anggaran dasar - Ikatan Ahli Perencanaan indonesia

advertisement
Lampiran
IAP
KETETAPAN KONGRES NASIONAL XI
IKATAN AHLI PERENCANAAN INDONESIA (IAP)
NO. 12 TAHUN 2016
TENTANG
PENETAPAN ANGGARAN DASAR
IKATAN AHLI PERENCANAAN INDONESIA (IAP)
ANGGARAN DASAR
IKATAN AHLI PERENCANAAN INDONESIA
MUKADIMAH
Bahwa ilmu perencanaan wilayah dan kota telah mengalami pertumbuhan, perkembangan
dan kemajuan yang pesat; dan telah diwujudkan sebagai suatu bidang keahlian yang sangat
diperlukan dalam pembangunan negara dan bangsa Indonesia, khususnya dalam bidang
penataan ruang melalui pengembangan dan pemanfaatannya secara terpadu dengan bidang
keahlian lain, serta secara terarah dan terorganisasi.
Bahwa pengembangan dan pemanfaatan keahlian profesional yang berlandaskan aspekaspek dimensi ruang dan waktu, kualitas hidup manusia dan lingkungan, akan tergantung
pada hasil-hasil perpaduan pemikiran, penelitian, dan pengalaman praktis para ahli
perencanaan fisik, sosial, ekonomi, dan kelembagaan yang dalam proses dan produk
kegiatannya memberikan kontribusi bagi pembangunan yang berasaskan kepemerintahan
yang baik dan bersih, pelestarian sumberdaya pembangunan serta pelibatan masyarakat.
Untuk mengisi peran, tanggung jawab dan fungsinya secara profesional, jujur, dan
berintegritas dan bertanggungjawab; segenap ahli perencanaan wilayah dan kota perlu
dihimpun dalam wadah organisasi profesi yang mampu turut mengembangkan dan
menerapkan secara berdaya guna dan berhasil guna ilmu dan profesi perencanaan wilayah
dan kota dalam pembangunan negara dan bangsa Indonesia.
Hal 1 dari 12
Maka atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, dengan ini para ahli perencanaan wilayah dan kota
berhimpun dalam suatu wadah organisasi profesi dengan Anggaran Dasar sebagai berikut:
BAB I
UMUM
Pasal 1
Nama
1.
Organisasi profesi ini bernama IKATAN AHLI PERENCANAAN INDONESIA disingkat
IAP dengan terjemahan resmi dalam bahasa Inggris adalah Indonesian Association of
Planners.
2.
IAP adalah wadah berhimpunnya segenap ahli perencanaan wilayah dan kota di
Indonesia yang terbuka, baik secara perorangan dan asosiasi yang telah memenuhi
syarat dan ketentuan keanggotaan yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 2
Waktu
IAP didirikan pada tanggal 13 April 1971 di Jakarta untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 3
Tempat Kedudukan
1.
IAP berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.
2.
Pengurus Nasional IAP berkedudukan di Ibukota Negara
BAB II
VISI DAN MISI
Pasal 4
Visi
Visi IAP adalah terwujudnya organisasi profesi yang berkualitas internasional dalam
pengembangan dan penerapan ilmu perencanaan wilayah dan kota untuk mendukung
tercapainya tujuan pembangunan bangsa dan negara.
Hal 2 dari 12
Pasal 5
Misi
Misi IAP adalah:
1. Menjalin kesatuan dan persatuan segenap ahli di bidang perencanaan wilayah dan
kota untuk memelihara integritas, komitmen dan kompetensi anggota dan
mengembangkan kemampuan profesional yang beretika;
2. Mengembangkan pengetahuan, standar pelayanan profesi, standar etika, dan
kebebasan profesi yang mampu menyelaraskan perkembangan ilmu dan teknologi
yang terkait dengan perencanaan wilayah dan kota di tingkat nasional dan
internasional;
3. Menyuarakan aspirasi, mengupayakan kesejahteraan dan memberikan perlindungan
kepada segenap anggota;
4. Membantu mewujudkan tata kelola perkotaan yang baik dan mengembangkan
peranan yang bermakna dalam meningkatkan kualitas pembangunan kota dan
wilayah.
BAB III
LANDASAN, ASAS DAN TUJUAN
Pasal 6
Landasan Organisasi
IAP berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Pasal 7
Asas
IAP berasaskan keterbukaan, profesionalisme, independensi dan kesetaraan.
Pasal 8
Tujuan
IAP bertujuan untuk mengembangkan keahlian perencanaan wilayah dan kota, serta untuk
meningkatkan mutu, kesejahteraan, persatuan dan kesatuan bagi segenap ahli perencanaan
wilayah dan kota di Indonesia dalam rangka pembangunan bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Hal 3 dari 12
BAB IV
FUNGSI DAN TUGAS
Pasal 9
Fungsi
IAP berfungsi sebagai tempat untuk melakukan pembinaan, komunikasi, konsultasi dan
koordinasi antarahli perencanaan wilayah dan kota dan antara ahli perencanaan wilayah dan
kota dengan tenaga ahli/profesional lain, dengan lembaga/instansi masyarakat, swasta,
pemerintah dan internasional; serta sebagai wadah untuk melindungi kepentingan
masyarakat seluas-luasnya.
Pasal 10
Tugas
Untuk menjalankan fungsi tersebut di atas IAP bertugas:
1. Meningkatkan peran para perencana wilayah dan kota dalam pembangunan wilayah
dan kota pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya;
2. Meningkatkan kemampuan profesional dan kesejahteraan para perencana wilayah
dan kota;
3. Mengembangkan bidang pengembangan wilayah dan kota sebagai ilmu dan teknik
terpakai;
4. Melaksanakan program akreditasi program studi perencanaan wilayah dan kota dalam
rangka meningkatkan kualitas perencanan wilayah dan kota bersama lembaga lain
yang berwenang atau mandiri;
5. Membina hubungan dan kerjasama yang harmonis antara para perencana wilayah
dan kota dengan tenaga ahli/profesional lainnya dan dengan lembaga/instansi
masyarakat, swasta, pemerintah dan internasional;
6. Melaksanakan berbagai kegiatan lain dalam bentuk pelayanan teknis, advokasi dan
konsultasi serta pelatihan dan pemanfaatan teknologi.
