industri kecap ikan

advertisement
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK)
INDUSTRI KECAP IKAN
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
INDUSTRI KECAP IKAN
KATA PENGANTAR
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional
memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki
kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan
usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami
kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis,
misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis,
misalnya keterbatasan akses informasi ke perbankan. Dari sisi pengembangan
usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan informasi mengenai pola
pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, ternyata perbankan juga
membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi
perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan
informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan
usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan
untuk komoditi potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas
(Lending Model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah menghasilkan 112 judul
buku pola pembiayaan komoditi pertanian, industri dan perdagangan dengan
sistem pembiayaan konvensional dan 30 judul dengan sistem syariah. Dalam
upaya menyebarluaskan lending model tersebut kepada masyarakat maka buku
pola pembiayaan ini telah dimasukkan dalam website Sistem Informasi Terpadu
Pengembangan UKM (SI-PUK) yang terintegrasi dalam Data dan Informasi Bisnis
Indonesia (DIBI) dan dapat diakses melalui internet di alamat www.bi.go.id.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah bersedia membantu dan bekerjasama serta memberikan masukan selama
penyusunan buku lending model. Bagi pembaca yang ingin memberikan kritik,
saran dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan
terkait dengan buku ini dapat menghubungi:
i
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Biro Pengembangan BPR dan UMKM
Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM
Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat
Telp. (021) 381.8922 atau 381.7794
Fax. (021) 351.8951
Besar Harapan kami bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang
pola pembiayaan komoditi potensial bagi perbankan dan sekaligus memperluas
replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut.
ii
Jakarta,
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
November 2010
RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
INDUSTRI KECAP IKAN
No
UNSUR PEMBINAAN
URAIAN
1
Jenis usaha
Industri Kecap Ikan
2
Lokasi usaha
Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara
3
Dana yang digunakan
Investasi Modal Kerja
Total 4
Sumber dana
a. Kredit (40%)
b. Modal Sendiri (60%)
5
Periode pembayaran kredit
6
Kelayakan usaha
A Periode proyek
B Produk utama
C Skala proyek
D Teknologi
E Pemasaran produk
7
Kriteria kelayakan usaha
NPV
IRR
Net B/C Ratio
Pay Back Period
BEP rata-rata
Penilaian
= Rp. 119.270.000
= Rp. 50.087.734
= Rp. 169.357.734
Rp. 67.743.094
Rp. 101.614.640
Suku Bunga per tahun
Jangka Waktu Kredit :
- Investasi
- Modal Kerja
= 14%
= 3 tahun
= 1 tahun
Pengusaha melakukan angsuran pokok dan
angsuran bunga setiap bulan selama jangka
waktu kredit
3 tahun
Kecap Ikan
Pendapatan per tahun : Rp. 423.360.000
Perebusan ikan sampai hancur dan penambahan
gula aren
Masyarakat secara umum
Rp. 75.478.206
45,34%
1,63
1,87 tahun
Rupiah
= Rp. 172.894.701
Persentase
= 40,8%
Layak dilaksanakan
iii
No
8
UNSUR PEMBINAAN
URAIAN
Analisis sensitivitas
(1)Kenaikan Biaya variabel 12%
Analisis Profitabilitas :
NPV
Rp. 4.289.612
IRR
15,85%
Net B/C Ratio
1,04
Pay Back Period
2,91 tahun
Penilaian
Layak
(2)Kenaikan Biaya variabel 13%
Analisis Profitabilitas :
NPV
(-) Rp. 1.642.771
IRR
13,29%
Net B/C Ratio
0,99
Pay Back Period
>3 tahun
Penilaian
Tidak Layak
(3)Penurunan Pendapatan 7%
Analisis Profitabilitas :
iv
NPV
Rp. 6.676.177
IRR
16,88%
Net B/C Ratio
1,06
Pay Back Period
2,86 tahun
Penilaian
Layak
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
No
UNSUR PEMBINAAN
URAIAN
(4)Penurunan Pendapatan 8%
Analisis Profitabilitas :
NPV
(-) Rp. 3.152.685
IRR
12,63%
Net B/C Ratio
0,97
Pay Back Period
>3 tahun
Penilaian
Tidak Layak
(5)Sensitivitas Kombinasi :
Biaya Variabel Naik 5% dan Pendapatan Turun 5%
Analisis Profitabilitas :
NPV
Rp. 3.122.553
IRR
15,33%
Net B/C Ratio
1,03
Pay Back Period
2,93 tahun
Penilaian
Layak
(6)Sensitivitas Kombinasi :
Biaya Variabel Naik 3% dan Pendapatan Turun 4%
Analisis Profitabilitas :
NPV
(-) Rp. 12.638.691
IRR
8,56%
Net B/C Ratio
0,89
Pay Back Period
>3 tahun
Penilaian
Tidak Layak
v
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... RINGKASAN .............................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR FOTO .......................................................................................... DAFTAR TABEL . ........................................................................................ BAB I
Hal
i
iii
vii
ix
ix
x
PENDAHULUAN .......................................................................... 1
BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
2.1 Profil Usaha ......................................................................... 2.2 Pola Pembiayaan ................................................................. 3
5
BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
3.1 Aspek Pasar ......................................................................... 3.1.1 Permintaan ................................................................. 3.1.2 Penawaran ................................................................. 3.1.3 Analisis Persaingan dan Peluang Pasar ........................ 3.2 Aspek Pemasaran ................................................................ 3.2.1 Harga ......................................................................... 3.2.2 Jalur Pemasaran . ........................................................ 3.2.3 Kendala Pemasaran .................................................... 7
7
9
10
13
13
13
14
BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI
4.1 Lokasi Usaha ....................................................................... 4.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan . .......................................... 4.3 Bahan Baku ......................................................................... 15
15
16
vii
Tenaga Kerja ....................................................................... Teknologi ............................................................................ Proses Produksi . .................................................................. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi ......................................... Produksi Optimum . ............................................................. Kendala Produksi ................................................................. 17
17
19
27
28
28
BAB V ASPEK KEUANGAN
5.1 Pemilihan Pola Usaha . ......................................................... 5.2 Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan................... 5.3 Komponen dan Struktur Biaya ............................................. 5.3.1 Biaya Investasi ............................................................ 5.3.2 Biaya Operasional ....................................................... 5.4 Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja ......................... 5.5 Produksi dan Pendapatan .................................................... 5.6 Proyeksi Laba Rugi Usaha dan Break Even Point ................... 5.7 Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Usaha . ............................. 5.8 Analisis Sensitivitas .............................................................. 31
32
33
34
36
36
37
38
39
40
BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial .................................................. 6.2 Aspek Dampak Lingkungan ................................................. 45
45
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ......................................................................... 7.2 Saran . ................................................................................. 47
49
DAFTAR LAMPIRAN . ................................................................................ 53
viii
4.4
4.5.
4.6
4.7
4.8
4.9
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Hal
3.1 Skema Jalur Pemasaran Kecap Ikan UP2KS Sari Laha ..................... 13
4.1 Diagram Proses Pembuatan Kecap Ikan Secara Fermentasi ............ 21
4.2 Diagram Proses Pembuatan Kecap Ikan Secara Enzimatis .............. 22
DAFTAR FOTO
Foto
Hal
4.1 Persiapan Bumbu-Bumbu . ............................................................ 24
4.2 Persiapan Bumbu yang Sudah Dipotong dan Ikan ......................... 24
4.3 Penyaringan Bumbu yang Sudah Dihancurkan .............................. 24
4.4 Persiapan Gula Aren ..................................................................... 24
4.5 Pemasakan Ikan dan Bumbu ........................................................ 25
4.6 Pemasakan Ikan dan Bumbu Serta Pemasakan Gula Aren . ............ 25
4.7 Pemerasan dan Penyaringan Cairan Hancuran Daging Ikan
dan Bumbu . ................................................................................. 25
4.8 Pemasukan Kaldu Ikan/Bumbu Ke Dalam Larutan Gula Aren ......... 25
4.9 Persiapan Pemasakan Campuran Kaldu Ikan/
Bumbu Dalam Larutan Gula Aren . ................................................ 26
4.10 Pembotolan Kecap . ...................................................................... 26
4.11 Penutupan Botol ........................................................................... 26
4.12 Pelabelan ...................................................................................... 26
4.13 Penempelan “seal” ....................................................................... 27
4.14 Produk Kecap Ikan Siap Dipasarkan . ............................................. 27
ix
DAFTAR TABEL
Tabel
Hal
3.1 Nama Kecap ikan di Beberapa Negara . ............................................ 7
3.2 Perkembangan Kapasitas, Tingkat Produksi dan
Utilisasi Industri Kecap dan Saus Lainnya .......................................... 9
5.1 Asumsi untuk Analisis Keuangan . .................................................... 32
5.2 Komposisi Biaya Investasi ................................................................. 35
5.3 Komposisi Biaya Operasional . .......................................................... 36
5.4 Komponen dan Struktur Kebutuhan Biaya Proyek ............................ 37
5.5 Proyeksi Produksi dan Pendapatan ................................................... 38
5.6 Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha . ..................................... 38
5.7 Kelayakan Usaha Pengolahan Kecap Ikan . ....................................... 39
5.8 Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha :
Skenario Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 12% ............................... 40
5.9 Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha :
Skenario Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 13% ............................... 41
5.10 Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha :
Skenario Penurunan Pendapatan Sebesar 7% .................................. 41
5.11 Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha :
Skenario Penurunan Pendapatan Sebesar 8% .................................. 42
5.12 Analisis Sensitivitas Kombinasi . ........................................................ 43
x
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki potensi
perikanan yang sangat besar, dengan beragam hasil laut yang dihasilkan. Pada
tahun 2010, target produksi atau hasil tangkapan khusus untuk ikan mencapai
352 ribu ton. Dari beragam jenis hasil tangkapan ikan, ada yang bernilai ekonomi
tinggi dan ada yang tidak bernilai ekonomi tinggi. Ikan yang bernilai ekonomi
tinggi merupakan komoditi ekspor, baik dalam bentuk segar, beku maupun sudah
diproses antara lain dalam bentuk fillet, seperti ikan cakalang, dan ikan kakap.
Oleh karena berbagai faktor seperti faktor fluktuasi musim yang mempengaruhi
volume hasil tangkapan dan jenis ikan hasil tangkapan, maka tidak semua hasil
tangkapan ikan segar terserap oleh pasar.
Sebagai salah satu komoditi pangan, ikan termasuk bahan pangan yang
mudah rusak dan menjadi busuk karena kadar airnya yang tinggi dan kandungan
gizinya yang baik untuk pertumbuhan jasad renik pembusuk. Upaya untuk
mengatasi sifat mudah busuk tersebut, antara lain dengan cara pengawetan
yaitu dengan cara dibekukan, dikeringkan, dan diasinkan. Selain melalui proses
pengawetan, komoditi ikan hasil tangkapan berpotensi untuk ditingkatkan nilai
tambahnya melalui proses pengolahan. Proses pengolahan juga dimaksudkan
untuk memanfaatkan kelebihan pasokan (volume hasil tangkapan) yang tidak
terserap oleh pasar baik untuk konsumsi ikan segar, industri pengolahan ikan, dan
ekspor.
Secara tradisional pengolahan ikan yang dilakukan nelayan antara lain adalah
pengasapan, pemindangan dan fermentasi. Salah satu bentuk upaya pengolahan
ikan secara fermentasi adalah diolah menjadi kecap ikan.
Meskipun pada dasarnya kecap ikan dapat berperan sebagai sumber
protein, akan tetapi kecap ikan sangat jarang atau bahkan tidak dikonsumsi secara
langsung tetapi umumnya dijadikan bahan penyerta atau pemberi cita rasa pada
1
PENDAHULUAN
masakan tertentu. Kecap ikan, seperti halnya kecap dengan bahan baku kedele
lebih berfungsi sebagai penyedap masakan.
Secara terminologi teknologi, kecap ikan merupakan hasil penguraian secara
biologis melalui proses fermentasi terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama
protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), kecap ikan didefinisikan sebagai
produk cair yang diperoleh dengan hidrolisis ikan dengan atau tanpa penambahan
bahan makan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Proses hidrolisis
dapat dilakukan melalui proses fermentasi atau proses kimia. Sebagai produk
pangan, kecap termasuk bumbu makanan berbentuk cair, berwarna coklat
kehitaman, serta memiliki rasa dan aroma ikan yang khas.
Pada buku pola pembiayaan ini, yang dijadikan kajian adalah kecap ikan
yang diolah bukan melalui proses hidrolisis protein ikan, akan tetapi suatu produk
cair yang kental yang diperoleh dengan cara perebusan ikan dengan bumbu
tertentu, yang setelah disaring kemudian dimasak dalam larutan gula aren. Pada
wilayah studi, kecap yang diproduksi adalah kecap manis dengan rasa/aroma ikan.
Produk ini merupakan inovasi pemanfaatan ikan segar oleh pengrajin di Kota
Ternate untuk meningkatkan nilai tambah hasil tangkapan yang dilakukan dengan
menggunakan teknologi yang sederhana yang diusahakan dalam skala industri
rumah tangga.
2
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
BAB II
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
2.1. Profil Usaha
Penyusunan pola pembiayaan usaha pengolahan kecap ikan didasarkan
pada informasi yang didapatkan dari hasil survey lapangan terhadap pengusaha
pengolahan kecap di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari lapangan, jumlah usaha
pengolahan kecap ikan di Kota Ternate tercatat sebanyak 3 pengusaha, 2 usaha
merupakan usaha pribadi dan 1 usaha merupakan usaha kelompok. Pada saat
penelitian ini dilakukan, hanya usaha kelompok yang masih berproduksi melalui
Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UP2KS) “Sari Laha”.
