ii. tinjauan pustaka

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Organisasi
Menurut Umam (2010), organisasi merupakan tempat atau wadah orang-
orang yang berkumpul bekerja sama secara rasional dan sistematis, terencana,
terorganisasi, terpimpin, dan terkendali dalam memanfaatkan sumberdaya
organisasi secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Kerjasama ini adalah kerjasama yang terarah pada pencapaian
tujuan, yaitu mengikuti pola interaksi antar individu dan kelompok. Pola
interaksi tersebut diselaraskan dengan berbagai aturan, norma, keyakinan,
nilai-nilai
tertentu
sebagaimana
ditetapkan
oleh
pendiri
organisasi.
Keseluruhan pola interaksi tersebut dalam waktu yang lama membentuk
budaya organisasi.
2.2
Budaya
Budaya menurut Hofstade (dalam Sobirin, 2008), mengartikan budaya
sebagai nilai-nilai (values) dan kepercayaan (beliefs) yang memberikan orangorang suatu cara pandang terprogram (programmed way of seeing). Dengan
demikian, budaya merupakan suatu cara pandang yang sama bagi sebagian
besar orang. Phesey (dalam Sobirin, 2008), mengartikan nilai-nilai sebagai
segala sesuatu yang dimuliakan (esteemed), dijunjung (prized), atau dihargai
(appreciated) dalam budaya tersebut. Adapun kepercayaan diartikan sebagai,
apa yang dianggap benar (true). Dengan demikian, bentuk atau wujud dari
pengertian budaya dapat dilihat dalam tiga hal, yaitu: Pertama, budaya itu
abstrak (ideal), budaya itu merupakan kepercayaan, asumsi dasar, gagasan, ide,
moral, norma, adat istiadat, hukum dan peraturan. Kedua, Budaya itu berupa
sikap yang merupakan pola perilaku atau kebiasaan dari kegiatan manusia
dalam lingkungan komunitas masyarakat, yang menggambarkan kemampuan
beradaptasi, baik secara internal maupun eksternal. Ketiga, budaya itu tampak
secara fisik yang merupakan bentuk fisik dari hasil karya manusia.
8
2.3
Budaya Organisasi
Menurut Umam (2010), budaya organisasi mempunyai pengertian
sebagai
aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi
pegangan bagi sumber daya manusia (SDM)-nya dalam menjalankan
kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku di dalam organisasi tersebut.
Dapat juga dikatakan, budaya perusahaan adalah pola terpadu perilaku manusia
di dalam organisasi/perusahaan termasuk pemikiran, tindakan, pembicaraan
yang dipelajari dan diajarkan pada generasi berikutnya. Sedangkan menurut
Schein (dalam Umam, 2010), budaya organisasi merupakan pola asumsi dasar
yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang selagi mereka
belajar untuk menyelesaikan problem-problem, menyesuaikan diri dengan
lingkungan eksternal dan berintegrasi dengan lingkungan internal.
Budaya organisasi
menurut Robbins (2008) adalah sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi
tersebut dengan organisasi lain. Robbins juga menjabarkan bahwa terdapat
tujuh karakteristik utama budaya organisasi, yaitu:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana para karyawan didorong
untuk inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian ke rincian. Sejauh mana karyawan diharapkan memperlihatkan
kecermatan, analisis dan perhatian pada rincian.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil
ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen mempertimbangkan
efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim
ketimbang pada individu-individu.
6. Keagresifan. Sejauh mana oorang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang
santai.
7. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya
status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
9
2.4
Peran Budaya Organisasi
Menurut Wirawan (2008), dikemukakan peran budaya organisasi
terhadap organisasi, anggota organisasi, dan mereka yang berhubungan dengan
organisasi diantaranya adalah:
1. Identitas organisasi. Budaya organisasi berisi satu set karakteristik yang
melukiskan organisasi dan membedakannya dengan organisasi lain.
2. Menyatukan organisasi. Budaya organisasi merupakan lem normatif yang
merekatkan unsur-unsur organisasi menjadi satu.
3. Komitmen kepada organisasi kelompok. Budaya organisasi bukan hanya
menyatukan, tetapi juga memfasilitasi komitmen anggota organisasi kepada
organisasi dan kelompok kerjanya.
4. Menciptakan konsistensi. Budaya organisasi menciptakan konsistensi
berfikir, berperilaku dan merespon lingkungan organisasi.
5. Kinerja organisasi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan,
meningkatkan, dan mempertahankan kinerja tinggi.
6. Sumber keunggulan kompetitif. Budaya organisasi merupakan salah satu
sumber keunggulan kompetitif.