BAB V
KODE ETIK DAN STANDAR PROFESI
Pasal 11
Kode Etik
1.
Kode Etik Ikatan Ahli Perencana Indonesia adalah aturan perilaku etika perencana dalam
memenuhi tanggung jawab profesionalnya.
2. Kode...
Hal 4 dari 12
2.
Kode Etik IAP dirumuskan dan ditetapkan oleh Majelis Kode Etik.
3.
Kode Etik IAP mengikat seluruh anggota IAP.
Pasal 12
Standar Profesi
1.
Standar Profesi IAP adalah seperangkat aturan mengenai standar teknis dan kompetensi
kerja profesi perencanaan wilayah dan kota.
2.
Standar Profesi dirumuskan dan ditetapkan oleh Pengurus Nasional.
3.
Standar Profesi mengikat seluruh anggota IAP.
BAB VI
KEANGGOTAAN
Pasal 13
Definisi Keanggotaan
Anggota IAP adalah WNI yang sudah memenuhi persyaratan.
Pasal 14
Jenis Keanggotaan
Anggota IAP terdiri atas:
1. Anggota Biasa;
2. Anggota Kehormatan.
BAB VII
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA
Pasal 15
Hak
1.
Setiap anggota berhak atas pelayanan, pembinaan, pembelaan, dan turut serta dalam
setiap kegiatan IAP.
2.
Setiap anggota mempunyai hak bicara, hak suara, hak memilih, dan hak dipilih, kecuali
anggota kehormatan.
Hal 5 dari 12
Pasal 16
Kewajiban
1.
Setiap anggota wajib membayar uang pangkal dan iuran anggota, kecuali anggota
kehormatan.
2.
Setiap anggota wajib berperan aktif dalam mewujudkan tujuan berorganisasi.
3.
Setiap anggota wajib tunduk pada seluruh ketentuan organisasi dan pelanggaran
terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi organisasi.
Pasal 17
Status Keanggotaan
Keanggotaan IAP berakhir apabila yang bersangkutan meninggal dunia dan/atau
mengundurkan diri, dan/atau diberhentikan.
BAB VIII
ORGANISASI
Pasal 18
Unsur Organisasi
Unsur-unsur organisasi IAP terdiri atas:
1. Pengurus yang terdiri atas Pengurus Nasional dan Pengurus Provinsi;
2. Majelis Kode Etik;
3. Dewan Penasehat.
Pasal 19
Tugas dan Fungsi Pengurus
1.
IAP dapat membentuk Pengurus Provinsi.
2.
Dalam menjalankan fungsi sebagai perwakilan profesi Perencana, Pengurus Nasional
bertugas menangani ruang lingkup nasional dan internasional, sedangkan Pengurus
Provinsi menangani dalam lingkup masing-masing.
3.
Dalam menjalankan fungsi penyelenggaraan organisasi, Pengurus Nasional dan
Pengurus Provinsi bertugas menangani lingkup kebijakan, dan pelaksanaan operasional
dalam lingkup masing-masing.
4. Dalam...
Hal 6 dari 12
4.
Dalam menjalankan fungsi kerjasama antar lembaga di tingkat internasional, regional,
nasional, dan/atau daerah :
a. Pengurus Nasional dan Pengurus Provinsi dapat melaksanakan dalam lingkup
masing-masing;
b. Pada pelaksanaan kerja sama tersebut, Pengurus Provinsi berada dalam
koordinasi Pengurus Nasional;
5.
Dalam menjalankan fungsi sebagai wadah pengembangan anggota, Pengurus Provinsi
atau lembaga pada tingkat provinsi berada dalam koordinasi Pengurus Nasional.
6.
Dalam menjalankan fungsi sebagai wadah komunikasi, konsultasi, dan koordinasi,
Pengurus Nasional dan Pengurus Propinsi menerbitkan media komunikasi berkala dalam
lingkupnya masing-masing.
7.
Dalam menjalankan tugas dan fungsi pembinaan etika dan tata laku anggota, Pengurus
Nasional dan Pengurus Provinsi dapat melakukan konsultasi dan koordinasi dengan
Dewan Penasehat dan Majelis Kode Etik (MKE) IAP yang berwenang menangani
masalah tersebut di atas.
Pasal 20
Lain-lain
1.
Untuk melaksanakan kegiatan yang bersifat tetap, Pengurus Nasional dapat membentuk
alat kelengkapan kepengurusan dan lembaga-lembaga khusus yang bertanggungjawab
langsung kepada Ketua Umum.
2.
Pengurus Provinsi dapat melayani satu atau lebih provinsi dengan mendapat persetujuan
anggota IAP di satu atau lebih provinsi tersebut atas dasar pertimbangan minimnya
jumlah anggota di satu atau lebih daerah provinsi tersebut.
3.
Syarat dan ketentuan tersebut akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB IX
KONGRES DAN RAPAT
Pasal 21
Umum
Kongres dan Rapat merupakan landasan IAP dalam melaksanakan fungsi organisasinya
dengan tetap berpedoman pada Konstitusi Negara RI dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Hal 7 dari 12
Pasal 22
Hirarki Peraturan Organisasi
1.
Peraturan Organisasi IAP disusun secara hirarkis terdiri dari:
a. Ketetapan Kongres Nasional;
b. Anggaran Dasar;
c. Anggaran Rumah Tangga;
d. Kode Etik;
e. Ketetapan Rapat Kerja Nasional;
f.
Keputusan dan peraturan Pengurus Nasional, BSP-IAP, dan MKE;
g. Keputusan Dewan Penasehat;
h. Ketetapan Kongres Provinsi;
i.
Ketetapan Rapat Kerja Provinsi;
j.
Keputusan Pengurus Provinsi.
2.
Setiap Unsur organisasi dapat mengeluarkan ketetapan rapat dan keputusan
pengurusnya yang berlaku untuk seluruh anggota IAP.
3.
Setiap ketetapan dan keputusan harus dilakukan dengan melakukan koordinasi terlebih
dahulu dengan segenap pengurus lainnya.
4.
Dalam kondisi yang luar biasa dan tidak dapat diselesaikan oleh unsur-unsur organisasi
IAP, dapat diselenggarakan Kongres Istimewa.
