BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Komunikasi 2.1.1

advertisement
12
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Komunikasi
2.1.1 Pengertian Komunikasi
Menurut Effendi (2005), istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu
comunication yang berarti sama, dalam hal ini berarti sama makna. Komunikasi juga
diartikan sebagai upaya seseorang untuk merubah pikiran, perasaan atau perilaku
orang lain. Sedangkan menurut Swanberg (2000) dalam Mikos (2007), komunikasi
merupakan elemen dasar dari hubungan interpersonal untuk membuat, memelihara,
dan menampilkan kontak dengan orang lain. Hal ini sepaham dengan pendapat Stuart
dan Sundeen (2000) dalam Muhajir (2007), yang menyatakan bahwa komunikasi
adalah alat untuk membina hubungan terapeutik interpersonal karena komunikasi
mencakup penyampaian informasi dan pertukaran pikiran dan perasaan.
2.1.2 Komponen Komunikasi
Komunikator: penyampai informasi atau sumber informasi, Komunikan:
penerima informasi atau memberi respon terhadap stimulus yang disampaikan oleh
komunikator, Pesan: gagasan atau pendapat, fakta, informasi atau stimulus yang
disampaikan, Media: saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan, Encoding:
perumusan pesan oleh komunikator sebelum disampaikan kepada komunikan,
12
13
Decoding: penafsiran pesan oleh komunikan pada saat menerima pesan
(Notoatmodjo, 2005).
2.1.3
Jenis Komunikasi
Menurut Sunaryo (2004), ada 3 (tiga) macam komunikasi antara lain:
1.
Komunikasi Searah
Komunikator mengirim pesannya melalui saluran atau media dan diterima oleh
komunikan. Sedangkan komunikan tersebut tidak memberikan umpan balik
(feedback)
2.
Komunikasi Dua Arah
Komunikator mengirim pesan (berita) diterima oleh komunikan, setelah
disimpulkan kemudian komunikan mengirimkan umpan balik kepada sumber
berita atau komunikator
3.
Komunikasi Berantai
Komunikan menerima pesan atau berita dari komunikator kemudian disalurkan
kepada komunikan kedua, dari komunikan kedua disampaikan kepada
komunikan ketiga dan seterusnya.
2.1.4
Tujuan dan Manfaat Komunikasi
Menurut Keliat (2005), secara umum tujuan dari komunikasi antara lain:
1.
Mampu memahami perilaku orang lain
2.
Menggali perilaku bila setuju dan tidak setuju
14
3.
Memahami perlunya memberikan pujian.
4.
Menciptakan hubungan personal yang baik
5.
Memperoleh informasi tentang situasi atau sikap tertentu
6.
Untuk menentukan suatu kesanggupan
7.
Untuk meneliti pola kesehatan
8.
Mendorong untuk bertindak
9.
Memberi nasehat
Wijaya (2010), mengatakan bahwa tujuan komunikasi yang ingin dicapai
dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Tujuan Komunikasi Dari Sudut Kepentingan Sumber terdiri atas:
a. Memberikan informasi
b. Mendidik
c. Menyenangkan atau menghibur
d. Mengajukan suatu tindakan atau persuasi
2. Tujuan Komunikasi Dari Sudut Kepentingan Penerima terdiri atas:
a. Memahami informasi
b. Mempelajari
c. Menikmati
d. Menerima atau menolak anjuran
Proses mencapai kesepakatan (sharing of meaning), lazimnya berlangsung
secara bertahap. karena itu, lebih awal kita perlu memperhatikan 5 (lima) sasaran
pokok dalam proses komunikasi, yaitu:
15
1. Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan (atau melihat apa yang
kita tunjukkan kepada mereka)
2. Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar atau lihat
3. Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka dengar (atau tidak
menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar)
4. Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud kita dan
maksud kita bisa mereka terima
5. Memperoleh umpan balik dari pendengar (Notoatmodjo, 2005).
Menurut
Candra
(2006),
tujuan
utama
komunikasi
adalah
untuk
membangun/menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling memahami
atau mengerti bukan berarti harus menyetujui tetapi mungkin dengan komunikasi
terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan secara sosial.
