LABORATORIUM SISTEM ELEKTRONIKA

advertisement
MODUL I
DIODA
A.
PENDAHULUAN
Dioda adalah divais semikonduktor berupa silikon atau germanium yang memiliki dua
buah elektroda dan berlaku sebagai konduktor satu arah. Dioda sendiri mempunyai beberapa
jenis yaitu diode tabung, diode sambungan p-n, diode kontak titik, dan lainnya. Pada dioda
sambungan p-n, tipe dasar sambungannya terdiri atas bahan tipe-p dan tipe-n yang dipisahkan
oleh sebuah junction.
B.
TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui karakteristik i-v dari dioda.
2.
Memahami aplikasi dioda dalam rangkaian listrik.
3.
Menganalisisfungsi kerja dari aplikasi dioda dalam rangkaian listrik.
C.
ALAT DAN KOMPONEN
Alat dan komponen yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut:
1.
1 Set Osiloskop dan Probe.
2.
2 Set Multimeter.
3.
1 Unit Function Generator.
4.
1 Unit DC Power Supply.
5.
1 Unit Project Board.
6.
Kabel Jumper.
7.
1 Unit Tang Potong.
8.
Komponen:
-
Dioda 1N 4002, 1N 4148.
-
Resistor 1KΩ, 4K7Ω.
-
Kapasitor 10 µF, 47µF, 100µF.
-
IC 7805.
-
Trafo 250 mA, CT ± 12 Volt AC.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 1
D.
TEORI DASAR
Struktur dasar dioda terdiri dari bahan semikonduktor tipe-p yang disambungkan
dengan bahan tipe-n. Pada ujung bahan tipe p dijadikan terminal anoda (A), sedangkan ujung
lainnya dijadikan terminal katoda (K), sehingga dua terminal inilah yang menyiratkan nama
dioda. Pada gambar 1.1 diperlihatkan simbol dan struktur dari dioda.
Gambar 1.1.Simbol dan Struktur Dioda
A)
SAMBUNGAN P-N
Bahan tipe-p terbentuk dari muatan intrinsik golongan 3A, sedangkan bahan tipe-n
terbentuk dari muatan intrinsik golongan 5A. Pada gambar 1.2, muatan yang diberi lingkaran
menyatakan ion, dan muatan ini tetap ditempat, tidak bergerak walaupun diberi muatan
listrik. Muatan intrinsik yaitu muatan yang berasal dari ikatan kovalen pada atom silikon
yang menjadi bebas oleh karena eksitasi termal. Pembawa muatan yang lain adalah muatan
bebas, yaitu hole yang dihasilkan oleh atom akseptor pada bahan tipe-p, dan elektron bebas
yang dihasilkan oleh atom donor pada bahan tipe-n. Pembawa muatan bebas ini adalah
pembawa muatan ekstrisik.
Gambar 1.2.Sambungan P-N
Hal yang perlu diperhatikan pada persambungan p-n adalah sebagai berikut:
1.
Saat persambungan p-n terbentuk, elektron bebas pada tipe-n akan berdifusi melalui
junction, masuk ke dalam tipe-p, dan terjadi rekombinasi dengan hole yang ada di
dalam tipe-p.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 2
2.
Sebaliknya, hole pada tipe-p akan berdifusi masuk kedalam tipe-n dan berekombinasi
dengan elektron yang ada pada tipe-n.
3.
Rekombinasi elektron bebas dengan hole disekitar junction saling meniadakan sehingga
tepat pada daerah junction, terjadi daerah tanpa muatan bebas yang disebut daerah
pengosongan (deplesi).
4.
Karena muatan positif dan negatif terpisah, maka didalam daerah deplesi terjadi medan
listrik yang melawan proses difusi selanjutnya. Dengan adanya medan listrik ini maka
terjadi beda potensial listrik, potensial barier, antara tipe-p dan tipe-n. sehingga secara
tidak langsung difusi elektron bebas akan terhenti.
5.
Pada suhu ruang, diodasilikon mempunyai potensial barier 0,7 volt dan dioda
germanium 0.3 volt.
B)
PRATEGANGAN (BIAS) PADA DIODA
Terdapat karakteristik i-v pada dioda yang terdiri dari prategangan maju (forward bias)
dan prategangan balik (reverse bias).
1.
Prategangan Maju (Forward Bias)
Prategangan maju pada dioda sambungan p-n didapatkan dengan cara menghubungkan
tipe-p dengan kutub positif baterai dan tipe-n dengan kutub negatif baterai. Oleh karena itu,
elektron bebas dari sisi tipe-n ditolak kearah persambungan demikian pula padatipe-p.
Dengan demikian, pada sisi tipe-n akan penuh dengan elektron dan sisi tipe-p penuh dengan
hole. Elektron-elektron bebas yang menyebrangi persambungan akan kembali dengan hole
yang tiba di persambungan. Hasilnya arus yang kontinu akan berlangsung didalam kristal dan
kawat-kawat yang dihubungkan ke kristal tersebut. Prategangan maju menyebabkan daerah
deplesi semakin mengecil.
Gambar 1.3.Prategangan Maju pada Sambungan P-N
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 3
2.
Prategangan Balik (Reverse Bias)
Prategangan balik didapatkan dengan cara menghubungkan tipe-p dengan kutub negatif
baterai dan tipe-n dengan kutub positif baterai. Hole pada tipe-p dan elektron bebas pada tipen akan menjauhi persambungan sehingga memperlebar lapisan pengosongan sampai potensial
menyamai potensial terpasang. Dalam keadaan ini pembawa mayoritas akan berhenti
mengalir dan dalam beberapa nano-detik arus listrik akan menurun sampai sekitar nol.
Gambar 1.4.Prategangan Mundur pada Sambungan P-N
C)
KURVA KARAKTERISTIK DIODA
Pada gambar 1.5, menunjukan dua macam kurva, yaitu dioda germanium (Ge) dan
dioda silikon (Si). Bagian kiri bawah dari grafik pada gambar tersebut merupakan kurva
karakteristik dioda saat mendapatkan prategangan mundur. Bagian kanan atas dari grafik
pada gambar tersebut merupakan kurva karakteristik dioda saat mendapatkan prategangan
maju.
Gambar 1.5.Kurva Karakteristik dari Dioda
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 4
1.
Dioda diberi Prategangan Maju
Arus ID akan naik dengan cepat setelah VA-K mencapai tegangan cut-in (Vg). Tegangan
cut-in ini kira-kira sekitar 0,2 volt untuk dioda Ge dan 0,6 volt untuk dioda Si. Dengan
pemberian tegangan baterai sebesar ini, maka potensial penghalang (potensialbarrier) pada
persambungan akan teratasi, sehingga arus dioda mulai mengalir dengan cepat. Besarnya arus
jenuh mundur (reverse saturation current) IS untuk dioda Ge adalah dalam orde mikro amper
(1 mA), sedangkan untuk dioda Si, IS nya dalam orde nano amper (10 nA).
2.
Dioda diberi Prategangan Mundur
Apabila VA-K yang berpolaritas negatif tersebut dinaikan terus, maka suatu saat akan
mencapai tegangan patah (breakdown) dimana arus ID akan naik dengan tiba-tiba. Pada saat
mencapai tegangan breakdown ini, pembawa minoritas dipercepat hingga mencapai
kecepatan yang cukup tinggi untuk mengeluarkan elektron valensi dari atom. Kemudian
elektron ini juga dipercepat untuk membebaskan yang lainnya sehingga arusnya semakin
besar. Pada diodaprategangana, pencapaian tegangan breakdown ini selalu dihindari karena
dioda bisa rusak.
Hubungan arus dioda (ID) dengan tegangan dioda (VD) dapat dinyatakan dalam
persamaan 1.1.
I D  I S  e

Vd / n.VT 
 1

(1.1)
Keterangan:
ID = Arus dioda (A)
IS = Arus jenuh mundur (A)
e = Bilangan natural (2,71828…)
Vd = Beda tegangan pada dioda (V)
n = konstanta, 1 untuk Ge dan 2 untuk Si
VT = Tegangan ekivalen temperatur (V)
Harga IS suatu dioda dipengaruhi oleh temperatur, tingkat doping, dan geometri dari
dioda. Konstanta n tergantung pada sifat konstruksi dan parameter fisik dioda. Harga
VTkurang lebih 26 mV pada temperatur ruang.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 5
D)
APLIKASI DIODA
Beberapa aplikasi dioda dalam rangkain listrik dapat dipelajari pada sub-bab berikut
ini.
a)
Dioda Sebagai Saklar
Dioda merupakan saklar tertutup saat diberi prategangan maju dan merupakan saklar
terbuka saat diberi prategangan mundur. Oleh karenanya, dioda bisa berfungsi seperti sebuah
saklar.
b)
Dioda Sebagai Penyearah
Dioda semikonduktor banyak digunakan sebagai penyearah.

Penyearah Setengah Gelombang
Gambar 1.6.Penyearah Setengah Gelombang
Prinsip kerja dari penyearah setengah gelombang adalah bahwa pada saat sinyal input
berupa siklus positif maka dioda mendapat prategangan maju sehingga arus (I) mengalir ke
beban (RL), dan sebaliknya bila sinyal input berupa siklus negatif maka dioda mendapat
prategangan mundur sehingga arus tidak mengalir.

Penyearah Gelombang Penuh dengan Center Tap
Pada gambar 1.7, merupakan rangkaian penyearah gelombang penuh dengan
menggunakan center tap. Terlihat dengan jelas bahwa rangkaian penyearah gelombang penuh
ini merupakan gabungan 2 buah penyearah setengan gelombang yang kerjanya bergantian
setiap setengah siklus. Sehingga arus maupun tegangan rata-ratanya adalah 2 x penyearah
setengah gelombang, PIV = 2 Vm
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 6
Gambar 1.7.Penyearah Gelombang Penuh
Prinsip kerjanya yaitu pada terminal sekunder dari trafo CT mengeluarkan 2 buah
tegangan output yang sama tapi berbeda fasa, karena fasanya berlawanan dengan titik CT
sebagai titik tengahnya. Kedua output ini masing-masing dihubungkan ke D1 dan D2,
sehingga saat D1 mendapat sinyal positif maka D2 mendapat sinyal negatif, dan sebaliknya.
Dengan demikian D1 dan D2 hidupnya saling bergantian. Namun karena arus i1 dan i2
melewati tahanan beban (RL) dengan arah yang sama, maka iL menjadi satu arah.

Penyearah Gelombang Penuh dengan Bridge
Gambar 1.8.Rangkaian Penyearah Gelombang Penuh dengan Bridge
Prinsip kerjanya:
o
Pada saat rangkaian bridge mendapatkan bagian positif dari siklus sinyal AC, makaD1
dan D3 ON karena mendapat prategangan maju, sedangkan D2 dan D4 OFF karena
mendapat prategangan mundur. Sehingga arus i1 mengalir melalui D1, RL, dan D3.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 7
o
Pada saat rangkaian jembatan mendapatkan bagian negatif dari siklus sinyal AC,
makaD2 dan D4 ON karena mendapat prategangan maju, sedangkan D1 dan D3 OFF
karena mendapat prategangan mundur. Sehingga arus i2 mengalir melalui D2, RL, dan
D4.
c)
Dioda Sebagai Catu Daya
Penyearah gelombang penuh dengan bridge sudah mendapat sinyal dc dari input sinyal
ac. Akan tetapi, sinyal yang dihasilkan belum terlalu baik. Oleh karenanya, ada beberapa
bagian yang dapat ditambahkan untuk menghasilkan sinyal dc yang lebih baik.

