BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
9
TINJAUAN PUSTAKA
Fasilitator
Fasilitator dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional merupakan salah satu kualifikasi tenaga pendidik selain
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur dan sebutan
pendidik lainnya yang sesuai dengan kekhususannya. Pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi. Istilah fasilitator sebagai pendidik banyak digunakan
dalam pendidikan non formal terutama pada kegiatan pelatihan baik yang
diselenggarakan oleh lembaga diklat pemerintah maupun non pemerintah. Istilah
fasilitator juga dikenal dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan ruang
lingkup tugas yang berbeda dengan istilah fasilitator pelatihan yaitu sebagai
tenaga pendamping. Pada penelitian ini fasilitator pelatihan yang dimaksud adalah
fasilitator sebagai pendidik dalam kegiatan pelatihan yang selanjutnya disebut
fasilitator pelatihan.
Kata fasilitator berasal dari bahasa Latin facilis, yang artinya membantu,
mempermudah (to facilitate = to make easy), membuatnya menjadi mudah,
membebaskan kesulitan atau hambatan. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan
kegiatan pelatihan, fasilitator pelatihan memiliki pengertian sebagai seorang yang
membantu memberikan kemudahan kepada peserta pelatihan agar dapat terlibat
penuh selama proses belajar di tempat pelatihan. Fasilitator pelatihan adalah orang
yang mendapat tugas untuk melakukan fasilitasi dalam proses pembelajaran.
Sebutan fasilitator pelatihan biasanya digunakan dalam proses pembelajaran orang
dewasa, dan metoda yang dipakai dalam proses ini adalah metoda andragogi.
Metoda ini dirancang mengacu pada pendidikan orang dewasa, suatu model
pendidikan yang mengutamakan penggalian, pendalaman, pengembangan,
pengejawantahan pengalaman dan potensi individu secara optimal. Tugas
fasilitator pelatihan dalam sebuah proses pembelajaran orang dewasa hakekatnya
10
mengantarkan peserta didik untuk menemukan sendiri isi atau materi pelajaran
yang ditawarkan atau yang disediakan melalui/oleh penemuannya sendiri.
Pada kegiatan pelatihan, status dan peran fasilitator pelatihan sangat penting.
Linton (Krisari, 2007) mendefinisikan mengenai status adalah suatu kumpulan
hak dan kewajiban (a collection of right and duties), sedangkan peran adalah
aspek dinamis dari suatu status (the dynamic aspect of status). Definisi sederhana
yang dibuat oleh Linton tersebut memberikan deskripsi mengenai posisi dan
kedudukan dari status-peran. Status/kedudukan adalah suatu peringkat atau posisi
seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya
dengan kelompok lainnya. Setiap orang bisa memiliki sejumlah status dan
mengisi peran yang sesuai dengan status itu.
Menurut Horton dan Hunt (1993), peran adalah perilaku yang diharapkan
dari seseorang yang memiliki suatu status. Sedangkan status/kedudukan itu sendiri
adalah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi
suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Setiap orang
mungkin memiliki sejumlah status dan diharapkan mengisi peran yang sesuai
dengan status itu. Dalam arti tertentu, status dan peran adalah dua aspek dari
gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan kewajiban, sedangkan peran
adalah pemeranan dari perangkat kewajiban dan hak-hak tersebut. Menurut Ralp
Linton dan Veeger (Sudirah, 2009) seseorang (fasilitator pelatihan) menjalankan
peranan ketika dia menjalankan hak dan kewajibannya yang merupakan statusnya.
Menurut Berry (Sudirah, 2009) di dalam peranan terdapat dua macam harapan,
yaitu (1) harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau
kewajiban-kewajiban dari pemegang peran; (2) harapan-harapan yang dimiliki
oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau orang-orang yang berhubungan
dengannya
dalam
menjalankan
perannya
atau
kewajiban-kewajibannya.
Pemegang peran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fasilitator pelatihan,
sedangkan masyarakat adalah alumni pelatihan (peserta pelatihan).
Merujuk pada konsep status dan peran sebagaimana dijelaskan di atas, maka
dalam konteks pelatihan, status fasilitator pelatihan adalah sebagai tenaga
pendidik yang mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai
fasilitator. Sebagai tenaga pendidik, fasilitator berkewajiban melaksanakan tugas
11
dan tanggung jawabnya sebagai fasilitator pelatihan yaitu merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan. Sedangkan hak fasilitator adalah mendapatkan
imbalan berupa materi maupun non materi dari menjalankan kewajibannya
tersebut. Imbalan materi dapat berupa gaji, honor dan insentif lainnya dalam
bentuk uang maupun barang. Sedangkan imbalan non materi dapat berupa
pangkat/jabatan, penugasan, dan penghargaan.
Peran fasilitator pelatihan pada kegiatan pelatihan terkait dengan statusnya
sebagai tenaga pendidik menurut menurut Roestiyah (2001) adalah : (1) sebagai
pelatih, fasilitator membantu peserta pelatihan belajar membuat kesepakatan dan
rencana belajar, mengamati peserta dalam melaksanakan rencana belajar,
menawarkan saran, melakukan demonstrasi, membantu peserta mengidentifikasi
kebutuhan materi belajar, memonitor kemajuan peserta, menyarankan pendekatan
baru yang diperlukan, dan membantu peserta pelatihan; (2) sebagai pemandu,
fasilitator menunjukkan peserta arah yang tepat dalam belajar dan membantu
menetapkan ke tujuan belajarnya; (3) sebagai desainer lingkungan belajar,
fasilitator membantu peserta pelatihan untuk membangun suatu lingkungan
belajar sesuai dengan kebutuhan peserta; (4) fasilitator juga berfungsi sebagai
model atau mentor; (5) sebagai evaluator, fasilitator memberikan informasi
kepada peserta tentang tujuan pelatihan dan kemajuan belajar mereka.
Fasilitator pelatihan di P4TK Pertanian Cianjur adalah staf yang ditugaskan
sebagai pendidik pada kegiatan pelatihan. Staf yang ditugaskan sebagai fasilitator
pelatihan adalah instruktur dan widyaiswara. Instruktur merupakan jabatan
struktural sebagai pembantu pimpinan yang mendapat tugas sebagai fasilitator
pelatihan dari Kepala P4TK Pertanian. Sedangkan widyaiswara merupakan
jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan
wewenang untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS pada lembaga diklat
pemerintah. Istilah instruktur di P4TK Pertanian Cianjur digunakan untuk
membedakan antara fasilitator yang berasal dari jabatan fungsional widyaiswara.
Keduanya memiliki status dan peran yang sama sebagai fasilitator kegiatan
pelatihan. Perbedaannya terletak pada status kepegawaiannya yaitu instruktur
berstatus kepegawaian sebagai struktural sedangkan widyaiswara berstatus
12
kepegawaian sebagai fungsional. Pada prakteknya dalam menjalankan tugasnya
sebagai fasilitator pelatihan, antara instruktur dan widyaiswara tidak ada
perbedaan. Keduanya menjalankan tugas sebagai fasilitator mengacu pada
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 14 Tahun
2009, tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya yaitu
mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Non PNS
pada lembaga diklat pemerintah masing-masing atau lembaga diklat pemerintah di
luar instansinya. Ketiga tugas pokok tersebut merupakan satu kesatuan tugas
meskipun secara terminologi akademik dapat dibedakan satu dengan lainnya.
Pada kenyataannya, ketiga tugas pokok tersebut menjadi satu kesatuan utuh yang
tidak dapat dipisah-pisahkan. Secara terminologi akademik mendidik, mengajar
dan melatih menurut Suparlan (2006) dapat dijelaskan dalam Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Terminologi akademik mendidik, mengajar dan melatih
No.
1.
Aspek
Isi
Mendidik
Moral dan kepribadian
2.
Proses
Memberikan motivasi
untuk belajar dan
mengikuti ketentuan
atau tata tertib yang
telah menjadi
kesepakatan bersama
3.
Strategi dan
metode
Keteladanan,
pembiasaan
Mengajar
Bahan ajar berupa
ilmu pengetahuan
dan teknologi
Memberikan contoh
kepada siswa atau
mempraktikan
keterampilan tertentu
atau menerapkan
konsep yang telah
diberikan kepada
siswa menjadi
kecakapan yang
dapat digunakan
dalam kehidupan
sehari-hari
Ekspositori dan
inquiri
Melatih
Keterampilan atau
kecakapan hidup
(life skill)
Menjadi contoh dan
teladan dalam hal
moral dan
kepribadian
Praktik kerja,
simulasi dan
magang
Sumber : Suparlan, 2006
Selanjutnya menurut Usman (2005) dijelaskan bahwa mendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti
mengembangkan keterampilan-keterampilan kepada peserta didik. Peran utama
widyaiswara dalam proses pelatihan menurut Harun (2008) adalah sebagai
fasilitator yaitu membimbing proses andragogy (pendidikan orang dewasa),
13
bukan mengatur dan memberikan mata ajaran sebagaimana terjadi pada cara-cara
pedagogy (pendidikan anak-anak). Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka
dalam peneliatian ini yang disebut dengan fasilitator pelatihan adalah tenaga
pendidik pada kegiatan pelatihan yang melaksanakan tugas mendidik, mengajar
dan melatih peserta pelatihan.
Pelatihan
Pelatihan dalam kaitannya dengan pengembangan masyarakat merupakan
suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi
tuntutan maupun perubahan lingkungan sekitarnya. Pelatihan bagi masyarakat
bertujuan untuk memberdayakan, sehingga menjadi berdaya dan dapat
berpartisipasi aktif dalam proses perubahan. Pelatihan dapat membantu orang atau
masyarakat untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang telah
dimiliki. Pelatihan juga dapat menimbulkan perubahan dalam kebiasaankebiasaan bekerja masyarakat, perubahan sikap terhadap pekerjaan, serta dalam
informasi dan pengetahuan yang mereka terapkan dalam pekerjaannya sehari-hari.
