hubungan kecerdasan emosi dengan kemampuan sosial siswa

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Kemampuan Sosial
2.1.1
Pengertian Kemampuan Sosial
Menurut Combs & Slaby (Gimpel dan Merrell, 1998) memberikan
pengertian
kemampuan sosial (Social Ability) adalah kemampuan
berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara yang
khusus yang dapat diterima secara sosial maupun nilai-nilai dan disaat yang
sama berguna bagi dirinya dan orang lain.
Hargie et.al (1998) memberikan pengertian kemampuan sosial
(Social Ability) sebagai kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif
dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan
situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana keterampilan ini
merupakan perilaku yang dipelajari. Keterampilan sosial (Social Skill) akan
mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam
hubungan interpersonal, tanpa harus melukai orang lain.
Menurut Libet dan Lewinsohn (Cartledge dan Milburn, 1995)
memberikan pengertian
kemampuan sosial (Social Ability) sebagai
kemampuan yang kompleks untuk menunjukkan perilaku yang baik dinilai
secara positif atau negative oleh lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik
akan diberikan punishment oleh lingkungan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
(Ability)adalah kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai
11
keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam suatu
pekerjaan atau suatu penilaian atastindakanseseorang.
Pada
dasarnya
kemampuan
terdiri
atas
dua
kelompok
faktor
(Robbin,2007:57) yaitu:
1. kemampuan intelektual (intelectual ability) yaitu kemampuan yang
dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental-berfikir, menalar dan
memecahkan
masalah.
2. kemampuan fisik (physical ability) yaitu kemampuan melakukan tugastugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik
serupa.
2.1.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Sosial
Faktor pembawaan merupakan potensi-potensi yang dibawa sejak
lahir, dari potensi ini sebagai dasar seseorang berkembang. Berkembangnya
potensi ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor dan tanpa adanya potensi
tidak akan mungkin terjadi suatu perkembangan.
Faktor aktifitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam
perkembangan, karena merupakan faktor penggerak bagi perkembangan.
Dengan adanya aktivited ini memungkinkan seseorang bersikap aktif.
Aktivited dapat berupa kemauan dan potensi (kemampuan) yang
menggerakkan dan mengarahkan perkembangan agar memiliki arah atau
tujuan.
Beberapa faktor yang juga mempengaruhi kemampuan sosial
menurut Syamsu Yusuf dalam psikologi anak dan remaja antara lain yaitu :
a. Keluarga
12
Keluarga
merupakan
lingkungan
pertama
yang
memberikan
pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk
perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga
merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses
pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih
banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi
dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
b. Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan
fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial,
memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan
intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa
juga sangat menentukan
c. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi
keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak
memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan
kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
e. Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal,
seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa.
Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial
13
anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan
berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya
seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan
sosial anak.
Menurut
Hill
(Agustina,
2006),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kemampuan sosial remaja terdiri dari mengerti siapa diri
sendiri, rasa nyaman dan tidak bergantung, pembentukan relasi, adanya
reaksi setelah kontak fisik serta kemampuan menjadi anggota dalam
kelompok sosial.
2.1.3
Aspek-aspek Kemampuan Sosial
Menurut Sobur (2003) remaja dalam perkembangannya melibatkan beberapa
aspek, antara lain :
a. Perkembangan jasmani / biologis, nampak dengan jelas pada berat badan,
tinggi badan, dan pertumbuhan organ seksual.
b. Perkembangan Intelegensi, ingatannya lebih bersifat rasional. Dalam
mengingat hal-hal mengingat anak kecil lebih tinggi prestasinya.Ingatan
lebih bersifat mekanis, bahwa kecerdasan dipengaruhi oleh faktor
identifikasi
yang
mempersiapkan
pembentukan
pengalaman
identitas.Sedangkan sifat yang khas dari kelompok anak pra remaja atau
pra pubertas adalah mereka tidak menentang orang dewasa melainkan
justru menirukan mereka misalnya dalam olah raga, permainan dan
kesibukan-kesibukan lainnya.
14
2.1.4
Bentuk Interaksi Sosial
a.
Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan.Tingkah laku ini terjadi
sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua
atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah
laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya
pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga
enam tahun.
Sikap
orang
tua
terhadap
anak
seyogyanya
tidak
memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol
atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami
sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju
kearah independent.
b.
Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal)
maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi
terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan
atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan
menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain
sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi
agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan
anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas
anak akan semakin memingkat
15
c.
Berselisih (Fight)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu
oleh sikap atau perilaku anak lain.
d.
Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda
merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal
(kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang
yang digodanya.
e.
Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu
didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat
tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat
bersaing ini akan semakin baik.
f.
Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini
mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia
enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
g.
Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi
atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa,
meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
16
h.
Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu
sikap
egosentris
dalam
memenuhi
interest
atau
keinginannya
i.
Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh
perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama
dengan dirinya.
2.2
Kecerdasan Emosi
2.2.1
Pengertian Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi atau Emotional Intellegence (EQ) adalah
kemampuan untuk mengendalikan emosi dan kemampuan untuk
membina hubungan dengan orang lain di lingkungan sekitanya. EQ
dan IQ adalah dua hal yang berbeda karena memiliki tugas dan
fungsi masing-masing.IQ lebih banyak berhubungan dengan otak kiri
karena menyangkut tentang berfikir dan menganalisa.Sedangkan EQ
lebih banyak menggunakan otak kanan karena menyangkut tentang
emosi dan perasaan. Kecerdasan emosi harus selalu di asah karena
untuk berhubungan dengan lingkungan di sekitar kita memerlukan
banyak kemampuan untuk mengerti, memahami dan mengendalikan
emosi diri terhadap orang lain dan lingkungan dengan baik.
EQ merupakan aspek yang ada dalam diri individu yang
sudah ada sejak lahir dan harus terus- menerus dikembangkan serta
dilatih.Untuk mendapatkan kecerdasan emosi yang baik, seorang
individu harus dapat menggunakan kecerdasan emosi secara tepat
17
dalam setiap situasi dan kondisi yang dialaminnya. Apabila seoarang
individu memiliki kecerdasan emosi tinggi, maka hak tersebut akan
nampak dari perilakunya dan akan berpengaruh terhadap dirinya
sendiri, misalnya seoarng individu akan terlihat bahagia, sehat baik
jasmani maupun rohani.
Menurut Yusuf (2002) emosi merupakan setiap keadaan pada
diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah
atau dangkal maupun pada tingkat yang luas atau mendalam. Yang
dimaksud warna afektif ini adalah perasaan tertentu yang dialami
pada saat menghadapi ( menghayati ) suatu situasi tertentu.
Contohya; gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci atau tidak
senang dan sebagainya
Menurut Aristoteles (dalam Goleman, 2000) kecerdasan
emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan,
serta
kemampuan
untuk
memotivasi
diri
sendiri.Selanjutnya
Goleman (1999) juga mengemukakan tentang kecerdasan emosional,
yaitu kemampuan seperti kemampuan memotivasi diri sendiri dan
bertahan menghadapi frustasi, mengandalkan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga
agar bebas dari stres, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,
berempati dan berdoa. Kecerdasan emosional adalah kemampuan
lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan
dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda
kepuasan serta mengatur keadaan jiwa (Goleman, 1997).
Simmon dan Simmons Jr (dalam Fakhrurrozi dan Anggrainie,
2001), mendefinisikan kecerdasan emosi yang kita miliki adalah
pemandu seluruh aktivitas kita dalam kehidupan sehari-hari.
18
Menurut Salovey dan Mayer (Stein & Book, 2002)
kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan,
meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran,
memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan
secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan
intelektual.Sedangkan Bar-On (Stein & Book, 2002) kecerdasan
emosi adalah serangkaian kemampuan, kompetensi, dan kecakapan
non-kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Dalam bahasa
sehari-hari, kecerdasan emosi biasa kita sebut sebagai street
smart atau kemampuan khusus yang kita kenal sebagai akal sehat,
yaitu terkait dengan kemampuan membaca lingkungan politik dan
sosial, serta menatanya kembali, kemampuan memahami dengan
spontan apa yang diinginkan dan dibutuhkan orang lain, kelebihan
dan kekurangan mereka, kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh
tekanan, dan kemampuan untuk menjadi orang yang menyenangkan
yang kehadirannya didambakan orang lain (Stein dan Book, 2002)
Cooper dan Sawaf (2002) berpendapat bahwa kecerdasan
emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan menerapkan
secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber
energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi.
