tiba-tiba malam karya putu wijaya: analisis sosiologi sastra

advertisement
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep
Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisi
penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan preposisi-preposisi tersebut. Menurut Malo
dkk. (1985: 47) “konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial walaupun kadang-kadang
istilahnya sama dengan yang dipergunakan sehari-hari, namun makna dan pengertiannya dapat
berubah.”
Di samping adanya perbedaan mengenai makna dan pengertian suatu konsep dalam
bahasa sehari-hari, sering juga terdapat perbedaan diantara para ahli atau peneliti sendiri
mengenai makna dan pengertian istilah yang sama yang mereka pergunakan. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka penelitian ini akan menjabarkan atau mendefinisikan istilah yang
dianggap sama dari beberapa ahli karena banyaknya arti atau definisi yang dipakai dalam
penelitian ini. Istilah-istilah tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:
a. Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat atau ilmu pengetahuan yang
mempelajari keseluruhan jaringan, hubungan antarmanusia dalam masyarakat (Ratna, 2003:
1).
b. Sastra
Sastra adalah tulisan yang mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, atau buku
pengajaran yang baik ( Ratna, 2003: 1).
Universitas Sumatera Utara
c. Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra menurut pendapat Ratna (2003:1) adalah pendekatan sastra dengan
mempertimbangkan
segi-segi
kemasyarakatan
yang
ada
dalam
karya
sastra.
Segi
kemasyarakatan yang berhubungan dengan masyarakat, baik penciptanya, masyarakat yang
diceritakan dalam karya sastra itu dan pembacanya.
d. Proses Sosial
Proses sosial menurut Basrowi (2005: 136) merupakan aspek dinamis dari kehidupan
masyarakat. Di dalamnya terdapat suatu proses hubungan antara manusia yang satu dengan
manusia yang lain. Proses hubungan tersebut berupa interaksi sosial yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari secara terus- menerus. Interaksi sosial yang dimaksudkan sebagai
pengaruh timbal balik antara kedua belah pihak, yaitu antara individu yang satu dengan individu
atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai sesuatu atau tujuan tertentu.
e. Interaksi Sosial
Menurut Basrowi (2005: 138) interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang
mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok maupun orang dengan
kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat kerja sama, tetapi bisa juga berbentuk
tindakan persaingan, pertikaian, dan sejenisnya.
f. Kerja Sama
Hendropuspito (1989: 236) mengatakan bahwa kerja sama adalah suatu bentuk proses
sosial dimana dua atau lebih perorangan atau kelompok mengadakan kegiatan guna mencapai
tujuan yang sama.
Universitas Sumatera Utara
g. Akomodasi
Akomodasi menurut Dirdjosisworo (1985: 277) adalah suatu keadaan dimana suatu
pertikaian atau konflik mendapat penyelesaian sehingga terjalin kerja sama yang baik kembali.
h. Pertentangan atau Pertikaian
Basrowi (2005: 148) mengatakan bahwa pertikaian adalah bentuk persaiangan yang
berkembang ke arah negatif, artinya karena di satu pihak bermaksud untuk mencelakakan atau
paling tidak bermaksud untuk mencelakakan atau paling tidak berusaha untuk menyingkirkan
pihak lainnya.
i.
Kontak Sosial
Menurut Dirdjosisworo (1985: 273) kontak sosial mengandung arti bersama-sama
menyentuh secara fisik (persinggungan badani). Maka kontak sosial dapat diartikan sebagai
hubungan-hubungan melalui percakapan satu dengan lain.
j. Komunikasi Sosial
Komunikasi sosial menurut Basrowi (2005: 143) adalah suatu proses saling memberikan
tafsiran kepada atau dari perilaku pihak lain.melalui tafsiran pada perilaku pihak lain, seseorang
mewujudkan perilaku sebagai reaksi terhadap maksud atau peran yang ingin disampaikan oleh
pihak lain itu.
2. 2
Landasan Teori
Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasari karena landasan teori
merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang dipergunakan hendaknya
mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Dalam analisis ini terlebih dahulu penulis
mempergunakan teori struktural karena karya sastra tidak terlepas dari unsur-unsur yang
Universitas Sumatera Utara
terdapat di dalam karya sastra. Selanjutnya teori yang dipergunakan adalah teori sosio sastra
untuk menggambarkan proses sosial yang terdapat di dalam novel Tiba-Tiba Malam.
Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Untuk dapat memahaminya karya
sastra haruslah dianalisis. Karya sastra haruslah terlebih dahulu diuraikan unsur- unsur
pembentuknya. Makna karya sastra dapat dipahami dari unsur- unsur pembentuknya sehingga
karya sastra dapat dianalisis ke dalam teori-teori yang lain. Teeuw (dalam Jabrohim, 2001: 55)
berpendapat bahwa analisis struktural merupakan tugas prioritas bagi seorang peneliti sastra
sebelum ia melangkah pada hal-hal lain. Hal itu berdasarkan anggapan bahwa pada dasarnya
karya sastra merupakan “dunia dalam kata” yang mempunyai makna intrinsik yang hanya dapat
digali dari karya sastra itu sendiri. Jadi, untuk memahami karya sastra secara optimal menurut
Jabrohim (2001: 55-56) pemahaman terhadap struktur adalah suatu tahap yang sulit untuk
dihindari, dan harus dilakukan bagi seorang peneliti sastra. Pemahaman struktur yang
dimaksudkan itu adalah pemahaman atau analisis unsur atau anasir pembangunan keutuhan
karya sastra.
Stanton (dalam jabrohim, 2001: 56) mendeskripsikan unsur-unsur karya sastra sebagai
berikut. Unsur-unsur pembangun itu terdiri atas tema, fakta cerita dan sarana sastra. Fakta cerita
itu sendiri terdiri atas alur, tokoh, dan latar; sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas susut
pandang, gaya bahasa dan suasana, simbol-simbol dan imaji-imaji, dan juga cara-cara pemilihan
judul. Secara eksplisit Jeans Peaget (dalam Jabrohim, 2001:55) menyatakan bahwa struktur
adalah suatu sistem transformasi yang bercirikan keseluruhan; dan keseluruhan itu dikuasai
oleh hukum-hukum (rule of composition) tertentu dan mempertahankan atau bahkan
memperkaya dirinya sendiri karena cara dijalankannya transformasi-transformasi itu tidak
memasukkan ke dalamnya unsur- unsur dari luar. Keterkaitan antara tema, penokohan,alur, dan
Universitas Sumatera Utara
latar sangat erat dan saling berhubungan. Unsur-unsur tersebut saling berpengaruh antara satu
dengan yang lainnya, sehingga menjadikan novel Tiba-Tiba Malam menjadi utuh dan padu.
Penokohan dalam novel ini dapat kita lihat melalui tokoh-tokoh yang digambarkan oleh
Putu Wijaya. Tokoh-tokoh yang dianalisis dalam novel Tiba-Tiba Malam ini yaitu Sunatha,
Sunithi, Subali, Utari, Ngurah, Weda, dan David. Sunatha memiliki watak yang sangat bijaksana.
Dia mau mengakui kesalahan keluarganya kepada penduduk desa dan meminta maaf, dan dia
juga merelakan istrinya Utari untuk menjadi istri Ngurah. Sunithi adiknya Sunatha, merupakan
wanita yang sangat kuat menghadapi permasalahan yang terjadi dalam keluarga mereka. Dia
merupakan wanita yang sangat tegar dan pemaaf, walau Utari meninggalkan mereka tetapi
Sunithi tetap ingin mengunjunginya dan memaafkan kesalahannya. Subali merupakan salah satu
tokoh yang melanggar adat-istiadat yang terdapat di desa. Dia memiliki watak dan dapat
menerima segala perubahan tanpa berpikir panjang apa
akibat dari tindakan yang telah
dilakukannya. Karena sikapnya yang mau menerima segala masukan dari David tanpa berpikir
panjang apa akibat dari tindakannya ini, sehingga keluarganya dikarma oleh penduduk desa.
Selanjutnya tokoh Utari digambarkan Putu Wijaya memiliki watak yang berubah-ubah.