Kegiatan pelatihan dapat terjadi apabila seseorang atau masyarakat menyadari
perlunya mengembangkan potensi dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
maupun kepuasan hidupnya.
Pelatihan dalam sistem pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 26 termasuk dalam jalur pendidikan nonformal yaitu jalur
pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang. Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan formal adalah jalur
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan
menengah,
dan
pendidikan
tinggi.
Pendidikan
nonformal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan
yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan
nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan
pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan
sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan
14
kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik. Pendidikan dan pelatihan kerja
dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan
pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai dengan kebutuhan dunia
kerja. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis
taklim,
serta
satuan
pendidikan
diselenggarakan bagi masyarakat
yang
sejenis.
Kursus
dan
pelatihan
yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan
profesi,
bekerja,
usaha
mandiri,
dan/atau
melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kursus dan pelatihan sebagai bentuk
pendidikan berkelanjutan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik
dengan
penekanan pada
penguasaan keterampilan,
standar
kompetensi,
pengembangan sikap kewirausahaan serta pengembangan kepribadian profesional.
Jacius
(Moekijat,
1990)
mengemukakan
bahwa
istilah
pelatihan
menunjukkan suatu proses peningkatan sikap, kemampuan, dan kecakapan dari
para pekerja untuk menyelenggarakan pekerjaan secara khusus. Pernyataan
tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pelatihan merupakan proses membantu
peserta untuk memperoleh keefektifan dalam melakukan pekerjaan mereka baik
pada saat sekarang maupun masa yang akan datang melalui pengembangan
kebiasaan pikiran dan tindakan-tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikapsikap. Menurut Malthis dan Jackson (2002), pelatihan adalah suatu proses dimana
orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan
organisasi. Pelatihan merupakan sebuah proses sistematis untuk mengubah
perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja
organisasi. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang
diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke
masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan
kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya.
Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses
15
memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau
membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan.
Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam
memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa
sekarang. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu tindakan untuk
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan
seseorang
pegawai
yang
melaksanakan pekerjaan tertentu. Selanjutnya Gilley dan Eggland (1993)
menyatakan bahwa pelatihan adalah pembelajaran yang diberikan untuk
meningkatkan kinerja pekerjaan saat ini. Pelatihan merupakan salah satu
pendekatan dalam pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan/
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku.
Tujuan pelatihan menurut Moekijat (1990) adalah: (1) mengembangkan
keterampilan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih
efektif, (2) mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan
secara rasional, dan (3) mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan
kerjasama. Suatu pelatihan memiliki beberapa ciri, yaitu: (1) direncanakan dengan
sengaja, (2) adanya tujuan yang hendak dicapai, (3) ada peserta (kelompok
sasaran) dan pelatihan, (4) ada kegiatan pembelajaran secara praktis, (5) isi belajar
dan berlatih menekankan pada keahlian atau keterampilan suatu pekerjaan
tertentu, (6) dilaksanakan dalam waktu relatif singkat, dan (7) ada tempat belajar
dan berlatih. Sedangkan komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan
oleh Mangkunegara (2005) terdiri atas: (1) tujuan dan sasaran pelatihan dan
pengembangan harus jelas dan dapat di ukur; (2) para pelatih (trainer) harus
ahlinya yang berkualitas memadai (profesional); (3) materi pelatihan dan
pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai; dan (4)
peserta pelatihan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Berdasarkan uraian pengertian, tujuan, ciri dan komponen pelatihan tersebut
di atas maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pelatihan adalah proses
pembelajaran, dilaksanakan dalam jangka pendek dengan lebih menekankan pada
kegiatan praktek dari pada teori dengan menggunakan pembelajaran orang dewasa
dan bertujuan meningkatkan kemampuan pengetahuan, keterampilan dan sikap
16
sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu untuk melaksanakan
pekerjaan.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta pelatihan dengan fasilitator,
yang berpedoman pada kurikulum dan silabus pelatihan serta didukung sumber
daya pelatihan pada suatu lingkungan belajar mengajar. Pendekatan pembelajaran
yang digunakan dalam pelatihan pada umumnya adalah pembelajaran orang
dewasa (andragogy). Knowles (1986) menjelaskan tentang konsep andragogi
sebagai seni dan ilmu dalam membantu orang dewasa belajar (the art and science
of helping adults learn). Proses pembelajaran orang dewasa pada dasarnya
menggunakan beberapa asumsi: (1) orang dewasa telah memiliki konsep diri, dan
tidak mudah untuk menerima konsep yang datang dari luar, sehingga dalam
proses pelatihan perlu memperhatikan: (a) iklim belajarnya perlu diciptakan sesuai
dengan keadaan orang dewasa, (b) peserta perlu dilibatkan dalam mendiagnosis
kebutuhan belajarnya, (c) peserta perlu dilibatkan dalam proses perencanaan
belajarnya, (d) proses belajar merupakan tanggung jawab bersama antara sumber
belajar dengan peserta, dan (e) evaluasi pembelajaran ditekankan pada evaluasi
diri sendiri; (2) orang dewasa telah memiliki pengalaman, dan berbeda-beda
sehingga: (a) proses pembelajaran lebih ditekankan pada teknik yang sifatnya
menyadap pengalaman mereka, (b) proses pembelajaran lebih ditekankan pada
aplikasi praktis; (3) orang dewasa memiliki masa kesiapan belajar seirama dengan
peran sosial yang ditampilkan sejalan dengan perubahan usia sehingga dalam
proses pembelajarannya harus memperhatikan: (a) urutan program belajar perlu
disusun berdasarkan urutan logik mata pelajaran, dan (b) dengan adanya konsep
mengenai tugas-tugas pekembangan pada orang dewasa akan memberikan
petunjuk dalam belajar secara kelompok; (4) orang dewasa memiliki perspektif
waktu dan orientasi belajar, sehingga cenderung memiliki perspektif untuk
mengaplikasikan apa yang telah dipelajari, sehingga proses pembelajaran
mempertimbangkan: (a) sumber belajar berperan sebagai pemberi bantuan kepada
warga belajar, dan (b) kurikulum tidak berorientasi pada mata pelajaran, tetapi
berorientasi pada masalah.
17
Agar tujuan pelatihan dapat tercapai dengan baik, maka pelaksanaan
pelatihan harus mengikuti asas-asas umum pelatihan sebagaimana diungkapkan
Yoder (1962) sebagai berikut: (1) perbedaan individu (individual differences); (2)
analisis pekerjaan (relation to job analysis); (3) motivasi (motivation); (4)
partisipasi aktif (active participation); (5) seleksi pelatih (selection of trainers);
(6) pelatihan pelatih (trainer’s training); (7) metode pelatihan (training methods);
dan (8) prinsip-prinsip pembelajaran (principles of learning). Pendapat Yoder
tersebut mengisyaratkan bahwa perbedaan individu peserta pelatihan harus
mendapat perhatian yang utama. Karakteristik peserta pelatihan akan mewarnai
dan menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu pelatihan. Pelatihan harus
dihubungkan dengan analisis pekerjaan peserta (calon peserta), sehingga hasil
pelatihan dapat bermanfaat bagi peserta melaksanakan tugas pekerjaannya.
Standar keberhasilan pelatihan menurut Gilley dan Eggland (1993) meliputi:
(1) pelatihan harus berperan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
sikap atau kemampuan pekerja; (2) pelatihan harus dapat menunjukkan
pengetahuan, tingkat keterampilan, dan sikap atau kemampuan peserta pelatihan
sebelum
mengikuti pelatihan;
(3)
pelatihan
harus
dapat
menunjukkan
pengetahuan, tingkat keterampilan, dan sikap atau kemampuan yang dapat
ditunjukkan peserta pelatihan setelah mengikuti pelatihan; (4) pelatihan harus
dirancang oleh orang yang kompeten baik dalam materi maupun prinsip-prinsip
pelatihan; (5) materi pelatihan harus diuji sebelum digunakan; (6) materi pelatihan
harus dikritisi oleh pihak ketiga yang ahli baik dalam materi maupun prinsipprinsip pelatihan; (7) peserta pelatihan harus diinformasikan tentang tujuan
pelatihan dan informasi penting lainnya sebelum pelaksanaan pelatihan; (8)
instruktur harus kompeten dalam materi dan metode pembelajaran yang
digunakan; (9) penyelenggara atau sponsor pelatihan harus menyaring peserta
pelatihan yang akan diundang agar mendapatkan peserta yang memenuhi
persyaratan pengetahuan, keterampilan dan kualifikasi lainnya.
Motivasi dan keaktifan peserta pelatihan perlu dibangkitkan. Peserta
pelatihan akan berusaha dan memberikan perhatian yang lebih besar pada
pelatihan yang diikuti apabila ada daya perangsang yang dapat menimbulkan
motivasi. Begitu juga dalam fase-fase kegiatan pelatihan, peserta didorong ikut
18
aktif berpartisipasi dapat aktif berpikir, berbuat dan mengambil keputusan selama
proses pelatihan berlangsung. Peserta pelatihan pada dasarnya mempunyai
perbedaan-perbedaan yang bersifat individual. Perbedaan-perbedaan tersebut
perlu diorganisasikan agar tidak terlalu besar, sehingga diperlukan seleksi atau
pemilihan calon peserta pelatihan.
