1 tinjauan yuridis pengecualian aborsi berdasarkan

advertisement
TINJAUAN YURIDIS PENGECUALIAN ABORSI BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG
KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA
PERKOSAAN
RONALD MORDEKAI/D 101 08 068
ABSTRAK
Pada tanggal 21 juli 2014 disahkan Peraturan Pemerintah Nomor 61
Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.Dalam PP tersebut dilegalkan aborsi
bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis atau hamil
akibat perkosaan sesuai Pasal 32 sampai pasal 38.Dalam PP No.61 Tahun
2014,ada 9 pasal yang mengatur soal aborsi dengan indikasi kedaruratan medis
atau aborsi pada korban perkosaan tersebut pegakhiran kehamilan secara segaja
(aborsi) alias membunuh janin di perbolehkan dengan beberapa kentuan antara
lain untuk kedaruratan medis misalnya nyawa ibu atau janin terancam,serta
pengecualian kedua untuk korban perkosaan.Syarat dilakukannya aborsi
berdasarkan Pasal 31 yang isinya menyatakan aborsi hanya dapat dilakukan
berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat pemerkosaan.
Aborsi atas dua alasan itu hanya bisa dilakukan pada usia kehamilan maksimal 40
hari pertama haid terakhir.Pemaksaan kepada korban perkosaan untuk melan
jutkan kehamilan sebagai pelanggaran terhadap hak asasi sang korban dan
seakan-akan memberikan hukuman tambahan kepada korban perkosaan untuk
hamil dan melahirkan.
Sejumlah kelompok yang tidak setuju mempermasalahkan legalisasi
praktik aborsi.Aborsisama saja menghilangkan hak hidup seseorang (anak) yang
bertentangan dengan undang-undang perlindungan anak khususnya hak hidup
anak yang masih dalam kandungan.Sehingga alasan menggugurkan kadungan
atau aborsi karena korban perkosaan,tidak bisa menjadi legitimasi bagi tindakan
aborsi.PP No. Tahun 2014 ini justru bisa berpotensi menjadi celah untuk
melakukan aborsi dengan alasan atu berpura-pura sebagai korban
pemerkosaan.Karena itu,legalisasi aborsi bagi wanita pemerkosaan kurang
tepat.Pengaturan itu mengacu pada UU No.36 2009 Tentang Kesehatan Pasal 75
ayat 1 yang menyebutkan,setiap orang dilarang melakukan aborsi dan Pasal 346
dengan Pasal 349 KUHP yang melarang melakukan tindakan aborsi dan UU
No.23 tentang Perlindungan Anak.
PP No.61 Tahun 2014 yang memperbolehkan aborsi telah banyak menuai
kotroversi di masyarakat indonesia terutama tentang hukum aborsi dalam KUHP
dan hukum islam itu sendiri.Masalah aborsi ini mulai menimbulkan berbagai
1
pendapat dalam masyarakat.Di satu pihak ada kelompok masyarakat yang setuju
dilaksanakan aborsi sepanjang adanya indikasi medis.Di pihak lain ada kelompok
masyarakat yang tidak setuju dilaksanakanya pengguguran kandungan apapun
alasannya,karena tindakan pengguguran kandungan adalah tindakan yang
bertentangandengan agama,moral,dan kesusilaan. Dengan berlakunya PP No.61
Tahun 2014,bukan menyelesaikan masalah dan pertentangan mengenai aborsi
sesuai dengan latar belakang dikeluarkannya aturan tersebut,tetapi semakin
menimbulkan pertentangan dan perdebatan yang semakin panjang.
Kata Kunci : Pengecualian Aborsi,Tindak Pidana Perkosaan
I. PENDAHULUAN
bagi
A.Latar Belakang Masalah
aborsi
Hukum positif yang berlaku di
Indonesia, masih ada perdebatan dan
orang-orang
ataupun
membantu
yangmelakukan
orang-orang
melakukan
yang
baik
secara
langsung maupun tidak langsung.
pertentangan dari yang pro dan yang
Ketentuan yang berkaitan dengan
kontra soal persepsi atau pemahaman
aborsi dapat dilihat pada KUHP Bab
mengenai
yang
XIX Pasal 283, Pasal 299, Pasal 346,
mengatur aborsi1. Baik dari Undang-
Pasal 347, Pasal 348, Pasal 349, Pasal
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
350, Pasal 355 yang memuat jelas
Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29
larangan
Tahun
Sedangkan dalam ketentuan UU No. 36
undang-undang
2004
Kedokteran,
tentang
Kitab
Praktik
Undang-undang
Tahun
dilakukannya
2009
tentang
aborsi.