Dengan memilih Sunatha sebagai suaminya, dan kemudian menyesal karena sehari setelah
pernikahan dia ditinggal oleh Sunatha yang pergi mengajar ke Kupang. Karena Sunatha pergi,
maka perasaan Utari pun berpindah kepada Ngurah. Karena sikapnya yang berubah inilah
mengakibatkan terjadinya pertikaian antara keluarga Subali dengan keluarga Utari. Ngurah
memiliki watak yang tegas dalam mengambil keputusan. Karena sikapnya yang tegas inilah dia
dia disegani oleh penduduk desa. Weda memiliki watak yang pencemburu. Kemudian David
adalah orang yang selalu bereksperimen dalam hidupnya. Yang selalu menganalisa apa yang
sedang terjadi di sekitarnya, sehingga dia dapat menghasut Subali agar mengikuti kehidupan-
Universitas Sumatera Utara
kehidupan praktis dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak menguntungkan
bagi Subali. Pembicaraan yang sering terjadi antara Subali dan David yang akhirnya diikuti oleh
Subali yang mengakibatkan Subali menentang kebiasaan-kebiasaan yang ada di desa dengan
tidak mengikuti rapat, tidak mengikuti kerja bakti di desa sehingga Subali beserta keluarganya
dikarma oleh penduduk desa dengan tidak boleh lagi menggunakan pancuran, tanah kuburan dan
yang lainnya yang dianggap milik desa.
Alur dalam novel ini adalah alur maju. Kejadian yang terjadi saat ini dapat berakibat atau
memiliki dampak dikemudian hari yang harus dilalui oleh masyarakat yang tidak patuh terhadap
aturan-aturan yang telah berlaku dalam masyarakat. Latar dalam novel tersebut yaitu terletak di
sebuah desa, Tabanan, Denpasar, dan Banyuwangi yang merupakan kawasan provinsi Bali. Bali
merupakan sebagian dari daerah Indonesia yang sangat kental dengan adat-istiadat yang harus
dipatuhi oleh masyarakat. Apabila adat-istiadat tersebut dilanggar oleh masyarakat, maka
penduduk desa yang melakukan pelanggaran tersebut dapat dikarma atau dikeluarkan dari adat
desa. Karena latar yang terdapat di daerah Bali, maka dapat juga kita lihat latar sosial dalam
novel ini yaitu kehidupan sosial di pulau Bali. Dari latar sosial ini, maka masyarakat harus
mematuhi aturan-aturan yang telah berlaku dalam daerah tersebut. Alur dalam novel ini adalah
alur maju. Kejadian yang terjadi saat ini dapat berakibat atau memiliki dampak dikemudian hari
yang harus dilalui oleh masyarakat yang tidak patuh terhadap aturan-aturan yang telah berlaku
dalam masyarakat. Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tema dalam novel ini
adalah pelanggaran terhadap tanggung jawab dan norma yang mengakibatkan penderitaan yang
berkepanjangan. Tanggung jawab dan norma yang harus dipatuhi oleh penduduk desa
merupakan adat- istiadat yang harus dilaksanakan oleh masyarakat setempat.
Universitas Sumatera Utara
Kaitan antara tema, latar, alur, dan penokohan dalam novel Tiba-Tiba Malam ini dapat
kita lihat bahwa dengan latar yang terdapat di daerah Bali dengan segala aturan dan normanorma dapat membentuk watak penduduk yang tinggal di daerah tersebut dengan mematuhi
aturan-aturan yang telah berlaku. Tetapi ada juga sebagian dari penduduk yang tidak mematuhi
aturan-aturan yang telah berlaku sehingga warga tersebut memiliki watak yang menyimpang.
Hubungan antara latar, watak dan tema yaitu akibat adanya perilaku yang menyimpang dari
beberapa tokoh yang tinggal di dalam latar budaya sosial Bali dengan segala aturan dan norma
yang berlaku yang harus dipatuhi oleh masyarakat menjadikan tema dalam novel ini yaitu
pelanggaran terhadap tanggung jawab dan norma yang mengakibatkan penderitaan yang
berkepanjangan.
Sosiologi dan sastra memiliki objek yang sama yaitu manusia dalam masyarakat.
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Dan
masyarakat juga merupakan kumpulan individu yang tinggal pada suatu wilayah. Sastra
menurut Damono (1984: 1) adalah lembaga sosial yang menampilkan gambaran kehidupan
yang mencakup hubungan antarmasyarakat, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi di
dalam batin seseorang. Selain itu Damono (1984: 3-4) juga mengungkapkan bahwa pendekatan
sosiologi ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada
sikap dan pandangan teoritis tertentu, namun semua pendekatan ini menunjukkan satu ciri
kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial yang diciptakan
oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat.