Selain seleksi peserta, untuk mendapatkan pelatih (fasilitator) yang
berkualitas dan profesional, maka dalam penyelenggaraan pelatihan diperlukan
seleksi fasilitator. Fasilitator terpilih diharapkan merupakan orang-orang yang
memiliki kualifikasi sebagai fasilitator yang handal. Fasilitator yang telah terpilih,
masih perlu mengikuti pelatihan untuk fasilitator. Tujuan seleksi fasilitator adalah
untuk
mendapatkan
fasilitator
yang
memiliki
wawasan,
pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang relatif sama pada jenis pelatihan yang akan
dilatihkan. Juga memiliki tingkat kerjasama yang tinggi dengan fasilitator lain,
sehingga dalam melaksanakan tugas dapat bekerja secara optimal.
Pelatihan yang dilaksanakan di P4TK Pertanian Cianjur adalah pelatihan di
bidang pertanian meliputi budidaya tanaman, perkebunan, peternakan, perikanan,
alat mesin pertanian, dan agroindustri. Disamping pelatihan pertanian, juga
menyelenggarakan pelatihan non pertanian seperti kependidikan, manajemen, dan
teknologi informasi dan komunikasi. Peserta pelatihan adalah pendidik dan tenaga
kependidikan dari semua jenjang sekolah khususnya Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) dan masyarakat.
Kompetensi
Terdapat beberapa pengertian kompetensi yang dikemukakan oleh para ahli.
Menurut Mc Clleland (1973) kompetensi adalah karakteristik dasar individu yang
merupakan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam suatu pekerjaan
atau situasi (competency is a basic personal characteristic that are determining
factors for acting successfully in a job or a situation). Boyatzis (1982)
mendefinisikan kompetensi kerja merupakan suatu karakteristik dasar seseorang,
dapat berupa motif, sifat, keterampilan, citra diri seseorang atau peran sosial,
seperangkat pengetahuan yang secara kausal berkitan dengan pencapaian kinerja
secara efektif (an underlying characteristic of a person, in that it may be a motive,
19
trait, skill, aspect of one’s self-image or social role, or a body of knowledge which
he or she uses, which is causally related to the achievement of effective, or better,
work performances). Menurut
Boyatzis (1982) kompetensi menunjukan
kemampuan. Seseorang yang mempunyai seperangkat kompetensi menunjukkan
kemampuan atau pekerjaannya.
Kompetensi dapat
berupa motif,
sifat,
keterampilan, aspek citra diri atau peran sosial seseorang, atau pengetahuan yang
digunakan dan dimiliki dan karakteristik ini mungkin diketahui atau tidak
diketahui oleh yang bersangkutan.
Selanjutnya Spencer dan Spencer (1993), mendefinisikan kompetensi
sebagai karakteristik dasar seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu
dalam pekerjaannya (underlying characteristic of an individual that is causally
related to criterion-referenced effective and/or superior performance in a job
situation). Pada definisi tersebut karakteristik dasar (underlying characteristics)
mengandung makna bahwa kompetensi adalah bagian kepribadian yang
mendalam dan melekat pada diri seseorang serta mempunyai perilaku yang dapat
diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Hubungan kausal (causally
related) berarti kompetensi dapat
menyebabkan atau digunakan untuk
memprediksikan kinerja seseorang, artinya jika mempunyai kompetensi tinggi,
maka akan mempunyai kinerja tinggi. Sedangkan kriteria yang dijadikan sebagai
acuan (criterion referenced) mengandung arti bahwa kompetensi akan
memprediksi seseorang dapat berkinerja dengan baik dan kurang baik, yang
diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Sehingga kompetensi dapat
diartikan sebagai kemampuan individual untuk mengerjakan suatu tugas/pekerjaan
yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap, sesuai kinerja
yang dipersyaratkan.
Menurut Spencer dan Spencer (1993), terdapat lima karakteristik
kompetensi, yaitu: (1) motif (motives) adalah sesuatu yang secara konsisten
dipikirkan atau dikehendaki seseorang yang menyebabkan tindakan. Motif
menggerakan, mengarahkan, dan menyeleksi perilaku terhadap kegiatan atau
tujuan tertentu dan menjauh dari yang lain; (2) ciri (traits) adalah karakteristikkarakteristik fisik dan respon-respon konsisten terhadap berbagai situasi atau
informasi; (3) konsep diri (self-concept) adalah sikap, nilai, dan citra diri
20
seseorang; (4) pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang
untuk bidang tertentu; dan (5) ketrampilan/keahlian (skills) kemampuan untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Dari kelima
karakteristik kompetensi tersebut pengetahuan dan ketrampilan/keahlian sifatnya
dapat dilihat (visible) dan mudah dikembangkan. Sedangkan konsep diri (self
concept), watak atau ciri (traits) dan motif (motives) sifatnya tidak tampak
(hidden) dan lebih sulit untuk dikembangkan.
The Iceberg
Skill
Self-Concept
Visible
Hidden
Skill
Knowledge
Self-Concept
Trait
Motive
Trait
Motive
Attitudes
Values
Surface:
Most easily
developed
Knowledge
Core Personality:
Most difficult to
develop
Gambar 1. Model Gunung Es dan Lingkaran Terpusat Kompetensi
(Sumber : Spencer and Spencer, 1993)
Sinnott, et al. (2002), berpendapat bahwa kompetensi tidak hanya mencakup
pengetahuan (knowledge), keterampilan-keterampilan (skills) dan kemampuankemampuan (abilities) tetapi juga mencakup karakteristik personal (personal
characteristics).
Dengan
demikian
kompetensi
meliputi
pengetahuan,
keterampilan-keterampilan, kemampuan-kemampuan dan karakteristik personal
lainnya seperti nilai-nilai, motivasi, inisiatif, dan kontrol. Definisi kompetensi
lainnya yang menjelaskan tentang karakteristik personal adalah Kuśnierkiewicz
(2006) bahwa kompetensi adalah perpaduan antara pengetahuan, keterampilan,
motivasi, sikap dan karakteristik personal yang tunjukkan dalam perilaku dan
mempengaruhi kinerja yang unggul (the competency is a combination of
knowledge, skills, motivation, attitude and personal characteristics which are
demonstrated in behaviour and influence employee’s superior performance).
21
Definisi-definisi kompetensi di atas yaitu menurut Mc Clleland (1973),
Boyatzis (1982), Spencer dan Spencer (1993),
Sinnott, et al. (2002), dan
Kuśnierkiewicz (2006) di samping menjelaskan karakteristik personal yang
mudah diamati dan dikembangkan, tetapi juga kompetensi-kompetensi psikologis
yang sulit diamati dan dikembangkan seperti motivasi, sikap dan sebagainya. Inti
dari definisi-definisi kompetensi menurut para ahli tersebut di atas adalah: (1)
kompetensi merupakan perilaku yang dapat mempengaruhi kinerja atau
mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam melakukan pekerjaan, (2) perilaku
tersebut merupakan perpaduan karakteristik personal dari individu, dan (3)
kompetensi mengandung komponen seperti motif (motives), ciri (traits), konsep
diri (self-concept), pengetahuan (knowledge), keterampilan/keahlian (skills), dan
peran sosial (social role).
Mengacu pada definisi-definisi kompetensi tersebut di atas, definisi
kompetensi oleh Spencer dan Spencer (1993) yang berorientasi pada karakteristik
personal pada individu yang menimbulkan perilaku yang kompeten, dijadikan
sebagai grand theory dan akan digunakan untuk mendalami berbagai aspek yang
terkait dalam penelitian ini. Namun demikian definisi kompetensi menurut
Spencer dan Spencer (1993) tersebut diadaptasi dengan lingkungan kerja mengacu
pada pendapat Boyatzis (1982) bahwa ada pengaruh kompetensi individu dengan
lingkungan kerja. Selanjutnya sejalan dengan Boyatzis, Moehariono (2009)
menyatakan bahwa kompetensi seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor internal
maupun eksternal, antara lain: (1) bakat bawaan, (2) motivasi kerja, (3) sikap,
motif dan cara pandang, (4) pengetahuan, (5) keterampilan, dan (6) lingkungan
kehidupan sehari-hari.
Terkait dengan pengertian kompetensi di atas, Sumardjo (2008) menyatakan
bahwa kompetensi penyuluh adalah karakteristik yang melekat pada diri penyuluh
yang menentukan keefektifan kinerja penyuluh dalam mengemban misi
penyuluhan. Pengertian kompetensi penyuluh menurut Sumardjo (2008) di atas
selanjutnya digunakan untuk menjelaskan pengertian kompetensi fasilitator
pelatihan yaitu karakteristik yang melekat pada diri fasilitator pelatihan yang
menentukan keefektifan kinerja fasilitator dalam mengemban misi pelatihan.
Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam organisasi penyuluhan dibutuhkan penentuan
22
tingkat kompetensi agar dapat mengetahui kinerja yang diharapkan. Penentuan
kebutuhan ambang kompetensi penyuluh dapat dijadikan dasar bagi proses
seleksi, perencanaan, evaluasi kinerja, dan pengembangan kompetensi masingmasing level kualifikasi penyuluh. Pernyataan tersebut juga digunakan sebagai
dasar teori untuk menjelaskan kaitan antara kompetensi dan kinerja fasilitator
pelatihan serta pemanfaatan penentuan ambang kompetensi fasilitator pelatihan
sebagai dasar dalam proses seleksi, perencanaan, evaluasi kinerja, dan
pengembangan kompetensi fasilitator pelatihan.
Kompetensi Fasilitator Pelatihan
Definisi kompetensi pendidik khususnya guru dan dosen sebagaimana
dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Pasal 1 adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Pasal 10 Undang-Undang tersebut
menjelaskan bahwa
kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian
adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan
berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi
sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar.