Low Pass Filter (Tapis Lolos Rendah)
Gambar 1.9. Bentuk Sinyal Output setelah Melewati Low Pass Filter
Low Pass Filter (LPF)merupakan suatu rangkaian yang akan melewatkan suatu sinyal
tertentu sampai ke suatu frekuensi cut-off dan akan menahan sinyal yang frekuensinya diatas
frekuensi cut-off dari rangkaian tersebut. Rangkaian penyearah dengan LPF digunakan agar
tegangan DC yang dihasilkan lebih rata. Dengan adanya pemasangan sebuah kapasitor,
tegangan output tidak akan segera turun walaupun tegangan input sudah turun. Hal ini
disebabkan karena kapasitor memerlukan waktu untuk mengosongkan muatannya. Tegangan
yang terjadi dikenal dengan tegangan riak (ripple voltage). Kualitas rangkaian penyearah
dengan LPF dinyatakan oleh nisbah riak puncak ke puncak (peak-to-peak ripple ratio / pprr).
pprr 
Vrpp
VDC rata rata
;VDC rata rata 
Vp

Untuk setengah gelombang
: Vrpp 
1
Vp
fRC
Untuk gelombang penuh
: Vrpp 
1
Vp
fRC
(1.2)
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 8
dengan Vp adalah tegangan puncak dari tegangan output.

Dioda Zener
Gambar 1.10. Simbol dari Dioda Zener
Dioda zener dibuat sedemikian rupa sehingga daerah deplesinya lebih besar daripada
diodabiasa. Akibatnya, medan listrik yang dihasilkan juga lebih besar. Dioda zener memiliki
karakteristik yang sama seperti diodabiasa pada kondisi prategangan maju. Pada dasarnya,
tidak ada perbedaan secara struktur dari dioda biasa. Dioda zenerdiberi jumlah doping yang
lebih banyak pada sambungan P dan N, sehingga tegangan breakdownbisa semakin cepat
tercapai.Analisis rangkaian dengan menggunakan dioda zener sama seperti diodabiasa.
Perbedaan hanya terletak pada permodelan kondisi ON dan OFF dioda zener dibandingkan
diodabiasa.
Gambar 1.11.Kurva Karakteristik dari Dioda Zener
Pada saat dioda zener mendapat prategangan maju dan tegangannya lebih kecil dari
tegangan threshold, maka kondisi dioda zener OFF. Sedangkan pada saat tegangannya lebih
besar daripada tegangan threshold, maka kondisi dioda zener ON dimana tegangan dioda
zener sama dengan tegangan threshold.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 9
Pada saat dioda zener mendapat prategangan mundur dan tegangannya lebih kecil dari
tegangan zener, maka kondisi dioda zener OFF. Sedangkan pada saat tegangannya lebih besar
daripada tegangan zener, maka kondisi dioda zener ON dimana tegangan dioda zener sama
dengan tegangan zener.
Tegangan yang menyebabkan munculnya arus mundur yang sangat besar disebut
tegangan dadal (breakdown voltage). Dimana pada saat terjadi tegangan tersebut, daerah
deplesinya lebar dan arus yang bertambah cepat akibat dua hal berikut ini:
a.
Zener Breakdown
Dengan adanya tegangan mundur yang relatif tinggi, medan listriknya dapat menarik
keluar elektron dari ikatan kovalen sehingga terjadi pembentukan pasangan elektron
dan hole sebagai pengangkut muatan yang memungkinkan terjadinya arus mundur.
b.
AvalancheBreakdown.
Elektron dan hole yang dibangkitkan dipercepat oleh medan listrik yang tinggi, karena
kecepatan yang tinggi menabrak ikatan kovalen sehingga menambah pembangkitan
beruntun pasangan elektron-hole sehingga mempercepat pertambahan arus mundur.
Salah satu aplikasi dari dioda zener adalah sebagai regulator tegangan. Seperti pada
gambar 1.12, tegangan sumber adalah 12V, tetapi tegangan yang terukur pada R load adalah
9V sama dengan nilai tegangan pada dioda zener.
Gambar 1.12.Contoh Rangkaian Regulator Tegangan dengan Menggunakan Dioda Zener

IC 78xx / IC 79xx
IC 78xx merupakan regulator tegangan positif dc sedangkan IC79xx merupakan
regulator tegangan negatif dc. Tanda „xx‟ menyatakan nilai dari tegangan output yang
dihasilkan. Misalkan IC 7812 menyatakan regulator tegangan +12 VDC, sementara 7912
menyatakan regulator tegangan -12 VDC.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 10
(a)
(b)
Gambar 1.13. (a) Penggunaan IC 7812 pada Rangkaian; dan
(b) Kaki-Kaki yang terdapat pada IC 7812
d)
Dioda Sebagai Clipper
Rangkaian clipper (pemotong) digunakan untuk memotong atau menghilangkan
sebagian sinyal input yang berada dibawah atau diatas level tertentu. Rangkaian ini adalah
rangkaian yang digunakan untuk membatasi tegangan agar tidak melebihi dari suatu nilai
tegangan tertentu.
Secara umum rangkaian clipper dapat digolongkan menjadi 2, yaitu seri dan paralel.
Rangkaian clipper seri berarti dioda-nya dipasang secara seri dengan beban, sedangkan
clipper paralel berarti dioda-nya dipasang paralel dengan beban.Sedangkan untuk masingmasing jenisnya dibagi menjadi clippernegatif, memotong bagian negatif, dan clipper positif,
memotong bagian positif.
Petunjuk untuk menganalisis rangkaian clippersecara seri adalah sebagai berikut:
a. Perhatikan arah dioda

Bila arah dioda kekanan, maka bagian positif dari sinyal input akan dilewatkan,
dan bagian negatif akan dipotong, berarti clippernegatif.

Bila arah dioda kekiri, maka bagian negatif dari sinyal input akan dilewatkan, dan
bagian positif akan dipotong, berarti clipper positif.
b. Perhatikan polaritas baterai, bila ada.
c. Gambarlah sinyal output dengan sumbu nol pada level baterai, yang sudah ditentukan
pada langkah 2 diatas.
d. Batas pemotongan sinyal adalah pada sumbu nol semula, sesuai dengan sinyal input.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 11
Gambar 1.14.Clipper Positif secara Seri
Gambar 1.15.Clipper Negatif secara Seri
Petunjuk untuk menganalisis rangkaian clipper secara paralel adalah sebagai berikut:
a. Perhatikan arah dioda:

Bila arah dioda kebawah, maka bagian positif dari sinyal input akan dipotong,
berarti clipper positif.