Pasal 23
Kongres
1.
Kongres Nasional dan Kongres Provinsi diadakan setiap 3 (tiga) tahun sekali.
2.
Kongres Nasional mempunyai tugas dan wewenang:
a. Menilai, mensahkan atau menolak laporan pertanggungjawaban dan laporan
keuangan Pengurus Nasional IAP;
b. Menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
c. Menetapkan Rencana Strategis organisasi IAP;
d. Menilai, mensahkan atau menolak laporan kegiatan Majelis Kode Etik
e. Memilih dan menetapkan Ketua Umum;
f.
Menyempurnakan susunan Dewan Penasehat;
g. Memilih dan menetapkan Ketua Majelis Kode Etik;
3. Kongres...
Hal 8 dari 12
3.
Kongres Provinsi mempunyai tugas dan wewenang:
a. Menilai, mensahkan atau menolak laporan pertanggungjawaban dan
keuangan Pengurus Provinsi;
b. Memilih dan memutuskan Ketua Pengurus Provinsi;
c. Menetapkan program kerja Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
d. Menghimpun aspirasi, usulan dan masukan dari Pengurus Provinsi untuk
Kongres Nasional
4.
Ketetapan Kongres Nasional dan Kongres Provinsi ditetapkan secara musyawarah untuk
mencapai mufakat, dan apabila tidak tercapai mufakat maka diadakan pemungutan
suara.
Pasal 24
Rapat
1.
Rapat Kerja Nasional diadakan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
2.
Rapat Kerja Provinsi diadakan minimal 1 (satu) kali dalam masa kepengurusan.
3.
Rapat Kerja Nasional dan Rapat Kerja Provinsi mempunyai tugas dan wewenang sesuai
dengan ruang lingkupnya masing-masing, yaitu antara lain:
a. Merencanakan program kerja tahunan;
b. Menyusun Anggaran Biaya;
c. Merumuskan tata cara organisasi pelaksanaan program;
d. Mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan.
4.
Rapat Kerja Nasional dapat menetapkan dan mensahkan perubahan Anggaran Rumah
Tangga apabila dianggap perlu dan mendesak untuk mendukung terwujudnya Tujuan
Organisasi.
Pasal 25
Keputusan Pengurus
Keputusan Dewan Penasehat, Majelis Kode Etik, Pengurus Nasional maupun Pengurus
Provinsi diatur oleh masing-masing pengurus pada tingkat dan ruang lingkup yang
bersangkutan.
Hal 9 dari 12
BAB X
KEUANGAN
Pasal 26
Sumber
Keuangan IAP diperoleh dari:
1. Iuran anggota;
2. Sumbangan yang sah dan tidak mengikat;
3. Hasil usaha dan pendapatan lain yang sah serta tidak bertentangan dengan ketentuan
yang berlaku.
Pasal 27
Alokasi
Keuangan IAP digunakan untuk menjalankan fungsi dan tugas IAP.
BAB XI
IKATAN HUKUM
Pasal 28
Ketentuan Ikatan Hukum
Sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar maka Ketua Umum Pengurus
Nasional atau Sekretaris Jenderal atas kuasa Ketua Umum dapat bertindak atas nama IAP
dan/atau mengadakan keterikatan hukum dengan pihak ketiga.
Hal 10 dari 12
BAB XII
ATRIBUT DAN LAMBANG
Pasal 29
Ketentuan Atribut dan Lambang
1.
Atribut, lambang dan simbol IAP adalah tulisan huruf kapital berwarna merah bata yang
saling bersambungan dengan dasar putih.
IAP
2.
Ukuran atribut, lambang dan simbol tersebut serta tata cara penggunaannya diatur dalam
ketentuan tersendiri oleh Pengurus Nasional.
BAB XIII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 30
Ketentuan Perubahan Anggaran Dasar
1.
Perubahan Anggaran Dasar IAP hanya dapat dilakukan di dalam Kongres Nasional atau
Kongres Istimewa yang diselenggarakan khusus untuk perubahan Anggaran Dasar.
2.
Rencana perubahan Anggaran Dasar tersebut dapat diajukan oleh Pengurus Nasional
atau beberapa Pengurus Provinsi.
3.
Rencana perubahan telah disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum
kongres dimulai dan tembusannya disampaikan kepada semua unsur organisasi IAP.
BAB XIV
PEMBUBARAN
Pasal 31
Ketentuan Pembubaran
Pembubaran IAP hanya dapat dilakukan pada Kongres Istimewa.
Hal 11 dari 12
BAB XV
PENUTUP
Pasal 32
Ketentuan Penutup
1.
Hal-hal dalam Anggaran Dasar ini akan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah
Tangga dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Anggaran Dasar.
2.
Anggaran Dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Disahkan di
:
Jakarta
Tanggal
:
3 November 2016
Pimpinan Sidang Pleno
Kongres Nasional XI IAP Tahun 2016
Ketua
Sekretaris
Ir. Juniar Ilham
Ir. Mardianto Manan, MT
Anggota
Dr. Ir. Citra Persada
Anggota
Ir. Noviati, MURP
Hal 12 dari 12
Anggota
Ir. Agung Sutrisna W. P.
ANGGARAN RUMAH TANGGA
IKATAN AHLI PERENCANAAN INDONESIA
BAB I
UMUM
Pasal 1
Pengertian
Anggaran Rumah Tangga merupakan penjabaran Anggaran Dasar IAP.
Pasal 2
Pengertian Umum
1. Ahli adalah seorang yang berlatar belakang pendidikan tinggi dan/atau memiliki
kemampuan serta mendalami dan menguasai penerapan pengetahuan, ilmu, teknologi,
seni, dan/atau bidang-bidang tertentu.
2. Praktik Profesi adalah penerapan keahlian dan kemampuan profesional di bidang
tertentu yang memiliki risiko serta konsekuensi tanggung jawab (responsibility),
tanggung gugat (liability), dan tanggung bayar (accountability).
3. Profesional adalah keahlian dan kemampuan serta penguasaan penerapan ilmu dan
pengetahuan berdasarkan standar profesi yang tinggi.
4. Akreditasi adalah pengakuan resmi dari lembaga yang berwenang sesuai dengan
standar kredit yang berlaku.