Karya sastra diciptakan oleh seorang pengarang untuk dinikmati, dipahami dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Pengarang adalah anggota masyarakat yang terikat dengan status
sosial tertentu. Damono (dalam Satoso, 2000: 5) sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan
Universitas Sumatera Utara
bahasa sebagai medium (alat): bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan
gambaran kehidupan itu sendiri sebagai suatu kenyataan sosial. Hal ini sejalan dengan
pernyataan yang diungkapkan oleh Damono (1984: 1) yang menyatakan bahwa sastra adalah
lembaga sosial karena sastra menampilkan gambaran kehidupan.
Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini oleh
beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Istilah itu pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya
dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis atau pendekatan struktural terhadap sastra. Sosiologi
sastra dalam pengertian ini mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada
sikap dan pandangan teoritis tertentu. Jadi, sebuah karya didekati dari hal-hal yang berada di luar
sastra itu sendiri (ekstrinsik) dengan memfokuskan perhatian pada latar belakang sosiobudaya.
Harahap (2006; 32) mengatakan dalam ilmu sastra pendekatan ini disebut sosiologi sastra, yaitu
pendekatan sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatannya. Swingewood
(dalam Faruk, 1994: 1) mendefinisikan sosiologi sebagai studi ilmiah yang objektif mengenai
manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga dan proses-proses sosial
Beberapa uraian di atas dapat disimpulkan masalah sosiologi sastra menurut Umar Junus,
Alam Swingewood, dan Wellek dan Warren (dalam Harahap, 2006: 33) ada tiga hal yaitu: (1)
pengarang atau pencipta karya sastra dengan latar belakang kehidupannya dihubungkan dengan
karya sastra yang dihasilkannya, (2) karya sastra sebagai cermin masyarakat tempat karya sastra
tersebut dihasilkan,
jadi sebagai dokumen sosiobudaya, dan (3) pembaca karya sastra,
bagaimana pengaruh sebuah karya terhadap masyarakat pembacanya. Dari beberapa uraian yang
dikemukakan di atas, penelitian ini mengkaji masalah sosiologi sastra dengan melihat gambaran
proses-proses sosial yang terdapat dalam novel Tiba-Tiba Malam karya Putu Wijaya.
Universitas Sumatera Utara
Lahirnya sebuah karya sastra merupakan reaksi dari keadaan yang terjadi di lingkungan
tempat karya sastra itu tercipta yang dihasilkan oleh seorang pengarang. Dalam menganalisis
karya sastra harus berangkat dari latar manusia yang digambarkan dalam karya sastra tersebut
karena karya sastra merupakan gambaran kehidupan masyarakat serta jiwa tokoh yang hidup di
suatu masa di suatu tempat dan bersifat fiksi.
Selain sosiologi sastra penulis juga akan membicarakan tentang proses sosial, karena
dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang proses sosial yang terdapat dalam novel TibaTiba Malam karya Putu Wijaya. Berbicara tentang proses sosial berarti berbicara tentang prosesproses yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Menurut Basrowi (2005: 136) proses sosial
merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat. Di dalamnya terdapat suatu proses
hubungan antara manusia satu dengan lainnya. Proses hubungan tersebut berupa interaksi yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus. Dengan kata lain berbicara tentang
proses sosial berarti berbicara tentang interaksi sosial. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat
Soekanto (1990: 67) yang mengatakan bahwa bentuk umum dari proses sosial adalah interaksi
sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat
utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Interaksi sosial menurut Roucek dan Warren (dalam Basrowi, 2005: 137) adalah suatu
proses mengenai tindak balas tiap-tiap kelompok berturut-turut manjadi unsur penggerak bagi
tindak balas dari kelompok yang lain, ia adalah suatu proses timbal balik, dimana suatu
kelompok dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan berbuat demikian ia
mempengaruhi tingkah laku orang lain. Proses timbal balik maksudnya adalah adanya hubungan
kedua belah pihak, yaitu antara individu yang satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam
rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Dari hubungan yang ingin mencapai suatu tujuan tertentu
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat kita lihat bahwa telah terjadi adanya suatu kerja sama, dan kerja sama merupakan
salah satu bentuk-bentuk proses sosial.