Kesehatan
Hukum Pidana, dan Undang-Undang
mengatur ketentuan aborsi dalam Pasal
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
75, Pasal 76, Pasal 77. Terdapat
Asasi Manusia.Pada intinya Pasal-pasal
perbedaan antara KUHP dengan UU
dalam
tersebut
No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa tuntutan dikenakan
dalam mengatur aborsi.KUHP dengan
1
undang-undang
Pada dasarnya Abortus dalam Bahasa
Latin sama dengan Aborsi dalam Bahasa
Indonesia yang merupakan terjemahan dari kata
Abortion dalam Bahasa Inggris, dalam Kamus
Inggris-Indonesia Abortion mengandung arti
keguguran anak, K. Prent, J. Adi Subrata dan
W.J.S. Purwadarminta, Kamus Latin-Indonesia,
Karnisius, Yogyakarta, 1999, hlm. 4
tegas melarang aborsi dengan alasan
apapun,
Kesehatan
tindakan
sedangkan
dapat
aborsi
Undang-undang
mengecualikan
atas
indikasi
kedaruratan. Akan tetapi ketentuan
2
aborsi dalam UU No.36 Tahun 2009
menegaskan
tentang Kesehatan tetap ada batasan-
melarang adanya praktik aborsi (Pasal
batasan yang tidak boleh dilanggar,
75 ayat 1), meski demikian larangan
sesuai dengan peraturan yang dibuat
tersebut dikecualikan apabila ada:
oleh pemerintah,
misalnya
kondisi
bahwa
pada
dasarnya
Indikasi kedaruratan medis yang
kehamilan maksimal 6 minggu setelah
dideteksi
hari pertama haid terakhir. Aborsi
kehamilan,
sebagai upaya untuk menyelamatkan
mengancam nyawa ibu dan/atau
ibu hamil dan/atau janinnya hanya
janin, yang menderita penyakit
dapat
melalui
genetik berat dan/atau cacat
konseling dan/atau penasehatan pra
bawaan, maupun yang tidak
tindakan yang dilakukan oleh konselor
dapat
yang berkompeten dan berwenang,
menyulitkan bayi tersebut hidup
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 75
di
ayat 3 UU No.36 Tahun 2009 Tentang
Kehamilan
Kesehatan.
yang
dilakukan
setelah
Hukum formal yang mengatur
sejak
usia
baik
diperbaiki
luar
yang
sehingga
kandungan;
akibat
dapat
dini
atau
perkosaan
menyebabkan
trauma psikologis bagi korban
masalah aborsi menyatakan bahwa
perkosaan2.
pemerintah Indonesia menolak aborsi.
Berbagai peraturan tersebut di
Pengecualian
diberikan
jika
ada
atas,
banyak
perdebatan
mengenai
indikasi medis sebagaimana tercantum
aborsi yang dilakukan oleh korban
dalam UU No.36 Tahun 2009 Tentang
perkosaan. Hal itu dikarenakan tidak
Kesehatan. Selain itu, masalah aborsi
terdapat
juga terkait dengan sumpah Dokter
mengatur mengenai aborsi terhadap
Indonesia yang antara lain menyatakan
korban perkosaan. Selama ini banyak
bahwa dokter akan menghormati setiap
pandangan yang menafsirkan bahwa
kehidupan.
aborsi
Pasal 75, 76, dan 77 UU No.36
Tahun
2009
Tentang
Kesehatan,
pasal
terhadap
disamakan
yang
secara
korban
dengan
jelas
perkosaan
indikasi
medis
2
Pasal 75 ayat 2 UU No.36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan
3
sehingga
dapat
dilakukan
karena
gangguan psikis terhadap ibu juga
pidana)
atau
jadi
pelaku
tindak
kejahatan di bidang abosi.
dapat mengancam nyawa sang ibu.
Dalam kehidupan sosial, hamil
Namum dipihak lain ada juga yang
akibat
memandang bahwa aborsi terhadap
merupakan masalah yang dilematis. Di
korban
satu sisi, agaknya tidak adil jika wanita
perkosaan
kriminalis
karena
adalah
aborsi
memang
tidak
yang
menjadi
menjadi
korban
perkosaan
korban
perkosaan
menbahayakan nyawa sang ibu dan
meneruskan kehamilannya sampai tiba
dalam UU No.36 Tahun 2009 Tentang
waktu melahirkan dan anak yang
Kesehatan tidak termuat secara jelas
dilahirkan
didalam pasalnya.
masyarakat yang dapat mengakibatkan
Problem
mendasar
menjadi
cemohan
dunia
ibunya menjadi trauma karena adanya
kesehatan, yakni ada tidaknya alasan-
cemohan tersebut. Sehingga dengan
alasan medis yang membenarkannya,
memaksanya
sehingga ketika tindakan medis itu
kehamilannya
dilakukan
trauma dan cemohan bagi wanita
dengan
alasan
yang
dapat
menimbulkan
dibenarkan oleh hukum, maka tindakan
sendiri
abortus tersebut tidak dikategorikan
hidupnya3
sebagai tindak pidana atau kejahatan.
mengakibatkan korban menjadi bunuh
Berbeda
diri. Kata perkosaan akan terbayang
halnya
menggugurkan
ketika
tindakan
kandungan
itu
dan
meneruskan
keluarganya
sehingga
atau menimbulkan
seumur
dapat
kengerian yang
dilakukan tanpa ada alasan medis yang
terpikirkan terhadap wanita, dari segi
membenarkan,
keagamaan, sosiologis dan hukum4
yakni
alasan-alasan
demi kepentingan harga diri manusia,
seperti menutup rasa malu dan lain
sebagainya, maka perbuatan demikian
dapat
dimasukkan
dalam
rumusan
perilaku yang melanggar hukum (tindak
3
Saifullah, Aborsi dan Pertimbangan
hukum terhadap kasus perkosaan, Jurnal
Mimbar Hukum, Juli Agustus, 2013, hlm. 28
4
Pasal 285 KUHP perkosaan adalah
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dia di luar perkawinan, diancam karena
melakukan perkosaan dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun.
