BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa tahun

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir setelah perekonomian Indonesia
mengalami kelesuan akibat krisis ekonomi, kinerja Bursa Efek Indonesia (BEI)
terus memperlihatkan peningkatan yang signifikan. Meningkatnya data dan angka
transaksi menandakan bahwa pasar modal sebagai wahana investasi dan sebagai
pintu gerbang masuk ke industri terus digemari kalangan investor.
Investasi di pasar modal saat ini menjadi alternatif investasi yang
semakin digemari oleh masyarakat karena pasar modal memiliki instrumen
investasi yang beragam yang masing-masing memiliki keunggulan tersendiri.
Investasi pada pasar modal memang lebih berisiko dibandingkan investasi pada
produk perbankan. Namun sesuai dengan konsep high risk high return, maka
semakin tinggi risiko (risk) semakin tinggi pula tingkat pengembalian (return)
yang bisa didapat. Hal inilah yang membuat investasi di pasar modal mampu
memberikan tingkat pengembalian yang tidak terbatas sehingga dianggap
memiliki keunggulan.
Walaupun memberikan keuntungan yang beragam, namun investasi pada
saham bukan berarti tanpa risiko. Pergerakan harga saham yang tidak menentu
menyebabkan tingkat pengembalian saham (rate of return) menjadi sulit
diprediksi. Kesalahan dalam menilai rate of return yang akan terjadi, seringkali
1
menyebabkan investor mengalami kerugian modal (capital loss) yaitu harga jual
saham lebih rendah dari harga ketika membeli saham.
Investor dapat menggunakan dua analisis dalam keputusan investasinya,
yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Analisis fundamental merupakan
salah satu cara untuk memperkirakan harga saham dalam keputusan investasi
dengan menganalisis kondisi keuangan dan kondisi ekonomi perusahaan yang
menerbitkan saham tersebut. Analisisnya meliputi trend penjualan dan
keuntungan perusahaan, kualitas produk, posisi persaingan perusahaan di pasar,
hubungan kerja pihak perusahaan dengan karyawan, sumber bahan mentah,
peraturan-peraturan
perusahaan
dan
beberapa
faktor
lain
yang
dapat
mempengaruhi nilai saham perusahaan tersebut (Anastasia, 2003).
Berbeda dengan analisis fundamental, analisis teknikal menyangkut
informasi-informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah, pertumbuhan
ekonomi, perkembangan tingkat bunga, kondisi politik suatu negara, peristiwaperistiwa penting, dan lain-lain. Pemikiran yang melandasi analisis teknikal
adalah harga saham mencerminkan informasi yang relevan, bahwa informasi
tersebut ditunjukkan oleh perubahan harga di waktu yang lalu, dan karenanya
perubahan harga saham akan mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan
berulang-ulang (Husnan, 2005).
Pola berulang yang mendasari analisis teknikal salah satunya adalah
anomali pasar. Adanya anomali (penyimpangan) dalam pasar modal bertentangan
dengan teori pasar modal efisien. Pada dasarnya harga-harga sekuritas dalam
pasar modal mengikuti pola random walk. Teori random walk menyatakan bahwa
2
harga-harga saham yang tidak beraturan menyebabkan pasar modal efisien. Pasar
modal
efisien
merupakan
pasar
modal
yang
harga-harga
sekuritasnya
mencerminkan informasi yang relevan. Apabila harga-harga selalu mencerminkan
semua informasi yang relevan maka harga tersebut baru berubah apabila ada
informasi baru. Sebaliknya, apabila harga saham mencerminkan informasi yang
bisa diperkirakan sebelumnya maka informasi tersebut tidak relevan lagi,
sehingga pasar dikatakan tidak efisien.
Salah satu anomali pasar yang bertentangan dengan teori pasar modal
yang efisien adalah adanya January effect. Anomali January effect adalah
pengaruh secara kalender, dimana terutama saham berkapitalisasi kecil cenderung
naik harganya pada bulan Januari. Faktor-faktor yang mempengaruhi January
effect ini karena adanya penjualan saham pada akhir tahun untuk mengurangi
mengurangi pajak (tax-loss selling), merealisasikan capital gain, pengaruh dari
portofolio window dressing, atau para investor menjual sahamnya untuk liburan.
