Farmaka - Jurnal Universitas Padjadjaran

advertisement
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
92
DETEKSI BAKTERI VIBRIO CHOLERAE
Rizka Khoirunnisa Guntina, Sri Agung Fitri Kusuma
Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung-Sumedang KM 21, Jatinangor 45363
Telepon (022)7796200, Faksimile (022)7796200, E-mail:[email protected]
Abstrak
V. cholerae dapat menyebabkan penyakit diare kolera. Penyakit ini disebabkan oleh
enterotoksin yang dihasilkan oleh V. cholerae. V. cholerae banyak ditemukan pada permukaan
air yang telah terkontaminasi oleh tinja yang mengandung bakteri V. cholerae. Deteksi V.
cholerae dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan metode konvensional
menggunakan uji biokimia, uji serologi, strip test, co-agglutination test, dan dark field test serta
metode molekuler menggunakan polymerase chain reaction (PCR). Sampel yang digunakan
berasal dari sampel cair (lingkungan sekitar) dan hasil kultur bakteri. Dari seluruh metode yang
dapat digunakan, dapat disimpulkan bahwa metode deteksi bakteri V. cholerae dengan
menggunakan strip test adalah yang paling efektif dan akurat.
Kata Kunci: Vibrio cholerae, strip test, PCR, kultur bakteri
Abstract
V. cholerae can cause cholera diarrhea. The disease is caused by the enterotoxins produced by
V. cholerae. V. cholerae is commonly found on water surfaces that have been contaminated by
stools containing V. cholerae bacteria. Detection of V. cholerae is performed in several ways
such as conventional method using biochemical test, serology test, strip test, co-agglutination
test, and dark field test and also molecular method using polymerase chain reaction (PCR).
The sample used is derived from the liquid sample (surrounding environment) and the result of
bacterial culture. From all the methods that can be used, it can be concluded that the detection
method of bacteria V. cholerae by using strip test is the most effective and accurate method.
Keywords: Vibrio cholerae, strip test, PCR, bacterial culture
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
93
PENDAHULUAN
Pada
tahun
Sedangkan menurut data Riskesdas
2015,
42
negara
pada
tahun
2013
angka
prevalensi
melaporkan total 172.454 kasus kolera
mengalami penurunan sebesar (3,5%) untuk
termasuk 1.304 kematian akbiat penyakit
semua kelompok umur. Insiden diare balita
kolera, menghasilkan case fatality ratio
di Indonesia adalah 6,7 persen. Lima
keseluruhan (CFR) sebesar 0,8%. Angka ini
provinsi dengan insiden diare tertinggi
menunjukan penurunan 9% dalam jumlah
adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI
kasus
Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%),
yang
dilaporkan
dibandingkan
dengan tahun 2014 (190.549 kasus). Kasus
dan
dilaporkan dari semua wilayah, termasuk 16
Karakteristik diare balita tertinggi terjadi
negara di Afrika, 13 negara di Asia, 6
pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%),
negara di Eropa, 6 negara di Amerika, dan
laki-laki (5,5%), tinggal di daerah pedesaan
1 negara di Oceania. Afghanistan, Republik
(5,3%), dan kelompok kuintil indeks
Demokratik Kongo (DRC), Haiti, Kenya,
kepemilikan
dan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Republik
Bersatu
Tanzania
menyumbang 80% dari semua kasus. Dari
Banten
(8,0%)
terbawah
(tabel
(6,2%)
3.4.5).
(Badan
2013).
kasus yang dilaporkan secara global, 41%
Oralit dan zinc sangat dibutuhkan
berasal dari Afrika, 37% dari Asia dan 21%
pada pengelolaan diare balita. Oralit
dari
dibutuhkan sebagai rehidrasi yang penting
Hispaniola
(World
Health
Organization, 2016)
saat anak banyak kehilangan cairan akibat
Angka prevalensi diare di Indonesia
diare dan kecukupan zinc di dalam tubuh
masih berfluktuasi. Berdasarkan data Riset
balita akan membantu proses penyembuhan
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
diare. Pengobatan dengan pemberian oralit
prevalensi
9,0%
dan zinc terbukti efektif dalam menurunkan
(rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di
tingginya angka kematian akibat diare
Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di D.I.
sampai
Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi
antibiotik juga dapat dilakukan untuk
mempunyai prevalensi diare klinis >9%
pengobatan
(NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat,
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Jawa Tengah, Banten,Nusa Tenggara Barat,
2013).
diare
klinis
adalah
Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan,
40%.
Selain
penyakit
itu
pemberian
kolera
(Badan
Vaksinasi juga dapat dilakukan agar
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
tidak
tertular
bakteri
kolera.