4
sangat mempengaruhi terhadap prilaku
Reproduksi sebagai pengecualian
tersebut.
atas larangan aborsi?
Berkaitan dengan hal tersebut di
atas, apabila wanita korban perkosaan
2. Bagaimanakah bentuk perlindungan
korban perkosaan?
menggugurkan kandungannya, secara
hukum
positif
hukuman.
akan
Sehingga
mendapatkan
II PEMBAHASAN
menimbulkan
A.Tindakan Aborsi Hasil Perkosaan
persoalan bagi wanita yang hamil
dikaitkan
karena
Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014
perkosaan
yang
dapat
mengakibatkan permasalahan, sosial,
dengan
Peraturan
tentang Kesehatan Reproduksi
kejiwaan yang dapat mengakibatkan
Dalam berbagai media massa
korban bunuh diri. Tetapi dari segi
diberitakan
moral, hukum dan agama tidak ada
dikalangan masyarakat terutama para
alasan pembenar dan pemaaf5 terhadap
remaja,
tindakan aborsi tersebut. Berdasarkan
Diantara kasus-kasus perkosaan yang
B.Rumusan Masalah
sering terjadi seringkali yang menjadi
Berdasarkan
masalah
yang
sebelumnya,
latar
telah
persoalan
terutama
kejahatan
seks.
korban adalah gadis dibawah umur.
diuraikan
Ada lagi juga dilakukan oleh ayah
yang
perlu
terhadap anak kandungnya sendiri.
Apabila
perbuatan-perbuatan
hukum
tersebut di atas menyebabkan hamilnya
Peraturan Pemerintah Nomor 61
wanita yang bersangkutan, sehingga
Tahun
memimbulkan
2014
ketentuan
kejahatan
belakang
dikaji adalah:
1. Bagaimanakah
meningkatnya
tentang
Kesehatan
bagaimana
5
Alasan pembenar yaitu alasan yang
menghapuskan sifat melawan hukumnya
perbuataan sehingga apa yang dilakukan oleh
terdakwah menjadi perbuatan yang patut dan
benar sedangkan alasan pemaaf yaitu alasan
yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Yakni
perbuatan yang dilakukan oleh, Roeslan saleh,
Perbuatan dan per Pertanggungjawaban
Pidana, dua Pengertian Dasar hukum Pidana,
Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm. 126
permasalaha
bayi
dalam
seperti
kandungan
tersebut? Akankah diminta pertanggung
jawaban dari orang yang melakukan
perbuatan itu?.
Aborsi
telah
menjadi
permasalahan bagi perempuan karena
5
menyangkut berbagai aspek kehidupan
keluarganya jelas tidak diinginkan.
baik
dan
Pada kasus seperti ini, selain trauma
agama.Kemungkinan
terbesar
pada perkosaan itu sendiri, korban
timbulnya
tersebut
perkosaan
juga
berakar dari konflik keyakinan bahwa
terhadap
kehamilan
janin memiliki hak untuk hidup dan
diinginkan.
Hal
para perempuan memiliki hak untuk
menyebabkan
si
menentukan nasibnya sendiri, dalam
keberadaan janin yang tumbuh di
hal
rahimnya. Janin dianggap sebagai objek
itu
ini
moral,
hukum,
permasalahan
melakukan
pengguguran
mengalami
trauma
yang
tidak
inilah
korban
yang
menolak
kandungan(aborsi).Perkembangan
mati, yang pantas dibuang karena
konflik
membawa sial saja. Janin tidak diangap
yang
tidak
kunjung
mendapatkan titik temu mengakibatkan
sebagai
munculnya penganut paham pro-life
mempunyai hak-hak hidup7.
yang
berupaya
kehidupan
mendukung
dan
mempertahankan
pro-choice
supaya
yang
perempuan
bakal
manusia
Perkosaan
yang
dapat
mengakibatkan cedera fisik, berupa
luka
pada
kepala,
dada, punggung
mempunyai pilihan untuk menentukan
hingga bagian intern wanita yang
sikap atas tubuhnya dalam hal ini
terjadi pukulan, benturan, dan cekikan.
aborsi6.
