BAB I PENDAHULUAN A. KONDISI UMUM

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. KONDISI UMUM
Pembangunan bidang agama merupakan bagian integral pembangunan nasional yang
bertujuan untuk mewujudkan Indonesia yang damai, adil, demokratis dan sejahtera.
Pembangunan bidang agama adalah upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat yang
dijamin oleh konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 29 UUD 1945 ayat (2) bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.” Jaminan itu ditegaskan pula pada bagian lain, yaitu Pasal
28E UUD 1945 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa “Setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali,” dan “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Selain itu,
konstitusi Negara Republik Indonesia juga menegaskan bahwa hak beragama adalah bagian
dari hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun; bahwa setiap
warga berhak mendapat perlindungan dari setiap perlakuan diskriminatif; dan bahwa
perlindungan dan penegakan HAM adalah tanggungjawab Negara, terutama Pemerintah
(Pasal 28I UUD 1945 Ayat (1), (2), dan (4)).
Sesuai amanat konstitusi, Negara dan Pemerintah berkewajiban memberikan jaminan
dan perlindungan atas hak setiap warganya untuk memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, serta memberikan fasilitas dan pelayanan pemenuhan hak dasar warga tersebut.
Dengan demikian, aspek perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak beragama
sebagai bagian dari hak asasi warga negara menjadi landasan pokok bagi program
pembangunan di bidang agama.
Kondisi umum pembangunan Bidang Agama dan Bidang Pendidikan pada masyarakat
Katolik dalam kurun waktu lima tahun mengacu pada upaya pencapaian tujuan Kementerian
Agama, mencakup 6 (enam) dari 7 (tujuh) hal, yaitu: (1) Peningkatan kualitas pemahaman
dan pengamalan ajaran agama Katolik; (2) Peningkatan kualitas pelayanan kehidupan
beragama Katolik; (3) Peningkatan pemanfaatan dan kualitas pengelolaan potensi ekonomi
keagamaan Katolik; (4) Peningkatan kualitas kerukunan umat beragama Katolik; (5)
Peningkatan dan pemerataan akses dan mutu pendidikan agama dan pendidikan keagamaan
Katolik; dan (6) Peningkatan kualitas tatakelola pembangunan bidang agama Katolik.
1
1. Peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama Katolik
Upaya peningkatan pemahaman dan pengamalan agama Katolik antara lain dilakukan
melalui peningkatan kualitas tenaga penyuluh agama Katolik, penyelenggaraan berbagai
kegiatan keagamaan Katolik
Penyuluh agama merupakan salah satu unsur penting dalam upaya peningkatan
pemahaman dan pengamalan ajaran agama kepada masyarakat. Sampai tahun 2014,
jumlah penyuluh agama Katolik berstatus PNS berjumlah 224 orang, dan tenaga penyuluh
non PNS Katolik berjumlah sebanyak 4.000 orang.
Penyuluh Non PNS yang direkrut Ditjen Bimas Katolik berasal dari sebagian pemuka
dan ahli agama yang telah melakukan upaya secara mandiri maupun berkelompok dalam
meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan nilai-nilai ajaran agama yang berisi
nilai-nilai ketuhanan dan merupakan kebutuhan dasar setiap umat manusia. Untuk
meningkatkan peran penyuluh, Ditjen Bimas Katolik telah memberikan bantuan berupa
tunjangan bulanan, dan bantuan sarana dan prasarana seperti kendaraan bermotor roda
dua bagi penyuluh agama. Selain itu juga dilakukan berbagai orientasi dan konsultasi
penyuluh agama sebagai bentuk peningkatan kompetensi bagi para penyuluh agama.
Ditjen Bimas Katolik telah memberikan dorongan dan bantuan berbagai kegiatan
keagamaan di lingkungan umat Katolik antara lain kegiatan Pagelaran Musik Gereja
inkulturatif setiap tahun per regio, yaitu Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan
Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua. Disamping itu juga dilaksanakan pagelaran
musik antar Perguruan Tinggi Agama Katolik Tingkat Nasional, kegiatan ini
dilaksanakan dalam 3 tahun sekali.
Di samping itu Ditjen Bimas Katolik menjalin kemitraan dengan ormas-ormas
keagamaan, baik tingkat pusat maupun provinsi dan kabupaten/Kota, lembaga sosial
keagamaan, yayasan keagamaan dan lembaga-lembaga terkait lainnya, dalam
penanggulangan problematika umat. Kemitraan yang dikembangkan mencakup orientasi,
koordinasi, sosialisasi dan pemberian bantuan.
Meski kategorisasi dan lingkupnya berbeda-beda, lembaga sosial keagamaan yang
ada telah cukup memberi gambaran dinamika kelompok agama Katolik dalam
mengorganisasikan/mengelola berbagai aspirasi umatnya dalam pemenuhan dan
peningkatan pemahaman dan pengamalan ajaran agama Katolik.
2. Peningkatan Kualitas Pelayanan Kehidupan Beragama Katolik
Salah satu kebijakan utama Pemerintah yang telah dilakukan selama ini dalam rangka
peningkatan pelayanan kehidupan beragama Katolik melalui pemenuhan akses umat
beragama terhadap rumah ibadah. Pemenuhan rumah ibadah terutama dilakukan melalui
pemberian bantuan sebagai stimulus bagi masyarakat dalam mewujudkan rumah ibadah
yang baik dan nyaman dalam penggunaannya. Bantuan diberikan untuk pembangunan
2
atau rehab serta bantuan biaya operasinal rumah ibadah. Selain itu juga dilakukan
pembinaan dan pemberdayaan rumah ibadah diarahkan pada peningkatan fungsi rumah
ibadah sebagai pusat pembinaan umat. Di samping itu juga pengadaan Kitab Suci Katolik
dan Buku-Buku Keagamaan Katolik yang diberikan kepada umat Katolik secara cumacuma.
3. Peningkatan Pemanfaatan dan Kualitas Pengelolaan Potensi Ekonomi Keagamaan Katolik
Dalam ajaran agama salah satu nilai yang diajarkan adalah pentingnya
mengembangkan sikap saling berbagi dan membantu diantara umat manusia. Mekanisme
yang digunakan dalam melakukan kebaikan terhadap sesama sesuai ajaran agamanya,
salah satunya adalah melalui penyisihan sebagian harta atau asetnya agar dapat diberikan
kepada sesamanya yang lebih membutuhkan.
Sejak berabad-abad umat Katolik membuat kolekte dengan tujuan menopang hidup
para pelayan altar, perayaan ibadat ilahi, karya kerasulan, karya amal, memenuhi
kebutuhan rumah atau tempat ibadat, serta mengatasi kemiskinan.
Ditjen Bimas Katolik secara umum terus mendukung pengelolaan dana kolekte umat
Katolik dikelola langsung oleh umat Katolik bersama Hirarki Gereja Katolik untuk
penyelenggaraan pelayanan umat. Dana Kolekte tersebut juga merupakan tanda
solidaritas dengan orang-orang yang membutuhkan, juga dengan keluarga, lingkungan,
wilayah dan paroki bahkan keuskupan atau siapa saja yang menderita kekurangan tanpa
batas wilayah maupun agama. Maka di beberapa tempat kolekte itu menjadi sumber untuk
membentuk dana solidaritas, antara lain untuk membangun dan memperlengkapi
kebutuhan rumah sakit, panti asuhan atau rumah para lansia, selain rumah ibadat dan
pastoran atau gedung paroki dan ruang serba guna untuk berbagai kegiatan umum.
4. Peningkatan Kualitas Kerukunan Umat Beragama Katolik
Kerukunan beragama pada hakikatnya merupakan nilai-nilai luhur yang telah lama
diajarkan dan diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Banyak sekali sistem
tradisi dan kearifan lokal (local wisdom) yang berhasil dikonstruksi bangsa ini untuk
menciptakan suasana hidup rukun dan damai di tengah masyarakat yang plural. Namun
demikian, mengingat kerukunan beragama merupakan sebuah kondisi dinamis yang
secara terus-menerus harus dipelihara, Pemerintah bersama-sama seluruh komponen
masyarakat harus terus senantiasa berupaya menjaga dan melestarikannya.
Dalam rangka mewujudkan sebuah kondisi “kerukunan substantif”, yang bukan
hanya sekedar “kerukunan simbolis”, Kementerian Agama telah menetapkan empat
sasaran kegiatan Kerukunan Umat Beragama Katolik, yakni (1) Peningkatan kerukunan
intern umat beragama Katolik; (2) Peningkatan kerukunan antara umat beragama; (3)
Peningkatan kerukunan umat beragama Katolik dengan Pemerintah.
3
5. Peningkatan dan Pemerataan Akses serta
Keagamaan Katolik
Mutu Pendidikan Agama dan Pendidikan
Ditjen Bimas Katolik memiliki peran penting dalam pembangunan pendidikan, yaitu
melalui penyelenggaraan pendidikan umum berciri khas agama, pendidikan keagamaan,
dan pendidikan agama pada satuan pendidikan umum. Penyelenggaraan pendidikan
tersebut dilaksanakan dalam jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pelaksanaan pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan yang menjadi wewenang Ditjen Bimas Katolik diselenggarakan
oleh pemerintah dan masyarakat secara pribadi maupun melalui lembaga keagamaan.
Dalam meningkatkan kualitas pendidikan Katolik selama lima tahun terakhir telah
dilakukan sejumlah upaya, melalui perluasan akses, peningkatan mutu, dan
pengembangan lembaga pendidikan agama dan pendidikan keagamaan serta Pendidikan
Tinggi Agama Katolik.
Pelaksanaan pemberdayaan dan pengembangan pendidikan keagamaan Katolik
dilakukan khususnya pada tingkat menengah, yaitu untuk Sekolah Menengah Agama
Katolik (SMAK) dengan jumlah 17 sekolah. Sampai dengan saat ini penyelenggaraan
Pendidikan Keagamaan Katolik telah berhasil meluluskan sebanyak 1.204 Siswa SMAK.
Dalam penyelenggaraan pendidikan agama Katolik di Sekolah Umum, telah
diterbitkan regulasi dalam bentuk Keputusan Direktur Jenderal Bimas Katolik Nomor
DJ.IV/Hk.00.5/204/2014 tanggal 10 Desember 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti pada Lembaga Keagamaan Katolik. Hal ini
dimaksudkan untuk menata pelaksanaan pendidikan agama Katolik lebih baik pada
lembaga keagamaan Katolik sehingga hasil dari pendidikan tersebut dapat
dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan yang berlaku.
Untuk pengembangan pendidikan tinggi keagamaan Katolik, saat ini telah
diselenggarakan program S1 pada 21 Perguruan Tinggi Agama Katolik (PTAK) dan
program S2 pada 3 PTAK. Jumlah mahasiswa PTAKS yang telah diluluskan PTAK
dalam rentang waktu tahun 2010-2014 adalah sebanyak 9.308. Untuk terus memperluas
akses pendidikan tinggi agama Katolik telah pula disediakan beasiswa dan biaya
pendidikan yang diberikan kepada 7.500 mahasiswa dari keluarga yang kurang mampu.
Hal ini dilakukan untuk menghidupkan harapan bagi masyarakat kurang mampu untuk
terus menempuh pendidikan sampai ke jenjang pendidikan tinggi dan menghasilkan
sumber daya insani yang mampu berperan dalam memutus mata rantai kemiskinan.
Selain itu untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi keagamaan Katolik, telah
diupayakan peningkatan nilai akreditasi PTAK. Saat ini sebanyak dua PTAK telah
terakreditasi dengan nilai B dan sebanyak 16 PTAK dengan akreditasi C.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan juga terus didorong melalui upaya
peningkatan kualitas tenaga pengajar, antara lain dengan memberikan bantuan
peningkatan kualifikasi pendidikan kepada 5.115 guru/dosen agama Katolik terdiri 5.041
4
Guru untuk Pendidikan S1, 68 Dosen untuk Pendidikan S2, dan 6 orang Dosen untuk
Pendidikan S3. Selanjutnya telah dilaksanakan sertifikasi guru dalam jabatan bagi guru
pendidikan agama Katolik sebanyak 6.453 guru.
6. Peningkatan Kualitas Tatakelola Pembangunan Bidang Agama Katolik
Terwujudnya tata kelola kepemerintahan yang bersih merupakan salah satu prasyarat
bagi tercapainya lembaga birokrasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Sejumlah langkah
yang ditempuh dalam upaya penguatan tatakelola kepemerintahan di lingkungan Ditjen
Bimas Katolik.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, perencanaan merupakan
pijakan awal untuk menentukan arah pembangunan nasional melalui penetapan kebijakan
dan program yang tepat dengan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki dan
melibatkan pelaku pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan bidang agama dan
bidang pendidikan yang menjadi tugas utama Ditjen Bimas Katolik merupakan bagian
tidak terpisahkan dari perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan
tersebut dimaksudkan untuk menentukan arah dan rupa kehidupan beragama bangsa
Indonesia ke depan dan bersifat sangat strategis.
