Prof.Dr.Ir. Azwar Maas, MSc - Pusat Penelitian Kelapa Sawit

advertisement
Perkembangan Regulasi Terkait
Dengan Lahan Gambut*)
Prof.Dr.Ir. Azwar Maas, MSc**)
*) IPOS-Forum Sesi 3: Sustainability Bisnis Kelapa Sawit
Terkait dengan Lahan Gambut, Medan 28 – 29 September 2017
**) Ketua Kelompok Ahli Badan Restorasi Gambut, Guru Besar
FaKultas Pertanian UGM
Perkembangan KebijakanTerkait Pengelolaan Gambut

Sumber: Direktorat PKG – PPKL –KLHK, 2017
Fungsi Lindung Gambut : Ketebalan > 3m yang berada di hulu sungai dan rawa
Fungsi Lindung Ekosistem Gambut: minimal 30% dari luas KHG + Ketebalan >3m, dll.
Permentan No. 14 Th.
2009
UU No. 26 Th. 2007
Penataan Ruang
P.14_2017
PP No. 47 Th. 1997
PP No. 71 Th. 2014
RTRWN
PPEG
PP No. 26 Th. 2008
Keppres No. 32 Th. 1990
RTRWN
Strategi Nasional
Pengelolaan Kawasan Lindung
Tata Cara Inventarisasi &
Penetapan Fungsi EG
Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut
untuk Budidaya Kelapa Sawit
Inpres No. 10 Th. 2011
PP No. 57 Th. 2016
PIPIB
Perubahan PP No. 71 Th. 2014
Pengelolaan Lahan Gambut
P.15_2017
Tata Cara Pengukuran Muka
Air Tanah di Titik Penaatan
EG
P.16_2017
Pedoman Teknis
Pemulihan Fungsi EG
1990
1992
1997 2000 2006
2007
2009
2008
2011 2013 2014 2015 2016
P.17_2017
Perubahan P.12_2015
tentang Pembangunan HTI
UU No. 24 Th. 1992
Penataan Ruang
PP No. 150 Th.
2000
Pengendalian Kerusakan
Tanah untuk Produksi
Biomasa
UU No. 32 Th. 2009
Inpres No. 8 Th. 2015
Perlindungan dan Pengelolaan LH
PIPIB
Inpres No. 2 Th. 2007
Inpres No. 6 Th. 2013
Percepatan Rehabilitasi dan
Revitalisasi Kawasan Pengembangan
Lahan Gambut di Kalimantan Tengah
PIPIB
SK.129_2017
Penetapan Peta KHG Nasional
SK.130_2017
Penetapan Peta FEG Nasional
Kriteria Baku Kerusakan Lahan Gambut: Kedalaman Air Tanah > 25 cm
Kriteria Rusak Fungsi Budidaya Gambut: Tinggi Muka Air Tanah > 0,4 m
LARANGAN (PP 71/2014 jo PP 57/2016)
PASAL 26
1.
Setiap orang
dilarang :
a.
Membuka lahan
b.
Membuat saluran drainase
di Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung;
yang mengakibatkan Gambut
menjadi kering;
c.
Membakar lahan Gambut; dan/atau
d.
Melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan
terlampauinya kriteria baku kerusakan Ekosistem Gambut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3)

Sumber: Direktorat PKG – PPKL –KLHK, 2017
3

Sumber: Direktorat PKG – PPKL –KLHK, 2017
Kebakaran di Lahan Gambut sebagai akibat dari Pengelolaan Lahan Gambut yang tidak
memperhatikan Tata Kelola Air, disamping masih adanya “unsur kesengajaan” dalam
membakar lahan

Sumber: Direktorat PKG – PPKL –KLHK, 2017
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015
Lampiran:
PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA
(INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN
YANG MELAKUKAN USAHA BUDIDAYA PERKEBUNAN TERINTEGRASI DENGAN
USAHA PENGOLAHAN DAN ENERGI TERBARUKAN

PELINDUNGAN TERHADAP PEMANFAATAN HUTAN ALAM
PRIMER DAN LAHAN GAMBUT

Penundaan izin baru sesuai peta indikatif pada hutan
primer dan lahan gambut yang berada pada hutan
konservasi, hutan lindung, hutan produksi (hutan
produksi terbatas, hutan produksi biasa/tetap, hutan
produksi yang dapat dikonversi) dan areal penggunaan
lain.