Ketua kelompok UP2KS Sari Laha, yaitu Ibu Habiba Samiun, mulai merintis
usaha pengolahan kecap dengan merk ‘Kecap Manis Spesial’ sejak tahun 1988,
kemudian usaha ini berkembang menjadi UP2KS Sari Laha pada tahun 2000.
Sebagai ketua kelompok UP2KS, Ibu Habiba telah mengikuti berbagai kegiatan
pelatihan, yang diselenggarakan oleh Disperindagkop, Balai POM dan Pemerintah
Daerah. Pelatihan yang diikuti antara lain mengenai manajemen usaha, pelatihan
Good Manufacturing Practices (GMP), keamanan pangan, dan gugus kendali
mutu.
Skala produksi kecap pada awal memulai usaha hanya sebanyak 36 botol
dengan ukuran 650 ml per bulan. Seiring dengan semakin dikenalnya produk kecap
yang dihasilkan, terjadi perkembangan volume produksi. Pada tahun 2009, jumlah
produksi mencapai sekitar 300–370 botol per bulan, dan pada periode Januari – Mei
2010 jumlah produksi meningkat menjadi 400 – 500 botol per bulan. Walaupun
demikian, kegiatan produksi kecap ikan ini masih belum kontinyu, dengan ratarata frekuensi produksi setiap minggu dilakukan 1-2 kali produksi. Volume setiap
kali produksi adalah sebanyak 70 – 80 botol dengan ukuran 650 ml.
3
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
Tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan produksi adalah anggota
kelompok, yang terdiri dari ibu-ibu. Dalam setiap produksi, ibu-ibu anggota
kelompok yang terlibat berjumlah sekitar 10 orang (termasuk ketua kelompok),
dengan pembagian tugas sebagai berikut : 5 orang dibagian produksi, 2 orang
dibagian pemasaran, 1 orang dibagian keuangan (bendahara) dan 1 orang dibagian
pembukuan (sekretaris).
Sebagai usaha kelompok, maka anggota kelompok yang berpartisipasi dalam
kegiatan produksi tidak menerima upah/gaji sebagaimana layaknya tenaga kerja
dalam suatu usaha produksi. Anggota kelompok menerima bagi hasil keuntungan
usaha secara proporsional yang diperhitungkan setiap bulan. Selain sisa hasil usaha
yang dibayarkan langsung kepada anggota, sebagian dari keuntungan ditabung
untuk keperluan bonus/insentif hari raya, dan lain-lain.
Keberlangsungan usaha pengolahan kecap ikan didukung oleh potensi
sumberdaya kelautan dari Kota Ternate. Tempat pelelangan ikan di Kota Ternate,
dan keberadaan pasar “ikan” yang ada di kota ini merupakan pusat pemasaran
ikan hasil tangkapan dari wilayah kabupaten lain di Propinsi Maluku Utara.
Dengan demikian ketersediaan bahan baku ikan, baik dari volume maupun
kesinambungannya sangat mendukung pengembangan usaha kecap di wilayah
ini. Pada tahun 2009, produksi ikan di Kota Ternate tercatat sebanyak 24.311,40
ton dengan nilai Rp. 244.521,405 juta. Pada dasarnya semua jenis ikan dapat
digunakan sebagai bahan baku kecap ikan, akan tetapi untuk menjaga mutu
produksi, bahan baku ikan yang digunakan oleh UP2KS ini adalah jenis ikan tude.
Bahan baku utama selain ikan, untuk kecap yang diproduksi oleh UP2KS Sari Laha
ini adalah gula aren. Semua kebutuhan bahan baku ikan dan bahan lain diperoleh
dari pasar setempat, dan UP2KS sudah mempunyai langganan yang menyediakan
kebutuhan produksi. Pengadaan bahan baku dan bahan lain dilakukan setiap kali
akan berproduksi, dengan sistem pembayaran secara kontan.
UP2KS Sari Laha mempunyai alasan untuk tetap meneruskan dan
mengembangkan usaha pengolahan kecap ini, yakni karena usaha ini telah
memberikan manfaat antara lain (1) memberikan tambahan penghasilan bagi
4
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
anggota, (2) menyediakan lapangan kerja bagi ibu-ibu, (3) potensi dan peluang
pasar yang dianggap masih terbuka, dan masih belum digarap, serta (4) ketersediaan
bahan baku ikan dan gula aren.
2.2. Pola Pembiayaan
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha, modal usaha pada
saat memulai usaha (tahun 1998) diperoleh dari bantuan Pemerintah melalui
program Inpres Desa Tertinggal (IDT) sebesar Rp. 250.000. Pada tahun 2000 sebagai
tindak lanjut dari pelatihan peningkatan dan pendapatan usaha keluarga yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dibentuk kelompok usaha berupa UP2KS
Sari Laha, dan untuk pengembangan usaha produksi kecap diberikan bantuan
berupa pinjaman sebesar Rp. 5.000.000 dari BKKBN untuk kebutuhan peralatan
produksi dan modal kerja usaha. Selain itu, UP2KS juga memperoleh pinjaman
dari Koperasi pegawai di lingkungan Disperindagkop Kota Ternate sebesar Rp.
10.000.000 (2 paket @ Rp. 5.000.000). Jangka waktu pinjaman dana bergulir
dari BKKBN adalah 10 bulan, sedang dari Koperasi jangka waktu pinjaman adalah
12 bulan, dengan tingkat suku bunga 12% per tahun. Kewajiban pengembalian
pinjaman tersebut sudah dipenuhi oleh UP2KS Sari Laha.
Pada tahun 2005, UP2KS Sari Laha memperoleh bantuan hibah dari
Pemerintah Pusat melalui Disperindagkop Kota Ternate berupa bangunan produksi/
tempat usaha, perlengkapan kantor dan peralatan produksi kecap asin dengan
total nilai Rp. 71.530.000. Nilai bantuan hibah tersebut di luar tanah, karena tanah
disediakan oleh pimpinan UP2KS dan lokasi bangunan usaha berada disamping
ketua UP2KS Sari Laha. Sampai saat ini UP2KS Sari Laha dalam kegiatan produksi
belum pernah mendapatkan kredit dari perbankan.
5
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB III
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
3.1. Aspek Pasar
3.1.1. Permintaan
Seperti halnya produk kecap yang dibuat dari bahan baku kedele, berupa
kecap manis atau kecap asin, produk kecap ikan digunakan sebagai bahan
penyedap atau bahan tambahan yang digunakan pada berbagai jenis atau menu
masakan, atau sebagai bahan penyerta pada menu makanan tertentu. Di berbagai
negara Asia dan Eropa kecap ikan dikenal dengan berbagai nama seperti dapat
dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Nama Kecap Ikan di Beberapa Negara.
No
Negara
Nama
1.
Burma
Ngapi
2.
Indonesia
Kecap ikan
3.
India
Colombo
4.
Jepang
Shottsuru, Ishiru
5.
Kamboja
Nuoc-cham
6.
Korea
Hongul, Jeotgal
7.
Malaysia
Budu
8.
Philipina
Patis
9.
Perancis
Pissala
10.
Thailand
Nampla
11.
Yunani
Baros
Sumber: Prescott dan Dunn’s (1981)
7
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Penggunaan kecap ikan dalam berbagai menu masakan adalah untuk
memperoleh aroma dan sebagai penyedap rasa. Konsumen produk ini adalah
rumah tangga, restoran/hotel, dan industri catering. Belum ada data statistik
mengenai kebutuhan atau permintaan terhadap produk kecap ikan, akan tetapi
dapat dipastikan bahwa permintaan atau kebutuhan terhadap produk ini selalu
ada. Mengingat penggunaan kecap ikan pada berbagai menu makanan, maka
tingkat dan perkembangan permintaan terhadap kecap ikan adalah sebanding
dengan perkembangan industri restoran/hotel dan industri catering serta konsumsi
rumah tangga.
Walaupun secara spesifik tingkat konsumsi kecap ikan tidak ada data
statistiknya, akan tetapi sebagai gambaran berdasarkan Survey Biaya Hidup (BPS)
rata-rata konsumsi kecap untuk Kota Ternate adalah 1,13 botol per rumah tangga
atau 0,22 botol per kapita. Secara nasional, agregat tingkat konsumsi kecap
diperkirakan sebesar 0,3 botol per kapita .
Khusus untuk kasus di wilayah penelitian, salah satu kelompok dalam usaha
pengolahan kecap di Kota Ternate yang bernama UP2KS Sari Laha setiap bulan
dapat memproduksi 400 – 500 botol kecap ukuran 1 liter, dengan merk “Kecap
Manis Spesial Sari Laha”. Setiap bulan jumlah kecap yang diproduksi tersebut selalu
habis terjual. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha, jumlah
produksi tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga di wilayah
Selatan Kota Ternate, dan masih belum menjangkau konsumen rumah tangga
di wilayah Utara Kota Ternate. Pada bulan-bulan tertentu, seperti bulan puasa
dan hari raya, permintaan kecap dapat meningkat sampai 1.000 botol per bulan.
Keadaan ini disebabkan karena keterbatasan modal usaha untuk meningkatkan
volume produksi dan keterbatasan tenaga pemasaran. Jumlah produksi tersebut
berasal dari proses produksi sekitar 5 – 7 kali per bulan atau sekitar 1 – 2 kali per
minggu.
8
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
3.1.2. Penawaran
Dari sisi penawaran, produksi kecap ikan masih terbatas pada wilayahwilayah sentra produksi perikanan laut (ikan tangkap) tertentu. Hal ini dikarenakan
tidak semua masyarakat di sentra produksi perikanan laut memproduksi kecap
ikan. Beberapa produsen kecap ikan antara lain terdapat di Pelabuhan Ratu (Kab.
Sukabumi), Cirebon, Pekalongan dan Tegal.
Secara nasional, statistik dan peta industri khusus untuk kecap ikan belum
tersedia. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, kapasitas terpasang
produksi kecap dan saus lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Perkembangan Kapasitas, Tingkat Produksi dan
Utilisasi Industri Kecap dan Saus Lainnya.
Diskripsi
2006
Kapasitas terpasang (ton)
102.492
103.517
104.552
59.625
59.615
41.821
58,2
57,6
40,0
Produksi (ton)
Utilitas (%)
2007
2008 (Tw-II)*
Sumber : Kementerian Perindustrian, 2009 (diolah).
Data pada Tabel 3.2 di atas merupakan agregasi dari produk kecap dan saus,
termasuk di dalamnya adalah kecap manis, kecap asin berbahan baku kedele serta
saus tomat, saus cabe dan sejenisnya. Kontribusi kecap ikan terhadap produksi
kecap dan saus secara total masih rendah, dan berdasarkan data pada tahun 2001
hanya berjumlah 458 ton atau sekitar 0,77%. Data pada Tabel 3.2 menunjukkan
bahwa selama periode 2006 – 2008 (Tw-II) terjadi peningkatan kapasitas terpasang
industri, yang disebabkan adanya penambahan jumlah/kapasitas industri. Pada sisi
lain, jumlah produksi aktual dan utilisasi industri menunjukkan penurunan. Keadaan
9
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
ini diduga antara lain karena daya saing industri yang lemah dibandingkan dengan
produk kecap dan saus impor. Pada Tahun 2006, tercatat impor sebesar 665 ton
kecap manis, 993 ton kecap asin, 2.372 ton kecap lainnya, dan sebesar 1.090 ton
kecap ikan yang diimpor. Volume impor kecap meningkat, dan pada tahun 2009
tercatat impor kecap kedele (manis dan asin) sebesar 6.779 ton dan kecap ikan
sebesar 1.213 ton. Pada kuartal pertama tahun 2010 tercatat impor kecap kedele
sebesar 2.125 ton dan kecap ikan sebesar 282 ton.
Secara umum, penggunaan kecap berbahan baku kedele relatif lebih besar
dibandingkan kecap ikan. Produk kecap berbahan baku kedele (kecap manis dan
kecap asin) merupakan produk pesaing kecap ikan, walaupun secara spesifik untuk
menú/resep makanan tertentu menggunakan kecap ikan. Kecap yang diproses
dari bahan baku kedele, baik kecap manis maupun kecap asin berpotensi menjadi
pesaing produk kecap ikan
Khusus untuk pesaing industri kecap di lokasi penelitian (Kota Ternate), dari
sisi penawaran adalah kecap manis atau asin dari bahan kedele yang didatangkan
(impor) dari luar daerah khususnya industri kecap yang berada di Jawa. Satusatunya usaha pengolahan kecap yang masih beroperasi di Kota Ternate adalah
usaha kelompok UP2KS Sari Laha. Seperti yang telah dikemukakan pada Bab
sebelumnya, usaha ini masih berskala industri rumah tangga, dengan tingkat
produksi per bulan sebanyak 400 – 500 botol ukuran 650 ml. Dalam sebulan, usaha
ini hanya berproduksi sebanyak 5-7 kali atau sekitar 1-2 kali dalam seminggu.
