1 ANALISIS DEMAND DAN ELASTICITY IMPLEMENTASINYA

advertisement
ANALISIS DEMAND DAN ELASTICITY IMPLEMENTASINYA
TERHADAP KEBIJAKAN HARGA
Oleh :
Jun Surjanti
Fak.Ekonomi-Unesa
Email : [email protected]
Abstrak
In this paper will be expanded discussion of the elasticity of demand, particularly in
the real case that occurred, related to the policies that apply specifically to the case
of sugar as a result of agricultural production. The case of sugar until very interesting
discussion considering that there are various problems to be solved with economic
studies and practical studies.
In connection with Fridmen theory states that the actual purchase decision is based
on income and the long period of time. Friedmen also argues that the existence of a
temporary tax or any time, then the tax changes do not affect or small effect on the
demand for consumer goods. This means that the tax does not affect spending
patterns. Tax policy was actually causing problems sugar sugar availability
nationally. Tax policy impact on the sugar turns over supply that ultimately led to the
availability of the goods exceeds domestic needs. Further demand is expected to
lower the sugar, besides the fact that it contradicts the theory of supply and demand,
the price of sugar in the country to be expensive. This suggests that the problem of
the gap between the expectations of theory, policy set and the fact that there are
inconsistent.
Meanwhile, from the consumer side, it turns out sugar is a requirement in elastic.
Fridmen not explain the assumptions used by type of goods or elatis is elastic. In
addition, consumers were not considering the duration and permanent income
consumers do not consider in the decision to purchase sugar. Meanwhile,
agricultural product tax relief in the long run it did not cause the mechanism of sugar
prices running as it should, but instead result in increases in the price of sugar which
harm consumers. Under existing conditions, Friedmen theory, the application should
consider elatisitas an item. In addition, the government should set the highest price
policy (Ceillling Price) to protect consumers.
Pendahuluan
Demand dan elasticity dapat digunakan sebagai penentu kebijakan, baik
untuk pemerintah, perusahaan yang dalam hal ini produsen maupun konsumen.
Responsivitas (atau sensitivitas) dari konsumen untuk perubahan harga diukur
dengan harga elastisitas permintaan dari suatu barang. Untuk beberapa produkmisalnya, jenis makanan restoran - konsumen sangat responsif terhadap perubahan
harga. Perubahan harga menyebabkan perubahan yang sangat besar dalam jumlah
Balance Economics, Bussiness, Management and Accounting Journal Th. VII No. 12 Jan 2010
Published by Faculty of Economic Muhammadiyah Surabaya ISSN 1693-9352
1
pembelian. Para ekonom mengatakan bahwa permintaan untuk barang tersebut
relatif elastis atau cukup elastis. Elastisitas permintaan dapat ditinjau dari tiga jenis,
antara lain : elastisitas harga–respon konsumen terhadap pembelian dan penjualan
pada saat terjadi perubahan harga; elastisitas silang-tanggapan konsumen terhadap
pembelian pada satu barang ketika terjadi perubahan harga pada barang lain dan
elastisitas pendapatan-tanggapan konsumen terhadap pembelian ketika pendapatan
mereka berubah. Hukum permintaan menyatakan bahwa konsumen akan membeli
lebih banyak barang apabila harganya sedang turun dan mengurangi pembelian
apabila harganya meningkat. Tapi berapa banyakkah penambahan atau
pengurangan akan barang yang mereka beli? Hal itu bergantung dari variasi barang
satu dibanding barang lain dan rentang harga yang berbeda untuk barang yang
sama.
Apabila telah memahami demand dan elasticity, maka selanjutnya dapat
diketahui tentang kebijakan harga yang dapat ditetapkan oleh pemerintah yang
ditinjau dari perlindungan harga bagi produsen atau konsumen, untuk menjaga
stabilitas ekonomi.
1. Pengaruh Pajak Penghasilan terhadap Konsumsi
a. Kemampuan membeli konsumen dipengaruhi oleh pajak
b. Sistem pajak diterapkan untuk seluruh penghasilan
c. Pekerja tidak pernah mengerti pendapatan bruto, tetapi pendapatan
nettonya
d. Disposible Income adalah angka pendapatan yang paling relevan untuk
diperhitungkan.
2. Milton Fridmen dalam Nicholson
tentang
Pengaruh waktu terhadap
permintaan:
a. Keputusan konsumsi aktual, didasarkan pada daya beli yang didasarkan
daya beli dalam jangka panjang.
b. Permintaan individu terhadap barang-barang didasarkan pada konsep
penghasilan yang permanen dan jangka panjang.