Strategi pencapaian tujuan pembangunan bidang agama dan pendidikan pada Ditjen
Bimas Katolik dilaksanakan melalui Program Bimbingan Masyarakat Katolik yang
merupakan penjabaran dari arah kebijakan, tujuan dan strategi pembangunan nasional
yang terkandung dalam dokumen perencanaan nasional jangka panjang yaitu Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), jangka menengah yaitu Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) serta visi misi Presiden terpilih dan
aspirasi masyarakat. Pelaksanaan rencana Program Bimbingan Masyarakat Katolik dalam
jangka pendek atau tahunan juga merupakan bagian dari Rencana Kerja Pemerintah
(RKP).
Dalam rangka peningkatan efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas pelaksanaan
program yang terkandung dalam dokumen perencanaan, Kementerian Agama telah mulai
melakukan restrukturisasi program dan anggaran sejak tahun 2010 dan secara efektif
mulai diterapkan pada tahun 2011. Restrukturisasi program dan anggaran dimaksudkan
untuk menjamin terwujudnya pelaksanaan tugas dan fungsi Ditjen Bimas Katolik secara
efektif, efisien, terpadu, menyeluruh, berkeadilan dan akuntabel dalam rangka pencapaian
visi, misi, tujuan dan sasaran sebagaimana telah diamanatkan dalam konstitusi negara.
Melalui restrukturisasi program dan anggaran tersebut dapat dipastikan bahwa, sebuah
program memiliki penanggungjawab atas capaian kinerjanya. Unit Organisasi Ditjen
Bimas Katolik bertanggung jawab atas sebuah program, kemudian sebuah Unit Eselon II
bertanggung jawab atas sebuah kegiatan.
Berkaitan dengan pengelolaan dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) Ditjen
Bimas Katolik, pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) diarahkan pada pembinaan
5
aparatur yang profesional, netral, sejahtera, dan kredibel. Dalam proses pembinaan
PNS di Ditjen Bimas Katolik berupaya menggali lebih mendasar menggali potensi SDM
yang dimiliki melalui penanaman 5 (lima) budaya kerja yakni Integritas, Profesionalitas,
Inovasi, Tanggung Jawab, dan Keteladanan dilakukan melalui kegiatan seminar,
workshop, sosialisasi dan orientasi kepegawaian.
Berlakunya paket Undang-Undang Keuangan Negara pada tahun 2003 memberikan
kepastian dalam pelaksaan pemeriksaan, karena dapat memenuhi tuntutan fungsi
pemeriksaan dalam menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara. Mulai akhir tahun 2004 Ditjen Bimas Katolik
secara konsisten meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan dan
barang milik negara. Kewenangan pengelolaan keuangan yang semula terpusat kemudian
didistribusikan dengan membentuk Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dan Sistem Informasi
Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN), serta mengangkat
Kuasa Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Barang, Pejabat Pembuat Komitmen,
Pejabat Penerbit Surat Perintah Membayar (SPM), Bendahara Pengeluaran, Bendahara
Penerimaan, dan perangkat pembayaran lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dengan menumbuhkan proses check and
balances.
Sebagai wujud peningkatan kualitas kinerja pegawai dan pelayanan publik, Ditjen
Bimas Katolik telah melakukan beberapa langkah reformasi birokrasi yang dimulai sejak
tahun 2009. Dalam implementasinya, Ditjen Bimas Katolik telah menyusun pedoman
penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk seluruh unit organisasi dan unit
kerja. Di samping itu, pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai dengan aturan mengenai tata
kerja yang baru, yaitu PMA 10 tahun 2010, Ditjen Bimas Katolik telah melakukan
analisis jabatan yang menghasilkan peta jabatan, uraian jabatan dan informasi beban
kerja.
Berdasarkan PMA Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Agama, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik mempunyai tugas
”merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang bimbingan
masyarakat Katolik” (Bab VIII, Pasal 492).
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492, Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik menyelenggarakan fungsi (Pasal 493) :
1. Perumusan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Katolik;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Katolik;
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bimbingan masyarakat
Katolik;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bimbingan masyarakat Katolik; dan
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik.
6
Berdasarkan tugas dan fungsi tersebut di atas, maka Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Katolik sebagai Unit teknis Eselon I Kementerian Agama RI, harus membuat
Rencana Strategis (RENSTRA) pelaksanaan bimbingan masyarakat Katolik, untuk
menunjang pelaksanaan tugas Menteri Agama RI dalam pembangunan bidang agama, cq.
Direktur Jenderal Bimas Katolik dalam pembangunan bidang agama Katolik, sebagai
penjabaran teknis operasional PMA Nomor 39 tahun 2015 tentang Rencana Strategis
(RENSTRA) Kementerian Agama RI Tahun 2015 – 2019.
Fungsi RENSTRA Direktorat Jenderal Bimas Katolik adalah untuk :
1.
Mewujudkan tujuan pembangunan agama, yang dilakukan melalui peningkatan kualitas
pembinaan kehidupan beragama, peningkatan kualitas pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan, peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama,
peningkatan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
2.
RENSTRA ini disusun menjadi alat untuk mengukur kinerja, tingkat efisiensi dan
efektivitas dalam pencapaian tujuan, serta menyusun langkah untuk mencapai tujuan
pelayanan prima Ditjen Bimas Katolik sebagaimana ditetapkan dalam Visi dan Misi
Ditjen Bimas Katolik. Karena itu, RENSTRA ini mempunyai makna untuk
merencanakan perubahan, pengelolaan keberhasilan, memberikan pelayanan prima, dan
meningkatkan komunikasi dalam pelayanan bimbingan kepada masyarakat Katolik.
3.
Sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Renstra dalam naskah ini dimaksudkan
sebagai uraian program utama yang akan dicapai selama 1 (satu) sampai dengan 5
(lima) tahunan. Dalam butir ke-3 dari Inpres tersebut dinyatakan, bahwa Renstra harus
mencakup uraian tentang visi, misi, strategi, dan berbagai faktor kunci keberhasilan
organisasi, uraian tentang tujuan, sasaran dan aktivitas organisasi, serta uraian tentang
cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Implikasinya adalah dalam Rencana Kerja
Tahunan (RKT).
Dengan demikian, Renstra ini berfungsi sebagai acuan bagi penyusunan program pada
Ditjen Bimas Katolik dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat Katolik
sebagaimana diamanatkan dalam PMA Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Agama; yang salah satu amanatnya adalah tugas pokok Ditjen Bimas
Katolik adalah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang bimbingan masyarakat Katolik.
7
B. POTENSI DAN PERMASALAHAN
1. KONDISI INTERNAL
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik sebagai bagian dari Kementerian
Agama RI berupaya mewujudkan cita-cita pembangunan nasional bidang agama,
sebagaimana ditetapkan dalam visi dan misi Ditjen Bimas Katolik. Dalam usaha untuk
mewujudkan visi dan misi, kekuatan yang dimiliki perlu dikembangkan dengan baik dan
kalau ada kelemahan diidentifikasi sebagai bahan masukan dan evaluasi.
a. Kekuatan
Kekuatan yang dimiliki oleh Ditjen Bimas Katolik yang merupakan landasan dalam
pencapaian visi dan misinya adalah:
1).
Pancasila dan UUD 1945, khususnya pasal 29 ayat 1 dan 2.
2).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3).
UU RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
4).
Peraturan Presiden RI Nomor 135 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketujuh atas
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan
Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon
I Kementerian Negara.
5).
Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Agama
RI Nomor 4/U/SKB/1999 dan Nomor 570 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan
Pendidikan Agama Pada Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah di
Lingkungan Pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
6).
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 101 Tahun 1998 tentang Persyaratan
Status Terdaftar, Diakui, dan Disamakan Program Diploma dan Sarjana
Perguruan Tinggi Agama Katolik Swasta.
7).
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesianomor 394 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi Agama.
8).
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 168 Tahun 2000 tentang Pedoman
Perbaikan Pelayanan Masyarakat di Lingkungan Departemen Agama.
9).
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 489 Tahun 2000 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Satuan Organisasi/Kerja di Lingkungan
Departemen Agama.
8
10). Keputusan Menteri Agama RI Nomor 325 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pendirian dan Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Katolik Swasta.
11). Keputusan Menteri Agama RI Nomor 439 Tahun 2002 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Pascasarjana di Bidang Ilmu Agama/Teologi Katolik
dan Ujian Negara Pada Perguruan Tinggi Agama Katolik.
12). Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Visi dan Misi Departemen Agama.
13). Keputusan Menteri Agama RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemberian Kuasa
Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional Dosen Pada Perguruan Tinggi
Agama di Lingkungan Departemen Agama.
14). Peraturan Menteri Agama RI Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Agama.
15). Instruksi Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan
Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama di Daerah sehubungan dengan
telah terbentuknya Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama.
16). Keputusan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang RENSTRA
Kementerian Agama RI tahun 2015 – 2019.
17). Keputusan Menteri Agama
Nomor 118 Tahyn 2010 tentang Program
Percepatan melalui Penyelenggaran layanan unggulan di Lingkungan
Kementerian Agama.
18). Keputusan Dirjen Bimas Katolik Departemen Agama RI Nomor
DJ.IV/Hk.00.5/94/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Akta IV
Pendidikan dan Pengajaran Agama Katolik Perguruan Tinggi Agama Katolik
Swasta (PTAKS) Dalam Lingkungan Departemen Agama RI.
19). Keputusan Dirjen Bimas Katolik Departemen Agama RI Nomor
DJ.IV/Hk.00.5/95/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Ujian Negara Bagi
Mahasiswa Peserta Kuliah Jarak Jauh (KJJ) Program Diploma Dua (D2) dan
Program Sarjana Strata Satu (S1) Perguruan Tinggi Agama Katolik Swasta
(PTAKS) Dalam Lingkungan Departemen Agama RI.
20). Keputusan Dirjen Bimas Katolik Departemen Agama RI Nomor
DJ.IV/Hk.00.5/84/2002 tentang Pedoman Pembukaan Program Studi dan/atau
Jurusan pada Perguruan Tinggi Agama Katolik Swasta.
21). Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI
Nomor 38/DIKTI/Kep/2002 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
9
22). Visi dan Misi Sebagai Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Katolik Departemen Agama RI.
23). PMA Nomor 2 Tahun 2014 tentang Dewan Pertimbangan Kepegawaian
Kementerian Agama.
24).
PP No 39 Tahun 2006 : Tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
25). Jumlah sumber daya manusia Ditjen Bimas Katolik.
26). Komitmen pimpinan untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa
(clean government and good governance) berlandaskan moral, spiritual, etik dan
agama.
27). UU No. 1/PNPS Tahun 1965: Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau
Penodaan Agama
28). PP No. 55 Tahun 2007: Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
29). PP No. 19 Tahun 2005 : Tentang Standar Nasional Pendidikan.
30). PP No. 21 Tahun 2004 : Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga.
31). Perpres No.70 Tahun 2012: Tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 54 Tahun
2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
32). Perpres No. 55 Tahun 2012: Tentang Strategi Nasional Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 Dan Jangka Menengah
Tahun 2012-2014.
33). Keputusan Menteri Agama Nomor 200 Tahun 2012: Tentang Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kemenag.
34). Keputusan Menteri Agama Nomor 175 Tahun 2010: Tentang Pemberian Tugas
Belajar Dan Izin Belajar Bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian
Agama.
35). Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2010: Tentang Perubahan
Departemen Menjadi Kementerian.
36).
Peraturan Menteri Agama Nomor 80 Tahun 2013: Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Agama.
39). Instruksi Menteri Agama No. 1 Tahun 2012: Tentang Pelaksanaan Pembangunan
Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi Dan Wilayah Birokrasi
Bersih Dan Melayani Di Lingkungan Kemenang.
40). Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2015 tentang
Rencana Strategis Kementerian Agama tahun 2015 – 2019.
10
b. Kelemahan
Di samping kekuatan yang dimiliki, terdapat kelemahan yang harus dikurangi bahkan
dihilangkan sehingga tidak menjadi hambatan dalam pencapaian tujuan pelayanan
Ditjen Bimas Katolik, yaitu:
1).
Masih lemahnya kualitas sumber daya manusia secara akademik dan manajerial.
2).
Belum optimalnya kerja sama dengan lembaga-lembaga keagamaan dan instansi
terkait.
3).
Terbatasnya alokasi anggaran pembangunan agama.
4).
Belum optimalnya pemahaman tugas pokok dan fungsi unit teknis di lingkungan
Ditjen Bimas Katolik.
5).
Masih lemahnya data yang berfungsi untuk pengambilan keputusan dan tata
kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
6).
belum optimalnya pemanfaaatan teknologi informasi sebagai alat untuk
membantu menjalankan sistem pemerintahan secara lebih efektif dan efisien.
7).
Belum optimalnya pemberian pelayanan kepada masyarakat Katolik karena
berbagai keterbatasan unsur pendukung.
8).
Masih lemahnya koordinasi antar unit teknis.
9).