3.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar
Persaingan bisnis diantara para pengusaha kecap ikan dapat terjadi dalam dua
bentuk, yaitu persaingan dalam memperoleh bahan baku dan persaingan dalam
hal pemasaran produk. Dalam hal memperoleh bahan baku, tidak ada persaingan
antar pengusaha maupun untuk konsumsi segar. Hal ini karena produksi ikan
tangkap relatif berlimpah, dan pada dasarnya semua jenis ikan dapat digunakan
sebagai bahan baku kecap ikan. Disamping itu, jenis ikan yang digunakan sebagai
10
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
bahan baku adalah jenis ikan yang bernilai ekonomi relatif rendah, sehingga tidak
bersaing dengan industri pembekuan ikan untuk ekspor, industri pengalengan
ikan, dan untuk konsumsi segar.
Dalam hal pemasaran produk, secara nasional kecap ikan mempunyai
karakteristik tertentu yang berbeda dengan kecap berbahan baku kedele. Sesuai
dengan fungsi dan penggunaan kecap secara umum, maka kecap ikan mempunyai
karakteristik aroma dan rasa yang khas dan tidak dapat digantikan dengan kecap
berbahan baku kedele. Untuk menu makanan tertentu kecap ikan tidak bisa
disubstitusi dengan kecap kedele.
Produk kecap ikan domestik dihadapkan kepada persaingan yang ketat
dengan produk kecap ikan impor. Produk kecap ikan domestik relatif kalah bersaing
dengan produk kecap ikan impor, terutama dalam hal mutu dan kemasan. Dari
segi rasa dan aroma, setiap produk kecap ikan mempunyai rasa dan aroma yang
spesifik. Oleh karena fungsi dan kegunaan utama kecap ikan sebagai penambah
rasa pada menu makanan, maka tingkat persaingan dari segi rasa (antar produk
kecap ikan domestik dan ekspor) sangat ditentukan oleh selera konsumen dan
penggunaannya.
Walaupun produk kecap ikan mempunyai kegunaan yang relatif terbatas,
tetapi tetap mempunyai peluang pasar untuk berkembang. Peluang pasar tersebut
selaras dengan pertumbuhan industri hotel dan restoran, serta pertumbuhan
penduduk. Perkembangan produk kecap ikan impor yang terus meningkat
menunjukkan masih terbukanya pasar domestik untuk produk kecap ikan,
sepanjang produk kecap ikan domestik mampu bersaing dari segi mutu, kemasan
dan harga. Pada tahun 2006 impor kecap ikan tercatat sebesar 1.090 ton dan
pada tahun 2009 impor kecap ikan meningkat menjadi 1.213 ton. Selain untuk
pasar domestik, terdapat peluang pasar ekspor untuk produk kecap ikan Indonesia.
Hal ini ditunjukkan dengan data statistik ekspor yang menunjukkan bahwa pada
tahun 2009 tercatat ekspor sebanyak 27,8 ton dan pada kuartal pertama 2010
tercatat ekspor sebanyak 6,4 ton.
11
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Khusus untuk kasus “kecap ikan” di wilayah studi (Kota Ternate), produk
kecap yang dihasilkan mempunyai karakteristik khusus yang berbeda dengan
kecap ikan pada umumnya. “Kecap ikan” yang dihasilkan pada dasarnya adalah
rebusan daging ikan dan bumbu-bumbuan, yang kemudian dimasak dalam larutan
gula aren. Karakteristik kecap yang dihasilkan menyerupai kecap manis yang
berbahan baku kedele, dengan ciri-ciri kental dan mempunyai rasa manis. Dengan
demikian dari sisi produk, pesaing produk kecap ini adalah produk kecap manis
berbahan baku kedele. Akan tetapi, karena dalam prosesnya menggunakan ikan
dan ditambahkan bumbu-bumbu, maka rasa dan aroma khas produk kecap ini
menjadi keunggulan tersendiri. Daya saing produk terhadap kecap manis kedele
bersifat relatif yang sangat ditentukan oleh selera konsumen.
Pada pasar lokal, “kecap manis” produk UP2KS relatif belum mempunyai
pesaing, karena UP2KS merupakan satu-satunya produsen yang berproduksi
secara berkesinambungan. Peluang pasar untuk produk “kecap” ini masih
terbuka. Berdasarkan Survey Biaya Hidup, konsumsi kecap per kapita di Kota
Ternate adalah 0,22 botol. Dengan jumlah penduduk sekitar 182.898 jiwa, potensi
permintaan kecap adalah sekitar 40.238 botol per tahun, atau 110 botol per hari.
Menurut pelaku usaha, potensi konsumen yang ada di wilayah Kota Ternate
belum sepenuhnya dapat dipenuhi. Walaupun demikian, karena jumlah populasi
penduduk yang relatif kecil, peluang pasar yang masih terbuka tersebut masih
terbatas. Peluang pasar yang lebih besar dari produk “kecap” ini adalah apabila
produk ini mampu menembus pasar di luar provinsi, seperti ke provinsi-provinsi di
Pulau Sulawesi, Jawa dan Kalimantan. Saat ini pemasaran ke luar provinsi masih
terbatas sebagai oleh-oleh atau pesanan dari konsumen dalam jumlah yang masih
sedikit.
12
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
3.2. Aspek Pemasaran
3.2.1. Harga
Untuk kasus di wilayah studi, harga produk “kecap” yang diproduksi UP2KS
bervariasi tergantung tempat dimana produk tersebut di jual. Untuk “kecap”
dengan kemasan botol @ 650 ml, harga jual per botol apabila di jual ke pasar/
warung adalah Rp. 25.000, apabila di jual ke kantor/konsumen rumah tangga
langsung adalah sebesar Rp. 22.500, dan jika dijual ke toko swalayan adalah
sebesar Rp. 20.000.
3.2.2. Jalur Pemasaran
Jalur pemasaran produk untuk kasus di wilayah studi relatif masih sederhana.
Penjualan produk “kecap” UP2KS Sari Laha dilakukan sendiri oleh para pelaku
usaha.Penjualan produk dilakukan di tempat usaha, dan dipasarkan melalui
pasar/warung, toko swalayan, atau perkantoran. Dalam jumlah yang relatif kecil
melalui pesanan atau sebagai oleh-oleh produk “kecap” UP2KS Sari Laha ini juga
telah terjual ke luar Provinsi Maluku Utara seperti ke Manado, Makassar, Jakarta,
Surabaya dan Manokwari. Skema rantai jalur pemasaran kecap dapat dilihat pada
Gambar 1.
Pengusaha
Kecap ikan
Pedagang/
Pasar Lokal
Pasar
Swalayan
Konsumen
Rumah Tangga/
Warung makan
Pasar Antar
Pulau/Provinsi
Gambar 3.1. Skema Jalur Pemasaran Kecap UP2KS Sari Laha
13
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
3.2.3. Kendala Pemasaran
Menurut pelaku usaha, pengembangan pasar produk kecap ikan masih
terbuka di lokal Kota Ternate, walaupun masih terdapat kendala berupa jumlah
penduduk Kota Ternate yang sedikit dan kegiatan perekonomian yang masih
dalam tahap perkembangan. Kendala lainnya untuk mengembangkan akses pasar
yang lebih luas, berdasarkan informasi dan observasi di wilayah penelitian, adalah
terbatasnya biaya (modal) dan prasarana angkutan. Hal ini karena Kota Ternate
sebagai ibukota provinsi berada pada Pulau Ternate. Komunikasi antar wilayah
kabupaten dan luar propinsi terbatas melalui angkutan laut dan atau udara. Kondisi
geografi dan keterbatasan moda angkutan yang tersedia menyebabkan biaya
transportasi, dalam hal ini biaya pengiriman/distribusi produk menjadi mahal.
Kendala lain adalah terbatasnya modal usaha dan teknologi proses yang
masih manual. Walaupun “kecap” UP2KS Sari Laha ini mempunyai karakteristik
produk (rasa dan aroma) yang spesifik, akan tetapi pemasaran produk ini masih
dihadapkan dengan produk pesaing yaitu kecap manis berbahan baku kedele.
Meskipun ”kecap manis” produksi UP2KS Sari Laha mempunyai rasa dan
aroma yang khas karena diproses dengan menggunakan bahan baku ikan, akan
tetapi dari segi harga produk kalah bersaing dengan kecap manis buatan pabrik
yang banyak tersedia di pasar/toko yang harganya lebih murah . Harga jual ratarata ”kecap manis” UP2KS Sari Laha adalah Rp. 22.500 per botol sedangkan harga
kecap manis berbahan baku kedele di pasar/toko berkisar antara Rp. 17.500–
Rp. 19.000 per botol. Untuk meningkatkan daya saing produk, produsen kecap
ini harus melakukan efisiensi produksi sehingga dapat menurunkan harga jualnya,
serta meningkatkan kualitas dari segi kemasan. Di samping itu, daya saing
dapat ditingkatkan dengan meningkatkan upaya pemasaran berupa ”door to
door” dan promosi berupa ” dari mulut ke mulut”. Sebagaimana halnya dengan
produk pangan yang lain, maka konsistensi mutu dari segi rasa dan aroma perlu
dipertahankan dan dikembangkan sesuai dengan selera konsumen.
14
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
BAB IV
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
4.1. Lokasi Usaha
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, usaha pengolahan kecap ikan
berlokasi di sentra produksi perikanan laut (perikanan tangkap). Lokasi tempat
produksi kecap ikan sebaiknya dilakukan pada lokasi sumber bahan baku, hal
ini karena sifat dari bahan baku ikan yang mudah rusak. Pada kasus di wilayah
penelitian, bahan baku ikan diperoleh di pasar tradisional yang berlokasi dekat
dengan Tempat Pelelangan Ikan. Pasar tradisional tersebut merupakan tempat
penjualan ikan langsung dari nelayan setempat atau dari luar wilayah Kota
Ternate.
Selain berada di lokasi bahan baku, lokasi usaha atau tempat usaha untuk
pengolahan kecap ikan seyogyanya berada di lokasi atau tempat yang mudah
untuk memperoleh air bersih, karena dalam proses pengolahan kecap ikan
terdapat tahap pencucian/pembersihan ikan. Di lokasi usaha juga harus terdapat
tempat penampungan sampah/limbah proses produksi, untuk diolah agar tidak
mengganggu lingkungan.
4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan
Fasilitas produksi dan peralatan yang dibutuhkan untuk usaha pengolahan
kecap ikan ditentukan oleh teknologi proses yang digunakan serta skala usaha
atau kapasitas produksi. Seperti telah dikemukakan, pembuatan kecap ikan pada
dasarnya termasuk dalam kelompok proses fermentasi daging ikan. ”Kecap”
yang diproduksi pada kasus di wilayah penelitian tidak melalui proses fermentasi,
sehingga kebutuhan alat peralatan produksinya berbeda. Walaupun demikian
terdapat mesin dan peralatan yang sama. Alat peralatan yang dibutuhkan untuk
pengolahan kecap ikan adalah sebagai berikut:
15
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
•
•
•
•
•
•
•
•
Pisau atau alat pencincang ikan;
Baskom atau bak untuk pencucian dan penirisan ikan;
Wajan untuk pemasakan;
Tungku atau kompor;
Saringan atau alat penyaring;
Mesin penghancur atau blender;
Alat atau mesin pengisi dan penutup botol; dan
Bak atau tong untuk proses fermentasi* (diperlukan pada pembuatan
kecap ikan dengan proses fermentasi)
Berdasarkan ketentuan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang
kecap ikan, terkait dengan persyaratan peralatan pengolahan kecap ikan, maka
semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penanganan harus
tidak mengelupas, tidak berkarat, tidak merupakan sumber cemaran jasad renik,
tidak retak dan mudah dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih,
sebelum, selama dan sesudah digunakan. Selain itu persyaratan mutu kecap ikan
antara lain adalah bebas dari cemaran logam berat serta bakteri dan kapang yang
membahayakan kesehatan.
4.3. Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan adalah ikan, gula aren dan bumbu.
Pada dasarnya semua jenis ikan dapat digunakan sebagai bahan baku, akan tetapi
pada pengolahan kecap secara tradisional yang dilakukan oleh para nelayan,
ikan yang digunakan adalah jenis yang mempunyai nilai ekonomi rendah, seperti
ikan-ikan kecil dan bahkan ada yang memanfaatkan insang dan isi perut ikan.
Walaupun demikian, pada skala industri, pengusaha pengolahan kecap ikan
umumnya menggunakan jenis ikan tertentu, seperti ikan kembung. Salah satu
syarat yang menentukan mutu ikan, selain jenis ikan adalah kesegaran bahan baku
ikan yang digunakan. Kesegaran ikan dapat dinilai dari tampilan ikan antara lain
16
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
daging kenyal, mata jernih menonjol, sisik kuat dan mengkilat, sirip kuat, warna
keseluruhan termasuk kulit cemerlang, insang berwarna merah, dinding perut
kuat, dan bau ikan segar.
Untuk kasus kecap ikan yang diproduksi UP2KS Sari Laha, jenis ikan yang
digunakan adalah ikan tude. Menurut pelaku usaha, jenis ikan yang digunakan
selalu sama. Hal ini dikarenakan ada anggapan bahwa apabila jenis ikan diganti
maka akan mengubah rasa. Selain itu, ikan tude ini dianggap “netral” dalam
pengertian tidak menimbulkan resiko alergi bagi konsumen.
4.4. Tenaga Kerja
Untuk kasus usaha kecap di lokasi penelitian, usaha pengolahan kecap
yang dilakukan UP2KS Sari Laha menggunakan tenaga kerja sebanyak 10 orang,
yang dalam hal ini adalah para ibu-ibu yang berstatus sebagai anggota kelompok
UP2KS. Pembagian kerja meliputi bagian produksi 5 orang, pemasaran 2 orang,
keuangan (bendahara) 1 orang dan pembukuan (sekretaris) 1 orang.
