pengaruh kondisi sosial ekonomi orang tua

advertisement
PENGARUH KONDISI SOSIAL EKONOMI ORANG TUA
TERHADAP MOTIVASI BELAJAR ANAK
Fatimah Djafar
IAIN Sultan Amai Gorontalo
ABSTRAK
Tingkat sosial ekonomi orang tua berpengaruh terhadap motivasi belajar anaknya di sekolah, sebab segala
kebutuhan anak yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan sekolah sangat tergantung dari kondisi sosial
ekonomi yang dimiliki orang tuanya. Orang tua yang mempunyai pendapatan cukup atau tinggi pada umumnya
akan lebih mudah memenuhi segala kebutuhan sekolah dan keperluan lain, sehingga anak akan termotivasi
dalam belajar, demikian sebaliknya. Oleh karena itu, tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak..
Kata Kunci: Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua, Motivasi Belajar.
A. PENDAHULUAN
Belajar merupakan perubahan yang terjadi
melalui latihan atau pengalaman, oleh karena itu
selama menjalani proses belajar, anak menghadapi
berbagai macam problematika baik yang bersifat fisik
maupun psikis yang membawanya ke dalam suatu
kesulitan belajar, sehingga mengakibatkan lemahnya
semangat, prestasi menurun, atau hal-hal lain yang
merugikannya. Maka dalam keadaan seperti ini
eksistensi orang tua sangat penting dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan anaknya, terutama dalam meningkatkan motivasi belajar dan melatih anak untuk
mencari solusi dan mengatasi masalah belajarnya
secara mandiri. Dalam hal ini peranan orang tua
untuk membimbing dan memotivasi anak, akan
sangat berperan untuk kesuksesan prestasi belajar
anak.
Perhatian orang tua pada aktivitas belajar
anak dengan segala yang berhubungan dengannya,
dapat memberikan motivasi belajar yang tinggi dan
memunculkan simpati anak kepada orang tua yang
pada akhirnya dapat menumbuhkan kepercayaan
pada diri anak. Perhatian orang tua sesungguhnya
merupakan investasi kepada anak dalam meningkatkan minat belajarnya, dan membantu memaksimalkan perkembangan kepribadian serta prestasi
belajar. Perhatian yang cukup dan perlakukan orang
tua yang bijaksana terhadap anak, akan berdampak
pada kemampuan pengembangan potensi diri anak
yang melahirkan motivasi belajar yang tinggi dan
kemampuan
berkonsentrasi
dalam
aktivitas
belajarnya yang akhirnya berpengaruh kepada
pencapaian prestasi yang maksimal.
Motivasi dalam kegiatan belajar dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di
dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan
belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan
belajar dan yang menimbulkan arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
individu dapat tercapai. Anak yang memiliki motivasi
belajar yang tinggi akan dapat meluangkan waktu
belajar lebih banyak dan lebih tekun daripada yang
kurang memiliki atau sama sekali tidak memiliki
motivasi belajar.
Lahirnya kesadaran orang tua untuk
bertanggung jawab mencerdaskan anaknya secara
langsung semua orang tua hanya pasif bisa menjadi
aktif memberikan dorongan kepada anaknya untuk
belajar lebih giat lagi. Orang tua yang sadar dengan
tanggung jawab tersebut akan lebih arif dalam
menyediakan lingkungan yang mendukung dalam
proses belajar anaknya.
Salah satu hasil penelitian yang membuktikan tentang peran orang tua sebagai faktor utama
dalam meningkatkan motivasi belajar anaknya antara
lain penelitian yang dilakukan oleh Bloom yang
menunjukkan bahwa “Dorongan orang tua merupakan hal yang utama di dalam mengarahkan (goal)
atau cita-cita anak”. Oleh karena itu dalam rangka
meningkatkan perannya orang tua hendaknya: 1)
mengenali kemampuan anak, jangan menuntut anak
melebihi kemampuannya, 2) jangan membandingbandingkan anak dengan kakak atau adiknya, sebab
setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda,
3) menerima anak dengan segala kelebihan dan
kekurangannya, 4) membantu anak mengatasi
masalahnya, 5) tingkatkan semangat belajar anak,
misalnya memberi pujian, pelukan, belaian, atau
ciuman, 6) jangan mencela anak dengan kata-kata
yang menyakitkan, misalnya mencela dengan katakata “bodoh”, “tolol”, “otak udang”, anak yang sering
mendapat cap
seperti itu pada akhirnya akan
mempunyai pandangan bahwa dirinya memang
bodoh dan tolol, 7) mendidik adalah tanggung jawab
bersama, maksudnya ayah dan ibu mempunyai
tanggung jawab yang sama dalam mendidik anak, 8)
senantiasa berdoa agar anak mendapat hasil
1
terbaik.
Sebenarnya kalau kita melihat peran orang
tua dalam meningkatkan motivasi belajar anaknya,
sampai saat ini masih sangat kurang, terutama orang
tua yang sibuk dengan aktivitasnya. Orang tua
1
Reni, Akbar & Hawadi. Psikologi Perkembangan
Anak. (Jakarta: Grasindo, 2001), h.96
1
bertanggung jawab menyediakan biaya untuk
kebutuhan pendidikan anak. Orang tua yang kondisi
sosial ekonominya tinggi tidak akan banyak
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
sekolah anaknya, berbeda dengan orang tua yang
kondisi sosial ekonominya rendah. Contohnya: anak
dalam belajar akan sangat memerlukan sarana
penunjang belajarnya, yang kadang-kadang harganya mahal. Bila kebutuhannya tidak terpenuhi, maka
hal ini akan menjadi penghambat bagi anak dalam
pembelajaran.
Orang tua dengan penghasilan yang tinggi
akan mampu memenuhi berbagai macam sarana
dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar
anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua, semakin
berkualitas perhatian yang diberikan kepada
anaknya, semakin sibuk orang tua dalam pekerjaan,
semakin sedikit perhatian yang diberikan kepada
anaknya”. Semakin banyak penghasilan orang tua,
semakin mudah memenuhi kebutuhan prasarana
dan sarana belajar anaknya. Sementara anak yang
berlatar belakang ekonomi rendah, kurang mendapat
bimbingan dan pengarahan yang cukup dari orang
tua mereka, karena orang tua lebih memusatkan
perhatiannya pada bagaimana untuk memenuhi
2
kebutuhan sehari-hari.
Kondisi sosial ekonomi orang tua tentulah
berpengaruh terhadap peningkatan motivasi belajar
anaknya, apabila diperhatikan bahwa dengan
adanya perekonomian yang cukup, lingkungan
material yang dihadapi anak di keluarganya itu lebih
luas, ia akan mendapat kesempatan yang lebih luas
untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak
ada prasarananya”. Hubungan sosial dengan
keluarganya pun berlainan coraknya. Apabila orang
tuanya hidup dalam status sosial yang serba cukup
dan kurang mengalami tekanan fundamental seperti
hal memperoleh nafkah yang memadai, orang
tuanya dapat mencurahkan perhatian yang lebih
mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia
tidak disulitkan perkara-perkara memenuhi kebutuhan primer kehidupan manusia. Dengan keadaan
ekonomi yang serba cukup, segala keperluan
mengenai pendidikan anaknya juga akan dapat
tercukupi seperti penyediaan sarana dan prasarana
belajar, pembayaran
biaya pendidikan dan
tercukupinya berbagai kegiatan yang menunjang
3
pendidikan seperti kursus dan les tambahan.
Anak yang hidup dalam lingkungan keluarga
dengan penghasilan orang tua yang tinggi, dia akan
dengan mudah mendapatkan sarana dan prasarana
dalam belajar, sehingga kegiatan belajar akan dapat
berjalan maksimal. Hal ini berkebalikan dengan anak
yang hidup dalam keluarga dengan penghasilan
yang sedikit, maka kebutuhan akan sarana
2
Hartinah, DS. Perkembangan Anak. (Bandung:
Refika Aditama, 2008), h.21
3
Gerungan, E.A. Psikologi Sosial. (Bandung:
Eresco, 2004), h.196
2
prasarana akan terkalahkan oleh kebutuhan lain
yang lebih esensial. Anak yang hidup dalam
lingkungan sosial ekonomi yang memadai idealnya
dapat melakukan kegiatan belajar dengan maksimal,
sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang baik.
Hal ini berlaku sebaliknya bahwa anak yang hidup
dalam kondisi sosial ekonomi kurang memadai ia
tidak bisa melakukan kegiatan belajar dengan
maksimal yang pada akhirnya berpengaruh terhadap
prestasi belajarnya yang kurang baik.