Para investor melakukan penjualan saham pada akhir tahun dan membeli kembali
pada awal tahun, hal ini menyebabkan kenaikan harga pada bulan Januari.
January effect dikenal dengan tingkat pengembalian yang tertinggi pada bulan
tersebut dibandingkan dengan bulan lainnya.
Terjadinya January effect dapat dipahami dengan pemikiran sebagai
berikut. Pada pertengahan Desember, fund manager mulai libur karena cuti natal
dan tahun baru. Fund manager baru masuk kembali pada awal Januari dimana
mereka sudah mendapatkan analisis sejumlah perusahaan. Analisis tersebut sudah
memproyeksikan harga saham tidak lagi memakai data pada tahun lalu maka
3
harga saham lebih tinggi. Selanjutnya fund manager melakukan pembelian besarbesaran sehingga tingkat pengembalian pada bulan Januari menjadi lebih tinggi
dibandingkan bulan lainnya.
Terjadinya January effect bisa ditunjukkan dengan adanya return tidak
normal yang diperoleh investor. Apabila suatu pengumuman mengandung
informasi, pasar diharapkan dapat bereaksi terhadap informasi tersebut. Reaksi ini
dapat diukur dengan abnormal return. Apabila abnormal return digunakan dapat
dikatakan bahwa suatu pengumuman yang mempunyai kandungan informasi akan
memberikan abnormal return kepada pasar (Jogiyanto, 2003). Dengan kata lain,
apabila January effect terjadi maka para investor dapat menikmati abnormal
return.
Penelitian mengenai January effect sudah banyak diteliti dibeberapa
negara. Bukti empiris adanya January effect bisa dilihat dari penelitian-penelitian
berikut. Salah satu bukti tersebut adalah penelitian yang dilakukan Rafique dan
Shah (2012) yang melakukan penelitian January effect di Pasar Modal Pakistan,
mereka tidak menemukan fenomena January effect di pasar modal tersebut.
Penelitian fenomena January effect yang dilakukan Rendra (2004) di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 1997 hingga 2001, ditemukan adanya January effect pada
perusahaan berskala sedang dan besar, akan tetapi tidak terjadi di perusahaan yang
beskala kecil. Penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Fauzi (2007) yang tidak menemukan adanya fenomena January effect di Bursa
Efek Indonesia. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh As’adah
4
(2009) yang tidak menemukan fenomena January effect pada Jakarta Islamic
Index (JII) di Bursa Efek Indonesia.
Momentum January effect 2012 diprediksi bakal mendongkrak beberapa
saham lebih dari 5%. Pada perdagangan Selasa (10/1), pukul 14.20 WIB, Indeks
Harga Gabungan (IHSG) ditransaksikan menguat 32,34 poin (0,83%) ke level
3.921,416. Begitu juga dengan indeks saham unggulan LQ45 yang naik 7,64 poin
(1,11%) ke level 695,447. Analis dari Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI)
Ukie Jaya Mahendra menyatakan, investor institusi mutual fund dan institusi
hedge fund biasanya berburu saham-saham bluechip (saham-saham investment
grade). Pertimbangan mereka adalah fundamental emiten yang kuat, rasio dividen
yang tinggi, dividen story yang continue, market cap yang tinggi dan likuiditasnya
bagus. Karena itu, Ukie menegaskan saham-saham second liner dan third liners
tidak terlalu berimbas positif oleh January effect (www.inilah.com, 10 Januari
2012).
Penelitian ini akan menganalisis ada tidaknya anomali January effect di
Pasar Modal Indonesia pada tahun 2007 sampai dengan 2012. Penelitian ini
dikhususkan pada saham-saham yang termasuk ke dalam kelompok Indeks LQ45
yang dikenal dengan saham bluechip (saham yang memiliki reputasi tinggi,
memiliki pendapatan yang stabil, saham yang aktif diperdagangkan dan konsisten
dalam membayar dividen). Pemilihan LQ45 dilakukan dengan alasan bahwa
perusahaan-perusahaan yang masuk ke dalam LQ45 mempunyai likuiditas yang
tinggi, sehingga mampu mengurangi adanya saham tidur. Adanya saham yang
tidak aktif mengganggu akurasi penelitian yang dilakukan ini.