Namun
Gorontalo, Papua Barat dan Papua) (Badan
distribusi vaksin masih sangat terbatas. Ada
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
tiga merk vaksin kolera yang telah lolos uji
2007).
pre-kualifikasi WHO, yaitu Dukoral®,
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
Shanchol™,
and
94
Euvichol®.
Vaksin
mencuci peralatan yang digunakan untuk
tersebut diberikan secara oral. Vaksin
makan atau wadah yang akan diisi makanan
diperuntukkan bagi orang-orang yang akan
dengan air bersih juga dapatt membantu
bepergian ke daerah wabah kolera dan bagi
mencegah penularan penyakit kolera.
mereka yang memiliki akses pelayanan
Tingginya angka kejadian penyakit
medis terbatas (misalnya petugas bantuan
kolera di dunia terutama di Indonesia
kemanusiaan). Idealnya, vaksin kolera
menuntut perlunya metode deteksi yang
diberikan sekitar satu minggu sebelum
efektif dan akurat. Deteksi V. cholerae
orang tersebut pergi ke daerah rawan
dapat dilakukan secara konvensional yaitu
kolera. Bagi yang berusia diatas enam
dengan menggunakan metode strip test, co-
tahun,
dapat
agglutination test, dan dark field test
melindungi mereka dari infeksi bakteri
maupun secara molekuler menggunakan
kolera selama dua tahun. Sedangkan bagi
metode polymerase chain reaction (PCR).
2
dosis
vaksin
kolera
anak-anak yang berusia dua sampai enam
Vibrio cholerae merupakan bakteri
tahun, dibutuhkan 3 dosis vaksin kolera
yang berbentuk batang bengkok seperti
untuk melindungi mereka dari serangan
koma berukuran (0,5 μm x 1,5–3,0 μm),
bakteri kolera selama enam bulan (World
Gram negatif, tidak berspora, hidup secara
Health Organization, 2016).
aerob atau anaerob fakultatif, bergerak
Karena penularannya yang melalui
melalui
flagel
yang
monotrik,
tidak
air atau hewan-hewan yang hidup di air
membentuk spora, dan pada biakan tua
yang tercemar oleh bakteri V. cholerae,
dapat menjadi berbentuk batang lurus.
pencegahan penularan dapat dilakukan
Morfologi dan sifat-sifat V. cholerae ini
dengan beberapa cara. Salah satunya adalah
dapat dijadikan pedoman dalam diagnosa
dengan
atau
penyediaan
air
bersih
dan
identifikasi
V.
cholerae
Keberadaan
secara
menghindari menampung air dalam wadah
konvensional.
cholera
bermulut lebar jika ada salah satu warganya
enterotoksin yang spesifik hanya terdapat
yang terkena infeksi V. cholerae. Untuk
pada V. cholerae patogen dapat menjadi
penularan melalui hewan-hewan
yang
target dalam pemeriksaan laboratorium
hidup di air seperti ikan, kerang, remis,
untuk diagnosa bakteri V. cholerae patogen
udang, tiram, dan kepiting yang mungkin
dengan menggunakan teknik biomolekuler
tercemar oleh bakteri dapat diatasi dengan
seperti metode polymerase chain reaction
cara memasak hingga matang sebelum
(PCR) (Chomvarin, et al., 2007).
dikonsumsi. Konsumsi makanan-makanan
V. cholerae dapat ditemukan di
laut secara mentah dapat meningkatkan
lingkungan sekitar seperti air sungai, air
resiko infeksi oleh V. cholerae. Selain itu,
laut, air sumur, air penampungan, bahkan di
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
95
hewan-hewan air yang biasa dikonsumsi
yang diisolasi dari sampel klinis dan
manusia.
lingkungan memerlukan beberapa hari
Berbagai
metode
berbasis
untuk menyelesaikan dan melibatkan kultur
polymerase chain reaction (PCR) telah
dalam air peptone alkali, agar suap empedu
dilaporkan
spesies
asam tiosulfat sitrat, aglutinasi geser dengan
Vibrio. Metode ini mencakup PCR real-
antisera spesifik, dan uji untuk produksi
time, microarray dan PCR multiplex.
toksin kolera (Singh, et al., 2002).
untuk
identifikasi
Namun, dua metode pendeteksian pertama
Salah satu metode konvensional
mahal karena persyaratan untuk instrumen
yang dapat dilakukan adalah dengan
yang mahal, sedangkan metode PCR
menggunakan
multipleks yang mendeteksi target spesies
menggunakan
tunggal atau multipel terhitung efektif
imunochromtography
(Hossain, et al., 2012).
menggunakan plastik strip yang dilapisi
Deteksi bakteri patogen secara
strip
test.