Tentu tidaklah mudah untuk membuat sebuah komunikasi berjalan dengan
menghasilkan kesepakatan secara utuh sesuai tujuannya. karena, salah satu prinsip
dalam berkomunikasi, yakni terdapatnya kesulitan-kesulitan pokok dalam mencapai
tujuan. Faktor-faktor tujuan dan kesulitan dalam proses komunikasi dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut.
16
Tabel 1. Faktor-Faktor Tujuan dan Kesulitan Dalam Proses Komunikasi
Tujuan
Mendengar
Memahami
Menyetujui
Bertindak
Umpan balik
Kesulitan
orang sulit memusatkan perhatian baik pada kata yang tertulis
maupun terucap untuk waktu yang lama
orang kurang memiliki perhatian pada apa yang bagi mereka
tampak kurang penting
orang memiliki asumsi berdasarkan pengalaman masa lalunya
orang sering tidak memahami jenis bahasa yang dipakai pembicara
orang lebih mudah salah mengerti saat mereka mendengar tanpa
melihat
orang sering sudah menarik kesimpulan padahal kita belum selesai
bicara.
orang sering merasa curiga terhadap orang lain yang sedang sedang
membujuk mereka
orang tidak suka jika dibuktikan bersalah
tidak mudah bagi banyak orang untuk mengubah kebiasaan mereka
orang merasa takut akan akibat dari pengambilan tindakan yang
keliru
banyak orang tidak suka mengambil keputusan
beberapa orang sering dengan sengaja menyembunyikan reaksi dan
apa yang sesungguhnya mereka pikirkan
penampilan dapat bersifat memperdaya -anggukan kepala,
mungkin tidak selalu tanda setuju dan mengerti, karena bisa
digunakan untuk menutupi ketidak tahuan atau keragu-raguan.
Sumber: Wijaya (2010)
2.2
2.2.1
Metode Komunikasi SBAR
Pengertian Komunikasi SBAR
Komunikasi
yang berbasis SBAR merupakan strategi komunikasi yang
dipakai oleh team pelayanan kesehatan dalam melaporkan maupun menyampaikan
keadaan pasien kepada teman sejawat. Komunikasi SBAR dilakukan pada saat
timbang terima (handover), pindah ruang rawat maupun melaporkan kondisi pasien
ke dokter atau tim kesehatan lain (Tim KP-RS RSUP Sanglah, 2011).
17
Kerangka komunikasi SBAR memuat informasi pasien tentang Situation,
Background, Assessment dan Recommendation. Komunikasi SBAR adalah cara
sederhana yang secara efekif telah mengembangkan komunikasi dalam setting lain
dan efektif pula digunakan pada pelayanan kesehatan (Ohio’s Medicare, 2010).
2.2.2
Kerangka Komunikasi dengan metode SBAR
Kerangka komunikasi SBAR adalah kerangka tehnik komunikasi yang
disediakan untuk berkomunikasi antar para petugas kesehatan dalam menyampaikan
kondisi pasien (Permanente, 2011).
SBAR adalah kerangka yang mudah untuk
diingat, mekanisme yang digunakan untuk menyampaikan kondisi pasien yang kritis
atau perlu perhatian dan tindakan segera. SBAR menyediakan metode komunikasi
yang jelas mengenai informasi yang berkaitan tentang kondisi pasien antara tenaga
medis (klinis), mengajak semua anggota tim pelayanan kesehatan untuk memberikan
masukan pada situasi/kondisi pasien termasuk rekomendasi. Fase pemeriksaan dan
rekomendasi memberikan kesempatan untuk diskusi diantara tim pelayanan
kesehatan. Metode ini mungkin agak sulit pada awalnya bagi pemberi dan penerima
informasi (Leonard, 2014).