Dan
Kehamilan akibat perkosaan
hal
yang
kehamilan
yang
terburuk
tidak
diinginkan,
adalah pemaksaan hubungan kelamin
dimana
(persetubuhan) seorang pria kepada
menjadi beban baik terhadap korban
seorang wanita. Konsekuensi logis dari
maupun
keluarganya
adanya perkosaan adalah terjadinya
menghadapi
kehidupan
kehamilan. Kehamilan pada korban ini
karena dia harus membesarkan dan
oleh seorang wanita korban perkosaan
mengasuh
yang
bersangkutan
kehamilan
adalah
anak
tersebut
hasil
akan
dalam
selanjutnya
perkosaan.
maupun
7
6
https://boeyberusahasabar.wordpress.co
m, aborsi-sebagai-bentuk-perlindungan-hukumbagi-perempuan-korban-perkosaan/,
Diakses
11 November 2014
Suryono Ekotama, Artu Harum, ST
Pudji dan Artana, Widi. Abortus Provokatus
bagi Korban Perkosaan.Perspektif Viktimologi
Kriminologi dan Hukum Pidana.Yogyakarta,
2001, hlm.81
6
Dampak lainnya yang dapat terjadi
oleh korban akan berlanjut sampai anak
adalah stress akut atau depresi berat
itu besar kelak. Selain itu, alasan
yang kadang menyebabkan korban
melakukan aborsi karena mengandung
menjadi gila karena merasa dirinya
anak hasil perkosaan akan menambah
tidak normal lagi, kotor, berdosa dan
derita batinnya dikarenakan melihat
tidak berguna. Selain itu perkosaan juga
anak itu akan selalu mengingatkan akan
dapat mengakibatkan kematian, atau
peristiwa buruk tersebut. Sehingga ada
tertular penyakit seksual yang tidak
beberapa korban perkosaan melakukan
dapat
tindakan
disembuhkan.Hal
ini
aborsi,
karena
menunjukkan bahwa korban perkosaan
diharapakan
menanggung penderitaan
terakhir dari permasalahan tersebut.
psikologis
yang berat karena kekerasan yang
dialaminya.
memperparah kondisi
korban
yang
mengalami
menjadi
jalan
PP No. 61 Thun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi bertujuan untuk
Kehamilan akibat perkosaan
akan
dapat
aborsi
sebelumnya
trauma
telah
kepastian
hukum,
perlindungan
hukum,
indikasi
kedaruratan
medis
dan
perkosaan
akibat
sebagai pengecualian atas larangan
peristiwa perkosaan tersebut. Trauma
aborsi. Aborsi berdasarkan indikasi
mental yang berat juga akan berdampak
kedaruratan medis dan perkosaan pada
buruk bagi perkembangan janin yang
tindakan aborsi, pelayanan kesehatan
dikandung korban. Oleh karena itu,
ibu serta penyelenggaraan kehamilan di
sebagian
perkosaan
luar cara alamiah agar berjalan sesuai
mengalami reaksi penolakan terhadap
dengan norma-norma yang ada dalam
kehamilannya dan menginginkan untuk
masyarakat
melakukan aborsi8. Jika kandungan
Tuhanan Yang Maha Esa baik dari segi
tersebut tetap dilanjutkan hingga bayi
agama,
lahir maka penderitaan yang dialami
perkembangan ilmu pengetahuan dan
besar
berat
mental
memberikan
korban
teknologi,
Indonesia
moral,
perlu
yang
etika,
berke-
serta
mengatur
8
Penjelesan umum Alinea 11, PP No.
61 Thun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi
7
penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi
medis atau hamil akibat perkosaan
dengan Peraturan Pemerintah9.
sesuai Pasal 31 sampai dengan Pasal
Adapun
akibat
38. Dalam PP No. 61 Tahun 2004
kehamilan
tentang Kesehatan Reproduksi, ada 9
akibat hubungan seksual tanpa adanya
pasal yang mengatur soal aborsi dengan
persetujuan
perempuan
indikasi kedaruratan medis atau aborsi
dengan ketentuan peraturan
pada korban pemerkosaan tersebut
perundang-undangan, yang dibuktikan
pengakhiran kehamilan secara sengaja
dengan usia kehamilan sesuai dengan
(aborsi)
kejadian perkosaan, yang dinyatakan
diperbolehkan
oleh surat
dan
ketentuan antara lain untuk kedaruratan
keterangan penyidik, psikolog, atau ahli
medis misalnya nyawa ibu atau janin
lain
terancam, serta pengecualian kedua
pemerkosaan
sesuai
kehamilan
merupakan
dari
pihak
keterangan dokter
mengenai
dugaan
pemerkosaan10.Alasan
adanya
sebagaimana
alias
membunuh
dengan
janin
beberapa
untuk korban perkosaan.
diuraikan diatas menjadikan aborsi
Pasal 31 PP No. 61 Thun 2014
hanya dapat dilakukan secara kasuistik
Bab IV tentang Indikasi Kedaruratan
dengan alasan sesuai PP Nomor 61
Medis
Tahun 2014 diatas, tidak dapat suatu
Pengecualian Atas Larangan Aborsi
aborsi dilakukan dengan alasan malu,
Bagian Kesatu Umum yaitu:
tabu,
yang
diakibatkan
korban
perkosaan dengan berbagai persyaratan.
Thun
Dan
Perkosaan
(1) Tindakan
aborsi
dapat
berdasarkan:
2014
a.