Uji
metode
ini
sandwich
assay.
Strip
ini
kertas membran berukuran 5mm X 80 mm.
konvensional terutama didasarkan pada
Pada
prosedur
menggunakan
merupakan area spesimen yang dilapisi
enrichment broth yang dilanjutkan dengan
dengan antibodi monoklonal yang diberi
isolasi
selektif,
gold. Area ini digunakan sebagai sistem
konfirmasi
deteksi. Pada bagian tengah dari membran
patogenisitas. Metode kultur ini selektif
strip didesain sebagai zona reaksi antara
untuk menentukan satu jenis patogen.
antigen yang terdeteksi dengan tes kontrol.
Teknologi
Sementara pada bagian atas dari strip
budidaya,
koloni
identifikasi
pada
media
biokimia
dan
molekuler,
yang
terutama
daerah
bawah
tersebut
didasarkan pada amplifikasi DNA dengan
digunakan
uji polymerase chain reaction (PCR), dapat
melakukan tes. Pada zona reaksi terdapat 2
digunakan
atau
pita, pada pita pertama dilapisi dengan
mengganti pendekatan berbasis budaya dan
antibodi V.cholerae dan pada pita kedua
melewati beberapa bias dan keterbatasan
dilapisi dengan anti mouse antibody.
intrinsiknya.
Deteksi
menggunakan
PCR
untuk
melengkapi
sebagai
strip
pegangan
dalam
patogen
dengan
Antibodi V.cholerae pada pita pertama akan
dianggap
sebagai
mengikat site komplek antigen V.cholerae-
metode sensitif untuk diterapkan pada
Monoclonal
sampel lingkungan dan produk makanan
mouse
(Thompson, et al., 2005).
monoclonal antibody, sehingga terbentuk
Metode
digunakan
untuk
konvensional
mendeteksi
yang
dan
mengklasifikasikan vibrio penyebab kolera
antibody,
antibody
akan
sedangkan
anti
mengikat
site
warna merah muda pada daerah pita (Nato,
et al., 2003).
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
Uji
serologi
96
dilakukan
untuk
dilakukan perbenihan dulu pada medium
konfirmasi koloni V. cholerae dilakukan
alkalis pepton water (Sariadji, et al., 2015).
dengan reaksi aglutinasi antigen somatik
Metode biokimia untuk mendeteksi
(antigen O). Antiserum spesifik V. cholerae
V. cholerae memakan waktu. Antara 2
terdiri dari antiserum polivalen, monovalen
hingga 7 hari diperlukan untuk diagnosis
ogawa dan monovalen inaba (Kharirie,
pasti V. cholerae. Deteksi V. cholerae
2013).
memerlukan tes yang cepat, dan waktu
Metode konvensional lainnya yang
merupakan
faktor
penting
dalam
dapat digunakan adalah menggunakan co-
menentukan kegunaan metode deteksi
agglutination test.
apapun. Selain itu, teknisi ahli diperlukan
dengan
Tes ini dilakukan
menggunakan
antisera
yang
untuk melakukan tes ini, namun keahlian
mengandung antibodi monoklonal yang
semacam itu tidak tersedia di semua
langsung direaksikan dengan bahan sampel
laboratorium (Tarr, et al., 2007).
dengan menggunakan sediaan gelas. Tes ini
Deteksi berbasis PCR adalah teknik
juga menggunakan protein A dari bakteri
yang cepat dan sensitif untuk diagnosis
Staphylococcus aureus (Cowan 1) yang
primer dan kontrol patogenisitas di mana
dilapisi pada antibodi monoklonal. Antigen
gen spesifik biotipe, seperti ctxA dan tcpA,
3 (V.cholerae) akan bereaksi dengan reagen
digunakan untuk mengidentifikasi adanya
yang mengandung antibodi monoklonal
V. cholerae.
sehingga terbentuk aglutinasi. Spesimen
METODE
yang digunakan dapat berupa swab tinja
Pembiakan Bakteri
atau
dengan
menggunakan
medium
Sampel ditanam terlebih dahulu
perbenihan terlebih dahulu yang diinkubasi
pada media pembenihan berisi alkaline
37℃ selama 4-6 jam (Wang, et al., 2006).
peptone water (APW) lalu diinkubasi pada
Metode dark field test (mikroskop
suhu 37℃ selama 18-24 jam. Hasil
lapangan gelap) juga termasuk dalam
pembenihan
disubkultur
ke
media
metode konvensional. Metode ini dilakukan
thiosulfate-citrate-bile-sucrose (TCBS) lalu
untuk uji skrining feses untuk menentukan
diinkubasikan pada suhu 37℃ selama 18-24
ada tidaknya V.cholerae. Spesimen feses
jam.
bentuk cair dapat dilakukan pemeriksaan
Uji Biokimia
langsung dengan meneteskan spesimen
Biakan bakteri hasil kultur pada
pada gelas kaca dan ditutup dengan penutup
media TCBS dimasukkan ke dalam media
gelas kaca dan dilihat dibawah mikroskop
untuk reaksi oksidase, pertumbuhan tanpa
lapang
penambahan NaCl, KIA (Kligler Iron
gelap.
