SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) SEBAGAI

advertisement
SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens (Lour.) Merr.)
SEBAGAI AGEN KEMOPREVENTIF
Agustina Setiawati, Endah Puji Septisetyani, Titi Ratna Wijayanti, M. Rifki Rokhman
Cancer Chemoprevention Research Center, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, Telp./ Fax. +62-274-543120
Daun tanaman Gynura procumbens (Lour.) Merr. atau sering disebut tanaman Sambung
Nyawa mengandung flavonoid, terpenoid dan asam fenolat yang diduga bertanggung jawab atas
efek kemopreventif yang ditimbulkan. Secara in vitro dan in vivo, ekstrak etanolik daun
Sambung Nyawa menunjukkan aktivitas sebagai pengeblok dan penekan terjadinya
karsinogenesis. Ekstrak etanolik dan fraksi fenolik daun Sambung Nyawa telah terbukti dapat
menghambat proliferasi sel HeLa dan sel T47D serta memacu terjadinya apoptosis. Pemacuan
apoptosis tersebut di antaranya melibatkan peningkatan ekspresi p53 dan Bax serta aktivasi
Caspase-7. Ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa juga telah terbukti memiliki efek
antiangiogenesis pada membran korioalantoik telur ayam yang diinduksi bFGF. Secara in vivo,
ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa menghambat pertumbuhan kanker paru pada mencit dan
kanker payudara pada tikus yang diinduksi benzo[a]piren. Sebagai dasar aplikasi ko-kemoterapi
dengan obat sitostatik, telah diteliti efek sinergisme yang terjadi pada fraksi etil asetat ekstrak
etanolik daun Sambung Nyawa dengan doxorubicin pada sel kanker payudara T47D. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan Sambung Nyawa sebagai agen
kemopreventif serta aplikasinya sebagai agen kokemoterapi dalam penggunaan klinis.
Kata kunci: Gynura procumbens, kemopreventif, doxorubicin, sinergisme, kokemoterapi.
1 EFEK SAMPING PENGGUNAAN OBAT-OBAT SITOSTATIKA
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker menggunakan suatu obat yang merusak sel
kanker. Obat antikanker dapat dibedakan menjadi dua yaitu obat konvensional dan obat dengan
target molekuler yang spesifik. Obat konvensional yang dimaksud adalah obat-obat sitostatika
(agen kemoterapi) seperti taxol, bleomycin, 5-flurourasil, klorambusil, tiotepa, alkaloid indol
seperti vinblastin, dan vinkristin. Obat sitostatika bekerja dengan mempengaruhi metabolisme
asam nukleat terutama DNA atau biosintesis protein (Siswandono et al., 2000). Hal inilah yang
menyebabkan obat sitostatika bekerja tidak selektif karena bersifat toksik baik pada sel kanker
maupun sel normal, terutama sel normal yang kecepatan proliferasinya tinggi seperti pada sumsum tulang belakang.
Penghambatan daya proliferasi sel-sel sum-sum tulang belakang menyebabkan penurunan
jumlah sel darah terutama leukosit yang memegang peranan penting dalam sistem pertahanan
tubuh. Berkurangnya jumlah leukosit mengakibatkan pasien rentan terhadap infeksi karena
penekanan sistem imun. Oleh karena itu, dalam kemoterapi biasanya disertakan imunomodulator
supaya imun tubuh tetap terjaga. Selain mematikan sel-sel sum-sum tulang belakang, obat ini
juga dapat mematikan sel normal yang lain yang aktif berproliferasi seperti sel-sel rambut, kulit,
kelenjar kelamin, janin, dan gastrointestinal. Gejala yang dapat kita lihat pada pasien antara lain
rontoknya rambut, mual, dan muntah. Penghambatan proliferasi sel normal oleh obat sitostatika
juga terlihat pada kondisi wanita hamil. Pada wanita hamil, tidak diperbolehkan untuk
mengkonsumsi obat-obat yang bersifat sitostatika karena obat-obat ini akan menghambat
proliferasi sel pada pembentukan janin sehingga bayi terlahir dalam keadaan cacat (King, 2000).