Tidak semua daerah ada unit kerja Bimas Katolik, sehingga pelayanan belum
optimal.
2. KONDISI EKSTERNAL
a. Tantangan Pembangunan Agama
1)
Nilai dan sikap
Agama adalah sebuah nilai yang dimensional, artinya bersifat
transformatif. Dalam dirinya sendiri, agama adalah nilai yang mengatur
bagaimana manusia hidup dan mewujudkan cita-cita hidupnya. Perwujudan citacita hidup ini diekspresikan oleh sikap hidup. Sikap hidup yang diharapkan
dikembangkan oleh masyarakat Katolik adalah menghargai nilai kejujuran,
persamaan, keadilan, toleransi, dll.
Nilai-nilai tersebut menjadi gamang ketika berhadapan dengan tekanan
nilai “baru” yang ditawarkan oleh dampak negatif dari globalisasi, yaitu
materialisme, pragmatisme, konsumerisme, dan hedonisme. Sikap hidup yang
mengutamakan materi, hal-hal yang bersifat instan, sifat memiliki berlebihan,
dan ingin menikmati secara tidak terarah cenderung memojokkan manusia ke
11
egoisme diri. Dalam tahap ini, manusia mengalami alienasi dengan
masyarakatnya. Keterasingan ini akan semakin mendorong manusia untuk hidup
menurut kepentingan diri yang tidak sesuai dengan ajaran agama, misalnya
memperkaya diri dengan praktik KKN.
Selain itu, kehidupan modern yang berdampak negatif, seperti tayangan
(yang dapat dikategorikan sebagai) pornografi di media cetak dan elektronik,
prostitusi, minuman keras, penyalahgunaan narkoba, juga dapat merusak sistem
nilai dan norma yang sudah lama dianut dan dipedomani oleh masyarakat.
Misalnya menurunnya penggunaan nilai-nilai tradisional, lemahnya hubungan
sosial berdasarkan cinta kasih, serta menurunnya kontrol sosial berdasarkan nilai
agama dan adat istiadat. Bahkan lebih jauh lagi dapat melunturkan dan
menghilangkan segala nilai dan sikap yang sesuai dengan ajaran agama baik
secara perorangan, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam hal ini tantangan yang dihadapi oleh Ditjen Bimas Katolik adalah
mengembangkan mekanisme pelayanan kepada Masyarakat Katolik agar mampu
menghindari dampak negatif globalisasi informasi yang semakin menguasai
hajat hidup orang banyak.
2)
Budaya
Setiap masyarakat memiliki karakter, salah satu diantaranya adalah
budaya. Secara umum, budaya dapat dipahami dalam dua tataran yaitu tataran
dari dalam dan tataran dari luar. Pemeliharaan budaya dari dalam adalah
tanggung jawab masyarakat itu sendiri secara bersama-sama. Mereka harus
mencermati nilai-nilai dasar yang membangun keadaban mereka, sehingga
mereka bisa eksis. Keberhasilan suatu masyarakat memelihara budayanya, akan
menjadi sarana untuk membangun harmoni kehidupan dalam cakrawala yang
lebih luas (eksotik). Keberhasilan ini bisa menjadi “jalan” bagi masyarakat luar
untuk belajar. Tetapi “jalan” itu sekaligus menjadi kesempatan untuk
mengekspresikan rasa ingin tahu bagaimana budaya eksotik itu dipertahankan.
Keingintahuan terhadap budaya eksotik, juga sekaligus menjadi ruang
“bertemunya budaya lain” yang mungkin lebih permisif.
Perkembangan mutakhir, menyebut usaha untuk melestarikan nilai-nilai
budaya sesuatu masyarakat menjadi aset positif. Itulah yang diekspresikan oleh
jargon pariwisata. Kehadiran masyarakat luar dalam bingkai pariwisata, secara
tidak langsung membawa nilai budayanya sendiri, yang justru menjadi arena
pertarungan antara nilai setempat. Nilai-nilai budaya luar sering dianggap
sebagai lebih manusiawi daripada nilai yang dianut masyarakat atau bangsa
12
sendiri. Sehingga orang berlomba untuk menirunya, karena dianggap lebih
ringkas dan tidak banyak rambu-rambunya.
Tantangan bagi Ditjen Bimas Katolik adalah bagaimana membantu
masyarakat Katolik yang sedang bergumul untuk menegakkan nilai-nilai
tradisionalnya di tengah arus zaman yang semakin tidak terkendali.
3)
Ilmu Pengetahuan, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Seni
Dampak lain dari globalisasi adalah perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni. Pelayanan kepada masyarakat Katolik, tidak selalu harus dilaksanakan
secara tradisional, tetapi tentu mengikuti irama perkembangan Iptek dan Seni.
Namun yang perlu dipertimbangkan, Iptek dan Seni macam apa yang sebaiknya
dikembangkan untuk pelayanan kepada masyarakat Katolik. Perkembangan
Iptek dan Seni, memang harus mampu mengangkat harkat dan martabat
masyarakat Katolik agar mampu berpartisipasi dalam pembangunan nasional.
Untuk bisa berpartisipasi dalam pembangunan nasional, masyarakat
Katolik perlu didorong terus: mereka yang belum familiar dengan alat-alat
teknologi modern perlu dilatih; mereka yang belum bisa baca, perlu dilatih dan
diberikan bahan-bahan yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pelayanan
Bimas Katolik harus bisa menjangkau seluruh masyarakat Katolik, baik yang
ada di perkotaan maupun mereka yang jauh dari kota (bahkan disebut
“masyarakat terasing”).
Dalam perkembangan Iptek dan Seni ini Ditjen Bimas Katolik dituntut untuk
bekerja sama dengan pihak Mitra Kerja agar mampu memberikan pelayanan
bimbingan kepada masyarakat Katolik, sehingga hasil-hasil perkembangan Iptek
dan Seni dapat berguna sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Utamanya dalam
hal pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi pada proses
pemerintahan (e-Government) akan meningkatkan efisiensi, efektivitas,
transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah.
4)
Reformasi
Semangat reformasi selain berdampak positif bagi perkembangan kehidupan
masyarakat, juga tidak dapat dihindari muncul persoalan krusial yang
membutuhkan solusi. Persoalan krusial antara lain adalah disorganisasi
structural, suasana kehidupan yang tidak harmonis, anarkis dan berbagai bentuk
konflik sosial bernuansa SARA, serta meningkatnya kriminalitas dengan
berbagai model. Hal ini merupakan fenomena sosial yang menonjol di tengah
kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini. Melalui pendekatan sosial
keagamaan, Ditjen Bimas Katolik memiliki peran strategis dalam pembinaan
13
serta pelayanan secara berkelanjutan dan terkendali dalam pencarian pemecahan
masalah. Reformasi tidak hanya dalam bentuk fisikal tetapi juga dalam hal
pemahaman.
Pelayanan Ditjen Bimas Katolik kepada masyarakat Katolik perlu
memperhatikan dinamika dan respons masyarakat terhadap yang namanya
tuntutan reformasi. Dimensi kehidupan reformasi adalah pemberian pelayanan
yang tidak berbelit, cepat, murah, sesuai dengan kebutuhan, tidak membedabedakan.
5)
Konflik sosial dan munculnya gejala disintegrasi bangsa
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
perebutan atau klaim kemampuan semakin menguat. Mereka yang mampu
mempertahankan diri terhadap tekanan globalisasi informasi dan teknologi
dengan tetap memelihara jati dirinya, akan tampil menjadi yang terbaik. Sebagai
terbaik, kalau tidak dikelola dengan baik, akan membawa ke arah eksklusifisme.
Eksklusifisme dapat menjadi wahana untuk cenderung memisahkan diri dari
kelompok atau komunitas.
Konflik sosial muncul ketika masyarakat saling mengklaim kebenarannya
sendiri-sendiri. Kebenaran dalam bidang agama adalah kebenaran iman. Dan ini
sebenarnya tidak perlu berwajah duniawi karena akan membawa perseturuan
(menang-kalah). Ketika masyarakat sudah tidak saling percaya, maka sejak itu
rasa curiga hidup dan menyejarah dalam kehidupan manusia. Tentu ini tidak
sejalan dengan ajaran agama, termasuk didalamnya Ajaran Agama Katolik.
Gangguan kehidupan beragama dan ancaman kerukunan adalah contoh
dari sebab atau akibat konflik sosial. Bagaimana Ditjen Bimas Katolik berupaya
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat Katolik agar tidak terjebak
dalam arus eksklusifisme ini, karena akan merugikan nilai-nilai ajaran Agama
Katolik. Penyuluhan kepada masyarakat Katolik menjadi semakin penting dan
urgen dilakukan untuk mewujudkan peran agama sebagai pemersatu, pendidik,
dan penengah dalam situasi konflik.
6)
Lemahnya daya saing dalam berbagai aspek kehidupan
Dalam bidang agama, lemahnya daya saing tidak hanya disebabkan oleh
keterbatasan informasi dan penguasaan Iptek dan Seni, tetapi juga karena
rendahnya motivasi dan etos keagamaan untuk mencapai kemajuan. Kondisi
tersebut di antaranya diakibatkan oleh rendahnya pemahaman, penafsiran, dan
pengamalan terhadap ajaran agama yang dianut, selain faktor akumulasi masalah
sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
14
Sebagai landasan moral, spiritual, dan etik; agama dituntut untuk
memberikan motivasi keagamaan kepada penganutnya sesuai dengan nilai-nilai
kristiani untuk bekerja secara maksimal, mengatur dan mengelola potensi yang
dimiliki secara profesional, membangun rasa percaya diri, menumbuhkan iklim
sosio-psikologis yang siap menghadapi kompetisi secara sehat, serta
mengarahkan hidupnya pada kesejahteraan di dunia dan keselamatan di masa
yang akan datang melalui kontekstualisasi dan eksplisitasi nilai ajaran agama
secara komprehensif.
Dalam konteks inilah Ditjen Bimas Katolik diharapkan mampu
memfasilitasi terciptanya iklim yang kondusif bagi proses revitalisasi dan
fungsionalisasi ajaran agama Katolik sehingga mampu meningkatkan daya saing
di berbagai aspek kehidupan.
7)
Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pemerintahan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
mempunyai pengaruh terhadap dinamika bimbingan masyarakat Katolik. Secara
politis, pembinaan umat beragama masih berada pada manajemen Pemerintah
Pusat. Dari sisi koordinasi, pembinaan keagamaan, Pemerintah Pusat perlu
melakukan desain ulang untuk mengikuti rancangan dinamika pembangunan
daerah (di Provinsi dan Kabupaten/Kota/Kecamatan).
Ditjen Bimas Katolik perlu ikut serta dalam memikirkan bagaimana
bimbingan kepada masyarakat Katolik dilaksanakan: memperkuat koordinasi
dengan pihak-pihak terkait sebagai mitra kerja. Pilihan-pilihan program dan pola
pembinaan perlu dikembangkan lebih baik, sehingga tugas pemerintah pusat dan
pemerintah daerah berjalan bersama melayani kebutuhan masyarakat Katolik.
8) Dialektika Pemahaman Pembangunan Kehidupan Beragama
Agama oleh banyak pihak dipandang sebagai sistem kepercayaan;
kebiasaan, tata nilai berlandaskan kepercayaan dan tata cara mengungkapkan
kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa diorganisir sedemikian rupa sehingga
melembaga. Karena itu, substansi kehidupan beragama dipandang sebagai
sesuatu yang sakral dan otonom berhadapan dengan hal-hal yang mundial.
Pandangan ini berdampak pada sistem interaksi antara negara/pemerintah dengan
lembaga agama. Di satu sisi, agama dilihat sebagai sesuatu yang otonom namun
juga tidak boleh lepas dari campur tangan negara, di sisi lain, negara/pemerintah
mengakui otonomitas lembaga agama namun membutuhkan lembaga agama
dalam pengembangan kehidupan masyarakat. Dialektika semacam ini menjadi
15
tantangan tersendiri dalam pembangunan negara dari sisi agama. Pada dasarnya
dialektika semacam ini dapat dijadikan kekuatan dalam inovasi pembangunan di
bidang kehidupan beragama karena situasi dialektis semacam ini berimplikasi
pada perkembangan terhadap pola dan sistem pembangunan itu sendiri; tidak
pernah mapan dan tidak pernah berhenti menganalisis fenomena demi
menemukan suatu sistem/ pola yang lebih baik.
Situasi seperti di atas juga dialami oleh Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Katolik berhadapan dengan masyarakat Katolik. Pengelolaan fakta
dan fenomena interaksi tersebut merupakan tantangan tersendiri dalam
penyusunan program pembangunan masyarakat Katolik oleh Direktorat Urusan
Agama Katolik. Bagaimanapun juga tidak bisa dipungkiri bahwa akibat dari
panorama interaksi dan interelasi demikian, apabila tidak dikelola dengan baik,
dapat menimbulkan resistensi dari kedua belah pihak, namun, apabila dikelola
dengan baik, justru melahirkan relasi kemitraan dan kerja sama yang kuat dalam
pembangunan masyarakat Katolik dari sisi kehidupan beragama. Kehadiran
Gereja Katolik merupakan berkah tersendiri bagi masyarakat Katolik pada
khususnya dan negara pada umumnya karena dengan adanya Gereja Katolik
nilai-nilai religi mendasar kehidupan masyarakat Katolik tetap terjaga. Kualitas
masyarakat Katolik sebagai manusia pembangunan sangat ditentukan oleh
kualitas nilai-nilai religi yang dipertahankan dan dijaga oleh Gereja Katolik.