5. Sertifikat Pelatihan adalah pengakuan terhadap pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh dari program pengembangan profesi menerus / continuous professional
development.
BAB II
KEANGGOTAAN
Pasal 3
Kualifikasi Keanggotaan
1.
Anggota Biasa adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana
di bidang perencanaan wilayah dan kota dari lembaga pendidikan perencanaan di
dalam dan atau di luar negeri yang diakui oleh lembaga yang berwenang;
2.
Anggota Kehormatan adalah seseorang yang telah berjasa bagi pengembangan
organisasi IAP.
Hal 1 dari 17
Pasal 4
Pengangkatan atau Penerimaan Anggota IAP
1.
Penerimaan anggota dilaksanakan dengan ketentuan:
a. Anggota biasa:
Calon anggota memenuhi persyaratan kualifikasi keanggotaan IAP dan ketentuan
organisasi serta persyaratan administrasi dan tata cara penerimaan anggota, yang
antara lain meliputi:
(i)
Calon anggota mengajukan permohonan kepada Pengurus Provinsi untuk
menjadi anggota dengan mengisi dan melengkapi formulir pendaftaran
anggota;
(ii)
Apabila di daerah atau kota tempat tinggal/domisili belum terdapat
kepengurusan IAP, calon anggota dapat mengajukan langsung kepada
kepengurusan IAP terdekat atau ke Pengurus Nasional;
(iii) Formulir Pendaftaran dilengkapi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
oleh Pengurus Nasional IAP;
(iv) Pengurus Nasional segera meresmikan penerimaan anggota berdasarkan
pertimbangan kepengurusan Provinsi, selambat-lambatnya dalam waktu 5
(lima) hari setelah permohonan dan rekomendasi Pengurus Provinsi diterima.
b. Anggota kehormatan dapat diangkat dengan ketentuan sebagai berikut:
(i) Pengurus Nasional dan Pengurus Provinsi mengusulkan pengangkatan calon
anggota kehormatan melalui rapat kerja Pengurus Nasional berdasarkan:
-
penelitian dan penilaian yang mendalam serta seksama dalam memenuhi
persyaratan kualifikasi
-
rekomendasi Dewan Penasehat IAP tentang keadaan calon anggota, bukan
warga yang cacat hukum dan tidak sedang menjalani hukuman atau
melakukan perbuatan yang bersifat mencemarkan organisasi atau profesi
perencana wilayah dan kota
(ii) Calon anggota mengisi formulir kesediaan atas permohonan Pengurus
Nasional, untuk kemudian diajukan oleh Pengurus Nasional untuk disahkan
dalam Kongres Nasional.
2.
Penetapan status keanggotaan dilaksanakan melalui keputusan Rapat Kerja Pengurus
Nasional.
Hal 2 dari 17
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA, SERTA STATUS KEANGGOTAAN
Pasal 5
Hak
1. Anggota biasa mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan dan pembelaan dalam melaksanakan profesionalnya
sepanjang tidak bertentangan atau melanggar ketentuan peraturan/perundangan
yang berlaku;
b. Mengajukan sertifikasi atas jenjang kemampuan profesionalnya, sesuai dengan
ketentuan peraturan/perundangan yang berlaku;
c. Terkait dengan pasal 5 ayat 1 (b), anggota biasa yang sudah mendapatkan sertifikat
keahlian berhak mencantumkan sebutan “IAP” di belakang nama yang bersangkutan
dan melakukan penilaian keprofesionalan bagi kegiatan dan karya di bidang
perencanaan wilayah dan kota.
d. Memberikan suara dalam pemungutan suara;
e. Mengemukakan pendapat secara lisan dan tertulis; dan
f. Mengikuti semua kegiatan organisasi.
2. Anggota kehormatan mempunyai hak:
a. Seluruh hak yang melekat pada anggota biasa, kecuali memberikan suara dalam
pemungutan suara dan mengajukan sertifikasi atas jenjang kemampuan
profesionalnya;
b. Untuk memperoleh laporan secara berkala dan khusus dari Pengurus Nasional IAP.
Pasal 6
Kewajiban
1. Setiap anggota IAP mempunyai kewajiban :
a.
Memelihara nama baik dan kehormatan IAP;
b.
Mentaati dan menegakkan kode etik IAP;
c.
Mentaati dan melaksanakan segala kebijaksanaan, peraturan dan ketentuan IAP;
d.
Mengusahakan, memelihara dan mengembangkan hubungan kerjasama dengan
sesama anggota dan pihak lain dalam pelaksanaan tujuan, fungsi dan tugas IAP;
e.
Membayar iuran anggota tahunan secara berkala dan tepat waktu, kecuali bagi
anggota kehormatan.
2. Anggota...
Hal 3 dari 17
2. Anggota kehormatan selain mempunyai kewajiban tersebut pada ayat 1 di atas, juga
mempunyai kewajiban untuk menjaga keutuhan dan persatuan organisasi,
mengarahkan perkembangan organisasi serta membantu memecahkan permasalahan
organisasi IAP.
Pasal 7
Status Keanggotaan
1. Status keanggotaan dapat dinyatakan tidak aktif apabila anggota tidak membayar iuran
anggota selama 3 (tiga) tahun berturut-turut;
2. Anggota kehilangan status keanggotaannya karena:
a.
Meninggal dunia;
b. Atas permintaan sendiri dan disetujui oleh Pengurus Nasional;
c.
Diberhentikan oleh Pengurus Nasional;
3. Dalam hal anggota diberhentikan oleh Pengurus Nasional, sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 (dua) poin c, kriteria seorang anggota dapat diberhentikan oleh Pengurus
Nasional antara lain:
a. Pindah kewarganegaraan;
b. Melakukan pelanggaran etika berat; dan/atau
c.
Mendapatkan SP3 (Surat Peringatan 3) atas perbuatan tidak terpuji.
4. Pemberian SP3 (Surat Peringatan 3) sebagaimana dimaksud pada ayat 3 (tiga) poin c,
akan dijelaskan lebih lanjut pada surat edaran Ketua Umum Pengurus IAP.
5. Anggota Kehormatan mempunyai status keanggotaan yang ditetapkan dalam Kongres
Nasional.