Salah satu ciri sel kanker adalah tidak sensitif terhadap sinyal antiproliferasi. Oleh karena
itu, pengobatan penyakit kanker dengan obat-obat sitostatik konvensional umumnya
menggunakan dosis besar. Peningkatan dosis obat sitostatik menimbulkan masalah karena
semakin banyak sel normal yang terserang dan mati. Selain itu, peningkatan dosis dapat
menyebabkan sel kanker cepat menjadi resisten terhadap obat (Hanahan dan Weinberg, 2000).
2 Antagonis asam folat
Purin & Pirimidin Agen Pengalkilasi
Nukleotida
Enzim
DNA Daktinomisin Steroid Ribosom
Alkaloid Vinca Asam amino
Gambar 1. Target kerja beberapa obat antikanker konvensional
MEKANISME PENGHAMBATAN KANKER OLEH AGEN KEMOPREVENTIF
Pemahaman tentang proses karsinogenesis merupakan pengembangan strategi dalam
pengobatan penyakit kanker. Pendekatan terapi kanker menggunakan agen kemopreventif lebih
menjanjikan daripada obat antikanker konvensional. Agen kemopreventif sendiri dapat
didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menghambat dan menekan proses karsinogenesis pada
manusia sehingga pertumbuhan kanker dapat dicegah (Kakizoe, 2003).
Pada terapi kuratif kanker, pengembangan agen kemopreventif didasarkan pada regulasi
daur sel termasuk reseptor-reseptor hormone pertumbuhan dan protein kinase, penghambatan
angiogenesis, penghambatan enzim siklooksigenase-2 (COX-2), dan induksi apoptosis. Agen
kemopreventif mempunyai target aksi spesifik melalui mekanisme-mekanisme molekuler
tersebut. Ketidaknormalan pada daur sel dan regulasi apoptosis, peningkatan enzim COX-2, dan
proses angiogenesis hanya terjadi pada sel yang terkena kanker meskipun pada beberapa kasus
angiogenesis terjadi pada jantung. Oleh karena itu, agen kemopreventif relatif aman dan tidak
berpengaruh pada sel normal (Chang dan Kinghorn, 2001).
3 Pendekatan terapi kanker melalui antiangiogenesis dapat dilakukan dengan agen
vaskulostatin yaitu agen yang dapat menghambat proses pembentukan pembuluh darah baru
(Matter, 2001). Sel kanker mengalami kematian karena tidak mendapat suplai nutrisi dan
oksigen. Penghambatan angiogenesis menjadi titik tangkap yang penting dalam pengobatan
kanker. Penyebaran sel kanker secara hematogenik dan limfogenik sangat berhubungan dengan
angiogenesis. Sel-sel tumor mengadakan penetrasi dengan cepat melalui sel endotel dan
mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh dan menyebar ke organ lain (Folkman, 1976). Inisiasi,
invasi, dan metastatis kanker diyakini sebagai peristiwa yang sangat tergantung pada
angiogenesis. Berdasarkan sebuah pandangan praktis, sebagian besar inhibitor angiogenesis juga
mempunyai aksi sebagai antiinvasi dan komponen antimetastatis (Brem, 1999).
Lain hal, terjadinya tumor dan kanker ganas (malignan) akan memicu ekspresi COX-2
yang berlebih. Peningkatan ekspresi COX-2 diikuti produksi prostaglandin E2 (PGE2) yang
berperan dalam proliferasi, dan memacu proses angiogenesis sel kanker (King, 2000). Beberapa
senyawa yang digunakan sebagai kemopreventif mempunyai aktivitas menghambat COX-2
sehingga dapat menurunkan tranformasi sel malignan (Surh et al., 2003).