Mengingat tenaga kerja merupakan anggota kelompok, maka bersifat
tetap. Adapun sistem penggajian/imbalan adalah bagi hasil (keuntungan) secara
proporsional yang disesuaikan dengan beban tugas. Tidak diperlukan persyaratan
keterampilan khusus dari tenaga kerja yang digunakan, karena proses produksi
bersifat manual dan sederhana.
4.5. Teknologi
Pembuatan kecap ikan pada prinsipnya adalah menggunakan teknologi
fermentasi dengan penambahan garam, sehingga terjadi reaksi enzimatis yang
berlangsung secara perlahan, dan ekstraksi protein serta senyawa lain pada
kondisi aerobik. Dalam proses pengolahan tersebut, garam mempunyai fungsi
sebagai bahan pengekstrak air dan protein ikan, pemberi rasa, sebagai pengawet,
serta penyeleksi mikroba yang tumbuh. Selama penggaraman, protein, lemak,
17
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
dan karbohidrat diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh enzim yang
terdapat dalam ikan. Segera setelah terjadi penarikan air, protein dalam jaringan
ikan akan terlepas dan larut ke dalam cairan garam. Cairan inilah yang disebut
sebagai kecap ikan setelah dimasak atau diberi bumbu. Dalam proses fermentasi
secara tradisional, untuk mendapatkan rasa dan aroma yang enak, dibutuhkan
waktu sampai berbulan-bulan. Rasa enak dicapai apabila hampir semua senyawa
nitrogen terlarut dalam bentuk asam amino bebas. Pembentukan asam amino
bebas dalam cairan kecap sangat dipengaruhi waktu fermentasi.
Pembentukan aroma berhubungan erat dengan senyawa-senyawa asam
amino bebas yang terdapat pada akhir fermentasi. Asam amino bebas akan
mengalami oksidasi dan terbentuklah asam lemak bebas. Pada permulaan tahap
fermentasi, kecap ikan berwarna kuning muda, kemudian berubah menjadi coklat.
Perubahan warna ini disebabkan terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis.
Intensitas warna yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh suhu, oksigen, jenis
asam amino dan gula reduksi yang terdapat dalam cairan ikan serta oleh sinar
matahari.
Secara umum proses pengolahan kecap ikan adalah dengan menggarami
ikan yang telah dihaluskan, kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat
selama 3 sampai beberapa bulan. Selanjutnya cairan yang dihasilkan disaring
untuk mendapatkan kecap ikan bebas ampas, lalu dikemas dalam botol steril dan
dipasteurisasi.
Pembuatan kecap ikan secara tradisional dilakukan melalui proses
fermentasi dengan penggaraman yang memerlukan waktu 3 – 6 bulan. Untuk
mempersingkat waktu proses tersebut, dapat juga dilakukan dengan penambahan
enzim proteolitik yang dalam hal ini adalah papain dan bromelin. Enzim papain
dapat diperoleh dengan mengekstrak getah papaya dan bromelin diperoleh dari
ekstraksi buah nenas. Peran enzim tersebut adalah menghidrolisis protein. Namun
demikian, penggunaan enzim dalam proses pembuatan kecap tidak mendukung
pembentukan rasa dan aroma, sehingga harus ditambahkan bumbu-bumbu
pembentuk rasa dan aroma.
18
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
Selama proses fermentasi terjadi hidrolisis jaringan ikan oleh enzim-enzim
yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Peran enzim-enzim ini adalah sebagai
pemecah ikatan polipeptida-polipeptida menjadi ikatan yang lebih sederhana.
Mikroorganisme yang berkembang selama fermentasi ikan tidak diketahui
sepenuhnya. Walaupun demikian diperkirakan jenis-jenis bakteri asam laktat seperti
Laucosotic mesenterides, Pediococccus cerevisiae dan Lactobacillus plantarum
akan berkembang. Beberapa jenis khamir juga diperkirakan ikut berkembang
dalam fermentasi.
Penelitian ini dilakukan di Kota Ternate, yang dalam hal ini proses pembuatan
“kecap ikan” tidak melalui proses fermentasi ikan, akan tetapi melalui perebusan
ikan sampai hancur.
4.6. Proses Produksi
4.6.1. Cara Fermentasi
Proses pembuatan kecap ikan dengan cara fermentasi terdiri dari tahapan
sebagai berikut.
1) Proses Persiapan
a. Ikan yang berukuran sedang atau besar disiangi, dibuang jeroan
dan insang, dicuci, kemudian dibelah dan dipotong-potong menjadi
ukuran kecil (3-4 cm);
b. Apabila ikan yang digunakan berukuran kecil, ikan cukup dicuci dan
ditiriskan.
2) Proses fermentasi
a. Pada wadah atau bak fermentasi dasarnya ditaburi garam yang telah
ditumbuk halus setinggi 0,25 cm, kemudian ikan atau potongan ikan
disusun berupa secara berlapis. Pada setiap lapisan ditaburi garam
setingi 0,25 cm, demikian seterusnya sampai penuh. Jumlah garam
yang digunakan sekitar 20-30% dari berat ikan yang diolah;
19
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
b. Wadah ditutup dan diberi pemberat, kemudian disimpan (difermentasi)
selama 3-6 bulan;
c. Setelah 3-6 bulan akan terbentuk cairan, dan cairan ini ditampung
kemudian disaring.
3) Pembumbuan dan Pemasakan Kecap
a. Cairan hasil penyaringan ditambahkan air. Setiap 1 liter cairan kecap
ditambah 0,5 liter air;
b. Cairan direbus sampai mendidih, dan setelah mendidih api
dikecilkan;
c. Apabila diperlukan maka ditambahkan bumbu. Bumbu yang telah
disiapkan dimasukkan kedalam cairan mendidih dan kemudian diaduk
terus menerus selama 15 menit;
d. Dalam keadaan masih panas, cairan kecap disaring, dan ditampung
dalam wadah.
4) Pembotolan
Cairan kecap yang sudah disaring, dalam keadaan panas dimasukkan ke
dalam botol, ditutup rapat dan diberi label.
Diagram proses pembuatan kecap ikan dengan cara fermentasi disajikan
pada Gambar 4.1.
20
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
Penyiangan, pemotongan,
dan pencucian
Penyusunan ikan dalam wadah, secara
berlapis, dan antar lapisan ikan ditaburi
garam (20-30% bobot)
Fermentasi
(selama 3-6 bln)
Penampungan dan
penyaringan cairan hasil
fermentasi (hidrolisat)
Pemasakan dan penambahan
bumbu (kondisi mendidih)
diaduk selama 15 menit
Penyaringan cairan kecap
Pembotolan
Penyiangan, pemotongan,
dan pencucian
Gambar 4.1. Diagram Proses Pembuatan Kecap Ikan Secara Fermentasi.
21
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
4.6.2. Secara Enzimatis
Pembuatan kecap ikan secara enzimatis dikembangkan dalam rangka
mempercepat proses fermentasi. Enzim yang digunakan berasal dari ekstrak buah
nenas. Diagram proses pembuatan secara enzimatis, disajikan pada Gambar 4.2.
Penyiangan, pemotongan,
dan pencucian
Pencampuran dengan hancuran nenas/
papaya (Ikan: buah = 2:1)
Penyusunan ikan dalam wadah, secara berlapis, dan
antar lapisan ikan ditaburi garam (20-30% bobot)
Inkubasi selama 6 hari, pada suhu 50º C
Penampungan dan penyaringan cairan
hasil fermentasi (hidrolisat)
Pemasakan dan penambahan bumbu (kondisi
mendidih) diaduk selama 15 menit
Penyaringan cairan kecap
Pembotolan
Gambar 4.2. Diagram Proses Pembuatan Kecap Ikan Secara Enzimatis
22
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
4.6.3. Proses Pemasakan Ikan
Proses pembuatan ”kecap ikan” dengan cara pemasakan ikan seperti yang
dilakukan oleh pelaku usaha di wilayah penelitian. Tahapan proses produksi
mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut.
1) Bahan baku ikan tude dibersihkan;
2) Pembersihan dan pemotongan bahan bumbu-bumbu, untuk 10 kg bahan
ikan terdiri dari:
a. 5 kg Lengkuas;
b. 3 kg Serei;
c. 30 butir Jeruk nipis;
d. 1,5kg kunyit.
3) Bahan bumbu kemudian dihancurkan dan kemudian disaring;
4) Ikan tude dan bumbu yang sudah disaring dimasak bersama-sama, sambil
diaduk sampai daging ikan hancur;
5) Perebusan gula aren dalam wajan (50 kg) sampai mencair;
6) Cairan ikan dan bumbu yang sudah hancur kemudian disaring dan diperas.
Hasil saringan (kaldu ikan) kemudian dimasukkan dalam larutan gula
aren;
7) Pencampuran cairan campuran kaldu ikan kedalam larutan gula aren;
8) Pemasakan campuran cairan kaldu ikan dan larutan gula aren, dididihkan
sambil terus di aduk sampai tingkat kekentalan yang dikehendaki;
9) Cairan kental “kecap ikan” kemudian didinginkan;
10) Setelah dingin, kemudian dimasukkan dalam kemasan botol, ditutup,
disegel dan kemudian diberi label.
23
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Foto 4.1.
Persiapan Bumbu-Bumbu
Foto 4.2.
Persiapan Bumbu yang Sudah
Dipotong dan Ikan
Foto 4.3.
Penyaringan Bumbu yang
Sudah Dihancurkan.
Foto 4.4.
Persiapan Gula Aren
24
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
Foto 4.5.
Pemasakan Ikan dan Bumbu
Foto 4.6.
Pemasakan Ikan dan Bumbu
Serta Pemasakan Gula Aren
Foto 4.7.
Pemerasan dan Penyaringan
Cairan Hancuran Daging Ikan
dan Bumbu.
Foto 4.8.
Pemasukan Kaldu Ikan/Bumbu
Ke Dalam Larutan Gula Aren.
25
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Foto 4.9.
Persiapan Pemasakan
Campuran Kaldu Ikan/Bumbu
Dalam Larutan Gula Aren.
Foto 4.10.
Pembotolan Kecap
Foto 4.11.
Penutupan Botol.
Foto 4.12.
Pelabelan.
26
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
Foto 4.13.
Penempelan “seal”.
Foto 4.14.
Produk Kecap Siap
Dipasarkan.
4.7. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi
Pada daerah kasus penelitian ini, jumlah “kecap” yang mampu diproduksi
oleh UP2KS Sari Laha tergantung kepada jumlah pesanan atau permintaan, serta
kemampuan modal pengusaha yang hanya memiliki kemampuan berproduksi ratarata per bulan sebanyak 400 – 500 botol ukuran 630 ml. Berdasarkan informasi
pelaku usaha, pada bulan puasa dan menjelang lebaran pernah mencapai produksi
sebesar 1.000 botol per bulan.
27
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
UP2KS hanya memproduksi 1 jenis mutu, yang membedakan hanya
kemasannya, yaitu kemasan botol @ 630 ml dan kemasan botol @ 340 ml. Mutu
“kecap” yang dihasilkan lebih ditentukan secara organoleptik, yaitu rasa dan
aroma. Walaupun belum mempunyai sertifikat mutu, produk “kecap” UP2KS Sari
Laha sudah terdaftar pada Departemen Kesehatan RI dengan nomor registrasi
11182.710122.
4.8. Produksi Optimum
Tingkat produksi “kecap” UP2KS Sari Laha ditentukan oleh ketersediaan
fasilitas produksi dan jumlah tenaga kerja. Proses pengolahan “kecap” UP2KS
bersifat manual, dengan alat bantu produksi yang bersifat mekanis yang terbatas
hanya pada proses penghancuran bumbu. Dari segi waktu yang dibutuhkan dalam
rangkaian proses produksi, pembatas jumlah produksi yang dapat dihasilkan
dengan peralatan yang tersedia adalah pada tahap penyaringan larutan kaldu
ikan/bumbu yang sudah dimasak serta pemasakan larutan kaldu ikan/bumbu dan
larutan gula aren. Proses pemasakan campuran bumbu dan ikan, penyaringan
cairan kaldu ikan/bumbu, dan pemasakan larutan kaldu ikan/bumbu dan larutan
gula aren, membutuhkan waktu sekitar 5 – 7 jam.
Peningkatan produksi “kecap” UP2KS Sari Laha sehingga mencapai produksi
optimum dapat dilakukan dengan memperbesar kapasitas mesin penghancur
bumbu, kapasitas sarana pemasakan (tungku dan wadah pemasakan), penggunaan
peralatan mekanis untuk pemerasan serta penyaringan larutan campuran kaldu
ikan dan bumbu.
4.9. Kendala Produksi
Faktor kritis dalam proses produksi “kecap” UP2KS Sari Laha adalah menjaga
mutu, dalam hal ini adalah rasa dan aroma serta kekentalan larutan “kecap”
yang dihasilkan. Tingkat mutu tersebut sangat ditentukan oleh bumbu yang
28
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
digunakan, kualitas ikan, dan proses pemasakan (lama dan suhu). Karakteristik
proses pembuatan “kecap” UP2KS Sari Laha didominasi proses pemasakan
yang mengurangi resiko kontaminasi bakteri/jasad renik yang membahayakan
kesehatan. Resiko dari aspek keamanan pangan adalah dalam proses pembotolan
dan tingkat sterilisasi botol (kemasan) yang digunakan.