Bila arah dioda keatas, maka bagian negatif dari sinyal input akan dipotong,
berarti clippernegatif.
b. Perhatikan polaritas baterai, bila ada.
c. Gambarlah sinyal output dengan sumbu nol sesuai dengan input.
d. Batas pemotongan sinyal adalah pada level baterai.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 12
Gambar 1.16.Clipper Positif secara Paralel
Gambar 1.17.Clipper Negatif secara Paralel
e)
Dioda Sebagai Clamper
Rangkaian clamper adalah rangkaian yang digunakan untuk memberikan offset
tegangan DC. Dengan demikian, tegangan yang dihasilkan adalah tegangan inputdan
tegangan DC. Rangkaian ini disebut juga rangkaian penggeser yang digunakan untuk
menggeser suatu sinyal ke level DC yang lain.
Rangkaian ini paling tidak harus mempunyai sebuah kapasitor, dioda, dan resistor,
disamping itu bisa pula ditambahkan sebuah baterai. Harga R dan C harus dipilih sedemikian
rupa sehingga konstanta waktu RC cukup besar agar tidak terjadi pengosongan muatan yang
cukup berarti saat dioda tidak menghantar. Sebuah rangkaian clamper sederhana, tanpa
baterai, terdiri atas R, D, dan C terlihat pada gambar 1.18.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 13
Gambar 1.18.Rangkaian Clamper
Keterangan:
(a)
Gelombang kotak yang menjadi sinyal input rangkaian clamper.
(b)
Pada saat 0 – T/2, sinyal input adalah positif sebesar +V, sehingga dioda ON. Kapasitor
mengisi muatan dengan cepat melalui tahanan dioda yang rendah, seperti hubung
singkat karena dioda ideal.
(c)
Sinyal output merupakan penjumlahan tegangan input –V dan tegangan pada kapasitor
–V sehingga sebesar -2V.
Terlihat pada gambar 1.18, bahwa sinyal output merupakan bentuk gelombang kotak,
seperti gelombang input, yang level DC-nya sudah bergeser kearah negatif sebesar –V.
Besarnya penggeseran ini bisa divariasi dengan menambahkan sebuah baterai secara seri
dengan dioda. Dan juga arah penggeseran bisa dibuat kearah positif dengan cara dioda
dibalik.
Gambar 1.19.Rangkaian ClamperNegatif dan Positif
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 14
f)
Dioda Sebagai Rangkaian Logika
Aplikasi lain dari dioda adalah dapat digunakan sebagai rangkaian logika AND dan
OR. Pada gambar 1.20 terdapat rangkaian gerbang logika AND dan OR.
Gambar 1.20.Rangkaian AND dan Rangkaian OR dengan Menggunakan Dioda
g)
Light Emitting Diode (LED)
LED merupakan komponen yang dapat mengeluarkan emisi cahaya. Struktur LED
sama dengan dioda, tetapi belakangan ditemukan bahwa elektron yang menerjang sambungan
P-N juga melepaskan energy berupa energy panas dan energy cahaya.
Gambar 1.21. Simbol LED
h)
Photodiode
Photodioda adalah dioda yang bekerja berdasarkan intensitas cahaya, jika photodioda
terkena cahaya maka photodioda bekerja seperti dioda pada umumnya, tetapi jika tidak
mendapat cahaya maka photodioda akan berperan seperti resistor dengan nilai tahanan yang
besar sehingga arus listrik tidak dapat mengalir.
Gambar 1.22. Contoh Aplikasi LED dan Photodiode dalam Optocoupler
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 15
E.
PROSEDUR PRAKTIKUM
Lakukan dan amati setiap percobaan yang akan dilakukan. Ikuti instruksi khusus dari
Asisten Praktikum dengan baik dan seksama.
1.
KARAKTERISTIK DIODA
a.
Rangkaian A
Gambar 1.23. Rangkaian A
Langkah kerja:
1. Rangkailah rangkaian seperti pada gambar 1.23.
2. Hubungkan titik 1 dan titik 2 dengan amperemeter DC dengan orde mA.
3. Hubungkan titik 3 dan titik 4 dengan voltmeter DC.
4. Naikkan tegangan sumber DC (Vs) dari 0 – 5 volt dengan kenaikan 0,5 volt. Khusus
tegangan dari 1 – 2 volt, kenaikan tegangan 0,1 volt.
5. Catat nilai arus (Id) dan tegangan pada dioda (Vd) kemudian masukkan ke dalam tabel
1.1.
6. Gambarkan grafik Id terhadap Vd pada Gambar 1.1.
b.
Rangkaian B
Gambar 1.24. Rangkaian B
Langkah kerja:
1. Rangkailah rangkaian seperti pada gambar 1.24.
2. Hubungkan titik 1 dan titik 2 dengan amperemeter DC dengan orde mA.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 16
3. Hubungkan titik 3 dan titik 4 dengan voltmeter DC
4. Naikkan tegangan sumber DC (Vs) dari 0 – 5 volt dengan kenaikan 0,5 volt.
5. Catat nilai arus (Id) dan tegangan pada dioda (Vd) kemudian masukkan ke dalam tabel
1.2.
6. Gambarkan grafik Id terhadap Vd pada Gambar 1.2.
2.
DIODA SEBAGAI PENYEARAH SETENGAH GELOMBANG
a.
Rangkaian A
Gambar 1.25. Rangkaian Dioda sebagai Penyearah Setengah Gelombang
Langkah kerja:
1. Rangkailah rangkaian seperti pada gambar 1.25. Sumber tegangan AC dari Signal
Generator.
2. Berikan tegangan 4 Vpp, dengan frekuensi 1 KHz.
3. Pada osiloskop, hubungkan channel 1 dengan input sumber AC, probe positif pada
titik 1 dan probe negatif pada titik 3. Hubungkan channel 2 dengan output, probe
positif pada titik 2 dan probe negatif pada titik 3.
4. Gambarkan bentuk sinyal input dan output pada gambar 2.1.
b.
Rangkaian B
Gambar 1.26. Rangkaian Dioda sebagai Penyearah Setengah Gelombang
Langkah kerja:
1. Rangkailah rangkaian seperti pada gambar 1.25. Sumber tegangan AC dari Signal
Generator.
2. Berikan tegangan 4 Vpp, dengan frekuensi 1 KHz.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 17
3. Pada osiloskop, hubungkan channel 1 dengan input sumber AC, probe positif pada
titik 1 dan probe negatif pada titik 3. Hubungkan channel 2 dengan output, probe
positif pada titik 2 dan probe negatif pada titik 3.
4. Gambarkan bentuk sinyal input dan output pada gambar 2.2.
3.
DIODA
SEBAGAI
PENYEARAH
GELOMBANG
PENUH
DENGAN
CENTERTAP
Gambar 1.27. Rangkaian Dioda sebagai Penyearah Gelombang Penuh dengan Center Tap
Langkah kerja:
1. Rangkailah rangkaian seperti pada gambar 1.27.
2. Pada osiloskop, hubungkan channel 1 dengan input sumber AC, probe positif pada
titik 1 dan probe negatif pada titik 3. Hubungkan channel 2 dengan output, probe
positif pada titik 2 dan probe negatif pada titik 3.
3. Gambarkan bentuk sinyal input dan output pada gambar 3.
4.
DIODA SEBAGAI PENYEARAH GELOMBANG PENUH DENGAN BRIDGE
Gambar 1.28. Rangkaian Dioda sebagai Penyearah Gelombang Penuh dengan Bridge
Langkah kerja:
1. Rangkailah rangkaian seperti pada gambar 1.28.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 18
2. Pada osiloskop, hubungkan channel 1 dengan input sumber AC, probe positif pada
titik 1 dan probe negatif pada titik 3. Hubungkan channel 2 dengan output, probe
positif pada titik 2 dan probe negatif pada titik 3.
3. Gambarkan bentuk sinyal input dan output pada gambar 4.
5.
DIODA SEBAGAI CATU DAYA
Gunakan dan lanjutkan skema rangkaian pada gambar 1.28 untuk percobaan berikut ini.
a.
LPF
Gambar 1.29. Rangkaian Catu Daya dengan LPF
Langkah kerja:
1. Tambahkan rangkaian LPF dengan menggunakan resistor 1 KΩ dan kapasitor 470 µF,
seperti pada gambar 1.29.
2. Pada osiloskop, hubungkan channel 1 dengan input sumber AC, probe positif pada
titik 1 dan probe
negatif pada titik 3. Hubungkan channel 2 dengan output,
probepositif pada titik 2 dan probenegatif pada titik 3.
3. Gambarkan bentuk sinyal input dan output, serta hitung tegangan ripple-nya.
b.
Regulator dengan Dioda Zener
Gambar 1.30. Rangkaian Catu Daya dengan Dioda Zener
Langkah kerja:
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 19
1. Tambahkan dioda zener pada gambar rangkaian 1.29 seperti rangkaian pada gambar
1.30.
2. Catat nilai arus dan tegangan pada beban RL.
3. Ubahlah nilai RL dari yang paling besar menuju nol.
c.
Regulator dengan IC 78**
Gambar 1.31 Rangkaian Catu Daya dengan Regulator IC 78**
Langkah kerja:
1. Tambahkan regulator IC 78** pada gambar rangkaian 1.29 seperti rangkaian pada
gambar 1.31.
2. Catat nilai arus dan tegangan pada beban RL.
3. Ubahlah nilai RL sesuai dengan kebutuhan.
6.
DIODA SEBAGAI CLIPPER
Gambar 1.32. Rangkaian Dioda sebagai Clipper
Langkah kerja:
1. Atur Signal Generator agar tegangannya 10 Vpp dengan frekuensi 1 KHz.
2. Beri sumber tegangan DC 4 V dan 2 V pada masing-masing dioda dengan arah yang
berlawanan, seperti pada gambar diatas.
3. Pada osiloskop, hubungkan channel 1 dengan input sumber AC, probe positif pada
titik 1 dan probe pada titik 3.Hubungkan channel 2 dengan output, probepositif pada
titik 2 dan probenegatif pada titik 3.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 20
4. Gambarkan sinyal input dan output.
7.
DIODA SEBAGAI CLAMPER
Gambar 1.33. Rangkaian Dioda sebagai Clamper
Langkah kerja:
1. Atur Signal Generator dengan sinyal masukkan berupa sinyal kotak yang
tegangannya 10 Vpp dengan frekuensi 1 KHz.
2. Pada osiloskop, hubungkan channel 1 dengan input sumber AC, probe positif pada
titik 1 dan probe pada titik 3.Hubungkan channel 2 dengan output, probepositif pada
titik 2 dan probenegatif pada titik 3.
3. Gambarkan sinyal input dan output.
8.
DIODA SEBAGAI RANGKAIAN LOGIKA
Gambar 1.34. Rangkaian Dioda sebagai Rangkaian Logika
Langkah kerja:
1.
Rangkailah rangkaian seperti pada gambar 1.34.
2.
Berikan input pada V1 dan V2 dengan kombinasi 0 V dan 5 V.
3.
Ukurlah arus dan tegangan pada resistor.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 21
MODUL 2
BIPOLAR JUNCTION TRANSISTOR (BJT)
A.
PENDAHULUAN
Pada prinsipnya suatu transistor terdiri dari dua buah dioda yang disatukan. Agar
transistor dapat bekerja pada kaki-kakinya harus diberikan tegangan. Sambungan kedua dioda
tersebut membentuk transistor PNP dan NPN. Transistor yang dibahas ini adalah Bipolar
Junction Transistor (BJT) karena struktur dan prinsip kerjanya tergantung dari perpindahan
elektron di kutub negatif mengisi kekurangan elektron ( hole) dikutub positif. Sifat transistor
adalah bahawa antara Collector dan Emitor akan ada arus (transistor akan menghantar) bila
ada arus Basis. Pada transistor PNP tegangan Basis dan Collector negatif terhadap Emitor
sedangkan pada transistor NPN tegangan Basis dan Collector positif terhadap Emitor.
B.
TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum adalah sebagai berikut:
1.
Memahami dan menggambarkan kurva karakteristik transistor.
2.
Mengidentifikasi daerah kerja transistor berdasarkan pada kurva karakteristik transistor
3.
Mengaplikasikan transistor sebagai penguat dan saklar berdasarkan pada daerah kerja transistor
dan datasheet-nya
4.
Pengenalan aplikasi TTL (Transistor-Transistor Logic)
C.
ALAT DAN KOMPONEN
Alat dan komponen yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut:
1.
1 Set Osiloskop dan Probe.
2.
2 Set Multimeter.
3.
1 Unit Function Generator.
4.
1 Unit DC Power Supply.
5.
1 Unit Project Board.
6.
Kabel Jumper.
7.
1 Unit Tang Potong.
8.
Komponen:
 Transistor BJT BC 140
 Resistor 100 kΩ, 470 kΩ, 47 kΩ, 10 kΩ, 1 kΩ, 27k Ω, 10 Ω, 50Ω dan 4k7 Ω
 Kapasitor ELCO 4.7 µF,100µF dan 470 µF
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 22
 Resistor variable 100kΩ
 Led
D.
TEORI DASAR
Transistor yang dibahas ini adalah Bipolar Junction Transistor (BJT) karena struktur
dan prinsip kerjanya tergantung dari perpindahan elektron di kutub negatif mengisi
kekurangan elektron ( hole) dikutub positif. Sifat transistor adalah bahawa antara Collector
dan Emitor akan ada arus (transistor akan menghantar) bila ada arus Basis. Pada transistor
PNP tegangan Basis dan Collector negatif terhadap Emitor sedangkan pada transistor NPN
tegangan Basis dan Collector positif terhadap Emitor.
A)
TIPE TRANSISTOR

Transistor NPN
Tipe NPN terdiri dari selapis semikonduktor tipe-p di antara dua lapisan tipe-n. Arus
kecil yang memasuki basis pada tunggal emitor dikuatkan di keluaran kolektor. Dengan kata
lain, transistor NPN hidup ketika tegangan basis lebih tinggi daripada emitor.

Transistor PNP
Tipe PNP terdiri dari selapis semikonduktor tipe-n di antara dua lapis semikonduktor
tipe-p. Arus kecil yang meninggalkan basis pada moda tunggal emitor dikuatkan pada
keluaran kolektor. Dengan kata lain, transistor PNP hidup ketika basis lebih rendah daripada
emitor.
Gambar 2.1. Transistor PNP dan NPN
B)
OPERASI TRANSISTOR
Pengoperasian transistor disesuaikan dengan tipe dari transistor tersebut, yakni PNP
atau NPN. Transistor memiliki tiga daerah operasi yang sering dimanfaatkan yakni, daerah
aktif, saturasi, dan cut off.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 23
Transistor Tipe PNP
C)
Transistor Tipe NPN
Mode
EBJ
CBJ
Mode
EBJ
CBJ
Cut Off
Reverse
Reverse
Cut Off
Reverse
Reverse
Aktif
Forward
Reverse
Aktif
Forward
Reverse
Saturasi
Forward
Forward
Saturasi
Forward
Forward
ANALISA PRATEGANGAN
Ada beberapa macam prategangan/bias yang biasanya digunakan dalam berbagai
macam transistor baik itu NPN maupun PNP. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat
beberapa bias yang sering digunakan.

Fixed Bias
Pada konfigurasi ini, catuan transistor dihubungkan hanya ke satu sumber teganganyang
biasanya dinotasikan dengan Vcc. Di bawah ini akan dijelaskan secara umum mengenai
konfigurasi fixed bias.
Gambar 2.2. Rangkaian Fixed Bias

Emiter Stabilized Bias
Pada dasarnya konfigurasi pra tegangan ini hampir mirip dengan fixed bias, namun di
sini ditambahi lagi resistor pada kaki emitor.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 24
Gambar 2.3. Rangkaian Emitter Stabilized Bias

Voltage Divider Bias
Pada konfigurasi ini, catuan tegangan untuk basis didapatkan melalui pembagian
tegangan antara dua buah resistor yang terhubung dengan kaki basis.
Gambar 2.4. Rangkaian Voltage Divider Bias
D)
KONFIGURASI PENGUAT TRANSISTOR
Transistor merupakan komponen dasar untuk sistem penguat. Untuk bekerja sebagai
penguat, transistor harus berada dalam kondisi aktif. Kondisi aktif dihasilkan dengan
memberikan bias pada transistor. Bias dapat dilakukan dengan memberikan arus yang
konstan pada basis atau pada kolektor. Jika pada kondisi aktif transistor diberikan sinyal
(input) yang kecil, maka akan dihasilkan sinyal keluaran (output) yang lebih besar. Ada 3
macam konfigurasi dari rangkaian penguat transistor yaitu : Common‐Emitter (CE),
Common‐Base (CB), dan Common‐Collector (CC). Konfigurasi umum transistor bipolar
penguat ditunjukkan oleh gambar berikut ini.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 25

Penguat Common Emitter
Gambar 2.5. Rangkaian Penguat Common Emitter

Penguat Common Base
Gambar 2.6. Rangkaian Penguat Common Base

Penguat Common Collector
Gambar 2.7. Rangkaian Penguat Common Collector
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 26
E)
APLIKASI TRANSISTOR
Sebelum melangkah ke aplikasi dari transistor,ada baiknya menelaah terlebih dahulu
kurva karakteristik transistor berikut ini.
Gambar 2.8. Kurva Karakteristik Transistor
Fungsi transistor sebagai penguat telah sedikit dibahas sebelumnya. Yang sekarang akan
dibahas adalah transistor sebagai saklar dan inverter dengan memanfaatkan daerah saturasi
dan cut-off dari transistor tersebut.