Fasilitator, guru dan dosen sebagaimana dijelaskan dalam Undang Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 merupakan
pendidik yaitu tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai fasilitator, guru
dan dosen. Perbedaannya adalah fasilitator pelatihan dalam penelitian ini
merupakan kualifikasi pendidik pada kegiatan pelatihan, guru merupakan
kualifikasi pendidik pada pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan
menengah, sedangkan dosen merupakan kualifikasi pendidik pada pendidikan
23
formal jenjang pendidikan tinggi. Selanjutnya pada Pasal 39 undang-undang
tersebut dijelaskan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan
dan
melaksanakan
proses
pembelajaran,
menilai
hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi. Mengacu pada penjelasan tersebut, terdapat kesamaan peran dan
tugas secara umum antara fasilitator, guru dan dosen. Oleh karena itu pada
penelitian ini definisi operasional kompetensi fasilitator pelatihan adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh fasilitator dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Tugas keprofesionalan fasilitator adalah mendidik, mengajar dan melatih peserta
pelatihan.
Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 28, butir 1 menjelaskan bahwa pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kompetensi pendidik pada kegiatan pelatihan dalam hal ini
adalah widyaiswara dijelaskan dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi
Negara Nomor 5 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Widyaiswara Pasal 5
meliputi pengelolaan pembelajaran, kepribadian, sosial dan substantif.
Fasilitator pelatihan dalam penelitian ini sebagaimana dijelaskan di depan
termasuk
di
dalamnya
adalah
widyaiswara
dan
instruktur.
Keduanya
melaksanakan tugas pokok dan kompetensi mengacu pada ketentuan dalam
jabatan fungsional widyaiswara. Oleh karena itu dalam penelitian ini cakupan
kompetensi fasilitator pelatihan digunakan cakupan kompetensi widyaiswara
meliputi pengelolaan pembelajaran, kepribadian, sosial dan substantif.
Analisis kompetensi fasilitator dilakukan dengan menggunakan pendekatan
analisis kesenjangan (gap analysis) yaitu membandingkan kompetensi yang
dimiliki fasilitator dengan kompetensi yang telah ditetapkan. Penilaian
kompetensi fasilitator pelatihan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
evaluasi diri oleh fasilitator yang bersangkutan dan alumni pelatihan yang telah
mengikuti pelatihan. Pendekatan evaluasi diri fasilitator pelatihan dan persepsi
24
alumni pelatihan tersebut dipilih karena pertimbangan waktu, biaya, dan tenaga
dengan tetap menjaga obyektivitas hasil penilaian kompetensi fasilitator pelatihan.
Rumusan kompetensi fasilitator pelatihan mengacu pada kompetensi widyaiswara
menurut Lembaga Administrasi Negara (2008) sebagai berikut:
Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran
Kompetensi dalam pengelolaan pembelajaran adalah kemampuan dalam
merencanakan, menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.
Kompetensi pengelolaan pembelajaran meliputi kemampuan: (1) membuat Garisgaris Besar Program Pembelajaran (GBPP)/Rancang Bangun Pembelajaran Mata
Diklat (RBPMD) dan Satuan Acara Pembelajaran (SAP)/Rencana Pembelajaran
(RP); (2) menyusun bahan ajar; (3) menerapkan pembelajaran orang dewasa; (4)
melakukan komunikasi yang efektif dengan peserta; (5) memotivasi semangat
belajar peserta; dan (6) mengevaluasi pembelajaran.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan mengenai tingkah laku dalam
melaksanakan tugas jabatannya yang dapat diamati dan dijadikan teladan bagi
peserta pelatihan, meliputi kemampuan: (1) menampilkan pribadi yang dapat
diteladani; dan (2) melaksanakan kode etik dan menunjukkan etos kerja sebagai
fasilitator yang profesional.
Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan dalam melakukan hubungan dengan
lingkungan kerjanya, meliputi kemampuan: (1) membina hubungan dan kerjasama
dengan sesama fasilitator; dan (2) menjalin hubungan dengan penyelenggara/
pengelola lembaga pelatihan.
Kompetensi Substantif
Kompetensi substantif adalah kemampuan di bidang keilmuan dan
keterampilan dalam mata diklat yang diajarkan, meliputi kemampuan: (1)
menguasai keilmuan dan keterampilan mempraktekkan sesuai dengan materi
diklat yang diajarkan; dan (2) menulis karya tulis ilmiah yang terkait dengan
lingkup kediklatan dan/atau pengembangan spesialisasinya.
25
Peningkatan Kompetensi
Kompetensi masyarakat terus berkembang sejalan dengan kebutuhan dan
tuntutan perkembangan jaman. Masyarakat dituntut dinasmis dan aktif
meningkatkan kompetensinya sesuai dengan bidang dan pekerjaan yang
dimilikinya. Peningkatan kompetensi tersebut merupakan syarat mutlak agar
masyarakat tetap eksis bekerja dalam rangkan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Oleh karena itu masyarakat dituntut untuk selalu belajar dan
meningkatkan kompetensinya salah satunya melalui pelatihan. Dinamika tuntutan
perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat tersebut harus diikuti dan
diantisipasi oleh fasilitator pelatihan agar selalu siap melayani kebutuhan
kompetensi masyarakat. Sehingga fasilitator juga dituntut untuk terus melakukan
peningkatan kompetensinya.
Peningkatan
kompetensi
fasilitator
merupakan
upaya-upaya
untuk
meningkatkan kompetensi fasilitator yang berkaitan dengan tugas mendidik,
mengajar dan melatih yaitu kompetensi pengelolaan pembelajaran, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi substantif.
Peningkatan
kompetensi fasilitator merupakan proses belajar untuk memperbaiki, memperkuat,
menambah, memperluas dan menyegarkan kompetensi-kompetensi yang telah
dimiliki. Proses belajar dalam rangka meningkatkan kompetensi tersebut dapat
dilakukan melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Dalam
penelitian ini, peningkatan kompetensi fasilitator dibatasi pada pendidikan formal,
pelatihan, kegiatan pertemuan ilmiah, magang industri, dan pemanfaatan sumber
belajar.
Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah
yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan tinggi
adalah: (1) menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan
akademik
dan/atau
profesional
yang
dapat
menerapkan,
26
mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi
dan/atau kesenian, (2) mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Peningkatan kompetensi melalui pendidikan formal dilakukan melalui
peningkatan jenjang pendidikan pendidikan akademik (program sarjana dan pasca
sarjana) dan pendidikan profesional (diploma I-IV). Pendidikan formal lebih
mengarah pada peningkatan kompetensi pengetahuan dan/atau keterampilan
sesuai dengan jenis pendidikannya.
Pelatihan
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi
sumberdaya manusia adalah dengan cara pelatihan. Pelatihan menurut Bernandin
dan Russell (Gomes, 2003) adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi
pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya,
atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Pelatihan lebih
berkaitan dengan peningkatan keterampilan karyawan yang sudah menduduki
suatu pekerjaan atau tugas tertentu sehingga lebih menekankan pada keterampilan
(skill). Pelatihan merupakan cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja
aktual, dengan penekanan pada pengembangan skill, knowledge dan ability.
Nawawi (1997) menyatakan bahwa pelatihan pada dasarnya adalah proses
memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau
membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan.
Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam
memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa
sekarang. Franco (1991) mengemukakan pelatihan adalah suatu tindakan untuk
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan
seseorang
pegawai
yang
melaksanakan pekerjaan tertentu.
Berdasarkan pada pengertian-pengertian pelatihan di atas dapat disimpulkan
bahwa pelatihan adalah proses pendidikan yang di dalamnya ada proses
pembelajaran dilaksanakan dalam jangka pendek, bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu meningkatkan kompetensi
individu untuk menghadapi pekerjaan di dalam organisasi sehingga tujuan
27
organisasi dapat tercapai. Tujuan pelatihan menurut Simamora (1997) adalah: (1)
memperbaiki kinerja, (2) memutahirkan keahlian karyawan sejalan dengan
kemajuan teknologi, (3) mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru supaya
menjadi kompeten dalam bekerja, (4) membantu memecahkan persoalan
operasional, (5) mempersiapkan karyawan untuk promosi, dan (6) memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi.
Berdasarkan pada penjelasan di atas tujuan dari pelatihan secara umum
adalah meningkatkan kompetensi seseorang (fasilitator) untuk bisa menjalankan
pekerjaannya (mendidik, mengajar, melatih) lebih baik dan mengembangkan
kompetensi terkait dengan promosi jabatan. Pada penelitian ini pelatihan dibatasi
pada keikutsertaan fasilitator pada pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan
pengembangan kompetensi fasilitator baik yang dilakukan oleh lembaga sendiri
maupun luar lembaga.
Partisipasi dalam Kegiatan Pertemuan Ilmiah
Partisipasi menurut Hadi (2006), berarti turut berperan serta dalam suatu
kegiatan, keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan, peran serta aktif
atau proaktif dalam suatu kegiatan. Berdasarkan pengertian tersebut partisipasi
dapat didefinisikan secara luas sebagai bentuk keterlibatan dan keikutsertaan
masyarakat (fasilitator) secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari
dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan
proses kegiatan yang bersangkutan. Partisipasi dalam kegiatan pertemuan ilmiah
adalah keikutsertaan fasilitator secara aktif dalam kegiatan-kegiatan pertemuan
ilmiah seperti seminar, semiloka, workshop, simposium dan sejenisnya.
Keikutsertaan dalam kegiatan ilmiah akan meningkatkan kompetensi fasilitator
khususnya kompetensi pengetahuan dan keterampilan. Keikursertaan fasilitator
dalam kegiatan pertemuan ilmiah pada penelitian ini dibatasi pada pertemuan
ilmiah dengan topik/tema yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi
fasilitator.