5
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan periode data penelitian berdasarkan lima tahun terakhir dengan
judul “Analisis Abnormal Return Saham Sebelum dan Sesudah Peristiwa
January Effect (Studi pada Perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia
Periode 2007-2012)”.
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas pada latar belakang diadakannya penelitian,
maka permasalahan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah fenomena January effect pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek
Indonesia periode 2007-2012?
2. Apakah terdapat perbedaan abnormal return saham di bulan Januari dengan
abnormal return saham di bulan Desember pada perusahaan LQ45 di Bursa
Efek Indonesia periode 2007-2012?
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengumpulkan
data dan informasi mengenai pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia
mulai dari periode 2007 hingga 2012 kemudian menganalisisnya. Disamping itu,
penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh gelar
Sarjana Ekonomi Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama.
Sedangkan tujuan penelitian secara khusus adalah untuk mendapatkan
jawaban dari permasalahan yang diidentifikasi di atas, yaitu:
6
1. Menganalisis fenomena January effect pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek
Indonesia periode 2007-2012.
2. Menganalisis adanya perbedaan abnormal return saham di bulan Januari
dengan abnormal return saham di bulan Desember pada perusahaan LQ45 di
Bursa Efek Indonesia pada periode 2007-2012.
1.4
Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
ilmu pengetahuan serta wawasan mengenai ilmu ekonomi, keuangan, maupun
investasi bagi para akademisi, para pelaku pasar modal, khususnya bagi
peneliti sendiri.
2. Secara praktis, memberikan informasi tentang peluang terjadinya anomali
kalender January effect di Pasar Modal Indonesia. Khususnya pada saham
LQ45, sehingga dapat menjadi wacana yang bermanfaat di bidang investasi.
7
1.5
1.5.1
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Kerangka Pemikiran
Investasi dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu investasi pada
financial assets dan investasi pada real assets Fahmi dan Hadi (2009:7). Bentuk
investasi pada financial assets antara lain: pembelian surat berharga, deposito dan
saham, sedangkan investasi pada real assets antara lain: pembelian tanah, gedung
dan mesin-mesin produksi. Investasi dalam bentuk financial assets terutama
saham, merupakan investasi yang berisiko. Investor dituntut untuk memiliki
pengetahuan yang lebih tentang pasar modal agar dapat meningkatkan return
ataupun memperkecil risiko.
Apabila seorang investor memutuskan untuk investasi dalam financial
assets berupa sekuritas, maka dapat dikatakan investor tersebut turut
berkecimpung dalam pasar modal. Salah satu contoh investasi pada financial
assets adalah pembelian saham. Para investor biasanya berburu saham-saham
bluechip, pertimbangan mereka adalah tingkat likuiditas saham bluechip yang
tinggi, fundamental emiten yang kuat, rasio dividen yang tinggi, dividen story
yang continue, market cap yang tinggi. Di Bursa Efek Indonesia, 45 saham emiten
yang masuk dalam indeks LQ45 termasuk saham bluechip. Empat puluh lima
saham dalam LQ45 terpilih berdasarkan kapitalisasi pasar dan likuiditas
perdagangan saham. Saham-saham yang masuk dalam perhitungan indeks LQ45
dievaluasi dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan
Agustus).
8
Dalam suatu pasar yang kompetitif, perubahan harga ditentukan oleh besar
kecilnya permintaan dan penawaran. Permintaan dan penawaran itu dipengaruhi
oleh informasi yang masuk ke dalam pasar. Apabila suatu informasi baru masuk
ke pasar yang berhubungan dengan suatu aktiva, informasi ini digunakan untuk
menganalisis dan menginterpretasikan nilai dari aktiva bersangkutan. Beaver
melihat efisiensi pasar dari sudut distribusi informasi. Menurut Beaver (1986)
dalam Gumanti dan Utami (2002) harga merupakan cerminan dari adanya
informasi yang diperoleh pelaku pasar secara menyeluruh, sehingga apabila harga
memiliki kandungan informasi maka dapat dikatakan harga yang terbentuk
sepenuhnya mencerminkan sistem informasi. Konsep pasar yang efisien dalam
Tandelilin (2010:219) lebih ditekankan pada aspek informasi, artinya pasar yang
efisien adalah pasar dimana harga semua sekuritas yang diperdagangkan telah
mencerminkan semua informasi yang tersedia. Apabila pasar efisien maka berlaku
pernyataan
bahwa investor tidak akan mampu memperoleh abnormal return
dengan menggunakan strategi perdagangan. Namun, pada kenyataannya ada
anomali-anomali yang menentang teori pasar efisien.