2.5
Tipologi Budaya Organisasi
Menurut Quainn dan McGrath (dalam Wirawan 2008), mengemukakan
empat dimensi budaya perusahaan yang mengacu pada aktivitas manajemen
yang mencerminkan nilai-nilai karyawan yaitu:
1. Budaya Organisasi Pasar. Merupakan budaya rasional yang dirancang untuk
mencapai objektif, memakai produktivitas dan efisiensi sebagai faktor
utama kinerja. Atasan memegang peranan dalam budaya ini dan kompetensi
merupakan dasar otoritasnya. Gaya kepemimpinan adalah berdasarkan
perintah dan berorientasi pada tujuan. Pengambilan keputusan tegas dan
dijamin dengan perjanjian kontrak. Individu dinilai berdasarkan output yang
terlihat dan didorong agar berorientasi pada prestasi. Karakteristik dari
budaya ini adalah nilai keagresifan, kerajinan, dan inisiatif.
2. Budaya Organisasi Adokrasi. Merupakan budaya idiologikal yang dapat
mendukung tujuan luas seperti yang diidentifikasikan oleh kriteria kinerja.
10
Dalam budaya ini keeputusan sering diambil sebagai hasil intuisi, para
pemimpin cenderung inventif dan berorientasi pada resiko. Ketaatan
karyawan diukur dari komitmen mereka terhadap nilai-nilai organisasi.
Secara umum, karakteristik budaya ini adalah adaptabilitas, otonomi, dan
kreatifitas.
3. Budaya Organisasi Klan. Merupakan budaya konsensus dengan tujuan
pemeliharaan kelompok dan mengukur kinerja dalam pengertian apakah
memfasilitasi kesatuan dan moril. Otoritas diberikan kepada anggota
organisasi secara umum dan dasar penggunakan kekuasaan berdasarkan
status informal. Pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif dan
konsensus, dan gaya kepemimpinan dominan. Nilai karakteristik dari
organisasi adalah kesopanan, keadilan, integritas moral dan ekualitas sosial.
4. Budaya
Organisasi
Hierarki.
Merupakan
budaya
hirarkis
untuk
melaksanakan peraturan yang stabil dan terkontrol. Keputusan dibuat dan
dilaksanakan berdasarkan analisis faktual dan para pemimpin cenderung
konservatif dan hati-hati. Kepatuhan karyawan dipantau berdasarkan
pengawasan dan pengontrolan. Mereka dinilai berdasarkan kriteria formal
yang disepakati dan diharapkan menghargai nilai sekuriti. Nilai-nilai budaya
ini adalah formalitas, logika, kepatuhan dan keteraturan.
2.6
Model Budaya Organisasi
Fons Tropenaars (dalam Wirawan 2008), mengemukakan model budaya
organisasi dalam 3 lapisan berikut:
Artefak dan
Produk
Norma dan Nilai
Asumsi Dasar
Imsplisit
Gambar 3.Model Lapisan Budaya Menurut Tropenaars (1995) dalam
Wirawan (2008).
11
1. Lapisan paling luar merupakan produk-produk eksplisit atau budaya
eksplisit. Budaya adalah realitas yang dapat diobservasi terdiri dari artefakartefak dan produk-produk. Isi lapisan budaya organisasi adalah bahasa,
bagunan, pakaian, teknologi dan perilaku organisasi.
2. Lapisan tengah merupakan norma dan nilai-nilai. Budaya eksplisit
merefleksikan norma dan nilai-nilai. Norma merupakan rasa bersama yang
dimiliki kelompok mengenai apa yang benar dan apa yang salah. Nilai-nilai
menentukan definisi apakah sesuatu itu baik atau buruk dan karenanya
berhubungan dengan ide-ide yang dianut bersama kelompok.
3. Inti. Merupakan asumsi mengenai eksistensi manusia. Untuk menjawab
pertanyaan nilai-nilai antara budaya-budaya. Inti dari eksistensi manusia
merupakan acuan dasar. Nilai-nilai dasar manusia adalah melangkah untuk
bertahan hidup atau tetap hidup menghadapi tantangan lingkungannya.
Anggota sistem sosial mengorganisasikan dirinya dan mengembangkan cara
yang
paling
efektif
untuk
menghadapi
tantangan
lingkungannya
menggunakan sumber-sumber yang ada dan berhasil. Dari sini mereka
menciptakan asumsi dasar mengenai eksistensi manusia. Asumsi dasar ini
dipergunakan sebagai pola berperilaku dan bertindak dalam menghadapi
tantangan.