28
Magang Industri
Magang adalah latihan kerja pada suatu instansi/industri tertentu dengan
melakukan pekerjaan sesuai dengan jenis yang dipilih mengikuti sistem kerja pada
instansi/industri yang bersangkutan. Melalui kegiatan magang industri, diperoleh
pengalaman nyata dan keterampilan seperti kondisi sebenarnya. Tujuan magang
adalah: (1) pengenalan suasana kerja sebenarnya suatu kegiatan produksi, (2)
menerapkan pengetahuan teoritis kedalam dunia kerja, (3) melatih keterampilan
teknis, (4) menumbuhkan kemampuan interaksi sosial dalam dunia kerja.
Kegiatan magang industri dalam penelitian ini dibatasi pada kegiatan dimana
materi magang berkaitan dengan kompetensi fasilitator.
Unit Produksi
Unit produksi merupakan kegiatan produksi/usaha suatu komoditas/produk
tertentu yang dilakukan oleh fasilitator dalam skala komersial dibawah
pengelolaan P4TK Pertanian sebagai wahana bagi fasilitator untuk mendapatkan
pengalaman produksi secara komersial. Disamping itu kegiatan unit produksi juga
dimanfaatkan sebagai media praktek peserta pelatihan. Kegiatan unit produksi
merupakan implementasi langsung terhadap pengetahuan dan keterampilan dalam
kegiatan produksi/usaha yang dilakukan secara mandiri. Tujuan unit produksi
adalah mendapatkan pengalaman praktis pelaksanaan suatu usaha/produksi baik
secara teknis, ekonomis dan sosial. Unit Produksi akan menghasilkan pengalaman
lapangan secara teknis dan manajerial sebagai penerapan dari pengetahuan dan
keterampilan. Pada kegiatan pertanian unit produksi dimaksud adalah praktik
budidaya melon, pembesaran ikan, penggemukan sapi, dan sejenisnya. Unit
produksi dalam penelitian ini dibatasi pada usaha/produksi yang berkaitan dengan
bidang keahlian fasilitator baik yang dilakukan di dalam lembaga maupun di luar
lembaga.
Pemanfaatan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud
tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara
terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam
mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Jenis sumber belajar
29
dikategorikan sebagai berikut: (1) tempat atau lingkungan alam sekitar yaitu
dimana saja seseorang dapat melakukan belajar, misalnya perpustakaan, pasar,
museum, sungai, gunung, tempat pembuangan sampah, kolam ikan dan lain
sebagainya, (2) benda yaitu segala benda yang memungkinkan terjadinya perubahan
tingkah laku bagi peserta didik, maka benda itu dapat dikategorikan sebagai sumber
belajar. Misalnya situs, candi, benda peninggalan lainnya, (3) orang yaitu siapa saja
yang memiliki keahlian tertentu di mana peserta didik dapat belajar sesuatu, maka
yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya guru, ahli
geologi, polisi, dan ahli-ahli lainnya, (4) bahan yaitu segala sesuatu yang berupa
teks tertulis, cetak, rekaman elektronik, web, dll yang dapat digunakan untuk
belajar, (5) buku yaitu segala macam buku yang dapat dibaca secara mandiri oleh
peserta didik dapat dikategorikan sebagai sumber belajar, misalnya buku pelajaran,
buku teks, kamus, ensiklopedi, fiksi dan lain sebagainya, (6) peristiwa dan fakta
yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan, peristiwa bencana, dan
peristiwa lainnya yang dapat menjadikan peristiwa atau fakta sebagai sumber
belajar.
Sumber belajar akan menjadi bermakna apabila sumber belajar diorganisir
melalui satu rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya
sebagai sumber belajar. Dalam penelitian ini, pemanfaatan sumber-sumber belajar
dibatasi pada sumber belajar yang tersedia dilingkungan lembaga yang terkait
dengan kompetensi fasilitator yaitu perpustakaan, media cetak (koran, majalah, dan
jurnal), internet, media elektronik (televisi, CD audio/video, radio, kaset audio).
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja menurut Nitisemito (1982) adalah segala yang ada di
sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas
yang dibebankan. Pendapat lain dengan konteks yang agak berbeda disampaikan
oleh Siagian (1992), lingkungan kerja adalah keadaan fisik dimana seseorang
melakukan tugas kewajibannya sehari-hari termasuk kondisi ruang yaitu baik dari
kantor maupun pabrik. Berdasarkan pada pengertian tersebut di atas maka
lingkungan kerja dapat diartikan sebagai segala sesuatu baik fisik maupun non
fisik yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
30
menjalankan tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja yang mendukung
kompetensi dan pelaksanaan tugas fasilitator akan meningkatkan kompetensi dan
kinerja fasilitator, demikian sebaliknya. Pada penelitian ini, lingkungan kerja
dibatasi pada kondisi fisik dan non fisik yang berpengaruh pada kompetensi dan
kinerja fasilitator yaitu ketersediaan sistem penghargaan, sistem evaluasi,
ketersediaan kegiatan pelatihan, sarana dan prasarana, dan peluang pengembangan
karir.
Sistem Penghargaan
Sistem penghargaan menurut Sudarmanto (2009) merupakan mekanisme,
cara, atau sistem yang dipakai organisasi dalam merespons kinerja pegawainya.
Penghargaan terkait dengan sejauhmana pengakuan organisasi atas prestasi kerja
yang dilakukan oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan. Menurut Massey
(Thorpe dan Homan, 2000) membedakan penghargaan dalam dua hal pokok yaitu:
(1) penghargaan finansial seperti upah dasar, bonus, individu/tim/organisasi, upah
yang terkait kinerja, upah didasarkan skill dan kompetensi, dan (2) penghargaan
non finansial seperti pengakuan, kesempatan karir, status, tanggung jawab dan
pencapaian prestasi. Gomez (2003) menyatakan terdapat dua hal yang menjadi
dasar pemberian penghargaan yaitu: (1) didasarkan pada pekerjaan (job based
compensation), dan (2) didasarkan pada keterampilan/keahlian (skill based
compensation).
Sistem penghargaan berkaitan dengan bagaimana organisasi memberikan
pengakuan dan imbalan kepada pegawai dalam rangka menjaga keselarasan antara
kebutuhan individu dan tujuan organisasi. Sistem penghargaan dapat mendorong
perilaku pegawai atau memberikan pengakuan atas perilaku pegawai yang telah
dilakukan. Bagi pegawai sistem penghargaan menurut Sudarmanto (2009)
dimaksudkan untuk menumbuhkan motivasi dan semangat kerja serta kepuasan
kerja. Kepuasan kerja pegawai akan mencegah terjadinya ketidakhadiran,
pemborosan waktu, dapat membangkitkan semangat kerja sehingga pegawai
terdorong untuk berprestasi dan berkinerja lebih baik.
Menurut Armstrong (2004), sistem penghargaan dapat meningkatkan
kinerja individu dan kinerja organisasi sehingga mendorong pencapaian misi dan
strategi organisasi. Lawler (1991) menyatakan bahwa sistem penghargaan
31
memiliki enam macam dampak terhadap efektivitas organisasi yaitu: (1) daya
tarik dan hak memiliki, (2) motivasi kerja pegawai, (3) motivasi pengembangan
keterampilan (kompetensi), (4) pengaruh budaya, (5) memperkuat struktur, dan
(6) biaya. Dengan diberikan penghargaan baik berupa finansial maupun non
finansial, pegawai cenderung memiliki harapan untuk memperoleh penghargaan
tersebut.
Sistem Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja menurut Bacal (2001) merupakan proses untuk menilai dan
mengevaluasi kinerja perorangan. Sedangkan Wirawan (2009) mendefinisikan
evaluasi
kinerja
sebagai
proses
penilai
(pejabat
yang
melakukan
penilaian/appraiser) mengumpulkan informasi mengenai kinerja ternilai (pegawai
yang dinilai/appraise) yang didokumentasikan secara formal untuk menilai
kinerja ternilai dengan membandingkannya dengan standar kinerjanya secara
periodik untuk membantu pengambilan keputusan manajemen.
Dessler (1998) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses
yang meliputi: (1) penetapan standar prestasi kerja, (2) penilaian prestasi kerja
aktual karyawan dalam hubungan dengan standar, dan (3) memberi umpan balik
kepada karyawan dengan tujuan memotivasi tujuan orang untuk menghilangkan
kemerosotan prestasi kerja. Sedangkan fungsi dari penilaian kinerja menurut
Spencer dan Spencer (1993) untuk kompensasi/imbalan, rencana suksesi, disiplin,
pelatihan dan pengembangan karir. Bagi individu karyawan penilaian akan
mendorong peningkatan kompetensi dan kinerjanya. Pada penelitian ini, evaluasi
kinerja dibatasi pada evaluasi kinerja yang berkaitan dengan kompetensi dan tugas
fasilitator dalam mendidik, mengajar dan melatih.
Ketersediaan Kegiatan Pelatihan
Kegiatan pelatihan adalah jenis dan jumlah kegiatan pelatihan yang
dilaksanakan oleh lembaga pelatihan dalam kurun waktu tertentu. Jenis pelatihan
berkaitan dengan substansi materi pelatihan. Semakin beragam substansi materi
pelatihan menuntut fasilitator semakin mengembangkan dan meningkatkan
kompetensinya untuk melayani kebutuhan peserta. Jumlah pelatihan yang tersedia
dalam lembaga pelatihan akan meningkatkan frekuensi fasilitator untuk
32
melaksanakan pelatihan sehingga mendorong fasilitator untuk selalu menyiapkan
kompetensinya.
Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Sarana adalah barang atau benda bergerak yang dapat dipakai sebagai alat
dalam pelaksanaan tugas fungsi unit kerja. Prasarana adalah barang atau benda
tidak bergerak yang dapat menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan
fungsi unit kerja. Sarana kerja meliputi peralatan perkantoran, alat transportasi,
peralatan komunikasi dan peralatan lainnya yang menunjang bagi pelaksanaan
tugas dan fungsi unit kerja. Sedangkan prasarana kerja meliputi tanah, bangunan,
ruang kantor atau bangunan yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan tugas
dan fungsi unit kerja, tanah dan bangunan rumah jabatan serta rumah dinas
(Departemen Kehutanan, 2003). Dibidang pendidikan sarana dan prasarana
pendidikan dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan formal
dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan
pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik,
kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
Selanjutnya diuraikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa setiap satuan pendidikan wajib
memiliki sarana dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikan meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan
habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Sedangkan perasarana pendidikan
meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik,
ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja,
ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga,
tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Ketersediaan sarana dan prasarana pelatihan sangat penting bagi fasilitator
dalam melaksanakan tugas pembelajaran, pengembangan kompetensi dan kinerja
fasilitator. Oleh karena itu lembaga pelatihan harus menyediakan sarana dan
33
prasarana yang menunjang aktivitas fasilitator baik dalam kegiatan pembelajaran
maupun pengembangan kompetensinya.
Peluang Pengembangan Karir
Karier adalah sebuah kata dari bahasa Belanda yaitu carriere adalah
perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan seseorang. Berarti juga jenjang
dalam sebuah pekerjaan tertentu. Menurut kamus besar bahasa Indonesia karir
adalah perkembangan dan kemajuan baik pada kehidupan, pekerjaan atau jabatan
seseorang.
Biasanya
pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang
mendapatkan imbalan berupa gaji maupun uang. Bernardin (2003) mendefinisikan
karir sebagai suatu rangkaian atas sikap dan perilaku yang berkaitan dengan
aktifitas pekerjaan dan pengalaman sepanjang kehidupan seseorang (individually
perceived sequence of attitudes and behaviors associated with work-related
activities and experiences over the span of a person’s life). Senada dengan itu
Malthis dan Jackson (2002) menyatakan bahwa karir adalah rangkaian posisi yang
berkaitan dengan kerja yang ditempati seseorang sepanjang hidupnya. Tujuan atau
sasaran karir adalah posisi atau jabatan tertentu yang dapat dicapai oleh seorang
pegawai bila yang bersangkutan memenuhi semua syarat dan kualifikasi yang
dibutuhkan untuk melaksanakan jabatan tersebut.
Pengembangan karir sangat diharapkan oleh setiap pegawai, karena dengan
pengembangan karir akan mendapat hak-hak yang lebih baik dari apa yang
diperoleh sebelumnya baik material maupun non material. Hak-hak material
seperti status sosial, perasaan bangga, dan sebagainya. Sedangkan hak-hak non
material misalnya kenaikan pangkat, perbaikan fasilitas, dan sebagainya.
Pengembangan karir yang jelas dan terencana dengan baik dalam suatu organisasi
akan mendorong karyawan untuk terus meningkatkan kompetensi dan kinerjanya
sebagai upaya untuk meningkatkan karirnya.
Motivasi
Motivasi berasal dari kata movere (bahasa Latin) yang berarti menggerakkan
(to move) yang berarti mendorong atau menggerakan. Dari asal kata tersebut dapat
ditarik arti dasar bahwa motivasi merupakan sesuatu yang dapat membuat
34
individu bergerak atau melakukan suatu tindakan. Seberapa kuat motivasi yang
dimiliki individu akan tercermin pada kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik
dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Motivasi
menjelaskan apa yang membuat individu melakukan sesuatu, membuat individu
tetap melakukannya, dan membantu individu dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan
berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan
penyelesaian atau prestasi yang sesungguhnya.
Berendoom dan Stainer (Sedarmayanti, 2001), mendefinisikan motivasi
sebagai kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang
mengarah kepada pencapaian kebutuhan memberi kepuasan atau mengurangi
ketidakseimbangan. Hasibuan (2003) mendefinisikan motivasi adalah pemberian
daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau
bekerja sama, efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai
kepuasan. Vroom (Gibson, et al, 1996) mendefinisikan motivasi sebagai suatu
proses yang menentukan pilihan antara beberapa alternatif dari kegiatan sukarela.
Malthis dan Jackson (2002) mengemukakan motivasi merupakan hasrat di dalam
seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan.
Wahjosumidjo (1984) mengemukakan motivasi dapat diartikan sebagai
suatu proses psikologi yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan,
persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Proses psikologi timbul
diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsic
dan extrinsic. Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang
anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan, dalam bentuk
keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan
berbagai
kegiatan
yang
menjadi
tanggung
jawabnya
dan
menunaikan
kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi
yang telah ditentukan sebelumnya.
Motivasi kerja seseorang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: (1)
motivasi instrinsik adalah motif yang menjadi aktif dan berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu, dan (2) motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
35
berfungsi disebabkan karena rangsangan dari luar. Motivasi ini dapat timbul
antara lain karena pengaruh prinsip, kompetisi antar teman, tuntutan
perkembangan organisasi atau tugas, ada faktor lain yang sangat kompleks. Ada
tiga unsur yang menentukan kekuatan motivasi dalam melaksanakan suatu
pekerjaan, yaitu: motif (motive), pengharapan (expectancy) dan insentif
(insentive).
Motif (motive) dapat diartikan sebagai daya gerak yang mencakup dorongan,
alasan dan kemauan yang timbul dari dalam diri seorang yang mengakibatkan
berbuat sesuatu. Motif dapat dikelompokkan sesuai dengan keinginan-keinginan
dasar yang dipuaskannya yaitu: (1) motif penguasaan/keunggulan, motif ini
merupakan sifat manusia yang kuat. Orang selalu berusaha untuk bebas,
terkendali untuk mengatasai rintangan-rintangan. Perasaan sangat puas karena
dapat menyelesaikan tugas, memecahkan masalah atau senang bersaing
menunjukkan kekuatan motif ini, (2) motif akan adanya rasa aman, motif ini erat
hubungannya dengan kebutuhan seorang untuk membela diri dari setiap ancaman
terhadap kebutuhan sebagai manusia. Hal ini diwujudkan sebagai upaya untuk
menghindarkan diri dari bahaya yang mengancam dirinya, (3) motif untuk diakui
dan diterima oleh pihak lain, motif ini merupakan keinginan untuk menjadi orang
yang berbeda dalam kelompok maupun masyarakat. Termasuk dalam motif ini
adalah harga diri (self esteem), merupakan landasan bagi seseorang untuk percaya
diri, status, merupakan posisi atau kedudukan antara nilai-nilai pada dirinya
dengan norma-norma kelompoknya, prestasi, merupakan kebutuhan seseorang
sangat erat hubungannya dengan status.
Penghargaan (expectancy) berkaitan dengan keinginan seseorang untuk
menghasilkan atau berproduksi tergantung pada tujuan khusus yang ingin dicapai,
dan persepsinya atas tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Keinginan-keinginan itu antara lain: (1) the desire to live, artinya keinginan untuk
hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang, karena setiap manusia
bekerja untuk dapat makan dan untuk dapat melanjutkan hidupnya, (2) the desire
for procession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan keinginan
manusia yang kedua dan salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja, (3) the
36
desire for fower, artinya keinginan akan pengakuan merupakan jenis terakhir dari
kebutuhan dan juga mendorong seseorang untuk bekerja.
Isentif (insentive) adalah benda atau hal yang immaterial yang menarik dan
dapat menimbulkan kegairahan untuk mendapatkan dan memilikinya. Bentukbentuk dari insentif ini meliputi: (1) insentif material, merupakan alat motivasi
yang diberikan dalam bentuk uang atau barang yang mempunyai nilai pasar,
misalnya pemberian premi, bonus tunjangan kerja dan fasilitas pribadi, (2) insentif
non material, merupakan alat motivasi yang diberikan berupa barang atau benda
yang tidak bernilai. Jadi hanya memberikan kepuasan, kebanggaan rohani saja,
misalnya medali, piagam dan bintang jasa dan lainnya, (3) kombinasi insentif
material dan non material, merupakan alat motivasi yang diberikan berupa
material (uang dan barang) dan non material. Jadi memenuhi kebutuhan ekonomis
dan kepuasan rohani.
Berdasarkan pada pengertian unsur-unsur yang menentukan kekuatan
motivasi di atas, dalam penelitian ini motivasi fasilitator adalah unsur-unsur yang
mendorong atau menggerakkan fasilitator meningkatkan kompetensi dan
kinerjanya dalam pelaksanaan pelatihan yaitu memperluas hubungan kerja,
mengembangkan
kemampuan
bidang
ilmu,
dan
melaksanakan
tugas
pembelajaran.
Karakteristik Fasilitator Pelatihan dan Karakteristik Alumni Pelatihan
Karakteristik individu menurut Woolfolk (1993) adalah ciri-ciri yang
dimiliki individu sepanjang hidupnya, meliputi faktor kognitif dan karakteristik
lain yang dimiliki individu, yang menentukan dalam proses belajar. Setiap
individu memiliki karakteristik yang spesifik tergantung pada faktor-faktor yang
mempengaruhinya yaitu: (1) kematangan karena pertambahan umur (maturity),
(2) aktivitas (activity) yang dilakukan seseorang terhadap lingkungannya serta halhal yang dipelajarinya, (3) pengaruh lingkungan terhadap dirinya (social
transmission). Kompetensi dan kinerja tergantung dari keadaan individu yang
bersangkutan. Menurut Moehariono (2009), kompetensi seseorang dapat
dipengaruhi oleh faktor dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal)
diantaranya: (1) bakat bawaan, (2) motivasi kerja yang tinggi, (3) sikap motif dan
37
cara pandang, (4) pengetahuan yang dimiliki, (5) keterampilan atau keahlian yang
dimiliki, dan (6) lingkungan hidup dari kehidupan sehari-hari. Karakteristis
individu menurut Rogers dan Shoemaker (1971) merupakan bagian dari individu
dan melekat pada diri seseorang yang mendasari tingkah laku seseorang dalam
situasi kerja maupun situasi lainnya.