Pengaruh Perubahan Pajak terhadap pembelian:
a. Efek perubahan pajak temporer
Dengan adanya pajak yang temporer atau sewaktu-waktu, maka
perubahan pajak tidak mempengaruhi atau pengaruhnya kecil terhadap
pada permintaan barang konsumsi. Ini berati bahwa pajak
tidak
mempengaruhi pola belanja.
b. Kredibilitas pajak permanen
Isu terhadap kenaikkan Pajak dimungkinkan akan membawa
pengatuh besar terhadap belanja, tetapi
justru membawa dampak
psikologis konsumen untuk tidak menaikkan pembelian, karena konsumen
yakin bahwa pajak benar-benar ada.
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori di atas, maka selanjutnya akan
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan aplikasi Teori Milton Fridmen dalam Nicholson
tentang pengaruh pajak penghasilan terhadap konsumsi dan pengaruh waktu
terhadap gula ?
2. Kebijakan pemerintah yang bagimanakah
seharusnya diterapkan oleh
pemerintah untuk stabilitas harga gula yang tidak merugikan konsumen ?
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan ini bertujuan :
2
Balance Economics, Bussiness, Management and Accounting Journal Th. VII No. 12 Jan 2010
Published by Faculty of Economic Muhammadiyah Surabaya ISSN 1693-9352
1. Menganalisis tentang penerapan aplikasi Teori Milton Fridmen dalam
Nicholson tentang pengaruh pajak penghasilan terhadap konsumsi dan pengaruh
waktu terhadap gula
2. Menganalisis tentang kebijakan pemerintah yang seharusnya diterapkan oleh
pemerintah untuk stabilitas harga gula yang tidak merugikan konsumen ?
Pembahasan
1. Aplikatif Elastisitas Permintaan pada Kasus Kebijakan tentang Harga Gula
a.
Contoh Kasus: Kebijakan Regulasi Harga Gula (Artikel dari Jawa Pos)
Pemerintah propinsi mulai intens terhadap harga gula yang semakin melejit,
yaitu dengan cara menetapan batas atas harga gula tingkat pengecer.
Menurut pendapat Asisten II Ekonomi dan Pembangunan Propinsi Jawa
Timur (Chaerul Djaelani), menyatakan bahwa pemerintah telah memberikan
perhatian kepada petani, namun kurang memperhatikan konsumen. Tim
Pengendalian inflasi Daerah (TPID) di Kantor Bank Indonesia, mengatakan
bahwa : “Jika melihat kondisi saat ini harga gula tidak memberatkan
masyarakat”.
Menurut Chaerul, Harga gula ideal adalah Rp 7.200,00 per kilogram. Namun
Saat kenaikan harga Rp 9.500,00 – Rp 10.000,00. Di sisi lain persediaan gula
tersedia (stock gula aman).
Dalam hal ini pedaganglah yang mempermainkan harga. Penertipan akan
dilakukan oleh tim gabungan yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan
Perdagangan dan Polda.
Kebijakan terhadap stock gula dan beras pada hari libur nasional dan
keagamaan aman justru Surplus. Ketersediaan beras sebesar 3,16 juta ton
dan surplus produksi 2,9 juta ton. Untuk Komoditi gula surplus ketersediaan
828.251 ton dan surplus produksi 296.305 ton.
Surplus ketersediaan adalah ketersediaan komoditas dikurangi kebutuhan
konsumsi masyarakat. Surplus produksi produksi komoditas dikurangi
kebutuhan konsumsi masyarakat.
Ironisnya : barang ada tetapi harga naik, kasusnya berarti dari sisi
mekanisme dan tata niaga yang harus diperhatikan, apakah tata niaga sudah
sesuai apa belum. Menurut Sekertaris TPID Wibisono mengatakan bahwa
solusi penentapan harga batas cukup efektif. Namun solusi harus dibarengi
dengan payung hukum, misalnya peraturan daerah. Aturan legalnya harus
diperhatian supaya semua stakeholder di Industri gula tunduk pada ketentuan
batas atas tersebut.
Data yang digunakan perimbangan adalah Grafik ketersediaan Gula di Jawa
Timur
Balance Economics, Bussiness, Management and Accounting Journal Th. VII No. 12 Jan 2010
Published by Faculty of Economic Muhammadiyah Surabaya ISSN 1693-9352
3
Berdasarkan data di atas, dapat diamati bahwa permintaan gula untuk
kebutuhan mulai bulan Januari sampai bulan Juni 2009 pada jumlah yang konstan.