Reproduksi
tersebut
Kesehatan
pengecualian
indikasi
b.
diindikasikan
perkosaan.
kedaruratan
kedaruratan
medis; atau
aborsi bagi perempuan hamil yang
memiliki
hanya
dilakukan
Persyaratan dalam PP No. 61
tentang
Sebagai
kehamilan
(2) Tindakan
aborsi
akibat
akibat
9
PP No. 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi, dalam Penjelasan
umum alinea ke-empat
10
Pasal 34 PP No. 61 Thun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi
perkosaan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
8
huruf
b
hanya
dapat
melaksanakan pengguguran kandungan,
dilakukan
apabila
usia
tindakan seperti ini minimal dianggap
kehamilan
paling
lama
sebagai salah satu upaya terapi terhadap
berusia 40 (empat puluh)
korban. Perlu dipertanyakan, apakah
hari dihitung sejak hari
tindakan pengguguran kandungan itu
pertama haid terakhir.
akan memecahkan persoalannya dan
Syarat
dilakukannya
aborsi
merupakan tindakan yang tepat serta
berdasarkan Pasal 31 PP No. 61 Thun
dapat dipertanggunng jawabkan secara
2014 tentang Kesehatan Reproduksi
moral.
yang isinya menyatakan aborsi hanya
Sisi
moral
sulit
untuk
dapat dilakukan berdasarkan indikasi
membiarkan seorang ibu harus merawat
kedaruratan
kehamilan
medis
atau
kehamilan
yang
tidak
diinginkan
karena
hasil
perkosaan,
akibat pemerkosaan. Aborsi atas dua
terutama
alasan itu hanya bisa dilakukan pada
maupun yang mengetahui bahwa janin
usia kehamilan maksimal 40 hari
yang dikandungnya mempunyai cacat
dihitung
haid
fisik yang berat. Di sisi lain, dari segi
terakhir. Pemaksaan kepada korban
ajaran agama, agama manapun tidak
perkosaan
untuk
melanjutkan
akan
kehamilan
sebagai
pelanggaran
melakukan
sejak
hari
pertama
terhadap hak asasi korban dan seakan-
memperbolehkan
tindakan
manusia
penghentian
kehamilan dengan alasan apapun.
akan memberikan hukuman tambahan
Pengguguran
kandungan
kepada korban perkosaan untuk hamil
(aborsi) selalu menjadi perbincangan,
dan melahirkan.
baik dalam forum resmi maupun tidak
Kasus
pemerkosaan,
kehamilan
memang
akibat
merugikan
resmi
yang
menyangkut
bidang
kedokteran, hukum maupun disiplin
lain11.
korban, sebab akan memberi luka batin
ilmu
Aborsi
merupakan
yang lebih parah ketimbang tidak
fenomena sosial yang semakin hari
terjadinya kehamilan. Oleh karena itu
tidak heran bila muncul kecenderungan
11
Achadiat Charisdiono, Dinamika
Etika
Dan
Hukum
Kedokteran,
BukuKedokteran, Jakarta, 2007, hlm. 12
9
semakin memprihatinkan. Keprihatinan
(1) Aborsi
berdasarkan
itu bukan tanpa alasan, karena sejauh
indikasi
ini prilaku pengguguran kandungan
medis
dan
banyak menimbulkan efek negatif baik
akibat
perkosaan
untuk
pada
dilakukan dengan aman,
masyarakat luas. Hal ini disebabkan
bermutu, dan bertanggung
karena
aborsi
jawab.
moral,
sosail
diri
pelaku
maupun
menyangkut
serta
hukum
norma
suatu
kehidupan bangsa12.
kehamilan
harus
(2) Praktik aborsi yang aman,
bermutu, dan bertanggung
Praktik aborsi yang dilakukan
dengan
kedaruratan
aman,
bermutu,
dan
jawab
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab itu, menurut PP No.
meliputi:
61 Thun 2014 ini, meliputi dilakukan
a. dilakukan oleh dokter
oleh dokter sesuai dengan standar;
dilakukan di fasilitas kesehatan yang
memenuhi
syarat
yang
ditetapkan
sesuai dengan standar;
b. dilakukan di fasilitas
pelayanan
kesehatan
Menteri Kesehatan; atas permintaan
yang memenuhi syarat
atau persetujuan perempuan hamil yang
yang ditetapkan oleh
bersangkutan;
Menteri;
dengan
izin
suami,
kecuali korban pemerkosaan; tidak
c. atas permintaan atau
diskriminatif; dan tidak mengutamakan
persetujuan perempuan
imbalan materi13.
hamil
Berkaitan
dengan
yang
bersangkutan;
penyelenggaraan aborsi diatur dalam
d. dengan
izin
ketentuan Pasal 35 PP No. 61 Thun
kecuali
2014 sebagai berikut:
perkosaan;
suami,
korban
e. tidak diskriminatif; dan
f. tidak
12
Abdul Djamil, Psikolog Dalam
Hukum, Armico, Jakarta, 1984, hlm. 118
13
Ibid
mengutamakan
imbalan materi.
10
(3)
Dalam
hal perempuan
hamil
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
huruf
c
tidak
dapat
memberikan persetujuan,
dapat mengakibatkan kematian akibat
adanya aborsi seperti pendarahan.
