IPS

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Istilah “Ilmu Pengetahuan Sosial” disingkat IPS, merupakan nama
mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program
studi di perguruan tinggi identik dengan istilah “social studies” (Sapriya, 2009:
19). Istilah IPS di sekolah dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri
sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora,
sains bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan (Sapriya, 2009: 20).
Materi IPS untuk jenjang sekolah dasar tidak terlihat aspek disiplin ilmu karena
lebih dipentingkan adalah dimensi pedagogik dan psikologis serta karakteristik
kemampuan berpikir peserta didik yang bersifat holistik (Sapriya, 2009: 20).
IPS adalah suatu bahan kajian terpadu yang merupakan penyederhanaan,
adaptasi,
seleksi
dan
modifikasi
diorganisasikan
dari
konsep-konsep
keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi dan
Ekonomi (Puskur, 2001: 9). Adanya mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar
para
siswa
diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan wawasan tentang
konsep-konsep dasar ilmu sosial dan humaniora,
kesadaran
terhadap
masalah sosial
memiliki kepekaan dan
di lingkungannya, serta memiliki
keterampilan mengkaji dan memecahkan masalah-masalah sosial tersebut.
Pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek pendidikan dari pada
transfer konsep karena dalam pembelajaran IPS siswa diharapkan memperoleh
pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap,
nilai, moral dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya.
IPS juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya.
Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai
bagian dari masyarakat dan dihadapkan pada berbagai permasalahan di
lingkungan sekitarnya.
6
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran
IPS sebagai proses belajar yang mengintegrasikan konsep-konsep terpilih dari
berbagai ilmu-ilmu sosial dan humaniora siswa agar berlangsung secara optimal.
2.1.2 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Somantri (Sapriya, 2008:9) menyatakan IPS adalah penyederhanaan atau
disiplin ilmu-ilmu sosial humaniora serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan
pendidikan. Lalu Menurut Sapriya (2008:9), bahwa Pendidikan IPS adalah
penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humonaria, serta
kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
pedagogis/psikologis
untuk
tujuan
pendidikan. Somantri (Sapriya:2008:9)
menyatakan IPS adalah penyederhanaan atau disiplin ilmu ilmu sosial humaniora
serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
2.1.3 Tujuan Pembelajaran IPS
Hakikat tujuan mata pelajaran IPS menurut Chapin, J.R, Messick
dalam Ichas Hamid Al -lamri dan Tuti Istianti (2006: 15) dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
a. Membina pengetahuan siswa tentang pengalaman manusia dalam
kehidupan bermasyarakat pada masa lalu, sekarang dan di masa
yang akan datang.
b. Menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan (skill) untuk
mencari dan mengolah/ memproses informasi.
c. Menolong
siswa
untuk
mengembangkan
nilai/ sikap (value)
demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat.
d. Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengambil bagian/
berperan serta dalam kehidupan sosial.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006: 67), mata pelajaran
IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
7
a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya;
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan
sosial;
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan;
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global.
Adapun National Council For The Social Studies (NCSS), sebagai
organisasi para ahli Social Studies menjadi sumber rujukan selama ini
merumuskan tujuan pembelajaran Pengetahuan Sosial yaitu mengembangkan
siswa untuk menjadi warganegara yang memiliki pengetahuan, nilai, sikap
dan ketrampilan memadai untuk berperan serta dalam kehidupan demokrasi
dimana konten mata pelajarannya digali dan diseleksi berdasar sejarah dan
ilmu sosial, serta dalam banyak hal termasuk humaniora dan sains dalam Ichas
Hamid Al-lamri dan Tuti Istianti (2006: 15).
Kedua tujuan utama pembelajaran Pengetahuan Sosial tersebut, tidak
terpisahkan
dan
merupakan
satu
kesatuan yang terintegrasi, saling
berhubungan dan saling melengkapi. Ichas Hamid Al-lamri dan Tuti Istianti
(2006: 15) Pengetahuan Sosial mempunyai peran membantu dalam menyiapkan
warga negara demokratis dengan penanaman nilai-nilai kebangsaan dan
kewarganegaraan didukung oleh penguasaan disiplin ilmu-ilmu sosial. Tujuan
dari penelitian ini agar para siswa dapat memiliki pengetahuan dan
wawasan tentang konsep-konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki
kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di lingkungannya, serta memiliki
keterampilan mengkaji dan memecahkan masalah-masalah sosial tersebut.
Beberapa pengertian tentang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) seperti yang
telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat peneliti simpulkan
bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang
memadukan konsep-konsep dasar ilmu sosial seperti geografi, sejarah, antropologi
8
dan psikologi untuk diajarkan pada jenjang pendidikan. Definisi kata
pembelajaran dan definisi kata IPS seperti yang telah dikemukan di atas di
gabung menjadi satu pengertian maka pembelajaran IPS adalah suatu upaya
yang dilakukan secara sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan berkaitan dengan isu-isu sosial dan kewarganegaraan untuk
diajarkan disetiap jenjang pendidikan dengan menggunakan metode dan model
pembelajaran efektif dan efisien.
2.1.4
Fungsi Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu pengetahuan sosial adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah,
menganalisis gejala dan masalah sosial dan masyarakat dengan meninjau dari
berbagai aspek kehidupan dan perpaduan. Untuk melaksanakan program-program
IPS dengan baik, sudah sewajarnya bila guru mengetahui dengan benar fungsi dan
peranan mata pelajaran IPS. Fungsi pembelajaran IPS menurut Ishack
(Winataputra, 2007) diantaranya yaitu:
a. Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk melanjutkan ke
jenjang pendidikan lebih tinggi maupun diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Mengembangkan
keterampilan
dalam
mengembangkan
konsep-
konsep IPS.
c. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan
metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
d. Menyadarkan siswa akan kekuatan alam dan segala keindahannya
sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan
penciptanya.
e. Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa.
f. Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam
bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
g. Memupuk diri serta mengembangkan minat siswa terhadap IPS.