Spesimen
dapat
juga
Agar), MIO (Motility Indole Ornithine),
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
97
SSS (Sucrose Semi Solid), lysine, arginine,
ditambahkan 90 bagian nuklease free water.
ornithine, maltose, dan arabinose.
PCR mix yang terdiri dari 10x PCR
Uji Serologi
amplification buffer (5 μL), 5 mM MgSO4
Teteskan
satu
tetes
antiserum
(Kharirie, 2013).
polivalen V. cholerae di gelas objek steril
(1,5 μL), 10 mm dNTP mixture (1
lalu oleskan satu ose koloni bakteri hasil
μL), Primer forward (1 μL), Primer reverse
biakan pada media TCBS. Olesan dimulai
(1 μL), PCR grade water (36 μL), Taq
dari pinggir tetesan antiserum polivalen.
polymerase (0,5 μL), dibuat dalam satu tube
Selanjutnya aduk gelas objek dan dilihat
dan sesuai kebutuhan. Kontrol negatif
reaksi aglutinasi.
dibuat dengan menambahkan air steril
serotipenya,
sejumlah 4 μL ke dalam 46 μL PCR mix.
lakukan uji aglutinasi dengan menggunakan
Tambahkan DNA template sebanyak 4 μL
antiserum
cholerae.
ke dalam masing-masing PCR tube yang
Antiserum monovalen terdiri dari antiserum
telah di aliquot sehingga akan memberikan
Inaba dan Ogawa.
volume akhir masing-masing 50 μL.
Dark Field Test
Kontrol
Untuk
menentukan
monovalen
V.
Teteskan spesimen pada gelas kaca
positif
menambahkan
kultur
dibuat
DNA
dengan
kontrol
yang ditutup dengan gelas kaca lalu dilihat
sejumlah 4 μL ke dalam 46 μL PCR mix
di bawah mikroskop lapang gelap. Dapat
(Kharirie, 2013).
juga dilakukan perbenihan terlebih dahulu
Tube yang telah berisi mix dan
dalam media APW.
DNA template dimasukkan ke dalam mesin
Strip Test
PCR. Mesin PCR diprogram dengan
Celupkan strip ke dalam spesimen
tahapan predenaturasi pada suhu 94℃
lalu tunggu interpretasi hasil selama 5-15
selama 5 menit, denaturasi pada suhu 94℃
menit.
selama 1 menit, annealing (pengikatan)
Co-Agglutination Test
pada 55℃ selama 1 Menit, extention
Spesimen
direaksikan
secara
(pemanjangan) pada suhu 72℃ selama 1
langsung dengan antibody monoklonal pada
Menit, dan elongation (pemanjangan akhir)
sediaan gelas. Dilihat apakah terbentuk
pada suhu 72℃ selama 7 menit. Proses PCR
aglutinasi.
dilakukan sebanyak 35 siklus (Kharirie,
PCR (Polymerase Chain Reaction)
2013).
Encerkan primer dengan nuclease
Elektroforesis
free water dengan perbandingan 10:90.
Gel agarosa 2% dibuat terlebih
Sepuluh bagian primer dari tube master
dahulu dan selanjutnya disiapkan pada alat
dimasukkan ke dalam tube steril, kemudian
elektroforesis. Sampel sebanyak 9 μL yang
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
98
sudah dicampur homogen dengan blue juice
Direct Immunofluorescence
1 μL dimasukkan ke dalam sumuran (well).
Senbanyak dua liter air di saring
Loading dye sebanyak 10 μL dimasukkan
dengan membrane-filter. Lalu membran
ke
marker.
dibilas dengan 8 mL dapar fosfat, dapar
Elektroforesa dilakukan pada tegangan 100
fosfat ini selanjutnya difraksionasi untuk
volt selama 45 menit. Setelah selesai gel
analisis
kemudian
alat
Sampel diinkubasi dalam gelap selama 6-8
pengamat DNA (Gel Doc) dan diamati
jam pada suhu ruang dalam adanya ekstrak
dibawah lampu UV. Pada foto dapat dilihat
ragi dan asam nalidiksat.
pola pita DNA yang ukurannya diketahui
Setelah diinkubasi, ssampel ditambahkan
melalui perbandingan dengan ukuran pita-
formaldehida 4% dan diproses dengan
pita standar “1 kb DNA ladder”, dimana
menggunakan cholera DFA kits (New
ukuran pola pita gen ctx Vibrio cholerae
Horizons Diagnostics Corporation) untuk
sesuai yang ditargetkan (Kharirie, 2013).
deteksi V. cholerae O1.
