Vol 1, No 1 [2014] - Jurnal Online STIKESMB

advertisement
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin
Caring Jurnal Keperawatan Online
48
GAMBARAN EFISIENSI SISTEM PENYIMPANAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN
Risya Mulyani
1
INTISARI
Latar Belakang: Penyimpanan yang baik bertujuan untuk mempertahankan kualitas obat,
meningkatkan efisiensi, mengurangi kerusakan atau kehilangan obat, mengoptimalkan
manajemen persediaan, serta memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang.
Ketidak efisienannya akan berdampak negatif secara medik, sosial maupun ekonomi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran efisiensi sistem penyimpanan
obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratori non hipotesis yang
bertujuan untuk gambaran efisiensi sistem penyimpanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. H. Moch.Ansari Saleh Banjarmasin. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah dengan metode wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
Hasil: Penelitian dari 2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit menunjukan bahwa sistem
penyimpanan obat masih terdapat yang belum efisien berdasarkan 6 indikator. 3 indikator
sistem penataan gudang, persentase dan nilai obat yang kadaluarsa sudah efisien, 4 indikator
ketepatan data jumlah obat pada katu stok, TOR, dan tingkat ketersediaan obat. Masih belum
efesien dalam sistem penyimpanan obat.
Kata Kunci: Penyimpanan, efisiensi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit
1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin
Vol 1, No 1 [2014]
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin 49
Caring Jurnal Keperawatan Online
PENDAHULUA
pemasukan rumah sakit berasal dari
pengelolaan perbekalan farmasi.Maka
PENDAHULUAN
Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu
bagian unit/divisi atau fasilitas di rumah
sakit, tempat penyelenggaraan semua
pekerjaan kefarmasian yang di tunjukan
untuk keperluan rumah sakit itu
sendiri.Seperti diketahui, pekerjaan farmasi
adalah pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan
pengadaan, penyimpanan, distribusi obat,
pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, pengelolaan
obat, bahan obat dan obat tradisional
(Siregar, 2004).
Pelayanan rumah sakit pada saat ini
merupakan upaya pelayanan kesehatan
yang bersifat sosio ekonomi, artinya suatu
usaha yang walapun bersifat sosial namun
diusahakan agar bisa mendapat surplus
keuangan, serta mengelola rumah sakit
secara dan ekonomi tanpa melupakan
fungsi sosialnya. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara pengelolaan yang prefisional
dengan memperlihatkan prinsip-prinsip
ekonomi.
Farmasi Rumah Sakit merupakan bagian
intergral pelayanan kesehatan di rumah
sakit
yang
memberikan
pelayanan
kefarmasian yang efektif dan efisien, serta
penyediaan obat yang bermutu dengan
harga terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat. Obat merupakan barang yang
terpenting di rumah sakit karena obat dapat
meningkatkan
derajat
kesehatan
meninggikan kepercayaan dan keterlibatan
penuh dengan pelayanan kesehatan serta
merupakan komoditas khusus yang mahal
(Pudjaningsih, 2006).
Hampir 90% pelayanan kesehatan di
rumah sakit menggunakan perbekalan
farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan
radiologi, bahan alat kesehatan, alat
kedokteran dan gas medik) dan 50% dari
perbekalan farmasi membutuhkan suatu
pengelolaan secara cermat dan penuh
tanggung jawab (suci et al, 2006).
Mengingat besarnya kontribusi Instalasi
Farmasi dalam kelancaran pelayanan dan
juga merupakan instalasi yang memberikan
sumber pemasukan tersebar di rumah sakit,
maka
perbekalan
barang
farmasi
memerlukan suatu pengelolaan secara
cermat penuh tanggung jawab.
Logistik merupakan salah satu penunjang
mutu pelayanan kesehatan di rumah
sakit.Salah satu bahan logistik yang
dikelola oleh rumah sakit adalah
persediaan farmasi yang mencakup obatobatan dan alat kesehatan. Banyaknya
jumlah obat dan barang-barang farmasi
yang dikelola, modal yang digunakan dan
biaya yang di timbulkan dengan adanya
persediaan meningkat. Oleh karena itu
penting bagi rumah sakit untuk
mengendalikan
persediaannya
agar
tercapai tingkat efisiensi penggunaan uang
dalam persediaan.
Tujuan menagemen logistik adalah
tersedianya obat dan bahan-bahan yang
sesuai
macamnya,
jumlahnya,
menguntungkan harganya, serta baik
mutunya. Manajemen logistik juga
bertanggung jawab atas keamanan
penyimpanan
obat
dan
bahan
(Djojodibroto, 1997). Menurut hartano
(2004) manajemen logistik sebagai suatu
fungsi yang mem-punyai kegiatan-kegiatan
yakni
perencanaan
kebutuhan,
penganggaran, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian dan penghapusan.