Pasal 36 PP No. 61 Thun 2014
menegaskan bahwa:
(1) Dokter yang melakukan
persetujuan aborsi dapat
aborsi
berdasarkan
diberikan oleh keluarga
indikasi
kedaruratan
yang bersangkutan.
medis
(4) Dalam hal suami tidak
dapat
dihubungi,
sebagaimana
izin
dimaksud
dan
kehamilan
akibat
perkosaan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (2)
pada ayat (2) huruf d
huruf
a
harus
diberikan oleh keluarga
mendapatkan
pelatihan
yang bersangkutan.
oleh
Syarat yang harus dipenuhi
pelatihan
untuk dapat dilakukannya aborsi yakni
berkenaan dengan masalah persetujuan
penyelenggara
yang
terakreditasi.
(2)
Dokter
sebagaimana
antara ibu hamil dan suami. Izin dari
dimaksud pada ayat (1)
suami
relatif
bukan merupakan anggota
manakala wanita adalah korban dari
tim kelayakan aborsi atau
perkosaan,
dokter yang memberikan
menjadi
dalam
suatu
kasus
hal
perkosaan
hanya diperlukan izin dari wanita untuk
surat
dapat
aborsi.
kehamilan
dalam
perkosaan.
Penulis
dilakukan
tindakan
berpendapat
bahwa
kasus perkosaan, untuk dapat dilakukan
(3)
Dalam
keterangan
usia
akibat
hal
di daerah
aborsi sekiranya perlu ditambahkan izin
tertentu
jumlah
dokter
dari keluarga, terutama izin dari orang
tidak mencukupi, dokter
tua,karena wanita korban perkosaan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) dapat berasal
11
dari
anggota
tim
kelayakan aborsi.
sesudah
tindakan
(1) Tindakan
aborsi
mengenai
pelatihan
berdasarkan
sebagaimana
dimaksud
kedaruratan
pada
diatur
kehamilan
dengan Peraturan Menteri.
perkosaan
Syarat
ayat
(1)
lain
yang
harus
yaitu aborsi tersebut dilakukan oleh
yang
memiliki
indikasi
medis
dan
akibat
hanya
dapat
dilakukan setelah melalui
dipenuhi untuk dapat dilakukan aborsi,
kesehatan
sebagai
berikut:
(4) Ketentuan lebih lanjut
tenaga
aborsi
konseling.
(2)
Konseling
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
keterampilan dan kewenangan yang
meliputi
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
tindakan
menteri. Dengan adanya ketentuan
dengan konseling pasca
tersebut,
tindakan yang dilakukan
maka
aborsi
tidak
bisa
dilakukan oleh orang-orang yang tidak
mempunyai izin untuk itu, semacam
dukun
bayi.dalam
kondisi
tidak
konseling
dan
pra
diakhiri
oleh konselor.
(3) Konseling pra tindakan
sebagaimana
dimaksud
sadarkan diri. Dalam kondisi seperti ini
pada ayat (2) dilakukan
persetujuan
dengan tujuan:
sangat
dari
penting
dilakukan
agar
tindakan
menyelamatkan
B.Bentuk
keluarga
dapat
dalam
nyawa
Perlindungan
menjadi
segera
rangka
kebutuhan
dari perempuan yang
siwanita.
ingin
Korban
aborsi;
melakukan
b. menyampaikan
Perkosaan
Pasal 37 PP No. 61 Thun 2014
mengatur
a. menjajaki
mengenai
adanya
menjelaskan
dan
kepada
perempuan yang ingin
perlindungan hukum terhadap tindakan
melakukan
aborsi
aborsi berupa konseling sebelum dan
bahwa tindakan aborsi
12
dapat atau tidak dapat
a.
mengobservasi
dan
dilakukan berdasarkan
mengevaluasi
hasil
pasien setelah tindakan
pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan
aborsi;
penunjang;
c. menjelaskan
tahapan
b. membantu
pasien
memahami
keadaan
tindakan aborsi yang
atau
akan
dan
setelah
kemungkinan
efek
aborsi;
samping
atau
dilakukan
kondisi
kondisi
menjalani
c. menjelaskan
komplikasinya;
fisik
perlunya
kunjungan ulang untuk
d. membantu perempuan
pemeriksaan
dan
yang ingin melakukan
konseling lanjutan atau
aborsi
tindakan rujukan bila
untuk
mengambil
sendiri
keputusan
diperlukan; dan
untuk
d. menjelaskan
melakukan aborsi atau
pentingnya penggunaan
membatalkan
alat kontrasepsi untuk
keinginan
untuk
mencegah
melakukan
aborsi
kehamilan.
setelah
terjadinya
mendapatkan
Rumusan pasal tersebut di atas
mengenai
menyatakan bahwa tindakan aborsi
informasi
aborsi; dan
sebagaimana dimaksud hanya dapat
e. menilai kesiapan pasien
dilakukan setelah melalui konseling
untuk menjalani aborsi.
dan/atau penasehatan pra tindakan dan
(4) Konseling pasca tindakan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (2) dilakukan
diakhiri
dengan
konseling
pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor
yang kompeten dan berwenang.
dengan tujuan:
13
Selain itu, bahwa sebelum
dilakukan
aborsi
tindakan
konsultasi
maupun
setelah
tindakan
yang
dagu,
oleh
konselor
yang
kelamin,
dilakukan
berkompeten
harus
caused by scratch), luka
dilakukan
pada alat kelamin, kesulitan
sebelum
buang air besar, luka pada
baik
pada
alat
kemungkinan
berwenang.Yang
tidak
dapat
dapat menjadikonselor adalah dokter,
anak,
penyakit
psikolog,
inveksi pada panggul, dan
agama,
dan
infeksi
tokoh masyarakat, tokoh
dan
mempunyai
setiap
minat
orang
dan
yang
memiliki
melahirkan
kelamin,
lain-lain.