PCR Multipleks
Preparat yang berwarna diamati di bawah
dalam
sumuran
diletakkan
Tiga
pengujian
sebagai
di
dalam
Immunofluorescence.
unipleks
mikroskop epifluorescence (1000X) pada
dilakukan dalam volume 50 μL yang berisi
490 nm dan 520 nm dengan filter biru.
20 mM Tris-HCl (pH 8,4), 1 unit Platinum
Seluruh prosedur dilakukan dalam gelap.
Taq
Pembacaan dilakukan dalam waktu 24 jam
DNA
PCR
direct
Polymerase
(Invitrogen,
Carlsbad, CA, USA), 0,2 mM masing-
setelah preparasi sampel.
masing dATP, dCTP, DGTP dan dTTP
PEMBAHASAN
(Invitrogen, Carlsbad, CA, USA), 2 mM
Deteksi
V.
cholerae
dilakukan
MgCl2 , 25 pmol masing-masing primer dan
terhadap
50 ng Template DNA. Multiplex PCR
terkontaminasi
dilakukan dengan menggabungkan seluruh
Sampel penelitian yang dapat dipilih
primer untuk ketiga gen dalam campuran
sebagai
PCR yang sama. Kondisi siklus termal
diantaranya
terdiri dari denaturasi awal pada suhu 94℃
langkungan sekitar seperti air sumur,
selama 4 menit diikuti oleh 35 siklus
sungai, atau penampungan air) (Kharirie,
denaturasi selama 1 menit pada suhu 94℃,
2013), kotoran (Varela, et al., 1994), strain
1 menit penempelan pada suhu 50℃, dan 1
bakteri V. cholerae O1 and non-O1 stains
menit pemanjangan pada suhu 72℃.
yang disediakan oleh Bu-Ali reference
Pemanjangan akhir terjadi pada suhu 72℃
laboratory Iran, Vibrio cholerae strain
selama 5 menit.
NCTC
beberapa
objek
oleh
bakteri
deteksi
adalah
5941,
sampel
V.
sampel
didapat
dari
yang
tersebut.
cholera
air
(dari
National
Collection of Type Cultures, Inggris
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
99
(Mehrabadi, et al., 2012; Theron, et al.,
mempunyai kandungan bakteri 10-100 sel.
2000).
Meskipun
Metode
konvensional
dengan
metode
kultur
merupakan
metode baku, namun metode konvensional
medium kultur merupakan baku emas
memiliki
dalam mendiagnosa penyakit diare yang
identifikasinya memerlukan waktu yang
disebabkan oleh infeksi bakteri V. cholerae.
lebih
Pemeriksaan
kultur
konvensional juga harus dilakukan oleh
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
tenaga laboratorium yang sudah terlatih dan
yang cukup tinggi, akan tetapi proses
hal lain yang menjadi kendala adalah
pemeriksaan memerlukan waktu
umumnya
dengan
medium
yang
cukup lama (Koneman, et al., 1990).
Sensitivitas
metode
tersebut
mendekati 100% dan pemeriksaan dapat
kekurangan
lama
yaitu
karena
2–3
tidak
hari.
tersedianya
untuk
Metode
fasilitas
laboratorium mikrobiologi pada kasus
kejadian luar biasa kolera (Priadi & Natalia,
2000).
dilakukan terhadap sampel klinis yang
Reaksi biokimia
Hasil reaksi
Oksidase
+
Pertumbuhan tanpa penambahan NaCl
+
KIA ( Kligler Iron Agar )
Alkali / Asam
MIO ( Motility Indole Ornithine )
+++
SSS ( Sucrose Semi Solid )
+
Lysine
+
Arginine
-
Ornithine
+
Maltose
+
Arabinose
-
Tabel Hasil Uji Biokimia positif V. cholerae
Aglutinasi
Serotipe V. cholerae O1
Antiserum
Antiserum
Ogawa
Inaba
Ogawa
+
-
Inaba
-
+
Hikojima
+
+
Tabel Hasil Uji Serologi dengan antiserum V. cholerae
Uji lapang gelap merupakan salah
bawah mikroskop lapang gelap akan
satu
metode
konvensional
menggunakan mikroskop.
dengan
Spesimen di
tampak
kuman
V.cholerae
yang
menunjukkan gerak yang khas yang disebut
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
100
“darting motility”, terlebih bila jumlah
dapat disimpulkan bahwa metode strip test
organisme dalam tinja > 105 /mL. Bakteri
merupakan metode yang paling efektif.
akan tampak berhenti, tidak bergerak, bila
Metode konvensional lainnya yaitu
ditambahkan antiserum spesifik (Sariadji, et
co-agglutination test. Tes ini cepat, mudah
al., 2015).
dan dapat dilakukan di lapangan, namun
Metode dark field test memiliki
mempunyai keterbatasan.