Pasal 8
Pemberhentian dan Peninjauan Kembali Status Anggota
1. Peninjauan status anggota yang tidak aktif dilakukan oleh Pengurus Provinsi setelah
anggota yang bersangkutan memenuhi kewajibannya sebagai anggota dan dilaporkan
kepada Pengurus Nasional.
2. Pemberhentian atau peninjauan jenjang sertifikasi keanggotaan IAP dilaksanakan
melalui keputusan oleh Pengurus Nasional.
Hal 4 dari 17
BAB IV
KEPENGURUSAN
Pasal 9
Umum
Anggota pengurus adalah anggota aktif IAP yang bermandat penuh selama satu periode
kepengurusan yang ditetapkan oleh keputusan Pengurus Nasional atau Pengurus Provinsi
menurut tingkatan masing-masing.
Pasal 10
Syarat dan ketentuan
Syarat-syarat untuk dapat dipilih sebagai pengurus:
1.
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berjiwa Pancasila;
2.
Berprestasi dan berdedikasi penuh terhadap perkembangan bidang perencanaan
wilayah dan kota;
3.
Sehat pikiran, jasmani dan rohani;
4.
Khusus bagi anggota Pengurus Nasional harus berdomisili di negara Republik
Indonesia.
Pasal 11
Status anggota kepengurusan
Keanggotaan sebagai pengurus berakhir karena:
1.
Berhalangan tetap;
2.
Berakhir masa jabatannya;
3.
Berhenti atau mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
4.
Diberhentikan karena melanggar ketentuan-ketentuan dasar organisasi dan atau
mencemarkan nama baik organisasi yang diputuskan oleh Rapat Pengurus Nasional
atau Rapat Pengurus Provinsi sesuai dengan keanggotaan pengurus yang
bersangkutan.
Pasal 12
Organisasi Pengurus
1.
Pengurus Nasional dipimpin oleh seorang Ketua Umum dengan dibantu oleh Sekretaris
Jenderal dan beberapa Ketua Bidang; serta Pengurus Provinsi dipimpin oleh seorang
Ketua dengan dibantu oleh Sekretaris Jenderal dan beberapa Wakil Ketua.
2. Apabila...
Hal 5 dari 17
2.
Apabila Ketua Umum Pengurus Nasional berhalangan tetap, maka Sekretaris Jenderal
atau salah seorang Ketua Bidang Pengurus Nasional ditetapkan sebagai Pejabat Ketua
Umum melalui Rapat Pengurus Nasional sampai dengan Kongres Istimewa.
3.
Apabila Ketua Pengurus Provinsi berhalangan tetap, maka Sekretaris Jenderal atau
salah seorang Wakil Ketua Pengurus Provinsi ditetapkan sebagai Pejabat Ketua melalui
Rapat Pengurus Provinsi.
4.
Apabila suatu jabatan kepengurusan selain Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal
Pengurus Nasional kosong, maka jabatan tersebut diisi melalui Rapat Pengurus
Nasional.
5.
Apabila suatu jabatan kepengurusan selain Ketua Pengurus Provinsi kosong, maka
jabatan tersebut dirubah sesuai Rapat Pengurus Provinsi yang bersangkutan.
6.
Ketua Umum Pengurus Nasional dan Ketua Pengurus Provinsi maksimal menjabat
selama dua (2) periode.
Pasal 13
Program Kerja Pengurus
1.
Dalam melaksanakan segenap kegiatan Pengurus Nasional dan Pengurus Provinsi
harus menyusun program kerja secara kongkret, realistis dan terukur, yang
berpedoman kepada Rencana Strategis IAP dan segenap ketetapan kongres.
2.
Rencana Strategis IAP ditetapkan dalam Kongres Nasional berdasarkan masukan dari
Pengurus Nasional dan atau hasil Kongres Provinsi.
3.
Program Kerja Pengurus Nasional serta Program Kerja Pengurus Provinsi sebagai
penjabaran Program Kerja Pengurus Nasional, disusun dan dinilai secara berkala
dalam Rapat Pleno Pengurus.
4.
Pelaksanaan Program Kerja Pengurus Nasional dipertanggungjawabkan dalam
Kongres
Nasional,
sedangkan
Program
Kerja
Pengurus
Provinsi
dipertanggungjawabkan dalam Kongres Provinsi.
BAB V
PENGURUS NASIONAL
Pasal 14
Umum
Pengurus Nasional adalah badan eksekutif tertinggi dalam IAP.
Hal 6 dari 17
Pasal 15
Hak
Pengurus Nasional berhak untuk:
1.
Dalam hal keorganisasian, untuk menunjuk dan menetapkan Pengurus Provinsi yang
memiliki kedekatan geografis untuk menyeleksi dan menerima calon anggota, bagi
daerah yang belum mempunyai kepengurusan Provinsi;
2.
Dalam hal keanggotaan, untuk:
3.
a.
Menetapkan dan mengeluarkan surat keputusan sanksi atas anggota yang terbukti
bersalah melanggar ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga,
keputusan-keputusan Kongres IAP, dan ketentuan-ketentuan Pengurus;
b.
Memberhentikan keanggotaan dan melakukan rehabilitasi anggota.
Dalam hal administrasi, untuk:
a. Menyelenggarakan hubungan ke luar maupun ke dalam baik lisan maupun tertulis;
b. Meminta laporan kepada Pengurus Provinsi secara berkala dan khusus;
c.
4.
Membentuk staf pelaksana harian yang dipimpin oleh Sekretaris Eksekutif.
Dalam hal keuangan, untuk mengelola keuangan organisasi secara efisien untuk
kepentingan IAP.
Pasal 16
Wewenang
Pengurus Nasional berwenang untuk:
1. Memberikan pengakuan profesional kepada suatu badan hukum, lembaga pendidikan
dan perseorangan berdasarkan pertimbangan Pengurus Provinsi;
2. Memberikan penghargaan dan tanda kehormatan lainnya atas pertimbangan Dewan
Penasehat;
3. Membentuk badan hukum di bidang perencanaan kota dan wilayah atas pertimbangan
Rapat Pleno Pengurus.
Pasal 17
Kewajiban
Pengurus Nasional berkewajiban untuk:
1.
Menjalankan dengan penuh tanggung jawab segala ketentuan yang ada dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan Ketetapan Kongres, dan
mempertanggungjawabkannya pada Kongres Nasional berikutnya;
2.