Salah satu alur dalam manajemen logistik
adalah
fungsi
penyimpanan.Fungsi
penyimpanan ini disebut jantung dari
manajemen logistik karena dari sini dapat
diketahui apakah tujuan manajemen
logistik tercapai atau tidak dan sangat
Vol 1, No 1 [2014]
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin 50
Caring Jurnal Keperawatan Online
menentukan kelancaran pendistribusian,
sehingga salah satu indikator keberhasilan
manajemen logistik adalah pengelolaan
gudang dan tempat penyimpanan.
Penyimpanan adalah suatu kegiatan
menyimpan termasuk memelihara yang
mencakup
aspek
tempat
tempat
penyimpanan (Instalasi Farmasi atau
gudang ), barang dan admistrasinya.
Dengan dilaksanakannya penyimpanan
yang baik dan benar, maka akan
terrpelihara mutu barang, menghindari
penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
menjaga kelangsungan persediaan serta
memudahkan pencarian dan pengawasan
nya.
Indikator penyimpanan obat yaitu : 1)
Kecocokan antara barang dan kartu stok,
indikator ini digunakan untuk mengetahui
ketelitian
petugas
gudang
dan
mempermudah dalam pengecekan obat,
membantu dalam perencanaan dan
pengadaan
obat
sehingga
tidak
menyebabkan terjadinya akumulasi obat
dan kekosongan obat, 2) Turn Over Ratio,
indikator ini digunakan untuk mengetahui
kecepatan perputaran obat, yaitu seberapa
cepat obat dibeli, didistribusi, sampai
dipesan kembali, dengan demikian nilai
TOR akan berpengaruh pada ketersediaan
obat.
TOR yang tinggi
berarti mempunyai
pengendalian persediaan yang baik,
demikian pula sebaliknya, sehingga biaya
penyimpanan akan menjadi minimal, 3)
Persentase obat yang sampai kadaluwarsa
dan atau rusak, indikator ini digunakan
untuk menilai kerugian rumah sakit, 4)
Sistem penataan gudang, indikator ini
digunakan
untuk
menilai
sistem
penataan gudang standar adalah FIFO dan
FEFO, 5) Persentase stok mati, stok mati
merupakan istilah yang digunakan untuk
menunjukkan item persediaan obat di
gudang yang tidak mengalami transaksi
dalam waktu minimal 3 bulan, 6)
Persentase nilai stok akhir, nilai stok akhir
adalah nilai yang menunjukkan berapa
besar persentase jumlah barang yang
tersisa
pada
periode tertentu, nilai
persentese stok akhir berbanding terbalik
dengan nilai TOR (Aditama, 2003).
Penyimpanan yang baik bertujuan untuk
mempertahankan
kualitas
obat,
meningkatkan
efisiensi,
mengurangi
kerusakan atau kehilangan obat, mengoptimalkan manajemen persediaan, serta
memberikan informasi kebutuhan obat
yang akan datang (Quick et al, 1997).
Berdasarkan
hasil
observasi
studi
penduhuluan di Gudang Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.
H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin,
dengan mengambil sampel 30 kartu stok
sediaan tablet di dapatkan persentase
kesesuaian jumlah obat yang ada di gudang
dengan kartu stok sebesar 78,6%, dengan
nilai pembanding indikator efisiensi
pengelolaan obat di Rumah Sakit sebesar
100% (pudjanigsih, 1996), ini menunjukan
manajemen sistem penyimpanan masih
belum efisien. (Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi Vol. 2, 2011).
Pengelolaan obat oleh Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS) mempunyai peranan
penting dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan di rumah sakit, oleh karena itu
pengelolaan obat yang kurang efisien pada
tahap penyimpanan akan berpeng-garuh
terhadap peran rumah sakit secara
keseluran.
Dari data yang telah dipaparkan muncul
pertanyaan
mengapa
rumah
sakit
pemerintah masih mengalami kesulitan
dalam memanjemen sistem penyimpanan
obat.Sehingga dari permasalah di atas
maka peneliti tertarik untuk mengambil
judul
gambaran
efisiensi
sistem
penyimpanan di Instalasi Farmasi Rumah
Vol 1, No 1 [2014]
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin 51
Caring Jurnal Keperawatan Online
Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch.Ansari
Saleh Banjarmasin.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif eksploratori non hipotesis yang
bertujuan untuk gambaran efisiensi sistem
penyimpanan di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch.Ansari
Saleh Banjarmasin. Populasi yang diambil
dalam penelitian ini adalah Intalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