Keterbatasan
sensitivitas hingga 90% dan spesivitas
tersebut yakni jumlah minimal bakteri yang
mencapai 96%. Kekurangan metode ini
terdapat pada spesimen feses atau rectal
terletak pada kemampuan yang diperlukan
swab yang telah dibuat suspensi adalah 106
untuk
di
bawah
CFU/mL. Dengan jumlah minimal bakteri
mikroskop. Diperlukan skill lab
untuk
V.cholerae 106 CFU/mL Uji diagnostik
mengamati
bakteri
melakukan metode ini.
cepat akan menunjukkan reaksi positif,
Metode selanjutnya adalah metode
apabila
jumlahnya
kurang
dari
106
konvensional dengan menggunakan strip
CFU/mL maka sampel feses atau rectal
test. Jika spesimen berupa feses yang cair,
swab harus dilakukan perbanyakan terlebih
V.cholerae dapat langsung dideteksi dengan
dahulu dengan nedium APW (Sariadji, et
6
sensitivitas 10 CFU/mL. Apabila sampel
al., 2015).
berupa tipped-cotton swab, V.cholerae
Dipstick Kit merupakan salah satu
dapat dideteksi dengan 10 CFU/mL, akan
contoh dari metode co-agglutination test.
tetapi harus dilakukan perbanyakan bakteri
Dipstick Kit memiliki antibodi monoklonal
terlebih
menggunakan
yang spesifik untuk V.Cololerae (VC) O1
medium alkalis pepton water dan diinkubasi
dan O139 lipopolisakarida (LPS) dan
selama
dahulu
4
–
dengan
dengan
menggunakan imunokromatografi aliran
muda
vertikal. Deteksi LPS kit adalah 10 ng / ml
menunjukkan hasil positif V.cholerae dan
untuk VC O1 dan 50 ng / l untuk VC 0139
bila terbentuk satu pita menunjukkan hasil
(George, et al., 2014).
terbentuknya
6
2
jam.
Hasil
pita
merah
yang negative (Sariadji, et al., 2015).
Metode ini memiliki sensitifitas 97
Metode ini memiliki sensitivitas
% dan spesifitasnya mencapai 99%. Metode
hingga 94 – 100% dan spesivitasnya 84 –
ini merupakan metode alternatif terbaik
100% . Metode ini mudah dilakukan bagi
apabila uji dengan strip test tidak dapat
seluruh kalangan masyarakat sehingga tidak
dilakukan.
diperlukan lab skill untuk melakukan
Metode selanjutnya dalam deteksi
deteksi menggunakan metode ini. Dengan
V. cholerae adalah deteksi bakteri dengan
spesivisitas dan sensitivitas metode ini,
amplifikasi
DNA
menggunakan
Polymerase Chain Reaction (PCR).
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
101
Polymerase Chain Reaction (PCR)
mengidentifikasi bakteri ini hanya dapat
merupakan suatu metode yang digunakan
dilakukan dengan melihat gen spesifik yang
untuk amplifikasi urutan basa DNA tertentu
dimilikinya. Gen spesifik tersebut dapat
(selektif).
kali
dilihat dengan pemeriksaan menggunakan
ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun
metode PCR. Tidak semua bakteri V.
1987. Metode PCR dapat digunakan untuk
cholerae mempunyai gen ctx dan hanya
menggandakan urutan basa nukleotida
bakteri
tertentu secara in vitro. Penggandaan urutan
mempunyai gen ini yaitu V. cholerae
bas nukleotida berlangsung melalui reaksi
serogroup O1 dan O139 (Kaper , et al.,
polimerisasi yang dilakukan berulang-ulang
1995).
Metode
ini
pertama
V.
cholerae
patogen
yang
secara berantai selama beberapa putaran
(siklus).