Keadaan yang demikian terjadi juga di SMA
Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme
Kabupaten Gorontalo, di mana sekolah ini
menampung anak didik dari berbagai macam latar
belakang ekonomi orang tua yang berbeda.
Keragaman latar belakang ekonomi orang tua
tersebut dapat berpengaruh pula pada kemampuan
membiayai kepada anak-anaknya, sehingga kondisi
sosial ekonomi orang tua merupakan salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan
anak.
Berdasarkan pengamatan peneliti pada anak
didik di Kelas XI SMA
Negeri 1 Bongomeme
sebagian besar mereka berasal dari keluarga
golongan menengah ke bawah. Sebagian besar
pekerjaan orang tua anak didik adalah petani dan
buruh swasta. Pendidikan orang tua mereka
mayoritas adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dalam studi
pendahuluan yang peneliti lakukan terhadap 10
Keluarga dengan kondisi sosial ekonomi tinggi
didapatkan data bahwa dari 10 KK tersebut hanya 3
KK yang memiliki anak dengan prestasi yang baik
(rangking 10 besar), sedangkan 7 KK lainnya
memiliki anak dengan prestasi yang kurang baik,
bahkan ada 1 KK yang anaknya pernah tinggal
kelas. Sementara dari 10 keluarga dengan kondisi
sosial ekonomi rendah, terdapat 5 KK yang anaknya
memiliki prestasi yang baik, 5 KK yang memiliki
prestasi kurang baik.
Dari data di atas, menunjukkan bahwa anak
didik yang bersekolah di SMA Negeri 1 Bongomeme
berasal dari kondisi sosial ekonomi orang tua yang
berbeda seperti: tingkat pendidikan, pendapatan,
kekayaan yang dimiliki dan tempat tinggal.
Keragaman kondisi sosial ekonomi orang tua
merupakan salah satu faktor yang menentukan
motivasi belajar anak di sekolah, sebab segala
kebutuhan yang berkenaan dengan pendidikan akan
dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi orang tua,
sehingga memotivasi penulis untuk mengkaji
permasalahan ini.
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah yang dibahas sebagai berikut:
“Apakah terdapat pengaruh antara kondisi sosial
ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak
khususnya anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1
Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten
Gorontalo ?”.
B.
KAJIAN TEORETIS
HIPOTESIS
DAN
PENGAJUAN
1. Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua
Orang tua adalah komponen keluarga yang
terdiri dari ayah dan ibu merupakan hasil dari sebuah
perkawinan yang sah yang dapat membentuk
sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab
untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anakanaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang
menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan
bermasyarakat.
Orang tua terdiri dari orang yang mempunyai
ikatan darah, perkawinan yaitu ayah, ibu dan anak”.
Untuk itu orang tua harus mempunyai cara-cara
untuk memacu kreativitas pendidikan anak diantaranya, yaitu: orang tua harus dapat mengatur
suasana emosional dalam keluarga agar dapat
merangsang anak untuk belajar dan mengembangkan kemampuan kecerdasannya yang sedang
4
tumbuh.
Pola hubungan antara orang tua dengan
anak akan mempunyai pengaruh terhadap proses
penyesuaian diri anak-anak antara lain: (1)
menerima (acceptance), yaitu situasi hubungan di
mana orang tua menerima anaknya dengan baik.
Sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana
hangat dan rasa aman bagi anak; (2) menghukum
dan disiplin berlebihan, dalam pola hubungan ini,
orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang
ditanamkan orang tua terlalu kaku; (3) memanjakan
dan melindungi anak secara berlebihan; (4)
penolakan, yaitu pola hubungan di mana orang tua
menolak kehadiran anaknya”. Adanya sikap
penolakan ini dapat menimbulkan hambatan bagi
5
anak tersebut dalam berprestasi.
Kondisi sosial ekonomi dari tiap-tiap orang
tua dalam keluarga berbeda satu sama lain. Hal ini
ditentukan oleh keadaan di dalam keluarga tersebut
(misalnya; jumlah anggota keluarga, komunikasi
yang terjalin di dalam keluarga, perhatian dari orang
tua terhadap anak, dan hubungan keluarga dengan
masyarakat sekitar). Dalam kehidupan sehari-hari
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, orang tua
akan terlibat dengan masalah ekonomi. Dapat dan
tidaknya orang tua memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya tergantung pada kondisi ekonomi yang
ada di dalam keluarganya. Hal ini memberikan
pengertian bahwa manusia saling berhubungan satu
dengan lainnya (makhluk sosial) yang merupakan
bagian dari masyarakat dan mempunyai arti serta
peranan dalam kehidupan ekonomi. Ilmu Ekonomi
adalah ilmu yang mempelajari bagaimana usahausaha yang dilakukan oleh manusia untuk dapat
memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup yang
tidak terbatas dihadapkan pada alat pemuas
kebutuhan yang terbatas guna mencapai kemakmuran”. Kondisi ekonomi orang tua adalah Kenyataan yang terlihat atau terasakan oleh indera
manusia tentang keadaan orang tua dan
kemampuan orang tua dalam memenuhi kebutu6
hannya .
Dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa permasalahan ekonomi keluarga
yang utama adalah usaha keluarga untuk dapat
memenuhi kebutuhan, sehingga dapat mencapai
kemakmuran. Kebutuhan yang dimaksud adalah
kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Pemenuhan tersebut harus dilakukan dalam keadaan
sumber-sumber yang dimiliki terbatas dihadapkan
dengan kebutuhan yang alternatif. Kondisi ekonomi
orang tua dalam kehidupan sehari-hari tergantung
pada dua hal yang saling berhubungan yaitu adanya
kebutuhan keluarga yang tidak terbatas baik jumlah
maupun kualitasnya dan jumlah sumber-sumber
yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Tingkat ekonomi keluarga tergantung juga
dari jenis pekerjaan orang tua dan penghasilan yang
diterima oleh keluarga. Seseorang yang berprofesi
sebagai dokter akan memiliki penghasilan yang
berbeda dengan seseorang yang bekerja sebagai
buruh. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
dikemukan oleh Soelaiman yang menyatakan bahwa
“Dilihat dari segi ekonomi dalam masyarakat terdapat
3 (tiga) lapisan masyarakat yaitu: 1) Lapisan
ekonomi mampu/kaya yaitu lapisan masyarakat yang
tergolong lapisan ekonomi mampu/kaya ini
mempunyai pendapatan yang tinggi, sehingga
mereka dapat hidup layak. Contoh pekerjaan yang
tergolong dalam ekonomi mampu/kaya adalah
pejabat pemerintah setempat, dokter, insinyur dan
kelompok profesional lain; 2) Lapisan ekonomi
menengah, lapisan masyarakat yang tergolong
lapisan ekonomi menengah ini mempunyai
pendapatan yang dikatakan cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Contoh pekerjaan yang
tergolong ekonomi menengah adalah pedagang dan
pegawai negeri; 3) Lapisan ekonomi miskin, lapisan
masyarakat yang tergolong lapisan ekonomi miskin
ini memiliki pendapatan yang minim. Contoh
pekerjaan yang tergolong ekonomi miskin ini adalah
buruh tani, buruh bangunan, buruh pabrik dan buruhburuh yang sejenis yang tidak tetap”. Oleh karena itu
semakin tinggi kehidupan ekonomi orang tua, maka
semakin tinggi pula status sosialnya dalam
7
masyarakat. Orang yang memiliki status sosial yang
tinggi akan di tempatkan lebih tinggi dalam struktur
masyarakat dibandingkan dengan orang yang status
sosialnya rendah.
6
4
Suryadi. Kiat Jitu Dalam Mendidik Anak
(Berbagai Masalah Pendidikan dan Psikologi). (Jakarta:
Edsa Mahkota, 2006), h.59
5
Hartinah, DS. Perkembangan Anak. (Bandung:
Refika Aditama, 2008), h.193
Mardan, Usman, Dkk. Ekonomi SMU. (Jakarta:
Aries Lima, 1994), h.1
7
Linton, Ralph. Status Sosial & Kelas SosialStratifikasi/
Diferensiasi
Dalam
Masyarakat.
(http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-status-sosialkelas-sosial-stratifikasi-diferensiasi-dalam-masyarakat.
Diakses: 3 Pebruari 2013), h.9
3
Kondisi sosial berarti keadaan yang
berkenaan dengan kemasyarakatan yang selalu
mengalami perubahan-perubahan melalui proses
sosial. Proses sosial terjadi karena adanya interaksi
sosial. Interaksi sosial diartikan sebagai hubunganhubungan timbal balik yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang-orang secara
perseorangan, antara kelompok manusia maupun
8
antara orang dengan kelompok-kelompok manusia.