Transistor Sebagai Inverter
Pada rangkaian ini, transistor masih bekerja pada kondisi saturasi maupun cut-off.
Layaknya gerbang logika NOT(inverter), transistor dapat mengubah input High(bit 1)
menjadi Low(bit 0) ataupun sebaliknya. Ketika ada arus input pada kaki basis(dalam hal
ini isyarat 1) maka transistor akan ON dan arus mengalir dari kolektor ke emitor,
sehingga output F akan bernilai 0. Sebaliknya jika tidak ada arus input pada kaki Basis
maka transistor akan OFF. Tidak akan ada arus mengalir menuju emitor,sehingga arus
akan dialirkan ke output. Output bernilai 1.
Gambar 2.9. Transistor Sebagai Inverter
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 27
Menentukan nilai RB dan RC :
-
Asumsi hFE = 100, Ic sat = 10 mA dan VBE = 0,7 V (sebaiknya melihat
datasheet transistor yang digunakan)
-
Maka akan didapatkan
RC =
-
atau
Ib = 0.1 mA
Terakhir akan didapatkan
RB =

RC = 500Ω
Untuk mencari nilai RB, maka akan ditentukan dulu nilai Ib
Ib =
-
atau
atau
RB = 43 kΩ
Transistor Sebagai Saklar
Pada prinsipnya, switching menggunakan transistor sama halnya dengan switching
menggunakan saklar ataupun relay. Di sini fungsi transistor digunakan untuk
menyambung ataupun memutuskan arus pada suatu rangkaian listrik. Agar transistor
dapat berfungsi sebagai saklar, maka harus di set dulu komponen-komponen yang
digunakan serta tegangan pencatu yang digunakan agar transistor berada pada daerah
saturasi (saklar on) dan juga cut off (saklar off). Berikut ini sedikit ilustrasinya.
Gambar 2.9. Transistor Sebagai Saklar
Dari gambar diatas dan dari keterangan sebelumnya, saat transistor berada pada kondisi
saturasi (saklar ON), maka kaki collector dan emmitor akan terhubung sehingga VCE = 0,
namun sebaliknya jika berada pada kondisi cut off (saklar OFF), maka akan didapat VCE
= VCC.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 28
E.
PROSEDUR PRAKTIKUM
1. KURVA KARAKTERISTIK TRANSISTOR
Gambar 2.10. Karakterisasi Transistor
Langkah kerja:
1.
Susunlah komponen-komponen yang digunakan pada project board sesuai dengan
rangkaian skematik di atas (RB=100kΩ, RC = 470 kΩ)
2.
Karena hanya ada satu buah multimeter, maka untuk mengukur arus maupun
tegangan dilakukan secara bergantian
3.
Perhatikan rangkian sebelah kiri dan susun seperti pada gambar di atas dengan
menyambung secara seri multimeter yang digunakan dengan RB serta VBB,
sedangkan rangkaian di sebelah kanan dibiarkan saja terbuka dengan tidak
membentuk satu loop tertutup.
4.
Set VBB agar arus yang terukur di multimeter (IB) tersebut sama dengan 0.02 mA.
Jika sudah pindahkan multimeter ke rangkaian sebelah kanan dan biarkan untuk
sementara waktu rangkaian di sebelah kiri dalam keadaan open circuit
5.
Sekarang perhatikan rangkaian sebelah kanan, pasang multimeter secara seri untuk
mengukur arus (IC) yang melewati rangkaian sebelah kanan
6.
Sambunglah rangkaian sebelah kiri yang terputus tersebut dengan jumper kabel dan
kemudian amati nilai IC yang terukur dengan mengubah nilai VCC dari 0 V – 10 V
7.
Jika telah mendapatkan nilai IC, sekarang amati nilai VCE dengan memasang secara
parallel multimeter tersebut,dengan terlebih dahulu menyambungkan kembali
rangkaian sebelah kanan dengan jumper
8.
Ulangi lagi langkah di atas untuk nilai Ib yang berbeda (0.04 – 0.01mA)
9.
Catat hasilnya dalam jurnal
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 29
10. Gambarkan hasil yang didapat ke dalam grafik kurva karakteristik transistor
menggunakan kertas yang tersedia
11. Tentukan juga Ic saturasi dan VCE saturasi dari masing-masing kurva
2. PENGUAT COMMON BASE
Gambar 2.11. Penguat Common Base
Langkah Kerja :
1. Susunlah komponen-komponen yang digunakan pada project board sesuai dengan
rangkaian skematik di atas.
2. Berikan sinyal input dan ukur harganya (Vi). Dengan amplitude kurang dari 50mV
(sinyal kecil) dan frekuensi 1kHz.
3. Sambungkan Probe Ch1 Osiloskop pada input dan Ch2 pada output.
4. Amati sinyal output dan hitung berapa penguatannya.
5. Ukur
tahanan
masukan
(Rin)
dan
tahanan
luaran
(Rout)
menggunakan
potensiometer.
6. Potensiometer dipasang seri antara generator sinyal dan kapasitor C1 (4.7uF) untuk
mendapatkan nilai Rin. Ubah-ubah nilai potensiometer sehingga didapat nilai sinyal
input Vi‟ = ½ Vi. Dengan nilai Vi‟ adalah tegangan yang terukur setelah C1
7. Lepaskan potensiometer, lalu ukur potensiometer tersebut menggunakan multimeter.
Nilai yang terukur tersebut adalah nilai Rin.
8. Pengukuran Rout dilakukan dengan memasang potensiometer pada output.
9. Pasang potensiometer sebagai beban.
10. Berikan input, kemudian ukur output sebelum dipasang potensiometer. Nilai ini
adalah Vo
11. Ukur Vo‟ (tegangan pada potensiometer yang telah terpasang pada output) dan ubah
nilai potensiometer sampai didapat Vo2 = 1/2Vo1 (input tidak diubah).
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 30
12. Lakukan seperti nomor 7. Nilai yang terukur tersebut adalah nilai Rout.
3. PENGUAT COMMON EMITTER
Gambar 2.12. Penguat Common Emitter
Langkah Kerja :
1. Susunlah komponen-komponen yang digunakan pada project board sesuai dengan
rangkaian skematik di atas.
2. Berikan sinyal input dan ukur harganya (Vi). Dengan amplitude kurang dari 50mV
(sinyal kecil) dan frekuensi 1kHz.
3. Sambungkan Probe Ch1 Osiloskop pada input dan Ch2 pada output.
4. Amati sinyal output dan hitung berapa penguatannya.
5. Ukur tahanan masukan (Rin) dan tahanan luaran (Rout) menggunakan potensiometer.
Cara pengukuran Rin dan Rout sama seperti praktikum 3.
4. PENGUAT COMMON COLLECTOR
Gambar 2.13. Penguat Common Collector
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 31
Langkah Kerja :
1. Susunlah komponen-komponen yang digunakan pada project board sesuai dengan
rangkaian skematik di atas.
2. Berikan sinyal input dan ukur harganya (Vi). Dengan amplitude kurang dari 50mV
(sinyal kecil) dan frekuensi 1kHz.
3. Sambungkan Probe Ch1 Osiloskop pada input dan Ch2 pada output.
4. Amati sinyal output dan hitung berapa penguatannya.
5. Ukur tahanan masukan (Rin) dan tahanan luaran (Rout) menggunakan potensiometer.
Cara pengukuran Rin dan Rout sama seperti praktikum 3 dan 4.
5. TRANSISTOR SEBAGAI INVERTER
Gambar 2.14. Transistor Sebagai Inverter
Langkah Kerja :
1. Susunlah komponen-komponen yang digunakan pada project board sesuai dengan
rangkaian skematik di atas.
2. Atur nilai VCC = 5 V.
3. Sambungkan sinyal generator pada Rb dengan amplitude 2 Vpp dan frekuensi 1 kHz.
4. Sambungkan probe Ch1 osiloskop pada sinyal masukan dan Ch2 pada sinyal keluaran
di kaki colletor BJT.
5. Amati bentuk sinyal dan Gambarkan.
6. Tuliskan hasil pengamatan pada jurnal.
7. Lakukan variasi bentuk sinyal (Segitiga, Kotak, Persegi)
8. Amati bentuk sinyal dan Gambarkan.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 32
6. TRANSISTOR SEBAGAI SAKLAR
Gambar 2.15. Transistor Sebagai Saklar
Langkah Kerja :
1. Susunlah komponen-komponen yang digunakan pada project board sesuai dengan
rangkaian skematik di atas.
2. Atur nilai VCC = 5 V.
3. Set potensiometer sehingga nilai VBE = 0. Ukur resistansinya.
4. Putar Potensiometer hingga led indicator menyala. Cabut potensioter dan ukur
resistansinya saat led menyala.
5. Kemudian ukur nilai tegangan di kolektor. Tulis Hasil Pengamatan pada jurnal.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 33
MODUL III
MOSFET
A.
PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dibahas transistor efek medan (Field Effect Transistor – FET). Ada
dua macam FET, yaitu FET sambungan (junction FET = JFET) dan Transistor Efek Medan
Logam-Oksida-Semikonduktor (metal-oxide-semiconductor field effect transistor-MOSFET).
Prinsip dasar perangkat ini pertama kali diusulkan oleh Julius Edgar Lilienfeld pada tahun
1925 . MOSFET mencakup kanal dari bahan semikonduktor tipe-N dan tipe-P, dan disebut
NMOSFET atau PMOSFET (juga biasa nMOS, pMOS).
B.
TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui dan mempelajari karakteristik transistor MOSFET.
2.
Memahami konfigurasi MOSFET sebagai penguat untuk konfigurasi Common Source
dan Common Drain.
3.
Mengaplikasikan MOSFET sebagai saklar.
C.
ALAT DAN KOMPONEN
Alat dan komponen yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut:
1.
1 Set Osiloskop dan Probe
2.
1 Set Multimeter
3.
1 Set Function Generator
4.
1 Set DC Power Supply
5.
Kabel Jumper
6.
Tang Potong
7.
Project Board
8.
Komponen
 Transistor MOSFET Enhancement Mode (IRF530)
 Resistor (100KΩ dan 2K2Ω)
 Kapasitor 100μF
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 34
D.
TEORI DASAR
Field Effect Transistor (FET) adalah piranti tiga terminal seperti BJT. Istilah field effect
(efek medan listrik) sendiri berasal dari prinsip kerja transistor ini yang berkenaan dengan
lapisan deplesi (depletion layer). Lapisan ini terbentuk antara semikonduktor tipe-N dan tipeP, karena bergabungnya elektron dan hole disekitar daerah perbatasan. Sama seperti medan
listrik, lapisan deplesi ini bisa membesar atau mengecil tergantung dari tegangan antara Gate
dan Source. Namun, perbedaan utama dari kedua transistor ini adalah BJT merupakan piranti
yang dikontrol oleh arus sedangan FET merupakan piranti yang cara kerjanya berdasarakan
pengendalian arus listrik oleh tegangan. Perbedaan lainnya terdapat pada prinsip kerja kedua
jenis transistor tersebut. FET disebut juga transistor unipolar, yaitu transistor yang prinsip
kerjanya berdasarkan salah satu pembawa muatan, elektron atau hole. Sedangkan pada BJT
(Bipolar Junction Transistor) prinsip kerjanya berdasarkan dua muatan yang berbeda, yaitu
pembawa muatan positif (hole) dan pembawa muatan negatif (elektron). Untuk dapat lebih
memahami, perhatikan gambar berikut :
Gambar 3.1 : (a) Current Controller (b) Voltage Controller
Pada gambar 3.1 (a) (BJT), nilai IC (arus Collector) bergantung pada nilai dari IB (arus Basis),
sedangkan pada gambar (b) (FET), ID (arus Drain) nilainya bergantung pada tegangan VGS.
Pada gambar 3.1 juga terlihat bahwa kaki D (Drain) pada FET dapat dianalogikan dengan
kaki Collector pada BJT. Selain itu, kaki G (Gate) pada FET dapat dianalogikan dengan kaki
Base pada BJT dan kaki S (Source) dapat dianalogikan dengan kaki Emiter.Transistor FET
bekerja berdasarkan efek medan elektrik yang dihasilkan oleh tegangan yang diberikan pada
kedua ujung terminalnya. Pada transistor ini, arus yang muncul pada kaki Drain dihasilkan
oleh tegangan antara Gate dan Source. Jadi, dapat dikatakan bahwa FET adalah transistor
yang berfungsi sebagai “konverter” tegangan ke arus.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 35
Karakteristik transistor efek medan dibandingkan transistor bipolar :
1. Operasinya tergantung pada aliran pembawa mayoritas saja.
2. Ukurannya kecil (yang terdapat di dalam IC).
3. Impedansi input tinggi (ratusan MW).
4. Stabil terhadap temperatur.
Ada dua jenis transistor FET, yaitu JFET (Junction FET) dan MOSFET (Metal-oxide
Semikonduktor FET). Kedua jenis transistor tersebut sebenarnya memiliki karakteristik
umum yang serupa, namun tetap ada perbedaan yang mendasar pada struktur dan
karakteristiknya. Transistor yang akan digunakan pada praktikum kali ini adalah transistor
MOSFET.
A)
JFET
Junction FET terdiri atas dua jenis, yaitu JFET kanal-N dan JFET kanal-P. Kanal-N
dibuat dari bahan semikonduktor tipe-N dan kanal-P dibuat dari semikonduktor tipe-P. Ujung
ata dinamakan Drain dan ujung bawah dinamakan Source. Pada kedua sisi kiri dan kanan
terdapat implant semikonduktor yang berbeda tipe. Terminal kedua sisi implant ini terhubung
satu dengan lainnya secara internal dan dinamakan Gate. Gambar di bawah ini
menggambarkan struktur JFET kanal-N dan JFET kanal-P.
Gambar 3.2 : Struktur JFET (A) Kanal-N (B) Kanal-P
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, istilah field effect transistor berasal dari
prinsip kerja transistor yang berkaitan dengan lapisan deplesi. Pada gambar di atas, lapisan
deplesi ditunjukan dengan warna kuning di sisi kiri dan kanan. Pada skema rangkaian
elektronika, JFET disimbolkan seperti pada gambar dibawah ini:
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 36
(a)
(b)
Gambar 3.3 : Simbol Komponen (a) JFET-N (b) JFET-P

