac, Program Evaluation: Ibid., Hal 6-7
Ibid, Hal.6-7.
bukti untuk mendukung penilaian kebutuhan perencanaan? Apakah kegiatan yang
dilakukan oleh staf rencana untuk program ini? Apa bukti dapat menemukan
bahwa mendukung asumsi teoritis yang dibuat oleh perencana program? Sangat
penting untuk belajar bagaimana sebuah program benar-benar beroperasi sebelum
layanan yang sama di lokasi tambahan atau dengan populasi lain.
Di bawah situasi normal, informasi yang diperlukan untuk evaluasi proses
dalam catatan sebuah lembaga mensponsori program: bagaimana informasi dapat
direkam dengan cara yang sulit untuk digunakan. Misalnya informasi mengenai
aplikasi formulir tidak diringkas dan catatan pelayanan aktual yang diterima
mungkin tidak diizinkan di analisis. Selain itu kadang-kadang tidak ada
catatanyang disimpan pada hari itu. Selain informasi kuantitatif, manfaat proses
evaluasi dari wawancara terstruktur dengan orang yang menggunakan dan tidak
menggunakan layanan ini. Informasi kualitatif seperti itu sering memberikan
sudut
pandang
bahwa
baik
evaluator
atau
penyedia
layanan
telah
dipertimbangkan.26
d. Ukur Hasil dan Dampak Program
Jika studi implementasi menunjukkan bahwa program telah dilaksanakan
dengan baik dan bahwa orang-orang tersebut mengamankan jasanya, pengukuran
hasil program dapat menjadi fokus evaluasi. Evaluasi hasil dapat mengambil
beberapa tingkat kompleksitas. Tingkat yang paling dasar menyangkut kondisi
mereka yang telah menerima layanan: Apakah peserta program baik-baik?
Apakah mereka memiliki keterampilan yang lain? Sebuah evaluasi yang lebih
26
Emil J. Posavac, Program Evaluation: Ibid., Hal 7
menantang akan membandingkan kinerja mereka yang tidak menerima layanan.
Evaluasi bahkan lebih menantang akan menunjukkan bahwa menerima layanan
program menyebabkan perubahan yang lebih baik dalam kondisi mereka yang
berpartisipasi dalam program.27
Manajer program berharap program mereka akan menimbulkan perubahan
positif pada orang, penyebab perubahan perilaku yang sulit untuk dijabarkan.
Misalnya banyak orang menjalani psikoterapi selama krisis kehidupan. Jika
setelah beberapa bulan konseling mereka merasa baik, perubahan itu bisa jadi
disebabkan oleh konseling resolusi alami krisis , atau sesuatu yang lain. Dalam
sebuah perubahan prosedur lebih baik karena peningkatan efisiensi atau karena
pekerja merasa manajement peduli tentang kesejahteraan mereka. Atau mungkin
prospek ekonomi nasional yang membaik mengurangi kecemasan pekerja tentang
kemungkinan kehilangan pekerjaan. Menemukan penyebab perubahan perilaku,
teknik canggih organisasi harus kontinyu untuk menyediakan layanan evaluasi
sedang dilakukan. Evaluator yang berpengalaman tidak terkejut dengan
ketegangan ketika mengumpulkan informasi dan memberikan pelayanan.
Selain keterbatasan pada pilihan desain penelitian, evaluator berusaha
untuk menilai hasil dari sebuah program sering menemukan bahwa orang-orang
yang mempunyai pendapat berbeda tentang apa kontiyunitas hasil yang sukses.
Sebuah program pelatihan kerja pengangguran untuk belajar keterampilan kerja
telah direncanakan sehingga mereka nantinya dapat memperoleh pekerjaan
dengan perusahaan swasta. Pejabat kota dapat melihat pelatihan sebagai hadiah
27
Boruch di dalam Emil J. Posavac, Program Evaluation: Ibid., Hal 7
bagi orang-orang yang telah bekerja dalam kampanye pemilihan kepala daerah
dan peserta dapat melihat program sangat baik, meskipun pekerjaan sementara.
Evaluator tidak akan mengadopsi salah satu pandangan ini dari hasil yang
diinginkan dari program ini.