Untuk menjaga konsistensi mutu kecap, maka pengusaha seyogyanya
mempunyai prosedur pengolahan baku yang tertulis, khususnya mengenai
komposisi bahan yang digunakan, lama dan suhu pemasakan. Resiko kontaminasi
mikroba dari kemasan botol yang digunakan dapat diatasi dengan sterilisasi botol
yang akan digunakan. Secara sederhana sterilisasi dapat dilakukan dengan cara
merebus botol.
Dari sisi produktivitas, tingkat produksi terkendala pada penggunaan
peralatan sederhana dan manual. Pada tahap penyaringan dan pengepressan terjadi
“loss” karena masih banyak kaldu/cairan bumbu dan ikan yang masih tersisa pada
ampas saringan, serta membutuhkan waktu yang lama. Untuk mempersingkat
waktu penyaringan dan mengurangi “loss” dapat diatasi dengan menggunakan
alat pengepress (secara manual atau mekanis) yang dilengkapi dengan kasa/kain
saringan dengan ukuran (mesh) yang tepat.
29
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB V
ASPEK KEUANGAN
Analisis aspek keuangan diperlukan untuk mengetahui kelayakan usaha
dari sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan
kredit yang diperoleh dari bank. Analisis keuangan ini juga dapat dimanfaatkan
pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha pengolahan kecap ikan.
Yang dimaksud dengan kecap ikan disini adalah sesuai dengan kondisi yang terjadi
di wilayah penelitian di Kota Ternate, yaitu proses pengolahan “kecap” melalui
pemasakan ikan dan bumbu di dalam cairan gula aren
5.1. Pemilihan Pola Usaha
Pola usaha yang dipilih adalah usaha pengolahan kecap ikan dengan skala
kecil, dengan teknologi “pemasakan ikan” dan bukan melalui proses fermentasi
ikan. Teknologi peralatan yang digunakan adalah teknologi sederhana, dan
bersifat manual (non-mekanis) kecuali pada alat penghancur bumbu dengan
tenaga penggerak listrik (mesin penghancur/blender). Pasokan bahan baku
diperoleh dengan cara membeli jenis ikan tude dari para pedagang ikan secara
langsung dan tunai. Metode pembelian bahan baku secara langsung dilakukan
dengan tujuan untuk mendapatkan kualitas bahan baku ikan yang baik dan segar.
Dengan mengutamakan daerah pemasaran secara lokal dan memperhatikan
produk saingan yakni kecap manis berbahan baku kedele, maka kapasitas produksi
usaha ini adalah sebesar 1.680 botol per bulan. Jumlah produksi ini adalah sekitar
49% dari jumlah konsumsi kecap penduduk Kota Ternate, yang berdasarkan
data Survei Biaya Hidup (BPS) konsumsi kecap per kapita adalah 0,22 botol atau
3.350 botol per bulan. Mempertimbangkan kapasitas produksi dan lama proses
pembuatan kecap, maka usaha ini hanya beroperasi selama 14 hari dalam sebulan
atau berproduksi setiap 2 hari sekali.
31
ASPEK KEUANGAN
5.2. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan
Analisis kelayakan menggunakan asumsi mengenai parameter teknologi
proses dan biaya, sebagaimana terangkum dalam Tabel 5.1. Asumsi ini diperoleh
berdasarkan kajian terhadap usaha pengolahan kecap ikan di Kota Ternate Provinsi
Maluku Utara serta informasi yang diperoleh dari pengusaha dan pustaka.
Tabel 5.1. Asumsi untuk Analisis Keuangan
No
Asumsi
Satuan Nilai/Jumlah
1
Periode proyek
tahun
3
2
Bulan kerja tahun
bulan
12
3
Hari kerja dalam sebulan
hari
14
4
Output, Produksi dan Harga:
a. Rata-rata Produksi kecap per tahun
Botol
20.160
b. Rata-rata Produksi kecap per bulan
Botol
1.680
c. Rata-rata Produksi kecap per hari
Botol
120
d. Rata-rata Harga penjualan kecap/botol
21.000
e. Lama menunggu pendapatan
bulan
2
f. Hasil kecap per kg ikan
Botol
8
g. Kebutuhan ikan/botol kecap
h. Rendemen hasil
4
Rata-rata kebutuhan Tenaga kerja per bulan*) :
5
Penggunaan input dan harga*):
a. Rata-rata kebutuhan bahan baku ikan per
tahun
32
Rp
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
kg ikan
0,13
%
12,5
orang
Kg
5
2.520
Industri Kecap Ikan
No
Asumsi
b. Rata-rata harga pembelian bahan baku ikan
per tahun
6
Suku Bunga per Tahun
7
Proporsi Modal :
8
Satuan Nilai/Jumlah
Rp/kg
10.000
%
14
a. Kredit
%
40
b. Modal Sendiri
%
60
Jangka waktu Kredit Investasi
tahun
3
Jangka Waktu kredit Modal Kerja
tahun
1
Usaha ini diasumsikan dilaksanakan oleh kelompok dengan jumlah produksi
kecap ikan per hari sebanyak 120 botol ukuran 630 ml. Dengan asumsi rata-rata
14 hari kerja per bulan atau rata-rata berproduksi 2 (dua) hari sekali, kapasitas
produksi dalam 1 (satu) tahun adalah 20.160 botol. Asumsi berproduksi 2 hari
sekali di ambil karena proses pembuatan kecap sejak persiapan, pemasakan,
pendinginan dan pembotolan adalah sekitar 5 - 7 jam. Kebutuhan bahan baku
ikan per hari adalah 15 kg atau dalam satu tahun dibutuhkan sebesar 2.520 kg.
Penentuan usia proyek selama 3 tahun didasarkan atas umur ekonomis peralatan
yang digunakan maksimum 3 tahun.
5.3. Komponen dan Struktur Biaya
Komponen biaya dalam analisis kelayakan usaha pengolahan kecap ikan
dibedakan menjadi dua yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi
adalah komponen biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dana awal
kegiatan produksi yang meliputi peralatan produksi. Biaya operasional adalah
seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi.
33
ASPEK KEUANGAN
5.3.1. Biaya Investasi
Biaya investasi yang dibutuhkan pada tahap awal proses produksi kecap
ikan digunakan untuk penyediaan peralatan produksi dan peralatan lainnya
serta bangunan sebesar Rp 119.270.000. Komponen terbesar adalah lahan dan
bangunan (90,13%) sedangkan peralatan produksi dan pengemasan hanya
9,87% yang terdiri dari mesin blender, tungku pemasakan, wadah perebusan,
timbangan, ember dan alat kemasan serta peralatan lainnya (Tabel 5.2). Dengan
kegiatan usaha skala kecil/rumah tangga, maka kebutuhan lahan tempat usaha
seluas 70 m2 dengan areal bangunan tempat produksi seluas 100 m2. Selengkapnya
ditampilkan pada Lampiran 2.
34
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
2
1
No
Satuan
unit
unit
c. Baskom/ember
d. Timbangan
unit
unit
unit
unit
unit
g. Alat penutup botol
h. Alat pencucian botol
i. Pisau
j. Kompor
k. Pengaduk
m2
Lahan
Jumlah
m2
Bangunan Produksi
Lahan dan Bangunan
unit
f. Mesin Blender
penyaring
unit
unit
b. Wajan perebusan
e. Pengepress &
unit
a.Tungku pemasakan
Alat Produksi dan Pengemas
Komponen Biaya
150.000
100.000
250.000
500.000
Harga/
Satuan
(Rp)
750.000
15.000
500.000
25.000
100
200.000
70 1.250.000
8
4
10
1 1.000.000
1
1 2.000.000
1 1.500.000
1
10
8
2
Jumlah
119.270.000
20.000.000
87.500.000
120.000
2.000.000
250.000
1.000.000
750.000
2.000.000
1.500.000
150.000
1.000.000
2.000.000
1.000.000
Jumlah
Biaya
(Rp)
Tabel 5.2. Komposisi Biaya Investasi (Rp).
10
1
2
2
2
2
2
3
3
1
1
3
15.753.333
8.750.000
120.000
1.000.000
125.000
500.000
375.000
1.000.000
500.000
50.000
1.000.000
2.000.000
333.333
Umur
Nilai
Ekonomis Penyusutan
(tahun)
(Rp/tahun)
Industri Kecap Ikan
35
ASPEK KEUANGAN
5.3.2. Biaya Operasional
Biaya operasional dalam usaha pengolahan kecap ikan meliputi biaya variabel
dan biaya tetap. Total biaya operasional rata-rata per bulan adalah Rp. 25.043.867
atau dalam satu tahun sebesar Rp 300.526.404 dengan asumsi bahwa sejak bulan
pertama usaha ini sudah dapat beroperasi secara penuh dengan kapasitas 100%.
Biaya operasional per tahun terdiri dari biaya variabel Rp 255.526.404 dan biaya
tetap Rp 45.000.000. Sebesar 87,11% dari biaya variabel adalah biaya bahan,
dan yang terbesar adalah bahan gula aren (61,64%), bumbu (15,61% dan ikan
(Selengkapnya rincian kebutuhan biaya tetap dan biaya variabel ditampilkan pada
Lampiran 3 dan 4.
Tabel 5.3. Komposisi Biaya Operasional (Rp).
No
Komponen Biaya
1
Biaya Tetap
2
3
Rata2 Perbulan
Pertahun
3.750.000
45.000.000
Biaya Variabel
21.293.867
255.526.404
Jumlah Biaya Operasional
25.043.867
300.526.404
5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja
Total kebutuhan biaya awal proyek untuk investasi adalah sebesar Rp.
119.270.000, dan sebesar Rp 47.708.000 diantaranya (40%) berasal dari kredit
bank, dengan jangka waktu pinjaman selama 3 tahun dan suku bunga 14%
pertahun. Kebutuhan modal kerja dihitung berdasarkan kebutuhan produksi
selama 2 bulan dimana biaya operasional per bulan adalah Rp. 25.043.867 kerja
atau sebesar Rp. 50.087.734. Penetapan jangka waktu tersebut didasarkan atas
perhitungan waktu proses pengolahan kecap sampai dengan produk sudah
terjual. Sebesar 40% atau Rp. 20.035.094 dari kebutuhan kebutuhan modal kerja
36
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
tersebut direncanakan dari kredit, dengan masa pengembalian pinjaman selama
setahun dan bunga 14%. Perincian kebutuhan proyek dan sumber pembiayaan
dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Komponen dan Struktur Kebutuhan Biaya Proyek
No
1
2
3
Komponen Biaya Proyek
Persentase
Biaya Investasi
Total Biaya (Rp)
119.270.000
a. Kredit
40 %
47.708.000
b. Modal Sendiri
60 %
71.562.000
Biaya Modal Kerja
50.087.734
a. Kredit
40 %
20.035.094
b. Modal Sendiri
60 %
30.052.640
Total Biaya Proyek
169.357.734
a. Kredit
40 %
67.743.094
b. Modal Sendiri
60 %
101.614.640
Kewajiban pengusaha dalam melakukan angsuran pokok dan angsuran
bunga dilakukan setiap bulan selama jangka waktu kredit. Perhitungan jumlah
angsuran kredit selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 6 dan 7.
5.5. Produksi dan Pendapatan
Berdasarkan kapasitas yang ada, produksi dari usaha pengolahan kecap ikan
per bulan rata-rata sebanyak 1.680 botol kecap per bulan. Usaha ini diproyeksikan
untuk dapat berproduksi sepanjang tahun (12 bulan) dengan jumlah produksi
sebanyak 20.160 botol per tahun. Dengan rata-rata harga jual kecap ikan per bulan
sebesar Rp 21.000 per botol, maka untuk satu bulan produksi diproyeksikan untuk
37
ASPEK KEUANGAN
memperoleh pendapatan sebesar Rp 35.280.000 atau sebesar Rp. 423.360.000
per tahun. Proyeksi produksi dan pendapatan usaha serta harga penjualan
ditampilkan pada Tabel 5.5 dan Lampiran 5.
Tabel 5.5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan
Produk
Jumlah/tahun
Jumlah Produk (botol)
20.160
Harga/botol (Rp)
21.000
Jumlah (Rp)
423.360.000
5.6. Proyeksi Laba Rugi Usaha dan Break Even Point
Hasil proyeksi laba rugi usaha menunjukkan usaha pengolahan kecap ikan
telah menghasilkan laba (setelah pajak) pada rata-rata per tahun sebesar Rp.
84.398.663 dengan nilai profit on sales rata-rata per bulan 19,94% (Tabel 5.6 dan
Lampiran 8).
Tabel 5.6. Proyeksi Pendapatan dan Laba Rugi Usaha
No
Uraian
1
Penerimaan (Rp)
423.360,000
2
Pengeluaran (Rp)
324.067.455
3
Laba/Rugi Sebelum Pajak (Rp)
99.292.545
4
Pajak (15%) (Rp)
14.893.882
5
Laba Setelah Pajak (Rp)
84.398.663
6
Profit on Sales (%)
7
BEP:
Rupiah
%
38
Rata-rata per tahun
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
19,94%
172.894.701
40,8%
Industri Kecap Ikan
Dengan membandingkan pengeluaran untuk biaya tetap terhadap biaya
variabel dan total penerimaan, maka BEP usaha ini terjadi pada penjualan senilai
rata-rata Rp. 172.894.701 atau 40,8% dari kemampuan produksi per bulan.