Anomali adalah kejadian atau peristiwa yang tidak diantisipasi dan yang
menawarkan investor untuk memperoleh abnormal return Gumanti dan Ma’arif
(2004). Anomali pasar menunjukkan suatu fenomena yang terjadi secara
berulang-ulang dan secara konsisten menyimpang dari kondisi pasar yang efisien
secara informasi. Salah satu anomali yang dapat meruntuhkan teori pasar efisien
adalah anomali January effect.
9
Selain January effect, ada beberapa macam anomali yang dikenal.
Menurut Levi dalam Gumanti dan Ma’arif (2004) ada sedikitnya empat macam
anomali pasar dalam teori keuangan yaitu:
“Anomali perusahaan (firm anomaly). Anomali perusahaan terdiri dari
size anomaly, close-end mutual fund, neglet, dan institutional holdings.
Anomali musiman (seasonal anomaly). Anomali musiman meliputi
January effect, weekend effect, turn of day effect, end of month effect,
seasonal effect, dan holdings effect. Anomali peristiwa (event anomaly).
Anomali peristiwa terbagi menjadi analysis recommendation anomaly,
insider trading anomaly, listing anomaly, dan value line anomaly.
Anomali akuntansi (accounting anomaly). Anomali akuntansi dibedakan
menjadi price earnings ratio anomaly, earnings surprice, price to sales
anomaly, price to book anomaly, dividend yield anomaly, dan earnings
moment anomaly.”
Terjadinya January effect bisa ditunjukkan dengan adanya return tidak
normal yang diperoleh investor. Apabila suatu pengumuman mengandung
informasi, pasar diharapkan dapat bereaksi terhadap informasi tersebut. Reaksi ini
dapat diukur dengan abnormal return. Apabila abnormal return digunakan dapat
dikatakan bahwa suatu pengumuman yang mempunyai kandungan informasi akan
memberikan abnormal return kepada pasar (Jogiyanto, 2003). Dengan kata lain,
apabila January effect terjadi maka para investor dapat menikmati abnormal
return.
Banyak penelitian menemukan bahwa pada bulan Januari terdapat return
yang lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya dan ini biasanya
terjadi pada saham yang nilainya kecil (small stock). Fama (1991) dalam
Tandelilin (2010) menemukan bahwa pada periode 1941-1981 return di bulan
Januari lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, dan perbedaan
yang lebih besar terjadi pada saham yang nilai kapitalisasi pasarnya kecil.
10
Sedangkan untuk periode 1982 sampai dengan Januari 1991, Fama juga
menemukan hal yang sama, tetapi perbedaan return di bulan Januari untuk small
stock dan larger stock tidak terlalu besar.
Dalam penelitian yang dilakukan Rozeff dan Kinney (1970) melaporkan
bahwa return yang lebih besar di New York Stocks Exchange (NYSE) pada tahun
1904-1974 terjadi di bulan Januari. Penelitian oleh Gultekin dan Gultekin (1983)
menunjukkan bahwa return saham di beberapa negara juga mengalami kenaikan
pada bulan Januari. Penjelasan yang paling sering digunakan untuk anomali
kalender January effect ini adalah tax selling loss hypothesis: investor yang
mengalami kerugian di bulan Desember menjual sahamnya untuk menghilangkan
pajak dan melakukan pembelian di bulan Januari. Saham yang mengalami
kerugian akan turun harganya di bulan Desember dan akan naik di bulan Januari.
Rendra (2004) melakukan penelitian mengenai efek Januari pada Bursa
Efek Jakarta. Pada penelitian tersebut ditemukan adanya efek Januari pada tahun
penelitian 1997 hingga 2001 dengan membandingkan return antara bulan Januari
dan bulan Desember. Efek Januari ditemukan pada perusahaan berskala sedang
dan besar, akan tetapi tidak terjadi di perusahaan yang beskala kecil.
