Visi dan peta-Kps - Perpustakaan BAPPENAS

advertisement
ANALISIS EKONOMI
Visi dan Peta Jalan Menuju Negara
Maju
Kompas : Senin, 28 September 2009 | 03:11 WIB
FAISAL BASRI
Lima tahun ke depan adalah masa sangat menentukan bagi perekonomian nasional.
Kita memiliki peluang amat besar untuk lebih cepat menjadi negara maju, ancarancarnya sekitar tahun 2025-2030.
Untuk mewujudkan visi menjadi negara maju dibutuhkan lima syarat utama: struktur
ekonomi yang tangguh, perekonomian yang memiliki daya saing, sumber daya
manusia berkualitas, ketersediaan infrastruktur, dan kemampuan pembiayaan
pembangunan.
Dalam soal struktur ekonomi, sektor pertanian dan industri manufaktur merupakan
tulang punggung kemandirian ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Mengingat sekitar separuh rakyat Indonesia hidup dari sektor pertanian, cara paling
efektif untuk mengentaskan penduduk dari kemiskinan dan memerangi kemiskinan
adalah dengan memajukan sektor pertanian, yang meliputi pertanian pangan,
perkebunan, holtikultura, perikanan, perhutanan, dan peternakan.
Revitalisasi sektor pertanian perlu menjadi prioritas utama karena tiga alasan: (1)
meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; (2) memacu daya beli masyarakat
sehingga bisa menyerap hasil produksi sektor-sektor lain terutama industri manufaktur;
(3) menghasilkan pemerataan pembangunan, baik pemerataan pendapatan maupun
pemerataan antardaerah.
Menyangkut daya saing, kita memiliki modal dasar lebih dari cukup untuk memacu
daya saing perekonomian. Karunia sumber daya alam yang relatif melimpah dan
beragam menunggu sentuhan tangan-tangan manusia Indonesia yang tidak kalah
cakap dan produktif asalkan lingkungan kebijakan yang menaunginya kondusif.
Keterbukaan, yang sudah menjadi tradisi bangsa ini sejak ratusan tahun silam, tidak
membuat kita gentar menghadapi persaingan global. Kita tidak alergi mengundang
modal asing untuk mempercepat pengelolaan sumber daya alam kita asalkan dengan
kesadaran penuh bahwa lambat laun kita kian mampu mengelolanya sendiri dan bagi
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dalam soal sumber daya manusia, sudah saatnya kita beralih dari orientasi input ke
orientasi output. Alokasi dana untuk pendidikan sudah berhasil ditingkatkan menjadi 20
persen dari anggaran pemerintah pusat. Anggaran untuk kesehatan pun terus
meningkat. Sejauh ini kita belum memiliki gambaran tentang efektivitas anggaran yang
cukup besar itu.
Pemerintah tak berani menentukan target output dari penggunaan anggaran tersebut.
Kapan, misalnya, kita bisa meningkatkan kemampuan membaca, kemampuan
matematika, dan kemampuan menyelesaikan masalah siswa agar setidaknya setara
dengan Thailand dan Malaysia.
Kualitas pendidikan dan kesehatan
Kita pun tak tahu sampai kapan Indonesia bisa mengurangi penderita TBC atau
mengenyahkan penderita malaria. Sampai kapan kita bisa menekan persentase anak
balita yang berat badannya di bawah normal, yang dewasa ini mencapai sekitar
seperempat dari keseluruhan anak balita.
Bagaimana mungkin kita bisa menjelma menjadi negara maju kalau kualitas pendidikan
dan kesehatan rakyatnya masih banyak yang sangat buruk. Dengan kondisi seperti itu,
niscaya kita tidak bisa mendongkrak daya saing bangsa lewat peningkatan total faktor
produktivitas.
Di bidang infrastruktur, Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki luas lautan
dua kali lipat dari luas daratan sepatutnya bisa mempercepat proses bagi perwujudan
negara kesatuan maritim, yang mampu mengintegrasikan semua kawasan dengan
segala potensinya yang beragam menjadi kesatuan perekonomian domestik.
Kajian-kajian terbaru menunjukkan justru terjadi kecenderungan pelemahan integrasi
perekonomian. Pembangunan selama 30 tahun terakhir ternyata tidak memperkokoh
konvergensi antardaerah.
Hanya Jawa dan Sumatera yang agak saling terkait, sedangkan hubungan Jawa dan
Sumatera dengan pulau-pulau lain sangat lemah. Keterkaitan pembangunan intrapulau
pun sangat lemah. Yang terjadi baru sebatas pembangunan di daerah, bukan
pembangunan daerah dalam konteks kawasan.
Penyebab utama dari ”disintegrasi” perekonomian nasional adalah karena bias-darat
dan bias-Jawa. Budaya laut terpinggirkan. Sistem transportasi laut dan sungai yang
jauh lebih murah tidak kunjung ditangani secara serius.
Pelabuhan-pelabuhan kita merana dan berbiaya tinggi karena produktivitasnya rendah.
Laut kita disesaki oleh banyak otoritas yang mengedepankan kepentingan sendirisendiri. Kita belum kunjung memiliki sea and coast guard.
Menyangkut sumber dana pembangunan, kita tidak mungkin menjadi negara maju
kalau tidak mempunyai kemampuan memadai untuk membiayai kebutuhan kita sendiri.
Nisbah pajak (tax ratio) sangat rendah dan perkembangannya jalan di tempat, bahkan
cenderung turun dalam lima tahun terakhir.
Peranan perbankan dan pasar modal untuk membiayai kebutuhan investasi sangat
rendah dan jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti
Malaysia.
Pemerintah abai memobilisasi potensi dana haji yang seharusnya puluhan kali lipat dari
yang telah dikembangkan oleh Malaysia. Kita pun membiarkan potensi kekayaan alam
”tertidur”.
Padahal, hal itu sebetulnya bisa dimoneterisasikan sehingga berwujud sebagai
sovereign wealth fund seperti yang dimiliki Malaysia dan Norwegia dari hasil
pengelolaan kekayaan minyak mereka.
Kelima pilar di atas membutuhkan naungan kerangka kelembagaan dan sistem
jaminan sosial yang kuat.
”Payung” ini akan lebih menjamin perjalanan bangsa kita dalam jangka panjang
sehingga tidak lagi kerap terseok-seok karena terpaan badai dari luar ataupun dari
dalam serta tidak mudah ”masuk angin” akibat ulah para spekulan dan ”bandit-bandit”
ekonomi.
Kita berharap pemerintah mendatang sudah menyiapkan peta jalan untuk meletakkan
landasan yang lebih kokoh bagi perwujudan Indonesia sebagai negara maju, yang
menyejahterakan rakyatnya dan berkeadilan.
Untuk menunjukkan kesungguhan mengawal agenda masa depan, kerikil-kerikil yang
sangat berpotensi mengganggu yang muncul belakangan ini harus segera disingkirkan
dan para pengganggunya dienyahkan.
Penyelesaian secepat-cepatnya secara benar atas kemelut Komisi Pemberantasan
Korupsi dan tindakan tegas terhadap kasus pemberian izin kawasan Gunung
Tangkuban Perahu di Jawa Barat sebagai kawasan bisnis merupakan uji coba atas
kesungguhan tersebut. Ketegasan tidak harus menunggu setelah pelantikan presiden.
Download