Menyusun dan menjalankan Program Kerja sesuai tujuan, fungsi dan tugas IAP, yang
disusun melalui Rapat Pengurus Nasional dan/atau Rapat Pleno Pengurus dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaannya dalam Kongres Nasional
3. Menyusun...
Hal 7 dari 17
3.
Menyusun anggaran dan menghimpun dana berdasarkan Program Kerja Pengurus
Nasional dan menyampaikan laporan untuk dipertanggungjawabkan dalam Kongres
Nasional;
4.
Menyampaikan laporan berkala kepada Dewan Penasehat;
5.
Melaksanakan Kongres Nasional secara tepat waktu;
6.
Mewadahi forum perencana muda dan/atau mahasiswa yang sedang menyusun tugas
akhir di lembaga pendidikan tinggi planologi atau perencanaan wilayah dan kota atau
yang setara (dalam wujud young planners forum).
Pasal 18
Ketentuan Pemilihan dan Penetapan
Penetapan Ketua Umum dan susunan Pengurus Nasional dilaksanakan dengan ketentuan:
1.
Pemilihan Ketua Umum dilakukan secara musyawarah dan mufakat;
2.
Prosedur pemilihan Ketua Umum ditentukan dalam Kongres Nasional melalui Panitia
Pemilihan;
3.
Kongres Nasional memilih, dan mensahkan Ketua Umum serta mensahkan Ketua
Dewan Penasehat dan Ketua Majelis Kode Etik;
4.
Anggota Pengurus Nasional yang lain dipilih dan ditetapkan oleh Ketua Umum;
5.
Ketua Umum harus menyelesaikan kegiatan penyusunan Pengurus Nasional selambatlambatnya satu bulan setelah terpilih.
Pasal 19
Masa Bakti
Masa kerja Pengurus Nasional adalah 3 (tiga) tahun.
BAB VI
PENGURUS PROVINSI
Pasal 20
Pembentukan Pengurus Provinsi
1.
Usulan pembentukan Pengurus Provinsi diajukan kepada Pengurus Nasional.
2.
Organisasi Pengurus Provinsi dapat dibentuk apabila di suatu kabupaten/kota yang
berada di dalam wilayah Provinsi tersebut dan/atau yang letaknya berdekatan dengan
Provinsi tersebut telah terdapat lebih dari 10 anggota IAP yang bersepakat dan
menghendaki dibentuknya kepengurusan melalui ketetapan rapat anggota Provinsi;
atau ditentukan lain sesuai dengan ketentuan organisasi.
3. Apabila...
Hal 8 dari 17
3.
Apabila di dalam suatu Provinsi belum memiliki organisasi Pengurus Provinsi, anggota
IAP di Provinsi tersebut dapat bergabung dengan organisasi Pengurus Provinsi yang
berdekatan.
4.
Apabila terdapat minimal 3 (tiga) anggota IAP di Provinsi tersebut yang bersepakat,
maka dapat dibentuk sebuah komisariat Provinsi sebagai cikal bakal berdirinya
Kepengurusan Provinsi di Provinsi tersebut.
5.
Pengurus Provinsi berkedudukan di ibukota Provinsi dengan cakupan wilayah
organisasi pada Provinsi yang bersangkutan atau yang berdekatan yang belum
memiliki kepengurusan Provinsi.
6.
Pengesahan pembentukan kepengurusan Provinsi yang baru dilaksanakan dalam
Kongres Nasional.
7.
Bilamana pembentukan Pengurus Provinsi yang telah disetujui oleh Pengurus Nasional
dan belum disahkan dalam Kongres Nasional, maka Pengurus Provinsi dapat berjalan
secara sementara melalui Keputusan Pengurus Nasional.
8.
Dalam kondisi tertentu Pengurus Nasional dapat memprakarsai pembentukan
Pengurus Provinsi melalui Rapat Pleno Pengurus.
Pasal 21
Pemilihan dan Penetapan
Penetapan Ketua dan susunan Pengurus Provinsi dilaksanakan dengan ketentuan:
1.
Pemilihan Ketua dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat;
2.
Prosedur pemilihan ketua ditentukan dalam Kongres Provinsi melalui Panitia Pemilihan;
3.
Kongres Provinsi memilih Ketua;
4.
Anggota Pengurus Provinsi yang lain dipilih dan ditetapkan oleh Ketua;
5.
Ketua harus menyelesaikan kegiatan penyusunan Pengurus Provinsi selambatlambatnya satu bulan setelah terpilih.
Pasal 22
Hak
Pengurus Provinsi berhak untuk:
1.
Melaksanakan segenap kegiatan sesuai tujuan, fungsi, tugas dan kebijakan organisasi
IAP dalam skala dan ruang lingkup organisasi Provinsi yang bersangkutan;
2.
Menerima anggota dan harus menginformasikannya kepada Pengurus Nasional
selambat-lambatnya setiap tahun;
3.
Memberikan pelayanan terbaik kepada anggota di wilayahnya;
4.
Turut serta aktif dalam proses perencanaan wilayah dan kota yang berlangsung di
wilayahnya.
Hal 9 dari 17
Pasal 23
Kewajiban
Pengurus Provinsi berkewajiban untuk:
1.
Menjalankan dengan penuh tanggung jawab segala ketentuan yang ada dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan Ketetapan Kongres Provinsi, dan
mempertanggungjawabkannya pada Kongres Provinsi berikutnya;
2.
Menyusun dan menjalankan Program Kerja sesuai tujuan, fungsi dan tugas IAP, yang
disusun melalui Rapat Pengurus Provinsi dan/atau Rapat Pleno Pengurus Provinsi dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaannya dalam Kongres Provinsi;
3.
Menyusun anggaran dan menghimpun dana berdasarkan Program Kerja Pengurus
Provinsi dan menyampaikan laporan untuk dipertanggungjawabkan dalam Kongres
Provinsi;
4.
Melaksanakan Kongres Provinsi secara tepat waktu;
5.
Melakukan pembinaan kepada perencana muda dan/atau mahasiswa yang sedang
menyusun tugas akhir di lembaga pendidikan tinggi planologi atau perencanaan wilayah
dan kota atau yang setara (dalam wujud young planners forum).