Fungsi
pembelajaran
IPS
dalam
penelitian
ini
adalah
untuk
menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam memecahkan masalah
9
yang dihadapi, mengembangkan daya kreatif dan inovatif siswa serta memberi
bekal pengetahuan dasar untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi.
2.1.5
Karakteristik Pendidikan IPS SD
Bidang studi IPS merupakan gabungan ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi
atau terpadu. Pengertian terpadu, bahwa bahan atau materi IPS diambil dari IlmuIlmu Sosial yang dipadukan dan tidak terpisah-pisah dalam kotak disiplin ilmu.
Karena IPS terdiri dari Ilmu-Ilmu Sosial, dapat dikatakan bahwa IPS itu
mempunyai ciri-ciri khusus atau karakteristik tersendiri yang berbeda dengan
bidang studi lainnya.
2.1.6
Strategi Penyampaian Pengajaran IPS
Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagian besar adalah didasarkan
pada suatu tradisi yaitu materi disusun dalam urutan : anak (diri sendiri), keluarga,
masyarakat/tetangga, kota, region, negara dan dunia. Tipe kurikulum seperti ini
disebut “The Wedining Horizon or Expanding Environment Curriculum”
(Mukminan, 1996 : 5).
Tipe kurikulum tersebut, didasarkan pada asumsi bahwa anak pertamatama dikenalkan atau perlu memperoleh konsep atau perlu memperoleh konsep
yang berhubungan dengan lingkungan terdekat atau diri sendiri. Selanjutnya
secara bertahap, dan sistematis bergerak dalam lingkungan konsentrasi keluar dari
lingkaran tersebut, kemudian mengembangkan kemampuannya untuk menghadapi
unsur-unsur dunia yang lebih luas.
2.1.7
Ruang Lingkup IPS
Menurut pendapat Preston dan Herman (Djojo Suradisastro, 1991: 10)
bahwa materi pengajaran IPS menunjukkan adanya kecenderungan memusat
(central tendencies). Setelah mereka menelaah 27 program pengajaran IPS hal-hal
berikut:
Pada
sekolah dasar kelas I, disajikan mengenai
keluarga
dan
lingkungannya. Sekolah Dasar Kelas II, disajikan mengenai lingkungan
10
pertetanggaan dan komunitasnya di wilayah yang berbeda, umumnya masih di
negara sendiri. Sekolah Dasar kelas III mengenai komunitas sendiri dan luar
negeri. Sekolah Dasar kelas IV memperoleh bahan belajar mengenai beberapa
lingkungan wilayah dan kebudayaan di dunia. Sekolah Dasar kelas V membahas
mengenai sejarah dan geografi di negara kita sendiri. Sekolah Dasar kelas VI
membahas menganai sejarah, geografi dan wilayah-wilayah di dunia.
Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah tentang Perjuangan Para
Tokoh Menuju Kemerdekaan dan Tokoh Proklamasi Kemerdekaan pada kelas V
SD Semester II. Berikut ini adalah uraian standar kompetensi, kompetensi dasar
dan indikator.
a.
Standar Kompetensi
2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan
dan mempertahankan kemerdekaan.
b.
Kompetensi Dasar
2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia.
2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan
kemerdekaan.
c.
Indikator
2.2.1 Menceritakan peristiwa penting perjuangan bangsa dalam usaha
mempersiapkan kemerdekaan. (Misalnya: tanggal, tempat, penyusunan
dan
pengetikan,
pembacaan
serta
penandatanganan
naskah
proklamasi).
2.2.2 Menjelaskan perlunya perumusan dasar negara sebelum kemerdekaan.
2.2.3
Menceritakan
peranan
beberapa
tokoh
yang
terlibat
dalam
mempersiapkan kemerdekaan.
2.2.4 Membuat riwayat singkat/ringkasan tentang tokoh-tokoh penting dalam
rangka persiapan kemerdekaan.
2.2.5
Memberikan contoh sikap cara menghargai jasa para tokoh dalam
mempersiapkan kemerdekaan.
11
3.3.1 Menceritakan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di sekitar
proklamasi (Periatiwa Rengasdengklok, penyusunan teks proklamasi,
detik-detik proklamasi kemerdekaan).
3.3.2
Menjelaskan peranan BPUPKI dan PPKI dalam perumusan dasar negara
dan UUD 1945.
3.3.3
Membuat garis waktu tentang tahapan peristiwa menjelang proklamasi.
3.3.4
Membuat riwayat singkat/ringkasan tentang tokoh-tokoh penting dalam
rangka persiapan kemerdekaan.
3.3.5
Memberikan contoh sikap cara menghargai jasa para tokoh dalam
mempersiapkan kemerdekaan.
2.1.8
Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Pengenalan dan pemahaman terhadap sifat-sifat siswa tidak kalah
pentingnya bagi guru, karena dengan memahami sifat-sifat siswa tersebut, guru
dapat menyusun, merencanakan, dan melaksanakan pembelajaran IPS dengan
baik.
Di Indonesia pada saat ini, anak usia SD dimulai dari usia 6 tahun sampai
dengan 12 tahun. Secara psikologis, periode ini dikategorikan Masa Kanak-Kanak
Akhir. Para pendidik masa tersebut sebagai “Masa Sekolah Dasar” sedangkan para
psikolog menyebutnya sebagai “Masa Berkelompok” atau “Masa Penyesuaian
Diri”.
Sebutan Masa Sekolah Dasar, merupakan periode keserasian bersekolah,
artinya anak sudah matang untuk bersekolah. Adapun kriteria keserasian
bersekolah adalah sebagai berikut :
a. Anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok dengan teman-teman
sebaya, tidak boleh bergantung pada ibu, ayah atau anggota keluarga lain
yang dikenalnya.
b. Anak memiliki kemampuan sineik-analitik, artinya dapat mengenal
bagian-bagian dari keseluruhannya, dan dapat menyatukan kembali
bagian-bagian tersebut.
c. Secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak sekolah.