H. Moch.Ansari Saleh Banjarmasin.
Teknik pengumpulan data yang digunakan
oleh peneliti adalah dengan metode
wawancara,
observasi
dan
studi
dokumentasi. Pada penelitian ini hasil
observasi di peroleh dengan mengamati
secara langsung ketepatan kartu stok
dengan jumlah fisik barang dan mengamati
sistem penataan gudang menggunkan
sistem First Expired First Out (FEFO)atau
First In First Out (FIFO). Teknik atau
metode
dokumentasi
adalah
cara
menggumpulkan data dari hasil stock
opname selama 3 bulan, laporan tahunanm
keuangan dan laporan Instalasi Farmasi
Rumah Sakit. Data tersebut digunkan
untuk mengukur parameter Turn Over
ratio, persentase obat rusak, persentase
stok mati dan tingkat ketersediaan obat.
HASIL
Tabel 1. Hasil Pengambilan Data Berdasarkan
Indikator Efisiensi Sistem Penyimpanan di Instalasi
Farmasi RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin.
No
Parameter
1
Ketepatan data
jumlah obat
pada katu stok
Nilai
Pembanding
Hasil
Penelitian
Efisiensi
100%
12,2%
Tidak
efisien
8-12
kali/tahun
0,07
kali/tahun
Tidak
efisien
100%
FIFO/FEFO
100%
Efisien
≤ 0,2%
0,2%
Efisien
3,78%
Tidak
efisien
35
item
obat < 12
bln, 1 item
obat > 18
bln.
Tidak
efisien
(pudjanigsih 1996)
(pudjanigsih 1996)
2
Inventory TOR
(pudjanigsih 1996)
(pudjanigsih 1996)
3
Sitem
penataan
Gudang
(pudjanigsih 1996)
(pudjanigsih 1996)
4
Persentase
dan nilai obat
yang
kadaluarsa
atau rusak
(pudjanigsih 1996)
(pudjanigsih 1996)
5
Persentase
stok mati
0% (pudjanigsih
1996)
(pudjanigsih 1996)
6
Tingkat
ketersediaan
obat (depkes RI,
2002)
12-18 bulan
( Andayaningsih
1996)
Tabel 1 Penelitian dari Instalasi Farmasi
Rumah Sakit menunjukan bahwa sistem
penyimpanan obat masih terdapat yang belum
efisien berdasarkan 6 indikator. 2 indikator
sistem penataan gudang, persentase dan nilai
obat yang kadaluarsa sudah efisien, 4 indikator
ketepatan data jumlah obat pada katu stok,
TOR, persentase stok mati dan tingkat
ketersediaan obat. Masih belum efesien dalam
sistem penyimpanan obat.
Untuk pengambilan data pada parameter
ketepatan data jumlah obat pada kartu stok
dan parameter sitem penataan gudang yang
bertujuan untuk mengetahui ketelitian dan
kedisiplinan petugas gudang dalam
mencatat kartu stok dan melihat sistem
penataan di gudang instalasi Farmasi
Rumah Sakit. Pengambilan data dari 2
Vol 1, No 1 [2014]
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin 52
Caring Jurnal Keperawatan Online
parameter tersebut, berdasarkan jumlah
semua item perbekalan farmasi yang data
tersebut didapat dari laporan bulanan stock
opname pada bulan terbaru di gudang
(information
management)
dan
pengembangan sumber daya manusia
(human resources management) yang ada
di dalamnya. Mengingat ketidakefisienan
IFRS yang kemudian di ambil sampel
dengan perhitungan rumus solvin, dengan
persentase yang dinginkan peneliti sebesar
10%. Ini bertujuan untuk mewakili jumlah
keseluruhan item perbekalan farmasi yang
ada di gudang IFRS.Setelah diketahui
jumlah sampel nya dilakukan pencocokan
jumlah fisik dengan jumlah yang ada di
kartu stok secara acak.
dan ketidaklancaran pengelolaan tersebut
dapat memberi dampak negatif terhadap
rumah sakit, maka perlu dilakukan
penelusuran
terhadap
gambaran
pengelolaan
serta
pendukung
manajemennya agar dapat diketahui
permasalahan dan kelemahan dalam
pelaksanaannya sehingga dapat dilakukan
upaya
perbaikan
dalam
rangka
meningkatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.
Penghitung parameter tingkat ketersediaan
obat di gudang Instalasi Farmasi Rumah
Sakit,
peneliti
mengambil
sampel
berdasarkan jumlah semua item perbekalan
farmasi yang data tersebut didapat dari
laporan bulanan dari semua item obat yang
ada dalam laporan stock opname 3 bulan
terakhir secara acak dengan perhitungan
rumus solvin, dengan persentase yang
dinginkan peneliti sebesar 10%.