Fridmen, menjelaskan bahwa kemampuan konsumen membeli dipengaruhi pajak
dari pendapatan seseorang. Pada kasus gula tidak terbukti. Dari sisi konsumen,
pajak tidak mempengaruhi konsumsi gula. Berapapun harga gula, permintaan gula
tetap konstan. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan konsumen, pada gula tidak
hanya dipengaruhi oleh pajak. Konsumen menganggap bahwa kebutuhan gula
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak banyak berubah (In elastis).
Berdasarkan data di atas tingkat elastisitas permintaan gula adalah sebagai
berikut : Harga gula berubah pada bulan agustus dari 45.000 ton menjadi 50.000.
ini menunjukkan bahwa perubahan dalam permintaan kurang lebih 11%. sedangkan
perubahan harga dari Rp 7.200,00 menjadi 9.500,00. Ini menunjukkan bahwa
perubahan harga gula 85%. Elastisitasnya adalah perubahan permintaan
dibandingkan dengan perubahan harga 0,129. Ini menunjukkan bahwa gula
merupakan kebutuhan in elastis. Gula disebut in elastis. Pada Kebutuhan in elastis
pajak tidak mempengaruhi pembelian. Fridmen tidak memberikan penjelasan
bahwa pajak itu dapat mempengaruhi hanya untuk kebutuhan tertentu, misalnya :
untuk barang yang elastis, sedangkan barang yang tidak elastis tidak
mempengaruhi.
Selain itu permintaan gula dianggap konstan karena kebutuhan gula untuk
konsumsi perseorangan sangat terbatas. Sehingga pajak yang termasuk pada
perhitungan harga didalamnya tidak mempengaruhi permintaan gula. Jadi,
Kelemahan teori Friedmen adalah tidak dijelaskan lebih detail tentang jenis barang
apa yang bisa diterapkan jenis kebijakannya. Kebijakan yang dalam hal ini adalah
pajak, yang terbagi menjadi 2 (dua) yaitu : kebijakan temporer dan kebijakan
permanen, mengingat bahwa kebutuhan konsumen berjenjang. Kebutuhan
konsumen terdiri dari kebutuhan primer, skunder dan tertier. Untuk kebutuhan primer
atau termasuk dalam kebutuhan pokok, pada umumnya ini elastis, dan berdasarkan
data gula termasuk kebutuhan in elastis.
Pola belanja gula tidak dipengaruhi oleh kebijakan yang sifatnya temporer.
Belum dilakukan suatu penelitian, apakah kebijakan permanen akan mempengaruhi
pola belanja konsumen terhadap barang yang sifatnya in elastis. Pada saat ada
pajak ataupun tidak ada pajak, tujuan konsumen hanya berorientasi pada
bagaimanakah cara memenuhi kebutuhan tersebut. Adanya kebijakan pajak untuk
jenis barang in elastis kebijakan, baik temporer atau permanen, hanya berdampak
pada surpulus/premi konsumen dan surplus/premi produsen. Pada kasus
konsumen, pada saat ada kebijakan akan mempengaruhi harga menjadi mahal,
yang menyebabkan konsumen harus membayar yang lebih banyak pada jumlah
4
Balance Economics, Bussiness, Management and Accounting Journal Th. VII No. 12 Jan 2010
Published by Faculty of Economic Muhammadiyah Surabaya ISSN 1693-9352
barang yang dibeli. Pembayaran yang lebih banyak menjadikan seolah-olah
pendapatan konsumen terkurangi dan konsumen merasa bahwa pendapatannya
menurun. Sadangkan dari sisi produsen, dengan adanya kebijakan yang menjadikan
harga mahal, maka keuntungan yang diperoleh oleh produsen seolah-olah menurun.
Pada kasus ini akhirnya produsen merespon dengan adanya efesiensi pada faktorfaktor produksi yang digunakan antara lain : tenaga kerja untuk sektor industri
tersebut dikurangi, efisiensi pada bahan baku, atau fesiensi untuk faktr produksi
yang lain.