Selengkapnya proyeksi rugi laba usaha ditampilkan pada Lampiran 8.
5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu
arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh
dari penjualan kecap ikan selama satu tahun. Untuk arus keluar meliputi biaya
investasi, biaya variabel, dan biaya tetap, termasuk angsuran pokok, angsuran
bunga.dan pajak penghasilan.
Evaluasi profitabilitas rencana usaha kecap ikan skala kecil dilakukan dengan
menilai kriteria kelayakan usaha yaitu NPV, dan Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost
Ratio). Usaha pengolahan kecap ikan dengan menggunakan asumsi yang ada
menghasilkan NPV sebesar Rp. 75.478.206 dengan IRR 45,34% dan Net B/C
Ratio 1,63 kali. Berdasarkan kriteria dan asumsi yang ada menunjukkan bahwa
usaha pengolahan kecap ikan ini layak untuk dilaksanakan dengan Pay Back
Period (PBP) selama 1,87 tahun atau modal yang ditanamkan pada usaha ini telah
dapat dikembalikan sebelum umur proyek berakhir (3 tahun). Proyeksi arus kas
untuk kelayakan usaha pengolahan kecap ikan selengkapnya ditampilkan pada
Lampiran 9.
Tabel 5.7. Kelayakan Usaha Pengolahan Kecap Ikan
No
Kriteria
1
NVP (14%)
2.
IRR
3
Net B/C Ratio
4
Pay Back Period
Nilai
Justifikasi Kelayakan
Rp 75.478.206
>0
45,34%
>14 %
1,63
> 1,00
1,87 tahun
< 3 tahun
39
ASPEK KEUANGAN
5.8. Analisis Sensitivitas
(a) Kenaikan Biaya Variabel
Hasil analisis sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel menunjukkan bahwa
batas kelayakan usaha ini adalah kenaikan biaya variabel maksimum sebesar 12%.
Apabila kenaikan biaya variabel di atas 12% maka usaha ini sudah tidak layak lagi.
Pada kondisi kenaikan biaya variabel sebesar 7%, NPV Rp. 4.289.612, dan Net
B/C 1,04 kali, dengan masa pengembalian modal selama 2,91 tahun. Hasil analisis
dapat dilihat pada Tabel 5.8 dan Lampiran 10.
Tabel 5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha :
Skenario Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 12%
Kriteria
NPV (14%)
Nilai
Justifikasi Kelayakan
Rp 4.289.612
>0
IRR
Net B/C
PBP
15,85%
> 14%
1,04
>1,00
2,91 tahun
< 3 tahun
Hasil analisis sensitivitas akibat kenaikan biaya variabel sebesar 13% dengan
pendapatan tetap menyebabkan usaha ini sudah tidak layak, dengan NPV
(negatif) Rp. 1.642.771. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5.9 dan Lampiran
11.
40
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
Tabel 5.9. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha :
Skenario Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 13%
Kriteria
NPV (14%)
Nilai
Justifikasi Kelayakan
(-) Rp 1.642.771
<0
IRR
13,29%
Net B/C
0,99
PBP
> 3 tahun
< 14 %
>1,00
< 3 tahun
(b) Penurunan Pendapatan
Hasil analisis sensitivitas sebagai akibat penurunan pendapatan atau penurunan
harga jual produk sebesar 7% dengan biaya variabel tetap mengakibatkan usaha
ini masih layak, dengan NPV Rp. 6.676.177 dan Net B/C 1,06 kali. Hasil analisis
dapat dilihat pada Tabel 5.10 dan Lampiran 12.
Tabel 5.10. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha
Skenario Penurunan Pendapatan Sebesar 7%
Kriteria
NPV (14%)
IRR
Net B/C
PBP
Nilai
Justifikasi Kelayakan
Rp 6.676.177
>0
16,88%
>14%
1,06
> 1,00
2,86 tahun
< 3 tahun
Hasil analisis sensitivitas sebagai akibat penurunan pendapatan atau penurunan
harga jual produk sebesar 8% dengan biaya variabel tetap mengakibatkan usaha
41
ASPEK KEUANGAN
ini menjadi tidak layak, dengan NPV (negatif) Rp. 3.152.685 dan IRR < 14%.
Dengan kata lain jika terjadi penurunan harga jual produk atau penerimaan
sebesar kurang dari 8%, usaha ini masih tetap layak. Hasil analisis dapat dilihat
pada Tabel 5.11 dan Lampiran 13.
Tabel 5.11. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha :
Skenario Penurunan Pendapatan Sebesar 8%
Kriteria
NPV (14%)
Nilai
Justifikasi Kelayakan
(-) Rp 3.152.685
<0
IRR
Net B/C
PBP
12,63%
< 14%
0,97
>1,00
> 3 tahun
< 3 tahun
Berdasarkan analisa sensitivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha
kecap ikan relatif sensitif terhadap penurunan harga jual produk dibandingkan
dibandingkan dengan kenaikan biaya variabel, terutama kenaikan harga bahan
baku ikan dan gula aren.
(c) Sensitivitas Kombinasi
Hasil analisis sensitivitas kombinasi berupa kenaikan biaya variabel dan
diringi dengan penurunan pendapatan mengakibatkan usaha ini dianggap tidak
layak apabila terjadi kenaikan biaya variabel lebih dan penurunan pendapatan
masing-masing sebesar lebih dari 5%. Pada kondisi dimana biaya variabel naik 5%
dan pendapatan turun 5%, maka usaha ini masih dinilai layak dengan NPV Rp.
3.122.553, Net B/C 1,03 kali dan PBP 2,93 tahun. Namun jika biaya variabel naik
6% dan pendapatan turun sebesar 6%, ternyata menyebabkan usaha menjadi
tidak layak dengan NPV negatif dan PBP lebih dari 3 tahun. Hasil analisis sensitivitas
42
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
kombinasi dapat dilihat pada Tabel 5.12 dan Lampiran 14 dan 15.
Tabel 5.12. Analisis Sensitivitas Kombinasi
No
Kriteria
1.
NPV (Rp)
2.
IRR
3.
Net B/C Ratio
4.
Pay Back Period
Biaya Variabel
Naik 5% dan
Pendapatan Turun 5%
Biaya Variabel
Naik 6% dan
Pendapatan Turun 6%
Rp 3.122.553
(-) Rp 12.638.691
15,33%
8,56%
1,03
0,89
2,93 tahun
> 3 tahun
43
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB VI
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN
DAMPAK LINGKUNGAN
6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial
Kota Ternate di Provinsi Maluku Utara, seperti halnya kabupaten lainnya di
provinsi ini, merupakan daerah dengan potensi sumber daya perikanan laut yang
besar, disamping komoditi rempah. Masyarakat di wilayah ini adalah pengkonsumsi
ikan, akan tetapi potensi produksi melebihi tingkat konsumsi, sehingga usahausaha untuk memanfaatkan kelebihan potensi produksi perlu dikembangkan.
Usaha pengolahan ikan secara tradisional masih terbatas pada pengasapan dan
penggaraman ikan. Usaha meningkatkan nilai tambah melalui proses pengolahan,
yaitu pembuatan kecap ikan selain dapat meningkatkan pendapatan juga
berpotensi untuk memperluas lapangan kerja. Satu unit usaha pengolahan kecap
ikan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 5 orang, dengan upah Rp. 50.000 per
hari, atau sekitar Rp. 1.250.000 per orang per bulan.
Dampak lain dari keberadaan atau pengembangan usaha pengolahan kecap
ikan adalah kemudahan dan perluasan pasar bagi nelayan yang umumnya adalah
nelayan kecil. Kemudahan dan perluasan pasar hasil tangkapan memberikan
dampak bagi peningkatan pendapatan nelayan kecil.
6.2. Aspek Dampak Lingkungan
Proses produksi dalam usaha pengolahan kecap ikan, akan menghasilkan
limbah padat dan limbah cair. Limbah padat umumnya berupa ampas hasil
penyaringan bumbu dan kaldu ikan hasil perebusan serta limbah cair hasil proses
pencucian. Namun demikian kedua jenis limbah tersebut tidak memberikan
dampak negatif.
45
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
a.
Usaha pengolahan kecap ikan mempunyai peranan penting dalam rangka
memenuhi kebutuhan sumber gizi, baik untuk kebutuhan protein maupun
kalori. Usaha pengolahan kecap ikan juga berperan penting dalam rangka
meningkatkan nilai tambah ikan, terutama jenis-jenis ikan yang bernilai
ekonomi rendah.
b. Faktor terpenting bagi keberhasilan usaha pengolahan kecap ikan adalah
pemasaran produknya. Pesaing utama produk kecap ikan di wilayah Kota
Ternate ini adalah produk kecap manis berbahan baku kedele, dengan
harga yang relatif lebih murah. Keunggulan dari kecap ikan dari kajian
ini adalah karena mempunyai rasa dan aroma yang spesifik. Keberhasilan
usaha ini ditentukan sejauh mana memperluas pasar ke luar daerah, yang
dalam hal ini terkendala oleh biaya transportasi yang tinggi. Permodalan
dan keterbatasan akses informasi pasar merupakan kendala lain dalam
pengembangan usaha ini.
c. Usaha ini mempunyai prospek pasar baik domestik maupun ekspor, karena
merupakan kebutuhan rumah tangga sebagai salah satu bumbu masakan.
Konsumen produk ini selain rumah tangga adalah restoran, dan usaha jasa
boga (catering).
d. Faktor kritis dalam proses produksi kecap ikan ini adalah dalam hal mutu,
yaitu menjaga konsistensi mutu (rasa, aroma dan kekentalan) yang
ditentukan pada proses persiapan bumbu, dan pemasakan.
e. Total biaya proyek usaha kecap ikan adalah sebesar Rp. 169.357.734, yang
terdiri dari biaya investasi dan modal kerja. Biaya investasi peralatan yang
diperlukan dalam usaha kecap ikan sebesar Rp 119.270.000 dan sebesar
47
KESIMPULAN DAN SARAN
40% dipenuhi dari kredit investasi atau Rp. 47.708.000, dengan bunga
14% dan jangka waktu pinjaman 3 tahun. Sisanya modal sendiri, yaitu
sebesar Rp. 71.562.000. Sedangkan untuk modal kerja yang dibutuhkan
untuk produksi dan penjualan kecap ikan adalah sebesar Rp 50.087.734.
Kebutuhan modal kerja tersebut untuk produksi selama 2 bulan produksi.
Sebesar Rp 20.035.094 (40%) diantaranya diasumsikan diperoleh dari
kredit bank dengan jangka waktu pinjaman selama 1 tahun dan suku
bunga 14% pertahun.
f. Produksi dari usaha pengolahan kecap ikan rata-rata per bulan sebanyak
20.160 botol dengan rata-rata harga jual kecap ikan per bulan sebesar
Rp 21.000 per botol @ 630 ml. Proses pemasaran produk menghasilkan
pendapatan per tahun sebesar Rp 423.360.000.
g. Berdasarkan proyeksi laba rugi, usaha kecap ikan menghasilkan laba
(setelah pajak) per tahun sebesar Rp 84.398.663 dengan nilai rata-rata
profit on sales 19,94%.
h. Analisis keuangan dan kelayakan usaha pengolahan kecap ikan sesuai
asumsi yang digunakan adalah layak untuk dilaksanakan dengan nilai Net
B/C Ratio 1,63, NPV sebesar Rp. 75.478.206 dengan masa pengembalian
modal selama 1,87 tahun.
i. Penurunan harga jual produk atau pendapatan usaha lebih sensitif terhadap
kelayakan usaha dibandingkan kenaikan biaya produksi. Penurunan
pendapatan sebesar 8% atau kenaikan biaya produksi, khususnya harga
bahan baku sebesar 13% menyebabkan usaha ini menjadi tidak layak.
j. Pengembangan usaha pengolahan kecap ikan memberikan manfaat yang
positif dari aspek sosial ekonomi wilayah dengan terbukanya peluang
kerja serta peningkatan pendapatan masyarakat, dan tidak menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan.
48
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
7.2. Saran
a.
Berdasarkan potensi bahan baku, prospek pasar, tingkat teknologi proses,
dan aspek finansial, usaha pengolahan kecap ikan layak untuk dibiayai.
b. Untuk menjamin kelancaran pengembalian kredit, pihak perbankan
seyogyanya juga turut berpartisipasi dalam pembinaan usaha ini, khususnya
pada aspek keuangan, dan manajemen pembukuan.
c. Perlu dikembangkan disain tungku pemasakan yang hemat bahan bakar
untuk proses pemasakan. Selain itu untuk meningkatkan produktivitas
perlu dikembangkan alat pengepress dan penyaring cairan hasil masakan
ikan dan bumbu.
d. Perlu dilakukan penyuluhan dan pembinaan bagi para pengusaha
untuk mencegah penggunaan bahan tambahan atau pengawet yang
membahayakan kesehatan konsumen.
e. Perlu dilakukan pengembangan dan revitalisasi kelembagaan kelompok
usaha sehingga meningkatkan peluang untuk meningkatkan posisi tawar
dan memperluas akses pasar.