Salah satu fenotip abnormal dari sel kanker adalah disregulasi dari kontrol daur sel, yaitu
terjadi gangguan mekanisme kontrol sehingga sel akan berkembang tanpa mekanisme kontrol
sebagaimana pada sel normal (Gondhowiardjo, 2004). Retinoblastoma (Rb) dan protein p53
sebagai penekan tumor merupakan protein yang berperan penting dalam pengaturan siklus sel
sebagai materi antiproliferasi maupun sebagai pengatur proses apoptosis karena adanya
kerusakan DNA. Inaktivasi p53 akan mengakibatkan sel berproliferasi secara berlebihan. Efek
antiproliferatif dari beberapa senyawa yang berpotensi sebagai antikanker salah satunya adalah
melalui kemampuannya menunda daur sel dengan menghambat aktivitas cyclin-CDK maupun
protein-protein kinase lainnya. Agen kemopreventif alami, di antaranya adalah flavonoid, dapat
menginduksi penghentian fase G1 (Pan et al., 2002). Agen kemopreventif lain seperti kurkumin
dapat mempengaruhi siklus sel pada transisi fase G0/G1 dan G2/M. Pengaruh agen kemopreventif
melalui penghambatan siklus sel dapat menyebabkan sel akan berhenti membelah dan proliferasi
sel akan berhenti.
Apoptosis merupakan kematian sel yang diprogram sebagai respon terhadap rangsangan
tertentu. Salah satu kelompok protein yang berperan terhadap kematian sel adalah Bcl-2.
Beberapa anggota keluarga protein Bcl-2 antiapoptosis seperti Bcl-2, Bcl-XL, Mcl1, dan Bag
4 berfungsi untuk mencegah kematian sel, sedangkan anggota keluarga protein Bcl-2 proapoptosis
seperti Bak, Bax, dan Bad menginduksi apoptosis. Selain pembuangan senyawa obat melalui
pompa efflux P-gp (P-glikoprotein), ekspresi berlebihan dari Bcl-2/Bcl-XL pada kanker juga
dapat meningkatkan resistensi terhadap kemoterapi dan radioterapi. Oleh karena itu, target
penting dalam pengobatan kanker adalah penekanan ekspresi protein antiapoptosis selain
penekanan ekspresi P-gp.
SAMBUNG NYAWA SEBAGAI KEMOPREVENTIF
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa daun
tanaman Sambung Nyawa memiliki potensi sebagai antikanker. Daun Sambung Nyawa oleh
sebagian masyarakat Indonesia digunakan sebagai obat kanker rahim, payudara dan kanker darah
dengan memakan 3 lembar daun segar sehari selama 7 hari. Pengobatan tersebut dapat
diperpanjang selam 1-3 bulan tergantung keadaan penyakit (Meiyanto, 1996). Penelitian
Sugiyanto et al., (1993) melaporkan bahwa ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa menghambat
pertumbuhan tumor paru pada mencit yang diinduksi benzo[a]piren. Selain itu, ekstrak etanolik
daun Sambung Nyawa terbukti menghambat pertumbuhan sel Myeloma (CCRC, 1998) dan dapat
menghambat pertumbuhan kanker payudara tikus yang diinduksi DMBA (Meiyanto et al., 2007).
Usaha penemuan antikanker yang spesifik dan selektif terhadap Sambung Nyawa terus
dilakukan. Fraksinasi ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa untuk mengetahui senyawa aktif
yang berperan sebagai antikanker telah dilakukan. Menurut penelitian Sugiyanto et al. (2003),
fraksi etil asetat ekstrak etanolik Sambung Nyawa mengandung senyawa flavonoid yang
mengarah pada golongan favon atau flavonol. Senyawa flavonoid yang ditemukan pada fraksi
heksana-etil asetat XIX dan XX ekstrak etanolik
daun Sambung Nyawa (Meiyanto dan
Septisetyani, 2005) mempunyai nilai IC50 sebesar 119 μg/ml terhadap sel kanker leher rahim
HeLa. Selain itu, senyawa flavonoid yang ditemukan dalam fraksi heksan-etil asetat XII dan XIII
ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa mampu menghambat sel kanker payudara T47D dengan
IC50 sebesar 80 μg/ml (CCRC, 2005). Penelitian lebih lanjut melaporkan bahwa flavonoid yang
diisolasi dari fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa memiliki efek sitotoksik
terhadap sel T47D dan diamati adanya peningkatan ekspresi p53 dan Bax.