12
Sementara itu sebutan Masa berkelompok dan Masa Penyesuaian Diri
dikaitkan dengan keinginan anak-anak untuk diterima teman-teman sebayanya
sebagai anggota kelompok, serta pentingnya penyesuaian diri di dalam
kelompoknya. Setiap anak adalah pelajar yang unik, memiliki kepribadian
singular, latar belakang pengalaman dan cara belajar tertentu.
Menurut Oemar Hamalik (1992 : 42-44), anak mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Anak merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam-macam
aspek dari dunia sekitarnya. Anak secara spontan menaruh perhatian
terhadap kejadian-kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada di
sekitarnya. Mereka memiliki minat yang luas dan tersebar di
lingkungan sekitarnya.
2. Anak adalah penyelidik, anak memiliki dorongan untuk menyelidiki,
dan menemukan sendiri hal-hal yang ingin mereka ketahui.
3. Anak ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat
sesuatu, mereka ingin aktif, belajar dan berbuat.
4. Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau
terperinci yang seringkali kurang perhatian/bermakna.
5. Anak kaya akan imajinasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam
pengalaman-pengalaman
seni
yang
dilaksanakan
dalam
pembelajaran IPS sehingga dapat memahami orang-orang di
sekitarnya. Misalnya pula dapat dikembangkan dengan merumuskan
hipotesis dan memecahkan masalah.
Sebagai guru harus memahami ciri-ciri anak tersebut dalam rangka
kesiapan suatu pembelajaran. Untuk dapat memahami bahan belajar yang baik,
siswa dituntut menunjukkan adanya perhatian. Perhatian seseorang terhadap
sesuatu dapat ditunjukkan dari gerak-geriknya.
Sebagai contoh seorang guru memberi tugas kepada siswanya untuk
mengamati lalu lintas di dekat sekolahnya, ternyata semua siswa tampak serius
mencatat, berdiskusi dengan temannya dengan wajah ceria. Hal ini menunjukkan
bahwa siswa-siswa menjalankan tugas guru dengan baik dan dengan penuh
13
perhatian. Tetapi jika terjadi hal yang sebaiknya, misalnya anak-anak hanya main
sendiri, tidak mau mencatat dan berdiskusi, berarti siswa kurang atau tidak ada
perhatian.
Perhatian menjadi titik awal yang mengarah kepada belajar, perhatian
merupakan prasarat dalam belajar. Dengan perhatian akan timbul ketertarikan
terhadap sesuatu yang dihadapi, selanjutnya akan dihadapi peristiwa belajar.
Berkaitan dengan atmosfer di sekolah, ada sejumlah karakteristik yang dapat
diidentifikasi pada siswa SD berdasarkan kelas-kelas yang terdapat di SD.
1. Karakteristik pada Masa Kelas Rendah SD (kelas 1, 2 dan 3)
a. Ada hubungan kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah.
b. Suka memuji diri sendiri.
c. Apabila tidak dapat menyelesaikan sesuatu, hal itu dianggapnya tidak
penting.
d. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain dalam hal yang
menguntungkan dirinya.
e. Suka meremehkan orang lain.
2. Karakteristik pada Masa Kelas Tinggi SD (kelas 4, 5 dan 6)
a. Perhatiannya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari.
b. Ingin tahu, ingin belajar dan realistis.
c. Timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus.
d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi
belajarnya di sekolah.
Menurut Jean Piaget, usia siswa SD (7-12 tahun) ada pada stadium
operasional konkrit. Oleh karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran
yang dapat membangkitkan siswa, misalnya penggalan waktu belajar tidak terlalu
panjang, peristiwa belajar harus bervariasi, dan yang tidak kalah pentingnya sajian
harus dibuat menarik bagi siswa. Hal ini dilakukan karena perhatian anak pada
tingkat usia tersebut masih mudah beralih, artinya dalam jangka waktu tertentu
perhatian anak dapat tertarik ke banyak hal, tetapi pada waktu tertentu pula
perhatian anak berpindah-pindah.
14
Sifat lain bahwa perhatian anak sering berfokus pada lingkungan terdekat.
Kedekatan ini dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Bersifat langsung,
misalnya dalam melihat pesawat terbang akan lebih tertarik pada bentuk dan
warnanya daripada fungsinya, artinya dalam memahami suatu konsep anak-anak
lebih tertarik pada wujud benda konkretnya. Begitu juga dengan pengalaman yang
termediasipun akan membawa anak kepada perhatian, misalnya bahan bacaan atau
ceritera, sajian TV dapat mendekatkan anak pada dunia yang lebih luas.
Pada umumnya anak lebih tertarik kepada benda yang bergerak, akibatnya
anak ingin mengetahui sebab-sebab terjadinya sesuatu. Rasa ingin tahu tersebut
sebenarnya merupakan gerak awal untuk belajar dan dorongan untuk
mengeksplorasi dunia sekitarnya. Tindakan eksplorasi akan memacu anak untuk
terus mencari sampai keingintahuanya terpuaskan. Dengan sifat ini, anak biasanya
mempunyai kemampuan tinggi dan wawasan yang luas. Anak usia SD mempunyai
kecanderungan banyak bergerak. Agar gerak yang merupakan kebutuhan anak
mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu perencanaan yang
baik.
Perlu diketahui bahwa gerak tidak hanya bersifat fisik saja tetapi gerak
atau keaktifan pikiran merupakan hal yang penting pula. Keaktifan berpikir dapat
disertai gerak fisik dan juga disertai gerak berpikir, misalnya siswa yang sedang
mencari data di lapangan memerlukan banyak gerak fisik. Sedangkan siswa yang
sedang mengerjakan soal tidak perlu membaca dengan suara nyaring, tetapi ia
aktif
berpikir dengan tenang. Ini sebenarnya anak mengalami keaktifan
mentalnya. Dengan demikian keaktifan atau pengalaman sangat bermanfaat dalam
belajar. Pengalaman merupakan persiapan dalam kehidupan yang sebenarnya
dalam masyarakat.