Perusahaan Perkebunan yang telah mendapatkan
persetujuan prinsip Menteri Kehutanan dikecualikan.
PERPRES NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT

Tugas: mengkoordinasikan dan memfasilitasi restorasi gambut
pada Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan,
Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi
Kalimantan Selatan dan Provinsi Papua.

Pasal 3: BRG menyelenggarakan fungsi:
a.
pelaksanaan koordinasi dan penguatan kebijakan pelaksanaan restorasi gambut;
b.
perencanaan, pengendalian dan kerja sama penyelenggaraan restorasi gambut;
c.
pemetaan kesatuan hidrologis gambut
d.
penetapan zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya;
e.
pelaksanaan konstruksi infrastruktur pembasahan (rewetting) gambut dan segala
kelengkapannya;
f.
penataan ulang pengelolaan areal gambut terbakar;
g.
pelaksanaan sosialisasi dan edukasi restorasi gambut;
h.
pelaksanaan supervisi dalam konstruksi, operasi dan pemeliharaan infrastruktur
di lahan konsesi; dan
i.
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
Rancangan Tata Kelola Air
 Kesatuan hidrologis
vertikal/Tebal gambut
< 1 to 18 m
 Kesatuan hidrologis
horizontal)
2 - > 100 km)
Upland
River
Kubah lindung
(nature water
reservation)
Sumber Ilustrasi: KLHK

Kesatuan hidrologis menjadi dasar perumusan tata air.

Prinsip dasar adalah lahan gambut selalu dalam keadaan lembab
sepanjang tahun.

Berbagi air untuk berbagai peruntukan di KHG
Fakta Lapangan






Telah ada pemetaan ketebalan gambut berbasis KHG oleh
Ditjen PPKL pada tahun 2015 dan 2016
Telah ada pemetaan landscape berbagsis KHG di 4
Kabupaten Target BRG
Saat ini tengah disusun rencana restrosi dengan basis KHG
di zona Lindung dan zona Budidaya dengan prinsip dasar
Reweeting (R1), Revegetasi (R2), dan Revitalisasi (R3)
Kehidupan Masyarakat
Rencana implementasi berdasar rancangan rinci hanya
dikerjakan di wilayah masyarakat, bukan di wilayah
perusahan.
Telah ada kegiatan kanal bloking, sumur bor yang sporadis
di target area milik masyarakat
Diharapkan perusahaan mengerjakan hal yang sama di
wilayah kerjanya  telah ada yang mencoba
menyesuaikan R1
KRITERIA
FUNGSI
LINDUNG
- Gambut  3 m
- Telah ditetapkan
dalam RTRW
- Telah ditetapkan
untuk Moratorium
KRITERIA
FUNGSI
BUDIDAYA
30% KHG MULAI
DARI 1 ATAU
LEBIH PUNCAK
KUBAH
DI LUAR KRITERIA FUNGSI
LINDUNG
SUMBER: SOSIALISASI PERATURAN MENTERI LHK
Sumber: Dirjen PPKL,
Maret 2017
tentang:
1. TATA CARA INVENTARISASI DAN PENETAPAN FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT
2. TATA CARA PENGUKURAN MUKA AIR TANAH DI TITIK PENAATAN EKOSISTEM GAMBUT
3. PEDOMAN TEKNIS PEMULIHAN FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT
Oleh: M.R. KARLIANSYAH
DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
10
KLHK, JAKARTA, 20 MARET 2017
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
1
NOMOR P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN INVENTARISASI DAN PENETAPAN FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT
Tata cara inventarisasi dan penetapan
fungsi Ekosistem Gambut, mencakup:
 inventarisasi dan penetapan peta final
Kesatuan Hidrologis Gambut;
 penetapan fungsi Ekosistem Gambut; dan
 perubahan penetapan fungsi Ekosistem
Gambut.
Sumber: Dirjen PPKL, Maret 2017
Laporan Menteri KLHK dalam Ratas Kabinet 26 April 2017:
EVALUASI PENGATURAN TENTANG LAHAN GAMBUT.
PERINTAH KEBIJAKAN PRESIDEN 2015-2016
KEBIJAKAN OPERASIONAL, PERINTAH
BAPAK PRESIDEN DARI LAPANGAN
(September-Oktober, 2015) :
1. LAKUKAN UPAYA PEMADAMAN
SEMAKSIMAL MUNGKIN
2. MOBILISASI PASUKAN TNI UNTUK
MEMBANTU PEMADAMAN GAMBUT
TERBAKAR
3. BASAHKAN GAMBUT DAN BUAT
EMBUNG
4. BUAT SEKAT KANAL
5. PENEGAKAN HUKUM
6. AREAL TERBAKAR DIAMBIL NEGARA
7. TIDAK BOLEH ADA IJIN BARU DI
GAMBUT
8. EVALUASI SEMUA PERIJINAN
9. TATA KELOLA GAMBUT
RAKOR NAS KARHUTLA 18 JANUARI 2016 :
KEBIJAKAN DASAR PENANGANAN KARHUTLA :
1. PRINSIP PENCEGAHAN
2. TATA KELOLA GAMBUT: PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN
3. PENGENDALIAN PERIZINAN
4. PENEGAKAN HUKUM
5. REHABILITASI/RESTORASI
6. MORATORIUM SAWIT (14 April 2016)
33
KEWAJIBAN PERUSAHAAN
[Pasal 14 PERMEN LHK 14/2017]