Basrowi (2005: 145) mengatakan bahwa secara mendasar ada empat macam bentuk
interaksi sosial yang ada dalam masyarakat yaitu kerja sama (cooperation), pertikaian atau
pertentangan, akomodasi, dan persaingan. Jadi, hubungan antara sosiologi dengan proses sosial
adalah dengan memandang bahwa masyarakat adalah mahkluk sosial, yang hidup di tengahtengah masyarakat yang bersosialisasi antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang mengalami proses-proses dalam menjalankan
kehidupan seperti kerja sama, akomodasi, pertikaian atau pertentangan, maupun persaingan.
Hubungan unsur intrinsik seperti yang telah dikemukakan di atas dengan unsur ekstrinsik
yaitu proses sosial adalah dengan berangkat dari latar yang memiliki aturan-aturan yang harus
dipenuhi oleh masyarakat secara bersama-sama dengan konflik yang muncul karena adanya
pelanggaran terhadap aturan- aturan tersebut yang dilakukan oleh tokoh dalam novel ini
merupakan proses yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Seperti yang kita
ketahui bahwa kerja sama, konflik, persaingan, dan akomodasi adalah bentuk dari proses sosial
dalam kehidupan bermasyarakat.
2.3
Tinjauan Pustaka
Suatu penelitian hendaklah memiliki objek, karena objek adalah unsur yang paling utama
dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini objek yang akan diteliti adalah novel Tiba-Tiba
Malam karya Putu Wijaya. Berdasarkan pengamatan penulis, novel ini belum pernah diteliti oleh
oleh mahasiswa di Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara, sedangkan di
tempat lain, novel ini sudah pernah diteliti sebelumnya oleh Sunarti dengan judul penelitian
Universitas Sumatera Utara
Nilai-Nilai Budaya dalam Novel Tiba-Tiba Malam karya Putu Wijaya: Tinjauan Semiotika
(http//etd. Eprints. Ums. Ac. Id). Sunarti menelaah nilai-nilai budaya yang terdapat dalam novel
ini dengan mempergunakan tinjauan semiotika sastra.Menurut hasil penelitian Sunarti nilai- nilai
budaya dalam novel Tiba-Tiba Malam karya Putu Wijaya meliputi: (1) Nilai budaya hubungan
antara manusia dengan Tuhan (percaya kepada Tuhan, suka berdoa, percaya pada Takdir, dan
ketabahan), (2) Nilai budaya hubungan antara manusia dengan masyarakat (musyawarah, gotong
royong, kebijaksanaan, saling menolong, saling memaafkan, dan kerukunan), (3) Nilai budaya
hubungan antara manusia dengan alam (pemanfaatan alam), (4) Nilai budaya hubungan antara
manusia dengan orang lain (kerendahan hati, kejujuran, kesabaran, kasih sayang, keramahan, dan
rela berkorban), (5) Nilai budaya hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri (bekerja keras,
kewaspadaan, tanggung jawab, menuntut ilmu, dan keberanian). Selain melihat nilai-nilai
budayanya, Sunarti juga melihat bagaimana unsur- unsur yang membangun novel Tiba-Tiba
Malam karya Putu Wijaya. Penelitian ini dipergunakan Sunarti sebagai tugas akhir skripsi tesis
di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada kesempatan ini dilakukan analisis terhadap novel Tiba-Tiba Malam dari segi
sosiosastra, karena karya ini tidak terlepas dari proses-propses sosial yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat dengan melihat proses-proses sosial dalamm novel Tiba-Tiba Malam
karya Putu Wijaya. Proses-proses sosial tersebut meliputi: (1) kerja sama, yang dilakukan oleh
penduduk; seperti merapikan pura, membersihkan selokan, perbaikan jalan, dan kerja bakti yang
lain, (2) pertikaian, terjadi antara Subali dengan Utari dan ibunya, antara Sunatha dan keluarga
Utari, (3) akomodasi, dilakukan oleh kepala desa yang menyelesaikan konflik yang terjadi antara
penduduk desa dengan keluarga Subali.
Universitas Sumatera Utara
Download