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan
sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan
antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia maupun antara orang perorangan dengan
kelompok manusia”. Di dalam keluarga interaksi
sosial didasarkan atas rasa kasih sayang antara
anggota keluarga, yang diwujudkan dengan memperhatikan orang lain, belajar bekerja sama dan bantu
membantu. Interaksi sosial akan terjadi apabila
memenuhi dua syarat, yaitu: (1) Adanya kontak
9
sosial; (2) komunikasi.
Kondisi sosial keluarga akan diwarnai oleh
bagaimana interaksi sosial yang terjadi diantara
anggota keluarga dan interaksi sosial dengan
masyarakat lingkungannya. Interaksi sosial di dalam
keluarga biasanya didasarkan atas rasa kasih
sayang dan tanggung jawab yang diwujudkan
dengan memperhatikan orang lain, bekerja sama,
saling membantu dan saling memperdulikan
termasuk terhadap masa depan anggota keluarga.
Interaksi orang tua tehadap anak-anaknya biasanya
juga dilandasi hal-hal tersebut diatas termasuk peduli
terhadap masa depan pendidikan anaknya. Kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak apabila di
aplikasikan secara tepat akan mendorong anak
untuk berprestasi dalam pendidikannya, sehingga
dapat memiliki bekal yang memadai untuk
melanjutkan pendidikannya sampai pada jenjang
yang tertinggi.
Berdasarkan ketiga pendapat para ahli
tersebut, maka kondisi sosial keluarga meliputi
keadaan keluarga, interaksi antar anggota keluarga,
kebudayaan/adat istiadat yang berlaku di masyarakat
serta lingkungan di mana keluarga tersebut berada.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pengertian keadaan sosial ekonomi dalam
penelitian ini adalah kedudukan atau posisi
seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan pemilikan
kekayaan atau fasilitas serta jenis tempat tinggal.
Keadaan sosial ekonomi keluarga tentulah
mempunyai peranan terhadap perkembangan anak
apabila kita fikirkan bahwa keadaan perekonomian
yang cukup, lingkungan material yang dihadapi
dalam keluarganya lebih luas, ia dapat lebih luas
memperkembangkan bermacam-macam kecakapan
yang tidak di dapat apabila tidak adaya alat-alatnya”.
8
Abdulsyani. Sosiologi Skematika, Teori dan
Terapan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.152
Hubungan sosial dengan keluarganyapun berlainan
coraknya, apabila keluarganya hidup dalam status
sosial yang serba cukup dan kurang mengalami
tekanan fundamental seperti hal memperoleh nafkah
yang memadai, keluarganya dapat mencurahkan
perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan
anaknya apabila ia tidak disulitkan perkara-perkara
memenuhi kebutuhan primer kehidupan manusia.
Dengan kondisi ekonomi yang serba cukup, segala
keperluan mengenai pendidikan anaknya juga akan
dapat tercukupi seperti: penyediaan sarana dan
prasarana belajar, pembayaran biaya pendidikan dan
tercukupinya berbagai kegiatan yang menunjang
pendidikan seperti kursus dan les tambahan.
Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya kondisi sosial ekonomi orang
tua di masyarakat, diantaranya tingkat pendidikan,
jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, kondisi
lingkungan tempat tinggal, pemilikan kekayaan, dan
partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya. Dalam hal ini uraiannya dibatasi 4 (empat)
faktor yang menentukan yaitu tingkat pendidikan,
pendapatan, dan kepemilikan kekayaan, dan jenis
tempat tinggal.
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan orang tua kaitannya dengan
motivasi belajar anaknya. Taraf pendidikan orang tua
yang baik, akan mempengaruhi arah orientasi dan
tujuan pendidikan bagi anak-anaknya”. Dengan
demikian pendidikan yang baik, kemampuan orang
tua membimbing anak semakin baik, artinya jelas
berorientasi pada masa depan anak yang lebih baik
10
untuk berprestasi.
Dalam penelitian ini untuk mengetahui
tingkat pendidikan orang tua selain dilihat dari
jenjangnya juga dapat dilihat dari tahun sukses atau
lamanya orang tua sekolah. Semakin lama orang tua
bersekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikannya. Contohnya, orang tua yang hanya sekolah 6
tahun berarti hanya sekolah sampai SD berbeda
dengan orang yang sekolahnya sampai 12 tahun
berarti lulusan SMA. Tingkat pendidikan yang pernah
ditempuh orang tua berpengaruh pada kelanjutan
sekolah anak mereka. Orang tua yang memiliki
pendidikan yang tinggi mempunyai dorongan atau
motivasi yang besar untuk menyekolahkan anak
mereka.
b. Pendapatan
Orang tua dengan penghasilan yang tinggi
akan mampu memenuhi berbagai macam sarana
dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar
anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua semakin
berkualitas perhatian yang diberikan kepada anaknya, semakin sibuk orang tua dalam pekerjaan
semakin sedikit perhatian yang diberikan kepada
anaknya. Semakin banyak penghasilan orang tua
semakin mudah memenuhi kebutuhan prasarana
9
Soerjono, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar.
(Jakarta:Rajawali Press, 2002), h.61
4
10
Hartinah, DS. op.cit.,h.146
dan sarana belajar anaknya. Dengan demikian, anak
yang hidup dalam lingkungan keluarga dengan
penghasilan orang tua yang tinggi, dia dengan
mudah mendapatkan sarana dan prasarana dalam
belajar, sehingga kegiatan belajar akan dapat
berjalan maksimal. Hal ini berkebalikan dengan anak
yang hidup dalam keluarga dengan penghasilan
yang sedikit, maka kebutuhan akan sarana
prasarana akan terkalahkan oleh kebutuhan lain
yang lebih esensial.
Tingkat ekonomi masyarakat disesuaikan
dengan pendapatan dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan
yaitu: 1) Ekonomi tinggi, golongan yang berpenghasilan tinggi adalah golongan yang mempunyai
penghasilan atas pekerjaannya jauh lebih besar
dibandingkan
dengan
kebutuhan
pokoknya.
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan esensial yang
sedapat mungkin harus dipenuhi. Kebutuhan
esensial ini seperti makanan, pakaian, perumahan,
kesehatan, pendidikan, partisipasi, transportasi,
perawatan pribadi dan rekreasi. 2) Ekonomi sedang/
menengah, golongan berpenghasilan sedang sudah
dekat dengan golongan yang berpenghasilan tinggi.
Ini berarti golongan yang berpenghasilan ekonomi
sedang cenderung masih dapat menyi-sihkan hasil
kerjanya untuk kebutuhan lain yang sifatnya tidak
esensial. 3) Ekonomi rendah adalah golongan miskin
yang memperoleh pendapatannya sebagai imbalan
atas pekerjaanya yang jumlahnya sangat sedikit
apabila
dibandingkan
pemenuhan
kebutuhan
pokoknya. Kebutuhan esensial tidak dapat terpenuhi
11
maksimal”.
Berdasarkan jenisnya, Biro Pusat Statistik
membedakan pendapatan menjadi dua yaitu sebagai
berikut:
a. Pendapatan Berupa Barang
Pendapatan berupa barang merupakan
segala penghasilan yang bersifat regular dan
biasa, akan tetapi tidak selalu berupa balas jasa
dan diterimakan dalam bentuk barang atau jasa.
Barang dan jasa yang diterima/diperoleh dinilai
dengan harga pasar sekalipun tidak di imbangi
ataupun disertai transaksi uang oleh yang
menikmati barang dan jasa tersebut. Demikian
juga penerimaan barang secara cuma-cuma,
pembelian barang dan jasa dengan harta subsidi
atau reduksi dari majikan merupakan pendapatan
berupa barang.
b. Pendapatan Berupa Uang
Berdasarkan bidang kegiatannya, pendapatan meliputi pendapatan sektor formal dan
pendapatan sektor informal. Pendapatan sektor
formal adalah segala penghasilan baik berupa
barang atau uang yang bersifat regular dan
diterimakan biasanya balas jasa di sektor formal
yang terdiri dari pendapatan berupa uang,
meliputi: gaji, upah dan hasil infestasi dan
pendapatan berupa barang-barang meliputi:
beras, pengobatan, transportasi, perumahan,
maupun yang berupa rekreasi.
11
Pendapatan sektor informal adalah segala
penghasilan baik berupa barang maupun uang yang
diterima sebagai balas jasa di sektor informal yang
terdiri dari pendapatan dari hasil infestasi,
pendapatan yang diperoleh dari keuntungan sosial,
dan pendapatan dari usaha sendiri, yaitu hasil bersih
usaha yang dilakukan sendiri, komisi dan penjualan
dari hasil kerajinan rumah.
Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan
pendapatan orang tua adalah penghasilan berupa
uang yang diterima sebagai balas jasa dari kegiatan
baik dari sektor formal dan informal selama satu
bulan dalam satuan rupiah. Besar kecilnya
pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk
akan berbeda antara yang satu dengan yang lain, hal
ini karena dipengaruhi oleh keadaan penduduk
sendiri dalam melakukan berbagai macam kegiatan
sehari-hari.
Pendapatan yang diterima oleh penduduk
akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang
dimilikinya. Dengan pendidikan yang tinggi mereka
akan dapat memperoleh kesempatan yang lebih luas
untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik
disertai pendapatan yang lebih besar. Sedangkan
bagi penduduk yang berpendidikan rendah akan
mendapat pekerjaan dengan pendapatan yang kecil.
Dalam penelitian ini pendapatan yang
diterima penduduk dapat digolongkan berdasarkan 4
golongan yaitu: (a) Golongan penduduk berpendapatan rendah, yaitu penduduk yang berpendapatan < Rp.500.000 perbulan; (b) Golongan
penduduk berpendapat cukup tinggi, yaitu penduduk
yang berpendapatan rata-rata antara Rp. 500.000Rp.750.000 perbulan; (c) Golongan penduduk
berpendapat tinggi, yaitu penduduk yang berpendapatan rata-rata antara Rp.750.000 - <
Rp.1.000.000 perbulan; (d) Golongan penduduk
berpen-dapatan sangat tinggi yaitu penduduk
dengan pendapatan rata-rata >Rp.1.000.000.
c. Pemilikan Kekayaan atau Fasilitas.
Pemilikan kekayaan atau fasilitas adalah
kekayaan dalam bentuk barang-barang di mana
masih bermanfaat dalam menunjang kehidupan
ekonominya. Fasilitas atau kekayaan itu antara lain:
barang-barang berharga dan jenis kenderaan
pribadi. Barang-barang yang berharga tersebut
antara lain: tanah, sawah, rumah dan lain-lain.
Barang-barang tersebut bisa digunakan untuk
membiayai pendidikan anak. Semakin banyak
kepemilikan harta yang bernilai ekonomi dimiliki
orang tua, maka akan semakin luas kesempatan
orang tua untuk dapat menyekolahkan anakanaknya, dan orang tua dapat mencukupi semua
fasilitas belajar anak, sehingga dapat memotivasi
anak untuk berprestasi. Sementara kendaraan
pribadi dapat digunakan sebagai alat ukur tinggi
rendahnya tingkat sosial ekonomi orang tua.
Misalnya: orang yang mempunyai mobil akan
merasa lebih tinggi tingkat sosial ekonominya dari
pada orang yang mempunyai sepeda motor.
Linton, Ralph. op.cit.,h.15
5
d. Jenis Tempat Tinggal
Lingkungan
tempat
tinggal
sangat
mempengaruhi kegiatan belajar anak. Anak-anak
yang tinggal di daerah kumuh akan ikut terbawa
pada kondisi yang tidak mementingkan kegiatan
belajar. Jumlah masyarakatnya yang banyak dan
biasanya terdiri dari lapisan masyarakat yang tidak
berpendidikan menimbulkan suasana yang riuh dan
tidak beraturan. Situasi yang demikian tidak
memungkinkan anak-anak bisa belajar dengan baik
bahkan biasanya anak akan terpengaruh pada
situasi yang demikian. Mereka akan bermain riuh
bersama-sama tanpa aturan dan jauh dari kedisiplinan. Pada masyarakat yang bertempat tinggal di
lingkungan yang lebih baik, masyarakatnya pun
tertata pada sosial ekonomi yang sebanding dan
memiliki tingkat pendidikan yang jauh lebih baik.
Pada lingkungan tempat tinggal ini, biasanya
keluarga membuat aturan-aturan tertentu yang
membentuk sebuah kedisiplinan, misalnya; kapan
anak harus bermain bersama lingkungannya dan
kapan anak harus belajar di rumah.
Menurut Kaare Svalatoga dalam Aryana
untuk mengukur tingkat sosial ekonomi seseorang
dari rumahnya, dapat dilihat dari: 1) Status rumah
yang di tempati, bisa rumah sendiri, rumah dinas,
menyewa, menumpang pada saudara atau ikut
orang lain; 2) Kondisi fisik bangunan, dapat berupa
rumah permanen, kayu dan bambu. Keluarga yang
keadaan sosial ekonominya tinggi, pada umumnya
menempati rumah permanen, sedangkan keluarga
yang keadaan sosial ekonominya menengah ke
bawah menggunakan semi permanen atau tidak
permanen; 3) Besarnya rumah yang di tempati,
semakin luas rumah yang di tempati pada umumnya
semakin tinggi tingkat sosial ekonominya.
Rumah dapat mewujudkan suatu tingkat
sosial ekonomi bagi keluarga yang menempati.
Apabila rumah tersebut berbeda dalam hal ukuran
dan kualitas rumah. Rumah yang dengan ukuran
besar, permanen dan milik pribadi dapat menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonominya tinggi
berbeda dengan rumah yang kecil, semi permanen
dan menyewa menunjukkan bahwa kondisi sosial
ekonominya rendah.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di
atas, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan
kondisi sosial ekonomi dalam tulisan ini adalah
keadaan atau latar belakang dari suatu keluarga
yang berkaitan dengan pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan keluarga.
2. Motivasi Belajar Anak
Motivasi
adalah
suatu
proses
pengembangan dan mengarahkan perilaku individu
atau kelompok agar menghasilkan keluaran yang
diharapkan sesuai dengan sasaran atau tujuan”.
Pengertian ini mengandung 3 (tiga) elemen penting
yaitu : (1) motivasi itu mengawali terjadinya
penambahan energi pada diri setiap individu
manusia; (2) motivasi ditandai dengan munculnya
6
rasa ”feeling” afeksi seseorang; (3) motivasi akan
12
dirancang karena adanya tujuan.
Motivasi sangat penting dalam belajar, di
mana setiap individu mempunyai kebutuhan (needs)
dan keinginan (wants). Setiap kebutuhan atau
keinginan perlu memperoleh pemenuhan. Dalam
batas tertentu upaya memenuhi kebutuhan itu
seringkali merupakan tujuan, jadi bila tujuan tercapai,
maka kebutuhan atau keinginan terpenuhi. Sedangkan dorongan untuk memenuhi kebutuhan atau
mencapai tujuan itu sendiri merupakan motivasi,
agar supaya belajar dapat mencapai hasil harus ada
motivasi.
Dalam hubungannya motivasi dengan proses
belajar, menurut teori Maslow dapat digunakan
sebagai pegangan untuk melihat dan mengerti
mengapa: 1) anak yang lapar, sakit atau kondisi
fisiknya tidak baik, tidak memiliki motivasi untuk
belajar; 2) anak lebih senang belajar dalam suasana
yang menyenangkan; 3) anak yang merasa senang,
diterima oleh teman atau kelompoknya akan memiliki
motivasi belajar yang lebih dibanding dengan anak
yang di abaikan atau dikucilkan; 4) keinginan anak
untuk mengetahui dan memahami sesuatu tidak
13
selalu sama.
Motivasi belajar juga merupakan kebutuhan
untuk mengembangkan kemampuan diri secara
optimal, sehingga mampu berbuat yang lebih baik,
berprestasi dan kreatif. Motivasi belajar adalah suatu
dorongan internal dan eksternal yang menyebabkan
seseorang (individu) untuk bertindak atau berbuat
mencapai tujuan, sehingga perubahan tingkah laku
pada diri anak diharapkan terjadi. Jadi “Motivasi
belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong
anak untuk belajar dengan senang dan belajar
secara sungguh-sungguh, yang pada gilirannya akan
terbentuk cara belajar anak yang sistematis, penuh
konsentrasi dan dapat menyeleksi kegiatan14
kegiatannya.”