Kehadiran negara bagi Gereja Katolik juga sangat diperlukan. Negara
diperlukan untuk memberi jaminan kebebasan dan pengakuan bagi Gereja
Katolik dan masyarakat Katolik untuk dapat mengembangkan nilai-nilai
mendasar tersebut. Jaminan itu dibuktikan oleh perhatian Pemerintah terhadap
Gereja Katolik dan masyarakat Katolik melalui program pembangunan di bidang
kehidupan beragama. Direktorat Urusan Agama Katolik berpeluang mengelola
tantangan dinamika interaksi dan interalasi ini menjadi sebuah kekuatan
pembangunan.
9) Perkembangan Paradigma dalam Sistem Tata Kelola Pemerintahan
Ditjen Bimas Katolik sebagai bagian dari Kementerian Agama merupakan
instansi Pemerintah. Sebagai instansi Pemerintah, tugas dan fungsi utamanya
adalah pelayanan publik masyarakat Katolik. Direktorat Urusan Agama Katolik
mengurus kepentingan publik masyarakat Katolik dalam menjalankan fungsi
kehidupan beragama.
Dalam mengurus kepentingan publik dimaksud, Ditjen Bimas Katolik
mengikuti perkembangan paradigma sistem tata kelola Pemerintahan. Pemerintah
bukan terutama sebagai pemegang kekuasaan, tetapi terutama pelayanan publik.
16
Perkembangan paradigma itu menekankan bahwa pengelolaan urusan publik
dalam setiap kepentingan masyarakat didasarkan pada fakta kebutuhan dan
kepentingan masyarakat.
Potensi utama pembangunan masyarakat Katolik melalui fungsi agama
adalah dinamika partisipasi aktif masyarakat Katolik dalam kehidupan sosio
keagamaan. Pada umumnya potensi pembangunan dari segi urusan agama di
tengah-tengah masyarakat Katolik adalah gerakan partisipatif masyarakat Katolik
dalam pembangunan negara. Akan tetapi beberapa hal dapat disebut sebagai
potensi aktual untuk menjadi aktor dan sasaran obyek pembangunan, antara lain:
a) Lembaga Sosial Keagamaan Katolik sebagai wadah organisatoris aktivitas
kehidupan keagamaan Katolik.
b) Tokoh-tokoh masyarakat Katolik sebagai pendorong pelaksanaan
pembangunan sosio religius dan politik.
c) Tokoh Gereja Katolik yang berasal baik dari hirarki Gereja Katolik maupun
dari lembaga-lembaga keagamaan Katolik.
d) Kelompok-kelompok pembinaan dalam masyarakat Katolik sebagai wadah
pengembangan pemahaman dan penghayatan hidup keagamaan Katolik,
termasuk di antaranya adalah kelompok kategorial.
e) Adanya tenaga Penyuluh PNS dan Non PNS sebagai ujung tombak
penyuluhan di bidang agama Katolik.
f) Adanya tenaga pembina kelompok-kelompok pembinaan yang bersifat
kategorial.
g) Adanya sarana pelaksanaan dan pengembangan hidup keagamaan Katolik.
b. Peluang Pembangunan Agama
Baik orang awam maupun para ahli berpendapat bahwa agama akan tetap tumbuh dan
berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Itulah kekuatan yang
dimiliki oleh agama. Agama mampu “hidup dalam nafas” perubahan dan
perkembangan zaman. Modernisasi dan globalisasi sebagaimana sudah disinggung di
depan, sekaligus dapat menjadi katalisator dalam tumbuhnya nilai-nilai baru agama
yang mampu mengarahkan manusia ke kesempurnaan hidup.
1)
Eksistensi Agama
Undang-Undang Dasar 1945, sekalipun sudah beberapa kali diamandemen, tetap
eksis. Dalam pasal 29 ayat 1 dan 2, tegas dikatakan “Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agama dan kepercayaannya itu”. Hal ini mendorong Urusan
Keagamaan masih merupakan tanggung jawab pemerintah dalam rangka
17
meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
bangsa Indonesia.
2)
Modernisasi
Modernisasi sekalipun berwajah ganda, ia tetap mempunyai nilai yang
mendorong manusia untuk menemukan hal-hal baru dalam membangun
hidupnya agar lebih baik, termasuk dalam hidup keagamaan. Implikasinya
dalam bimbingan masyarakat Katolik adalah dengan modernisasi dalam
berbagai aspek, mendorong Ditjen Bimas Katolik melakukan pemanfaatan hasil
Iptek dan Seni untuk kelancaran pelaksanaan bimbingan kepada masyarakat
Katolik.
c.)
Globalisasi
Globalisasi telah mendorong suasana kondusif terhadap pertumbuhan moral
humanistik, menyebarnya pandangan dunia yang rasional menumbuhkan
gerakan-gerakan berbasis humanisme dan meningkatnya suasana kehidupan
pribadi yang bebas, serta sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan dan
kemajemukan. Hal ini diperkirakan masih mewarnai kondisi kehidupan di masa
mendatang.
4)
Perkembangan Alam Demokrasi
Semangat reformasi adalah mengedepankan demokrasi dalam tata kelola
negara Indonesia. Dengan adanya reformasi, alam demokrasi terbuka bagi
segenap aktivitas masyarakat bangsa Indonesia. Boleh dikatakan masyarakat
bangsa Indonesia harus belajar banyak perihal iklim demokrasi. Kebebasan
alam demokrasi bukan kebebasan dari segala-galanya melainkan kebebasan
untuk berkembang. Pemahaman yang kurang tepat terhadap pengertian dan
perilaku demokrasi dapat menjadi dekstruktif. Pemahaman yang tepat terhadap
pengertian dan perilaku demokrasi sebaliknya dapat menimbulkan kebiasaan
kontributif, saling berbagai pendapat dan pandangan. Di alam demokrasi
semestinya muncul kerja sama dan kebersamaan. Di alam demokrasi nilai-nilai
Pancasila mestinya bertumbuh dan berkembang subur.
Ditjen Bimas Katolik Katolik dapat mengelola tantangan ini sebagai
peluang pembangunan dari segi kehidupan beragama. Di alam demokrasi,
masyarakat katolik dapat mengembangkan tata nilai kekatolikannya dan dengan
itu dapat memberikan kontribusi berarti bagi bangsa Indonesia.
18
3. DASAR HUKUM
a.
Pancasila dan UUD 1945.
b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional.
c.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025.
d.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 : Tentang Keterbukaan Informasi Publik
e.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
f.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
g.
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019.
h.
Peraturan Presiden Nomor 135 tahun 2014 tentang Perubahan ketujuh atas Peraturan
Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian
Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara.
i.
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara.
j.
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2013 Kebijakan dan Strategi Nasional tentang
Pembangunan e-Government.
k.
Peraturan Menteri Agama Nomor 10 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Agama.
l.
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2015 tentang
Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2015 – 2019.
m. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama
RI.
19
BAB II
VISI, MISI, TUJUAN & SASARAN, KEBIJAKAN, STRATEGI
DAN PENDEKATAN DITJEN BIMAS KATOLIK
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
A.
VISI DAN MISI
1.
Visi dan Misi Kementerian Agama RI
VISI "TERWUJUDNYA MASYARAKAT INDONESIA TAAT BERAGAMA,
RUKUN, CERDAS, MANDIRI DAN SEJAHTERA LAHIR BATIN".
MISI Kementerian Agama RI adalah:
a. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama;
b. Meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama;
c. Meningkatkan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan;
d. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji;
e. Mewujudkan tata kelola yang bersih dan berwibawa.
2.
Visi dan Misi Ditjen Bimas Katolik
Visi Ditjen Bimas Katolik adalah terwujudnya Masyarakat Katolik yang seratus
persen Katolik dan seratus persen pancasilais dalam Negara yang Ber-Bhinneka
Tunggal Ika.
Visi tersebut dicirikan oleh:
a.
Terwujudnya Masyarakat Katolik yang kualitas iman dan takwanya tinggi.
b.
Terwujudnya kerukunan hidup beragama Masyarakat Katolik dalam bingkai
persatuan dan kesatuan.
c.
Tertatanya pranata-pranata keagamaan Katolik.
d.
Terkristalnya semangat kemandirian Umat Katolik dan kesetiakawanan sosial
atas dasar persaudaraan sejati.
e.
Terwujudnya pemahaman, penghayatan dan pengamalan agama Katolik secara
dewasa.
f.
Terwujudnya pemahaman, penghayatan dan pelaksanaan hak dan kewajiban
sebagai warga negara.
20
Misi Ditjen Bimas Katolik adalah mengajak Masyarakat Katolik untuk berperanserta
secara aktif dan dinamis dalam mencapai tujuan pembangunan bangsanya.
Misi tersebut dijabarkan dalam usaha-usaha:
B.
a.
Mengajak Masyarakat Katolik untuk bersikap mengetahui, memahami,
menghargai, dan menghormati keanekaan dan kemajemukan yang ada di
sekitarnya. Misalnya adat istiadat, budaya, suku, etnis, kebiasaan-attitude,
agama, asal usul, dll.
b.
Mengajak Masyarakat Katolik berkiprah di tengah pembangunan bangsanya
dengan semangat persaudaraan sejati.
c.
Mengajak Masyarakat Katolik menggenggam paham kita dalam pola pikir dan
perilakunya. Misalnya: ini bangsa kita, negara kita. Kota kita, taman kota kita,
jalan kita, jembatan kita, kantor kita, hotel kita, dermaga kita; Mesjid kita,
Gereja kita, Pura kita, Klenteng kita, dan lain-lain aset bangsa ini milik kita.
Semua ini harus kita jaga dan pelihara bersama.
TUGAS DAN FUNGSI DITJEN BIMAS KATOLIK
Berdasarkan PMA Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Agama, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik mempunyai tugas
”merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang bimbingan
masyarakat Katolik” (Bab VIII, Pasal 492).
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492, Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Katolik menyelenggarakan fungsi (Pasal 493) :
1. perumusan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Katolik;
2. pelaksanaan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Katolik;
3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bimbingan masyarakat
Katolik;
4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bimbingan masyarakat Katolik;
dan
5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik.
C.
TUJUAN DAN SASARAN
1. Tujuan
a.
Memberikan pelayanan keagamaan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat Katolik serta tuntutan perkembangan kehidupan.
b.
Memberdayakan lembaga dan memperkuat sistem pelayanan keagamaan kepada
masyarakat Katolik.
21
c. Menghasilkan pelayanan keagamaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Katolik.
d. Menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang agama sesuai dengan
nilai-nilai agama dan kemanusiaan berdasarkan kerangka manajemen profesional.
e. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan agama dan keagamaan yang
mengembangkan kehidupan beragama.
f. Melaksanakan transformasi, transmisi dan sosialisasi nilai serta norma keagamaan
melalui peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan serta berbagai
saluran media lainnya.
g. Membangun umat beragama yang menjunjung tinggi moralitas keagamaan,
toleransi keagamaan, solidaritas serta tatanan hidup yang harmonis.
2.
Sasaran
a. Meningkatkan kualitas pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama
katolik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga
kualitas masyarakat dari sisi rohani semakin baik. Upaya ini juga ditujukan kepada
peserta didik di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan, sehingga pemahaman
dan pengamalan ajaran agama dapat ditanamkan sejak dini pada peserta didik.
b. Meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat Katolik dalam rangka
mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat.
c. Meningkatkan kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh lapisan
masyarakat Katolik sehingga mereka dapat memperoleh hak-hak dasar dalam
memeluk agamanya masing-masing dan beribadat dengan baik khusuk dan
nyaman.
d. Meningatkan peran lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan
keagamaan sebagai agen pembangunan dalam rangka meningkatkan daya tahan
masyarakat Katolik dalam menghadapi berbagai krisis.
e. Menciptakan harmoni sosial dalam kehidupan intern umat Katolik dan antar umat
beragama yang toleran dan saling menghormati dalam rangka menciptakan
suasana yang aman ,damai, dan tenteram.
D.
KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PENDEKATAN
1.
Kebijakan
Kebijakan yang diambil dalam melaksanakan visi dan misi adalah menumbuhkan
dan mengembangkan inisiatif, prakarsa, inovasi Masyarakat Katolik Indonesia dengan
22
pola mitra bersama Gereja Katolik Indonesia membangun bangsa dan negara,
terutama pada lapisan akar rumput, massa jelata di desa/kelurahan.
