1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan

advertisement
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan dianggap sebagai permasalahan sosial dan ekonomi yang
paling sulit untuk diselesaikan pada abad ini (Wagle 2008). Sekitar 320 hingga
433 juta penduduk dunia terjebak dalam perangkap kemiskinan (CPRC 2008).
Mereka mengalami kemiskinan kronis (chronic poverty), yaitu suatu deprivasi
untuk jangka waktu yang panjang, bahkan seringkali seumur hidup mereka
(Moore 2005).
Masalah kemiskinan juga masih menjadi persoalan yang mendapat
prioritas utama di Indonesia. Untuk memenuhi target yang tercantum dalam
Millenium Declaration, Indonesia dituntut untuk mengurangi setengah dari angka
kemiskinan pada tahun 1990 (sekitar 15%) menjadi sekitar 7,5 persen pada
tahun 2015. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia
adalah sekitar 31,02 juta penduduk (13,33%), masih jauh dari target yang harus
dicapai.
Angka kemiskinan pada tahun 2010 merupakan yang terendah sejak
2004. Walaupun terjadi penurunan sejak 2006, namun angka penduduk miskin
masih tergolong tinggi. Terlebih bila jumlah penduduk miskin dihitung dengan
menggunakan
standar
kemiskinan
yang
digunakan
oleh
Bank
Dunia
(penghasilan per kapita per hari minimal $2), angkanya akan semakin besar yaitu
42 persen (World Bank 2006). Hal tersebut disebabkan oleh besarnya proporsi
penduduk Indonesia yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan.
Penelitian Widyanti et al. (2009) mengenai dinamika kemiskinan di
Indonesia dengan menggunakan data panel IFLS (Indonesian Family Life
Survey) dari tahun 1993 hingga tahun 2000 menunjukkan bahwa 14 persen
rumah tangga yang menjadi sampel mengalami kemiskinan kronis (selalu
miskin). Sementara itu hasil pengolahan data Survey Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) memperlihatkan bahwa selama periode Maret 2006 hingga Maret
2007, jumlah penduduk Indonesia yang selalu miskin adalah sebesar 18,6 juta
orang (Urip 2008). Hal tersebut mengindikasikan proporsi penduduk Indonesia
yang mengalami kemiskinan kronis tergolong tinggi.
Anak yang lahir dan dibesarkan dalam rumah tangga miskin kronis,
memiliki kemungkinan 35 persen lebih tinggi untuk tetap miskin saat dewasa
dibandingkan anak yang lahir dan dibesarkan dalam rumah tangga yang tidak
2
miskin kronis (Pakpahan et al. 2009). Kemiskinan kronis menyebabkan individu
dan keluarga terperangkap dalam lingkaran kemiskinan, sehingga investasi
sumberdaya manusia yang dilakukan kurang. Kemiskinan tersebut akhirnya
diturunkan kepada generasi selanjutnya karena rendahnya kualitas sumberdaya
manusia yang dihasilkan dalam keluarga pada generasi berikutnya (CPRC
2008).
Investasi terhadap sumberdaya manusia, terutama dalam hal pendidikan,
akan meningkatkan efisiensi ekonomi sehingga akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi (Schultz 1981). Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan
(necessary condition) bagi pengurangan angka kemiskinan (Siregar 2006).
Selain itu, investasi terhadap sumberdaya manusia juga dapat menurunkan
ketimpangan distribusi pendapatan, sehingga berpotensi untuk menurunkan
tingkat kemiskinan (Anderson & Hague 2007; Sitepu 2007). Dengan demikian,
investasi sumberdaya manusia merupakan salah satu determinan tingkat
kesejahteraan.
Hasil penelitian Cho (2005) terkait program pengentasan kemiskinan
Progressa di Meksiko menunjukkan bahwa program tersebut meningkatkan ratarata lama sekolah dan akumulasi sumberdaya manusia sehingga meningkatkan
pendapatan seumur hidup sebesar 12 persen. Secara makro, tingkat pendidikan
penduduk yang semakin tinggi terbukti berpengaruh negatif terhadap tingkat
kemiskinan (Siregar & Widyanti 2008; Chaudry et al. 2010). Bukti empiris
tersebut memperlihatkan bahwa akumulasi modal sosial (human capital) yang
lebih besar, terutama pendidikan, berdampak pada peningkatan penghasilan
sehingga dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan.
Penelitian
Leibowitz
(1982)
dan
Hartoyo
(1998)
memperlihatkan
pentingnya peran keluarga dalam meningkatkan kualitas individu melalui
investasi yang dilakukan orang tua terhadap anak. Keluarga, dalam hal ini orang
tua, termotivasi untuk melakukan investasi terhadap anak mereka melalui
sumberdaya yang dimilikinya dengan harapan anak-anak tersebut akan menjadi
lebih sukses di masa depan (Hample 2010).
Investasi orang tua terhadap anak dalam keluarga merupakan suatu hal
yang bersifat krusial, terutama pada saat usia dini. Hal tersebut berkaitan dengan
peran investasi sumberdaya manusia sebagai salah satu determinan tingkat
kesejahteraan individu di masa depan. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia
akibat kurangnya investasi akan menyebabkan individu terperangkap dalam
3
kemiskinan. Perangkap kemiskinan tersebut seringkali menyebabkan adanya
transfer kemiskinan antargenerasi dalam keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku investasi orang tua
terhadap anak pada dua generasi keluarga dan hubungannya dengan
kemiskinan keluarga. Dengan demikian dapat dilihat pengaruh investasi
sumberdaya manusia terhadap transfer kemiskinan antargenerasi dalam
keluarga.