Senyawa flavonoid juga dapat menghambat proliferasi melalui inhibisi proses oksidatif
yang dapat menyebabkan inisiasi kanker. Mekanisme ini diperantarai penurunan enzim xanthin
oksidase, siklooksigenase (COX) dan lipooksigenase (LOX) yang diperlukan dalam proses
5 prooksidasi sehingga menunda siklus sel (Ren et al., 2003).
Aktivitas antikanker juga
ditunjukkan flavonoid melalui induksi apoptosis. Flavonoid menghambat ekspresi enzim
topoisomerase I dan topoisomerase II yang berperan dalam katalisis pemutaran dan relaksasi
DNA. Inhibitor enzim topoisomerase akan menstabilkan kompleks topoisomerase dan
menyebabkan DNA terpotong dan mengalami kerusakan. Kerusakan DNA dapat menyebabkan
terekspresinya protein proapoptosis seperti Bax dan Bak dan menurunkan ekspresi proteinprotein antiapoptosis yaitu Bcl-2 dan Bcl-XL. Dengan demikian pertumbuhan sel kanker
terhambat. Sebagian besar flavonoid telah terbukti mampu menghambat proliferasi pada
berbagai sel kanker pada manusia namun bersifat tidak toksik pada sel normal manusia (Ren et
al., 2003).
Senyawa golongan flavonoid mampu menghambat proses karsinogenesis baik secara in vitro
maupun in vivo. Penghambatan terjadi pada tahap inisiasi, promosi maupun progresi melalui
mekanisme molekuler antara lain inaktivasi senyawa karsinogen, antiproliferatif, penghambatan
angiogenesis dan daur sel, induksi apoptosis, dan aktivitas antioksidan (Ren et al., 2003).
Sebagian besar senyawa karsinogen seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (HAP) memerlukan
aktivasi oleh enzim sitokrom P450 membentuk intermediet yang reaktif sebelum berikatan
dengan DNA. Ikatan kovalen antara DNA dengan senyawa karsinogen aktif menyebabkan
kerusakan DNA. Flavonoid dalam proses ini berperan sebagai agen pencegah tumorigenesis.
Pengeblokan aksi karsinogen dapat melalui beberapa mekanisme antara lain melalui inhibisi
aktivitas isoenzim sitokrom P450 yaitu CYP1A1 dan CYP1A2 sehingga senyawa karsinogen
tidak reaktif. Mekanisme pencegahan yang lain dapat terjadi melalui induksi enzim
pemetabolisme fase II yang berperan penting dalam detoksifikasi senyawa karsinogen. Flavonoid
juga meningkatkan ekspresi enzim gluthation S-transferase (GST) yang dapat mendetoksifikasi
karsinogen reaktif menjadi tidak reaktif dan lebih polar sehingga cepat dieliminasi dari tubuh.
Selain itu, flavonoid juga dapat mengikat senyawa karsinogen sehingga dapat mencegah ikatan
dengan DNA, RNA, atau protein target (Ren et al., 2003). Sifat antioksidan dari senyawa
flavonoid juga dapat menginhibisi proses karsinogenesis. Fase inisiasi kanker seringkali diawali
melalui oksidasi DNA yang menyebabkan mutasi oleh senyawa karsinogen (Kakizoe, 2003).
Karsinogen aktif seperti radikal oksigen, peroksida dan superoksida, dapat distabilkan oleh
flavonoid melalui reaksi hidrogenasi maupun pembentukan kompleks (Ren et al., 2003).