Disiplin kemitraan yang dianut adalah antara Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Katolik dan institusi Gereja Katolik Indonesia senantiasa memahami dan
mengakui serta menghormati otonomitas masing-masing. Keduanya membangun
medan kerja yang simbiose mutualistis.
2.
Strategi
Agar setiap kebijaksanaan dilaksanakan secara efisien dan efektif, maka strategi
yang dijalankan adalah:
a. Ditjen Bimas Katolik bersama mitranya Gereja Katolik bergandengan tangan
mewujudkan visi, misi, dan program yang digariskan dengan kearifan tertentu di
tengah kemajemukan dan keanekaan dalam masyarakat bangsa.
b. Memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, bekerja sama dengan mitra
kerjanya: Gereja Katolik beserta unsur-unsur pimpinannya, Tokoh Masyarakat
(TOMA), Tokoh Adat (TODAT), Tokoh Agama (TOGA), Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), dan lain-lain dalam
memberdayakan pertumbuhan, perkembangan, serta pendewasaan iman Umat
Katolik Indonesia.
3.
Metode-Pendekatan
Di samping strategi di atas, metode-pendekatan dalam pelaksanaan tugas adalah:
a. Pendekatan etis, humanis, fungsional, personal, dan menghindari pendekatan yang
mengarah pada arogansi kekuasaan.
b. Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keadilan,
kesederhanaan dan kepatutan serta kesantunan.
kebenaran,
kejujuran,
c. Mengedepankan persaudaraan sejati dan memberikan penilaian yang
komprehensif dalam setiap upaya penyelesaian masalah-masalah keagamaan.
Titik Perhatian Utama
Ada empat titik perhatian utama dalam pelaksanaan tugas, yaitu:
a. Memantapkan fungsi, peran, dan kedudukan agama sebagai sebuah institusi yang
otonom.
b. Meningkatkan kualitas pendidikan agama dan keagamaan Katolik.
c. Meningkatkan kualitas kerukunan.
d. Meningkatkan kualitas peran, fungsi lembaga-lembaga, organisasi, perkumpulan
dan komunitas basis pada Gereja Katolik.
23
BAB III
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
DIREKTORAT JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK
TAHUN 2015 – 2019
A.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN AGAMA
Kebijakan Menteri Agama tahun 2015-2019 diarahkan kepada:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Memperkuat dan memperluas upaya penanaman pemahaman, penghayatan,
pengamalan dan pengembangan nilai-nilai keagamaan kepada masyarakat beragama;
Memperkukuh kerukunan hidup umat beragama sebagai salah satu pilar kerukunan
nasional;
Meningkatkan kapasitas, kualitas dan akuntabilitas pelayanan bagi umat beragama
dalam pemenuhan aktivitas peribadatannya;
Meningkatkan pemanfaatan dan kualitas pengelolaan potensi ekonomi keagamaan;
Meningkatkan efisiensi, transparansi, akuntabilitas dan kualitas penyelenggaraan
ibadah haji dan umrah;
Memperluas akses dan meningkatkan mutu pendidikan agama dan pendidikan
keagamaan;
Meningkatkan kualitas tata kelola pembangunan bidang agama.
Adapun strategi realisasi kebijakan tersebut dituangkan dalam 11 program Kementerian
Agama R.I. sebagai berikut :
1.
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas dan Teknis lainnya
Kementerian Agama;
2. Program Kerukunan Umat Beragama;
3. Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas aparatur Kementerian Agama;
4. Program Penelitian Pengembangan dan Pendidikan Pelatihan Kementerian Agama;
5. Program Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah;
6. Program Pendidikan Islam;
7. Program Bimbingan Masyarakat Islam;
8. Program Bimbingan Masyarakat Kristen;
9. Program Bimbingan Masyarakat Katolik;
10. Program Bimbingan Masyarat Hindu;
11. Program Bimbingan Masyarakat Buddha.
24
B.
ARAH KEBIJAKAN DITJENBIMAS KATOLIK
Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Tahun 2015 –
2019 sebagaimana disebutkan dalam RENSTRA Kementerian Agama RI tahun 2015 –
2019, diarahkan kepada PROGRAM BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK.
Program ini bertujuan untuk mewujudkan bimbingan dan pendidikan agama Katolik.
Hasil yang hendak dicapai oleh program ini adalah terwujudnya masyarakat Katolik yang
seratus persen Katolik dan seratus persen pancasilais dalam Negara yang Ber-bhinneka
Tunggal Ika.
Pelaksanaan PROGRAM BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK menjadi
tanggungjawab Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik.
Ada 4 kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan dalam rangka mencapai hasil jangka
menengah (outcomes) yang diharapkan yaitu:
1. Dukungan manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.
Tersedianya data informasi keagamaan Katolik;
b.
Terlaksananya pembinaan perencanaan;
c.
Terlaksananya evaluasi, koordinasi dan monitoring;
d.
Tersedianya belanja pegawai;
e.
Terlaksananya administrasi keuangan;
f.
Terlaksananya pelayanan administrasi organisasi dan tata laksana serta
kepegawaian;
g.
Terlaksananya administrasi dan manajemen tugas umum.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui koordinasi pelaksanaan
tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi satuan organisasi, penyusunan
rencana dan program kegiatan, penyiapan dan pengolahan data, pengembangan sistem
informasi serta penyusunan laporan dan evaluasi program dan akuntabilitas kinerja;
pembinaan dan pelayanan administrasi keuangan, penyusunan rencana pengelolaan
keuangan, pelaksanaan anggaran dan perbendaharaan, serta penyusunan laporan
akuntasi dan verifikasi keuangan; pembinaan dan pelayanan di bidang ortala,
pengelolaan kepegawaian dan penyiapan peraturan perundang-undangan; serta
pelayanan dan pembinaan urusan ketatausahaan, kearsipan, BMN, kerumahtanggaan,
dan perlengkapan serta keprotokolan.
25
2. Pengelolaan dan Pembinaan Urusan Agama Katolik
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.
Meningkatnya dukungan manajemen administrasi urusan agama Katolik;
b.
Meningkatnya fungsi dan layanan bimbingan lembaga keagamaan Katolik;
c.
Meningkatnya tugas bimbingan dan penyuluhan agama Katolik;
d.
Terlaksananya pemberdayaan.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui pelayanan bimbingan Urusan
Agama Katolik; bimbingan dan pelayanan pembinaan lembaga-lembaga agama Katolik;
bimbingan dan pelayanan penyusunan, penganalisaan dan perumusan bahan
pemberdayaan umat; bimbingan dan pelayanan penyuluhan tenaga teknis keagamaan;
bimbingan keluarga; serta pelayanan ketatausahaan.
3. Pengelolaan dan Pembinaan Pendidikan Katolik
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
a.
Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan Pendidikan Katolik;
b.
Terlaksananya pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Katolik Tingkat
Dasar;
c.
Terlaksananya pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Katolik Tingkat
Menengah;
d.
Terlaksananya pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Katolik Tingkat
Tinggi;
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui pembinaan dan pelayanan
Pendidikan Agama; bimbingan dan pelayanan pembelajaran dan kurikulum, supervisi,
akreditasi, sertifikasi serta pembinaan sarana dan teknologi pendidikan tingkat dasar,
menengah dan tinggi serta pelayanan ketatausahaan.
4. Penyelenggaraan Administrsi Perkantoran Pendidikan Bimas Katolik
Keluaran (Ouput) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah terlaksananya
administrasi perkantoran pendidikan Bimas Katolik yang ditandai antara lain dengan :
a. Jumlah guru PNS penerima tunjangan profesi, dan
b. Jumlah guru PNS yang menerima gaji dan tunjangan.
C.
BIDANG TUGAS, PROGRAM, DAN KEGIATAN DITJEN BIMAS KATOLIK
1.
BIDANG TUGAS
Berdasarkan PMA 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Agama Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik
26
mempunyai tugas ”menyelenggarakan serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang Bimbingan Masyarakat Katolik berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan oleh Menteri” (Bab VII, Pasal 460).
Dalam melaksanakan tugas sbagaimana dimaksud dalam Pasal 460, Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik menyelenggarakan fungsi (Pasal 461) :
a. Penyiapan perumusan dan penetapan visi, misi, dan kebijakan teknis di bidang
Bimbingan Masyarakat Katolik berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh
Menteri Agama dan Peraturan Pedundang-undangan yang berlaku;
b. Perumusan standardisasi, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang Bimbingan
Masyarakat Katolik;
c. Pelaksanaan kebijakan di bidang Bimbingan Masyarakat Katolik;
d. Pemberian pembinaan teknis dan evaluasi pelaksanaan tugas;
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
Berdasarkan PMA Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Agama, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik mempunyai
tugas ”merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
bimbingan masyarakat Katolik” (Bab VIII, Pasal 492).
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492, Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik menyelenggarakan fungsi (Pasal 493) :
1. Perumusan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Katolik;
2... Pelaksanaan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Katolik;
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bimbingan
masyarakat Katolik;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bimbingan masyarakat
Katolik; dan
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut DITJENBIMAS Katolik berperan
sebagai pelayanan dan sebagai fasilitator bagi Masyarakat Katolik Indonesia.
Dari Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tersebut di atas, dua bidang
utama medan pelayanan Ditjen Bimas Katolik yaitu bidang Urusan Agama Katolik dan
bidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Katolik, yaitu :
a.
Direktorat Urusan Agama Katolik
Direktorat Urusan Agama Katolik mempunyai tugas melaksanakan perumusan
kebijakan, pelaksanaan kebijakan, standardisasi, pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang Urusan Agama Katolik, meliputi :
27
1) Perumusan
kebijakan
di
pemberdayaan umat Katolik;
bidang kelembagaan, penyuluhan dan
2) Pelakasanaan
kebijakan
di bidang kelembagaan, penyuluhan dan
pemberdayaan umat Katolik;
3)
Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kelembagaan,
penyuluhan dan pemberdayaan umat Katolik;
4)
Pemberian bimbingan teknis
dan evaluasi di bidang
penyuluhan dan pemberdayaan umat Katolik; dan
kelembagaan,
5) Pelakasanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Kegiatan Urusan Agama Katolik.
1) Memberikan informasi tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan kebijaksanaan Pemerintah di bidang sosio keagamaan kepada
masyarakat Katolik agar mengetahui hak dan kewajibannya, kemudian
dapat mengatur dirinya dengan sebaik-baiknya dalam kebersamaan dengan
elemen bangsa lainnya.
2) Memberikan pengarahan dan petunjuk-petunjuk praktis kepada masyarakat
katolik dalam pemenuhan prosedur-prosedur hukum dan prosedur
administrasi dalam urusan-urusan yang berkaitan dengan keagamaan
Katolik, misalnya prosedur administratif pembangunan tempat-tempat
peribadatan, prosedur administrasi dan persyaratan-persyaratannya untuk
memperoleh bantuan dari Pemerintah, dsb.
3) Memberikan pelayanan administratif kepada masyarakat Katolik berupa
surat-surat
keterangan,
rekomendasi, perijinan bahkan surat-surat
keputusan untuk memenuhi persyaratan dan kebutuhan sesuai dengan
peraturan-peraturan yang berlaku.
4) Membantu penyelesaian masalah-masalah atau kasus-kasus kemasyarakatan
yang erat hubungannya dengan keagamaan Katolik, agar kehidupan dan
kegiatan-kegiatan agama katolik berjalan sebagaimana mestinya.
5) Memberikan bantuan sarana fisik keagamaan untuk memenuhi kebutuhan
Masyarakat Katolik seperti misalnya Kitab Suci, bantuan untuk
pembangunan atau rehabilitasi rumah ibadat, bantuan untuk membangun
gedung dan peralatan lembaga pendidikan agama, bantuan untuk guru-guru
28
agama Katolik, bantuan untuk Ormas Katolik (PMKRI, Pemuda Katolik,
WKRI, FMKI).
6) Memberikan bantuan penyuluhan kepada kelompok masyarakat terasing,
kelompok kategorial, kelompok masyarakat khusus.
b.
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Katolik
1)
Pendidikan Agama Katolik [.....yang dimaksud dalam pasal 12 ayat 1 huruf
a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional adalah bahwa Pelajaran Agama Katolik di Sekolah Umum (mulai
dari tingkat SD s.d. PT) dialokasikan waktu 2 jam per Minggu......]
Pelajaran ini bermaksud untuk membentuk peserta didik menjadi manusia
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta ber-akhlak mulia
[pasal 37 ayat (1)].
Pendidikan Keagamaan berfungsi “Mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran
agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama Dalam [Undang-undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 30 ayat (2)].
Ada 2 hal penting yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:
a) Penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola Pemerintah
dan pendidikan yang dikelola masyarakat.
b) Penghapusan pembedaan/diskriminasi antara pendidikan keagamaan dan
pendidikan umum.
Dengan kata lain, sekolah negeri dan sekolah swasta adalah setara:
Pemerintah memfasilitasi agar tujuan nasional terwujud.