Weisinger
(2006) menyatakan bahwa kecerdasaan
emosi adalah menggunakan emosi secara cerdas, yaitu seseorang
membuat emosi menjadi bermanfaat dengan menggunakannya
sebagai pemandu perilaku dan pemikiran sehingga terdapat hasil
yang meningkat dalam diri seseorang tersebut.
19
Steiner (Riani & Farida, 2001), memberikan pengertian
kecerdasan emosional sebagai suatu kemampuan untuk mengerti
emosi diri sendiri dan orang lain serta mengetahui bagaimana emosi
diri sendiri terekspresikan untuk peningkatan maksimal secara etis
sebagai kekuatan pribadi.
Patton
(2000)
kecerdasan
emosi
adalah
dasas-dasar
pembentukan emosi yang mencakup keterampilan-keterampilan
seseorang untuk mengadakan impuls-impuls dan menyalurkan emosi
yang kuat secara efektif.
Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagaikomponen yang membuat seseorang menjadi
pintar menggunakan emosinya. Lebih lanjutdijelaskan, bahwa emosi
manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang
tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati,
kecerdasan emosionalakan menyediakan pemahaman yang lebih
mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas maka
kesimpulan dari kecerdasan emosi adalah kemamampuan seseorang
dalam mengatur dan memotivasi diri sendiri sebagai tanda
keberhasilan mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan untuk
menghasikan perubahan yang positif dan memberikan pemahaman
yang seutuhnya tentang diri sendiri dan terhadap orang lain.
20
2.2.2
Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
Menurut Goleman (2000) mengemukakan bahwa ada lima faktor
kecerdasan emosional yaitu :
1. Kesadaran diri, yaitu kemampuan seseorang untuk mengetahui
apa yang ia rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk
memandu dalam pengambilan keptuusan bagi diri sendiri.
2. Pengaturan
diri
yaitu
kemampuan
seseorang
menangani
emosinya sendiri sehingga berdapak positif terhadap pelaksanaan
tugas, peka terhadap kata hati, sanggup menunda kenikmatan
sebelum tercapainya suatu sasaran, dan mampu pulih kembali
dari tekanan emosi.
3. Motivasi diri, kemampuan menggunakan hasrat yang paling
dalam untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran,
mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif serta
mampu bertahan menghadapi kegagalan dan frustrasi.
4. Empati yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe orang
5. Keterampilan sosial yaitu kemampuan untuk mengendalikan
emosi dengan baik ketika berhubungan sosial dengan cermat
dapat berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan ini
untuk
mempengaruhi,
memimpin,
bermusyawarah,
menyelesaikan permasalahan dan bekerja sama dengan tim.
21
Menurut Agustian (2007) faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan
kecerdasan emosi yaitu:
a. Faktor Psikologi
Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu.
Faktor internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol,
mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam
perilaku secara efektif. Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi erat
kaitannya dengan keadaan otak emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi
adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan
terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Peningkatan
kecerdasan emosi secara fisiologis dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak
hanya mengendalikan dorongan fisiologis manusia, namun juga mampu
mengendalikan kekuasaan impuls emosi.
b. Faktor pelatihan emosi
Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan
kebiasaan, dan kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang
berujung pada pembentukan nilai (value).Reaksi emosional apabila diulangulang pun akan berkembang menjadi suatu kebiasaan.Pengendalian diri tidak
muncul begitu saja tanpa dilatih. Melalui puasa,dorongan, keinginan, maupun
reaksi emosional yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan begitu saja
sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang
terbentuk melalui puasa akan menghadirkan suara hati yang jernih sebagai
landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosi.
22
c. Faktor Pendidikan
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk
mengembangkan kecerdasan emosi.Individu mulai dikenalkan dengan berbagai
bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak
hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada
kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta
menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja. Melalui puasa mampu mendidik
individu untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental,
kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau sinergi, sebagai bagian
dari pondasi kecerdasan emosi.