JFET kanal-n
Salah satu JFET adalah JFET kanal-N. Prinsip kerja JFET dapat ditinjau dari transistor
JFET kanal-N. Drain dan Source transistor ini dibuat dengan semikonduktor tipe-N dan Gate
dengan tipe-P. Gambar dibawah ini menunjukan bagaimana transistor ini diberi tegangan
bias. Tegangan bias antara Gate dan Source adalah tegangan reverse bias atau bias negatif.
Tegangan bias negatif berarti tegangan Gate lebih negatif terhadap Source. Pada transistor
ini, kedua Gate terhubung satu dengan lainnya.
Gambar 3.4 : Lapisan Deplesi Jika Gate-Source Diberi Bias Negatif
Elektron yang mengalir dari Source menuju Drain harus melewati lapisan deplesi. Disini
lapisan deplesi berfungsi seperti keran air. Banyaknya elektron yang mengalir dari Source
menuju Drain tergantung dari ketebalan lapisan deplesi. Lapisan deplesi bisa menyempit,
melebar atau terbuka tergantung dari tegangan Gate terhadap Source.
Jika Gate semakin negatif terhadap Source, maka lapisan deplesi akan semakin
menebal. Lapisan deplesi bisa saja menutup seluruh kanal transistor bahkan dapat menyentuh
Drain dan Source. Pada kondisi ini, arus Drain yang muncul akan sangat kecil,atau bahkan
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 37
tidak ada arus yang muncul sama sekali. Jadi jika tegangan Gate semakin negatif terhadap
Source maka semakin kecil arus yang bisa melewati kanal Drain dan Source.
Jika Gate lebih positif dari Source, maka daerah deplesi akan semakin menyempit,
sehingga arus Drain akan selalu muncul tanpa dapat dikontrol oleh tegangan GS.
Gambar 3.5 : Lapisan Deplesi Pada Saat Tegangan Gate-Source = 0 Volt
Jika pada sisi G-S tidak diberi bias (VGS = 0), ternyata lapisan deplesi mengecil hingga
muncul celah sempit. Arus elektron akan mengalir melalui celah sempit ini dan terjadilah
konduksi Drain dan Source. Arus yang terjadi pada keadaan ini merupakan arus maksimun
yang dapat mengalir berapapun tegangan Drain terhadap Source. Hal ini karena celah lapisan
deplesi sudah maksimum tidak bisa lebih lebar lagi. Tegangan Gate tidak bisa dinaikkan
menjadi positif, karena apabila nilainya positif maka Gate-Source tidak lain hanya sebagai
dioda. Karena tegangan bias yang negatif, maka arus Gate yang disebut IG akan sangat kecil
sekali. Dengan nilai arus yang sangat kecil, resistansi input (input impedance) Gate akan
sangat besar. Impedansi input transisitor FET umumnya bisa mencapai satuan MOhm. Dari
prinsip kerja FET, dapat disimpulkan seperti pada gambar kurva karakteristik dibawah ini :
Gambar 3.6 : Kurva Karakteristik JFET N-Channel
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 38
Dari gambar diatas, terlihat bahwa nilai ID = 0 mA saat nilai VGS = VP, dengan nilai VP pada
JFET kanal-N adalah negatif dan nilai VP pada JFET kanal-P adalah positif.

JFET kanal-P
Transistor JFET kanal-P memiliki prinsip yang sama dengan JFET kanal-N, hanya saja
sisi Drain dan Source dibuat dengan semikonduktor tipe-P, dan Gate dari semikonduktor tipeN. Dengan demikian polaritas tegangan dan arah arus berlawanan jika dibandingkan dengan
transistor JFET kanal-N.
B)
MOSFET
Sebenarnya MOSFET (Metal-oxide semiconduktor FET) memiliki kemiripan dengan
JFET, yaitu memiliki kaki Drain, Source, dan Gate. Namun perbedaannya Gate terisolasi oleh
bahan oksida. Gate tersebut terbuat dari bahan metal seperti Aluminium. Oleh karena itulah
transistor ini dinamakan metal-oxide. Karena Gate yang terisolasi, transistor ini disebut juga
IGFET yaitu Insulated-Gate FET.
Ada dua jenis MOSFET, yaitu depletion-mode dan enhancement-mode. Jenis
MOSFET yang kedua adalah komponen utama dari gerbang logika dalam bentuk IC
(Integrated Circuit), µC (Mikro Controller) dan µP (Mikro Processor) yang merupakan
komponen utama dari komputer modern saat ini. Kedua jenis MOSFET tersebut juga
memiliki dua jenis, yaitu jenis MOSFET tipe-N dan jenis MOSFET tipe P. Transistor
MOSFET dalam berbagai referensi disingkat dengan nama MOS. Dua jenis tipe-N atau P
dibedakan dengan nama NMOS dan PMOS. Simbol untuk menggambarkan MOS tipe
depletion-mode dibedakan dengan tipe enchancement-mode. Perbedaan simbol tersebut dapat
terlihat pada gambar dibawah ini :
Simbol transistor (a) NMOS (b) PMOS tipe depletion mode
Simbol transistor (a) NMOS (b) PMOS tipe enhancement mode
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 39

MOSFET Depletion Mode
Pada gambar dibawah ini, terlihat struktur dari transistor depletion-mode. Pada sebuah
kanal semikonduktor tipe-N terdapat semikonduktor tipe-P dengan menyisakan sedikit celah.
Hal tersebut bertujuan agar elektron mengalir dari Source menuju Drain melalui celah sempit
tersebut. Gate terbuat dari metal (seperti Aluminium) dan terisolasi oleh bahan oksida tipis
SiO2 (kaca).
Gambar 3.7 : Struktur MOSFET Depletion-Mode
Semikonduktor tipe-P pada transistor ini disebut substrat-P dan biasanya dihubung
singkat dengan Source. Seperti pada transistor JFET, lapisan deplesi akan muncul saat VGS =
0. Dengan menghubung singkat substrat-P dengan Source diharapkan ketebalan lapisan
deplesi yang terbentuk antara substrat dengan kanal adalah maksimum. Sehingga ketebalan
lapisan deplesi selanjutnya hanya akan ditentukan oleh tegangan Gate terhadap Source. Pada
gambar, lapisan deplesi yang dimaksud ditunjukkan pada daerah yang berwarna kuning.
Saat tegangan Gate terhadap Source semakin negatif, arus Drain yang bias mengalir
akan semakin kecil, bahkan bias jadi tidak ada arus yang mengalir sama sekali. Hal ini
disebabkan karena lapisan deplesi telah menutup kanal. Saat tegangan Gate dinaikkan sama
dengan tegangan Source, arus akan mengalir. Karena lapisan deplesi mulai membuka.
Karena Gate yang terisolasi, tegangan kerja VGS boleh positif. Jika VGS semakin
positif, arus elektron yang mengalir dapat semakin besar. Hal inilah yang merupakan
perbedaan antara JFET dengan MOSFET depletion-mode, transistor MOSFET depletionmode bisa bekerja sampai tegangan Gate positif.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 40

Kurva Drain MOSFET Depletion Mode
Analisa kurva Drain dilakukan dengan mencoba beberapa tegangan Gate VGS konstan,
lalu dibuat grafik hubungan antara arus Drain ID terhadap tegangan VDS.
Gambar 3.8 : Kurva Drain Transistor MOSFET Depletion-Mode
Dari kurva ini terlihat jelas bahwa transistor MOSFET depletion-mode dapat bekerja
(ON) mulai dari tegangan VGS negatif sampai positif. Terdapat dua daerah kerja, yang
pertama adalah daerah aktif/ohmic. Jika tegangan VGS tetap dan VDS terus dinaikkan,
transistor selanjutnya akan berada pada daerah saturasi. Jika keadaan ini tercapai, arus IDS
adalah konstan. Tentu saja ada tegangan VGS(maks), yang diperbolehkan. Karena jika lebih dari
tegangan ini akan dapat merusak isolasi Gate yang tipis atau akan merusak transistor itu
sendiri.