2)
Tugas Pokok dan Fungsi Pendidikan Agama Katolik dan Pendidikan
Keagamaan Katolik, yaitu melaksanakan penyusunan bahan pembinaan
pendidikan agama Katolik dan pendidikan keagamaan tingkat dasar,
menengah, dan perguruan tinggi.
Dalam melaksanakan tugas tersebut pendidikan agama Katolik dan
pendidikan keagamaan Katolik menyelenggarakan fungsi:
a) Pembinaan penyelenggaraan, pengajaran pendidikan agama Katolik dan
pendidikan keagamaan Katolik tingkat dasar, menengah dan perguruan
tinggi.
29
b) Pembinaan penyelenggaraan sarana fisik dan peralatan pendidikan agama
Katolik dan pendidikan keagamaan Katolik tingkat dasar, menengah dan
perguruan tinggi.
c) Penyelenggaraan pengamanan teknis pendidikan agama Katolik dan
pendidikan keagamaan Katolik tingkat dasar, menengah dan perguruan
tinggi.
d) Pembinaan pendidikan agama Katolik.
e) Penyelenggaraan pengamanan teknis di bidang pendidikan.
Direktorat Pendidikan Katolik mempunyai tugas melaksanakan perumusan
kebijakan, pelaksanaan kebijakan, standardisasi, pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pendidikan agama Katolik
Dalam melaksanakan tugas
menyelenggarakan fungsi:
tersebut,
Direktorat
Pendidikan
Katolik
a) perumusan kebijakan di bidang pendidikan dasar, pendidikan menengah,
pendidikan tinggi agama Katolik;
b) pelakasanaan kebijakan di bidang pendidikan dasar, pendidikan menengah,
pendidikan tinggi agama Katolik;
c) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pendidikan
dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi agama Katolik;
d) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan tinggi agama Katolik dan urusan tata
usaha serta rumah tangga direktorat; dan
e) pelakasanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
3)
Kegiatan Pendidikan Agama Katolik dan Pendidikan Keagamaan Katolik
a) Pendidikan Agama Katolik
1)
Bekerja sama dengan Gereja Katolik Indonesia merancang kurikulum
Pendidikan Agama Katolik tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
2)
Bekerja sama dengan Gereja Katolik Indonesia dalam melaksanakan
pengadaan, pengangkatan, penempatan dan pembinaan Guru Agama
Katolik, Pengawas Pendidikan Agama Katolik tingkat SD, SMP, dan
SMA.
3)
Menyusun Juklak Pembinaan Guru Agama Katolik dan Pengawas
Pendidikan Agama Katolik.
30
b)
4)
Membantu pengadaan buku pendidikan agama katolik di sekolah (SD,
SMP, SMA).
5)
Memberikan bantuan pembinaan kehidupan keagamaan bagi siswasiswi Sekolah (SD, SMP, SMA).
6)
Bekerja sama dengan Gereja Katolik Indonesia menyusun buku
pegangan Guru Agama Katolik dan buku pegangan siswa mata
pelajaran Agama Katolik (SD, SMP, dan SMA).
7)
Bekerja sama dengan Gereja Katolik menyusun kurikulum pendidikan
agama katolik di perguruan tinggi umum.
8)
Bekerja sama dengan Gereja Katolik dalam memberikan pembinaan
dosen agama Katolik di perguruan tinggi umum.
9)
Memberikan bantuan kepada guru-guru agama Katolik tidak tetap
(honor).
Pendidikan Keagamaan Katolik
1)
Membantu Gereja Katolik dalam pemberian ijin penyelenggaraan
pendidikan keagamaan Katolik tingkat menengah dan perguruan
tinggi.
2)
Menyusun Juklak Pembinaan Lembaga Pendidikan Keagamaan
Katolik.
3)
Membantu pengadaan buku pendidikan agama Katolik di Peguruan
Tinggi Agama Katolik Swasta.
4)
Melakukan pengawasan pelaksanaan Ujian Negara pada Sekolah
Menengah Agama Katolik dan Perguruan Tinggi Agama Katolik
Swasta.
5)
Memberikan pengesahan ijazah bagi lulusan Sekolah Menengah
Agama Katolik dan Perguruan Tinggi Agama Katolik Swasta.
6)
Memfasilitasi pengadaan dosen pada Perguruan Tinggi Agama
Katolik Swasta.
31
2.
PROGRAM DITJEN BIMAS KATOLIK
Pelaksanaan PROGRAM BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK menjadi
tanggung jawab Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik.
Ada 3 kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan dalam rangka mencapai hasil jangka
menengah (outcome) yang diharapkan yaitu:
a)
Kegiatan: Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik;
Keluaran (output) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
1) Tersedianya data informasi keagamaan Katolik;
2) Terlaksananya pembinaan perencanaan;
3) Terlaksananya evaluasi, koordinasi dan monitoring;
4) Tersedianya belanja pegawai;
5) Terlaksananya administrasi keuangan;
6) Terlaksananya pelayanan administrasi organisasi dan tata laksana serta
kepegawaian;
7) Terlaksananya administrasi dan manajemen tugas umum.
Keluaran (output) tersebut dicapai antara lain melalui koordinasi pelaksanaan
tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi satuan organisasi,
penyusunan rencana dan program kegiatan, penyiapan dan pengolahan data,
pengembangan sistem informasi serta penyusunan laporan dan evaluasi program
dan akuntabilitas kinerja; pembinaan dan pelayanan administrasi keuangan,
penyusunan rencana pengelolaan keuangan, pelaksanaan anggaran dan
perbendaharaan, serta penyusunan laporan akuntasi dan verifikasi keuangan;
pembinaan dan pelayanan di bidang ortala, pengelolaan kepegawaian dan
penyiapan peraturan perundang-undangan; serta pelayanan dan pembinaan
urusan ketatausahaan, kearsipan, BMN, kerumahtanggaan, dan perlengkapan
serta keprotokolan.
b)
Kegiatan : Pengelolaan dan Pembinaan Urusan Agama Katolik
Keluaran (output) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
1) Meningkatnya dukungan manajemen administrasi urusan agama Katolik;
2) Meningkatnya fungsi dan layanan bimbingan lembaga keagamaan Katolik;
3) Meningkatnya tugas bimbingan dan penyuluhan agama Katolik;
4) Terlaksananya pemberdayaan.
Keluaran (output) tersebut dicapai antara lain melalui pelayanan bimbingan
Urusan Agama Katolik; bimbingan dan pelayanan pembinaan lembaga-lembaga
agama Katolik; bimbingan dan pelayanan penyusunan, penganalisaan dan
32
perumusan bahan pemberdayaan umat; bimbingan dan pelayanan penyuluhan
tenaga teknis keagamaan; bimbingan keluarga; serta pelayanan ketatausahaan.
c)
Kegiatan : Pengelolaan dan Pembinaan Pendidikan Katolik
Keluaran (output) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah:
1) Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan pendidikan Katolik;
2) Terlaksananya pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Katolik
tingkat dasar;
3) Terlaksananya pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Katolik
tingkat menengah;
4) Terlaksananya pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Katolik
tingkat tinggi;
Keluaran (output) tersebut dicapai antara lain melalui pembinaan dan pelayanan
pendidikan agama; bimbingan dan pelayanan pembelajaran dan kurikulum,
supervisi, akreditasi, sertifikasi serta pembinaan sarana dan teknologi
pendidikan tingkat dasar, menengah dan tinggi serta pelayanan ketatausahaan.
d)
Penyelenggaraan Administrsi Perkantoran Pendidikan Bimas Katolik
Keluaran (Ouput) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah
terlaksananya administrasi perkantoran pendidikan Bimas Katolik yang ditandai
antara lain dengan :
1) Jumlah guru PNS penerima tunjangan profesi, dan
2) Jumlah guru PNS yang menerima gaji dan tunjangan.
D. STRATEGI PELAKSANAAN
1. PEMBAGIAN TUGAS DAN FUNGSI ANTAR UNIT TEKNIS
Pembagian tugas antar unit teknis di lingkungan Ditjen Bimas Katolik Kementerian
Agama dimaksudkan untuk kepentingan efisiensi anggaran dan efektifitas program,
serta menghindari duplikasi kegiatan, sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan
terjadinya inefisiensi.
Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 50 Tahun 2008 tentang Perubahan Kesembilan
Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas
Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, tugas Ditjen Bimas Katolik adalah:
“merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
bimbingan masyarakat Katolik berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri”.
Tugas tersebut dijabarkan kembali dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 10
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama.
33
2. KOORDINASI DAN KERJASAMA
a.
Dalam rangka optimalisasi tugas dan fungsi Ditjen Bimas Katolik Kementerian
Agama sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan Menteri Agama dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upaya koordinasi dan
kerjasama antar unit teknis di lingkungan Ditjen Bimas Katolik Kementerian
Agama merupakan hal yang sangat penting. Hal tersebut sebagai langkah untuk
menciptakan sinergi, integritas, dan harmonisasi, serta menghindari duplikasi
dalam pelaksanaan program. Koordinasi dan kerjasama dilakukan berdasarkan
atas tugas dan fungsi masing-masing unit teknis.
b.
Sekretariat Direktorat Jenderal
merupakan koordinator kerjasama dalam
menyelenggarakan tugas administrasi Direktorat Jenderal.
c.
Direktorat Urusan Agama Katolik merupakan koordinator kerjasama dalam
penyelenggaraan bimbingan masyarakat Katolik.
Direktorat Pendidikan Katolik merupakan koordinator kerjasama dalam
penyelenggaraan bimbingan pendidikan agama dan keagamaan Katolik
d.
Di samping itu masih ada mekanisme koordinasi, yaitu jabatan fungsional merupakan
mitra koordinasi dalam pemantapan mekanisme administrasi Direktorat Jenderal.
3. EFISIENSI SUMBER DAYA
a. Mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki serta besarnya tugas dan
tanggung jawab yang diemban Ditjen Bimas Katolik sebagai fasilitator dalam
penyelenggaraan pembangunan agama, khususnya bimbingan masyarakat Katolik,
maka upaya untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan agama sebagaimana
tertuang dalam bentuk kebijakan dan program, diperlukan efisiensi sumber daya.
b. Efisiensi sumber daya pada hakekatnya adalah usaha sungguh-sungguh setiap unit
kerja untuk memanfaatkan seluruh potensi yang ada agar mencapai hasil guna
secara optimal. Efisiensi sumber daya dilakukan melalui:
1) Efisiensi anggaran;
2) Pelaksanaan program berdasarkan skala prioritas;
3) Menghindari duplikasi program antar unit teknis, dan antara Pusat dan
Daerah;
4) Penyelenggaraan program untuk kepentingan kebijakan dan
pengembangan ke depan berdasarkan atas hasil penelitian dan
pengembangan.
34
4. PENINGKATAN PROFESIONALISME
a. Terbatasnya kualitas sumberdaya manusia di lingkungan Ditjen Bimas Katolik
perlu diantisipasi dengan meningkatkan profesionalisme. Usaha ini dilakukan
untuk membangun pegawai yang produktif, kompetitif, efektif, dan efisien,
dengan mempertimbangkan latar belakang pendidikan, bidang kerja dan fungsi
tugas masing-masing pegawai, serta tantangan dan kualifikasi yang mesti dimiliki
di masa depan. Ini berarti bahwa langkah pertama dan utama untuk meningkatkan
profesionalisme pegawai adalah melakukan estimasi kebutuhan dan kualifikasi
pegawai yang mampu memainkan peran penting dalam mewujudkan interaksi
antara instansi terkait dalam pembangunan bidang agama.
b. Secara umum, peningkatan profesionalisme pegawai dilakukan melalui:
1) Pengadaan dan seleksi.
2) Pendidikan dan pelatihan.
3) Pembinaan karir.
4) Pelibatan dalam kegiatan ilmiah.
5) Studi banding
6) Membangun kemitraan.
5.
EVALUASI DAN MONITORING
a. Sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006
tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan,
maka harus dilakukan evaluasi, pengukuran, dan nitoring terhadap kinerja
Kementerian Agama.
b. Evaluasi kinerja, adalah suatu penetapan nilai atau pemberian makna atas hasil
pengukuran berdasarkan kriteria tertentu terhadap suatu program yang dijalankan.
Evaluasi senantiasa dikaitkan dengan sumber daya yang dimiliki Direktorat
Jenderal, seperti sumber daya manusia, dana/keuangan, sarana prasarana, metode
kerja, dan hal-hal lainnya yang berkaitan. Evaluasi dilakukan dengan tujuan agar
dapat diketahui dengan pasti apakah pencapaian kinerja yang tidak sesuai
disebabkan oleh faktor input yang kurang mendukung atau kegagalan manajemen.
c. Evaluasi kinerja dilakukan dalam 2 hal, yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah suatu penilaian yang dilakukan terhadap proses kerja
masing-masing unit sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaan program. Dalam
hal ini evaluasi proses dilakukan sesuai dengan sifat dan jenis kegiatan serta
berpedoman kepada kelayakan kinerja. Sedangkan evaluasi hasil adalah penilaian
35
yang dilakukan terhadap output yang merupakan hasil kerja dari pelaksanaan
program. Evaluasi hasil dilakukan sesuai dengan sifat dan jenis kegiatan dan
berpedoman kepada kelayakan hasil yang dicapai. Untuk mengevaluasi kinerja
dapat dilakukan melalui cara:
1)
2)
3)
4)
Menganalisa hasil pengukuran kinerja.