2.1.9
Metode Role Playing
Metode yaitu suatu cara yang digunakan oleh guru pada saat proses
pembelajaran berlangsung agar pembelajaran tercapai secara efektif. Peran guru
dalam memilih metode pembelajaran yang tepat memegang peranan penting
dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran yang efektif.
15
Metode role playing disebut juga sosiodrama, dalam proses pembelajaran,
diharapkan guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaanperasaan. Dengan bermain peran diharapkan siswa terampil atau menghayati dan
berperan dalam berbagai figur khayalan atau figur sesungguhnya dalam berbagai
situasi. Dalam metode ini dapat melibatkan aspek-aspek kognitif dan afektif atas
dasar tokoh yang mereka perankan. Role playing termasuk permainan pendidikan
yang dapat dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, dan nilai
dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandangan dan cara berpikir orang lain.
Menurut Gangel (1986) bermain peran adalah suatu metode mengajar
merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar para pemain diskusi tentang
peran dalam kelompok. Menurut Blatner (2002), bermain peran adalah sebuah
metode untuk mengeksplorasi hal-hal yang menyangkut situasi sosial yang
kompleks. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga
murid-murid bisa mengetahui situasi yang diperankan. Semuanya berfokus pada
pengalaman kelompok.
Pada metode bermain peran, titik tekanannya terletak pada keterlibatan
emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara
nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif
melakukan praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama temannya pada
situasi tertentu.
Guru harus mengenalkan situasinya dengan jelas sehingga tokoh dan
penontonnya memahami masalah yang disampaikan. Sama seperti para
pemainnya, penonton juga terlibat penuh dalam situasi belajar. Pada saat
menganalisa dan berdiskusi, penonton harus memberikan solusi-solusi yang
mungkin bisa digunakan untuk mengatasi masalah yang disampaikan.
Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga siswasiswa bisa mengenali tokohnya. Salah satu struktur permainan menurut Gangel
(1986) adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
a. Tentukan masalah
b. Buat persiapan peran
16
c. Bangun suasana
d. Pilih tokohnya
e. Jelaskan dan berikan pemanasan
f. Pertimbangkan latihan
2. Memainkan
a. Memainkan
b. Menghentikan
c. Melibatkan penonton
d. Menganalisis diskusi
e. Mengevaluasi
Corsini (dalam Tatiek, 1989) menyatakan bahwa bermain peran dapat
digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis dan mengerti seseorang dengan cara
mengamati perilakunya waktu memerankan dengan spontan situasi-situasi atau
kejadian yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya. Menurut Mulyasa
(2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran
untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai sosial, yang kedudukannya sejajar
dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
a. Secara implisit bermain peran mendukung situasi
belajar
berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada
situasi „‟di sini pada saat ini‟‟. Model ini percaya bahwa
sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan
analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Terhadap analogy yang
diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat
menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang
lain.
b. Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk
mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa
bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk
mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari
psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada
penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan
17
antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan
psikodrama.
Bermain
peran
dalam
konteks
pembelajaran
memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu
sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran;
sedangkan dalam
psikodrama, pemeranan dan keterlibatan
emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya,
dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada
bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya
memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
c. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat
diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses
kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi
bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang
sedang diperankan. Dengan demikian, para peserta didik dapat
belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan
masalah
yang
pada
gilirannya
dapat
dimanfaatkan
untuk
mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para
peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara
memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan
untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu,
model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu
mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model
bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam
pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana
orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.
d. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang
tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan,
dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara
spontan. Dengan demikian, para peserta didik dapat menguji sikap
dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai
yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan
18
orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai
yang dimilikinya.
2.2.0 Tujuan dan Manfaat Metode Role Playing
Tujuan dan manfaat metode role playing
a. Agar menghayati sesuatu kejadian atau hal yang sebenarnya dalam
realitas kehidupan.
b. Agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana
akibatnya.
c. Untuk mempelajari indra dan rasa siswa terhadap sesuatu.
d. Sebagai penyaluran/ pelepasan/ ketegangan dan perasaan-perasaan.
e. Sebagai alat pendiagnosaan keadaan kemampuan siswa dan sebagainya.
f. Role playing dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman dalam nilai
dan rasa.
2.2.1
Langkah-Langkah Metode Role Playing
Agar metode role playing/ bermain peran ini dapat mencapai tujuan, maka
harus disusun langkah-langkah pembelajaran agar penggunaan metode ini lebih
efektif. Langkah-langkah menurut Hidayati, (2002: 93) tersebut sebagai berikut:
a. Pemanasan (pengantar serta pembahasan cerita dari guru)
b. Memilih siswa yang akan berperan
c. Menyiapkan penonton yang akan mengobservasi
d. Mengatur panggung
e. Permainan
f. Diskusi dan evaluasi
g. Permainan berikutnya
h. Diskusi lebih lanjut
i. Generalisasi
Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai pelaksanaan metode Role
Playing, maka peneliti mengambil langkah-langkah Role Playing menurut
Hidayati.
19
2.2.2
Penerapan Metode Role Playing
Penerapan metode pembelajaran Role Playing dapat dengan cara:
a. Tahap Pemanasan
Pada tahap pemanasan ini, guru memberikan apersepsi mengenai materi
yang akan dipelajari. Hal ini untuk menjembatani siswa dengan mencari
penghubung antara apa yang siswa ketahui dengan materi. Dengan begitu,
siswa akan lebih mudah dalam memahami materi. Guru memberikan
gambaran maeri secara umum agar siswa mempunyai gambaran mengenai
karakter tokoh-tokoh yang ada dalam materi pembelajaran. Guru
menjelaskan mengenai pembelajaran Role Playing dalam materi tersebut
sehingga siswa tidak kebingungan dalam pelaksanaannya.
b. Tahap Memilih Siswa yang akan Berperan
Pada tahap pemilihan peran ini dibutuhkan pemahaman guru mengenai
watak, sifat, serta sikap siswanya dalam aktivitas sehari-hari. Ia dapat
menyesuaikan karakteristik tokoh dengan siswa yang akan memerankan.