MOSFET Enhancement Mode
Jenis transistor MOSFET yang kedua adalah MOSFET enhancement-mode. Transistor
ini dapat dikatakan merupakan evolusi dari MOSFET depletion-mode. Gate terbuat dari metal
Aluminium dan terisolasi oleh lapisan SiO2 sama seperti transistor MOSFET depletion-mode.
Perbedaan struktur yang mendasar adalah substrat pada transisitor MOSFET enhancementmode dibuat sampai menyentuh Gate. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 41
Gambar 3.9 : Struktur Mosfet Enhancement-Mode
Gambar di atas menunjukkan struktur transistor MOSFET enhancement-mode kanal-N.
Jika tegangan Gate VGS dibuat negatif, arus elektron tidak dapat mengalir. Juga ketika VGS =
0 ternyata arus belum juga bisa mengalir, karena tidak ada lapisan deplesi maupun celah
yang bisa dialiri elektron. Satu-satunya jalan adalah dengan memberi tegangan VGS positif.
Karena substrat terhubung dengan Source, maka jika tegangan Gate positif berarti tegangan
Gate terhadap substrat juga positif.
Tegangan positif ini akan menyebabkan elektron tertarik kearah substrat-P. Elektronelektron akan bergabung dengan hole yang ada pada substrat-P. Karena potensial Gate lebih
positif, maka elektron terlebih dahulu tertarik dan menumpuk di sisi substrat yang berbatasan
dengan Gate. Elektron akan terus menumpuk dan tidak dapat mengalir menuju Gate karena
terisolasi oleh bahan insulator SiO2 (kaca).
Jika tegangan Gate cukup positif, maka tumpukan elektron akan menyebabkan
terbentuknya semacam lapisan-N yang negatif dan seketika itulah arus Drain dan Source
dapat mengalir. Lapisan yang terbentuk ini disebut dengan istilah inversion layer. Kira-kira
terjemahannya adalah lapisan dengan tipe yang berkebalikan. Disini karena substratnya tipeP, maka lapisan inversion yang terbentuk adalah bermuatan negatif atau tipe-N.
Tentu ada tegangan minimum dimana lapisan inversion N mulai terbentuk. Tegangan
minimum ini disebut tegangan threshold VGS(th). Hal inilah yang merupakan perbedaan
utama prinsip kerja transistor MOSFET enhancement-mode dibandingkan dengan JFET. Jika
pada tegangan VGS = 0, transistor JFET sudah bekerja atau ON, maka transistor MOSFET
enhancement-mode masih OFF. Dikatakan bahwa JFET adalah komponen normally ON dan
MOSFET adalah komponen normally OFF.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 42

Kurva Drain MOSFET Enhancement-Mode
VGS semua bernilai positif. Garis kurva paling bawah adalah garis kurva dimana
transistor mulai ON. Tegangan VGS pada kurva ini disebut tegangan threshold VGS(th).
Gambar 3.10 : Kurva Drain E-Mosfet
Karena transistor MOSFET umumnya digunakan sebagai saklar (switch), parameter
yang penting pada transistor E-MOSFET adalah resistansi Drain-Source. Biasanya yang
tercantum pada datasheet adalah resistansi pada saat transistor ON. Resistansi ini dinamakan
RDS(on). Untuk aplikasi power switching, semakin kecil resistansi RDS(on) maka semakin baik
transistor tersebut. Karena akan memperkecil rugi-rugi disipasi daya dalam bentuk panas.
Juga penting diketahui parameter arus Drain maksimum ID(maks) dan disipasi daya maksimum
PD(maks).MOSFET dapat berfungsi sebagai saklar, dengan ketentuan saklar akan ON ketika
VGS ≥ Vth dan VDD ≥ Vth. Vth merupakan V threshold dimana MOSFET mulai bekerja.
C) ANALISA PRATEGANGAN MOSFET ENHANCEMENT
Saat melakukan prategangan DC, semua sumber tegangan AC short circuit, sumber arus AC
open circuit, dan kapasitor open circuit. Setelah itu dapat kita buat rangkaian pengganti
MOSFET tersebut.
Rumus dasar transistor MOSFET antara lain :
IG = 0 A, ID = IS
ID
–
k =
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 43
Macam-macam Rangkaian MOSFET
1. Feedback Bias
IG = 0
VRG = IG x RG = 0
- VDD + ID.RD + VDS = 0
VDS = VDD – ID.RD
VDS = VGS
2. Voltage Divider Bias
Rth = R1 // R2
- VDD + ID.RD + VDS + ISRS= 0
Vth =
VDS = VDD – ID(RD + RS)
Vth + VGS + ISRS= 0
VGS = Vth - ISRS
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 44
D)
PENGUAT FET
Untuk menggunakan transistor MOSFET sebagai penguat, maka transistor harus berada
dalam daerah saturasinya. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan arus ID dan tegangan
VDS tertentu. Cara yang biasa digunakan dalam mendesain penguat adalah dengan
menggambarkan garis beban pada kurva ID vs VDS. Setelah itu ditentukan Q point‐nya yang
akan menentukan ID dan VGS yang harus dihasilkan pada rangkaian.
Setelah Q point dicapai, maka transistor telah dapat digunakan sebagai penguat, dalam
hal ini, sinyal yang diperkuat adalah sinyal kecil (sekitar 40‐50 mVp‐p dengan frekuensi 1‐10
kHz). Terdapat 3 konfigurasi penguat pada transistor MOSFET, yaitu
1. Common Source
2. Common Gate
3. Common Drain
Ketiganya memiliki karakteristik yang berbeda‐beda dari faktor penguatan, resistansi input,
dan resistansi output. Tabel berikut ini merangkum karakteristik dari ketiga konfigurasi
tersebut.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 45
E.
PROSEDUR PRAKTIKUM
1.
PRATEGANGAN PADA MOSFET
Langkah Kerja :
1. Buatlah rangkaian seperti diatas ini pada project board dengan RG = 100KΩ dan RD =
2K2Ω.
2. Berikan catuan VGS pada rangkaian tersebut sebesar 0 Volt.
3. Berikan catuan VDD pada rangkaian tersebut mulai dari 0 Volt hingga 10 Volt dan
kemudian catat nilai VGS dan ID-nya.
4. Ulangi lagi poin C untuk VGS sebesar 1 Volt, 2 Volt, 2,5 Volt, 3 Volt, 3,5 Volt, 4
Volt, 4,5 Volt, dan 5 Volt.
5. Catat hasilnya pada tabel.
6. Buatlah kurva hubungan antara VDS dan ID.
2.
PENGUAT COMMON SOURCE

Faktor Penguat
1. Buatlah rangkaian seperti pada gambar diatas.
2. Aturlah VDD sebesar 15 Volt.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 46
3. Atur function generator dengan keluaran berupa sinyal sinusoidal dengan amplitudo
sebesar 200mVpp dan frekuensi 50 KHz.
4. Gunakan osiloskop untuk melihat sinyal pada Gate dan Drain transistor.
5. Tentukan penguatannya (AV = Vo /Vi).
6. Naikkan amplitudo generator sinyal dan perhatikan sinyal output ketika sinyal mulai
terdistorsi. Catatlah tegangan input ini.
7. Bandingkan nilai penguatan yang diperoleh dari percobaan ini dengan nilai dari hasil
perhitungan dengan menggunakan tabel karakteristik penguat MOSFET.

Resistansi Input
1. Hubungkan rangkaian diatas dengan sebuah resistor variabel pada inputannya seperti
pada gambar dibawah ini.
2. Hubungkan osiloskop pada Gate transistor.
3. Aturlah resistor variabel tersebut sampai amplitudo sinyal input menjadi ½ dari sinyal
input tanpa resistor variabel.
4. Catatlah nilai Rvar yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Jadi, Rin = Rvar.
5. Bandingkan nilai resistansi input yang diperoleh dari percobaan ini dengan nilai dari
hasil perhitungan dengan menggunakan table karakteristik penguat FET.

Resistansi Output
1. Hubungkan rangkaian diatas dengan sebuah resistor variabel pada outputnya seperti
pada gambar dibawah ini.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 47
2. Hubungkan osiloskop pada kapasitor Drain transistor.
3. Aturlah resistor variabel tersebut sampai amplitudo sinyal output menjadi ½ dari
sinyal output tanpa resistor variabel.
4. Catatlah nilai Rvar yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Jadi, Rout = Rvar.
5. Bandingkan nilai resistansi output yang diperoleh dari percobaan ini dengan nilai dari
hasil perhitungan dengan menggunakan table karakteristik penguat FET.
3.
COMMON DRAIN
Lakukan percobaan Faktor Penguatan, Resistansi Input, dan Resistansi Output seperti pada
Common Source, namun dengan konfigurasi rangkaian dibawah ini(RS = 2K2Ω).
4.
MOSFET SEBAGAI SAKLAR
1. Buatlah rangkaian seperti gambar di bawah ini.
2. Atur nilai catuan untuk VGS sebesar 5 Volt.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 48
3. Atur nilai VDD sebesar 10 Volt.
4. Rangkailah VDD dengan kaki Source dan RD.
5. Sambungkan catuan VGS dengan RG, apakah yang terjadi dengan LED tersebut.
6. Putuskanlah catuan VGS dengan RG, apakah yang terjadi dengan LED tersebut.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 49
MODUL III
OPERATIONAL AMPLIFIER
A.
PENDAHULUAN
Penguat porasional atau Op-Amp (dari kata operational amplifier) adalah penguat
diferensial dengan dua masukan dan sati keluaran yang mempunyai penguatan tegangan yag
amat tinggi, yaitu sampai orde
. Dengan penguat yang sangat tinggi ini, penguat
oprasional dengan rangkaian balikan lebih banyak digunakan daripada dalam lingkar terbuka.
B.
TUJUAN PRAKTIKUM
1.
Memahami karakteristik dasar penguat Op-Amp
2.
Memahami mode operasi dasar Op-amp
3.
Mengetahui berbagai macam aplikasi Op-Amp
C.
ALAT DAN KOMPONEN
1.
Osiloskop
2.
Fucntion generator
3.
Sumber teganan DC ( 2 buah )
4.
Multimeter
5.
Kaber jumper
6.
Komponen
D.