18
Tabel 2. Kerangka Komunikasi dengan metode SBAR
S- SITUATION
Situasi yang menggambarkan kondisi pasien sehingga perlu
dilaporkan
B- BACKGROUND
Gambaran riwayat /hal yang berhubungan dengan kondisi atau
masalah pasien saat ini
A- ASSESSMENT
Kesimpulan dari analisa terhadap gambaran situasi
R- RECOMMENDATION
Usulan tentang alternatif tindakan yang akan dilakukan, kapan,
dimana
Menurut Leonard (2014), adapun prinsip-prinsip bagaimana menggunakan
SBAR dan apa saja yang harus dikomunikasi adalah sebagai berikut:
1.
S (Situation) mengandung informasi tentang identitas pasien, masalah yang
terjadi saat ini dan diagnosa medis.
2.
B (Background) menggambarkan riwayat/data sebelumnya yang mendukung
situasi saat ini seperti:
a.
Riwayat penyakit/kondisi sebelumnya
b.
Riwayat pengobatan
c.
Riwayat tindakan medis atau keperawatan yang sudah dilakukan
d.
Riwayat alergi
e.
Pemeriksaan penunjang yang mendukung
f.
Vital sign terakhir
3.
A (Assessment) adalah kesimpulan dari masalah yang terjadi saat ini, apakah
kondisi membaik atau memburuk.
19
4.
R (Recommendation) mengandung informasi tentang:
a.
Tindakan apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi
b.
Solusi apa yang bisa ditawarkan ke dokter
c.
Solusi/tindakan apa yang direkomendasi oleh dokter.
d.
Kapan dan dimana dilakukan.
Dari beberapa laporan dan penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa
tehnik SBAR efektif dalam mencegah terjadinya kesalahan pelayanan yang dilakukan
oleh penyedia layanan. Komunikasi tidak efektif merupakan akar penyebab tertinggi
dari sentinel event (Amato-Vealey, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh The Joint
Commmission Organizations tentang sentinel events didapatkan data bahwa kejadian
total sentinel events terjadi oleh karena masalah komunikasi sebesar 70% ( Mikos,
2007). Jadi dapat disimpulkan bahwa masalah komunikasi adalah hal yang penting
dalam pelayanan keperawatan karena kesalahan komunikasi dapat mengakibatkan
insiden keselamatan pasien.
2.3
Timbang Terima ( Handover)
2.3.1 Pengertian Timbang Terima ( Handover)
Friesen (2008) menyebutkan tentang definisi dari handover adalah transfer
tentang informasi
(termasuk tanggung jawab dan tanggung gugat) selama
perpindahan perawatan
yang berkelanjutan yang mencakup peluang tentang
pertanyaan, klarifikasi dan konfirmasi tentang pasien. Selain itu juga meliputi
mekanisme transfer informasi
yang dilakukan, tanggungjawab utama dan
20
kewenangan perawat dari perawat sebelumnya ke perawat yang akan melanjutnya
perawatan.
Operan sering disebut dengan timbang terima atau handover. Operan adalah
suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan
dengan keadaan pasien (Nursalam, 2011). Timbang terima harus dilakukan seefektif
mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan
mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dan yang belum dilakukan serta
perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga
kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan, timbang terima (handover) dilakukan oleh
perawat primer keperawatan kepada perawat primer (penanggung jawab) dinas sore
atau dinas malam secara tertulis dan lisan (Rohmah, 2012).
Berdasarkan pengetian diatas dapat disimpulkan bahwa operan adalah suatu
cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan
keadaan pasien.
2.3.2 Tujuan Timbang Terima ( Handover)
Ada beberapa tujuan kenapa timbang terima itu dilakukan yaitu:
1.
Menyampaikan kondisi dan data keadaan pasien (data fokus).
2.
Menyampaikan hal yang sudah /belum dikerjakan dalam asuhan keperawatan
kepada pasien.
3.
Menyampaikan hal yang penting yang harus ditindak lanjuti oleh perawat dinas
berikutnya
21
4.
Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya (Urrahman, 2009).
2.3.3 Manfaat Timbang Terima ( Handover)
Menurut Friesen (2008), manfaat Timbang Terima ( Handover) bagi perawat
adalah:
1. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat
2. Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat
3. Pelaksanaan
asuhan
keperawatan
terhadap
pasien
dilaksanakan
secara
berkesinambungan
4. Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara paripurna.