2. Dampak secara mental
keterampilan untuk itu, yang telah
Antara lain: sangat takut
memiliki sertifikat sebagai konselor
sendirian, takut pada orang
melalui pendidikan dan pelatihan.
lain,
Perlunya
terhadap
korban
perlindungan
tindak
pidana
nervous,
ragu-ragu
(kadang paranoia), sering
terkejut, sangat khawatir,
perkosaan tidak lepas dari akibat yang
sangat
hati-hati
dengan
dialami korban setelah perkosaan yang
orang
asing,
sulit
dialaminya.
mempercayai
Korban
tidak
saja
seseorang,
mengalami penderitaan secara fisik
tidak percaya lagi pada pria,
tetapi juga penderitaan secara psikis.
takut dengan pria, takut
Adapun
akan sex, merasa bahwa
penderitaan
yang
diderita
korban sebagai dampak dari perkosaan
orang
dapat dibedakan menjadi:
menyukainya,
1. Dampak secara fisik
(secara
lain
tidak
dingin
emosional),
sulit
Antara lain: sakit asma,
berhadapan dengan publik
menderita
dan
tidur,
migrain,
sakit
sulit
ketika
berhubungan seksual, luka
membenci
menarik
temantemannya,
apa
saja,
diri/mengisolasi
pada bibir (lesion on lip
14
diri, mimpi-mimpi buruk,
sebab masyarakat dipandang sebagai
dan lain-lain.
suatu
3. Dampak dalam kehidupan
sistem
kepercayaan
yang
perlindungan
dari
melembaga15.
pribadi dan sosial
Selain
Antara lain: ditinggalkan
masyarakat,
teman
merasa
kejahatan dalam proses penyelesaian
dikhianati hubungan dengan
perkara pidana tidak saja penting bagi
suami
tidak
korban dan keluarganya semata tetapi
menyukai sex, sulit jatuh
juga untuk kepentingan yang lebih luas
cinta,
yaitu
dekat,
memburuk,
sulit
hubungan
membina
dengan
perlindungan
untuk
korban
kepentingan
pria,
penanggulangan kejahatan di satu sisi
takut bicara dengan pria,
dan disisi yang lain untuk kepentingan
mennghindari setiap pria,
pelaku kejahatan itu sendiri16.
dan lain-lain14.
Dalam
Upaya perlindungan terhadap
pengaturan
hukum
Indonesia, korban selalu menjadi pihak
korban tindak pidana perkosaan tidak
yang
semata-mata merupakan tugas dari
tidak,
aparat penegak hukum, tetapi juga
menderita kerugian akibat kejahatan
merupakan
masyarakat
yang telah menimpa dirinya, baik
untuk membantu memulihkan kondisi
secara materiil, fisik maupun psikologis
korban perkosaan dalam kehidupan
korban juga harus menanggung derita
bermasyarakat.
Pentingnya
berganda karena tanpa disadari sering
pada
diperlakukan hanya sebagai sarana
perlindungan korban didasarkan pada
demi terwujudnya sebuah kepastian
pemikiran
hukum,
kewajiban
memberikan
perhatian
bahwa
bahwa
dalam
paling
selain
dirugikan.
korban
misalnya
Bagaimana
yang
telah
harus
kehidupan masyarakat semua warga
negara
14
harus
berpartisipasi
penuh,
Topo Santoso, Seksualitas Dan
Hukum Pidana, IND.HILL-CO, Jakarta, 1997,
hlm. 7
15
Muladi dalam Muladi dan Barda
Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan
Pidana, Alumni, Bandung, 1998, hlm. 77
16
J.E. Sahetapy, Viktimologi Sebuah
Bunga Rampai, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1987, hlm. 43
15
mengemukakan,
mengingat
bahkan
mengenai
kepastian
hukumnya
mengulangi (merekonstruksi) kejahatan
karena telah terdapat pasal yang
yang pernah menimpanya pada saat
mengatur secara khusus yaitu Pasal
sedang menjalani proses pemeriksaan,
31 sampai dengan Pasal 38. Syarat
baik di tingkat penyidikan maupun
dilakukannya aborsi berdasarkan
setelah
Pasal
kasusnya
diperiksa
di
pengadilan.
31
aborsi
hanya
dapat
dilakukan berdasarkan kehamilan
Upaya perlindungan korban
akibat
pemerkosaan,
aborsi
melalui peradilan pidana selama ini
dilakukan pada usia kehamilan
belum terwujud atau terlaksana dengan
maksimal 40 hari. Syarat aborsi
baik.