6 Peningkatan ekspresi enzim GST memberikan keuntungan apabila dikombinasikan
dengan obat-obat sitostatik. Pada umumnya, obat-obat sitostatik yang aktif sebagai antikanker
adalah bentuk molekulnya, kecuali tipe alkilator seperti klorambusil, siklofosfamid, bleomisin,
dan teotepa. Metabolit hasil biotransformasi fase I dari obat sitostatik bersifat lebih toksik dan
tidak mempunyai efek farmakologis. Enzim GST akan mendetoksifikasi metabolit tersebut
melalui reaksi konjugasi dengan gluthation sehingga menghasilkan metabolit yang lebih polar
dan mudah diekskresikan dari tubuh. Meiyanto et al. (2007) melaporkan bahwa ekstrak etanolik
daun G. procumbens mampu menghambat pertumbuhan tumor payudara tikus yang diinduksi
karsinogen DMBA (7,12-dimetil benz(a)ntrazena). Pemberian ekstrak sebelum dan selama fase
inisiasi mampu meningkatkan aktivitas enzim GST. Dengan demikian, detoksifikasi metabolit
DMBA (epoksida) akan meningkat dan dapat diekskresikan dalam bentuk merkapturat (bentuk
yang lebih polar) ke dalam urin atau feses. Penurunan metabolit reaktif DMBA menyebabkan
penurunan insidensi ikatan dengan DNA (DNA adduct) sehingga proses karsinogenesis dapat
dihambat.
7 CH3
CH3
NADPH-H+
O2
MFO
NADP+-H2O
H
hidrase
H
epoksida
H
OH
O
HO
H
tanpa
enzim
transferase glutation-Sepoksida-GSH
OH
H
S CH2 CH CO Gly
HO
H
HN
Glu
Gambar 2. Mekanisme reaksi detoksifikasi karsinogen DMBA
Kelangsungan hidup sel kanker juga dapat ditekan melalui penghambatan angiogenesis
oleh flavonoid (Mater, 2001 cit Ren et al., 2003). Melalui penghambatan angiogenesis, sel
kanker akan mengalami kematian karena tidak mendapat suplai nutrisi dan oksigen. Berdasarkan
penelitian Jenie et al. (2006), ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa mampu menghambat
angiogenesis pada embrio ayam dan mata tikus yang diinduksi bFGF, suatu faktor pertumbuhan
utama yang meginduksi terjadinya angiogenesis. Oleh karena adanya penghambatan
pembentukan pembuluh darah baru oleh Sambung Nyawa, maka terapi kanker dengan
menggunakan Sambung Nyawa tidak diperkenankan untuk ibu hamil. Selama proses kehamilan
8 terjadi pembentukan pembuluh-pembuluh darah baru untuk mensuplai kebutuhan janin akan
nutrisi dan oksigen. Apabila angiogenesis dihambat, janin akan mengalami kematian karena
tidak mendapat suplai nutrisi dan oksigen.
Selain kandungan flavonoid, dalam daun Sambung Nyawa juga terdapat senyawasenyawa lain yang juga memiliki aktivitas sebagai antikanker. Dalam fraksi heksan-etil asetat
XII-XIII ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa juga mengandung asam fenolat dan terpenoid.
Senyawa golongan fenolat dan terpenoid juga terdapat dalam fraksi heksan-etil asetat IX-X.
Fraksi tersebut menghambat pertumbuhan sel kanker payudara T47D dengan IC50 sebesar 72
μg/ml dan sel kanker leher rahim HeLa dengan IC50 115 μg/ml (CCRC, 2005).