PEMBAHASAN
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah obsevasional bersifat deskriptif
eksploratori
nonhipotesis
dengan
pembahasan yang akan diuraikan berikut
ini diharapkan dapat menjawab tujuan dari
penelitian yaitu mengetahui gambaran
efisiensi sistem penyimpanan di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin tahun
2014.
Quick dkk (1997) menyebutkan bahwa
siklus pengelolaan obat meliputi empat
fungsi dasar, yaitu seleksi (selection),
perencanaan
dan
pengadaan
(procurement),distribusi (distribution), dan
penggunaan (use) yang memerlu-kan
dukungan dari organisasi (organization),
ketersediaan
pendanaan
(financing
sustainability), pengelolaan informasi
Departemen Kesehatan RI dalam Pedoman
Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan
Perbekalan
Kesehatan
(2002),
Pudjaningsih (1996), dan WHO (1993)
menetapkan
beberapa
indikator
pengelolaan obat. Dari hasil perhitungan
dengan indikator tersebut kemudian dinilai
efisiensinya
lewat
sejumlah
nilai
pembanding dari berbagai hasil penelitian
terbaik dari Hudyono dan Andayaningsih
(1990), estimasi penelitian Pudjaningsih
(1996), penelitian WHO terhadap 20
sarana kesehatan di Indonesia (Quick,
1997) dan penelitian Depkes RI (2006).
Penyimpanan merupakan proses kegiatan
menempatkan perbekalan farmasi yang
diterima pada tempat yang memenuhi
syarat dan aman, sehingga obat berada
dalam keadaan aman, dan dapat dihindari
kemungkinan
obat
rusak.
Penyimpanan yang baik bertujuan untuk
mempertahankan
kualitas
obat,
meningkatkan
efisiensi,
mengurangi
kerusakan atau kehilangan obat, mengoptimalkan manajemen persediaan, serta
memberikan informasi kebutuhan obat
yang akan datang (Quick et al, 1997).
Kecocokan antara barang dan kartu stock
dari hasil pengambilan data di gudang
Instalasi Farmasi RSUD Dr. H. Moch.
Ansari Saleh dengan jumlah sampel 90
Vol 1, No 1 [2014]
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin 53
Caring Jurnal Keperawatan Online
item obat yang tersedia di gudang ada 11
item jumlah fisik obat tidak sesuai dengan
jumlah di kartu stock dengan persentase
12,2% .
karena adanya stok mati yang mana adanya
stock
mati
yang
sangat
besar
mempengaruhi nilai persediaan.
Menurut pudjanigsih (1993) bahwa
kecocokan antara stock gudang dengan
kondisi fisik adalah 100%, ini menunjukan
indikator kecocokan antara barang dan
kartu stock di gudang Instalasi Farmasi
RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh masih
belum efisien. Ini menandakan bahwa
administrasi di gudang farmasi belum
dikerjakan dengan baik dan optimal.
Semakin tinggi ITOR, semakin efisien
persediaan obat.Apabila ITOR rendah,
berarti masih banyak stok obat yang belum
terjual sehingga mengakibatkan obat
menumpuk dan berpengaruh terhadap
keuntungan
(Pudjanigsih,
1996).
Rendahnya perputaran persediaan ≤ 8 kali
dalam satu tahun menun-jukkan bahwa
persediaan perbekalan farmasi di IFRS
terlalu besar.
Keadaan ini dikarenakan jumlah pegawai
dalam melakukan tugas kontrol, pencatatan
dan melakukan pelayanan pendistribusian
di gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh
hanya berjumlah 3 orang dengan demikian
tidak dapat bekerja dengan baik dan
optimal
untuk
melakukan
kontrol
kesesuaian obat dengan kartu stock setiap
hari atau minimal melakukan kontrol
setiap barang datang maupun keluar.
Ketidak sesuaian akan menyebabkan
terganggunya perencanaan pembelian
barang dan pelayanan terhadap pasien
(Pudjanigsih, 1996)
Perputaran
persediaan
yang
tinggi
umumnya diinginkan semua rumah sakit
karena managemen di IFRS mampu
menjual dan mengganti persediaan dengan
efisiensi yang tinggi oleh karena itu
menghasilkan pendapatan dan keuntungan
yang lebih tinggi. Meskipun perputaran
ITOR yang tinggi
dapat juga
mengakibatkan kerugian penjualan dan
keuntungan jika persediaan rata-rata
disimpan terlalu kecil kan menyebabkan
apotek akan menghadapi kekurangan
persediaan atau kekosongan obat (Deselle,
2009)
ITOR digunakan untuk mengetahui berapa
kali perputaran modal dalam 1 tahun,
menghitung efisiensi dalam pengelolaan
obat.Apabila ITOR rendah, berarti masih
banyak stok obat yang belum terjual
sehingga mengakibatkan obat menumpuk
dan berpengaruh terhadap keuntungan
(Jati, 2010). Pudjaningsih (1996) standar
ITOR untuk rumah sakit adalah 8-12 kali
setahun. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai
ITOR Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch.