Dengan begitu, siswa akan lebih mudah memerankan tokoh. Terlebih
dahulu, guru menawarkan kepada siswa yang ingin memerankan tokoh
secara sukarela. Dalam hal ini, guru tidak boleh memaksa siswa untuk
memerankan suatu tokoh. Sebisa mungkin memilih pemain yang dapat
mengenali peran yang akan dibawakannya.
c. Tahap Menyiapkan Penonton yang akan Mengobservasi
Pada saat siswa bermain peran episode 1, maka siswa yang tidak ikut
bermain pada episode 1 menjadi penonton dan begitu juga sebaliknya.
Guru mempersiapkan penonton dengan memberitahukan terlebih dahulu
penugasannya sebagai penonton dengan memberitahukan terlebih dahulu
penugasannya sebagai penonton ataupun dengan pemberian LKS. Adapun
tugas sebagai penonton adalah mengobservasi dan mengevaluasi mengenai
pemain siswa yang bermain peran.
d. Tahap Mengatur Panggung
Sebelum penampilan permainan, maka dibutuhkan persiapan peralatan,
media, aksesoris/ atribut pendukung. Tempat dilaksanakannya penampilan
20
juga perlu diperhatikan. Tempat tersebut dapat memilih di dalam ruang
kelas atau di luar ruangan, tergantung kondisi maupun situasi.
e. Tahap Permainan
Dalam hal ini, maksud dari permainan yaitu penampilan Role Playing
tersebut di depan penonton. Sebelum permainan dimulai, siswa yang
perperan sebagai penonton mendapat penugasan untuk mengobservasi
serta mengevaluasi penampilan episode 1. Guru mengatur waktu
penampilan supaya efektif dan efisien.
f. Tahap Diskusi dan Evaluasi
Tahap diskusi dan evaluasi ini dilakukan oleh guru dan siswa dengan
melakukan diskusi mengenai bagaimana jalannya berdasarkan bermain
drama yang baru saja diperankan. Guru juga melakukan evaluasi mengenai
cerita dalam permainan peran episode 1 melalui tanya jawab bersama
siswa. Diskusi dapat dengan upaya menganalisis, menafsirkan atau
memberi jalan keluar.
g. Tahap Permainan Berikutnya
Pada tahap ini siswa dapat melihat penampilan episode 2. Penampilan ini
merupakan kelanjutan dari penampilan sebelumnya. Jadi penampilan
pertama berhenti sejenak, lalu dilanjutkan kembali pada tahap ini. Hal ini
dilakukan agar siswa tidak merasa bosan karena menonton terlalu lama
dan lebih tertarik lagi dalam melihat kelanjutan cerita. Pada permainan
drama bagian kedua ini akan memberikan pemahaman yang lebih pada
siswa.
h. Tahap Diskusi Lebih Lanjut
Tahap diskusi lebih lanjut ini dilakukan oleh guru dan siswa dengan
melakukan diskusi mengenai penampilan bermain peran episode 2. Guru
juga melakukan evaluasi mengenai drama yang ditampilkan pada episode
2 melalui tanya jawab bersama siswa. Setelah itu, guru berdiskusi dengan
siswa mengenai runtutan cerita drama dari awal sampai akhir.
i. Tahap Generalisasi
21
Pada tahap ini, guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi dengan
menghubungkan pola-pola yang bermakna dari hasil pembelajaran
tersebut.
2.2.3
Keunggulan Metode Role Playing
Ada beberapa keunggulan metode role playing, diantaranya yaitu :
a. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.
Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit
dilupakan.
b. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi
dinamis dan penuh antusias.
c. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta
menumbuhkan rasa kebersamaan.
d. Siswa dapat terjun langsung untuk memerankan sesuatu yang akan dibahas
dalam proses belajar.
2.2.4
Kelemahan Metode Role Playing
Kelemahan metode Role Playing :
a. Bermain peran memakan waktu yang banyak.
b. Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik
khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik.
Siswa perlu mengenal dengan baik apa yang diperankannya.
c. Bermain peran tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak
mendukung.
d. Jika siswa tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan
melakukan secara sungguh-sungguh.
e. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan.
2.2.5
Komponen-komponen Model Pembelajaran Role Playing
Joyce and Weil (dalam Winataputra, 2003: 8) berpendapat bahwa model
kreatif produktif seperti halnya model-model pembelajaran yang lain memiliki 5
22
komponen yang terdiri atas sintagmatik, prinsip reaksi, sistem sosial, daya
dukung, dampak intruksional dan pengiring. Komponen-komponen tersebut akan
dijelaskan pada uraian berikut:
2.2.5.1 Sintagmatik
Menurut Winataputra (2001: 8), sintagmatik adalah tahap-tahap kegiatan
dari
sebuah
model.
Dengan
mengutip
dari
Shaftel,
Mulyasa
(2003)
mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi:
1. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik.
Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik
terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah,
menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran
yang akan dimainkan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk
memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini
sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan.
Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan
memperhatikan masalah yang diajukan guru.
2. Memilih peran
Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru
mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka,
bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan,
kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk
menjadi pemeran.
3. Menyusun tahap-tahap peran
Menyusun tahap-tahap baru, pada tahap ini para pemeran menyusun garisgaris besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada
dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan
berbicara secara spontan.
4. Menyiapkan pengamat
Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang
dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik
23
turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif
mendiskusikannya.
5. Pemeranan
Tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan
peran masing-masing. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik
telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba
lakukan. Ada kalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga
tanpa disadari telah memakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini
guru perlu menilai kapan bermain peran dihentikan.