Wibowo dan Wahyudi (2005) melakukan penelitian pada IHSG BEJ
selama tahun 1996 sampai 2004. Mereka menemukan bahwa anomali bulanan
terbukti secara signifikan terjadi di Bursa Efek Jakarta, hal ini tercermin dari pola
return pada bulan Juni dan Agustus yang berbeda dari nol yakni berada pada nilai
negatif. Koefisien return untuk kedua bulan tersebut signifikan pada tingkat 5
persen. Akan tetapi tidak ditemukan efek Januari pada penelitian ini, hal ini
11
tercermin dari tidak signifikannya return pada bulan Januari meski nilainya lebih
besar dibandingkan dari sebelas bulan lainnya.
Fauzi (2007) melakukan penelitian mengenai January effect dan korelasi
diantara tiga emerging stock market Asia, yaitu: Shanghai Stock Exchange,
Bombay Stock Exchange dan Jakarta Stock Exchange. Penelitian ini dilakukan
selama tahun 2000 hingga 2006. Pada penelitian tersebut tidak satupun dari pasar
modal yang diuji mengalami fenomena January effect. Untuk penelitian terhadap
adanya korelasi diantara ketiga pasar modal tersebut ditemukan bukti bahwa
untuk pasar modal yang mengalami pembatasan-pembatasan dari pemerintah
seperti halnya Shanghai Stock Exchange maka korelasi antara pasar modal
tersebut akan lemah. Sebaliknya untuk pasar modal yang tidak mengalami
pembatasan-pembatasan seperti Bombay Stock Exchange dan Jakarta Stock
Exchange maka korelasi di kedua pasar tersebut akan sangat kuat dan signifikan.
As’adah (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh January effect
terhadap abnormal return dan volume perdagangan, pada saham yang terdaftar di
Jakarta Islamic Index (JII) mulai bulan Desember 2003 hingga Januari 2008.
Hasil dari penelitian tersebut ditemukan bahwa tidak ada korelasi antara abnormal
return dengan tax-loss selling maupun window dressing, dengan kata lain tidak
terdapat January effect dilihat dari abnormal return maupun volume perdagangan.
Rafique dan Shah (2012) melakukan penelitian January effect di Pasar
Modal Pakistan. Mereka melakukan penelitian selama bulan Maret 1997 hingga
Maret 2011, data diambil dari indeks KSE 100. Mereka menemukan bahwa
12
January effect tidak terjadi di Pasar Modal Karachi, tetapi mereka menemukan
May effect di pasar modal tersebut.
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
Investasi
Financial Assets
Real Assets
Saham Bluechip
Indeks LQ45
Efficient Market Hypothesis
Hypothesis
Anomali Kalender
Abnormal Return
January Effect
Abnormal Return
Abnormal Return
bulan Desember
bulan Januari
13
1.5.2
Hipotesis
Sebelum melaksanakan penelitian ini, disusun suatu hipotesis yang akan
diuji. Hipotesis yang disusun ini akan menentukan bentuk analisis statistik yang
diperlukan dalam pengujiannya. Pengujian adanya abnormal return dalam
penelitian ini tidak dilakukan untuk tiap-tiap sekuritas, tetapi dilakukan secara
agregat dengan dengan menguji rata-rata return tidak normal (average abnormal
return). Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka penulis menetapkan
hipotesis penelitian, sebagai berikut:
H1 : Terdapat perbedaan average abnormal return saham di bulan Januari
dengan average abnormal return saham di bulan Desember pada
perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2012.
1.6
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah event
studies. Menurut Tandelilin (2010), penelitian event studies adalah:
“Penelitian yang mengamati dampak dari pengumuman informasi
terhadap harga sekuritas. Penelitian tersebut umumnya berkaitan dengan
seberapa cepat informasi yang masuk ke pasar dapat tercermin pada
harga saham.”
14
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian komparatif. Penelitian komparatif menurut Nazir (2005:58), yaitu:
“Penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin
mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan
menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu
fenomena tertentu.”
Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan uji paired sample t-test.
1.7
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan sumber data diperoleh dari internet melalui situs
www.idx.co.id dan www.finance.yahoo.com, Adapun waktu penelitian dimulai
bulan Oktober 2012 sampai dengan April 2013.
15
Download