Tinjauan Kebijakan Pemerintah untuk Gula
Gula termasuk dalam sektor pangan, sejak tahun 2008, pajak telah
ditanggung oleh pemerintah. Harga gula import berdasarkan data dari Adhi S
Lukman, ketua bidang Kerjasama dan Advokasi Gabungan pengusaha makanan
adalah sekitar Rp 4.000,00 – Rp 4.500,00. Sedangkan harga dalam negeri antara
Rp 9.500,00 – Rp 10.000,00. Rentangnya sangat tinggi, yaitu hampir 125%. Ini
menunjukkan bahwa kebijakan pembebasan bea masuk tidak mempengaruhi
terhadap penurunan harga gula, dan dapat dikatakan bahwa kebijakan pembebasan
pajak untuk gula tidak efektif, karena stock berlimpah sedangkan harga justru naik,
oleh sebab itu kebijakan penetapan harga tertinggi (ceilling price) sangat efektif.
Berarti pernyataan Sekertaris TPID Wibisono sudah sesuai dengan kajian teoristis
tentang penentuan harga gula.
Dari kasuistik yang kedua, ini menunjukkan bahwa benar-benar teori
Fridmen tidak terbukti. Kebijakan pajak untuk gula melalui kebijakan temporer tidak
efektif.Dalam kenyataan di atas jelas menunjukkan bahwa pemerintah telah
memberikan perhatian kepada petani, namun kurang memperhatikan konsumen.
Konsumen dirugikan dengan kenaikan harga gula, padahal ironisnya stock gula
berlimpah. Seharusnya pemerintah memberikan kebijakan harga teringgi atau
penetapan harga di bawah harga pasar tertinggi (Ceilling price) untuk melindungi
konsumen. Penentapan harga oleh pemerintah di bawah harga pasar. Karena harga
gula di pasar terlalu tinggi. Kebijakan ini ditujukan untuk melindungi konsumen.
Kebijakan ini berdampak pada terjadinya kelebihan permintaan gula. Selain itu,
kebijakan ini dapat menimbulkan pasar gelap, karena masyarakat membutuhkan
barang (kelebihan permintaan) tetapi barang yang tersedia terbatas. Apabila ada
pihak yang mempunyai barang maka masayarakat akan membeli dengan harga di
atas yang ditetapkan pemerintah. Keuntungan pasar gelap adalah antara harga
yang ditetapkan oleh pemerintah sampai dengan harga di pasar bebas.
Harga
Gambar 1 : Kebijakan harga maksimum
Balance Economics, Bussiness, Management and Accounting Journal Th. VII No. 12 Jan 2010
Published by Faculty of Economic Muhammadiyah Surabaya ISSN 1693-9352
5
Dampak harga maksimum pada gula akan mempengaruhi permintaan gula,
tetapi hal ini tidak akan menimbulkan masalah, mengingat bahwa :
1)
Berdasarkan data di atas gula termasuk kebutuhan yang in elastis, dampak
penurunan harga tidak mempengaruhi jumlah gula yang akan dibeli
2)
Kalaupun ada kenaikan permintaan, maka jumlah gula yang tersedia (stock)
sangat mencukupi.
Jika diserahkan pada mekanisme pasar maka keseimbangan yang terjadi
adalah di titik E yakni pada harga P. Pada kondisi ini hanya orang yang
berpendapatan tinggilah yang dapat membeli, sedangkan orang yang
berpendapatan rendah tidak mampu membeli. Sehingga pemerintah melindungi
konsumen khususnya yang berpendapatan rendah dengan menetapkan harga
sebesar Pc (kebijakan ceiling price). Kebijakan ini menyebabkan exess demand,
yaitu kelebihan permintaan. Untuk mengatasi atau mengerem permintaan yang
berlebihan dan pemerintah dapat menjalankan kebijakan ceiling price nya, maka
pemerintah dapat menerapkan kebijakan: 1) penjatahan dengan sistem kupon dan
2) pengeluaran stok tahun lalu. Kebijakan ini akan efektif mengingat bahwa stock
gula tersedia sangat cukup memenuhi kebutuhan.
Bila ditinjau dari hukum permintaan dan penawaran, kenaikkan harga
tampaknya tidak wajar, mengingat bahwa harga itu terjadi karena stock terkurangi,
tetapi kasus yang terjadi kenaikkan harga bukan karena jumlah gula terbatas. Ini
berarti bahwa permasalahannya bukan karena mekanisme harga, tetapi berasal dari
faktor yang lain, antara lain kepentingan individual. Ketersediaan gula (stock)
seharusnya justru menurunkan harga gula.
Hal ini tampak bahwa perdagangan gula berlaku bukan berdasarkan pasar
bebas yang mengikuti hukum permintaan dan penawaran, sebenarnya berkaitan
dengan kenaikkan harga gula bersumber dari mekanisme distribusi merupakan
kesimpulan yang benar. Kebijakan penetapan harga maksimal yang melindungi
konsumen sudah benar. Meskipun kemampuan daya beli masyarakat tidak masalah
namun perlu diperhatikan dari sisi keadilan yang mendekati mekanisme harga.