Ansari Saleh adalah 0,07 kali/tahun.
Nilai ITOR yang rendah ini dapat diatasi
dengan cara memberikan sosialisasi
kepada semua dokter yang bertugas di
Rumah Sakit Rumah Umum Daerah Dr.
H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin untuk
meresepkan obat yang tertera di
formularium, sehingga hal ini akan
mengurangi kemungkinan obat mengalami
penumpukan di gudang Instalasi Farmasi.
Seperti yang diketahui bahwa obat yang
tersedia harus sesuai dengan obat yang
direncanakan sesuai formularium rumah
sakit dan sesuai kebutuhan.
Menurut Pudjaningsih indikator ITOR
(Inventory Turn Over Ratio) adalah
sebanyak 8-12 kali dengan ini jelas nilai
TOR dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit
tidak efisien. Hal ini mungkin disebabkan
Sistem penyimpanan obat di Gudang
Instalasi Farmasi menggunakan gabungan
antara metode FIFO dan metode FEFO.
Metode FIFO (First in First Out), yaitu
obat-obatan yang baru masuk diletakkan di
Vol 1, No 1 [2014]
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin 54
Caring Jurnal Keperawatan Online
belakang obat yang terdahulu, sedangkan
metode FEFO (first expired first out)
dengan cara menempatkan obat-obatan
yang mempunyai ED (expired date) lebih
kurang baiknya sistem distribusi dan atau
kurangnya pengamatan mutu dalam
penyimpanan obat dan atau terjadinya
lama diletakkan di belakang obat-obatan
yang mempunya ED lebih pendek.
perubahan pola penyakit atau pola
peresepan oleh dokter. Persentase nilai
obat yang kadaluarsa dan atau rusak masih
dapat diterima jika nilainya dibawah 1%.
Proses penyimpanannya memprioritaskan
metode FEFO, baru kemudian dilakukan
metode FIFO barang yang ED-nya paling
dekat diletakkan di depan walaupun barang
tersebut datangnya belakangan. Penelitian
yang dilakukan di gudang Instalasi Farmasi
Rumah SakitUmum Daerah Dr. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin, didapatkan
hasil bahwa penyusunan obat di gudang
Instalasi Farmasi Rumah Sakit berdasarkan
alfabetis dan FEFO (first expired first
out)
dengan
persentase
100%.
Penyimpanan obat telah berjalan dengan
baik, rapi, sehingga menimalkan obat yang
expired date (Siregar, 2004)
Hasil pengamatan dari laporan tahunan
nilai obat yang kadaluarsa atau rusak di
Instalasi Farmasi Rumah
SakitUmum
Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh pada
tahun laporan 2013 dengan nilai kerugian
rumah sakit sebesar Rp.18.777.874 atau
sebesar 0,2%. Adanya obat kadaluwarsa
dalam persediaan kemungkinan besar
merupakan obat-obat yang sudah ada sejak
satu hingga tiga tahun yang lalu yang telah
rusak atau pengembalian dari pasien yang
sudah dalam bentuk tidak utuh sehingga
tidak dapat diretur ke pihak distributor.
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian
Pudjaningsih (1996) yang memberikan
persentase
maksimal
0,2%,
maka
pengelolaan obat pada indikator tersebut
sudah efisien. Jika nilai persentase nilai
obat yang kadaluarsa atau rusak yang lebih
dari 0,2%, hal ini menyebabkan kerugian
yang dialami rumah sakit.
Banyaknya obat yang rusak atau
kadaluarsa
ini
mencerminkan
ketidaktepatan perencanaan dan atau
Stok mati adalah stok obat yang tidak
digunakan selama 3 bulan atau selama 3
bulan tidak terdapat transaksi. Dari data
yang di ambil dari laporan stock opname
selama 3 bulan terakhir di gudang Instalasi
Farmasi Rumah SakitUmum Daerah Dr.
H. Moch. Ansari Saleh obat
yang
mengalami stock mati sebanyak 33 item
obat dari 871 item obat yang digunakan
dan jika di persentasikan sebesar 3,78%.