Senyawa terpenoid dapat memblok siklus sel pada fase G2/M dengan menstabilkan
benang-benang spindle pada fase mitosis sehingga menyebabkan proses mitosis terhambat. Pada
tahap selanjutanya, akan terjadi penghambatan proliferasi sel dan pemacuan apoptosis. Senyawa
terpenoid juga mampu menghambat enzim topoisomerase pada sel mamalia. Ada dua kelas
enzim topoisomerase pada sel mamalia, tipe I yang memotong dan memecah untai tunggal dari
DNA dan tipe II yang memotong dan memecah DNA untai ganda. Inhibitor enzim
topoisomerase akan menstabilkan kompleks topoisomerase dan DNA terpotong, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan DNA. Adanya kerusakan DNA dapat menyebabkan
terekspresinya protein proapoptosis sehingga dapat memacu terjadinya apoptosis.
Asam fenolat sederhana yang dimiliki oleh daun Sambung Nyawa antara lain asam
kafeat, asam p-kumarat, asam p-hidroksi benzoat dan asam fenolat (Harborne, 1984). Dari
golongan asam fenolat, asam kafeat mempunyai efek yang paling besar (Kampa et al., 2004).
Senyawa golongan fenolat secara in vitro memiliki aktivitas antiproliferatif dan dapat memacu
terjadinya apoptosis pada sel kanker payudara T47D. Asam kafeat dapat menurunkan ekspresi
protein antiapoptosis yaitu Bcl-2 sehingga terjadi induksi apoptosis (Kampa et al., 2003).
Senyawa-senyawa yang terkandung di dalam daun Sambung Nyawa memiliki
kemampuan untuk menghambat proses karsinogenesis dengan yang target spesifik. Senyawasenyawa tersebut bersifat sitotoksik terhadap sel kanker tetapi tidak berbahaya bagi sel normal.
Ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa bersifat sitotoksik pada sel Myeloma dan kurang toksik
terhadap sel Vero dan sel limfosit dibandingkan doxorubicin sebagai obat sitostatik. Oleh karena
itu, senyawa-senyawa dalam ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa berpotensi untuk
dikembangkan sebagai agen kemopreventif (CCRC, 1998).
9 PENGEMBANGAN SAMBUNG NYAWA SEBAGAI PENDAMPING TERAPI DENGAN
OBAT-OBAT SITOSTATIKA
Jenie dan Meiyanto (2007, 2008) telah melakukan uji kombinasi antara ekstrak etanolik
dan fraksi etil asetat daun Sambung Nyawa dengan doxorubicin secara in vitro. Pada uji
sitotoksik tunggal ekstrak, fraksi, dan doxorubicin pada sel T47D berturut-turut menunjukkan
IC50 sebesar 90 μg/ml, 16 μg/ml, dan 43 nM. Uji kombinasi doxorubicin baik dengan ekstrak
maupun fraksi menunjukkan efek sinergisme di mana terjadi peningkatan insidensi apoptosis
pada perlakuan kombinasi. Konsentrasi kombinasi doxorubicin dan fraksi etil asetat yang efektif
pada sel T47D adalah kombinasi 10 dan 25 nM doxorubicin dengan 10
g/ml fraksi. Salah satu
mekanisme sehingga muncul efek sinergisme diperantarai oleh peningkatan aktivasi protein
regulator Caspase-7. Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya perbedaan ekspresi protein
antiapoptosis Bcl-2.
Berdasarkan penelitian pendahuluan di atas, dapat dilihat bahwa Sambung Nyawa cukup
prospektif untuk dikembangan sebagai pendamping obat sitostatika. Kombinasi doxorubicin
dengan fraksi etil asetat (fraksi flavonoid) telah terbukti dapat meningkatkan efektivitas
perlakuan dengan doxorubicin pada konsentrasi yang lebih rendah. Dengan demikian, pada
implementasi klinik dapat diprediksikan bahwa efek samping, toleransi, maupun resistensi akibat
kemoterapi dengan doxorubicin akan berkurang. Hal ini tentu saja akan meningkatkan efektivitas
kemoterapi. Selain tu, kemampuan ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa terhadap induksi
enzim GST juga akan meningkatkan efektivitas terapi (Meiyanto et al., 2007). Toksisitas akibat
metabolit reaktif agen kemoterapi dapat dikurangi dengan adanya peningkatan level GST
tersebut.