Setiap
membutuhkan
reaksi
polimerisasi
komponen-komponen
sintesis DNA seperti untai DNA yang akan
digunakan sebagai cetakan (template),
molekul oligonukleotida untai tunggal
dengan ujung 3'-OH bebas yang berfungsi
Gambar Hasil elektroforesis amplifikasi
sebagai prekursor (primer), sumber basa
Kelebihan
metode
deteksi
V.
nukleotida berupa empat macam dNTP
cholerae menggunakan metode PCR adalah
tahap selanjutnya, masing-masing untai
pada waktu yang diperlukan untuk proses
tunggal (dATP, dGTP, dCTP, dTTP), dan
pemeriksaan. Selain itu, metode PCR
enzim DNA polymerase (Kharirie, 2013).
merupakan metode yang sensitif dan
Pemeriksaan V. cholerae dengan
spesifik bila dibandingkan dengan metode
menggunakan metode PCR dan kemudian
konvensional (pembiakan) yang merupakan
dikonfirmasi dengan gel elektroforesis
metode baku emas (gold standard) pada
berhasil
identifikasi bakteri. Dengan deteksi metode
mendapatkan
bahwa
sampel
tersebut merupakan mengandung bakteri V.
PCR,
cholerae
positif
identifikasi bakteri penyebab infeksi dapat
mengandung gen ctx. Gen ctx merupakan
diketahui hasilnya dalam waktu satu hari.
gen yang terdapat pada bakteri V. cholerae
Tentunya hal ini sangat berbeda dengan
patogen yang menghasilkan toksin kolera
metode pemeriksaan secara konvensional
(cholera toxin = CT). Toksin kolera sangat
yang membutuhkan waktu lebih dari satu
berperan dalam menyebabkan terjadinya
hari agar dapat diketahui hasilnya. Bila
diare. Gen ctx ini hanya dimiliki oleh V.
dibandingkan, metode konvensional lebih
cholerae
patogen
patogen
karena
sehingga
untuk
sampel
yang
diperiksa
atau
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
102
murah atau tidak memerlukan biaya banyak
daripada metode PCR.
Metode
ini
dapat
menunjukan
keberadaan bakteri V. cholerae yang tidak
Metode lain yang digunakan untuk
deteksi bakteri V. cholerae adalah PCR
dapat
dideteksi
dengan
metode
konvensional.
multipleks.
Metode selanjutnya yang digunakan
PCR
teknik
untuk mendeteksi keberadaan V. cholerae
biologi molekuler yang terkenal untuk
dalam specimen kotoran adalah Dipstick
memperbanyak beberapa target dalam
Kit.
percobaan
multipleks
PCR
adalah
tunggal.
Dalam
uji
Untuk deteksi bakteri V. cholerae
multiplexing, lebih dari satu urutan target
pada sampel biologi, alat diagnostik yang
dapat diamplifikasi dengan menggunakan
akurat untuk kolera sangat dibutuhkan
beberapa pasangan primer dalam campuran
untuk surveilans kolera di daerah epidemi
reaksi (Mehrabadi, et al., 2012).
dan endemik. Namun teknik seperti kultur
Metode ini mampu mendeteksi V.
bakteri biasanya tidak layak di setting
cholerae dalam sumber air dan makanan
sumber daya rendah.
dalam waktu yang singkat. Berdasarkan
Dari
hasil
tersebut
dapat
hasil penelitian dan studi sebelumnya,
disimpulkan jika metode paling akurat,
metode
sensitif,
PCR
multipleks
merupakan
dan
efektif
pendekatan paling ideal untuk deteksi cepat
identifikasi
bakteri dalam jumlah kecil.
chain reaction (PCR).
Metode
lainnya
yang
dapat
Uji
adalah
sandwich
immunofluorescence
of
menggunakan
metode
polymerase
SIMPULAN
digunakan untuk deteksi bakteri V. cholerae
Direct
adalah
strip
test
menggunakan
imunochromtography
metode
assay
Vibrio cholerae O1 (DFA-DVC). Metode
merupaakan metode deteksi bakteri Vibrio
ini merupakan metode presumtif atau
cholerae yang paling efektif dibanding
pendugaan keberadaan bakteri V. cholerae
metode yang lain dengan sensitivitas hingga
(Autlet, et al., 2007).
94 – 100% dan spesivitasnya 84 – 100% .
SARAN
Deteksi bakteri V. cholerae dengan
menggunakan strip test merupakan metode
yang paing cepat dan akurat. Namun
pengembangan metode deteksi bakteri
Gambar deteksi V. cholerae dengan direct
immunofluorescence
Vibrio cholerae yang cepat dan akurat baik
secara konvensional maupun instrumental
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
(molekuler)
103
diperlukan
untuk
Dipstick Test in Bangladesh. Trop.
perkembangan metode deteksi kolera di
Med. Int. Health., 19(3), pp. 301-307.
masa yang akan datang.