Menilai pemeliharaan perbaikan menciptakan masalah lain ketika
mengevaluasi hasil. Orang yang meninggalkan program rehabilitasi narkoba
biasanya kembali ke komunitas yang sama yang memberikan kontribusi terhadap
masalah mereka, pertama niat baik mereka, orang-orang yang dirawat karena
kecanduan alkohol sering dapat pengaruh teman sebaya mereka. Mengubah
perilaku lama sulit. Meskipun perubahan positif dapat diamati setelah partisipasi
seseorang dalam sebuah program, perubahan mungkin hanya dangkal dan
menghilang dalam hitungan bulan, minggu, atau hari.Jika demikian, adalah
program gagal? Mengapa hasil positif memang terjadi, efeknya dapat
mempengaruhi perilaku lain dan bahkan Meningkatkan kondisi orang lain
(misalnya, anak-anak); hasil jangka panjang seperti itu disebut dampak".28
e. Kegiatan program evaluasi
Kadang-kadang lebih mudah untuk memahami konsep ketika seseorang
memahami konsep. Evaluasi program sering bingung dengan penelitian dasar.
penilaian individu dan audit kepatuhan. Meskipun kegiatan ini sangat berharga,
ketika pekerjaan evaluasi program dengan salah satu kegiatan lain evaluasi
menjadi semakin sulit untuk melaksanakan.
28
Emil J. Posavac, Program Evaluation: Ibid., Hal 7-8
Penelitian Dasar menyangkut pertanyaan teoritis tanpa memperhatikan
kebutuhan informasi dari orang atau organisasi. Dengan evaluator program yang
mengumpulkan informasi untuk membantu orang meningkatkan efektivitas
mereka, untuk membantu administrator membuat keputusan tingkat program dan
untuk memungkinkan pihak yang tertarik untuk meneliti efektivitas program.
Evaluator, tentu saja, sangat tertarik pada teori-teori tentang mengapa layanan
membantu pesertanya. Memahami teori membantu dalam program perencanaan
dan variabel memilih untuk mengamati. Namun, memberikan kontribusi bagi
pengembangan teori hanya dapat menjadi manfaat sisi menyenangkan dari
evaluasi program. Hasil evaluasi harus relevan dengan kebutuhan jangka pendek
atau manajer dan harus tepat waktu. Jika anggota staf program percaya bahwa
evaluator mengumpulkan informasi primer ke server kepentingan penelitian
kerjasama mungkin akan hilang.
Anggota staf pelayanan manusia sering membingungkan evaluasi program
dengan penilaian yang dibuat oleh psikolog pendidikan, pekerja personil dan
nasihat psikolog yang mengelola kecerdasan, bakat, prestasi, minat dan tes
kepribadian untuk tujuan mengevaluasi orang atau mengukur kualifikasi untuk
pekerjaan atau promosi. Kegiatan ini bukan merupakan bagian dari karya seorang
evaluator Program. Dalam evaluasi program, informasi tentang tingkat kinerja,
prestasi pendidikan atau kesehatan mungkin akan dikumpulkan namun tujuannya
adalah tidak untuk mendiagnosa orang, menentukan manfaat atau memilih siapa
yang harus mempromosikan. Sebaliknya tujuannya adalah untuk seberapa baik
sebuah program membantu orang meningkatkan nilai variabel tersebut.
Terakhir, metode dan tujuan evaluasi program berbeda dari yang
digunakan oleh auditor program yang memeriksa program yang disponsori
pemerintah untuk memverifikasi bahwa mereka beroperasi sesuai dengan hukum
dan peraturan. Jika apropriasi itu untuk pengayaan SD, menghabiskan dana untuk
laboratorium sekolah tinggi merupakan penipuan. Jika 10.000 siswa dilayani,
dokumentasi layanan dengan banyak anak harus tersedia. Evaluator Program
khawatir bahwa program melayani jumlah hak anak, tetapi di samping itu,
evaluator khususnya tertarik pada bagaimana layanan telah mempengaruhi anakanak.
Pekerjaan auditor Program berkaitan erat dengan akuntansi, sedangkan
evaluator program yang cenderung untuk mengidentifikasi dengan pendidikan dan
ilmu-ilmu sosial lainnya. Audit dan avaluator telah bergerak menuju satu sama
lain dalam beberapa tahun terakhir karena tidak dapat memberikan gambaran
yang lengkap dari program. Perubahan nama GAO dari Kantor Akuntansi Umum
"menjadi" kantor Akuntabilitas pemerintah mengilustrasikan perubahan ini.