Sedangkan bagi pasien, manfaat yang didapat pasien bisa menyampaikan
masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap. Pasien merasa puas dengan
pelayanan yang diberikan karena setiap perkembangan yang terjadi maupun tindakan
yang akan dilakukan diinformasikan dengan jelas kepada pasien/keluarga
(Notoadmojo, 2005).
2.3.4 Pelaksanaan Timbang Terima
Menurut Nursalam (2011), pelaksanaan timbang terima dilakukan tiga tahap
seperti dijelaskan berikut.
1.
Di Nurse Station
a.
Ka Ruangan (Ka Ru) membuka timbang terima dengan mengucapkan salam dan
menyampaikan acara pagi ini.
b.
Ka Ru menanyakan kesiapan PP pagi dan PA malam.
22
c.
Ka Ru memimpin doa
d.
Ka Ru mempersilahkan PA malam untuk menyampaikan laporan timbang terima
pada PP pagi dan PA pagi.
e.
PA malam melaporkan timbang terima secara singkat tentang total jumlah
pasien, jumlah pasien baru/pindahan, pasien pulang, pasien bermasalah, diagnose
medis, masalah keperawatan,intervensi yang sudah maupun yang belum
dilaksanakan,serta hal-hal khusus lain yang perlu diketahui.
f.
Ka Ru menanyakan pada PP dan PA pagi apakah ada hal yang perlu diklarifikasi
atau yang kurang jelas kepada PP malam.
g.
Apabila timbang terima dianggap jelas oleh PP dan PA pagi maka Ka Ru
memimpin teman-temannya untuk melakukan timbang terima ke ruang
perawatan.
2.
Di Kamar Pasien (Validasi Data)
a.
PA malam menyapa pasien dengan ramah dan perhatian sambil menjelaskan
tujuan kedatangan mereka.
b.
PA malam memperkenalkan petugas/perawat yang bertugas hari ini (Ka Ru, PP
dan PA)
c.
PA malam menyampaikan kondisi/keadaan pasien pagi ini dan rencana
perawatan selanjutnya.
d.
PA malam menghampiri dan mendekati pasien sambil menanyakan keadaannya
saat ini, bilaperlu rencana tindakan maupun pemeriksaan hari ini dijelaskan juga.
23
e.
Ka Ru dan rekan-rekannya pamitan kepada pasien untuk melihat pasien yang
lain.
f.
Lama timbang terima setiap pasien kurang lebih 2-3 menit kecuali kondisi
khusus yang memerlukan keterangan lebih detail.
3.
Nurse Station
a.
Ka Ru mengklarifikasi hasil validasi data
b.
Laporan timbang terima ditandatangani kedua PP dan Ka Ru
c.
Reward Ka Ru kepada perawat yang telah menyelesaikan tugas dan yang akan
bertugas
d.
Timbang terima ditutup oleh Ka Ru
Timbang terima memiliki 3 tahapan yaitu:
a.
Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan tanggungjawab.
Meliputi faktor informasi yang akan disampaikan oleh perawat jaga sebelumnya.
b.
Pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan datang
melakukan pertukaran informasi. Waktu terjadinya operan itu sendiri yang
berupa pertukaran informasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah
antara perawat yang shift sebelumnya kepada perawat shift yang datang.
c.
Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang tanggung jawab
dan tugas yang dilimpahkan. Merupakan aktivitas dari perawat yang menerima
operan untuk melakukan pengecekan data informasi pada medical record atau
pada pasien langsung (Urrahman, 2009)
24
2.4 Kualitas Bedside Handover
2.4.1 Pengertian Kualitas
Tjiptono (2007) mengemukakan bahwa konsep kualitas sering dianggap
sebagai ukuran relatif kebaikan sebuah produk barang atau jasa yang terdiri dari
kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi
produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran tentang seberapa jauh
suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah
ditetapkan. Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono, 2007) mendefenisikan kualitas
sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Trisnantoro (2005), mengatakan bahwa kualitas adalah suatu standart yang
harus dicapai oleh seseorang atau sekelompok atau lembaga atau organisasi mengenai
kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dah hasil kerja atau produk
yang berupa barang dan jasa.