2.7
Good Corporate Governance
Good Corporate Governance merupakan suatu prinsip dasar pengelolaan
perusahaan secara transparan akuntabel dan adil sesuai dengan aturan dan etika
yang berlaku umum. Terdapat beberapa pengertian dari pakar mengenai
definisi GCG ini yang tertuang dalam Tunggal (2010), diantaranya:
1. Good
Corporate
Governance
adalah
upaya
mengarahkan
dan
mengendalikan perusahaan agar terjadi keseimbangan kekuatan kewenangan
diantara para pengelola perusahaan (Cadbury dalam Tunggal 2010)
2. Good Corporate Governance adalah suatu sistem pengaturan hak (rights),
termasuk kendali di dalam maupun di luar manajemen secara keseluruhan
yang dimaksud dengan rights itu sendiri adalah hak yang dimiliki oleh para
stakeholders (CEPS dalam Tunggal 2010).
12
3. Good Corporate Governance kerap diartikan sebagai checks and balance
antara kewenangan para pengambil keputusan di dalam perusahaan, antara
manajemen, direktur, stakeholders, karyawan dan stakeholder yang lain
(OECD dalam Tunggal 2010).
GCG merupakan struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organorgan perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan
secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan norma, etika, budaya dan
aturan yang berlaku.
GCG sebagai struktur, mengatur pola hubungan harmonis tentang peran
Dewan Komisaris, Direksi, Pemegang saham Stakeholder lainnya. GCG
sebagai sistem, berfungsi sebagai pengawasan dan penimbagan kewenangan
atas pengendalian perusahaan yang dapat mencegah munculnya pengelolaan
yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan. GCG sebagai proses
terwujudnya transparansi atas penentuan tujuan perusahaan dan pencapaian
tujuannya (CPGI dalam Tunggal 2010).
Landasan penerapan GCG pada perusahaan secara umum dikeluarkan
oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) tahun 2001
sedangkan
landasan
hukum
bagi
perusahaan
perasuransian
adalah
dikeluarkannya pedoman umum GCG yang disempurnakan oleh Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada akhir 2006. Disamping itu,
pada tahun 2007 dikeluarkan UU.No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas dan
PP No. 39/2008 tentang perubahan kedua atas PP No. 73/1992 tentang
penyelenggaraan usaha perasuransian sehingga kedua perundang-undangan
tersebut digunakan menjadi acuan dalam pedoman penerapan GCG perusahaan
perasuransiaan Indonesia.
2.8
Tujuan dan manfaat Good Corporate Governance
Good Corporate Governance mempunyai lima tujuan utama (Sutojo,
2008). Kelima tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
13
1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
2. Melindungi hak dan kepentingan para angggota stakeholders non pemegang
saham.
3. Meningkatkan efisiensi dan waktu efektivitas kerja Dewan pengurus dan
manajemen perusahaan.
4. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
5. Meningkatkan mutu hubungan Dewan Pengurus dengan manajemen senior
perusahaan.
Adapun keuntungan yang diperoleh dari penerapan Good Corporate
Governance (http://www.usu.ac.id/idfiles/,(2010)), yaitu:
1. Dengan good corporate governance proses pengambilan keputusan akan
berlangsung secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan yang
optimal, dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang
lebih sehat. Ketiga hal ini jelas akan sangat berpengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan,
sehingga kinerja perusahaan
akan
mengalami
peningkatan.
2. Good Corporate Governance akan memungkinkan dihindarinya atau
sekurang-kurangnya dapat diminimalkannya tindakan penyalahgunaan
wewenang oleh pihak direksi dalam pengelolaan perusahaan. Hal ini tentu
akan menekan kemungkinan kerugian bagi perusahaan maupun pihak
berkepentingan lainnya sebagai akibat tindakan tersebut.
3. Nilai perusahaan dimata investor akan meningkat sebagai akibat dari
meningkatnya kepercayaan mereka kepada pengelolaan perusahaan tempat
mereka berinvestasi. Peningkatan kepercayaan investor kepada perusahaan
akan dapat
memudahkan perusahaan mengaksestambahan dana yang
diperlukan untuk berbagai keperluan perusahaan terutama untuk tujuan
ekspansi.
4. Dalam praktik GCG karyawan ditempatkan sebagai salah satu stakeholders
yang seharusnya dikelola dengan baik oleh perusahaan, maka motivasi dan
kepuasan kerja karyawan juga diperkirakan akan meningkat. Peningkatan
ini dalam tahap selanjutnya tentu akan dapat pula meningkatkan rasa
memiliki (sense of belonging) terhadap perusahaan.
14
5. Dengan baiknya pelaksanaan corporate governance, maka tingkat
kepercayaan stakeholders kepada perusahaan akan meningkat.