6. Diskusi dan evaluasi
Diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat
dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual.
Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta didik akan segera
terpancing untuk diskusi.
7. Pemeranan ulang
Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi
mengenai alternatif pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang
dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam
upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi
peran lainnya.
8. Diskusi dan evaluasi tahap dua
Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama
seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil
pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah
lebih jelas.
9. Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan
Tahap ini para peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya
dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya.Semua
pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.
24
2.2.5.2 Prinsip Reaksi
Winataputra (2001: 8-9) berpendapat bahwa sistem reaksi adalah pola
kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan
memperlakukan para siswa, termasuk bagaimana seharusnya guru memberikan
respon terhadap para siswa. Sunaryo (2011) mengemukakan bahwa di dalam
model kreatif produktif, guru berperan sebagai pembimbing, pendamping,
fasilitator, serta pengarah pada saat siswa sedang menjalankan setiap langkah
dalam tahapan model pembelajaran. Dalam penerapan model Role Playing guru
berperan sebagai motivator dan memberikan instruksi di dalam pembelajaran
berlangsung
2.2.5.3 Sistem Sosial
Menurut Winataputra (2001: 8), sistem sosial adalah situasi atau suasana
dan norma yang berlaku dalam model tersebut. Sunaryo (2011) mengemukakan
bahwa suasana kelas pada saat pembelajaran dilaksanakan adalah suasana yang
demokratis, dialogis, kooperatif dan penuh dengan tanggung jawab. Di dalam
penerapan model Role Playing
diharapkan dapat tercipta suasana yang
demokratis
2.2.5.4 Daya Dukung
Winataputra (2001: 9) mengemukakan bahwa sistem pendukung adalah
segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model
tersebut. Sarana yang dipergunakan di dalam model ini adalah materi dan media
yang relevan dengan tujuan pembelajaran serta model yang akan dilaksanakan. Di
dalam model Role Playing dalam pembelajaran IPS tentang Perjuangan Para
Tokoh Menuju Kemerdekaan dan Tokoh Proklamasi Kemerdekaan.
2.2.5.5 Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai
langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan.
Dampak instruksional secara umum dari model ini adalah:
1. Mendapatkan pengetahuan melalui pengalaman nyata
2. Siswa mampu mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
25
3. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi
dinamis dan penuh antusias
Secara khusus dampak instruksional dalam pembelajaran energi alternatif
dan cara penggunaannya melalui model pembelajaran Role Playing adalah
kemampuan memahami materi Perjuangan Para Tokoh Menuju Kemerdekaan dan
Tokoh Proklamasi Kemerdekaan melalui pengalaman yang dilakukan oleh siswa
sendiri dengan bermain peran.
Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu
proses pembelajaran sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami
langsung oleh para siswa dengan pengarahan langsung dari guru. Dari segi
dampak pengiring, melalui model pembelajaran Role Playing diharapkan dapat
dibentuk kemampuan berpikir kritis dan kreatif, bertanggung jawab, yang
semuanya merupakan tujuan pembelajaran jangka panjang. (http:// sertifikasiguru.
unm.ac.id, 2011).
Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan oleh para siswa
dalam pembelajaran IPS tentang Perjuangan Para Tokoh Menuju Kemerdekaan
dan Tokoh Proklamasi Kemerdekaan dalam model pembelajaran Role Playing ini
adalah kreatif, mandiri, bertanggung jawab, komunikatif dan demokratis.
26
Gambar 1
Dampak instruksional dan pengiring
Model Pembelajaran Role Playing
Mendapatkan pengetahuan
Sangat menarik bagi
melalui pengalaman nyata
siswa, sehingga
memungkinkan kelas
Siswa mampu mengambil
menjadi dinamis dan
keputusan dan berekspresi
penuh antusias
secara utuh.
Demokratis
Model
pembelajaran
Role Playing
Komunikatif
Kreatif
Mandiri
Bertanggung
jawab
Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional dalam model pembelajaran Role
playing dalam Pembelajaran IPS materi Perjuangan Para Tokoh Menuju
Kemerdekaan dan Tokoh Proklamasi Kemerdekaan dengan keterangan sebagai
berikut :
Dampak instruksional
Dampak pengiring
:
:
27
2.2.6
Penerapan Metode Role Playing dalam Pembelajaran IPS Materi
Perjuangan
Para
Tokoh
Menuju
Kemerdekaan
dan
Tokoh
Proklamasi Kemerdekaan
Kegiatan Guru
Guru
mengucapkan
salam kepada siswa
dan membaca presensi
siswa.
Guru menyuruh siswa
untuk
menyanyikan
lagu kemerdekaan.
Guru berbicara tentang
kaitan
lagu
kemerdekaan
dan
materi.
Guru
mengajukan
pertanyaan
kepada
siswa tentang materi
IPS (Perjuangan para
tokoh
menuju
kemerdekaan
pada
siklus I dan tokoh
proklamasi keerdekaan
pada siklus II).
Guru berbicara kaitan
apersepsi materi serta
tujuan pembelajaran.
Langkah-Langkah
Pembelajaran di RPP
(Sintak)
Kegiatan Awal
Guru
membuka
pelajaran
dengan
mengucapkan
salam
dan mempresensi siswa.
Guru
melakukan
apersepsi
dengan
menyanyikan
lagu
kemerdekaan.
Guru mengaitkan lagu
tersebut dengan materi
yang akan dipelajari.
Kegiatan Siswa
Siswa mengucapkan
salam pada guru dan
menjawab
presensi
guru.
Siswa menyanyikan
lagu kemerdekaan.
Siswa mendengarkan
penjelasan dari guru.
Guru
mengajukan Siswa
menjawab
pertanyaan
secara pertanyaan guru.
klasikal, “Anak-anak,
siapa tokoh dan kapan
Indonesia
memproklamasikan
kemerdekaannya?”
Guru
mengaitkan Siswa mendengarkan
apersepsi dengan materi penjelasan guru.
serta
menyampaikan
tujuan pembelajaran.