Menurut Supranto (2006), kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Keunggulan suatu produk jasa
sangat tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut
apakah sudah sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan.
Menurut Kotler (2002) dalam Irawan (2007), definisi pelayanan adalah setiap
tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain,
yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan
25
merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Kotler juga
mengatakan bahwa perilaku tersebut dapat terjadi pada saat, sebelum dan sesudah
terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan
menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering. Kata
kualitas mengandung banyak definisi dan makna, orang yang berbeda akan
mengartikannya secara berlainan tetapi dari beberapa definisi yang dapat kita jumpai
memiliki beberapa kesamaan walaupun hanya cara penyampaiannya saja biasanya
terdapat pada elemen sebagai berikut:
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah
sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik, apakah sudah sesuai dengan keinginan
dan harapan pelanggan.
2.4.2 Unsur-unsur Kualitas
Menurut Tjiptono (2007), apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang
berkualitas saat ini tidak mustahil dianggap sebagai sesuatu yang tidak berkualitas
pada saat yang lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai.
Dalam hal ini yang dijadikan pertimbangan adalah kesulitan atau kemudahan
26
konsumen dan produsen didalam menilai kualitas pelayanan, oleh karena itu dalam
kualitas pelayanan harus mengandung unsur-unsur dasar sebagai berikut :
1.
Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun pelayanan umum harus jelas dan
diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak;
2.
Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi
kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang teguh pada efisiensi
dan efektivitas;
3.
Kualitas, proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar dapat
memberi
keamanan,
kenyamanan,
kepastian
hukum
yang
dapat
dipertanggungjawabkan;
4.
Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah terpaksa harus
mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban member
peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya (Supranto, 2006).
2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas
Menurut Tjiptono (2007), ada 2 (dua) faktor utama yang mempengaruhi
kualitas layanan, yaitu layanan yang diharapkan (expected service) dan layanan yang
diterima (perceived service). Apabila layanan yang diterima atau dirasakan sesuai
dengan yang diharapkan konsumen, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai
kualitas ideal, tetapi sebaliknya jika layanan yang diterima atau dirasakan lebih
rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas layanan dipersepsikan buruk.
27
Dengan demikian baik tidaknya kualitas layanan bukanlah berdasarkan sudut
pandang atau persepsi penyedia jasa/layanan melainkan berdasarkan pada persepsi
konsumen. Seperti yang dikemukakan Kotler (1997) dalam Irawan (2007), bahwa
kualitas harus dimulai dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi
konsumen. Persepsi konsumen terhadap kualitas layanan itu sendiri merupakan
penilaian menyeluruh konsumen atas keunggulan suatu layanan
2.4.4 Komponen Kualitas
Menurut Supranto (2006), Terdapat 5 (lima) determinan atau komponen
kualitas jasa yang dapat dirincikan sebagai berikut :
1.
Keandalan (reliability), yaitu kemampuan instansi untuk memberikan pelayanan
sesuai yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
2.
Ketanggapan (responsiveness), yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada para masyarakat dengan
penyampaian informasi yang jelas.
3.
Asuransi (assurance), yaitu pengetahuan dan kesopansantunan pegawai serta
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan para
masyarakat kepada instansi.
4.
Empati (emphaty), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual
atau pribadi yang diberikan kepada para masyarakat dengan berupaya memahami
keinginan masyarakat.
28
5.
Bukti fisik (tangible), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan
prasarana fisik lembaga pemerintahan dan keadaaan lingkungan sekitarnya
adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.
Menurut Tjiptono & Chandra (2007), lima dimensi utama kualitas pelayanan
yang disusun sesuai dengan urutan tingkat kepentingan relatifnya sebagai berikut :
1.
Keandalan (Reliability), berkaitan dengan kemampuan pemberi pelayanan untuk
memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan
apapun dan menyampaikan pelayanannya sesuai dengan waktu yang disepakati,
Disamping itu untuk mengukur kemampuan perawat dalam memberikan
pelayanan yang tepat dan dapat diandalkan. Ketepatan perawat dalam
memberikan pelayanan serta bersikap ramah dan selalu siap menolong.