6. Penerapan corporate governance yang konsisten juga akan meningkatkan
kualitas laporan keuangan perusahaan. Manajemen akan cenderung untuk
tidak melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan, karena adanya
kewajiban untuk mematuhi berbagai aturan dan prinsip akuntansi yang
berlaku dan penyajian informasi secara transparan.
2.9
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Komite nasional Kebijakan Governance (KNKG) merupakan komite
yang menciptakan prinsip-prinsip bagi dunia usaha dalam menerapkan GCG.
Prinsip-prinsip GCG ini harus diterapkan pada setiap aspek bisnis dan semua
jajaran perusahaan.KNKG menyebut prinsip Corporate Governance sebagai
asas Corporate Governance. Berikut ini lima prinsip yang tercantum di
Pedoman Umum GCG (KNKG, dalam Sutojo 2008):
1. Transparansi
Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkap tidak hanya masalah yang
diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan
pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan
kepentingan
pemegang
saham
dan
pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas
Perusahaan harus mematuhi perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat
15
terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen.
4. Independensi
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Fairness (Kewajaran dan kesetaraan)
Dalam
melaksanakan
kegiatannya,
perusahaan
harus
senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
2.10 Permasalahan
Governance.
dan
Tantangan
Implementasi
Good
Corporate
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh perusahaan dalam
pengimplementasian GCG adalah (Setiawan, 2007):
1. Kesadaran akan manfaat GCG belum menyatu dalam diri individu yang ada
dalam organ perusahaan (Dewan Komisaris, Direksi,dan Pemegang Saham).
2. Belum lengkapnya infra structure dan soft structure sebagai tools dalam
penerapannya GCG sehingga membutuhkan biaya besar (mahal).
3. Masih ada praktik pengelolaan perusahaan oleh pemegang saham mayoritas
atau pengendali sehingga memungkinkan terjadinya benturan kepentingan
dalam pengambilan keputusan dan keterbukaan informasi.
4. Budaya
perusahaan,
karena
masih
banyak
menghadapi
berbagai
ketidakpastian dalam iklim usaha, maka para pengusaha lebih bertumpu
pada short term strategy dibandingkan tujuan mencapai long term strategy
sehingga GCG adalah “barang mahal”.
2. 11
Hubungan Budaya Korporat dengan Good Corporate Governance
Menurut Moeljono (2006), budaya perusahaan merupakan sisi dalam atau
sisi nilai dari pengelolaan korporasi, atau menjadi bagian hulu dari GCG
dengan muatannya yang fokus pada basic value dari pengelolaan korporasi
yang kemudian ditentukan melalui sistem.
Corporate Governance memberikan perhatian pada bentuk fisik dan
perilaku dari suatu perusahaan. Bentuk itu dapat dikembangkan melalui
16
peningkatan
kemampuan
atau
(skill)
dan
peningkatan
pengetahuan
(knowledge). Sementara itu, budaya perusahaan memberikan konsenterasi pada
bentuk sikap. Bentuk sikap merupakan kepribadian antar individu dalam
perusahaan sehingga kumpulan sikap interaksi kepribadian antar individu
dalam perusahaan akan memunculkan karakter perusahaan dalam dirinya.
Tanpa itu, perusahaan ibarat sebuah wadah tanpa nyawa. Perusahaan yang
besar, kuat, dan hidup beratus tahun sambil tetap menjadi idola dan pujaan
adalah perusahaan yang kompeten yang menggerakan seluruh bagian tubuhnya
atas perintah dari dalam tubuhnya. Penggerak itu adalah budaya perusahaan
sehingga dapat dikatakan bahwa budaya perusahaan merupakan inti dari GCG.
2. 12
Penelitian Terdahulu
Nawawi (2010), melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Budaya
Perusahaan Terhadap Penerapan Good Corporate Governance Pada PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode survei, teknik korelasional antara budaya perusahaan (X) dengan Good
Corporate Governance (Y) dengan cara menyebarkan yang berisi pertanyaan
dan pertanyaan yang berhubungan dengan aktivitas harian dengan tugas.
Responden dalam penelitian ini adalah karyawan tetap PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk, Kantor Daerah Telekomunikasi Bogor (KANDATEL) Bogor
yang berjumlah 200 orang dan dipilih 67 orang dipilih dengan teknik
probability sampling pada simple random sampling.
Analisis data menggunakan regresi linear berganda dan teknik
korelasional sederhana. Hasil penelitian menunjukan terdapat korelasi yang
kuat antara budaya perusahaan dengan good corporate governance, yang
menunjukan semakin kuat penerapan budaya perusahaan maka semakin tinggi
penerapan GCG.
Download