Rumusan Masalah
Data BPS pada tahun 2004 memperlihatkan bahwa 41,67 persen kepala
rumah tangga miskin di Indonesia memiliki tingkat pendidikan tidak tamat SD,
diikuti oleh tamat SD sebesar 38,36 persen (Rusastra & Napitupulu 2008). Lebih
lanjut dijelaskan bahwa angka partisipasi sekolah anak-anak dari keluarga miskin
lebih rendah dari anak-anak yang berasal dari keluarga tidak miskin, baik pada
tingkat sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama. Sebaliknya, angka
putus sekolah anak-anak dari keluarga miskin lebih tinggi dibandingkan anakanak dari keluarga tidak miskin untuk kedua jenjang pendidikan tersebut.
Fenomena tersebut menunjukkan dua hal penting; pertama, kualitas
sumberdaya manusia sangat menentukan status sosial ekonomi, salah satunya
dilihat dari tingkat pendidikan; kedua, kesadaran pendudukan miskin untuk
memperbaiki nasib keturunannya melalui investasi sumberdaya manusia
(misalnya di bidang pendidikan) lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok
tidak miskin. Hal tersebut memperlihatkan bahwa konsep mengenai nilai seorang
anak belum dipahami sepenuhnya oleh lapisan masyarakat berpenghasilan
rendah dan miskin.
Ciri yang menonjol dari keluarga miskin adalah jumlah anak yang banyak
(ukuran keluarga yang besar), karena anak dinilai bukan sebagai aset (investasi)
melainkan sumber faktor produksi (tenaga kerja) untuk menambah pendapatan
keluarga (Rusastra & Napitupulu 2008). Hal tersebut didukung oleh penelitian
Puspitawati et al. (2008) di Kabupaten Indramayu yang memperlihatkan bahwa
55,7 persen orang tua atau wali menyetujui bahwa anak adalah tenaga kerja
keluarga. Akibatnya orang tua cenderung kurang mementingkan pendidikan anak
dan
memilih
untuk
menjadikannya
sebagai
perekonomian keluarga (Puspitawati et al. 2009).
pekerja
untuk
membantu
4
Orang tua yang mendapatkan sedikit investasi dari orang tuanya –
terutama dalam hal pendidikan – kurang termotivasi untuk melakukan investasi
pada anaknya. Hal tersebut tercermin dari hasil penelitian Puspitawati et al.
lainnya yang memperlihatkan bahwa sekitar 62,9 persen ayah dan 64,1 persen
ibu dengan anak yang mengalami drop out dari sekolah mempunyai tingkat
pendidikan sampai dengan tamat SD. Didukung dengan beberapa hasil
penelitian
lain
(misal
Hartoyo
et
al.
2003;
Simanjuntak
2010)
yang
memperlihatkan rendahnya proporsi pengeluaran keluarga miskin untuk investasi
terhadap anak, terutama dalam hal pendidikan dan kesehatan.
Investasi sumberdaya manusia, terutama yang dilakukan oleh keluarga
telah terbukti menjadi determinan tingkat kesejahteraan dan dapat mengurangi
tingkat kemiskinan (Cho 2005; Anderson & Hague 2007; Sitepu 2007; Sitepu
2007; Siregar & Wahyuniarti 2008; Chaudry et al. 2010). Kurangnya investasi
sumberdaya manusia berpotensi menyebabkan individu dan keluarga terjebak
dalam lingkaran kemiskinan. Anak-anak yang lahir dan dibesarkan dalam
keluarga miskin cenderung akan tumbuh menjadi individu yang juga miskin saat
dewasa. Inilah gambaran transfer kemiskinan yang terjadi antargenerasi dalam
keluarga.
Berkaca pada fakta-fakta tersebut, penelitian ini berupaya untuk mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apakah terjadi transfer kemiskinan antargenerasi dalam keluarga yang
dilihat dari dinamika kemiskinan pada dua generasi keluarga?
2. Adakah hubungan antara transfer kemiskinan antargenerasi pada dua
generasi keluarga dengan nilai anak serta perilaku investasi orang tua
pada anak, serta adakah hubungan antara persepsi orang tua tentang
nilai anak dengan perilaku investasi orang tua pada anak pada dua
generasi keluarga?
3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi status kesejahteraan keluarga
dan perilaku investasi orang tua pada anak dalam kaitannya dengan
interaksi dua generasi keluarga?
Tujuan
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transfer
kemiskinan antargenerasi pada dua generasi keluarga, serta pengaruh nilai anak
5
dan investasi pada anak terhadap transfer kemiskinan tersebut. Secara khusus,
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis dinamika kemiskinan pada dua generasi keluarga untuk
melihat terjadinya transfer kemiskinan antargenerasi dalam keluarga,
2. Menganalisis hubungan antara transfer kemiskinan antargenerasi pada
dua generasi keluarga dengan nilai anak, serta perilaku investasi orang
tua pada anak,
3. Menganalisis hubungan antara persepsi orang tua tentang nilai anak
dengan perilaku investasi orang tua terhadap anak pada dua generasi
keluarga,
4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status kesejahteraan
keluarga dan investasi orang tua pada anak dalam kaitannya dengan
interaksi dua generasi keluarga.
Kegunaan
Dengan
dilakukannya
penelitian
mengenai
transfer
kemiskinan
antargenerasi pada dua generasi keluarga serta keterkaitannya dengan nilai
anak dan investasi orang tua pada anak, diharapkan dapat memberikan
kontribusi terhadap pengembangan keilmuan di bidang ekonomi keluarga,
terutama berkaitan dengan pembahasan terkait masalah kemiskinan dan
investasi orang tua terhadap anak. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan
kontribusi
terhadap
upaya
penanggulangan
kemiskinan
di
Indonesia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi pengambil keputusan
untuk perumusan kebijakan pengentasan kemiskinan.
6
Download