Namun demikian, jika evaluator program yang berusaha untuk membantu
program melakukan perbaikan adalah layanan mudah untuk membayangkan
bahwa tujuan evaluator bisa disalahpahami.29
f. Berbagai jenis evaluasi program
Evaluator yang sensitif terhadap kebutuhan anggota staf program dan
sponsor menyadari bahwa ketika merancang sebuah evaluasi program, sudah pasti
salah untuk menganggap bahwa "satu ukuran kepalan semua". Program berbeda
29
Emil J. Posavac, Program Evaluation: Ibid., Hal 9-10
dalam banyak hal: Ada perbedaan besar di antara organisasi yang offter jasa,
kebutuhan peserta program membutuhkan berbagai jenis layanan dan evaluasi
yang diperlukan untuk program mulai dari upaya nasional yang kompleks melalui
orang-orang yang ditawarkan oleh lembaga di satu lokasi.30
g. Tujuan evaluasi program
Hanya ada satu tujuan keseluruhan untuk kegiatan evaluasi program:
penyediaan layanan yang berkualitas kepada orang yang membutuhkan. Evaluasi
program kontribusi untuk kualitas pelayanan dengan menyediakan umpan balik
dari kegiatan program dan hasil bagi mereka yang bisa membuat perubahan dalam
program atau yang memutuskan layanan yang akan ditawarkan. Tanpa umpan
balik, program pelayanan manusia aktivitas apapun tidak dapat dilakukan. Proses
tubuh kita memerlukan sistem umpan balik, sama, umpan balik pada perilaku
dalam organisasi juga penting untuk keberhasilan dari umpan balik organisasi.31
h. Evaluasi dan Layanan
Evaluator peran ilmuwan sosial perihatin dengan desain dari analisis data
(tetapi untuk sebagian besar terlibat dengan pelayanan) dan peran praktisi
berurusan dengan orang-orang yang membutuhkan (tapi sangat tertarik atau
terlatih dalam metode pengumpulan data dan analisis). Evaluator dapat
menggunakan bahasa dan alat-alat dari penelitian ilmuwan, namun mereka juga
30
31
Emil J. Posavac, Program Evaluation: Ibid., Hal 10
Emil J. Posavac, Program Evaluation: Ibid., Hal.,13
harus peka terhadap keprihatinan dan gaya staf pelayanan. Selain evaluator
dipanggil untuk berkomunikasi dengan administrasi organisasi yang memiliki
prioritas yang berbeda, seperti menyeimbangkan anggaran dan ekspansi layanan.
Karena peran program evaluator masih cukup baru, ada kemungkinan bahwa
evaluator akan kadang-kadang tampak keluar dari langkah dengan semua orang.32
Berpartisipasi dalam bidang baru seperti memiliki kelebihan dan
kekurangan. Keuntungan meliputi stimulasi intelektual yang disediakan oleh
paparan orang yang melayani berbagai peran dalam pengaturan layanan dan
kepuasan melihat metode penelitian yang digunakan dalam cara yang dapat
menguntungkan orang-orang. Alih-alih berkonsentrasi pada masalah, evaluator
sensitif membuat manajer program dan staf memiliki kesempatan untuk berbicara
tentang apa yang berjalan dengan baik dan apa yang bermanfaat dalam pekerjaan
mereka, namun untuk menunjukkan nilai dan nilai program, evaluator yang efektif
harus mengajukan pertanyaan yang menantang dan bersikeras bahwa jawaban
didukung oleh data.33
Satu saja kadang-kadang bahkan evaluator paling terampil akan berkonflik
dengan organisasi. Salah satu awal evaluasi khawatir bahwa ancaman evaluasi
akan membuat tidak mungkin untuk mengumpulkan data validitas untuk menarik
kesimpulan yang berguna. Sebaliknya pengamat yang lain memprediksi bahwa
anggota staf mereka akan lebih sering menggunakan metode evaluasi untuk
mengembangkan perbaikan dalam program. Ketika sistem evaluasi dalam cara
32
33
Emil J. Posavac, Program Evaluation: Ibid., Hal.,18
Preskill dan Coghlan di dalam Emil J. Posavac, Program Evaluation: Ibid., Hal.,18
yang jelas membedakan antara informasi untuk (1) tujuan perbaikan program dan
(2) tujuan penilaian kinerja individu untuk kenaikan gaji, konflik antara evaluasi,
pelayanan, dan administrasi dapat diminimalisasi. Itu belum terjadi tapi ketika
evaluasi manajemen program dan semua setuju bahwa peningkatan program ini
mungkin diinginkan potensi konflik akan berkurang34
Djudju Sudjana menjelaskan bahwa evaluasi program bukanlah kegiatan
untuk menetapkan baik buruknya suatu program karena kegiatan tersebut
termasuk pada keputusan (judgement). Evaluasi program bukan kegiatan untuk
mengukur karakteristik unsur–unsur program, seperti komponen, proses, dan hasil
program, sebab kegiatan itu lebih tepat apabila dikategorikan kedalam pengukuran
(measurement). Secara singkat, dapat dikemukakan bahwa evaluasi program
bukan kegiatan untuk mencari kesalahan orang lain atau lembaga, mengetes dan
mengukur, atau memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan program.35
Pendapat (Mugiadi.1980) terhadap pengertian evaluasi program yang
terdapat dalam buku Djudju Sudjana bahwa evaluasi program adalah upaya
pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan, atau proyek.