Hal ini bisa terjadi disebabkan karena
pola peresepan dokter yang berubah dan
tidak sesuai dengan formularium rumah
sakit yang menjadi pedoman bagi semua
staf medik di rumah sakit dalam
melakukan pelayanan dan perubahan pola
penyakit, kurang tepatnya perencanaan
pengadaan obat.
Pada
Instalasi
Farmasi
Rumah
SakitUmum Daerah Dr. H. Moch. Ansari
Saleh banyak nya obat yang mengalami
stok mati ini dikarenakan seiring
diterapkannya JKN (Jaminan Kesehatan
Nasional) di setiap pelayanan kesehatan
terutama di Rumah Sakit sehingga
berubahnya status pasien umum menjadi
pasien BPJS sehingga kebanyakan stok
obat pasien umum yang relatif mahal tidak
pernah lagi di resep kan dokter dan di
gantikan obat pasien BPJS. Dari hasil yang
diperoleh masih belum efisien dari
indikator Persentase stock mati, melebihi
standar menurut Pudjaningsih (1996) yaitu
0%. Kerugian yang ditimbulkan akibat
stok mati perputaran uang yang tidak
lancar, kerusakan obat akibat terlalu lama
disimpan sehingga menyebabkan obat
kadaluarsa atau rusak.
Vol 1, No 1 [2014]
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin 55
Caring Jurnal Keperawatan Online
Mengatasi kerugian hal tersebut dapat
dilakukan untuk mengembalikan beberapa
item obat kepada PBF dan dapat diatasi
dengan cara memberikan sosialisasi
kepada semua dokter yang bertugas di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch.
Ansari Saleh
Banjarmasin untuk
meresepkan obat yang tertera di
formularium, sehingga hal ini akan
mengurangi kemungkinan obat mengalami
stok mati.
Pengukuran Indikator tingkat ketersediaan
obat dari hasil 90 sampel item obat di
gudang Instalasi Farmasi di Rumah
SakitUmum Daerah Dr. H. Moch. Ansari
Saleh menunjukkan 35 item obat tingkat
ketersediaan kurang dari 12 bulan dan 1
item obat tingkat ketersediaan nya lebih
pada 18 bulan, sedangkan sisa nya 50 item
obat stok nya mengalami kekosongan dan
4 item obat mengalami stok mati.
Ini menunjukan bahwa Instalasi Farmasi
Rumah Sakit belum memenuhi standar
keefisienan tingkat ketersediaan obat
dimana masih adanya persediaan obat yang
yang kurang dari 12 bulan dan melebihi 18
bulan ketersediaan obat sebelum dipesan,
standar untuk kebutuhan persediaan obat
menurut Andayaningsih (1996) yaitu
antara 12-18 bulan.
Semakin tidak efisien pengendalian
persediaan
semakin
besar
tingkat
persediaan yang dimiliki oleh suatu
Instalasi.
Oleh
karena
itu
perlu
dipertimbangkan
dua
aspek
yaitu
keluwesan dan tingkat persediaan dalam
pengendalian persediaan (Husnan, 1993).
Tingkat persediaan obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. H. Moch. Ansari Saleh dengan
banyak nya item obat yang persediaan nya
dibawah 12 bulan ini dikarenanakan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit melakukan
pengadaan dengan menggunakan metode
JIT (just in time), yaitu kegiatan
pemesanan yang dibutuhkan atau yang
diminta pada saat itu juga. (Brisley, 2000).
Don R. Hansen, Maryanne M. Mowen
(2001)
menjelaskan
bahwa
JIT
berpengaruh dalam hal mengurangi
persedia-an sampai pada tingkat yang
sangat rendah. Dapat dikatakan bahwa JIT
adalah persediaan dengan nilai nol atau
mendekati nol, artinya Instalasi Farmasi
sebisa mungkin tidak menanggung biaya
penyimpanan. Obat akan tepat datang
pada saat dibutuhkan.
Metode JIT
berusaha
mendorong
biaya
biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan sampai
nol atau mendekati nol sehingga total
biayanya dapat diefisienkan, mengingat
total biaya dapat dihitung dari total biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan.
Biaya penyimpanan tentunya dapat
menjadi sangat rendah karena JIT pada
dasarnya mengurangi persediaan sampai
pada tingkat yang sangat rendah atau
dengan kata lain metode ini mendorong
untuk mencapai persediaan sampai pada
tingkat nol sehingga persediaan yang
berada di gudang Instalasi Farmasi tingkat
persediaan nya dalam jumlah sedikit hanya
dapat untuk memenuhi dalam waktu
kurang lebih 1 bulan dan apabila terjadi
stok obat yang akan segera habis akan
dilakukan pemesanan langsung ke PBF
sehingga tidak sampai menyebabkan stok
mengalami kekosongan.