Adapun yang dimaksud dengan motivasi
belajar dalam tulisan ini adalah keseluruhan daya
penggerak yang menimbulkan kegiatan belajar,
sehingga tujuan belajar yang diharapkan dapat
tercapai, dengan aspek yang diteliti mencakup:
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Indikator
untuk mengukur motivasi instrinsik dilihat dari aspek
sebagai berikut: (1) kebutuhan; (2) peningkatan
pengetahuan; dan (3) cita-cita terdiri dari indikator:
keinginan belajar, senang mengikuti pelajaran,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas tepat waktu,
memiliki kemandirian dalam mengerjakan tugas
belajar, tekun dan mampu mendisiplinkan diri secara
aktif dalam belajar, mengembangkan bakat dengan
12
Sardiman, A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. (Jakarta: Grafindo Persada, 2008), h.82
13
Siagian, P. Sondang. 2005. Teori Motivasi dan
Aplikasinya. (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h.115
14
Nashar. Peranan Motivasi dan Kemampuan
awal dalam kegiatan Pembelajaran. (Jakarta: Delia Press,
2004), h.42
segala tenaga, waktu dan kemampuan dan adanya
inisiatif dan tanggung jawab yang tinggi untuk
meningkatkan pengetahuan. Sementara motivasi
ekstrinsik di nilai dari aspek: (1) Sarana belajar; (2)
Lingkungan sekitar; (3) Orang tua, dengan indikator
yang diteliti mencakup: ingin mendapat perhatian;
ingin mendapat pujian; ingin mendapat penghargaan
dari orang tua.
3. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua
Terhadap Motivasi Belajar Anak
Setiap anak akan berhasil belajarnya di
sekolah kalau dalam dirinya ada kemauan untuk
belajar, keinginan atau dorongan inilah yang disebut
dengan motivasi. Motivasi adalah dorongan mental
yang menggerakkan, mengarahkan sikap dan pelaku
individu dalam belajar. Salah satu faktor utama yang
mempengaruhi motivasi belajar anak adalah orang
tua”. Orang tua merupakan pendidik yang utama dan
pertama yang menanamkan pada diri anak,
khususnya dalam pemberian motivasi orang tua
sangat berpengaruh, karena ada kecenderungan
pada diri anak itu untuk mau mendengarkan apa
yang dikatakan oleh orang tuanya jika di bandingkan
dengan apa yang dikatakan oleh orang lain. Dengan
demikian bahwa orang tua bertugas untuk memperkuat motivasi belajar anak, sehingga dapat
15
berprestasi.
Hubungan orang tua dan anak yang baik
adalah hubungan yang penuh pengertian yang
disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukumanhukuman, dengan tujuan memajukan prestasi belajar
anak. Begitu juga sikap yang baik sangat
mempengaruhi prestasi belajar anaknya. Sementara
status sosial ekonomi tidaklah dikatakan sebagai
faktor mutlak dalam perkembangan anak, hal ini
tergantung pula dengan sikap orang tua dan corak
16
interaksi dalam keluarga.
Menurut Parson Kedudukan seseorang
dalam lapisan sosial di masyarakat antara lain
sebagai berikut: 1) bentuk ukuran rumah, keadaan
perawatan, tata kebun dan sebagainya; 2) Wilayah
tempat tinggal, apakah bertempat di kawasan elite
atau kumuh; 3) Pekerjaan atau profesi yang dipilih
seseorang; 4) Sumber pendapatan”. Sementara
menurut
Soerjono
faktor-faktor
yang
dapat
menentukan stratifikasi sosial ekonomi adalah: 1)
Memiliki kekayaan yang bernilai ekonomis; 2) Status
dalam pekerjaan; 3) Kesalehan dalam beragama; 4)
Latar belakang rasial dan lamanya seseorang tinggal
di suatu tempat; 5) Status dasar keturunan; 6)
Status dasar jenis kelamin dan umur”. Komponen
pokok
kedudukan
sosial
ekonomi
meliputi:
pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan tingkat
17
pengeluaran dan pemenuhan kebutuhan hidup”.
Dari teori-teori yang telah dikemukakan di
atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi
sosial ekonomi orang tua dalam penelitian ini
meliputi: keadaan atau latar belakang dari suatu
keluarga yang berkaitan dengan pendidikan,
pekerjaan dan pendapatan keluarga, dengan
indikator yang diteliti sebagai berikut: (a) tingkat
pendidikan; (b) tingkat pendapatan; (c) pemilikan
kekayaan atau fasilitas; dan (d) jenis tempat tinggal.
Sementara prestasi anak yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah rata-rata nilai semester 1 dari
anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme
Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo,
Tahun Ajaran 2011/2012.
Sementara yang dimaksud dengan motivasi
belajar di sini adalah adalah keseluruhan daya
penggerak yang menimbulkan kegiatan belajar,
sehingga tujuan belajar yang diharapkan dapat
tercapai. Adapun aspek yang diteliti mencakup:
motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Di mana
motivasi instrinsik dilihat dari indikator: keinginan
belajar, senang mengikuti pelajaran, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas tepat waktu, memiliki
kemandirian dalam mengerjakan tugas belajar, tekun
dan mampu mendisiplinkan diri secara aktif dalam
belajar, mengembangkan bakat dengan
segala
tenaga, waktu dan kemampuan dan adanya inisiatif
dan tanggung jawab yang tinggi untuk meningkatkan
pengetahuan. Sementara motivasi ekstrinsik dinilai
dari indikator: ingin mendapat perhatian; ingin
mendapat pujian; ingin mendapat penghargaan dari
orang tua, guru, dan sekolah. Berdasarkan uraian di
atas, dapat dikatakan bahwa orang tua yang
mempunyai pendapatan cukup atau tinggi pada
umumnya akan lebih mudah memenuhi segala
kebutuhan sekolah dan keperluan lain, sehingga
anak akan termotivasi dalam belajar. Berbeda
dengan orang tua yang mempunyai penghasilan
relatif rendah, pada umumnya mengalami kesulitan
dalam pembiayaan sekolah, begitu juga dengan
keperluan lainnya hal ini dapat menurunkan
semangat anak untuk belajar. Dengan kata lain
kondisi sosial ekonomi orang tua dapat mempengaruhi motivasi belajar anaknya. Dengan demikian
tingkat sosial ekonomi orang tua mempunyai
hubungan yang tinggi terhadap motivasi belajar anak
di sekolah, sebab segala kebutuhan anak yang
berkenaan dengan pendidikan akan membutuhkan
sosial ekonomi orang tua.
Hubungan antara faktor yang mempengaruhi
tingkat sosial ekonomi (variabel bebas) dan motivasi
belajar (variabel terikat) dapat ditunjukkan pada
skema berikut:
15
Jamaludin. Pembelajaran Yang Efektif (FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Prestasi Siswa). (Jakarta:
Departemen Agama R.I, 2004), h.
16
Ahmadi, Abu..Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta:
Rineka Cipta, 1997), h.289
17
Soerjono, Soekamto. op,cit.,h.82
7
Tingkat
Sosial
Ekonomi
Orang Tua
( Variabel X )
1. Tingkat
Pendidikan
2. Tingkat
pendapatan
3. Kepemilikan
kekeyaan
Fasilitas
Motivasi Belajar
Anak
( Variabel Y )
1.
2.
Motivasi
Instrinsik
Motivasi
Ekstrinsik
Gambar 1: Kerangka Pikir
4. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan dalam kajian
teoretis yang dikemukakan sebelumnya, maka
hipotesis yang diajukan adalah: ”Terdapat pengaruh
positif antara kondisi sosial ekonomi orang tua
terhadap motivasi belajar anak”.
C. METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah
penelitian secara kuantitatif. Melalui desain ini maka
dapat
dilihat
masalah
yang
diteliti
pada
masing-masing variabel penelitian, baik variabel (x)
maupun variabel (y) dengan desain penelitian
sebagai berikut.
x
y
Ket
:
x = Kondisi sosial ekonomi orang tua
y = Motivasi belajar anak
Dalam menetapkan desain penelitian, ada
beberapa hal yang menjadi pusat perhatian yaitu: 1)
Menentukan tujuan dilakukannya penyelidikan,
dalam hal ini adalah seluruh anak didik yang ada di
Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan
Bongomeme Kabupaten Gorontalo yang berjumlah
146 orang; 2) Menentukan tipe pengamatan, dalam
hal ini berhubungan dengan desain sampel
penelitian yang akan diteliti adalah sampel yang
berukuran (n) dan menggunakan metode sampel
secara ”random sampling”.
Sehubungan dengan pengukuran variabel
penelitian, dilakukan dengan menguraikan variabel
penelitian, konsep variabel, dimensi, indikator, skala
pengukuran hingga nomor alternatif jawaban setiap
item kuesioner (untuk bobot tertinggi = 5 dan terkecil
= 1) dengan skala untuk pembobotan kuesioner
adalah menggunakan skala likert dengan bobot atau
skor jawaban A = 4, jabawan B = 3, jawaban C = 2,
dan jawaban D = 1.