Informasi tersebut berguna bagi pengambilan keputusan, antara lain untuk
memperbaiki
program,
menyempurnakan
kegiatan
program
lanjutan,
menghentikan suatu kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari
suatu program atau kegiatan. Informasi yang dikumpulkan harus memenuhi
34
Emil J. Posavac, Program Evaluation: Ibid., Hal 18
Prof.Djudju Sudjana,M.Ed.,Ph.D, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, PT Remaja
Rosdakarya Bandung 2008, Hal.17-18.
35
persyaratan ilmiah, praktis, tepat guna, dan sesuai dengan nilai yang mendasari
dalam setiap pengambilan keputusan.36
Djudju Sudjana menyebutkan pengelompokan model model evaluasi
program, terdiri dari enam kategori yaitu:37
1. Evaluasi Terfokus pada Pengambilan Keputusan
Evaluasi ini diarahkan untuk menghimpun, mengolah, dan menyajikan
data sebagai masukan untuk pengambilan keputusan. Model evaluasi ini
digunakan berkaitan dengan upaya:
a. Menentukan tipe keputusan yang akan diambil.
b. Mengidentifikasi urutan program yang akan dievaluasi.
c. Menyusun pertanyaan dan jawaban.
d. Menentukan kriteria keberhasilan.
Jenis-jenis model evaluasi program yang termasuk ke dalam kategori ini
adalah:
1. Evaluasi
program
yang
terpusat
untuk
pengambilan
keputusan
(Stufflebeam; Phi Delta Kappa). Model evaluasi ini dilakukan untuk
mengidentifikasi empat unsur programyaitu konteks, masukan, proses, dan
hasil (Contex, Input, Process, and Product atau CIPP) yang berkaitan
dengan
empat
macam
keputusan
tentang
perencanaan,
struktur
pelaksanaan, dan pendauran program.
36
Mugiadi di dalam Prof.Djudju Sudjana,M.Ed.,Ph.D, Evaluasi Program Pendidikan Luar
Sekolah, Ibid, Hal.,21
37
Prof.Djudju Sudjana,M.Ed.,Ph.D, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, Ibid, Hal.,51-53
2. Evaluasi perbedaan tahapan program (Tripodi, Fellin, dan Epstein).
Contohnya, mengidentifikasi kriteria yang perlu digunakan dalam
menyusun tiga tahapan program yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi program.
3. Evaluasi kesenjangan program (Provus). Contohnya, mengidentifikasi
standart prosespelaksanaan dan hasil suatu program, serta menggambarkan
kesenjangan dalam pelaksanaan program dengan membandingkan
kenyataan yang ada sekarang dengan standar yang telah ditentukan
sebelumnya.
4. Evaluasi tentang prioritas program (Boyle). Contohnya, menggambarkan
kriteria yang dianggap penting dalam menentukan alternatif prioritas
kebutuhan dan prioritas program.
5. Evaluasi perkembangan (Lindvall dan Cox; Lamrock, Smith, dan Waren).
Contohnya,
menggambarkan
proses
yang
digunakan
untuk
mengembangkan prototipe program yang akan diterapkan dalam berbagai
waktu dan situasi tertentu di masa yang akan datang.