28
Guru bertanya jawab
pada siswa mengenai
materi IPS.
Guru menyuruh siswa
menjadi penoton yang
mengobservasi.
Guru
mengecek
kesiapan siswa dan
mengatur panggung.
Guru
menunjuk
kelompok
untuk
bermain peran sesuai
naskah.
Guru
melihat
penampilan drama dari
siswa dan melihat
siswa lain yang sedang
menonton.
Guru
membimbing
siswa untuk bertanya
jawab dan berdiskusi
berdasarkan
drama
Kegiatan Inti
a. Tahap Pemanasan
Siswa dan guru
melakukan
tanya
jawab
mengenai
materi IPS.
b. Tahap Menyiapkan
Penonton
yang
akan
Mengobservasi
Guru menugaskan
siswa ikut bermain
peran
untuk
menjadi penonton
yang
bertugas
mengobservasi dan
mengevaluasi
penampilan
bermain drama.
c. Tahap
Mengatur
Panggung
Guru
melakukan
pengecekan
kesiapan para siswa
dan panggung bagi
siswa yang akan
berperan.
d. Tahap Permainan
1. Kelompok yang
ditunjuk
bermain peran
sesuai
naskah
yang
dibuat
guru.
2. Siswa
yang
menjadi
penonton
memperhatikan
penampilan
dengan seksama.
e. Tahap Diskusi dan
Evaluasi
Setelah penampilan
drama
selesai,
siswa melakukan
tanya jawab dan
29
Siswa bertanya jawab
dengan guru mengenai
materi IPS.
Siswa
bersiap-siap
(yang ditunjuk guru)
menjadi penonton.
Siswa siap dalam
bermain peran dan
siswa
mengatur
panggung.
Siswa bermain peran
(yang ditunjuk) sesuai
naskah yang dibuat
guru.
Siswa memperhatikan
penampilan
drama
dengan seksama.
Siswa bertanya jawab
dan berdiskusi dengan
guru
berdasarkan
drama yang baru saja
yang
baru
diperankan.
saja
Guru menyuruh siswa
untuk mempersiapkan
diri.
Guru melihat siswa
bermain peran.
Guru melihat siswa
yang
menjadi
penonton.
Guru
melakukan
diskusi bersama siswa
tentang drama yang
baru saja diperankan
secara keseluruhan.
Guru
memberi
kesempatan
kepada
siswa mengenai halhal
yang
belum
dimengerti.
Guru menjelaskan dan
menekankan
pada
siswa mengenai hal-
diskusi berdasarkan
drama yang baru
saja
diperankan
dengan dibimbing
guru.
f. Tahap Permainan
berikutnya
1. Beberapa
perwakilan siswa
yang
telah
ditunjuk
untuk
bermain
peran
pada episode 2
mempersiapkan
diri.
2. Penampilan drama
episode 2.
3. Siswa
yang
menjadi penonton
memperhatikan
penampilan
dengan seksama.
g. Tahap Diskusi lebih
lanjut
1. Setelah
penampilan
drama episode 2
selesai,
siswa
dan
guru
melakukan
diskusi
berdasarkan
drama yang baru
saja diperankan
secara
keseluruhan.
2. Siswa
mendapatkan
kesempatan
untuk bertanya
mengenai hal-hal
yang
belum
dimengerti.
3. Guru
memberikan
penjelasan atau
30
diperankan.
Siswa mempersiapkan
diri (yang bermain
peran).
Siswa bermain peran
episode 2.
Siswa memperhatikan
saat
penampilan
drama.
Siswa
melakukan
diskusi dengan guru
mengenai drama yang
baru saja diperankan
secara keseluruhan.
Siswa bertanya kepada
guru mngenai hal-hal
yang
belum
dimengerti.
Siswa memperhatikan
penjelasan guru.
hal
yang
dimengerti.
belum
Guru meminta siswa
untuk merefleksikan
(mengemukakan
pendapat) mengenai
pembelajaran
yang
dilakukan
dan
meminta siswa untuk
mengaitkan
materi
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Guru memberikan soal
tes siklus (I dan II) dan
menyuruh siswa untuk
mengerjakan
secara
individu.
penekanan
apabila ada halhal yang belum
dimengerti
siswa.
h. Tahap Generalisasi
1. Siswa
diminta
untuk
merefleksikan
(mengemukakan
pendapat)
mengenai
pembelajaran
yang dilakukan,
materi dikaitkan
dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Siswa
mengerjakan tes
soal siklus yang
diberikan oleh
guru.
Siswa
berpendapat
mengenai
pembelajaran
yang
dilakukan
dan
mengaitkan
materi
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Siswa mengerjakan tes
soal
siklus
yang
diberikan guru secara
individu.
Kegiatan Akhir
Guru
membimbing 1. Siswa
dibimbing Siswa menyimpulkan
siswa
untuk
guru
untuk materi
dengan
menyimpulkan materi
menyimpulkan
bimbingan guru.
yang
baru
saja
materi yang baru
dipelajari.
saja dipelajari.
Guru berpesan pada 2. Guru memberikan Siswa mendengarkan
siswa dan memberi
pesan moral dan pesan
moral
dan
motivasi kepada siswa
motivasi
kepada motivasi dari guru.
untuk belajar.
siswa untuk belajar.
Guru
menyuruh 3. Guru
menutup Siswa berdoa dan
perwakilan
siswa
pelajaran
dengan mengucapkan salam
untuk berdoa bersama
doa bersama dan kepada guru.
dan
guru
mengucapkan salam
mengucapkan kepada
kepada siswa.
salam kepada siswa.
31
2.2.7
Hasil Belajar
2.2.7.1 Pengertian Hasil Belajar
Nana Sudjana (2005: 3) hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang
luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris. Oleh sebab itu dalam
penilaian hasil belajar, peranan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan
tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar
dan acuan penilaian.
Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley dalam Nana
Sudjana (2005: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan
kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing
jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam
kurikulum. Dalam kesimpulan yang dikemukakan Abdillah (2002) dalam
Aunurrahman (2011: 35), belajar adalah usaha sadar yang dilakukan oleh individu
dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang
menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh
tujuan tertentu.
Klasifikasi belajar menurut Benyamin Bloom terbagi menjadi tiga ranah
(Nana Sudjana, 2006: 22) yaitu:
a.
Ranah Kognitif
Ranah kognitif merupakan ranah yang berkaitan dengan hasil belajar
intelektual. Ranah kognitif terdiri dari enam aspek. Keenam aspek tersebut,
yaitu: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, atau
evaluasi. Pengetahuan dan pemahaman disebut kognitif tingkat rendah
sedangkan aplikasi, analisis, sintesis, atau evaluasi termasuk kognitif tingkat
tinggi.
b.
Ranah Afektif
Ranah afektif merupakan ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi,
penilaian, organisasi, dan internalisasi. Hasil belajar pada ranah afektif dapat
32
diukur pada siswa dalam berbagai tingkah laku selama proses pembelajaran,
seperti keaktifannya dalam proses pembelajaran, disiplin dan tanggung jawab,
minat belajar, menghargai guru dan teman sekelas, hubungan sosial dan lainlain. Penilaian afektif dilakukan dengan observasi.
c.
Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan hasil belajar
ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ranah psikomotor terdiri dari enam
aspek, yakni gerak refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan
perseptual, keharmonisan dan ketepatan, gerakan ketrampilan kompleks, serta
gerakan ekspresif dan interpretatif.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPS
adalah indikator dari perubahan yang terjadi pada individu setelah mengalami
proses belajar IPS baik berupa pengetahuan maupun kecakapan yang diukur
menggunakan alat pengukuran berupa tes dan lembar observasi.
2.2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang. Menurut
Slameto (2003: 54), faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya,
tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja. Adapun kedua faktor
tersebut meliputi:
1. Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut
faktor intern yang meliputi:
a) Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh
b) Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, kesiapan.
c) Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun rohani.
2. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern,
yang meliputi:
a) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi
antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.
33
b) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi
guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin
sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di
atas ukuran, keadaan, gedung, metode belajar, tugas rumah.
c) Faktor
masyarakat,
meliputi
kegiatan
siswa
dalam
masyarakat, media masa, teman bergaul, bentuk kehidupan
masyarakat.
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa di luar
dirinya atau yang disebut faktor ekstern, salah satunya yang berpengaruh
adalah dari faktor sekolah yaitu metode mengajar guru. Metode yang
digunakan guru dalam mengajar penting karena hal ini akan berpengaruh pada
pemerolehan hasil belajar siswa berdasarkan pemahaman dalam proses belajar
siswa. Selain itu lingkungan belajar yang paling dominan dalam mempengaruhi
hasil belajar adalah kualitas pengajaran. Karena hal ini akan menentukan
efektif atau tidaknya proses belajar-mengajar dalam mencapai tujuan belajar.
2.3 Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian Prestiana dalam skripsinya berjudul Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar IPS Kelas V SDN Panjatan Kabupaten Kulon Progo melalui Role
Playing (2013) menunjukkan penerapan metode Role Playing dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Peningkatan ini
ditunjukkan pada pascatindakan siklus I sebesar 66,67% dengan pencapaian
KKM 46,67% dan pascatindakan siklus II sebesar 93,33% dengan pencapaian
KKM 73,33% untuk ranah kognitif.
Selain
itu,
hasil
penelitian
Irmanto
dalam
skripsinya
berjudul
Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Materi TokohTokoh Kemerdekaan melalui Metode Role Playing pada Siswa Kelas 5
Sekolah Dasar Negeri Sendangadi I Mlati Sleman (2013) menunjukkan bahwa
penggunaan metode Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa
terlihat dari hasil rata-rata pada siklus I yaitu 74,4 dan pada siklus II yaitu
81,3.
34
2.4
Kerangka Pikir
Metode role playing disebut juga sosiodrama, dalam proses pembelajaran,
diharapkan guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaanperasaan. Dengan bermain peran diharapkan siswa terampil atau menghayati dan
berperan dalam berbagai figur khayalan atau figur sesungguhnya dalam berbagai
situasi. Dalam metode ini dapat melibatkan aspek-aspek kognitif dan afektif atas
dasar tokoh yang mereka perankan. Role playing termasuk permainan pendidikan
yang dapat dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, dan nilai
dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandangan dan cara berpikir orang
lain.
Bermain peran (role playing) merupakan metode yang cocok untuk anak
SD, dengan bermain peran siswa SD bisa menghayati dan mengerti akan peran
yang dimainkannya dan bisa meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan
penggunaan metode ini diharapkan siswa akan mendapatkan kemudahan karena
metode ini siswa mampu menguasai bahan-bahan pelajaran dan melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan yang dilakukan siswa dengan
memerankannya sebagai tokoh. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian
dengan judul “Peningkatkan Hasil Belajar IPS Dengan Metode Role Playing Pada
Siswa Kelas 5 SD Negeri Blotongan 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran
2015/2016”.
2.5
Hipotesis Penelitian
Penerapan pembelajaran IPS dengan menggunakan metode Role Playing
dalam rangka meningkatkan hasil belajar IPS dilakukan melalui tahap pemanasan,
tahap menyiapkan penonton yang akan mengobservasi, tahap mengatur panggung,
tahap permainan, tahap diskusi dan evaluasi, tahap permainan berikutnya, tahap
diskusi lebih lanjut dan tahap generalisasi.
Melalui metode Role Playing pada pembelajaran siswa dapat memerankan
tokoh, menghayati dan diduga meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada materi
perjuangan para tokoh menuju kemerdekaan dan tokoh perjuangan proklamasi
35
kemerdekaan pada siswa kelas 5 SD N Blotongan 01 Salatiga Semester II tahun
pelajaran 2015/2016.
36
Download