8
Untuk
memudahkan
dalam
pengujian
hipotesis, maka peneliti menetapkan variabelvariabel penelitian sebagai berikut :
1. Variabel bebas atau Independent Variabel (x)
Variabel (x) dalam penelitian ini adalah
menyangkut kondisi sosial ekonomi orang tua anak
didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme
Kecamatan Bongomeme. Yang dimaksud dengan
kondisi sosial ekonomi orang tua adalah dalam
penelitian ini adalah keadaan atau latar belakang
dari suatu keluarga yang berkaitan dengan
pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga,
dengan indikator yang diteliti sebagai berikut: (a)
tingkat pendidikan; (b) tingkat pendapatan; (c)
pemilikan kekayaan atau fasilitas; dan (d) jenis
tempat tinggal.
2. Variabel terikat atau Dependent Variabel (y)
Variabel (y) dalam penelitian ini adalah
motivasi belajar anak yaitu anak didik di Kelas XI
SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme. Adapun yang dimaksud dengan motivasi
belajar di sini adalah aspek yang diteliti mencakup:
motivasi instrinsik dan minat ekstrinsik. Dimana
motivasi instrinsik dilihat dari indikator: keinginan
belajar, senang mengikuti pelajaran, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas tepat waktu, memiliki
kemandirian dalam mengerjakan tugas belajar, tekun
dan mampu mendisiplinkan diri secara aktif dalam
belajar, mengembangkan bakat dengan
segala
tenaga, waktu dan kemampuan dan adanya inisiatif
dan tanggung jawab yang tinggi untuk meningkatkan
pengetahuan. Sementara minat ekstrinsik dinilai dari
indikator: ingin mendapat perhatian; ingin mendapat
pujian; ingin mendapat penghargaan dari orang tua,
guru, dan sekolah.
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini
adalah seluruh anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1
Bongomeme
Kecamatan
Bongomeme
yang
berjumlah 146 orang. Untuk menentukan jumlah
sampel dihitung berdasarkan Nomogram Hary King
diambil taraf kepercayaan 95 % diperoleh persentase
besarnya sampel yaitu
25%. Demikian jumlah
sampel adalah 25 % x 146 = 36 anak didik di Kelas
XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan
Bongomeme.
Teknik pengumpulan data menggunakan
observasi, kuesioner dan dokumentasi. Dalam
rangka pengujian hipotesis yang telah dirumuskan
untuk menghitung sejauh mana pengaruh antara
kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi
belajar anak menggunakan teknik analisis regresi
linear. Untuk pengujian hipotesis adalah jika Ho : ȡ 0, tidak terdapat pengaruh positif antara kondisi
sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar
anak. Jika Hi : ȡ = 0, terdapat pengaruh positif
antara kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap
motivasi belajar anak.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
a. Deskripsi Data Hasil Penelitian Variabel Y
Deksriptif data variabel bebas (x) yaitu
kondisi sosial ekonomi orang tua. Variabel penelitian
tersebut telah dijabarkan masing-masing dalam 10
(sepuluh) item pertanyaan.
Dari penilaian data yang telah dilakukan,
berdasarkan hasil jawaban kuesioner dari 36
responden, maka didistribusikan frekuensi skor untuk
data kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel X)
dari anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1
Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten
Gorontalo, maka didistribusikan frekuensi skor untuk
data (Variabel X) sebagai berikut:
Jumlah option jawaban soal
Tabel 1
Kelas Interval
26 - 29
30 - 33
34 - 37
38 - 41
Frekuensi
3
5
7
9
42 - 45
46 - 49
Jumlah
7
5
36
b. Deskripsi Data Hasil Penelitian Variabel Y
Gambar 1: Histogram
Frekuensi Pengamatan Variabel X
Frekuensi
10
8
6
4
2
0
33,5
37,5
41,5
= 5 dengan rentangan 1-5
Skor kriterium
= 36 x 10 x 5 = 1800
Jumlah skor seluruh responden
= 1378
Pr = 1378 x 100% = 76.55 (Tinggi)
1800
Jadi klasifikasi penilaian 36 responden
terhadap kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel
X) anak didik di Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme
Kecamatan Bongomeme adalah ”tinggi”.
Daftar Distribusi Frekuensi Pengamatan Variabel X
Pada tabel di atas, nampak bahwa jumlah
frekuensi jawaban responden tertinggi yaitu 9
terdapat pada kelas interval antara 38 sampai 41 dan
frekuensi terendah 3 terdapat pada kelas interval
antara 26 sampai 29. Jika dibandingkan dengan
penilaian maksimal yang ditetapkan sebesar 40
(10x5), maka hal ini menunjukan bahwa responden
cenderung memberi penilaian kriteria ”tinggi”
terhadap kondisi sosial ekonomi orang tua (Variabel
X) dari anak didik Kelas XI SMA Negeri 1
Bongomeme Kecamatan Bongomeme. Untuk
memberikan gambaran yang riil dapat dilihat melalui
histogram di bawah ini:
25,5 29,5
(Variabel X), yaitu
dengan klasifikasi sebagai
berikut.
- Tinggi jika persentase yang diperoleh 76 % 100 %
- Sedang jika persentase yang diperoleh 51 % 75 %
- Rendah jika persentase yang diperoleh 0 % 50 %
Skor yang diperoleh untuk setiap indikator
kondisi sosial ekonomi orang tua dari anak didik
Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan
Bongomeme,
dihitung
dengan
menggunakan
formulasi rumus:
Pr = SR x 100%
Skr
Jumlah responden
= 36 orang
Jumlah soal
= 10 butir
45,5
Batas Interval
Selanjutnya untuk menentukan klasifikasi
persentase kondisi sosial ekonomi orang tua
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
terpengaruh (y) adalah motivasi belajar anak didik
Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan
Bongomeme, untuk mengetahui motivasi belajar
anak didik tersebut, diberikan 10 (sepuluh) item
pertanyaan dengan pilihan jawaban terhadap
responden 36 orang anak Kelas XI SMA Negeri 1
Bongomeme yang menjadi sampel.
Berdasarkan
karakteristik
data
yang
diperoleh dari hasil kuesioner, maka distribusi
frekuensi skor data (Variabel Y) dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 2
Daftar Distribusi Frekuensi Pengamatan Variabel Y
Kelas Interval
Frekuensi
28 – 31
32 – 35
36 – 39
4
6
5
40 – 43
44 – 47
48 – 50
9
7
5
Jumlah
36
Pada tabel 2 di atas, nampak bahwa jumlah
frekuensi jawaban responden tertinggi yaitu 9
terdapat pada kelas interval antara 40 sampai 43 dan
frekuensi terendah 4 terdapat pada kelas interval
antara 28 sampai 31. Dengan demikian dapat
dikatakan secara keseluruhan motivasi belajar anak
didik Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan
Bongomeme
adalah
”tinggi”.
Untuk
memberikan gambaran yang jelas tentang distribusi
9
pengamatan (Variabel Y) dapat dilihat melalui
histogram berikut.
x 2 ≤ x 2 (1 − α )(k − 3).
x 2 (1 − 0,01)(4 − 3)
Gambar 2 : Histogram
Frekuensi Pengamatan Variabel Y
x 2 (0,99)(1)
2
xdaftar
= 6,63
Frekuensi
10
8
6
4
2
0
27,5 31,5
35,5 39,5
43,5 47,5
Batas Interval
Untuk menentukan klasifikasi persentase
motivasi belajar anak
(Variabel Y), yaitu
dengan klasifikasi sebagai berikut:
- Tinggi jika persentase yang diperoleh 76 % 100 %
- Sedang jika persentase yang diperoleh 51 % 75 %
- Rendah jika persentase yang diperoleh 0 % 50 %
Skor yang diperoleh untuk setiap indikator
motivasi belajar anak Kelas XI SMA Negeri 1
Bongomeme Kecamatan Bongomeme, dihitung
dengan menggunakan formulasi rumus.
Pr = SR x 100%
Skr
Jumlah responden
= 36 orang
Jumlah soal
= 10 butir
Jumlah option jawaban soal
= 5 dengan rentangan 1 - 5
Skor kriterium
= 36 x 10 x 5 = 1800
Jumlah skor seluruh responden
= 1.439
Pr = 1.439 x 100% = 79.94 (Tinggi)
1800
Jadi klasifikasi penilaian 36 responden
terhadap motivasi belajar anak adalah ”tinggi”.
c. Pengujian Persyaratan Analisis
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur
pengaruh kondisi sosial ekonomi orang tua sebagai
variabel bebas (Variabel X) terhadap motivasi belajar
anak sebagai variabel terikat (Variabel Y) pada anak
didik Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Oleh
karena itu pengujian persyaratan analisis yang
dilakukan adalah uji normalitas data hasil penelitian
untuk kedua variabel :
1) Pengujian Normalitas Data Variabel X
Untuk kepentingan pengujian normalitas
data terhadap skor kondisi sosial ekonomi orang
2
tua (Variabel X) digunakan uji Chi Kuadrat (x ).