6. Evaluasi sarana dan prasarana (Glas; Crane dan Abt). Contohnya, evaluasi
tentang pedoman untuk memilih fasilitas dan alat-alatyang digunakan
dalam pelaksanaan program. Contohnya, menyediakan suatu ringkasan
penjelasan mengenai hasil tanggapan yang dihimpun dari masyarakat.
2. Evaluasi Unsur-unsur Program
Penggunaan evaluasi program ini antara lain untuk mengetahui pengaruh
pelaksanaan program terhadap keputusan kebijakan publik, sistem manajemen,
dan pendekatan kelembagaan yang menekankan pendekatan kemanusiaan.
Jenis-jenis model evaluasi program yang temasuk kategori ini adalah :
a. Model evaluasi pelaksanaan dan pengaruh program. Contohnya,
evaluasi untuk mengidentifikasi pelaksanaan suatu program yang
sistemik, sebagai implementasi kebijakan sosial (social policy), dan
pengaruhnya bagi masyarakat.
b. Model komponen aktual. Contohnya menggambarkan suatu sistem
dengan menganalisis suatu program.
c. Sistem pengelolaan program melalui Program Evaluation and Review
Technique (PERT), organisasi sebagai sistem yang menyeluruh, Model
Sistem Makro, Model Sistem dalam Penyusunan Tujuan, sistem
kontakdalam program, Sistem manajemen Informasi (SEMIS),
Evaluasi Program Pengambilan Keputusan (Hesseling).
d. Sistem Sosial Organisasi melalui Model Sistem Sosial, Model-model
Organisasi, dan model motivasi. Contohnya, mengevaluasi berbagai
model
sosial
organisasi
dengan
menitikberatkan
pada
unsur
manusianya.38
3. Evaluasi Jenis dan Tipe Kegiatan
38
Prof.Djudju Sudjana,M.Ed.,Ph.D, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah., Ibid, Hal 57-59
Model ini mencakup jenis-jenis data dan tipe-tipe kegiatan yang digunakan
dalam evaluasi program, serta meliputi:
a. Model Kelayakan Evaluasi. Contohnya, mengidentifikasi tiga kategori
data utama dalam program pengelolaan program (perencanaan,
pelaksanaan,
dan
evaluasi)
dan
empat
jenis
data
(konteks,
masukan,proses, dan produk) yang dapat digunakan dalam menyusun
kesimpulan hasil evaluasi untuk digunakan lebih lanjut.
b. Model Peranan Sistem. Contohnya, mengategorikan data yang akan
digunakan dalam mengevaluasi unsur-unsur program sistematik.
c. Model Hirarki antara Proses dan Tujuan. Contohnya, menjelaskan
berbagai jenis data untuk menilai tingkatan hubungan timbal balik
antara proses dan hasil program.
d. Model Kontinuitas Kerja Mandiri. Contohnya, menyusun sistematika
langkah
pengumpulan
jenis-jenis
data
yang
dilakukan
oleh
penyelenggara program dan untuk mengidentifikasi saat keterlibatan
ahli dalam penyusunan program.39
4. Evaluasi Pelaksanaan Program
Fokus model-model yang termasuk dalam kategori ini adalah evaluasi
terhadap berbagai proses pelaksanaan program. Sebagian model berhubungan
dengan proses evaluasi lanjutan terhadap pelaksanaan program.
Enam model yang termasuk ke dalam kategori ini adalah sebagai berikut :
39
Prof.Djudju Sudjana,M.Ed.,Ph.D, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, Ibid, Hal.,6263.
a. Model Appraisal. Contohnya, model ini menitik beratkan pada peranan
keputusan yang disusun oleh tenaga profesional.
b. Pengelolaan Data. Contohnya, penyajian pedoman untuk mengkuantifikasi
data.
c. Model Proses secara Alamiah. Contohnya, menjelaskan bagaimana model
appraisal dan data kuantitatif dapat digabungkan dengan proses
pengambilan keputusan.
d. Evaluasi Monitoring. Contohnya, upaya yang menunjukkan cara
penggunaan evaluasi selama pelaksanaan itu sesuai dengan rencana.
e. Evaluasi
Perkembangan.