Masalah
difokuskan
dilakukan
pada
kejahatan
selalu
akibat korban perkosaan yaituada
apa
dapat
permintaan
terhadap
yang
pelaku
tindak
atau
persetujuan
perempuan korban perkosaan,ada
pidana dan tidak memperhatikan apa
surat
yang dapat dilakukan untuk korban.
keterangan penyidik, psikolog, atau
Setiap orang menganggap bahwa jalan
ahli lain mengenai dugaan adanya
terbaik untuk menolong korban adalah
pemerkosaan, ada aborsi dilakukan
dengan
oleh dokter.
menangkap
pelaku
tindak
pidana
2.
keterangan
Bentuk
dokter
perlindungan
dan
korban
perkosaan, Pada waktu korban
IIIPENUTUP
melapor
A. Kesimpulan
Ruang Pelayanan Khusus yang
Berdasarkan
pembahasan
Bab III, maka dapat
perlu
ditempatkan
di
dalam
merupakan sebuah ruang khusus
disimpulkan
yang tertutup dan nyaman di
sebagai berikut;
kesatuan
Polri,
1. Dengan adanya PP No. 61 Thun
selama
proses
persidangan
2014 tentang Kesehatan Reproduksi
mengingat
maka
korban
dipertemukan dengan pelaku yang
perkosaan tidak diperdebatkan lagi
dapat membuat korban trauma
maka
aborsi
korban
pendampingan
dapat/harus
16
sehingga
akan
mempengaruhi
2. bahwa wanita korban perkosaan
kesaksian yang akan diberikan
melakukan aborsi disebabkan oleh
dalam persidangan, Setelah pelaku
tekanan
dijatuhi hukuman, korban berhak
Tekanan psikologis dalam diri
mendapatkan perlindungan yang
korban
antara lain: mendapatkan nasihat
cukup
hukum,
memperoleh
kepercayan diri dan ketenangannya
bantuan biaya hidup sementara
dirampas. Melalui aborsi wanita
sampai batas waktu perlindungan
korban perkosaan ingin kembali
akhir. Sedangkan dalam PP No. 61
tenang,
Thun 2014
pengalaman
dan/atau
tentang
Kesehatan
kejiwaan
perkosaan
parah.
(psikologis).
yang
Hak
kedamaian,
bisa
melupakan
buruknya,
bahagia
berbentuk
menjadi cerah kembali. Selain
konseling
pasca
disebabkan
aborsi, kalu korban perkosaan tidak
psikologis.
mau
sebelum
pemberian
aborsi,
mendapatkan
dan
maka
masa
kembali
Reproduksi bentuk perlindungan
yaitu
dan
hamil
depannya
oleh
tekanan
berhak
3. Dalam upaya perlindungan hukum
pendampingan
terhadap korban perlu disediakan
konseler selama masa kehamilan.
crissis center atau shelter atau
B. Saran
rumah penampungan bagi para
1. Untuk dapat melaksanakan PP No.
korban sebagai tempat rehabilitasi
61 Thun 2014 tentang Kesehatan
kejiwaannya
serta
Reproduksiini masih diperlukan
psikolog
banyak aturan-aturan pendamping
bantuan psikologis para korban
yang mengatur secara detail teknis
perkosaan
yang diperlukan agar tidak muncul
menghilangkan
penyalahgunaan pelegalam aborsi
kemudian
yang
lembaga
memberikan
sehingga
traumanya
dapat
di
hari.
dengan alasan korban perkosaan.
4.
17
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdul Djamil, Psikolog Dalam Hukum, Armico, Jakarta, 1984
Achadiat
Charisdiono,
Dinamika Etika Dan
Hukum Kedokteran,
BukuKedokteran, Jakarta, 2007
Adami Chazami, Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa,PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2007
J.E. Sahetapy, Viktimologi Sebuah Bunga Rampai, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1987
K. Prent, J. Adi Subrata dan WJS Purwadarminta, Kamus Latin-Indonesia,
Karnisius, Yogyakarta, 1999
Muladi dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan
Pidana, Alumni, Bandung, 1998
Roeslan saleh, Perbuatan dan Pertanggungjawaban Pidana, dua
Pengertian Dasar hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1983
Saifullah, Aborsi dan Pertimbangan hukum terhadap kasus perkosaan,
Jurnal Mimbar Hukum, Juli Agustus, 2013
Suryono Ekotama, Artu Harum, ST Pudji dan Artana, Widi. Abortus
Provokatus
bagi
Korban
Perkosaan.Perspektif
Viktimologi
Kriminologi dan Hukum Pidana.Yogyakarta, 2001
Topo Santoso, Seksualitas Dan Hukum Pidana, IND.HILL-CO, Jakarta,
1997
18
Undang-undang:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi
Media Massa/Internet
https://boeyberusahasabar.wordpress.com,
aborsi-sebagai-bentuk-
perlindungan-hukum-bagi-perempuan-korban-perkosaan/,
Diakses 11
November 2014
19
BIODATA
NAMA
: RONALD MORDEKAI
TEMPAT TANGGAL LAHIR
: GIO,14 APRIL,1987
ALAMAT RUMAH
: Jl. TANJUNG MANINMBAYA No 12
ALAMAT EMAIL
:-
NO. TELP / HP
: 081241237014
20
Download