Melakukan inventarisasi karakteristik
Ekosistem Gambut di lokasi usaha
dan/atau kegiatannya dengan supervisi
dari DIRJEN PPKL.

Hasil inventarisasi berupa data dan peta
(*shp file) diserahkan kepada DIRJEN
PPKL
13
Sumber: Dirjen PPKL, Maret 2017
KEWAJIBAN PERUSAHAAN
[Pasal 21 ayat (4) dan ayat (5) PERMEN LHK 14/2017]

Wajib melakukan revisi:
Rencana Kerja Usaha (RKU),
 Dokumen Rencana Usaha,
 Dokumen Rencana Pengelolaan atau sejenisnya
untuk disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini.


wajib mengajukan permohonan perubahan Izin
Lingkungan sebagai akibat perubahan fungsi Ekosistem
Gambut sesuai dengan Peraturan Menteri ini.
[Pasal 21 ayat (6) PERMEN LHK 14/2017]
 Wajib menaati ketentuan dalam Peraturan Menteri
Nomor: P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017
14
Sumber: Dirjen PPKL, Maret 2017
Fakta Lapangan

Lokasi perusahaan tersebar diberbagai tempat dalam satu Kesatuan
Hidrologis Gambut, baik di gambut Topogen, Kaki gambut Ombrogen,
maupun di kubah gambut Ombrogen

Inventarisasi umumnya telah dikerjakan dalam perancangan (design) sistem
tata air (topografi), dan sebagian telah pula punya pengukuran ketebalan
gambut. Inventarisasi ini di dunia usaha dikerjakan oleh pengusaha,
dan di areal masyarakat oleh Pemerintah

Sebagian besar berada di luar lahan kehutanan, sudah dilepaskan, ataupun
dalam proses pelepasan. Meskipun demikian ada juga yang belum punya
izin usaha.

Berada pada ketebalan gambut yang beraneka, banyak yang > 3m

Catatan: Sangat diperlukan kesepakatan sesama dunia usaha dan
pemerintah untuk merencanakan sistem tata air berbasis KHG. Untuk
Konsesi/HTI sebagian besar sudah berjalan dengan bimbingan KLHK
2
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR
P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017
TENTANG
TATA CARA PENGUKURAN MUKA AIR TANAH DI TITIK PENAATAN EKOSISTEM
GAMBUT
Sumber: Dirjen PPKL, Maret 2017
1 kompartemen = 1
lokasi pemantauan
1 kompartemen =
1 lokasi
pemantauan

Pengukuran muka air tanah
dilakukan pada titik penaatan
yang telah ditetapkan.

Penentuan titik penaatan harus
didasarkan pada karakteristik
lahan, topografi, zona pengelolaan
air, kanal dan/atau bangunan air.
SEBARAN Lokasi
pemantauan mewakili 15%
(lima belas per seratus) dari
luas keseluruhan area
konsesi.
17
Sumber: Dirjen PPKL, Maret 2017
15% dari
TOTAL BLOK
di Gambut,
dan
CENTROID
+ 1 km
+ 0,25 km
Titik penaatan TMAT
18

Sumber: Direktorat PKG – PPKL –KLHK, 2017
KEWAJIBAN PERUSAHAAN
1.
Mengukur tinggi muka air tanah di lahan Gambut.
2.
Mengajukan permohonan penetapan titik pemantauan muka air
tanah dengan melampirkan informasi dan peta (*shp file)
berdasarkan hasil inventarisasi kepada DIRJEN PPKL.
3.
Melaporkan secara rutin hasil pengukuran tinggi muka air tanah.
4.
Menaati seluruh peraturan perudangan.
5.
wajib melakukan revisi RKU, Dokumen Rencana Usaha,
Dokumen Rencana Pengelolaan atau sejenisnya untuk
disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini.
6.
wajib mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan
sebagai akibat adanya Peraturan Menteri ini.
Sumber: Dirjen PPKL, Maret 2017
19
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
NOMOR P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PEMULIHAN FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT

Dilakukan untuk Ekosistem Gambut yang mengalami kerusakan,
baik pada fungsi lindung maupun fungsi budidaya.