Contohnya,
penggunaan
appraisal
untuk
menstimulasi perkembangan program.
f. Evaluasi Transaksi. Contohnya, evaluasi yang menekankan pada hubungan
kemanusiaan bagi mereka yang terlibat dalam proses evaluasi untuk
membantu perubahan.40
5. Evaluasi Pencapaian Tujuan Khusus Program
Kegunaan model evaluasi ini adalah:
a. Dengan menggunakan tujuan-tujuan khusus program sebagai titik berat
pencapaian hasil maka keseluruhan kegiatan evaluasi program akan lebih
efisien.
b. Penekanan pencapaian tujuan khusus akan membantu pengelola program
meningkatkan kecakapan dalam mengidentifikasi tentang tujuan-tujuan
mana yang masuk akal pada situasi perencanaan program dan dalam
40
Prof.Djudju Sudjana,M.Ed.,Ph.D, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, Ibid, Hal.,65-66
mengembangkan kecakapan dalam menggunakan tujuan-tujuan khusus
sebagai langkah penting dalam perencanaan program.41
6. Evaluasi Hasil dan Pengaruh Program
Model ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Evaluasi Bebas terhadap Tujuan. Contohnya, membandingkan hasil yang
telah dicapai dengan kebutuhan yang telah diidentifikasi dan dinyatakan,
sebagai tolak ukur dalam upaya menentukan efektivitas program.
b. Wilayah Hasil Program. Misalnya, mengidentifikasi tiga sumber informasi
tentang hasil dan alat pengumpulan data yang dapat digunakan dalam
menentukan efektivitas program.
c. Model Perubahan Berganda. Contohnya, mengidentifikasi berbagai cara
untuk mengetahui efektivitas perubahan
d. Dimensi Efektivitas Program. Contohnya, mengklasifikasi jenis-jenis hasil
program yang diharapkan dapat dicapai dalam program pembangunan
masyarakat dan dalam mendata sumber-sumber informasinya.
e. Efektivitas Metode. Misalnya, menyajikan berbagai contoh penggunaan
data hasil program untuk menguji kesahihan metode-metode penyusunan
program.
f. Evaluasi Pengaruh Program. Contohnya, menyajikan pengaruh program
secara berlanjut dalam jangka panjang.
g. Kebijakan Umum. Contohnya, menyajikan kerangka untuk melihat
hubungan antara penyusunan program dengan kebijakan umum.
41
Prof.Djudju Sudjana,M.Ed.,Ph.D, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, Ibid, Hal.,69
h. Evaluasi Institusional. Contohnya, menyediakan kerangka acuan evaluasi.
i. Indikator-indikator Sosial. Contohnya, menggunakan indikator-indikator
sosial sebagai alat untuk mengukur kemajuan masyarakat.
j. Model-model
Riset.
Contohnya,
meninjau
kembali
model-model
tradisional yang digunakan dalam evaluasi hasil.
k. Pengujian Efisiensi. Contohnya, mengidentifikasi peranan costbenefit
analysis yang berkaitan dengan hasil-hasil program.
l. Akuntabilitas
(Accountability).
Contohnya,
menyajikan
konsep
pemanduan dan identifikasi aktivitas yang berhubungan antara satu dengan
yang lainnya.
m. Model Pembiayaan Perubahan. Contohnya, biaya perubahan, analisis
efektivitas biaya, dan analisis keuntungan pembiayaan.42
Dari berbagai model evaluasi tersebut, penulis memilih model evaluasi
CIPP ini sebagai model dalam penelitian karena model evaluasi ini diarahkan
untuk menghimpun, mengolah, serta menyajikan data sebagai masukan untuk
pengambilan keputusan guna memperbaiki dan mengembangkan program dengan
menggunakan empat (4) sasaran penilaian yaitu konteks, masukan, proses, dan
produk. Dengan 4 sasaran penilaian tersebut dapat mempermudah penulis dalam
mengetahui pelaksanaan suatu program, serta sangat membantu untuk memprbaiki
dan mengembangkan program.