Dengan penurunan harga diharapkan jumlah gula yang akan dibeli dapat
meningkat. Secara umum penurunan harga juga dapat meningkatkan produktivitas
pada industri-industri lain yang terkait dengan produk gula, misalnya : industri
makanan dan minuman. Jika harga gula turun maka biaya produksipun akan turun,
sehingga harga makanan dan mimunanpun juga turun, daya beli masyarakat
terhadap makanan dan minumanpun juga akan turun. Semakin sejahteralah
masyarakat.
Apabila kebijakan penurunan harga tidak dilakukan maka akan
menguntungkan sebagian kelompok masyarakat saja yang masuk pada jaringan
distribusi gula, dan tentunya keuntungan lain pihak pasti merugikan pihak yang lain
yang dalam hal ini adalah konsumen.
Simpulan
1.
6
Pada Kebutuhan in elastis pajak tidak mempengaruhi pembelian. Fridmen tidak
memberikan penjelasan bahwa pajak itu dapat mempengaruhi hanya untuk
kebutuhan tertentu, misalnya : untuk barang yang elastis, penentuan pajak
untuk barang tidak/sedikit mempengaruhi permintaan gula.
Balance Economics, Bussiness, Management and Accounting Journal Th. VII No. 12 Jan 2010
Published by Faculty of Economic Muhammadiyah Surabaya ISSN 1693-9352
2.
Teori Fridmen tidak terbukti. Kebijakan pajak untuk gula melalui kebijakan
temporer tidak efektif. Selain itu, bila ditinjau dari hukum permintaan dan
penawaran, kenaikkan harga tampaknya tidak wajar, mengingat bahwa harga
itu terjadi karena stock terkurangi, tetapi kasus yang terjadi kenaikkan harga
bukan karena jumlah gula terbatas. Ini berarti bahwa permasalahannya bukan
karena mekanisme harga, tetapi berasal dari faktor yang lain, antara lain
kepentingan individual. Ketersediaan gula (stock) seharusnya justru
menurunkan harga gula.
Saran
1. Sesuai dengan Teori Fridmen, sebaiknya dilakukan klarifikasi, tentang
pengenaan kebijakan temporer dan permanen, sesuai dengan jenis barang
dan kedudukan barang. Sehingga kebijakan yang diterapkan dapat
diprediksi efektivitasnya dari sisi konsumen dan produsen. Selain itu, perlu
dipertimbangkan dampak penerapan kebijakan itu pada jangka pendek dan
jangka panjang, yang bisa mempengaruhi secara mikro (perilaku konsumen
dan produsen) dan makro (inflasi dan pengangguran)
2. Pemerintah selama ini tidak adil, karena karena masih menguntungkan
kelompok tertentu, yaitu hanya untuk produsen dan distributor gula,
sedangkan kebijakan untuk melindungi konsumen gula belum berjalan
sepenuhnya. Sehingga konsumen gula masih pada kelompok yang
dirugikan. Oleh karena itu kebijakan penentuan harga tertinggi (Ceilling
Price) untuk gula sangat tepat.
Referensi
Ari Sudarman I dan II 1996. Teori ekonomi mikro, Jilid I, Yogyakarta: BPFE.
Campbell R. Mc.Cornell, Stanley L. Brue. 2005. Economics. Principles, Problems,
and Policies. New York : McGraw-Hill Irwin
Keputusan Direktur Jendral Pajak No. .KEP-21/PJ/2003
Lipsey.1997. Pengantar Ekonomikro. Jakarta : Erlangga
N. Georgory Mankiw. 2003. Pengantar Ekonomi. Edisi II. Jilid 1 Jakarta. Erlangga
Pajak Online.com
Sadono Sukirno. 2005. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Jakarta : PT Raja
Grafindo
Sudiyono. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. Yogyakarta : BPFE
Suherman Rosyidi. 2005. Pengantar Teori Ekonomi. Pendekatan Kepada Teori
Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Samuelson Paul. William D. Nordhaus. Microeconomics. New York : Irwin
McGrow-Hill.
http://www.bisnisjakarta.com/artikel.html
Balance Economics, Bussiness, Management and Accounting Journal Th. VII No. 12 Jan 2010
Published by Faculty of Economic Muhammadiyah Surabaya ISSN 1693-9352
7
Download