Menginterprestasikan data yang diperoleh.
Membuat pembobotan (rating) dalam keberhasilan pencapaian program.
Membandingkan pencapaian program dengan visi dan misi Ditjen Bimas
Katolik.
d. Pengukuran kinerja merupakan proses pengukuran untuk mengetahui apakah
program yang ditetapkan sesuai dengan misinya melalui penyediaan produk, jasa
pelayanan, atau proses yang dilakukan. Pengukuran kinerja harus mampu
memahami hasil-hasil dari suatu aktivitas program yang dibandingkan dengan
tujuan awalnya.
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan mempergunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Meneliti tugas pokok dan fungsi organisasi.
2) Meneliti tujuan kebijakan program-program organisasi.
3). Meneliti sasaran program, sasaran pelaksanaan tugas, dan target-target
yang telah ditetapkan oleh instansi yang lebih tinggi.
4). Membuat daftar indikator outcome.
5). Membuat daftar variabel masukan dan proses.
6). Memilih indikator yang diinginkan.
Untuk mengukur pencapaian kinerja dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut:
1) Membandingkan kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan.
2) Membandingkan kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan.
3) Membandingkan kinerja nyata tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya.
4) Membandingkan kinerja Ditjen Bimas Katolik dengan instansi yang
unggul di bidangnya.
5) Membandingkan capaian tahun berjalan dengan rencana dalam lima tahun.
e. Sedangkan alat untuk melaksanakan pencapaian kinerja adalah laporan
akuntabilitas kinerja Ditjen Bimas Katolik, melalui mekanisme pelaksanaan
akuntabilitas kinerja yang dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut:
1) Setiap pimpinan unit teknis wajib membuat laporan akuntabilitas kinerja
secara berjenjang serta berkala untuk disampaikan kepada atasannya;
36
2)
Laporan akuntabilitas tahunan Ditjen Bimas Katolik disampaikan kepada
menteri Agama
f. Sedangkan monitoring atau pemantapan, adalah proses mengamati pelaksanaan
tugas dan fungsi dengan seksama, pelaksanaan monitoring dijalankan secara
berkala sejak tahap perencanaan sampai dengan pelaporan hasil-hasil kegiatan.
Monitoring dilakukan untuk melihat tingkat pelaksanaan, daya dukung, kendala,
dan tantangan dalam pelaksanaan program sehingga memperoleh masukan untuk
penyempurnaan pencapaian hasil.
37
BAB IV
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
A. TARGET KINERJA
Berdasarkan kebijakan restrukturisasi program dan kegiatan, Ditjen Bimas Katolik
melaksanakan satu program, yaitu Program Bimbingan Masyarakat Katolik yang
memiliki target outcome dan output serta indikator yang menjadi ukuran kinerja dari
kegiatan yang akan dicapai dalam rentang lima tahun dengan mempertimbangkan aspek
kapasitas lembaga, kemampuan anggaran negara, kemungkinan ketercapaian, dan
berbagai perubahan lingkungan strategis yang bisa saja terjadi.
Program Bimbingan Masyarakat Katolik, memiliki outcome yang meliputi:
1.
Meningkatnya Kualitas Pemahaman, Pengamalan, dan Pelayanan Agama Katolik,
yang ditandai antara lain dengan:
a. Persentase lembaga sosial keagamaan Katolik yang difasilitasi dalam memenuhi
standar minimal lembaga keagamaan;
b. Jumlah penyuluh keagamaan Katolik yang difasilitasi dalam pembinaan dan
pengembangan; dan
c. Jumlah lembaga sosial keagamaan yang difasilitasi dalam penguatan dan
pemberdayaan.
2.
Meningkatnya kualitas pengelolaan Pendidikan Agama, dan Pendidikan Keagamaan
Katolik, yang ditandai antara lain dengan:
a. Jumlah Guru PA Katolik Berkualifikasi S1/D4;
b. Jumlah Siswa SMAK;
c. Jumlah Peserta Didik Sekolah Keagamaan Katolik (SMAK) penerima KIP;
d. Jumlah SMAK yang memenuhi SPM;
e. Jumlah SMAK yang Terakreditasi minimal B;
f. Jumlah SMAK memiliki sarana prasarana sesuai SNP;
g. Jumlah Mahasiswa PTA Katolik;
h. Jumlah PTA Katolik;
i. Jumlah Dosen Bersertifikat; dan
j. Jumlah Prodi PTA Katolik Berakreditasi Minimal B.
Untuk mencapai outcome tersebut dilaksanakan kegiatan:
1.
Pengelolaan dan pembinaan urusan agama Katolik, dengan sasaran yang meliputi:
a. Meningkatnya kualitas pemahaman, pengamalan ajaran agama Katolik yang
mencakup:
1) Jumlah penyuluh keagamaan Katolik yang difasilitasi dalam pembinaan dan
pengembangan yang ditandai antara lain dengan:
a) Jumlah Penyuluh Agama Katolik PNS dan Non PNS yang mengikuti
pendidikan dan latihan (pengembangan kemampuan substansi dan teknis);
38
b) Jumlah Laporan pelaksanaan tugas dan fungsi Penyuluh Agama Katolik
PNS;
c) Jumlah Penyuluh Agama Katolik Non PNS yang menerima honorarium;
d) Jumlah naskah bimbingan keagamaan Katolik;
e) Jumlah Juklak/Juknis Pelaksanaan Penyuluhan Agama Katolik; dan
f) Jumlah kendaraan operasional R2 bagi Penyuluh Agama Katolik PNS.
2) Jumlah fasilitasi pembinaan, pemberdayaan dan kerukunan intern umat
beragama Katolik yang ditandai antara lain dengan:
a) Jumlah Rohaniwan Katolik yang mengikuti dialog kerukunan umat
beragama;
b) Jumlah Tokoh Agama dan Masyarakat Katolik yang mengikuti dialog
kerukunan umat beragama;
c) Jumlah Naskah hasil pertemuan dialog kerukunan;
d) Jumlah Keluarga Katolik yang mengikuti pembinaan keluarga bahagia;
e) Jumlah Naskah Bimbingan Keluarga Bahagia;
f) Jumlah Kelompok Kategorial yang terbina; dan
g) Jumlah pegawai yang mengikuti pembinaan kerohanian Katolik.
3) Jumlah naskah Norma, Standard, Prosedur dan Kriteria yang ditandai antara
lain dengan:
a) Jumlah juklak/juknis pemberian bantuan kepada Institusi/Lembaga
keagamaan Katolik;
b) Jumlah Pedoman Pembinaan Keluarga Katolik;
c) Jumlah Naskah Bimbingan kepada kelompok keagamaan Katolik.
4) Jumlah fasilitasi pembinaan dan pengembangan budaya keagamaan Katolik
yang ditandai dengan Jumlah lembaga keagamaan katolik yang terbina.
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan beragama Katolik, yang mencakup:
1) Jumlah lembaga sosial keagamaan yang difasilitasi dalam penguatan dan
pemberdayaan yang ditandai antara lain dengan:
a) Jumlah Rumah Ibadah yang menerima bantuan;
b) Jumlah Keuskupan Agung dan Sufragan yang menerima bantuan;
c) Jumlah Komisi KWI yang menerima bantuan;
d) Jumlah Paroki/Stasi/Lingkungan yang menerima bantuan;
e) Jumlah Lembaga Keagamaan Katolik yang menerima bantuan (sarana
keagamaan);
f) Jumlah Lembaga Sosial Keagamaan Katolik yang menerima bantuan
(seminari/ kongregasi/ tarekat/ ordo/ unio/ lembaga sekular);
g) Jumlah Kelompok Kategorial Katolik yang menerima bantuan (BIARLU,
ME/LM); dan
h) Jumlah Ormas Katolik yang menerima bantuan Pembinaan Kerohanian
Katolik.
2) Jumlah fasilitasi sarana dan prasarana pelayanan keagamaan (lokasi):
a) Jumlah Keluarga Katolik yang menerima bantuan Kitab Suci;
39
b) Jumlah buku peribadatan Katolik;
c) Jumlah perlengkapan dan peralatan misa; dan
d) Jumlah Buku Peningkatan Pemahaman Kehidupan Beragama Katolik.
2. Pengelolaan dan Pembinaan Pendidikan Agama Katolik, dengan sasaran meliputi:
a. Tenaga Pendidikan dan Kependidikan Agama Katolik yang berkualitas, yang
ditandai antara lain :
1). Jumlah Guru Pendidikan Agama Katolik Tingkat Dasar dan Menengah yang
memenuhi standar kualifikasi (DMS – S1);
2). Jumlah Guru Pendidikan Agama Katolik yang memenuhi standar kompetensi
tersertifikasi;
3). Jumlah Pengawas Pendidikan Agama Katolik Tingkat Dasar dan Menengah
yang memenuhi standar kompetensi;
4). Jumlah dosen Pendidikan Agama Katolik di Perguruan Tinggi yang memenuhi
kualifikasi;
5). Jumlah dosen Pendidikan Agama Katolik di Perguruan Tinggi Umum yang
tersertifikasi;
6). Jumlah dosen PTAKS yang memenuhi standar kualifikasi minimal (S2);
7). Jumlah dosen PTAKS yang tersertifikasi;
8). Jumlah dosen PTAKS yang mendapat bantuan pendidikan S2 bidang ilmu
yang relevan dalam dan luar negeri;
9). Jumlah dosen PTAKS yang menerima bantuan pendidikan S3 bidang ilmu
yang relevan dalam dan luar negeri;
10). Jumlah GPAK Tingkat Dasar dan Menengah yang mengikuti pembinaan dan
latihan teknis kependidikan yang berlaku;
11). Jumlah Pengawas PAK Tingkat Dasar dan Menengah yang mengikuti
pembinaan dan latihan teknis kependidikan;
12). Jumlah Fasilitasi Peningkatan Kompetensi GPAK Tingkat Dasar dan
Menengah;
13). Jumlah dosen PAK di perguruan tinggi yang mengikuti pembinaan
kompetensi;
14). Jumlah dosen PTAKS yang mengikuti seminar / workshop / kongres / short
course di dalam dan luar negeri;
15). Jumlah Guru Pendidikan Agama Katolik Tingkat Dasar dan Menengah yang
menerima TPG [Non PNS yang sudah Inpassing];
16). Jumlah GPAK Tingkat Dasar dan Menengah Non PNS yang menerima TPG;
17). Jumlah Guru Pendidikan Agama Katolik Non PNS Tingkat Dasar dan
Menengah yang belum tersertifikasi menerima tunjangan fungsional;
18). Jumlah tenaga kependidikan SMAK yang terbina;
19). Jumlah Dosen PTAKS yang menerima Tunjangan Profesi Dosen
20). Jumlah tenaga kependidikan PTAKS yang terbina (pembinaan administrasi
penyelenggaraan pendidikan);
21). Jumlah tenaga kependidikan Sekolah Keagamaan Katolik Tingkat Dasar dan
Menengah (Seminari);
40
22).
23).
24).
25).
26).
27).