42
Prof.Djudju Sudjana,M.Ed.,Ph.D, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, Ibid, Hal.,72-74
Djudju Sudjana, menjelaskan bahwa evaluasi konteks (Contex) program
menyajikan data tentang alasan-alasan untuk menetapkan tujuan-tujuan program
dan prioritas tujuan. Evaluasi ini menjelaskan mengenai kondisi lingkungan yang
relevan, menggambarkan kondisi yang ada dan diinginkan, dan mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan lingkungan. Dalam evaluasi masukan (Input), menyediakan
data untuk menentukan bagaimana penggunaan sumber-sumber yang dapat
digunakan untuk mencapai tujuan program. Hal ini berkaitan dengan relevansi,
kepraktisan, pembiayaan (dana), efektifitas yang dikehendaki, dan alternatifalternatif yang dianggap unggul. Evaluasi proses (Proccess) ini menyediakan
umpan balik yang berkenaan dengan efisiensi pelaksanaan program, termasuk
didalamnya pengaruh sistem dan keterlaksanaannya. Evaluasi ini mendeteksi atau
memprediksi kekurangan (hambatan) dalam rancangan prosedur kegiatan dan
program
pelaksanaannya.
Evaluasi
produk
(Product)
mengukur
dan
mengintepretasikan pencapaian program selama pelaksanaan program dan pada
akhir program.
Penulis menyederhanakan model evaluasi CIPP tersebut sebagai berikut:
Model evaluasi CIPP ini mengidentifikasikan 4 tipe evaluasi program yang
berkaitan dengan a). Evaluasi Konteks (Contex) program yang meliputi evaluasi
tujuan dari pelaksanaan program dan sasaran pelaksanaan program, b). Evaluasi
Masukan (Input) meliputi evaluasi kondisi kelompok sasaran, latar belakang
pelaksana program, sarana dan prasarana program, dana pelaksanaan program, c).
Evaluasi Proses (Process) terdiri dari evaluasi tentang pelaksanaan (keberhasilan
dan hambatan) program, d). Evaluasi Produk (Product) mengevaluasi tentang
dampak pelaksanaan program.43
F. Definisi Konsepsional
1. Dana Desa
Dana Desa merupakan bagian dari penerimaan oleh desa dari
Kabupaten/Kota yang bersumber dari belanja pusat dengan upaya merealisasikan
program berbasis desa secara merata dan berkeadilan.
2. Program Alokasi Dana Desa
Program Alokasi Dana Desa adalah kegiatan yang dilakukan oleh desa
yang berorientasi pada pembangunan baik itu infrastruktur maupun suprastruktur
dengan upaya mengefektifkan segala kebutuhan pada ruang lingkup desa.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program alokasi dana desa
yaitu; konteks adalah reliatas empirik masyarakat dan lingkungan, masukan
merupakan evaluasi dalam pelaksanaan, proses merupakan tahapan pelaksanaan
program (keberhasilan dan hambatan) dan produk adalah hasil dari pelaksanaan
program alokasi dana desa (ADD).
G. Definisi Operasional
43
Prof.Djudju Sudjana,M.Ed.,Ph.D, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, Ibid, Hal.,74-75
Definisi operasional merupakan perubahan konsep-konsep yang berupa
operasionalisasi dalam bentuk kata-kata yang menggambarkan perilaku atau
gejala yang dapat diamati dan dapat diuji.
Evaluasi program alokasi dana desa (ADD) dalam aspek pemberdayaan
masyarakat agar mampu berperan serta secara aktif dalam pembangunan
infrastruktur dan suprastruktur. Menggunakan model CIPP (Contex, Input,
Process, and Product). Hal-hal yang akan dievaluasi oleh Penulis sebagai berikut
:
1. Evaluasi Konteks (Contex) Hal-hal yang akan Penulis evaluasi berkaitan
dengan konteks :
a. Tujuan pelaksanaan
b. Sasaran (Desa Kabupaten Natuna)
2. Evaluasi Masukan (Input) Hal-hal yang akan Penulis evaluasi berkaitan
dengan input
a. Dana pelaksanaan program
3. Evaluasi Proses (Process) Hal-hal yang akan Penulis evaluasi berkaitan
dengan Proses
a. Pelaksanaan program alokasi dana desa (ADD)
b. Hambatan dalam pelaksanaan program
4. Evaluasi Produk (Product) Hal yang akan Penulis evaluasi berkaitan dengan
Produk:
a. Dampak pelaksanaan Program dari alokasi dana desa (ADD)
b. Hasil Program Alokasi Dana Desa (ADD)
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan penjelasan yang bersifat kualitatif.
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti sekelompok manusia, suatu
objek, suatu satuan kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu peristiwa.44
Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara
tetap sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, frekuensi atau penyebaran suatu
gejala dengan adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam
masyarakat.