Karakteristik Fasilitator Pelatihan
Karakteristik fasilitator pelatihan merupakan bagian dari individu dan
melekat pada diri seorang fasilitator yang mendasari tingkah laku sebagai
fasilitator. Karakteristik tersebut dibatasi pada karakteristik yang berkaitan dengan
kompetensi dan kinerja fasilitator pelatihan yaitu umur, pendidikan formal,
pengalaman kerja dan jabatan.
Umur
Umur merupakan salah satu karakteristik pribadi yang ikut mempengaruhi
fungsi biologis dan psikologis. Umur juga akan berpengaruh terhadap kemampuan
seseorang dalam mempelajari, memahami, menerima dan mengadopsi suatu
teknologi serta peningkatan produktivitas kerja. Dijelaskan oleh Klausmeier dan
Goodwin (1975) menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor utama
yang mempengaruhi efisiensi belajar, karena akan berpengaruh terhadap minatnya
pada macam pekerjaan tertentu sehingga umur seseorang juga berpengaruh
terhadap motivasinya untuk belajar. Sejalan dengan hal tersebut, Vacca dan
Walker (Mardikanto, 1993) mengemukakan bahwa sesuai dengan bertambahnya
umum, seseorang akan menumpuk pengalaman-pengalamannya yang merupakan
sumberdaya sangat berguna bagi kesiapannya untuk belajar lebih lanjut. Sehingga
semakin bertambahnya umur maka kompetensi seseorang akan semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman-pengalamannya.
Dengan
demikian
dapat
dikatakan
bahwa
kompetensi dan kinerja fasilitator dipengaruhi oleh tingkat umur.
Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan secara umum akan berpengaruh terhadap kompetensi dan kinerja
38
seseorang. Mardikanto (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang (petani) akan bekerja menjadi efisien dan semakin banyak tahu caracara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan.
Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja menurut Siagian (2000) merupakan keseluruhan pelajaran
yang dipetik oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dilalui dalam perjalanan
hidupnya. Sedangkan Martoyo (2000) berpendapat bahwa masa kerja atau
pengalaman kerja adalah mereka yang dipandang lebih mampu dalam
melaksanakan
tugas-tugasnya
yang
nantinya
akan
diberikan
disamping
kemampuan intelegasinya yang juga menjadi dasar pertimbangan selanjutnya.
Nitisemito (2000) menyatakan bahwa pada umumnya karyawan ditetapkan untuk
promosi antara lain karena pengalaman kerjanya dan karyawan akan diberikan
kedudukan atau jabatan lebih tinggi adalah karena pengalaman, usia atau
kemampuan karyawan yang diperoleh dari umur atau lamanya bekerja.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masa kerja atau
pengalaman kerja adalah keahlian atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
pada suatu bidang pekerjaan yang diperoleh dengan belajar dalam suatu kurun
waktu tertentu.
Jabatan
Jabatan sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian pada penjelasan pasal 17, ayat 1 adalah
kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak
seseorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu satuan organisasi negara.
Jabatan dalam lingkungan birokrasi pemerintah adalah jabatan karir yang dapat
dibedakan dalam dua jenis yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan
struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Jabatan
fungsional adalah jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur
organisasi, tetapi dari sudut fungsinya diperlukan oleh organisasi, seperti peneliti,
dokter, pustakawan, widyaiswara dan lain-lain yang serupa dengan itu.
39
Karakteristik Alumni Pelatihan
Karakteristik alumni pelatihan merupakan bagian dari individu dan melekat
pada diri peserta didik yang mendasari tingkah lakunya. Karakteristik tersebut
dibatasi pada karakteristik yang berkaitan dengan kompetensi dan kinerja
fasilitator pelatihan yaitu umur, pendidikan formal, pekerjaan, persepsi terhadap
kompetensi fasilitator pelatihan.
Umur Alumni Pelatihan
Umur berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam mempelajari,
memahami, menerima dan mengadopsi suatu teknologi serta peningkatan
produktivitas kerja. Dijelaskan oleh Klausmeier dan Goodwin (1975) menyatakan
bahwa umur merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi
belajar, karena akan berpengaruh terhadap minatnya pada macam pekerjaan
tertentu sehingga umur seseorang juga berpengaruh terhadap motivasinya untuk
belajar. Umur alumni pelatihan akan berhubungan dengan kemampuan
mempelajari materi pelatihan dan mengimplementasikan hasil pelatihan dalam
pekerjaan dan bidang usahanya masing-masing.
Pendidikan Formal Alumni Pelatihan
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan secara umum akan berpengaruh terhadap kompetensi dan kinerja
seseorang. Mardikanto (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang (petani) akan bekerja menjadi efisien dan semakin banyak tahu caracara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Sejalan dengan
pendapat-pendapat tersebut maka pendidikan alumni pelatihan berhubungan
dengan penguasaan materi pelatihan dan penerapannya dalam pekerjaan dan
bidang usahanya.
Pekerjaan
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh
manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau
kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Pekerjaan adalah suatu kegiatan
yang dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup seseorang.
Dalam
40
pembicaraan sehari-hari istilah pekerjaan sering dianggap sinonim dengan profesi.
Profesi adalah bagian dari pekerjaan, atau dapat juga dikatakan profesi adalah
suatu bentuk pekerjaan yang mengharuskan pelakunya memiliki pengetahuan
tertentu yang diperoleh melalui pendidikan formal dan keterampilan didapat
melalui pengalaman kerja pada orang tertentu yang terlebih dahulu menguasai
keterampilan tersebut, dan terus mempebaharui keterampilannya sesuai dengan
pekerjaan. Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang
profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran,
keuangan, militer, teknik dan desainer.
Perbedaan antara pekerjaan dan profesi adalah pada pekerjaan, pelaku kerja
tidak harus memiliki pengetahuan, latar belakang, pengalaman dan pendidikan
tertentu, sedangkan profesi harus memiliki pengetahun dan pengalaman kerja
tertentu misalnya seorang penyuluh telah berpendidikan penyuluhan dan memiliki
pengalaman dalam melakukan penyuluhan. Pekerjaan menuntut manusia untuk
memilih profesi atau keahliannya secara tanggung jawab sesuai dengan
kemampuannya. Pekerjaan alumni pelatihan dalam penelitian ini adalah suatu
aktivitas atau kegiatan yang menghasilkan uang baik profesi (guru, dokter,
akuntan, penyuluh, dan sejenisnya maupun non profesi (petani, peternak, pembuat
roti, pedagang sayuran dan sejenisnya).
Persepsi Alumni Pelatihan Terhadap Kinerja Fasilitator Pelatihan
Persepsi pada hakikatnya merupakan proses penilaian seseorang terhadap
obyek tertentu. Rakhmat (2005) menjelaskan bahwa persepsi adalah pengalaman
tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dalam penelitian ini
merupakan penilaian seseorang (alumni pelatihan) terhadap obyek fisik maupun
obyek sosial (fasilitator pelatihan) berdasarkan pengalaman tentang obyek,
peristiwa yang diperoleh sebelumnya. Persepsi merupakan pendapat atau
penilaian alumni pelatihan terhadap kinerja fasilitator pada saat mengikuti
pelatihan khususnya yang berkaitan dengan kualitas pelaksanaan pembelajaran.
Kinerja fasilitator disamping diukur melalui instrumen yang diberikan kepada
41
fasilitator perlu diverifikasi berdasarkan persepsi alumni pelatihan yang pernah
mendapatkan materi dari fasilitator yang bersangkutan. Persepsi alumni pelatihan
terhadap kinerja fasilitator meliputi kualitas pembelajaran yang diberikan oleh
fasilitator. Persepsi kualitas pembelajaran yang diberikan fasilitator akan
menggambarkan kemampuan fasilitator dalam memenuhi harapan alumni
pelatihan dalam mengikuti pelatihan.
Kinerja
Sumberdaya manusia dalam suatu organisasi mempunyai peran strategis
dalam menunjang keberhasilan organisasi. Peran strategis tersebut berkaitan
dengan keberadaannya yang menentukan ketercapaian tujuan dan keberlanjutan
suatu organisasi. Sumberdaya manusia yang handal, kompeten dan visioner sangat
diperlukan organisasi dalam menjalankan sasaran dan tujuan organisasi.
Sumberdaya manusia bukan hanya sebagai faktor produksi tetapi merupakan aset
organisasi yang harus dibina dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan
keperluan organisasi. Oleh karena itu kompetensi harus terus dikembangkan agar
sumberdaya manusia dapat menjalankan peran dan tugasnya sesuai dengan
tuntutan kinerja yang diharapkan. Organisasi yang berhasil dan efektif merupakan
organisasi dengan sumberdaya manusia di dalamnya yang memiliki kinerja yang
baik. Keberhasilan individu atau organisasi dalam mencapai target atau sasaran
tersebut merupakan kinerja.
Istilah kinerja berkembang sebagai terjemahan dari kata performance
menurut Williams (1979) berasal dari akar kata “to perform” yang dapat
bermakna sebagai berikut: (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or
carry out, execute); (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau
nazar ( to discharge of fulfill; as vow); (3) melaksanakan atau menyempurnakan
tanggung jawab (to execute or complete an understaking); dan (4) melakukan
sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a
person machine). Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2008), dikemukakan
arti kinerja sebagai: (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3)
kemampuan kerja. Sedangkan Wirawan (2009) menyebutkan bahwa kinerja
merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang diartikan sebagai keluaran
42
yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau
suatu profesi dalam waktu tertentu.