Hossain, M. T. et al. 2012. Development of
a groEL gene–based species-specific
UCAPAN TERIMA KASIH
multiplex polymerase chain reaction
Saya ucapka terima kasih kepada
assay for silmutaneous detection of
ibu Sri Agung Fitri Kusuma, M.Si., Apt atas
Vibrio
saran dan dukungannya sehingga saya dapat
parahaemolyticus
menyelesaikan karya tulis ini. Semoga
vulnivicus.
karya tulis ini dapat bermafaat bagi semua
Volume 144, pp. 448-456.
pihak.
cholerae,
J.
Vibrio
and
Appl.
Vibrio
Microbiol.,
Kaper , J. B., Morris , J. G. & Levine, M.
Daftar Pustaka
Autlet, O. et al. 2007. Detection of viable
nonculturable Vibrio cholerae O1
through
cultures
and
M..
1995.
Cholera.
Microbiology
Clinical
Reviews.
Clin.
Microbiol. Rev., 8(1), p. 48.
Kharirie. 2013. Diagnosa Vibrio Cholerae
immunofluorescence in the Tucuman
dengan
rivers, Argentina. Rev. Soc. Bras.
Polimerase Chain Reaction (PCR)
Med. Trop., 40(4), pp. 385-390.
pada Sampel Sumber Air Minum.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan
Dasar
(RISKESDAS).
Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
(RISKESDAS).
Kultur
dan
Jurnal Biotek Medisiana Indonesia,
2(2), pp. 51-58.
Koneman, E. W. et al. 1990. Color atlas and
textbook of diagnostic microbiology.
Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan
Dasar
Metode
Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
4th ed. Philadelphia: JB Lippincott
Company.
Mehrabadi, J. F., Morsali, P., Nejad, H. R.
& Fooladi, A. A. 2012. Detection of
Chomvarin, C. et al. 2007. Application of
toxigenic Vibrio cholerae with new
duplex-PCR in rapid and reliable
multiplex PCR. J. Infect. Public.
detection of toxigenic Vibrio cholerae
Health., Volume 5, pp. 263-267.
in water samples in Thailand. J. Gen.
Nato, F., Boutonnier, A. & Rajerison. 2003.
Appl. Microbiol, Volume 53, pp. 229-
One Step Immunochromatographic
237.
Dipstick Tests For Rapid Detection,
George, C. M. et al. 2014. Evaluation of
Enrichment Method for Detection of
Vibrio cholerae O1 using a Rapid
s.l.:
American
Microbiology.
Society
for
Farmaka
Suplemen Volume 15 Nomor 1
104
Priadi, A. & Natalia, L. 2000. Patogenesis
pathogens in the marine environment.
Septicaemia Epizoqtica (Se) Pada
In: Oceans and Health: Pathogens in
Sapi/Kerbau:
the Marine Environment. New York:
Perubahan
Gejala
Patologis,
Klinis,
Reisolasi,
S, p. 29–68.
Deteksi Pasteurella Multocida dengan
Varela, P. et al. 1994. Direct Detection of
Media Kultur dan Polymerase Chain
Vibrio cholerae in Stool Samples. J.
Reaction (PCR). Jurnal Ilmu Ternak
Clin. Microbiol, 32(4), pp. 1246-
dan Veteriner.
1248.
Sariadji, K., Sunarno & Puranto, H. R.
Wang, X. Y., Anasaruzzaman, M. & Raul,
2015. Diagnostik Cepat Sebagai
V. 2006. Field evaluation of a rapid
Metode Alternatif Diagnosis Kholera
immunochromatographic dipstick test
yang Disebabkan oleh Agen Vibrio
for the diagnosis of cholera in a high-
Cholerae. Jurnal Biotek Medisiana,
risk population. BMC Infect. Dis.,
4(1), pp. 1-7.
Volume 26.
Singh, D. V., Isac, S. R. & Colwell, R. R.
World Health Organization. 2016. Weekly
2002. Development of a Hexaplex
epidemiological
PCR Assay for Rapid Detection of
épidémiologique
Virulence and Regulatory Genes in
Wkly. Epidemiol. Rec., 91(38), pp.
Vibrio cholerae and Vibrio mimicus.
433-440.
J. Clin. Microbiol., 40(11), pp. 43214324.
Tarr, C. L. et al. 2007. Identification of
Vibrio isolates by a multiplex PCR
assay
and
rpoB
sequence
determination. J. Clin. Microbiol., p.
134—40.
Theron, J. et al. 2000. Detection of
toxigenic
Vibrio
cholerae
from
environmental water samples by an
enrichment broth cultivation-pit-stop
semi-nested PCR procedure. J. Appl.
Microbiol., Volume 89, pp. 539-346.
Thompson, J. R., Marcelino, L. A. & Polz,
M. F. 2005. Diversity, sources and
detection
of
human
bacterial
record
Relevé
hebdomadaire.
Download