Kehandalan berhubungan dengan tingkat kemampuan dan keterampilan yang
dimiliki petugas dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan kepada
pasien di rumah sakit. Tingkat kemampuan dan keterampilan yang kurang dari
tenaga kesehatan tentunya akan memberikan pelayanan yang kurang memenuhi
kepuasan pasien sebagai standar penilaian terhadap mutu pelayanan.
2.
Daya Tangkap (Responssiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan
perawat untuk membantu pasien dan merespons permintaan mereka, serta
menginformasikan kapan pelayanan akan diberikan dan kemudian memberikan
pelayanan secara cepat. Dalam hal ini perawat cepat tanggap terhadap masalah
yang timbul keluhan yang disampaikan oleh pasien.
29
3.
Jaminan (Assurance), yaitu perilaku perawat mampu menumbuhkan kepercayaan
pasien terhadap perawat dan perawat bisa menciptakan rasa aman bagi pasien.
Jaminan juga berarti bahwa perawat selalu bersikap sopan dan menguasai
pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap
pertanyaan
atau
masalah
pasien.Perawat
juga
diharapkan
mempunyai
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif kepada pasien.
4.
Empati (Empathy), berarti perawat memahami masalah pasien dan bertindak
demi kepentingan pasien, serta memberikan perhatian personal kepada pasien
dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5.
Bukti Fisik (Tangibles), berkenaan dengan daya tarik fisik, perlengkapan,
kerapian. kebersihan serta penampilan perawat (Tjiptono & Chandra, 2007)
Mengukur kualitas pelayanan berarti membandingkan kinerja suatu jasa
dengan seperangkat standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Dikemukakan oleh
Lehtinen dan Lehtinen dalam Tjiptono (2007) bahwa ada dua dimensi kualitas jasa,
yaitu process quality (yang dievaluasi pelanggan selama jasa diberikan) dan output
quality (yang dievaluasi setelah jasa diberikan). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan sebelumnya oleh Parasuraman, Zeithami dan Berry diidentifikasikan 10
(sepuluh) faktor utama yang menentukan kualitas jasa, yaitu (Tjiptono, 2007) :
1.
Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan
kemampuan untuk dipercaya (dependability).
2.
Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan
jasa yang dibutuhkan pelanggan.
30
3.
Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan
dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.
4.
Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui.
5.
Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan yang
dimiliki para contact person.
6.
Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa
yang mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
7.
Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.
8.
Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, keragu-raguan.
9.
Understanding/knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan
pelanggan.
10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang
dipergunakan, representasi fisik dari jasa.
2.4.5 Pengertian Bedside Handover
Menurut Kuntoro (2010), model bedside handover yaitu handover yang
dilakukan di samping tempat tidur pasien dengan melibatkan pasien atau keluarga
pasien secara langsung untuk mendapatkan feedback.
Menurut Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare (2007),
bedside handover yaitu metode transfer informasi (termasuk tanggungjawab dan
tanggunggugat) selama perpindahan perawatan yang berkelanjutan atau pertukaran
antar shift yang dilakukan disamping tempat tidur pasien yang bertujuan untuk
31
berbagi informasi antara pasien dan petugas untuk memastikan kesinambungan
perawatan dan merupakan proses interaktif, memberikan kesempatan pasien untuk
memberikan masukan dan menyampaikann masalahnya.
Menurut Clemens (2007), bedside handover adalah metode timbang terima
yang dilakukan disamping pasien untuk mengklarifikasi permasalahan pasien dan
mengklarifikasi data timbang terima shift jaga sebelumnya untuk memastikan
kesinambungan perawatan, memberikan kesempatan pasien untuk memberikan
masukan dan menyampaikann masalah pasien.
Berdasarkan pengertian diatas bedside handover yaitu metode utama timbang
terima antar shift yang dilakukan disamping tempat tidur pasien untuk memastikan
kesinambungan perawatan, memberikan kesempatan pasien untuk memberikan
masukan dan menyampaikann masalahnya, serta mengklarifikasi data timbang
terima.