Menurut Goleman (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan
emosional meliputi :
a. Faktor yang bersifat bawaan genetik
Faktor yang bersifat bawaan genetik misalnya temperamen.Menurut Kagan
(1972) ada 4 temperamen, yaitu penakut, pemberani, periang, pemurung.Anak
yang penakut dan pemurung mempunyai sirkuit emosi yang lebih mudah
dibangkitkan dibandingkan dengan sirkuit emosi yang dimiliki anak pemberani
dan periang.Temperamen atau pola emosi bawaan lainnya dapat dirubah sampai
tingkat tertentu melalui pengalaman, terutama pengalaman pada masa kanakkanak.Otak
dapat
dibentuk
melalui
pengalaman
untuk
dapat
belajar
membiasakan diri secara tepat (anak diberi kesempatan untuk menghadapi
sendiri masalah yang ada, kemudian dibimbing menangani kekecewaannya
sendiri dan mengendalikan dorongan hatinya dan berlatih empati.
23
b. Faktor yang berasal dari lingkungan
Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari
emosi, dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar begaimana merasakan
perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain menanggapi perasaan kita,
bagaimana berfikir tentang perasaan ini dan pilihan-pilihan apa yang kita miliki
untuk bereaksi, serta bagaimana membaca dan mengungkap harapan dan rasa
takut. Pembelajaran emosi bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan dan
dilakukan oleh orang tua secara langsung pada anak-anaknya, melainkan juga
melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu menangani perassaan
mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul antara suami dan istri. Ada
ratusan penelitian yang memperhatikan bahwa cara orang tua memperlakukan
anak-anaknya entah dengan disiplin yang keras atau pemahaman yang empati,
entah dengan ketidakpedulian atau kehangatan, dan sebagainya berakibat
mendalam dan permanen bagi kehidupan emosional anak.
Pendapat lain juga mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosi dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Faktor internal
Faktor internal adalah yang berada dalam diri individu yang mempengaruhi
kecerdasan emosinya.Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi
jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan
individu, apa bila fisik dan kesehatan seseorang terganggu kemungkinan akan
mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencangkup
didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir dan motivasi.
24
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah rangsangandan lingkungan dimana kecerdasan
emosional berlangsung. Faktor eksternal meliputi: Stimulus, kejenuhan
stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengruhi keberhasilan
seseorang dalam kecerdasan emosi tanpa distori dan lingkungan atau situasi
adalah yang melatar belakangi kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang
melatar belakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan
(http/teori-psikologi.Blogspot.Com).
Berdasarkan paparan di atas, maka disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional seorang siswa dapat berupa emosi diri
sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain
dan membina hubungan dengan orang lain serta faktor internal dan eksternal
yang terjadi pada tiap-tiap individu.
2.2.3
Aspek- aspek Penting Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak
lahir hingga meninggal dunia. Kecerdasan emosi menyangkut banyak aspek pnting,
tetapi dalam penelitian ini hanya diambil beberapa aspek dasar kecerdasan
emosional menurut Salovey dan Mayer (1995), yaitu :
a. Kemampuan mengenali emosi diri
Kemampuan mengenali diri sendiri merupakan dasar dari kecerdasan
emosional.Kemampuan ini berfungsi untuk memantau perasaan dari waktu ke
waktu dan mencermati perasaan-perasaan yang muncul.Ketidakmampuan untuk
mensermati perasaan yang sesungguhnya menandakan bahwa orang berada
25
dalam kekuasaan emosi.Kemampuan mengenali emosi diri sendiri ini meliputi
kesadaran diri, tenggelam dalam permasalahan dan pasrah.
b. Kemampuan Mengelola Emosi
Kemampuan mengelola emosi merupakan kemampuan untuk menghibur diri
sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibatakibat yang timbul karena kegagalan ketrampilan emosi dasar.Kemampuan
mengelola emosi meliputi kemampuan penguasaan diri dan kemampuan
menenangkan diri kembali.
c. Kemampuan Memotivasi
Kemampuan menata emosi merupakan alat untuk mencapai tujuan dan
sangat penting untuk memotivasi dan menguasai diri.Kemampuan ini didasari
oleh kemampuan mengendalikan emosi, yaitu dengan menahan diri terhadap
kepuasan
dan
mengendalikan
dorongan
hati.Kemampuan
ini
meliputi
kemampuan mengendalikan dorongan hati, kekuatan berfikir positif dan
optimism.
d. Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan ini sering disebut dengan istilah empati, yaitu kemampuan
yang bergantung pada kesadaran diri emosional yang merupakan ketrampilan
dasardalam bergaul.
e. Kemampuan Membina Hubungan Dengan Orang Lain
Seni membina hubungan sosial merupakan ketrampilan mengelola emosi
orang lain, meliputi ketrampilan sosial yang menunjang popularitas,
kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi.