Pengertian kinerja telah dikembangkan oleh banyak ahli dengan berbagai
sudut pandang. Menurut Bernardin dan Russel (1993) kinerja adalah catatan
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau kegiatan
tertentu selama periode waktu tertentu (performance is defined as the record of
outcome produced on a specified job function or activity during a specified time
period). Pengertian tersebut lebih menekankan kinerja sebagai hasil yang
diperoleh dari suatu pekerjaan. Gibson, et al. (1996) menyatakan bahwa kinerja
adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Donnelly, et al. (1994) menyatakan bahwa
kinerja merujuk pada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta
kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dikatakan baik
dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik. Selanjutnya
Sudarmanto (2009) mengkategorikan kinerja dalam dua pengertian yaitu kinerja
sebagai hasil dan kinerja sebagai perilaku. Pengertian kinerja dengan menekankan
sebagai hasil sebagaimana diungkapkan oleh Bernardin dan Russel (1993) di atas.
Sedangkan kinerja sebagai perilaku mencakup tindakan-tindakan dan perilaku
yang relevan dengan tujuan organisasi. Kinerja bukan konsekuensi atau hasil
tindakan, tetapi tindakan itu sendiri. Berdasarkan pengertian di atas, dapat
disimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja
(output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang
diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses
belajar serta keinginan untuk berprestasi.
Banyak faktor yang menyebabkan sumberdaya manusia memiliki kinerja
unggul, sehingga mampu mendorong keberhasilan organisasi. Menurut Gibson, et
al. (1996) ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja yaitu: (1) faktor
individu meliputi kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman
kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang; (2) faktor psikologis meliputi
persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja; dan (3) faktor
organisasi meliputi struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem
penghargaan (reward system). Sedangkan menurut Malthis dan Jackson (2002)
43
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: (1)
kemampuan, (2) motivasi, (3) dukungan yang diterima, (4) keberadaan pekerjaan
dilakukan, dan (5) hubungan individu dengan organisasi. Sedangkan Sudarmanto
(2009), menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menentukan kinerja individu
diantaranya adalah motivasi kerja, kepuasan kerja, desain pekerjaan, komitmen,
kepemimpinan, partisipasi, fungsi-fungsi manajemen, kejelasan arah karir,
kompetensi, budaya organisasi, dan sistem penghargaan.
Langevin
Learning
Services
(2001),
sebuah
konsultan
pelatihan
internasional (Tupamahu dan Soetjipto, 2008), berpendapat bahwa hal‐hal yang
dianggap memiliki pengaruh terhadap kinerja seseorang dapat dikelompokkan
dalam tujuh faktor pengaruh, yaitu: (1) pengetahuan dan keterampilan (knowledge
and skill), merupakan pengaruh dari program pelatihan yang diselenggarakan.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan seorang pegawai pada kenyataannya
akan berpengaruh positif terhadap peningkatan
kinerjanya, (2) kapasitas
(capacity), merupakan kemampuan mental dan fisik individu yang memungkinkan
untuk melakukan pekerjaan dengan baik, (3) Standar (standards), adanya standar
kerja yang jelas sehingga seorang pegawai dapat mengetahui dengan tepat apa
yang harus dilakukan dan kapan melakukannya, (4) pengukuran (measurement),
adanya sistem pengukuran kinerja yang jelas, transparan, obyektif, serta disusun
berdasarkan standar kerja yang baku akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai,
(5) umpan balik (feedback), adanya informasi mengenai penilaian hasil kerja
seseorang
juga
akan
berpengaruh
terhadap
kinerjanya. Masukan
yang
diperoleh secara cepat, cukup sering, spesifik, akurat, dan obyektif diyakini
memiliki pengaruh yang positif, (6) kondisi (conditions), situasi dan kondisi
kerja yang kondusif, seperti sistem operasional yang baik, kelengkapan fasilitas
kerja, tata ruang yang baik, ketersediaan informasi yang dibutuhkan, serta otoritas
kerja yang jelas akan berpengaruh positif terhadap kinerja seorang pegawai, (7)
insentif (incentives), sistem penggajian yang adil, adanya insentif untuk hasil
pekerjaan yang baik, serta penerapan sistem reward and punishment merupakan
beberapa hal yang memotivasi seorang pegawai untuk bekerja dengan lebih baik
dan menghasilkan performa kerja yang tinggi.
44
Keterkaitan kompetensi dengan kinerja telah dibuktikan dalam berbagai
penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli. Boyatzis (1982), menyatakan bahwa
kompetensi telah mempengaruhi kinerja berbagai organisasi dari berbagai level
manajemen. Selanjutnya Spencer dan Spencer (1993), menyatakan bahwa
karakteristik dasar kompetensi memiliki hubungan sebab akibat dengan kriteria
yang dijadikan acuan kinerja ditempat kerja. Karakteristik dasar maksudnya
bahwa kompetensi harus bersifat mendasar dan mencakup kepribadian seseorang
dan dapat memprediksi sikap seseorang pada situasi tertentu yang sangat
bervariasi dan pada aktivitas pekerjaan tertentu. Hubungan sebab akibat
mempunyai makna bahwa kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan untuk
memprediksi kinerja seseorang.
Kinerja Fasilitator
Kinerja fasilitator terkait dengan kompetensi yang dimiliki dan tugasnya
yaitu mendidik, mengajar dan melatih dalam penelitian ini dibatasi pada kuantitas
dan kualitas pelaksanaan tugas sebagai fasilitator sesuai dengan tuntutan
kompetensi.
Kuantitas Pelaksanaan Tugas
Kuantitas pelaksanaan tugas fasilitator adalah jumlah pelaksanaan kegiatan
mendidik, mengajar dan melatih dalam kurun waktu tertentu berdasarkan
penugasan lembaga pelatihan. Kuantitas menunjukkan produktivitas fasilitator
dalam melaksanakan tugas. Semakin tinggi jumlah fasilitator melaksanakan tugas
semakin akan semakin produktif. Pada penelitian ini kuantitas pelaksanaan tugas
dihitung berdasarkan jumlah materi yang diajarkan dan jumlah jam dalam
menyajikan materi.
Kualitas Pelaksanaan Tugas
Kualitas pelaksanaan tugas fasilitator dalam penelitian ini berkaitan dengan
mutu pelaksanaan tugas mendidik, mengajar dan melatih berdasarkan pada
standar kompetensi yang ditetapkan yaitu pelaksanaan pengelolaan pembelajaran,
kepribadian, sosial dan substantif.
45
Kinerja Alumni Pelatihan
Pelatihan dimaksudkan untuk menguasai berbagai keterampilan dan teknik
pelaksanaan kerja tertentu terinci dan rutin. Pelatihan merupakan proses
pendidikan jangka pendek untuk memperoleh keterampilan operasional sistematis.
Pelatihan akan memberikan bantuan pada masa yang akan datang dengan jalan
pengembangan pola pikir dan bertindak, terampil berpengetahuan dan mempunyai
sikap serta pengertian yang tepat untuk pelaksanaan pekerjaan. Keberhasilan
pelatihan
salah
satunya
ditentukan
oleh
kompetensi
fasilitator
dalam
membelajarkan materi pelatihan. Salah satu ukuran keberhasilan dari kemampuan
fasilitator tersebut adalah dipahaminya substansi materi yang dibelajarkan kepada
alumni pelatihan dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap
serta penerapannya dalam pekerjaan. Kinerja alumni pelatihan dalam penelitian
ini, dibatasi pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan hasil
pekerjaan yang diperoleh dari penerapan hasil pelatihan.
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan informasi yang dimiliki oleh seseorang pada bidang
tertentu atau pada area tertentu. Pengetahuan bisa diperoleh melalui pengamatan
dan pengalaman inderawi yang dikenal sebagai pengetahuan empiris. Pengetahuan
ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan
secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang
menjadi
pengetahuan
deskriptif
bila
seseorang
dapat
melukiskan
dan
menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris
tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi
manusia yang terjadi berulangkali. Selain pengetahuan empiris, ada pula
pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai
rasionalisme yang lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori dan tidak
menekankan pada pengalaman.
Pengetahuan dapat diperoleh dengan berbagai cara diantaranya melalui
pendidikan, pelatihan, media, komunikasi dan lain-lain. Pengetahuan yang
diperoleh dari pelatihan berkaitan dengan materi pelatihan yang disajikan oleh
fasilitator. Pada penelitian ini, pengetahuan alumni pelatihan dibatasi pada
penguasaan pengetahuan yang diperoleh karena mengikuti pelatihan.
46
Keterampilan
Keterampilan merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu,
baik secara fisik maupun mental. Keterampilan dalam suatu tugas atau kegiatan
tertentu dapat diperoleh melalui latihan atau praktik yang dilakukan melalui
kegiatan pelatihan. Pada penelitian ini keterampilan dibatasi pada keterampilan
alumni pelatihan yang berkaitan dengan keterampilan yang pernah diajarkan pada
kegiatan pelatihan.
Sikap
Sikap adalah bagian yang penting di dalam kehidupan sosial, karena
kehidupan manusia selalu dalam berinteraksi dengan orang lain. Menurut
pendapat beberapa pakar, sikap menentukan perilaku seseorang. Sikap yaitu hasil
pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan
yang akan dilakukan. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan
memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau
peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai
pemikiran dan kesiapan untuk bertindak. Menurut Sudarmanto (2009), sikap
dibentuk dari kombinasi pengalaman, kondisi sosial/lingkungan, dan kepribadian.
Sikap terdiri dari aspek kognitif (terkait dengan persepsi, pengetahuan dan
kepercayaan), aspek afektif (terkait perasaan dan emosi), dan aspek konatif
(perilaku berupa tindakan). Sedangkan perilaku adalah manifestasi kepribadian
dan sikap yang ditunjukkan ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya.
Pada penelitian ini, sikap dibatasi pada tindakan yang dilakukan alumni pelatihan
dalam bentuk penerapan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh ketika
mengikuti pelatihan.
Download