2.4.6 Manfaat Bedside Handover
Secara umum metode bedside handover memiliki beberapa manfaat
diantaranya:
a.
Meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait kondisi
penyakitnya secara up to date.
b.
Meningkatkan hubungan caring dan komunikasi antara pasien dengan perawat.
c.
Mengurangi waktu untuk melakukan klarifikasi ulang pada kondisi pasien secara
khusus.
32
d.
Bedside handover juga tetap memperhatikan aspek tentang kerahasiaan pasien
jika ada informasi yang harus ditunda terkait adanya komplikasi penyakit atau
persepsi medis yang lain (Kuntoro, 2010)
2.4.7 Alur Bedside Handover
Menurut Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare (2007),
secara garis besar alur bedside handover dibagi menjadi lima tahapan yaitu persiapan,
pendahuluan, pertukaran informasi, keterlibatan pasien, memastikan keselamatan
(safety scan).
1. Tahap Persiapan
Ada empat aspek tahap persiapan dalam bedside handover, yaitu persiapan
staf dan alokasi pasien, memperbarui lembar timbang terima sesuai dengan kondisi
terkini pasien, memberikan informasi kepada pasien, keluarga dan pengunjung lain.
a.
Persiapan Staf dan Alokasi Pasien
Bedside handover menuntut tim jaga keperawatan untuk mempersiapkan
anggota timbang terima yang akan melakukan timbang terima disamping pasien,
selanjutnya jumlah pasien yang akan dilakukan timbang terima dan waktu
pelaksanaan timbang terima juga harus dipersiapkan sehingga pelaksanaannya efektif
dan efesien (Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare, 2007).
b.
Memperbarui Lembar Handover
Lembar handover
berisi tentang
informasi semua pasien di bangsal
perawatan harus diperbarui setiap shift. Lembar timbang terima yang sudah
33
diperbarui sesuai dengan kondisi terkini pasien
memungkinkan perawat untuk
memperoleh pemahaman tentang pasien yang mereka rawat, sehingga memudahkan
mengklarifikasi data saat dilakukan bedside handover. Informasi yang terdapat pada
lembar ini dapat mencakup usia, jenis kelamin, diagnosis medis dan keperawatan
terkini, riwayat kesehatan, perubahan dalam kondisi pasien, hasil pemeriksaan
penunjang terkini atau apakah sedang menunggu hasil laboratorium, perencanaan
pulang, dan informasi seperti status HIV atau penyakit menular lainnya beserta
pencegahan penularannya. Lembar handover dapat disesuaikan dengan kebutuhan
bangsal khusus. Ketika tim keperawatan melakukan handover , perawat koordinator
harus memiliki tanggung jawab utama untuk memastikan lembar timbang terima up
to date dan akurat (Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare,
2007).
c. Pemberian Informasi Kepada Pasien
Menjelang waktu timbang terima, anggota tim harus memberitahu pasien
bahwa timbang terima akan segera dimulai. Hal ini memberikan kesempatan kepada
pasien untuk mempersiapkan diri dalam memberikan dan menerima informasi tentang
perawatan dirinya (Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare,
2007).
d. Persiapan Keluarga dan Pengunjung lain
Pasien diberikan kebebasan untuk memilih anggota keluarga yang diizinkan
untuk tinggal di samping tempat tidur pasien selama timbang
terima serta
34
pengunjung lain harus diminta untuk meninggalkan ruangan selama timbang terima
(Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare, 2007).
2. Tahap Pendahuluan
Ketua tim jaga memimpin pelaksanaan timbang terima sedangkan sisa
anggota tim jaga lainnya melaksanakan perawatan pasien lainnya. Ketua tim jaga
menciptakan hubungan yang baik dengan pasien dan memperkenalkan anggota tim
jaga selanjutnya kepada pasien dan keluarga. Adapun alur pendahuluan bedside
handover yaitu:
a. Mempersiapkan peserta untuk handover
b. Ketua tim jaga memimpin timbang terima, sedangkan sisa anggota tim jaga
lainnya melaksanakan perawatan pasien lainnya
c. Semua anggota tim jaga selanjutnya mengikuti timbang terima.
d. Serah terima pasien ke tim jaga shift selanjutnya
e. Penyerahan pasien menggunakan lembar timbang terima sebagai panduan dalam
memberikan perawatan selanjutnya
f. Pasien dapat diberikan pilihan apakah timbang terima akan dilakukan jauh dari
samping tempat tidur pasien, terutama jika mereka berada di sebuah ruangan
dengan beberapa tempat tidur dalam satu kamar (Kerr, 2010).