Dari perhitungan diperoleh
2
x hitung
= 6,59, dan
2
xdaftar
diperoleh sebagai berikut.
10
Hasil pengujian normalitas data kondisi
sosial ekonomi orang tua (Variabel X)
menunjukkan tendensi sentral rata-rata atau uji
2
Chi Kuadrat (x hitung) = 6,59, sedangkan dari
2
daftar distribusi frekuensi (x daftar) (0,09)(1)
= 6,63. Dengan demikian dapat dinyatakan
2
2
x daftar,
bahwa x hitung lebih kecil dari pada
sehingga hal ini menunjukkan bahwa data hasil
penelitian untuk kondisi sosial ekonomi orang tua
(Variabel X) berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
2) Pengujian Normalitas Data Variabel Y
Hasil pengujian data untuk motivasi
belajar anak (Variabel Y) menunjukkan bahwa
2
harga x hitung ialah 5,86, sedangkan dari daftar
2
distribusi frekuensi (x daftar) (0,09)(1) = 6,63, yang
diperoleh sebagai berikut:
x 2 ≤ x 2 (1 − α )(k − 3).
x 2 (1 − 0,01)(4 − 3)
x 2 (0,99)(1)
2
xdaftar
= 6,63
Dengan demikian dapat dinyatakan
2
bahwa
y hitung
lebih
kecil
dari
pada
2
y daftar, sehingga hal ini menunjukkan bahwa data
hasil penelitian untuk motivasi belajar anak
(Variabel Y) berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
d. Pengujian Hipotesis
Untuk dapat membuktikan hipotesis yang
telah diajukan dimana terdapat pengaruh antara
kondisi sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi
belajar anak, khususnya anak didik di Kelas XI SMA
Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme,
maka dilakukan analisis untuk membuktikan kebenaran hipotesis tersebut, dengan menggunakan
analisis korelasional regresi sederhana.
Untuk melakukan operasional analisis
regresi sederhana diperlukan ukuran-ukuran tertentu
yang merupakan nilai pendukung utama dari analisis
tersebut, melalui perhitungan sebagai berikut:
1) Mencari Persamaan Regresi
Untuk mencari persamaan regrasi
digunakan rumus Yˆ = a + bx sehingga dari hasil
perhitungan (terlampir) diperoleh persamaan
regresi Y = 12,33 + 0,72 x . Dengan persamaan
tersebut, maka besarnya pengaruh kondisi sosial
ekonomi orang tua (Variabel X) dapat dilihat
berdasarkan perubahan yang terjadi pada untuk
motivasi belajar anak (Variabel Y).
Jika ditinjau dari permasalahan yang
terjadi di lapangan yaitu tinggi rendahnya
motivasi belajar anak selama ini tentunya dapat
dijelaskan bahwa kondisi sosial ekonomi orang
tua (Variabel X) yang diberikan adalah baik.
Penurunan motivasi belajar anak seharusnya
tidak terjadi jika kondisi sosial ekonomi orang tua
dari anak Kelas XI SMA Negeri 1 baik.
2) Uji Linieritas dan Keberartian Persamaan
Regresi
Untuk uji linieritas persamaan regresi
diperoleh Fhitung = 0,56 dan Fdaftar = 3,19 dengan
demikian sesuai dengan kriteria pengujian dapat
dikatakan bahwa persamaan regresi adalah linier
dan dapat diterima.
Untuk uji keberartian persamaan regresi
diperoleh harga Fhitung = 24,82 dan Fdaftar = 7,44
dengan demikian bahwa uji keberartian
persamaan regresi yang telah dilakukan dapat
diterima atau berarti.
3) Perhitungan Koefisien Korelasi
Berdasarkan hasil perhitungan (terlampir) untuk uji koefisien hubungan atau
korelasi (r) antara kondisi sosial ekonomi orang
tua (Variabel X) dengan motivasi belajar anak
(Variabel Y) diperoleh nilai 0,6496 atau 64,96 %.
Dengan kata lain bahwa perubahan yang terjadi
pada motivasi belajar anak (Variabel Y)
dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi orang
tua (Variabel X) sebesar 64,96 %, sedangkan
sisanya sebesar 35,04 % dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak diteliti atau tidak termasuk dalam
cakupan penelitian ini.
4) Pengujian Keberartian Koefisien Korelasi
Pengujian
ini
dilakukan
melalui
pasangan hipotesis sebagai berikut.
H0 : ρ = 0
H0 : ρ ≠ 0
Kriteria pengujian:
Terima H0, jika:
− t(1−1 / 2 a ) ≤ t ≤ t (1 − 1 / 2a )
dengan taraf nyata a = 0,01 serta dk = n – 2.
Untuk pengujian keberartian koefisien
korelasi pada penelitian ini digunakan rumus:
t=
r n−2
1− r2
(perhitungan terlampir).
Dari hasil perhitungan diperoleh harga
thitung 4,982. Nilai tersebut merupakan besarnya
pengaruh antara kondisi sosial ekonomi orang
tua (Variabel X) dari anak Kelas XI SMA Negeri 1
Bongomeme
Kecamatan
Bongomeme
Kabupaten Gorontalo. Sedangkan untuk ttabel
kriteria t (1-1/2a) (n-2) dimana Ȑ = 0,01 diperoleh
2,75. Nilai ttabel tersebut merupakan ketetapan
standar keberartian koefisien hubungan yang
dipergunakan sebagai pembanding dalam
kriteria pengujian. Sebagai kriteria pengujian
thitung > ttabel, dengan demikian maka Ho ditolak
dan menerima H1. Hal ini berarti ”Terdapat
pengaruh antara kondisi sosial ekonomi orang
tua terhadap motivasi belajar anak Kelas XI SMA
Negeri 1 Bongomeme Kecamatan Bongomeme
Kabupaten Gorontalo”.
Berdasarkan data hasil penelitian untuk
kedua variabel yang berdistribusi normal, maka
dalam pengujian hipotesis digunakan uji regresi dan
korelasi linear sederhana. Dari hasil pengujian
diperoleh persamaan regresi, yaitu:
Y = 12,33 + 0,72 x . Hal ini berarti bahwa setiap
terjadi perubahan sebesar satu unit pada kondisi
sosial ekonomi orang tua (Variabel X), maka akan
diikuti oleh perubahan sebesar 0,72 unit pada
motivasi belajar anak (Variabel Y).
Dalam analisis ini dilakukan pengujian
linearitas dan keberartian persamaan regresi. Hasil
pengujian linearitas menunjukkan harga Fhitung 0,56.
sedang dari distribusi Fdaftar = 3,19. Dengan demikian
sesuai dengan kriteria pengujian dapat dikatakan
bahwa persamaan regresi adalah linier dan dapat
diterima. Untuk uji keberartian persamaan regresi
diperoleh harga Fhitung = 24,82 dan Fdaftar = 7,44
dengan demikian bahwa uji keberartian persaman
regresi yang telah dilakukan dapat diterima atau
berarti (Signifikan).
Dalam
perhitungan
koefisien
korelasi
diperoleh harga r sebesar 0,6496 atau 64,96 % dan
2
koefisien determinasi menunjukkan harga r
sebesar 0,4219. hal ini berarti bahwa sebesar 42,19
% variasi yang terjadi pada motivasi belajar anak
Kelas XI SMA Negeri 1 Bongomeme Kecamatan
Bongomeme sangat ditentukan oleh kondisi sosial
ekonomi orang tua. Untuk pengujian keberartian
koefisien korelasi diperoleh harga thitung 4,982.
Sedangkan untuk ttabel kriteria t (1-1/2a)(n-2) dimana
Ȑ = 0,01 diperoleh 2,75. Sebagai kriteria pengujian
ternyata thitung > ttabel, atau telah berada di luar daerah
penerimaan H0, sehingga dapat disimpulkan H0
ditolak dan dapat menerima H1. untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada kurva berikut ini:
Gambar 3: Kurva Penerimaan dan Penolakan
Hipotesis
H0
H1
H1
-2, 5%
+ 2 ,5 %
4,982
2. Pembahasan
Keadaan sosial ekonomi orang tua dapat
ditinjau dari segi tingkat pendidikan orang tua, jenis
pekerjaan orang tua anak, pemilikan kekayaan atau
fasilitas orang tua, kondisi fisik tempat tinggal, dan
kondisi lingkungan tempat tinggal. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini meliputi pendidikan yang
ditempuh oleh orang tua anak baik pendidikan formal
maupun pendidikan nonformal. Responden ayah
mengikuti pendidikan formal 36% tamat perguruan
tinggi, dan 33% ibu tamatan perguruan tinggi. Hal ini
membuktikan bahwa tingkat pendidikan orang tua
11
dalam kondisi yang sangat baik. Kesadaran orang
tua anak yang tidak mengikuti pendidikan formal juga
dapat mengikuti pendidikan nonformal dalam bentuk
kursus baik yang diikuti ayah maupun ibu. Kursus
yang pernah dilakukan oleh ayah adalah dengan
mengikuti kursus komputer 13% dan kursus yang
dilakukan oleh ibu adalah kursus menjahit 25%,
karena dari keahlian tersebut mereka dapat
menambah ketrampilan kerja agar mendapatkan
penghasilan yang cukup.