Fungsi Lindung:

a.
terdapat drainase buatan;
b.
tereksposnya sedimen berpirit
c.
terjadi pengurangan luas/volume tutupan lahan
Fungsi Budidaya:
a.
muka air tanah lebih dari 0,4 m pada titik penaatan
b.
tereksposnya sedimen berpirit
c.
melampaui kroteria baku kerusakan Ekosistem Gambut
20
Sumber: Dirjen PPKL, Maret 2017
[PERMEN LHK
P.16/MENLHK
/
SETJEN/KUM.
1/2/2017]
21
Sumber: Dirjen PPKL, Maret 2017
CARA PEMULIHAN
Suksesi alami;
 Rehabilitasi: perubahan
vegetasi;
 Restorasi: tata kelola air;
 Cara lain yang sesuai
perkembangan IPTEK.

22
Sumber: Dirjen PPKL, Maret 2017
Langkah Kedepan (A. Maas, Yogyakarta April 2017)

Pengelolaan lahan gambut harus menjamin tidak terjadi kebakaran

Sawit di lahan gambut harus lestari dan menyesuaikan diri dengan peraturan
perundangan

Unit KHG menjadi acuan pengelolaan tata air  Air berbagi untuk semua pihak yang
terlibat

Peningkatan produktivitas lebih utama daripada pengembangan

Sawit rakyat harus dibina meskipun bukan plasma perusahaan

Masyarakat dilibatkan sampai pada pengelolaan pasca panen

Bersama dukung kegiatan pencegahan kebakaran melalui kerjasama dengan BRG
dengan implementasi di berbagai institusi pemerintah, swasta dan masyarakat.

Sawit didukung asal memenuhi persyaratan: aman bagi lingkungan, KHG selalu
lembab sepanjang tahun (berbagi air) dan tidak terbakar, meningkatkan taraf hidup
masyarakat, dan lestari
Resume Workhop Yogyakarta, April 2017
Aspek Teknis

Pemberlakuan kriteria kedalaman muka air tanah <0,4 m pada lahan budidaya
(perkebunan kelapa sawit) perlu didahului dengan pilot percontohan yang diikuti
dengan pentunjuk teknis pelaksanaan pengaturan muka air tanah. Dampak dari
kedalaman muka air tanah 0,4 m terhadap hasil berbagai jenis komoditas
pertanian perlu diverifikasi pada perusahaan yang telah menerapkannya,
disamping perlu penelitian di berbagai lokasi dalam satu KHG untuk kemudian
dipublikasi secara transparan.

Penerapan pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan dengan prinsip Responsible
Peat Management yang tidak hanya memperhatikan aspek teknis, tetapi juga
aspek sosial, ekonomi, berwawasan lingkungan dan kelembagaan.

Untuk jangka panjang diperlukan inovasi teknologi, termasuk genetic engineering,
agar kelapa sawit bisa diusahakan pada kedalaman muka air sesuai PP 57/2016,
namun produksi sawit senantiasa dapat ditingkatkan.
Perkembangan Terkini

Tahun 2017 tidak banyak terjadi kebakaran karena:

Pelarangan pembakaran semakin digalakkan

Relatif kecil Gambut bukaan baru karena sudah dilarang

Hujn cukup merata dan neraca air di KHG cukup baik

Telah ada kasus hukum tentang kebakaran yang sudah tahapan eksekusi

Telah ada Draft Audit Sistem Tata Air di Perkebunan yang dibuat oleh PUPR
 Balai Rawa Litbang SDA dan telah diujicobakan di beberapa perkebunan
sawit, termasuk sosialisasi di KLHK, Gapki Pusat

Telah ada rencana penelitian bersama tentang pengaruh tinggi muka air 0,4
yang ditetapkan dalam aturan, terutama pengaruhnya terhadap keragaan
tanaman. Melibatkan Akademisi, Gapki (lokasi target penelitian), Perusahaan
Sawit, Kementan (Ditjen Bun dan BBSDLP), KLHK, HGI, Balai Rawa PUPR
yang direncakan mulai berlangsung pada tahun 2018 dengan jangka waktu
yang belum dirumuskan
Terima Kasih
Download