IC Op-amp ( IC 741 )

Resistor

Kapasitor
DASAR TEORI
Op-Amp pada hakekatnya merupakan sejenis IC. Penguat operasional ( Op-Amp )
adalah suatu rangkaian terintegrasi yang berisi beberapa tingkat dan konfigurasi penguat
diferensial. Op-Amp pada dasarnya adalah penguat bertingkat 4 kaki, tetap kaki (-)nya selalu
terhubung ke ground, sehingga lebih sering dilihat hanya mempunyai 3 kaki.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 50
Penguat operasional memiliki dua masukan dan satu keluaran serta memiliki penguat
DC yang tinggi. Salah satu masukkan disebut pembalik (inverting) diberi tanda (-), dan satu
lagi adalah masukkan bukan pembalik(non-inverting) diberi tanda (+). Untuk dapat bekerja
dengan baik, penguat operasional memerlukan tegangan catu yang simetris yaitu tegangan
yang berharga positif (+V) dan tegangan yang berharga negatif (-V) terhadap tanah (ground).
Rangkaian ekivalensi Op-Amp ideal :
Gambar Karakteristik Op-Amp
Konfigurasi pin Op-Amp 741 :
A)
KARAKTERISTIK PENGUAT OPERASIONAL IDEAL
1.
Penguatan tegangan loop terbuka (open-loop voltage gain) sangat tinggi
Penguatan tengangan loop terbuka adalah penguatan diferensial Op-Amp pada kondisi
tidak terdapat umpan balik (feedback) yang diterapkan
= Vo / Vid = -
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 51
=
⁄
=-
keluaran Tanda negatif menandakan bahwa tegangan keluaran Vo berbeda fasa dengan
tegangan masukkan Vid.
Dalam penerapannya, tegangan keluaran Vo tidak lebih dari
tegangan catu yang diberikan Op-Amp. Karena itu Op-Amp baik digunakan untuk penguat
sinyal yang amplitudonya sangat kecil.
2.
Tegangan ofset keluaran (output offset voltage) sangat rendah;
=0
Tegangan ofset keluaran adalah harga tegangan keluaran Op-Amp terhadap ground
pada kondisi
= 0. Op-Amp yang dapat memenuhi harga
dengan CMR (Common Mode Rejection ) ideal.
= 0 V disebut Op-Amp
Dalam kondisi praktis, akibat adanya
ketidakseimbangan dan ketidakidentikkan dalam penguat diferensial, maka
biasanya
berharga sedikit di atas 0 V. Apalagi bila tidak digunakan umpa baik, maka harga
kan
menjadi cukup besar untuk menimbulkan saturasi pada keluaran. Untuk mengatasi hal ini,
maka perlu diterapkan tegangan koreksi pada Op-Amp agar saat
3.
Hambatan masukkan ( input resistance ) sangat besar;
Hambatan masukkan (
= 0,
juga = 0.
=
) dari Op-Amp adalah besar hambatan di antara kedua
masukkan Op-Amp. Dalam kondisi praktis, harga hambatan masukkan Op-Amp adalah 5 k –
20k ohm, tergantung tipenya. Harga ini biasanya diukur pada kondisi tanpa umpan balik.
Apabila umpan balik negatif diterapkan pada Op-Amp, maka Ri akan meningkat. Semakin
besar
, semakin baik penguat tersebut dalam menguatkan sinyal yang amplitudonya
sangat kecil. Dengan
yang besar, maka sumber sinyal masukkan tidak terbebani terlalu
besar.
Gambar Hambatan Masukan
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 52
4.
Hambatan keluaran ( output resistance ) sangat kecil;
=0
Hambatan keluaran dari Op-Amp adalah besarnya hambatan dalam yang timbul pada
saat Op-Amp bekerja sebagai pembangkit sinyal. Apabila hal ini tercapai, maka seluruh
tegangan keluaran akan timbul pada beban keluaran (
). Dalam kondisi praktis, harga
adalah antara beberapa ohm hingga ratusan ohm pada kondisi tanpa umpan balik. Dengan
diterapkannya umpan balik, maka harga
akan menurun hingga mendekati kondisi ideal.
Gambar Hambatan Keluaran
5.
Lebar pita ( band width ) sangat besar; BW =
Lebar pita dari Op-Amp adalah frekuensi tertentu dimana tegagan keluaran tidak jatuh
lebih dari 0,707 dari harga tegangan maksimum pada saat amplitudo tegangan masukkan
konstan.
6.
Waktu tanggapan ( respon time ) = 0 detik
Waktu tanggapan dari Op-Amp adalah waktu yang diperlukan oleh keluaran untuk
berubah setelah masukkan berubah. Keluaran harus berubah langsung pada saat masukkan
berubah. Dalm prakteknya, waktu tanggapan memang cepat tetapi tidak langsung berubah
sesuai masukkan, umumnya adalah beberapa mikro detik, disebut juga slew rate. Tetapi pada
penerapan biasa, hal ini dapat diabaikan.
7.
Karakteristik tidak berubah terhadap suhu
Suatu bahan semikonduktor akan berubah karakteristiknya bila terjadi perubahan suhu
yang cukup besar. Dalam prakteknya, karakterinstik sebuah Op-Amp pada umumnya sedikit
berubah, walaupun pada penerapan biasa, perubahan tersebut dapat diabaikan.
Kondisi ideal tersebut hanya merupakan kondisi teoritis tidak mungkin dapat dicapai
dalam kondisi praktis.
Sebuah Op-Amp yang baik harus memiliki karakteristik yang
mendekati kondisi ideal.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 53
B)
MODE OPERASI OP-AMP
1.
Inverting amplifier
Gambar Konfigurasi Inverting
Penguat pembalik merupakan rangkaian penguat operasional yang paling besar,
menggunakan umpan balik negatif untuk mendapatkan tegangan loop tertutup. Input berupa
ground virtual sebab merupakan hubungan singkat bagi tegangan tetapi hbungan buka bagi
arus.
( )
(
)
(
2)
)
Non-inverting Amplifier
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 54
Gambar Konfigurasi Non-invrting
(
( )
(
)
(
))
Jika sinyal diinputkan terminal non-inverting input dan ground, sementara terminal
inverting input di ground kan, maka sinyal output sefasa dengan sinyal input.
C)
APLIKASI OP-AMP
1)
Adder
Adder sering digunakan untuk menjumlah atau mencampur beberapa isyarat suara tanpa
saling mengganggu. Alat semacam ini dikenal sebagai pencampur audio, yang digunakan
untuk mencampur isyarat musik dari berbagai instrument dan suara penyanyi melalui
mikrofon.
Penguat jumlah juga digunakan untuk menjumlah beberapa isyarat secara
matematik dan digunakan pada komputer analog.
(
(
)
)
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 55
Gambar Konfigurasi Adder
2)
Diferensiator
Kalau komponen C pada rangkaian penguat inverting ditempatkan didepan, maka akan
diperoleh rangkaian diferensiator seperti pada gambar. Dengan analisa yang sama seperti
rangkaian integrator, akan diperoleh persamaan penguatnya:
Rumus ini secara matematis menunjukan bahwa tegangan keluaran Vout pada
rangkaian ini adalah diferensias dari tegangan input Vin. Contoh praktis dari hubungan
matematis ini adalah jika tegangan input berupa sinyal segitiga, maka outputnya akan
menghasilkan sinyal kotak.
Bentuk rangkaian diferensiator adalah mirip dengan rangkaian inverting. Sehingga jika
berangkat dari rumus penguat inverting:
G= -
Dan pada rangkaian differensiator diketahui:
Maka jika besaran ini disubtitusikan akan didapat rumus penguat differensiator:
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 56
Dari hubungan ini terlihat sistem akan meloloskan frekuensi tinggi (high pass filter),
dimana besar penguatan berbanding lurus dengan frekuensi. Namun demikian, sistem seerti
ini akan menguatkan noise yang umumnya berfrekuensi tinggi. Untuk praktisnya, rangkaian
ini dibuat dengan penguat DC sebesar 1 (unity gain). Biasanya kapasitor diseri dengan sebuah
resistor yang nilainya sama dengan R. Dengan cara ini akan diperoleh penguat 1 (unity gain)
pada nilai frekuensi cut-off tertentu.
3)
Integrator
Op-amp bisa juga digunakan untuk membuat rangkaian untuk membuat rangkaian-
rangkaian dengan respons frekuansi, misalnya rangkaian penapis (filter).
Salah satu
contohnya adalaha rangkaian integrator seperti yang ditunjukan pada gambar. Rangkaian
dasar sebuah inegrator adalah rangkaian Op-Amp inverting, hanya saja rangkaian feedbacknya bukan resistor melainkan menggunakan kapasitor C.
Prinsip nya sama dengan menganalisa rangkaian Op-Amp inverting.
Dengan
menggunakan 2 aturan Op-Amp (golden rule) maka pada titik inverting akan didapatkan
hubungan matematis:
⁄ =-
=
, dimana v_ = 0 (aturan 1)
⁄
==
=-
; v_ = 0
; (aturan 2)
Maka jika disubtisusik,akan diperoleh persamaan:
=-
⁄
, atau dengan kata lain:
∫
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 57
Dari sinilah nama rangkaian ini diambil, karena secara matematis tegangan ini
merupakan fungsi integral dari teganga input. Aplikasi yang paling populer menggunakan
rangkaian integrator adalah rangkaian pembangkit sinyal segitiga dari inputnya yang berupa
sinyal kotak.
Penguatan integrator dapat ditulis dengan:
Karena respons frekuensinya yang demikian, rangkaian integrator ini merupakan dasar
dari low pas filter dari rumus tersebut secara matematis, penguatan akan semakin kecil
(meredam) jika frekuensi sinyal input makin besar.
E.
LANGKAH PRAKTIKUM
KARAKTERISTIK OP-AMP IDEAL
A) Penguatan loop terbuka sangat tinggi
1. Buatlah rangkaian pengukuran seperti gambar-1
2. Berikan tegangan input (Vin) seperti pada tabel-1. (Input yang
digunakan DC)
3. Ukur tegangan (Vout) dan catat hasilnya pada tabel tersebut
B) Impedansi input sangat besar
1. Buatlah rangkaian pengukuran seperti gambar-2
2. Berikan tegangan input (Vin) seperti pada tabel-2
3. Ukur arus input (Iin) dan catat hasilnya pada tabel tersebut
C) Impedansi output sangat kecil
1. Buatlah rangkaian pengukuran seperti gambar-3
2. Berikan tegangan input (Vin) untuk rangkaian tanpa beban (Rx)
3. Ukur tegangan output (Vout) tanpa beban
4. Ubah-ubahlah nilai potensio sehingga sama dengan nilai Rx
5.Ubah nilai potensio sampai Vm bernilai ½ dari Vout
MODE OPERASI OP-MP
D) Inverting Closed loop gain
1. Buatlah rangkaian pengukuran seperti gambar-4
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 58
2. Berikan tegangan input (Vin) dan lakukan perubahan nilai R1 seperti
pada tabel-4 dan amatilah amplitudo sinyal output (input yang
digunakan AC)
3. Ukur tegangan output (Vout) dan catat hasilnya pada tabel tersebut
4. Amati sinyal outputnya, kemudian bandingkan dengan sinyal input
E) Non-inverting closed loop gain
1. Buatlah rangkaian pengukuran seperti gambar-5
2. Berikan tegangan input (Vin) dan lakukan perubahan nilai R1 seperti
pada tabel-5 dan amatilah amplitudo sinyal output
3. Ukur tegangan output (Vout) dan cata hasilnya pada tabel tersebut
4. Amati sinyal outputnya, kemudian badingkan dengan sinyal input