26
2.2.4 Pengaruh Kecerdasan Emosi
EQ adalah sumber utama energi, autentisitas, aspirasi dan dorongan pada
manusia yang mengaktifkan nilai-nilai dan tujuan hidup kita yang paling dalam.
Melalui pengembangan EQ-lah kita belajar untuk siap mengakui dan menghargai
hakikat perasaan dalam diri kita sendiri maupun orang lain dan secara tepat
menanggapinya, mengenali bahwa emosi memberikan informasi yang vital dan
berpotensi menguntungkan setiap saat. Umpan balik dari inilah yang menyalakan
bakat dan intuisi yang kreatif, membuat kita jujur terhadap diri kita sendiri, menjalin
hubungan
yang
saling
mempercayai,
mengklarifikasi
keputusan
penting,
memberikan penuntun nurani bagi hidup dan karier kita serta membimbing kita
mendapatkan pemecahan terobosan dan peluang tak terduga
2.3
Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dan Kemampuan Sosial
Seberapa baik seorang siswa dalam mengelola dan mengarahkan emosinya adalah
tergantung pada tingkat kecerdasan emosinya. Apabila dia memiliki kecerdasan emosi yang
baik maka hal tersebut akan sangat mempengaruhi Kemampuan Bersosialisasinya.
Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan mudah menerima hal-hal baru,
orang-orang baru, kritik dan ide-ide baru satu sama lain.Salah satu bentuk hubungan yang
dilakukan adalah persahabatan (Stewart & Logan, dalam Rahmawati 2007). Persahabatan
adalah suatu hubungan dimana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam
berbagai situasi, tidak membiarkan orang lain ikut dalam hubungan mereka, dan saling
memberikan dukungan emosional (Baron & Byrne, 2005). Sebagai makhluk sosial,
manusia pasti membutuhkan dan berinteraksi dengan orang lain. Begitu pula seorang
remaja yang dituntut untuk menjalin hubungan sosial dan melakukan penyesuaian diri
dengan lingkungan sosialnya. Hubungan sosial menjadi sangat penting karena remaja akan
mengalami perasaan sama dengan teman sebayanya, yakni kegelisahan atas perkembangan
27
pesat padanya dan status yang tidak jelas antara anak dan dewasa. Oleh karena itu, teman
sebaya dianggap sebagai seseorang yang dapat memahaminya (Rahmawati,2007).
Dengan demikian kualitas persahabatan seseorang dapat terlihat apakah mereka
mempunyai penyesuaian yang baik atau tidak. Remaja yang sehat dan normal akan selalu
mempunyai keinginan untuk melakukan tindakan yang dinamis agar keberadaannya diakui
dan berarti bagi orang lain. Remaja menganggap bahwa teman sebaya sebagai sesuatu yang
mampu memberikan dunia tempat kawula muda untuk melakukan perkembangan sosialnya,
dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan orang dewasa
melainkan berasal dari teman-temannya. Remaja banyak menghabiskan waktu dengan
teman sebayanya melebihi waktu yang mereka habiskan dengan orang tua dan anggota
keluarga yang lain. Pada masa ini, remaja lebih berorientasi pada teman sebayanya serta
berusaha menyesuaikan diri dengan baik.Orientasi teman sebaya ini dibagi menjadi dua
tipe, yakni orientasi nasihat teman sebaya dan orientasi ekstrim teman sebaya (Indah,
2005).
Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan lebih mudah memahami
hal-hal baru di sekelilingnya dibanding dengan orang-orang yang memiliki tingkat
kecerdasan emosi yang lebih rendah. Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan emosi
yang lebih rendah akan lebih sulit menerima hal-hal baru dalam dirinya karena munculnya
perasan-perasaan seperti kurang percaya diri, sulit untuk membuka diri terhadap orang lain
atau lebih cenderung menutup diri atau hanya membatasi pergaulannya dengan orang-orang
yang telah lama dikenalnya.
2.4
Hipotesis
Merujuk pada latar belakang masalah dan kajian teori, maka hipotesis yang ada
dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dan
Kemampuan sosial siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Cepu Tahun Pelajaran 2010/2011”.
28
Download