49
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
LAMPIRAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
53
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Industri Kecap Ikan
Lampiran 1. Asumsi Untuk Analisis Keuangan
No
Asumsi
Satuan
Nilai / Jumlah
1
Periode proyek
tahun
3
2
Bulan kerja tahun
bulan
12
3
Hari kerja dalam sebulan
hari
14
4
Output, Produksi dan Harga*) :
a. Rata-rata Produksi kecap per tahun
Botol
20.160
a. Rata-rata Produksi kecap per bulan
Botol
1.680
b. Rata-rata Produksi kecap per hari
Botol
120
c. Rata-rata Harga penjualan kecap/botol
21.000
d. Lama menunggu pendapatan
bulan
2
f. Hasil kecap per kg ikan
botol
8
g. Kebutuhan ikan/botol kecap
4
Rata-rata kebutuhan Tenaga kerja per bulan*) :
5
Penggunaan input dan harga*) :
a. Rata-rata kebutuhan bahan baku ikan per
tahun
b. Rata-rata harga pembelian bahan baku ikan
per tahun
6
Suku Bunga per Tahun
7
Proporsi Modal :
8
Rp
kg ikan
orang
0,13
5
Kg
2.520
Rp/kg
10.000
%
14
a. Kredit
%
40
b. Modal Sendiri
%
60
Jangka waktu Kredit Investasi
tahun
3
Jangka Waktu kredit Modal Kerja
tahun
1
55
56
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
2
1
No
Satuan
unit
unit
unit
unit
unit
g. Alat penutup botol
h. Alat pencucian botol
i. Pisau
j. Kompor
k. Pengaduk
m2
Lahan
Sumber dana investasi :
a. Kredit
40%
b. Dana sendiri
60%
Jumlah
m2
Bangunan Produksi
Lahan dan Bangunan
unit
f. Mesin Blender
1
unit
unit
d. Timbangan
unit
c. Baskom/ember
e. Alat
pengepress&penyaring
10
unit
b. Wajan perebusan
200.000
1.250.000
15.000
500.000
25.000
1.000.000
750.000
2.000.000
1.500.000
150.000
100.000
250.000
500.000
Rp 47.708.000
Rp 71.562.000
100
70
8
4
10
1
1
1
1
8
unit
2
Harga
Jumlah
per Satuan
Fisik
Rp
a.Tungku pemasakan
Alat produksi dan Pengemas
Komponen Biaya
20.000.000
87.500.000
120.000
2.000.000
250.000
1.000.000
750.000
2.000.000
1.500.000
150.000
1.000.000
2.000.000
1.000.000
Jumlah
Biaya Rp
119.270.000
Lampiran 2. Biaya Investasi
10
1
2
2
2
2
2
3
3
1
1
3
Umur
Ekonomis
(bulan)
15.753.333
8.750.000
120.000
1.000.000
125.000
500.000
375.000
1.000.000
500.000
50.000
1.000.000
2.000.000
333.333
Nilai
Penyusutan
Rp/bulan
LAMPIRAN
Industri Kecap Ikan
Lampiran 3. Biaya Variabel
No
1
Struktur Biaya
1
2
3
Bahan Baku
a. Ikan
Jumlah (kg)
2.520
2.520
2.520
10.000
10.000
10.000
25.200.000
25.200.000
25.200.000
Jumlah (kg)
12.600
12.600
12.600
Harga/Kg
12.500
12.500
12.500
157.500.000
157.500.000
157.500.000
2.394
2.394
2.394
16.666
16.666
16.666
39.898.404
39.898.404
39.898.404
Jumlah
252,0
252,0
252,0
Harga/Kg
6.000
6.000
6.000
1.512.000
1.512.000
1.512.000
Jumlah (ikat)
1.260
1.260
1.260
Harga/unit
2.000
2.000
2.000
Harga/Kg
Jumlah biaya (Rp)
b. Gula aren
Jumlah biaya (Rp)
c. Bumbu-bumbu
Jumlah (kg)
Harga/Kg
Jumlah biaya (Rp)
2
Bahan Pembantu
a. Garam:
Jumlah biaya (Rp)
b. Kayu Bakar
57
LAMPIRAN
No
Struktur Biaya
Jumlah biaya (Rp)
1
2
3
2.520.000
2.520.000
2.520.000
Jumlah (ltr)
1.260
1.260
1.260
Harga/unit
3.200
3.200
3.200
4.032.000
4.032.000
4.032.000
20.160
20.160
20.160
1.000
1.000
1.000
20.160.000
20.160.000
20.160.000
20.160
20.160
20.160
25
25
25
504.000
504.000
504.000
5
5
5
60.000
60.000
60.000
4.200.000
4.200.000
4.200.000
255.526.404
255.526.404
255.526.404
c. Minyak tanah
Jumlah biaya (Rp)
d. Kemasan botol
Jumlah (unit)
Harga/unit
Jumlah biaya (Rp)
e. Label
Jumlah (unit)
Harga/unit
Jumlah biaya (Rp)
3
Tenaga Kerja Langsung
Jumlah (org)
Biaya/org/hari
Jumlah biaya (Rp)
Total Biaya Variabel
58
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
Lampiran 4. Biaya Tetap
Biaya Per
Bulan (Rp)
Biaya Per
Tahun (Rp)
No
Uraian
Jumlah
Unit
1
Tenaga Kerja Tetap
2
Orang
1.250.000
30.000.000
2
Biaya lain-lain
1
Bulan
1.250.000
15.000.000
TOTAL
45.000.000
Struktur Biaya
1
2
3
Biaya Tetap
45.000.000
45.000.000
45.000.000
Biaya Produksi
255.526.404
255.526.404
255.526.404
300.526.404
300.526.404
Total
300.526.404
Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan
No
1
Produk
1
2
3
Jumlah
20.160
20.160
20.160
Harga/kg
21.000
21.000
21.000
423.360.000
423.360.000
423.360.000
Kecap Ikan
Jumlah (Rp)
59
60
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Tahun-1
Tahun-0
Periode
20.035.094
Kredit
2.226.373
4.452.747
6.679.120
bulan
Bunga
18.129.040
20.355.413
22.581.787
Total
20.035.094
Angsuran
Tetap
233.743
bulan
Bunga
20.268.836
Total
Lampiran 7. Angsuran Kredit Modal Kerja
15.902.667
Tahun-3
Bunga : 14%
15.902.667
Tahun-2
Angsuran
Tetap
15.902.667
47.708.000
Kredit
Lampiran 6. Angsuran Kredit Investasi
Tahun-1
Tahun-0
Periode
Bunga : 14%
20.035.094
20.035.094
Saldo Awal
15.902.667
31.805.333
47.708.000
47.708.000
Saldo Awal
-
20.035.094
Saldo
Akhir
-
15.902.667
31.805.333
47.708.000
Saldo
Akhir
LAMPIRAN
Pajak (15%)
Laba Setelah Pajak
Profit on Sales
BEP:
D
E
F
G
%
Rupiah
R/L Sebelum Pajak
43,3%
183.227.650
19,11%
80.916.795
14.279.434
95.196.230
328.163.770
2.400.000
v. Biaya Pemasaran/Distribusi
Total Pengeluaran
9.484.033
15.753.333
iii. Depresiasi
iv. Angsuran Bunga
45.000.000
255.526.404
423.360.000
1
ii. Biaya Tetap
i. Biaya Variabel
Pengeluaran
Total Penerimaan
Penerimaan
Uraian
C
B
A
No
40,3%
170.536.238
20,12%
85.193.389
15.034.127
100.227.516
323.132.484
2.400.000
4.452.747
15.753.333
45.000.000
255.526.404
423.360.000
2
Tahun
Lampiran 8. Proyeksi Rugi Laba Usaha (Rp)
39,0%
164.920.214
20,57%
87.085.806
15.368.083
102.453.889
320.906.111
2.400.000
2.226.373
15.753.333
45.000.000
255.526.404
423.360.000
3
40,8%
172.894.701
19,94%
84.398.663
14.893.882
99.292.545
324.067.455
2.400.000
5.387.718
15.753.333
45.000.000
255.526.404
423.360.000
Rata-rata
Industri Kecap Ikan
61
62
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
A
No
20.035.094
b. Modal Kerja
35.937.760
4. Angsuran Pokok
255.526.404
-
373.272.266
45.000.000
119.270.000
-
423.360.000
423.360.000
1
2
15.902.667
45.000.000
255.526.404
3.120.000
423.360.000
423.360.000
423.360.000
Bulan
3. Biaya Tetap
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
Total Arus Masuk
169.357.734
30.052.640
b. Modal Kerja
4. Nilai Sisa Proyek
71.562.000
a. Investasi
3. Modal Sendiri
47.708.000
0
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Arus Masuk
Uraian
Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas (Rupiah)
15.902.667
45.000.000
255.526.404
6.000.000
423.360.000
423.360.000
423.360.000
3
LAMPIRAN
ANALISIS KELAYAKAN USAHA
F
1,63
1,87
PBP
45,34%
Rp 75.478.206
(119.270.000)
(119.270.000)
1,0000
(119.270.000)
50.087.734
119.270.000
119.270.000
Net B/C
IRR
NPV (14%)
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
E
D
C
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
7. Biaya Pemasaran/Distribusi
6. Pajak
5. Angsuran Bunga
tahun
(70.088.923)
49.181.077
0,8772
56.066.428
60.732.368
317.205.838
362.627.632
2.400.000
14.279.434
9.484.033
8.611.807
78.700.730
0,7695
102.279.469
81.924.055
321.080.531
341.435.945
2.400.000
15.034.127
4.452.747
75.478.206
66.866.399
0,6750
99.065.513
80.936.473
324.294.487
342.423.527
2.400.000
15.368.083
2.226.373
Industri Kecap Ikan
63
64
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
A
No
20.035.094
b. Modal Kerja
35.937.760
4. Angsuran Pokok
286.189.572
-
373.272.266
45.000.000
119.270.000
-
423.360.000
423.360.000
1
2
15.902.667
45.000.000
286.189.572
3.120.000
423.360.000
423.360.000
423.360.000
Bulan
3. Biaya Tetap
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
Total Arus Masuk
169.357.734
30.052.640
b. Modal Kerja
4. Nilai Sisa Proyek
71.562.000
a. Investasi
3. Modal Sendiri
47.708.000
0
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Arus Masuk
Uraian
Lampiran 10. Analisis Sensitivitas : Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 12%
15.902.667
45.000.000
286.189.572
6.000.000
423.360.000
423.360.000
423.360.000
3
LAMPIRAN
ANALISIS KELAYAKAN USAHA
F
1,04
2,91
PBP
15,85%
Rp 4.289.612
(119.270.000)
(119.270.000)
1,0000
(119.270.000)
50.087.734
119.270.000
119.270.000
Net B/C
IRR
NPV (14%)
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
E
D
C
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
7. Biaya Pemasaran/Distribusi
6. Pajak
5. Angsuran Bunga
Tahun
(96.986.439)
22.283.561
0,8772
25.403.259
30.069.200
347.869.007
393.290.800
2.400.000
14.279.434
9.484.033
(41.880.022)
55.106.417
0,7695
71.616.300
51.260.887
351.743.700
372.099.113
2.400.000
15.034.127
4.452.747
4.289.612
46.169.634
0,6750
68.402.344
50.273.304
354.957.656
373.086.696
2.400.000
15.368.083
2.226.373
Industri Kecap Ikan
65
66
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
A
No
20.035.094
b. Modal Kerja
35.937.760
4. Angsuran Pokok
288.744.837
-
373.272.266
45.000.000
119.270.000
-
423.360.000
423.360.000
1
Bulan
3. Biaya Tetap
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
Total Arus Masuk
169.357.734
30.052.640
b. Modal Kerja
4. Nilai Sisa Proyek
71.562.000
a. Investasi
3. Modal Sendiri
47.708.000
0
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Arus Masuk
Uraian
15.902.667
45.000.000
288.744.837
3.120.000
423.360.000
423.360.000
423.360.000
2
Lampiran 11. Analisis Sensitivitas : Kenaikan Biaya Variabel Sebesar 13%
15.902.667
45.000.000
288.744.837
6.000.000
423.360.000
423.360.000
423.360.000
3
LAMPIRAN
ANALISIS KELAYAKAN
USAHA
F
PBP
Net B/C
IRR
NPV (14%)
KUMULATIF
E
>3
0,99
13,29%
(-) Rp. 1.642.771
(119.270.000)
(119.270.000)
1,0000
Discount Factor (14%)
Present Value
(119.270.000)
CASH FLOW UNTUK
MENGHITUNG IRR
D
50.087.734
Arus Bersih (NCF)
119.270.000
Arus Keluar untuk
Menghitung IRR
C
119.270.000
Total Arus Keluar
7. Biaya Pemasaran/Distribusi
6. Pajak
5. Angsuran Bunga
Tahun
(46.087.674)
53.140.225
20.042.101
(99.227.899)
0,7695
69.061.036
48.705.623
0,8772
22.847.995
27.513.936
354.298.964
374.654.377
395.846.064
350.424.271
2.400.000
15.034.127
4.452.747
2.400.000
14.279.434
9.484.033
(1.642.771)
44.444.903
0,6750
65.847.080
47.718.040
357.512.920
375.641.960
2.400.000
15.368.083
2.226.373
Industri Kecap Ikan
67
68
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
A
No
20.035.094
b. Modal Kerja
35.937.760
4. Angsuran Pokok
255.526.404
-
343.637.066
45.000.000
119.270.000
-
393.724.800
393.724.800
1
2
15.902.667
45.000.000
255.526.404
3.120.000
393.724.800
393.724.800
393.724.800
Bulan
3. Biaya Tetap
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
Total Arus Masuk
169.357.734
30.052.640
b. Modal Kerja
4. Nilai Sisa Proyek
71.562.000
a. Investasi
3. Modal Sendiri
47.708.000
0
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Arus Masuk
Uraian
Lampiran 12. Analisis Sensitivitas : Penurunan Pendapatan Sebesar 7%
15.902.667
45.000.000
255.526.404
6.000.000
393.724.800
393.724.800
393.724.800
3
LAMPIRAN
F
E
D
C
1,06
2,86
PBP
16,88%
Rp 6.676.177
(119.270.000)
(119.270.000)
1,0000
(119.270.000)
50.087.734
119.270.000
119.270.000
Net B/C
IRR
NPV (14%)
USAHA
ANALISIS KELAYAKAN
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
7. Biaya Pemasaran/Distribusi
6. Pajak