Dalam pengembangan lebih lanjut, perlu dilakukan penelitian dengan kajian yang lebih
luas mengenai penggunaan bersama tanaman Sambung Nyawa sebagai agen kemopreventif
dengan obat-obat sitostatika pada terapi kanker. Untuk itu, perlu dilakukan penelusuran
mekanisme molekuler lebih lanjut serta penelusuran senyawa aktif antikanker sehingga dapat
dibandingkan efektivitas perlakuan antara senyawa aktif tunggal dengan fraksi flavonoidnya.
SIMPULAN
Fraksi flavonoid daun Sambung Nyawa memiliki prospek yang baik sebagai agen
kemopreventif untuk aplikasi kokemoterapi dengan obat-obat sitostatika berdasarkan pada uji
10 kombinasi in vitro yang menunjukkan efek sinergisme dengan doxorubicin. Sebagai agen
kemopreventif, ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa telah diketahui memiliki aktivitas
sitotoksik dan antiproliferatif terhadap sel T47D dan sel HeLa, aktivitas antiangiogenesis,
antimutagenik, pencegahan tumorigenesis pada tahap inisiasi maupun progresi secara in vivo,
serta menunjukkan efek sinergisme pada perlakuan kombinasi dengan doxorubicin secara in
vitro.
SARAN
Diperlukan penelitian-penelitian dengan kajian yang lebih luas mengenai penggunaan
bersama tanaman senyawa aktif tunggal maupun fraksi flavonoid daun Sambung Nyawa sebagai
agen kemopreventif dengan obat-obat sitostatika dalam terapi kanker.
DAFTAR PUSTAKA
Brem, S., MD, 1999, Angiogenesis and Cancer Control: From Concept to Therapeutic Trial,
Moffitt
Cancer
Center
&
Research
institute,
(http://www.medscape.com/cancercontrol/1999/v06.n02.brem/cc0605.02.brem-01.html)
Cancer Chemoprevention Research Center, 1998, unpublished data.
Cancer Chemoprevention Research Center, 2005, unpublished data.
Chang, L.C., Kinghorn, A.D., 2001, Flavonoid as Chemopreventive Agent, Boiactive Compound
from Natural Sources, Isolation, Characterization and Biological Properties, Tailor &
Friends, New York.
Folkman, J., 1976, The Vascularization of Tumors, Sci Am, 6:59-73
Gondhowiardjo, S., 2004, Proliferasi Sel dan Keganasan, Majalah Kedokteran Indonesia, 54 (7):
289-299
Hanahan, D., Weinberg, R.A., 2000, The Hallmarks of Cancer, Cell, 100: 57-70
Harborne,J.B., 1984, Phitochemical Methods, Second Ed., Chapman and Hall Ltd., London
Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia III, Badan Litbang Departemen Kehutanan,
Jakarta : 1844.
Jenie, R.I., Meiyanto, E., Murwanti, R., 2006, Efek Antiangiogenik Ekstrak Etanolik Daun
Sambung Nyawa (Gynura procumbens) pada Membran Korioalantois Embrio Ayam,
Majalah Farmasi Indonesia, 17(1):50-55.
Jenie, R.I., Meiyanto, E., 2007, Kokemoterapi Ekstrak Etanolik Daun Sambung Nyawa (Gynura
procumbens (Lour.) Merr.) dan Doxorubicin pada Sel Kanker Payudara, Majalah Obat
Tradisional, 11 (41) : 1-11.
Jenie, R.I., Meiyanto, E., 2008, Combination of Sambung Nyawa (Gynura procumbens) Leaves
Ethyl Acetate Fraction-Doxorubicin Induces Apoptosis in Human Breast Cancer T47D
cells, presented at the International Symposium on Molecular Targeted Therapy, March
26th, 2008, Gadjah Mada University, Indonesia.