Stok yang berlebih pada obat akan
meningkatkan pemborosan, meningkatkan
biaya dalam penyimpanan dan kemungkinan obat mengalami kadaluarsa atau rusak
dalam penyimpanan yang terlalu lama.
Untuk mengantisipasi adanya obat
melampui batas expire date, maka
dilakukan upaya pengembalian obat ke
PBF atau menukar obat yang hapir tiba
waktu kadaluarsanya dengan obat baru,
sedangkan untuk tingkat ketersediaan obat
dalam jumlah sedikit dan tidak segera
dilakukan pemesanan lama kelamaan akan
Vol 1, No 1 [2014]
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin 56
Caring Jurnal Keperawatan Online
menyebabkan stok kosong yaitu jumlah
stok akhir obat sama dengan nol atau stok
obat di gudang mengalami kekosongan
dalam persediaannya sehingga bila ada
Membuat sistem komputerisasi di setiap
depo-depo pada Instalasi Farmasi Rumah
Sakit yang dapat diakses tiap depo obat
permintaan
tidak
(Pudjanigsih, 1996).
terpenuhi
dan ruang perawatan untuk mempermudah
dalam permintaan dan pengiriman obat
Banyaknya
persediaan
obat
yang
mengalami kekosongan pada gudang
Instalasi Farmasi di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. H. Moch. Ansari, penyebab
terjadinya stok kosong antara lain kurang
efisien nya dalam melakukan sistem
pengendalian obat di gudang Instalasi
Farmasi Rumah Sakit. sehingga bila ada
permintaan tidak bias terpenuhi.
antara gudang utama IFRS dengan depo
obat dan ruang perawatan, hal tersebut
juga mempermudah dan mempercepat
dalam melakukan pelayanan kefarmasian
di setiap depo sehingga dapat mengurangi
kesalahan dalam pencatatan dan pelaporan.
bisa
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat
diambil kesimpulan bahwa pada Instalasi
Farmasi Rumah Sakit menunjukan bahwa
sistem penyimpanan obat masih belum
efisien berdasarkan 6 indikator. 2 indikator
sistem penataan gudang, persentase dan
nilai obat yang kadaluarsa sudah efisien, 4
indikator ketepatan data jumlah obat pada
katu stok, TOR, persentase stok mati dan
tingkat ketersediaan obat. Masih belum
efesien dalam sistem penyimpanan obat.
SARAN
Panitia farmasi terapi harus lebih berberan
aktif dalam mensosialisasikan ke dokter
dan tenaga medis lain untuk mengatasi
pola peresepan obat yang berubah-ubah,
dan untuk Instalasi Farmasi Rumah Sakit
perlu memperbaiki sisitem penyimapanan
dan pencatatan stok obat, serta lebih akurat
dalam menghitung perencanaan kebutuhan
obat agar dapat mengurangi obat yang
menumpuk, obat yang rusak/kadaluarsa,
obat yang tidak di resepkan dan obat stock
out.
DAFTAR RUJUKAN
Andayaningsih & Hudyono, J.(1990). Studi
Pengelolaan Obat dan Sumber
Daya Manusia. 15. Jakarta :
Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia,
Aditama,
T.Y.
(2003)
Manajemen
Administrasi Rumah Sakit, Edisi
Kedua,
Jakarta : Universitas
Indonesia Press.
Anief,
Moh. (2003). Apa yang Perlu
Diketahui tentang Obat. 4th ed.
Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Anonim, (2009). Undang-Undang RI
No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit. Jakarta.
Anwar,
Desi. (2003). Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Surabaya :
Amelia Surabaya.
Arikunto, Suharsimi. (2002). Metodologi
Penelitian. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Vol 1, No 1 [2014]
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin 57
Caring Jurnal Keperawatan Online
Azwar,
Azrul.
(1996).
Pengantar
Administrasi Kesehatan.Jakarta :
Binarupa Aksara
Pengelolaan Obat
Farmasi Rumah
Muhammadiyah
Tahun 2006, 2007
Volume 1, Nomer 2.
Bogadenta, Aryo. (2012). Manajemen
Pengelolaan Apotek.Yogyakarta :
Diva Press.
Brisley, Patrick. (2000). Article Summary:
Just In Time. Management and
Accounting.(Internet)//maaw.info/
ArticleSummaries/ArtSumFosterH
orngren87.htm (Accessed 15 juli
2014)
Indriawati, C.S. (2001) . Analisis
Pengelolaan Obat di Rumah Sakit
Umum Daerah Wates [Tesis].
Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada.
Departamen Kesehatan RI. (1992).
Keputusan Mentri Kesehatan RI
No.