BAB VII
DEWAN PENASEHAT
Pasal 24
Ketentuan Umum
1.
Ketua Dewan Penasehat adalah ketua Pengurus Nasional IAP periode sebelumnya
sesuai dengan masa satu periode kepengurusan atau dimusyawarahkan di antara
anggota Dewan Penasehat.
2.
Anggota Dewan Penasehat diangkat dalam Kongres Nasional berdasarkan usulan
Pengurus Nasional.
Pasal 25
Hak dan Kewajiban
Dewan Penasehat berhak dan berkewajiban untuk:
1.
Meminta laporan secara berkala minimal satu kali dalam satu tahun kepada Pengurus
Nasional;
2.
Menegur dan atau memperingatkan Pengurus Nasional apabila menurut anggapannya
Pengurus Nasional telah menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga,
maupun Ketetapan-ketetapan Kongres;
3.
Mengajukan usul-usul operasional kepada Pengurus Nasional demi kemajuan dan
nama baik IAP;
4. Membantu...
Hal 10 dari 17
4.
Membantu menyelesaikan permasalahan organisasi IAP;
5.
Menyusun Program Kerja Dewan Penasehat
pelaksanaannya dalam Kongres Nasional.
dan
menyampaikan
laporan
BAB VIII
MAJELIS KODE ETIK
Pasal 26
Ketentuan Umum
Penetapan susunan Majelis Kode Etik dilaksanakan dengan ketentuan:
1.
Ketua Majelis Kode Etik disahkan dalam Kongres Nasional;
2.
Anggota Majelis Kode Etik disahkan dalam Rapat Majelis Kode Etik berdasarkan
persetujuan Ketua Majelis Kode Etik terpilih;
3.
Anggota Majelis Kode Etik sekurang-kurangnya tiga orang dan mewakili unsur-unsur:
a.
Lembaga Pendidikan Tinggi;
b.
Lembaga Pemerintah dan/atau swasta yang berkaitan dengan bidang perencanaan
wilayah dan kota;
c.
Tokoh atau pakar di bidang perencanaan wilayah dan kota.
Pasal 27
Hak
Majelis Kode Etik berhak untuk :
1.
Merumuskan dan menyempurnakan norma dan tolak ukur pelaksanaan kode etik
perencana Indonesia;
2.
Memantau pelaksanaan Kode Etik Perencana Indonesia;
3.
Memberikan penetapan untuk disahkan oleh Pengurus Nasional berkenaan dengan
status keanggotaan bagi anggota IAP.
Pasal 28
Kewajiban
Majelis Kode Etik berkewajiban untuk:
1.
Menegakkan norma-norma kode etik yang berlaku bagi segenap anggota;
2.
Menyelesaikan segenap permasalahan secara adil dan bijaksana atas segala kasus
pelanggaran kode etik;
3.
Menyusun Program Kerja Majelis Kode
pelaksanaannya kepada Pengurus Nasional.
Hal 11 dari 17
Etik
dan
menyampaikan
laporan
BAB IX
PELAKSANAAN KONGRES
Pasal 29
Ketentuan Umum Kongres Nasional
Kongres Nasional dilaksanakan dengan ketentuan:
1.
Kongres Nasional diselenggarakan setiap 3 (tiga) tahun sekali;
2.
Kongres Nasional dilaksanakan oleh Pengurus Nasional dengan menunjuk Panitia
Pelaksana Kongres Nasional yang dibentuk oleh Pengurus Nasional;
3.
Kongres Nasional diikuti oleh peserta yang terdiri dari Pengurus Nasional, Pengurus
Provinsi, Dewan Penasehat, Majelis Kode Etik, para anggota kehormatan serta para
anggota lainnya yang mewakili Pengurus Provinsi;
4.
Tata tertib Kongres Nasional disiapkan oleh Panitia Pelaksana Kongres Nasional untuk
disetujui oleh para peserta Kongres Nasional pada saat Sidang Pleno Kongres
Nasional.
Pasal 30
Ketentuan Umum Kongres Provinsi
Kongres Provinsi dilaksanakan dengan ketentuan:
1.
Kongres diselenggarakan setiap 3 (tiga) tahun sekali;
2.
Kongres dilaksanakan oleh Pengurus Provinsi dengan menunjuk Panitia Pelaksana
Kongres Provinsi yang dibentuk oleh Pengurus Provinsi;
3.
Kongres diikuti oleh wakil-wakil Pengurus Nasional, Pengurus Provinsi yang
bersangkutan serta segenap anggota dalam wilayah yang bersangkutan;
4.
Tata tertib Kongres Provinsi disiapkan oleh Panitia Pelaksana Kongres Provinsi untuk
disetujui oleh para peserta Kongres Provinsi pada saat Kongres Provinsi dimulai;
5.
Bilamana Kongres Provinsi tidak dapat menghasilkan ketetapan maka Pengurus
Nasional dapat menetapkan keputusan secara sementara sampai berlangsungnya
Kongres Provinsi berikutnya.
Pasal 31
Lain-lain
Kongres Istimewa dilaksanakan berdasarkan hasil Rapat Pengurus Nasional yang harus
dihadiri sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah Pengurus Provinsi dan ditetapkan
melalui Keputusan Pengurus Nasional.
Hal 12 dari 17
BAB X
PELAKSANAAN RAPAT KERJA
Pasal 32
Rapat Koordinasi Nasional
Rapat Koordinasi Nasional dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Diselenggarakan sebagai forum koordinasi dan konsultasi antarunsur Pimpinan
Pengurus Nasional dan Pengurus Provinsi setiap satu tahun sekali;
2. Dilaksanakan oleh Pengurus Nasional yang diikuti sebanyak-banyaknya oleh tiga orang
wakil dari setiap Pengurus Provinsi dan dapat mengikutsertakan wakil dari Dewan
Penasehat, dan Majelis Kode Etik;
3. Keputusan rapat koordinasi nasional ditetapkan dalam bentuk Ketetapan Rapat
Koordinasi Nasional.