Kakizoe, T., 2003, Chemoprevention of Cancer Focusing on Cinical Trial, Nationa Cancer
Center, Jpn.J.Clin.Oncol., 33(9): 421-442
11 Kampa, M., Alexaki, V.I., Notas, G., Nifli, A.P., Nistikaki, A., Hatzloglou, A., Bakogeorgou, E.,
Kouimtzoglou, E., Blekas, G., Boskou, D., Gravanis, A., Catanas, E., 2004, Antiproliferatif
and Apoptotic Effect.of Selective Phenolic Acid on T47D Human Breast Cell Cancer:
Potential Mechanism of Action, Breast Cancer Res., 6:R63-R74
King, R. J. B., 2000, Cancer Biology, 2nd ed, Pearson Eduation Limited, London.
Lodish, H., Arnold, B., Zipursky, S. L., Matsudara, P., David, B., Darnell, J. E., 2000, Molecular
Cell Biology, W. H. Freeman and Company, London.
Matter, A., 2001, Tumor Angiogenesis as a Theurapeutic Target, DDT, Vol.6, No.19, Hal. 10051020.
Meiyanto, E, 1996, Efek Antimutagenik Beberapa Fraksi Ekstrak Alkohol Daun Gynura
procumbens(Lour.) Merr., Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Meiyanto, E., Septisetyani, E.P., 2005, Efek Antiproliferatif dan Apoptosis Fraksi Fenolik Daun
Gynura procumbens (Lour.) Merr. terhadap Sel HeLa, Artocarpus, 5(2).
Meiyanto, E., Susilowati, S., Tasminatun, S., Murwanti, R., Sugiyanto, 2007, Efek Ekstrak
Etanolik Gynura procumbens (Lour.) Merr. terhadap Penghambatan Pertumbuhan Tumor
Payudara Tikus yang Diinduksi DMBA, Majalah Farmasi Indonesia, 18(4): 169-175.
Meiyanto, E., Susilowati, S., Tasminatun, S., Murwanti, R., Sugiyanto, 2007, Efek
Kemopreventif Ekstrak Etanolik Gynura procumbens (Lour.) Merr. pada Karsinogenesis
Kanker Payudara Tikus, Majalah Farmasi Indonesia, 18(3): 154-161.
Pan, M.H., Chen, W.J., Lin, S., Ho, C.H., Lin, J.K., 2002, Tangeretin Induces Cell Cycle
Through Inhibiting Cyclin Dependent Kinase 2 & 4 Activities As Well As Elevating Cdk
Inhibitor p21 in Human Colorectal Carcinoma Cells, Carsinogenesis, Oxford University
Press, 23: 1677-1684
Ren, W., Qiao, Z., Wang, H., Zhu, L., Zhang, L., 2003, Flavonoids: Promising Anticancer
Agents, Medicinal Research Review, 23(4): 519-534
Salmon, S. E., Sartorelli, A. C., 1998, Kemoterapi Kanker, dalam: Katzung, B. G., Farmakologi
Dasar dan Klinik, edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Siswandono, Soekardjo, B., 2000, Kimia Medisinal, Edisi 2, Airlangga University, Surabaya
Sugiyanto, Sudarto, B., dan Meiyanto, E., 1993, Efek Penghambatan Karsinogenisitas
Benzo(a)piren Oleh Preparat Tradisional Tanaman Gynura sp. Dan Identifikasi Awal
Senyawa Yang Berkhasiat, Laporan Penelitian P4M DitJen DikTi, Fak. Farmasi UGM,
Yogyakarta.
Sugiyanto, Sudarto, B., Meiyanto, E., Nugroho, A. E., Jenie, U. A., 2003, Aktivitas
Antikarsinogenik Senyawa yang Berasal dari Tumbuhan, Majalah Farmasi Indonesia, 14
(4) : 216-225.
12 
Download