5. Angsuran Bunga
55.897.406
(40.187.307)
23.185.287
(96.084.713)
Tahun
0,7695
0,8772
72.644.269
52.288.855
31.097.168
26.431.228
321.080.531
341.435.945
2.400.000
15.034.127
4.452.747
317.205.838
362.627.632
2.400.000
14.279.434
9.484.033
6.676.177
46.863.483
0,6750
69.430.313
51.301.273
324.294.487
342.423.527
2.400.000
15.368.083
2.226.373
Industri Kecap Ikan
69
70
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
A
No
20.035.094
b. Modal Kerja
35.937.760
4. Angsuran Pokok
255.526.404
-
339.403.466
45.000.000
119.270.000
-
389.491.200
389.491.200
1
2
15.902.667
45.000.000
255.526.404
3.120.000
389.491.200
389.491.200
389.491.200
Bulan
3. Biaya Tetap
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
Total Arus Masuk
169.357.734
30.052.640
b. Modal Kerja
4. Nilai Sisa Proyek
71.562.000
a. Investasi
3. Modal Sendiri
47.708.000
0
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Arus Masuk
Uraian
Lampiran 13. Analisis Sensitivitas : Penurunan Pendapatan Sebesar 8%
15.902.667
45.000.000
255.526.404
6.000.000
389.491.200
389.491.200
389.491.200
3
LAMPIRAN
F
E
D
C
PBP
Net B/C
IRR
NPV (14%)
USAHA
ANALISIS KELAYAKAN
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
7. Biaya Pemasaran/Distribusi
6. Pajak
5. Angsuran Bunga
>3
0,97
12,63%
(-) Rp 3.152.685
(119.270.000)
(119.270.000)
1,0000
(119.270.000)
50.087.734
119.270.000
119.270.000
52.639.788
(47.158.609)
19.471.603
(99.798.397)
Tahun
0,7695
0,8772
68.410.669
48.055.255
26.863.568
22.197.628
321.080.531
341.435.945
2.400.000
15.034.127
4.452.747
317.205.838
362.627.632
2.400.000
14.279.434
9.484.033
(3.152.685)
44.005.924
0,6750
65.196.713
47.067.673
324.294.487
342.423.527
2.400.000
15.368.083
2.226.373
Industri Kecap Ikan
71
72
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
A
No
20.035.094
b. Modal Kerja
3. Biaya Tetap
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
Total Arus Masuk
119.270.000
-
169.357.734
30.052.640
b. Modal Kerja
4. Nilai Sisa Proyek
71.562.000
a. Investasi
3. Modal Sendiri
47.708.000
0
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Arus Masuk
Uraian
45.000.000
268.302.724
-
352.104.266
402.192.000
402.192.000
1
2
45.000.000
268.302.724
-
402.192.000
402.192.000
402.192.000
Bulan
Lampiran 14. Analisis Sensitivitas Kombinasi:
Penurunan Pendapatan 5% dan Kenaikan Biaya Variabel 5%
45.000.000
268.302.724
402.192.000
402.192.000
402.192.000
3
LAMPIRAN
F
E
D
C
1,03
2,93
PBP
15,33%
Rp 3.122.553
(119.270.000)
(119.270.000)
1,0000
(119.270.000)
50.087.734
119.270.000
119.270.000
Net B/C
IRR
NPV (14%)
USAHA
ANALISIS KELAYAKAN
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
7. Biaya Pemasaran/Distribusi
54.982.416
(44.882.226)
19.405.357
(99.864.643)
Tahun
0,7695
0,8772
71.455.148
51.099.735
26.788.048
22.122.107
330.736.852
351.092.265
2.400.000
15.034.127
4.452.747
15.902.667
329.982.159
375.403.952
2.400.000
14.279.434
9.484.033
5. Angsuran Bunga
6. Pajak
35.937.760
4. Angsuran Pokok
3.122.553
48.004.779
0,6750
71.121.192
52.992.152
331.070.808
349.199.848
2.400.000
15.368.083
2.226.373
15.902.667
Industri Kecap Ikan
73
74
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
B
A
No
20.035.094
b. Modal Kerja
3. Biaya Tetap
2. Biaya Variabel
1. Biaya Investasi
Arus Keluar
Menghitung IRR
Arus Masuk untuk
Total Arus Masuk
119.270.000
-
169.357.734
30.052.640
b. Modal Kerja
4. Nilai Sisa Proyek
71.562.000
a. Investasi
3. Modal Sendiri
47.708.000
0
a. Investasi
2. Kredit
1. Total Penjualan
Arus Masuk
Uraian
45.000.000
270.857.988
-
347.870.666
397.958.400
397.958.400
1
Bulan
45.000.000
270.857.988
-
397.958.400
397.958.400
397.958.400
2
Lampiran 15. Analisis Sensitivitas Kombinasi:
Penurunan Pendapatan 6% dan Kenaikan Biaya Variabel 6%
45.000.000
270.857.988
397.958.400
397.958.400
397.958.400
3
LAMPIRAN
F
E
D
C
PBP
Net B/C
IRR
NPV (14%)
USAHA
ANALISIS KELAYAKAN
KUMULATIF
Present Value
Discount Factor (14%)
MENGHITUNG IRR
CASH FLOW UNTUK
Arus Bersih (NCF)
Menghitung IRR
Arus Keluar untuk
Total Arus Keluar
7. Biaya Pemasaran/Distribusi
>3
0,89
8,56%
(-) Rp 12.638.691
(119.270.000)
(119.270.000)
1,0000
(119.270.000)
50.087.734
119.270.000
119.270.000
Tahun
(56.061.181)
49.758.606
13.450.213
(105.819.787)
0,7695
64.666.284
44.310.871
333.292.116
353.647.529
2.400.000
15.034.127
4.452.747
15.902.667
0,8772
15.333.243
19.999.184
332.537.423
377.959.216
2.400.000
14.279.434
9.484.033
5. Angsuran Bunga
6. Pajak
35.937.760
4. Angsuran Pokok
(12.638.691)
43.422.489
0,6750
64.332.328
46.203.288
333.626.072
351.755.112
2.400.000
15.368.083
2.226.373
15.902.667
Industri Kecap Ikan
75
LAMPIRAN
Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan
1. Menghitung Jumlah Angsuran.
Angsuran kredit terdiri dari angsuran pokok ditambah dengan pembayaran
bunga pada periode angsuran. Jumlah angsuran pokok tetap setiap bulannya.
Periode angsuran (n) adalah selama 36 bulan untuk kredit investasi dan 12
bulan untuk kredit modal kerja.
Cicilan pokok
= Jumlah Pinjaman dibagi periode angsuran (n).
Bunga
= i% x jumlah (sisa) pinjaman.
Jumlah angsuran
= Cicilan Pokok + Bunga.
2. Menghitung Jumlah Penyusutan/Depresiasi dengan Metode Garis Lurus
dengan Nilai Sisa 0 (nol).
Penyusutan = Nilai Investasi /Umur Ekonomis.
3. Menghitung Net Present Value (NPV).
NPV merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari
biaya. Adapun rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:
n
B1 – Ct
NPV = ∑ –––––––––
t = 1 (1 + i)t
Keterangan :
Bt = Benefit atau manfaat (keuntungan) proyek yang diperoleh
pada tahun ke-t.
Ct = Biaya atau ongkos yang dikeluarkan dari adanya proyek
pada tahun ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut
dianggap merupakan modal atau dana rutin/operasional.
76
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
i
= Tingkat suku bunga atau merupakan social opportunity cost of
capital.
n
= Umur Proyek.
Untuk menginterpretasikan kelayakan suatu proyek, dapat dilihat dari hasil
perhitungan NPV sebagai berikut:
a. Apabila NPV > 0 berarti proyek layak untuk dilaksanakan secara finansial;
b. Apabila NPV = nol, berarti proyek mengembalikan dananya persis sama
besar dengan tingkat suku bunganya (Social Opportunity of Capital-nya).
c. Apabila NPV < 0, berarti proyek tidak layak untuk dilanjutkan karena proyek
tidak dapat menutupi social opportunity cost of capital yang digunakan.
4. Menghitung Internal Rate of Return (IRR).
IRR merupakan nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan
0 (nol). IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi
bersih dari suatu proyek, sepanjang setiap benefit bersih yang diperoleh secara
otomatis ditanamkan kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan
tingkat keuntungan i yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek.
Cara perhitungan IRR dapat didekati dengan rumus dibawah ini :
NPV1
IRR = i1 + (i2 – i1) X –––––––––––––
(NPV1 – NPV2)
Keterangan :
IRR
= Nilai Internal Rate of Return, dinyatakan dalam %.
NPV1 = Net Present Value pertama pada DF terkecil
NPV2 = Net Present Value kedua pada DF terbesar
i1
= Tingkat suku bunga /discount rate pertama.
i2
= Tingkat suku bunga /discount rate kedua.
77
LAMPIRAN
Kelayakan suatu proyek dapat didekati dengan mempertimbangkan nilai IRR
sebagai berikut:
a. Apabila nilai IRR sama atau lebih besar dari nilai tingkat suku bunganya maka
proyek tersebut layak untuk dikerjakan.
b. Apabila nilai IRR lebih kecil atau kurang dari tingkat suku bunganya maka
proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dikerjakan.
5. Menghitung Net B/C.
Net benefit-cost ratio atau perbandingan manfaat dan biaya bersih suatu
proyek adalah perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri
atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit bersih
itu bersifat positif, sedangkan penyebut terdiri atas present value total dari
benefit bersih dalam tahun di mana benefit itu bersifat negatif.
Cara menghitung Net B/C dapat menggunakan rumus dibawah ini:
NPV B-C Positif
Net B/C = –––––––––––––
NPV B-C Negatif
Keterangan :
Net BC
= Nilai benefit-cost ratio.
NPV B-C Positif.
= Net present value positif.
NPV B-C Negatif. = Net present value negatif.
Hasil perhitungan Net B/C dapat diterjemahkan sebagai berikut:
a. Apabila nilai Net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan.
b. Apabila nilai Net B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
78
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
Industri Kecap Ikan
6. Menghitung Titik Impas (Break Even Point).
Titik impas atau titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) adalah suatu
keadaan dimana tingkat produksi atau besarnya pendapatan sama dengan
besarnya pengeluaran pada suatu proyek, sehingga pada keadaan tersebut
proyek tidak mendapatkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian.
Terdapat beberapa rumus untuk menghitung titik impas yang dapat dipilih,
namun dalam buku ini digunakan rumus pada huruf a, b dan c di bawah ini :
Biaya Tetap.
a. Titik Impas (Rp.) = —————————————
Total Biaya Variabel.
1 - —————————
Hasil Penjualan.
Titik Impas (Rp)
b. Titik Impas (satuan) = ——–———————
Harga satuan Produk
c. Jika biaya variabel dan biaya tetap tidak dipisahkan maka pencarian
titik impas dapat menggunakan prinsip total pendapatan = total
pengeluaran.
Total Pendapatan = Harga x Jumlah produk yang dihasilkan.
Total Pengeluaran = Jumlah semua biaya yang diperlukan proyek.
Jadi harga produk x jumlah produk yang dihasilkan = Total Pengeluaran.
Titik Impas (Rp.)
d. Titik Impas (n) = —————————— X Total Produksi.
Hasil Penjualan (Rp.)
79
LAMPIRAN
7. Menghitung PBP (Pay Back Period atau Lama Pengembalian Modal)
PBP digunakan untuk memperkirakan lama waktu yang dibutuhkan proyek
untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam.
Cara menterjemahkan PBP untuk menetapkan kelayakan suatu proyek adalah
sebagai berikut:
a. Apabila nilai PBP lebih pendek dari jangka waktu proyek yang ditetapkan
maka suatu proyek dinyatakan layak.
b. Apabila nilai PBP lebih lama dari jangka waktu proyek maka suatu proyek
dinyatakan tidak layak.
8. Menghitung Discount Factor (DF).
DF dapat didefinisikan sebagai: “Faktor yang dipergunakan untuk
memperhitungkan nilai sekarang dari suatu jumlah yang diterima di masa
dengan mempertimbangkan tingkat bunga yang berlaku atau disebut juga“
faktor nilai sekarang (present worth factors)” DF diperhitungkan apabila suatu
proyek bersifat multi-period atau periode lebih dari satu kali. Dalam hal ini
periode lazim diperhitungkan dengan semester atau tahun. Nilai dari DF berkisar
dari 0 sampai dengan 1
Cara memperhitungkan DF adalah dengan rumus sebagai berikut :
Rumus DF per tahun
1
= ———— ,
(1+ r) n
dimana
r = suku bunga
n = tahun 0, 1, ……….. n ; sesuai dengan tahun proyek
80
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL
(PPUK)
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Download