983/MenKes/SK/XI/1992.
Pedoman Organisasi Rumah Sakit
Umum.
Departemen Kesehatan RI. (2007). Ditjen
Binfar dan Alkes, Pedoman
Supervisi dan Evaluasi Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. (2007). Materi
Pelatihan
Manajemen
Kefarmasian
di
Instalasi
FarmasiKabupaten Kota.
Deselle, S.P & Zgarrick, D.P. (2009).
PharmacyManagement, Essentials
for AllPracticeSettings. Edisi 2.
United States of America :
McGraw-Hill Medical.
Djojodibroto, Darmanto. (1997). Kiat
Mengelola Rumah Sakit. Jakarta :
Hipokrates : Hal 131-137.
Fakhriadi, A. Marchaban. Pudjaningsih,
D., (2011). Jurnal Manajemen dan
Pelayanan
Farmasi.Analisis
Di Instalasi
Sakit Pku
Temanggung
Dan 2008,
George, R. Terry ,2000. Prinsip-Prinsip
Manajemen.
(edisi
bahasa
Indonesia). Bandung : PT. Bumi
Aksara.
Hadari,
Nawawi.
(2005).
Penelitian
Bidang
Yogyakarta:
Gadjah
University Press.
Metode
Sosial.
Mada
Hidayat, Aimul. A. (2008).Metode
Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisis Data. Jakarta: Salemba
Medika.
Hansen, Don R., dan Maryanne M.
Mowen. (2001). Cost Management:
Accounting and Control. Second
Edition.USA : South-Western
College Publishing. Rangkuti,
Freddy.
2004.
Manajemen
Persediaan. Edisi Kedua. Jakarta:
Rajawali Pers.
Husnan, S., Pudjiastuti, E. (1994).DasarDasar
Manajemen
Keuangan
Untuk
Penngembangan
Pendidikan.Yogyakarta
:Akutasi
Manajemen Perusahaan Yayasan
Keluarga Pahlawan Nasional.
Mendenhall, William. (2009).
Introduction to Probability and
Statistics. Canada:
Nelson Education.
Mentri Kesehatan RI. (2004). Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1197/Menkes/Sk/X/2004Tentang
Standar Pelayanan Farmasi Di
Rumah Sakit.
Vol 1, No 1 [2014]
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin 58
Caring Jurnal Keperawatan Online
Muharomah, Septi. (2008). Manajemen
Penyimpanan Obat di Puskesmas
Jagakarsa
Jaksel
thn
2008.Program SKM peminatan
Manajemen Pelayanan Kesehatan
FKM UI.
Nadzam, D.M., (1991). Development of
Medication Use of Indicators, by
The
Joint
Commision
on
Accreditation of Health Care
Organizations, American Society
of Hospital Pharmacist. Inc, All
Right
Reserved
0029298/91/0901-1925.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005).Metodologi
Penelitian. 3th ed. Jakarta :
Rhineka Cipta.
Pudjaningsih, D., (1996). Pengembangan
Indikator Efisiensi Pengelolaan
Obat di Farmasi Rumah Sakit
[Tesis].Yogyakarta : Magister
Manjemen
Rumah
Sakit
Universitas Gadjah Mada.
Siregar. Charles, J.P.. Lia Amali. (2003).
Farmasi Rumah Sakit : Teori dan
Penerapan. Jakarta : EGC.
Schermerhorn,
John,
R.
(2002).
Manajamen. Seventh Edition.
America : John Willey and Sons.
Sri,
Suryawati.
(1997).Efisiensi
Pengelolaan Obat di Rumah Sakit
[Tesis].Yogyakarta : Magister
Manajemen
Rumah
Sakit
Universitas Gadjah Mada
Stone, James A.F. and Freeman, R.
Edward,
(1995).Manegement,
sixth edition, printice hall
internasional etions.new Jersey :
Englewood cliffs.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian
Kuantitatif kualitatif dan R&D.
Bandung : Alfabeta.
Pudjaningsih, D., Santoso, B., (2006).
Pengembangan Indikator Efisiensi
Pengelolaan Obat di Farmasi
Rumah Sakit.Jurnal LOGIKA, vol
3, No 1, Hal 16.Yogyakarta :
Fakultas
Kedokteran
bagian
Farmakologi Klinik Universitas
Gadjah Mada.
Quick, D., Jonathan. (1997). Managing
Drug Supply (2nded). Management
Sciences for Health.USA :
Kumarian Press.
Quick, D.J., Hume, M.L., O’Connor, R.W.,
(1986).Managing Drug Supply,
Management Sciences for
Heath.Massachussets : Fourth
Printing Boston.
Vol 1, No 1 [2014]
Download