Adapun penjelasan yang bersifat kualitatif adalah data yang muncul
berwujud kata-kata yang disusun ke dalam suatu teks yang diperluas dan bukan
rangkaian angka.45
2. Unit Analisis
Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan memilih Kabupaten Natuna
sebagai objek penelitian yang terletak di Kepulauan Riau. Dipilihnya Kabupaten
Natuna sebagai tempat dalam penelitian ini dikarenakan berjalannya program
alokasi dana desa seperti pembangunan infrastruktur dan pengembangan kegiatan
organisasi pada tingkatan desa.
44
45
Nasir Mohammad, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, Hal.63.
Miles Matew B, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta, 1992, Hal.15.
3. Jenis Data
a. Data Primer
Data Primer adalah data dan informasi yang diperoleh melalui keterangan
dari pihak-pihak yang kompeten dan berpengaruh terhadap masalah-masalah yang
ada dalam penelitian ini serta piha-pihak terkait didalam penelitian ini. Adapun
pihak-pihak yang berkompeten ini adalah pihak atau individu yang mempunyai
pengaruh di pemerintah Kabupaten Natuna.
Tabel 1.1
Daftar Nama-nama Wawancara
No
Wawancara
1
Bupati Natuna
2
Sekretaris Daerah
3
Kepala BPKAD
4
Kepala Badan Perberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa
5
Kepala Desa
6
Sekretaris Desa
7
Masyarakat
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperlukan oleh peneliti untuk
melengkapi data primer yang didapat. Data sekunder berupa buku pedoman dan
arsip-arsip yang berkenaan dengan upaya pemerintah Kabupaten Natuna.
Table 1.2
Daftar Buku dan Dokumen
No
Buku / Dokumen
1
SK Bupati Tentang Alokasi Dana Desa
2
Laporan Pelaksanaan Program
3
Dana Pelaksanaan Program
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunkan tiga teknik
meliputi:
a. Wawancara
Teknik ini dipergunakan untuk mendapatkan informasi secara lisan dari
pada informan yang telah ditentukan. Pada penelitian ini akan dilakukan
wawancara awal dengan keseluruhan informan, dari wawancara awal dapat
dijadikan landasan untuk kemudian melakukan secara luas dan mendalam
mengenai segala sesuatu informasi dengan mengajukan tangung jawab atau
percakapan secara langsung. Adapun informan yang akan di wawancarai adalah
Bupati, Sekretaris Daerah, Kepala BPKAD, Kepala Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintah Desa, Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Masyarakat.
b. Observasi
Teknik observasi ini digunakan untuk memperoleh gambaran tempat
penelitian, sejarahnya, keadaan penduduk dan pendapatnya tentang pelaksanaan
program. Pelaksanaan teknik ini adalah dengan cara penelitian turun langsung ke
dalam lingkungan subyek untuk membuat catatan lapangan yang dikumpulkan
secara sistematis.
c. Dokumentasi
Melalui teknik ini mempelajari berbagai sumber data melalui laporan hasil
penelitian, catatan, buku, agenda, surat kabar dan majalah. Tujuannya adalah
untuk mencari kebenaran ilmiah secara umum sebagai landasan berpijak dalam
menganalisa data dan menjawab permasalahan yang diajukan.
5. Teknik Analisa Data
Dalam menganalisa data dan melakukan penelitian peneliti menggunakan
analisa kualitatif. Pada penelitian kualitatif tidak perlu mencari sebab-akibat,
tetapi berupaya memahami masalah atau menyimpulkan dari berbagai arti
permasalahan sebagaimana disajikan oleh situasinya. Dalam hal ini situasinya
disesuaikan dengan kebijakan pemerintah yang ada.
Data diperoleh dari catatan laporan, dokumen pribadi, dokumen resmi, dan
sebagainya untuk memperoleh keabsahan data penelitian di dalam hal ini yang berperan
adalah Bupati Natuna, Sekretaris Daerah, Kepala BPKAD, Kepala Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintah Desa, Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Masyarakat.
Tahapan analisis dilakukan sebagai berikut: (a) data-data yang ada berdasarkan hasil
wawancara dikumpulkan; (b) dilakukan triangulasi data; (c) hasil seluruh wawancara
dipilih-pilah sesuai indikator penelitian yang telah ditetapkan; (d) data dideskripsikan dan
dianalisis dengan teori yang ada.
Download