F) Diferensiator
1. Buatlah rangkaian pengukuran seperti gambar-8
2. Berikan tegangan input (Vin) dengan frekuensi (fin) sesuai kombinasi
pada tabel-6
3. Amati perubahan amplitudo, bentuk dan pergeseran fasa sinyal output
jika sinyal input sinusiodal dan sinyal input persegi
4.Gambar bentuk sinyal pada grafik yang telah disediakan
G) Integrator
1.Buatlah rangkaian pengukuran seperti gambar-9
2. Berikan tegangan input (Vin) dengan frekuensi (fin) sesuai kombinasi
pada tabel-7
3. Amati perubahan amplitudo, bentuk dan pergeseran fasa sinyal output
jika sinyal input sinusiodal dan sinyal input persegi
4.Gambar bentuk sinyal pada grafik yang telah disediakan
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 59
MODUL V
PENGUAT INSTRUMENTASI
I.
PENDAHULUAN
Penguat instrumentasi adalah suatu penguat loop tertutup (closed loop) dengan masukan
diferensial, dan penguatannya dapat diatur tanpa mempengaruhi nisbah penolakan modus
bersama (Common Mode Rejection Ratio - CMRR). Fungsi utama penguat instrumentasi
adalah untuk memperkuat tegangan yang tepat berasal dari suatu sensor atau tranducer secara
akurat.
II. TUJUAN PRAKTIKUM
- Mengetahui tentang rangkaian penguat instrumentasi
- Memahami bagian – bagian rangkaian penguat instrumentasi
- Menganalisa penurunan rumus rangkaian instrumentasi
III. ALAT DAN KOMPONEN
1. 1 set osiloskop dan probe
2. Multimeter
3. 2 Set function generator
4. Kabel jumper secukupnya
5. 2 Set power suplly Variabel DC (+ -)
6. Potensiometer (10KΩ) 4 buah
7. IC Op-Amp (LM741)
IV. TEORI DASAR
Penguat instrumentasi adalah suatu penguat loop tertutup (closed loop) dengan masukan
diferensial, dan penguatannya dapat diatur tanpa mempengaruhi nisbah penolakan modus
bersama (Common Mode Rejection Ratio - CMRR). Fungsi utama penguat instrumentasi
adalah untuk memperkuat tegangan yang tepat berasal dari suatu sensor atau tranducer secara
akurat.Rangkaian ekuivalen penguat instrumentasi adalah sebagai berikut.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 60
Gambar VI.1: rangkaian ekuivalen suatu penguat instrumentasi
Keterangan :
Besaran Ricm adalah hambatan atau impedansi masukan difeensial. e0,0 adalah tegangan
keluaran tanpa beban (terbuka) dan R0 adalah hambatan atau impedansi keluaran. Karena
penguat instrumentasi adalah penguat loop terbuka. Maka tak perlu dipasang rangkaian
umpanbalik untuk menggunakannya seperti halnya penguat operasional (op-amp).Penguat
instrumentasi yang bermutu tinggi dibuat dalam bentuk hybrid yaitu campuran IC dan
komponen diskrit.Satu contoh penguat instrumentasi adalah penguat Burr-Brown
3620.Spesifikasi penguat ini adalah sebagai berikut:
Drift rendah : ± 25 µv/oc
Bising rendah : 1 µVpp
CMRR tinggi : 100 dB
Impedansi masukan tinggi : 300 MΩ (diferensial) dan 1GΩ CM (common mode)
Kisaran penguatan : 1 hingga 10.000
Penguat instrumentasi dapat dibuat dengan menggunakan op-amp. Mutu penguat ini
bergantung pada mutu op-amp yang digunakan yang menyangkut offset masukan, impedansi
masukan, drift pada tegangan keluaran, CMRR, PSRR dan sebagainya. Disamping itu CMRR
dan ketepatan penguatan op-amp amat bergantung kepada presisi dari komponen pasif yang
digunakan.Marilah kita bahas 2 rangkaian penguat instrumentasi menggunakan op-amp.
Rangkaian yang lazim digunakan orang untuk membuat penguat instrumentasi dengan opamp adalah sepertigambar IV.2.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 61
Gambar VI.2 suatu penguat instrumentasi
Kita dapat bagi rangkaian di atas menjadi dua bagian yaitu bagian 1 terdiri dari OA1 dan
OA2, dan bagian 2 terdiri dari OA3. Marilah kita bahas bagian II lebih bagian kitalu kiskan
lagi pada gambar berikut.
Gambar VI.3 rangkaian penguat diferensial menggunakan op-amp
Oleh karena hambatan masukan diferensial dari op-amp amat tinggi maka dapat dianggap I1
= 14 = 0 sehingga:
Ia = Ia‟ danIb = Ib‟
Dengan menggunakan hukum Kirchoff kita peroleh :
ea – Vo = (R2 + R6) Ia
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 62
eb– 0 = (R5 + R7) Ib
selanjutnya kita gunakan suatu sifat op-amp yang lain yaitu bahwa masukan inverting dan
non inverting ada dalam keadaan hubung singkat virtual oleh sebab ini:
Vo = -IaR6+ I6 R7
Dari ketiga persamaan ini kita peroleh :
eb – (ea - Vo)
Vo= -IaR6 + I6 R7Vo =
Vo = (1+
eb –
)(
ea )
Agar tegangan Vo sebanding dengan selisih tegangan isyarat masukan maka harus dibuat agar
:
=
atau
=
Sebaiknya digunakan R5=R2 dan R7=R6 maka:
Vo = (1+
Vo=Jadi, Av,dif =
)(
eb-ea)
(ea-eb)
=-
Penguatan common mode dapat kita peroleh bila kita gunakan
eb = ea = eCM ………………………………………………………………..(1)
Gambar VI.4 Rangkaian penguat diferensial dengan menggunakan common mode.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 63
Persamaan menjadi
Vo = (1+
–
)(
)eCM ………………………………………………(2)
Seperti telah digunakan di atas jika digunakan R7=R6 dan R5=R2 kita peroleh penguat
diferensial akan tetapi dalam prakteknya tidak mungkin membuat dua hambatan tepatsama.
Resistor yang dijual ditoko mempunyai toleransi minimum 1%.
–
Misalkan
)∆eCM
Maka Vo = (1+
Av,CM=
= ∆<< 1
=(1 +
)∆
Dari persamaan di atas kita peroleh common mode Rejection ratio.
CMRR=
CMRR= (
=
(
)
)
Tampak bila ∆ = 1% = 0.01 dan R2 = R6 maka CMRR = 60 = 30 dB
Jadi agar diperoleh CMRR yang tinggi diperlukan komponen dengan presisi yang tinggi pula.
Marilah kita kembali kepada gambar VI.2 dan kita lukiskan bagian I
Gambar VI.5 bagian I rangkaian pada gambar VI.2
Oleh karena masukan inverting dan non inverting pada op-amp ada pada keadaan hubung
singkat virtual, maka tegangan pada titik A = ea dan pada titik B = eb, disamping itu karena
hambatan masukan diferensial pada op-amp mempunyai harga sangat besar maka arus I1 = I2
= 0 akibatnya:
VPQ = VP – VQ = I (R1 + R3 + R4)
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 64
Akan tetapi VA – Vb = ea – eb = IR3
Sehingga I =
Sehingga V = (1 +
)(ea– eb)
Persamaan eb = ea = eCM maka VPQ = 0 sehingga Av,CM= 0, yang berarti bahwa pada
rangkaian gambar IV.2 penurunan CMRR disebabkan oleh bagian II saja. Ini berarti bahwa
dipandang dari segi CMRR hanya R2, R6, R5dan R7 yang harus mempunyai nilai yang presisi.
Penguatan dari seluruh rangkaian gambar IV.2 dapat diperoleh dengan menggabungkan
persamaan 1 dan 2 yaiu :
Av,dif= (1 +
)( )
Suatu contoh rangkaian instrumentasi ditunjukan pada gambar IV.6 yang digunakan adalah
tipe CA 3140 yaitu CMOS-input op-amp dengan Zin(CM)=1012, CMRR=90dB, unity gain
bandwith 7,5 MHz dan PSRR = 90dB. IC CA 3240 adalah dua CA 3140 yaitu dalam satu IC
ada dua op-amp seperi CA 3140.
Gambar VI.6 penguat diferensial presisi
Spesifikasi penguat diatas adalah respon frekuensi (-3 dB) dc hingga 1 Mhz; slew rate = 1,5
V/us, CMRR = 86 dB.Penguatan = 35-60 dB.
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 65
Suatu rangkaian penguat instrumentasi lain ditunjukkan padagambar VI.7
Gambar IV.7 suatu rangkaian penguat instrumentasi
Rangkaian diatas digunakan penguat instrumentasi buatan Burr Brown yaitu BB 3627, suatu
penguat insrumentasi dengan drift amat rendah. Keuntungan dibandingkan dengan rangkaian
pertama adalah hanya diperlukan dua op-amp dan empat buat resistor. R5 tak perlu dipasang
bila diinginkan penguatan tegangan sama besar. (1+
)
Kita gunakan dua sifat op-amp yaitu bahwa masukan invering dan non inverting ada dalam
keadaan hubung singkat virtual, dan bahwa hambatan diferensial antara kedua masukan ini
amat besar.Sehingga arus yang masuk dapat diabaikan. Dari gambar IV.7 kita peroleh
Io = I1+I2
Io =(Eo- Ea)/ R4
I1= (Ea - Eb)(1+ ) / R3
I2 =(Ea– Eb)/ R5
Dari hubungan – hubungan di atas kita dapatkan :
Eo= Ea (1+ +
) – Eb (
+
+
)
Bila dibuat agar R2R4 = R1R3 yaitu dengan memilih R2 = R3dan R4 = R5 maka
Eo= (1+ +
) (Ea-Eb)
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 66
Io = I1+I2
I2 =(Ea– Eb)/ R5
I3 = – I2
Ec – Ea = R2(
-
Ec = Ea +
+
= Ea (1 +
I1 =
)
-
+
=
)) – Ea (1+
(Eb (1 +
+
))
Io = I1+I2
=
) – Ea (1+
(Eb (1 +
+
)) +
Vo – Eb = R4Io
=
= Eb +
= Eb (1+
(1+
) – Ea (1+
[Eb (1 +
) – Ea
Eb (1 +
+
+
R4 = R1
)] +
(1+
+
) – Ea (1+
+
+
+
+
(Eb - Ea)
)+
+
(Eb - Ea)
+
+
+
)
)=1
R2 = R3
= (Eb - Ea)(1+
+
- )
= (Eb - Ea)(1+
+
-2 )
= (Eb - Ea)(100 + 2
Atau Av,dif = (1+
dituliskan
+
)
+
) bila R2 R4 tidak tepat sama dengan R1R3, sehingga dapat
=1+∆
Dengan ∆ << 1 maka untuk isyara Ea = Eb = ECM
Eo = ( ) ECM
Kita peroleh Common Mode Rejection yaitu :
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 67
∆
CMMR =
Tampak bahwa R5 tidak mempengaruhi AV,CM sehingga dapat digunakan untuk mengatur
penguatan tanpa mengubah CMRR.
V.
PROSEDUR PRAKTIKUM
A. Rangkaian penguat differensial menggunakan op-amp
1. Rangkaliah sebuah rangkaian sesuai dengan gambar VI.3
2. Berikan ea = 200 mVpp, eb =200 mVpp dan frekuensi 10Khz. Ubah nilai
potensiometer pada R2, R5, R6, dan R7 sesuai dengan di jurnal
3. Berikan VCC = 10 V, VDD = -10 V
4. Isi data-data yang diperlukan di jurnal
5. Gambarkan bentuk sinyal input dan sinyal output pada jurnal
6. Tentukan nilai penguatannya
B. Rangkaian penguat differensial menggunakan common mode
1. Rangkaliah sebuah rangkaian sesuai dengan gambar VI.4
2. Berikan eCM = 200mVpp, dan frekuensi 10Khz
3. Berikan VCC = 10 V, VDD = -10 V
4. Ubah nilai potensiometer pada R2, R5, R6, dan R7 sesuai dengan di jurnal
5. Isi data-data yang diperlukan di jurnal
6. Gambarkan bentuk sinyal input dan sinyal output pada jurnal
7. Tentukan nilai penguatannya CMMR-nya
C. Rangkaian Penguat Instrumentasi
1. Rangkailah sebuah rangkaian sesuai dengan gambar VI.5
2. Berikan eb= 200mVpp , eb= 200mVpp, dan frekuensi 10Khz
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 68
3. Tentukan nilai R2, R5, R6, dan R7 sesuai dengan di jurnal
4. Isi data-data yang diperlukan di jurnal
5. Gambarkan bentuk sinyal input dan sinyal output pada jurnal
6. Tentukan nilai penguatan instrumentasinya
Laboratorium Sistem Elektronika | Modul Praktikum Elektronika 69
Download