Pada umumnya pendapatan yang cukup
atau tinggi akan lebih mudah memenuhi segala
kebutuhan sekolah dan keperluan lain, berbeda
dengan orang tua yang mempunyai penghasilan
relatif rendah, pada umumnya mengalami kesulitan
dalam pembiayaan sekolah, begitu juga dengan
keperluan lainnya. Tingkat pendapatan akan
dikatakan cukup atau tinggi dalam penelitian ini
apabila pendapatan mencapai lebih dari 1 juta
perbulan.
Anak dalam belajar kadang-kadang memerlukan sarana yang kadang-kadang mahal. Bila
keadaan ekonomi orang tua tidak mencukupi, dapat
menjadi
penghambat
anak
dalam
belajar.
Kepemilikan kekayaan atau fasilitas orang tua
berhubungan dengan fasilitas yang dapat menunjang
anak dalam belajar karena anak akan termotivasi
apabila orang tua memberikan segala sesuatunya
dalam kaitannya dengan fasilitas belajar agar dapat
meningkatkan hasil belajarnya. Orang tua yang
memiliki kondisi soial ekonomi cukup dalam kategori
baik dibuktikan dengan kepemilikan kendaraan
berupa sepeda motor dan sepeda, dengan ke dua
kendaraan tersebut akan dapat mempercepat gerak
dalam menyelesaikan segala sesuatunya dan
berbeda dengan orang tua yang tidak memiliki
kendaraan apapun berarti mereka masih tergolong
dalam kondisi sosial ekonomi yang tidak baik.
Kondisi orang tua dikatakan sangat baik
dalam penelitian ini dengan kaitannya kondisi fisik
tempat tinggal, bahwa orang tua di sekitar tempat
tinggal responden yang rumahnya terbuat dari
bambu dan jenis lantainya masih dari tanah tidak
ada. Sebagian besar 71% responden memiliki jenis
tempat tinggal sudah permanen dan lantainya sudah
dikeramik bahkan ukuran rumah yang dimiliki
sebagian besar 96% sudah termasuk luas yaitu
45m². Keadaan sosial ekonomi yang rendah dapat
menghambat ataupun mendorong anak dalam
belajar, dan sebaliknya keadaan sosial budaya yang
tinggi dapat menciptakan anak semangat untuk
belajar di sekolah.
Orang tua yang mempunyai pendapatan
cukup atau tinggi pada umumnya akan lebih mudah
memenuhi segala kebutuhan sekolah dan keperluan
lain, sehingga anak akan termotivasi dalam belajar.
Berbeda dengan orang tua yang mempunyai
penghasilan relatif rendah, pada umumnya
mengalami kesulitan dalam pembiayaan sekolah,
begitu juga dengan keperluan lainnya hal ini dapat
menurunkan semangat anak untuk belajar. Dengan
12
kata lain keadaan sosial ekonomi orang tua dapat
mempengaruhi motivasi belajar anaknya.
Dengan memperhatikan hasil pengujian
hipotesis yang menunjukkan harga thitung yang
berada di luar daerah penerimaan H0, maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis: “Terdapat pengaruh
positif antara kondisi sosial ekonomi orang tua
terhadap motivasi belajar anak”, dapat diterima.
Dengan demikian dapat dikemukakan secara
keseluruhan variabel yang dianalisis yaitu kondisi
sosial ekonomi orang tua mempunyai pengaruh
terhadap motivasi belajar anak, dengan asumsi
bahwa faktor-faktor di luar daripada variabel-variabel
yang diteliti dianggap konstan atau tidak berubah.
Hal ini dapat membuktikan bahwa kondisi sosial
ekonomi orang tua anak yang baik maka motivasi
belajar yang dimiliki anak juga baik.
E. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa: Kondisi sosial
ekonomi orang tua mempunyai pengaruh terhadap
motivasi belajar anak, dengan asumsi bahwa faktorfaktor di luar daripada variabel-variabel yang diteliti
dianggap konstan atau tidak berubah. Hal ini dapat
membuktikan bahwa kondisi sosial ekonomi orang
tua anak yang baik maka motivasi belajar yang
dimiliki anak juga baik.
Adanya pengaruh antara kondisi sosial
ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar anak,
maka bagi orang tua yang kondisi sosial ekonominya
kurang mampu atau rendah dalam hal ini tingkat
pendapatannya selalu berusaha untuk meningkatkan
pendapatannya, misalnya dengan mencari pendapatan tambahan lain agar pemenuhan kebutuhan
pendidikan anaknya dapat tercukupi, sehingga dapat
memotivasi anak untuk lebih meningkatkan prestasi
belajarnya. Orang tua hendaknya mempertahankan
atau lebih meningkatkan lagi pemberian sarana dan
prasarana untuk melakukan kegiatan belajar,
sehingga anak akan lebih optimal dalam melakukan
kegiatan belajar. Orang tua hendaknya dapat
menumbuhkan motivasi pada diri anak, sehingga
anak akan terdorong untuk melakukan kegiatan
belajar dengan lebih baik. Bagi anak yang berprestasi dan kondisi sosial ekonomi orang tuanya kurang
mampu diharapkan sekolah bisa memperhatikannya
terutama masalah pendidikan, memberikan beasiswa
atau program orang tua asuh yang bersedia
membantu memenuhi biaya pendidikan anak
tersebut, sehingga kebutuhan anak untuk pendidikan
dapat tercukupi dan diharapkan dapat meningkatkan
motivasi belajar yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto,
Abdulsyani. 2002. Sosiologi Skematika, Teori dan
Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ahmad, Abu. 1992. Sosiologi Pendidikan. Surabaya:
Bina Ilmu.
Ahmadi,
Abu.1997.Ilmu
Rineka Cipta.
Sosial
Dasar.
Jakarta:
Kamanto. 1998. Pengantar
Jakarta: Depdikbud.
Sosiologi.
Suryadi. 2006. Kiat Jitu Dalam Mendidik Anak
(Berbagai
Masalah
Pendidikan
dan
Psikologi). Jakarta: Edsa Mahkota.
Surya, Mohamad. 2004. Psikologi Pembelajaran dan
Pengajaran. Bandung: Bani Quraisy.
Svalatoga, Kaare. 1989. Differensiasi Sosial. Jakarta:
Bina Aksara.
Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran (Prinsip,
Teknik,
Prosedur).
Jakarta:
Remaja
Rosdakarya.
Gerungan, E.A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung:
Eresco.
Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran
Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta:
Bumi Aksara.
Hartinah, DS. 2008. Perkembangan Anak. Bandung:
Refika Aditama
Jamaludin. 2004. Pembelajaran Yang Efektif (FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Prestasi
Siswa). Jakarta: Departemen Agama R.I.
Kusnadi,
dkk. 2005. Pengantar Manajemen
(Konsepsual
&
Perilaku).
Malang:
Universitas Brawijaya.
Linton, Ralph. 2008. Status Sosial & Kelas SosialStratifikasi/Diferensiasi Dalam Masyarakat.
Online:
http://organisasi.org/arti-definisipengertian-status-sosial-kelas-sosialstratifikasi-diferensiasi-dalam-masyarakat.
Diakses: 3 Pebruari 2013.
Majid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran,
(Mengembangkan Standar Kompotensi
Guru), Bandung: Remaja RosdaKarya.
Mardan, Usman, Dkk.1994. Ekonomi SMU. Jakarta:
Aries Lima.
Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan
awal dalam kegiatan Pembelajaran.
Jakarta: Delia Press.
Purwanto. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Reni, Akbar & Hawadi. 2001. Psikologi
Perkembangan Anak. Jakarta: Grasindo.
Sardiman, A.M. 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: Grafindo Persada.
Siagian, P. Sondang. 2005. Teori Motivasi dan
Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soerjono, Soekanto. 2002. Sosiologi
Pengantar. Jakarta:Rajawali Press.
Suatu
Subandiroso. 1997. Sosiologi Antropologi I. Klaten:
Intan Pariwara.
13
Download