Pasal 33
Rapat Pleno Pengurus
Rapat Pleno Pengurus dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Diselenggarakan sebagai forum koordinasi dan konsultasi antarunsur Pimpinan
Pengurus Nasional setiap satu tahun sekali;
2. Dilaksanakan oleh Pengurus Nasional yang diikuti sebanyak-banyaknya oleh tiga orang
wakil dari setiap Pengurus Provinsi dan dapat mengikutsertakan wakil dari Dewan
Penasehat, dan Majelis Kode Etik;
3. Keputusan rapat pleno pengurus ditetapkan dalam bentuk Ketetapan Rapat Kerja
Nasional.
Pasal 34
Rapat Kerja Pengurus Nasional
Rapat Kerja Pengurus Nasional dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Diselenggarakan sebagai rapat koordinasi antara para pengurus Nasional setiap satu
bulan sekali;
2. Waktu, tempat, dan agenda rapat disusun oleh Sekretaris Jenderal;
3. Hasil rapat kerja ditetapkan dalam berita acara Rapat Kerja Pengurus Nasional.
Hal 13 dari 17
Pasal 35
Rapat Kerja Provinsi
Rapat Kerja Provinsi dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Diselenggarakan sebagai forum koordinasi dan konsultasi antara unsur Pengurus
Provinsi dan dapat mengikutsertakan Pengurus Nasional;
2.
Waktu, tempat, dan agenda rapat disusun oleh Sekretaris Jenderal Pengurus Provinsi;
3.
Hasil rapat kerja ditetapkan dalam berita acara rapat kerja Pengurus Provinsi dan
dilaporkan kepada Pengurus Nasional.
BAB XI
KEUANGAN
Pasal 36
Ketentuan Keuangan Pengurus Nasional
1.
Pengelolaan keuangan oleh Pengurus Nasional dilaksanakan dengan berpedoman
kepada anggaran yang disusun berdasarkan Program Kerja Pengurus Nasional, Dewan
Penasehat, dan Majelis Kode Etik yang ditetapkan dengan keputusan Pengurus
Nasional melalui Rapat Pleno Pengurus.
2.
Pelaksanaan anggaran keuangan Pengurus Nasional dilaporkan secara tertulis oleh
Pengurus
Nasional
dan
setelah
diaudit
oleh
akuntan publik,
harus
dipertanggungjawabkan dalam Kongres Nasional.
Pasal 37
Ketentuan Keuangan Pengurus Provinsi
1.
Pengelolaan keuangan oleh Pengurus Provinsi dilaksanakan dengan berpedoman
kepada anggaran yang disusun berdasarkan Program Kerja Pengurus Provinsi yang
ditetapkan dengan keputusan Pengurus Provinsi.
2.
Pelaksanaan anggaran keuangan Pengurus Provinsi dilaporkan secara tertulis oleh
Pengurus Provinsi dan harus dipertanggungjawabkan dalam Kongres Provinsi.
Hal 14 dari 17
Pasal 38
Pembiayaan Kegiatan
1.
Pembiayaan program kerja Pengurus Nasional, Dewan Penasehat dan Majelis Kode
Etik dibebankan kepada anggaran Pengurus Nasional.
2.
Pembiayaan Kongres Nasional dibebankan kepada anggaran Pengurus Nasional
dalam periode yang sedang berjalan; dan bila saldo keuangan Pengurus Nasional
tersebut tidak mencukupi, maka pembiayaan diupayakan oleh Panitia Pelaksana
Kongres Nasional dan harus dipertanggungjawabkan pada Rapat Pleno Pengurus
berikutnya.
3.
Pembiayaan Kongres Provinsi dibebankan kepada anggaran Pengurus Provinsi dalam
periode yang sedang berjalan; dan bila saldo keuangan Pengurus Provinsi tersebut
tidak mencukupi, maka pembiayaan diupayakan oleh Panitia Pelaksana Kongres
Provinsi dan harus dipertanggungjawabkan pada Rapat Pengurus Provinsi berikutnya.
Pasal 39
Ketentuan Pemungutan Iuran
Ketentuan pemungutan iuran dijelaskan lebih lanjut dalam SOP yang dirumuskan oleh
Pengurus Nasional.
Pasal 40
Ketentuan Perolehan Biaya Lainnya
1.
Pengurus Nasional dan Provinsi dapat menerima sumbangan atau donasi dari pihak
luar dengan ketentuan:
a. berasal dari instansi/perorangan yang jelas dan sah, dan bukan dari kepentingan
politik tertentu maupun hasil dari perbuatan yang melanggar hukum;
b. tidak ada syarat dan ketentuan yang sifatnya mengikat kepada organisasi maupun
pengurus;
c. pencatatan uang yang diterima tidak dikenakan potongan untuk maksud apapun.
2.
Pengurus Nasional dan Provinsi dapat membentuk suatu badan usaha yang sifatnya
tidak mengikat dan harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.
Keuntungan dari hasil usaha tersebut pada ayat 2 diserahkan kepada organisasi IAP
melalui bendahara.
Hal 15 dari 17
BAB XII
KETENTUAN TAMBAHAN
Pasal 41
Ketentuan Umum Tambahan
1.
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, ditetapkan oleh
Pengurus Nasional sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
2.
Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh Rapat Kerja Nasional.
BAB XIII
PERATURAN PERALIHAN
Pasal 42
Ketentuan Umum Peralihan
1.
Ketentuan-ketentuan organisasi yang lama masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.
2.
Selama ketentuan peraturan perundangan mengenai proses sertifikasi profesi belum
mengalami perubahan, maka ketentuan-ketentuan organisasi mengenai sertifikasi dan
anggota bersertifikat masih tetap berlaku sebagaimana AD/ART yang berlaku
sebelumnya, sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga ini.
BAB XIV
PENUTUP
Pasal 43
Ketentuan Penutup
1.
Anggaran Rumah Tangga ini disempurnakan dan ditetapkan oleh Kongres Istimewa
IAP.
2.
Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Hal 16 dari 17
Disahkan di
:
Jakarta
Tanggal
:
3 November 2016
Pimpinan Sidang Pleno
Kongres Nasional XI IAP Tahun 2016
Ketua
Sekretaris
Ir. Juniar Ilham
Ir. Mardianto Manan, MT
Anggota
Dr. Ir. Citra Persada
Anggota
Ir. Noviati, MURP
Hal 17 dari 17
Anggota
Ir. Agung Sutrisna W. P.
Download