Jumlah Juklak / Juknis Pembinaan Kepada Guru Pendidikan Agama Katolik,
Dosen Agama Katolik, Pembina Agama Katolik dan Tenaga Kependidikan;
Jumlah dokumen kerja dengan mitra kerja;
Jumlah Buku Guru dan Silabus tingkat dasar;
Jumlah Buku Guru dan Silabus tingkat menengah;
Jumlah GPAK Tidak Tetap Tingkat Dasar dan Menengah yang menerima
bantuan;
Jumlah Guru Tidak Tetap SMAK yang menerima bantuan.
b. Peserta Didik – Mahasiswa yang berkualitas, ditandai antara lain dengan:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
Jumlah peserta didik Sekolah Keagamaan Katolik Tingkat Dasar yang menerima
bantuan beasiswa;
Jumlah peserta didik Sekolah Keagamaan Katolik - SMAK penerima KIP;
Jumlah Siswa SMAK yang menerima kartu dan tersosialisasikan Program Wajar
12 tahun dengan KIP;
Jumlah KMK yang menerima bantuan pembinaan dan pengembangan nilai-nilai
keagamaan katolik;
Jumlah mahasiswa PTAKS yang menerima bantuan beasiswa regular;
Jumlah mahasiswa PTAKS yang menerima bantuan beasiswa prestasi - Bidik
Misi;
Jumlah kelompok kepanduan Katolik yang menerima bantuan [Pramuka,
Jambore];
Jumlah kelompok [pembina] kepanduan Katolik yang mengikuti pembinaan;
Jumlah mahasiswa Katolik (PTU/PTAKS) yang mengikuti pertukaran pelajar/
mahasiswa (dalam dan luar negeri) yang menerima bantuan;
Jumlah Juklak/Juknis Pemberian Bimbingan kepada Peserta Didik-Mahasiswa
Katolik;
Jumlah peserta didik tingkat dasar dan menengah yang menerima sarana dan
prasarana pembelajaran pendidikan agama Katolik [Buku Murid];
Jumlah peserta didik tingkat dasar dan menengah yang menerima sarana dan
prasarana pembelajaran pendidikan agama Katolik [Buku Perpustakaan]; dan
Jumlah mahasiswa katolik PTU yang menerima sarana dan prasarana
pembelajaran pendidikan agama Katolik [Buku Referensi].
c. Lembaga Pendidikan Keagamaan Katolik yang berkualitas (memenuhi standar),
ditandai antara lain dengan:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Jumlah Lembaga Pendidikan Keagamaan Katolik Tingkat Dasar dan Menengah
yang mendapat bantuan Sarana Prasarana [Buku Perpustakaan];
Jumlah PTAKS yang menerima bantuan sarana dan prasarana
[Buku
Perpustakaan];
Jumlah Penelitian PTAKS untuk penguatan program studi [mandiri dan kerja
sama];
Jumlah PTAKS yang terakreditasi (minimal B) penerima bantuan;
Jumlah SMAK yang dibina [internal SMAK];
Jumlah SMAK yang menerima bantuan pengembangan mutu [sarpras];
41
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
Jumlah PTAKS yang dibina;
Jumlah KKG dan MGMP yang menerima bantuan;
Jumlah SMAK yang menyelenggarakan Ujian Nasional;
Jumlah SMAK yang disupervisi;
Jumlah draft peraturan perundangan Kependidikan Keagamaan Katolik;
Jumlah Kegiatan Pembinaan Kerohanian Katolik yang diikuti oleh peserta didik;
Jumlah PTAKS yang disupervisi;
Jumlah dokumen penyiapan bahan-bahan pelaksanaan tugas dan fungsi;
Jumlah SMAK yang alih fungsi negeri; dan
Jumlah PTAKS yang alih fungsi negeri.
3. Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran Pendidikan Bimas Katolik, dengan sasaran
terlaksananya administrasi perkantoran pendidikan Bimas Katolik ditandai antara lain
dengan:
a. Jumlah Guru PNS penerima tunjangan profesi;
b. Jumlah Guru PNS yang menerima gaji dan tunjangan.
4. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Bimbingan Masyarakat
Katolik, dengan sasaran meningkatnya kualitas tata kelola dukungan manajemen dan
tugas teknis lainnya Bimas Katolik yang ditandai antara lain dengan:
a. Jumlah dokumen administrasi perencanaan, keuangan, umum, ortala, dan kepegawaian
yang disusun tepat waktu;
b. Jumlah pegawai yang mendapat gaji tunjangan dan operasional.
B. KERANGKA PENDANAAN
Untuk mencapai tujuan dan sasaran program tahun 2015-2019,
diperlukan
ketersediaan dana secara memadai. Sumber pembiayaan perlu dikelola sedemikian rupa
akibat tidak seimbangnya kebutuhan pembiayaan dengan sumber biaya yang tersedia.
Sumber pembiayaan khususnya dari pemerintah pusat yang tidak memadai harus didukung
dengan sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah daerah dan masyarakat.
Dalam rangka pemenuhan pendanaan pembangunan bidang agama dan pendidikan
yang menjadi tugas Ditjen Bimas Katolik, direncanakan skema kerangka pendanaan sebagai
berikut:
1. Mendorong Pemerintah Daerah untuk turut serta berpartisipasi dalam pembiayaan
pembangunan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Katolik;
serta
pemberdayaan umat beragama dan lembaga keagamaan Katolik
2. Memperbaiki mekanisme dan cakupan penggunaan dana Biaya Operasional Pendidikan
(BOP);
3. Pemberdayaan
umat/masyarakat
Katolik
dalam
mengembangkan
aset-aset
kelembagaannya.
42
1. Pendanaan Dari Pemerintah
a.
Pendanaan Pemerintah Pusat
Alokasi ini merupakan sumber utama dari pendanaan terhadap Program
Bimbingan Masyarakat Katolik. Pendanaan dari Pemerintah Pusat atau APBN terdiri
dari dana rupiah murni yang didistribusikan pemerintah pusat untuk
kementerian/lembaga.
Total alokasi pendanaan Program Bimbingan Masyarakat Katolik dalam
rangka mencapai target kinerja tahun 2015 - 2019 adalah Rp. 4.467.614.154.000,(Empat Trilyun Empat Ratus Enam Puluh Tujuh Milyar Enam Ratus Empat Belas
Juta Seratus Lima Puluh Empat Ribu Rupiah), teridiri dari :
a) Anggaran yang tertera di dalam RPJMN sebesar Rp. 1.441.538.092.000,- untuk
dua Kegiatan, yaitu: Pengelolaan dan Pembinaan Urusan Agama Katolik;
Pengelolaan dan Pembinaan Pendidikan Agama Katolik;
b) Anggaran yang belum tertera di dalam RPJMN untuk dua kegiatan yaitu kegiatan
Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran Pendidikan Bimas Katolik sebesar Rp.
2.959.439.076.000,- ; dan untuk kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan
Tugas teknis Lainnya Bimas Katolik sebesar Rp. 66.636.086.000,Total anggaran sebagaimana tersebut di atas untuk membiayai tiga fungsi dan
empat kegiatan ( belum termasuk alokasi untuk gaji pegawai dan belanja operasional
seperti listrik, telepon dan air).
Rancangan alokasi anggaran terbesar adalah untuk pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan selaras dengan kewajiban pemenuhan 20% anggaran
pendidikan nasional, yaitu rata-rata 89,31% dari total alokasi yang direncanakan
untuk Program Bimbingan Masyarakat Katolik. Alokasi tersebut selain akan
digunakan untuk mendanai program nasional yang berkelanjutan seperti Biaya
Operasional Pendidikan (BOP), tunjangan profesi guru, penyediaan sarana
pendidikan dan juga untuk mendanai program baru sehubungan dengan NAWA
CITA antara lain Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Rincian kerangka pendanaan Program Bimas Katolik sebagai berikut:
No
Program / Fungsi /
Kegiatan
Alokasi Kumulatif Tahun
2015 - 2019
Rp. ribu
Program Bimbingan
Masyarakat Katolik
KETERANGAN
%
Ditjen Bimas
4.467.614.154,-
Fungsi Pelayanan
Umum
66.636.086,-
Dukungan Manajemen
dan Pelaksanaan Tugas
1.
Teknis Lainnya Bimas
Katolik
66.636.086,-
A.
UNIT
ORGANISASI
PELAKSANA
43
100% Katolik/Kanwil/
Kankemenang
Sekretariat/
1,49% Kanwil/
Kankemenag
1,49%
Belum masuk
dalam pendanaan
RPJMN
No
Program / Fungsi /
Kegiatan
Alokasi Kumulatif Tahun
2015 - 2019
Rp. ribu
UNIT
ORGANISASI
PELAKSANA
%
Fungsi Agama
344.305.000,-
Direktorat
Urusan Agama
7,71% Katolik/
Kanwil/
Kankemenang
Pengelolaan dan
1. Pembinaan Urusan
Agama Katolik
344.305.000,-
7,71%
B.
Fungsi Pendidikan
3.990.036.081,-
Direktorat
Pendidikan
89,31%
Katolik/Kanwil/
Kankemenag
Pengalolaan dan
1. Pembinaan Pendidikan
Katolik
1.030.597.005,-
23,07%
C.
Penyelenggaraan
2. Administrasi Perkantoran
Pendidikan Bimas Katolik
Total
KETERANGAN
2.959.439.076,-
66,24%
4.467.614.154,-
100%
Belum masuk
di dalam
pendanaan
RPJMN
Penjabaran rinci aktivitas kinerja dan kerangka pendanaan
Program
Bimbingan Masyarakat Katolik Tahun 2015 – 2019 dapat dilihat pada Lampiran II
Matriks Rencana Strategis tahun 2015 – 2019 Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Katolik.
b....Pendanaan yang Berasal dari Pemerintah Daerah
Meskipun Kementerian Agama dan seluruh satuan kerjanya (termasuk juga
lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan) merupakan bagian dari binaan
pemerintah pusat namun kontribusi dari pemerintah daerah sangat diharapkan untuk
turut serta mendanai pendanaan pembangunan bidang Agama dan Pendidikan.
Beberapa pemerintah daerah telah berkontribusi dalam membantu pendanaan
dalam pelayanan kehidupan beragama serta penyelenggaraan pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan. Peran pemerintah daerah yang telah berjalan dan diharapkan
akan terus berkelanjutan antara lain berupa alokasi dalam bentuk dana BOS daerah
yang tidak hanya dialokasikan untuk sekolah reguler tapi juga lembaga pendidikan
44
agama dan keagamaan dalam naungan Kementerian Agama. Besarnya pengalokasian
ini sangat tergantung pada kemampuan keuangan dan komitmen pemerintah daerah.
Untuk meningkatkan peran pemerintah daerah dalam menyokong pelayanan
dalam kehidupan beragama serta penyelenggaraan pendidikan agama dan pendidikan
keagamaan di wilayahnya, maka diperlukan peran aktif dari Kantor Wilayah
Kementeria Agama Provinsi, Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Lembaga
pendidikan Agama dan Keagamaan Tingkat Dasar dan Menengah bahkan sampai
dengan Tingkat Tinggi dalam mendorong dan bekerjasama dengan pemerintah
daerah. Beberapa kerjasama dan kontribusi yang telah dilaksanakan antara
Kementerian Agama dan pemerintah daerah antara lain:
1). Pemberian alokasi Biaya Operasional Pendidikan Pemerintah Daerah yang tidak
hanya dialokasikan bagi sekolah umum tapi juga dialokasikan bagi Sekolah
Agama dan Keagamaan tingkat Dasar dan Menengah maupun Tingkat Tinggi.
2). Pemberian tambahan tunjangan bagi Tenaga Pendidik dan Kependidikan Agama.
3). Pemberian bantuan atau hibah bagi sarana prasarana peribadatan dan sarana
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.
4). Sinergi penyelenggaraan even keagamaan serta even pendidikan bagi satuan
pendidikan umum dengan satuan pendidikan agama dan keagamaan.
2. Pendanaan Dari Masyarakat
Alokasi pendanaan yang berasal dari masyarakat, berasal dari perseorangan,
kelompok organisasi masyarakat maupun perusahaan. Kontribusi masyarakat bagi
kegiatan Agama dan pendidikan keagamaan sudah berlangsung dengan sejak lama. Hal
ini bisa dilihat banyak pendirian rumah ibadat yang dilakukan secara swakelola oleh
masyarakat, pendirian lembaga sosial keagamaan, dan banyaknya sekolah keagamaan
yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat baik secara perseorangan maupun
kelembagaan.
45
BAB V
P E N U T U P
1.
Rencana Strategis (RENSTRA) Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama tahun 2015 –
2019 diarahkan untuk merespon berbagai tantangan dan peluang sesuai dengan tuntutan
perubahan lingkungan strategik, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Renstra ini
merupakan upaya untuk menggambarkan peta permasalahan, titik kuat – titik lemah,
peluang – tantangan, program yang ditetapkan, dan strategi yang akan dijalankan selama
kurun waktu lima tahun, serta output yang ingin dihasilkan dan outcome yang diharapkan.
2.
Ditjen Bimas Katolik sebagai unit teknis yang ikut menyukseskan pembangunan nasional di
bidang agama diharapkan lebih proaktif, kreatif, adaptif, dan responsif terhadap laju
perubahan di berbagai sektor kehidupan, baik perubahan yang membawa dampak positif
maupun negatif. Untuk itu, Ditjen Bimas Katolik dituntut mampu memberikan kontribusi
yang signifikan bagi tercapainya tatanan kehidupan yang dicita-citakan masyarakat melalui
program pembangunan agama.
3.
Atas dasar itu, maka RENSTRA Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama harus terus
disempurnakan dari waktu ke waktu. Dengan demikian, RENSTRA ini bersifat terbuka dari
kemungkinan perubahan. Melalui RENSTRA diharapkan dapat membantu pelaksana dan
pengelola kegiatan dalam melakukan pengukuran tingkat keberhasilan terhadap kegiatan
yang dikelola. Dengan RENSTRA pula, diharapkan unit-unit teknis di lingkungan Ditjen
Bimas Katolik memiliki pedoman yang dapat dijadikan penuntun bagi pencapaian arah,
tujuan, dan sasaran program selama lima tahun yaitu 2015 – 2019, sehingga visi dan misi
pembangunan agama dapat terwujud dengan baik.
Jakarta,
Nopember 2015
Direktur Jenderal Bimas Katolik
Drs. Eusabius Binsasi
NIP. 195906141992031001
46
Download