3. Tahap Pertukaran Informasi
Serah terima akurat dan rinci sangat penting untuk memastikan staf bisa
memberikan perawatan lanjutan yang aman. Secara umum, informasi yang
35
diserahkan saat bedside handover tidak berbeda dengan isi timbang terima secara
umum, namun staf harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien dan
mengurangi penggunaan bahasa medis. Memastikan keselamatan pasien saat
melakukan bedside handover sangat penting dilakukan. Dengan melihat langsung
kondisi pasien maka perawat dapat menggali informasi tentang kondisi pasien lebih
mendalam, menjelaskan kondisi pasien dan rencana perawatan selanjutnya,
menjelaskan hasil pemeriksaan penunjang terkini, respon pasien terhadap pengobatan
dan asuhan keperawatan yang diberikan dan memvalidasi data-data pasien.
Selanjutnya, pasien memiliki kesempatan untuk memperjelas kondisinya saat ini dan
menanyakan apa yang menjadi keluhannya (Clemens, 2007).
4. Tahap Keterlibatan/Berpusat Kepada Pasien
Dalam pendekatan berpusat pada pasien untuk perawatan, penting untuk
melibatkan pasien dalam timbang terima. Pasien harus diberi kesempatan untuk
bertanya dan memperoleh penjelasan, dan mengkonfirmasi informasi. Secara khusus,
perawat yang memimpin timbang terima harus memancing atau membujuk pasien
untuk berkomentar atau mengajukan pertanyaan selama timbang terima. Anggota
keluarga harus diundang untuk berpartisipasi dalam penyerahan timbang terima
dengan persetujuan pasien. Kelompok pasien yang mungkin tidak berpartisipasi
dalam timbang
terima yaitu pasien yang sedang tertidur, pasien bingung atau
gangguan jiwa, pasien dalam keadaan koma, pasien dalam isolasi, pasien yang
36
memiliki kesulitan dalam berkomunikasi, serta kondisi lain yang
menghalangi
partisipasi pasien (Chaboyer, 2007).
5.
Tahap Memastikan Keselamatan Pasien
Selama timbang terima perawat berkewajiban memastikan keselamatan pasien
yang berkaitan dengan lingkungan, keadaan atau kondisi pasien dan pengecekan
kembali status dokumentasi.
a. Lingkungan Pasien
Selama
melakukan
bedside
handover
perawat
berkewajiban
untuk
memastikan lingkungan yang aman bagi pasien. Item keselamatan tersebut
menyangkut:
1)
Mendekatkan bell disamping pasien sehingga mudah dijangkau
2)
Memastikan mesin suction, oksigen dan perlengkapan lain disamping pasien
berfungsi secara baik dan mudah dijangkau
3)
Memastikan balutan, drain, akses intravena dan infusion pump aman dan berada
dalam posisi yang benar.
4)
Pengecekan lain yang lebih spesifik seperti pengaman tempat tidur, ketinggian
tempat tidur dan lain-lain (Australian Commission on Safety and Quality in
Healthcare, 2007).
b.
Pemeriksaan Ulang Keadaan Pasien
Pemeriksaan kembali status fisik pasien termasuk pengecekan kateter, drain
dan juga balutan (Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare, 2007).
37
c. Pengecekan Kembali Status Dokumentasi
Saat akan mengakhiri bedside handover, ketua tim jaga melakukan review
atau pengecekan kembali status dokumentasi seperti pemberian obat-obatan,
perubahan vital sign, rencana perawatan, dan juga observasi keadaan lainnya seperti
balance atau keseimbangan cairan, resiko jatuh dan status dekubitus (Australian
Commission on Safety and Quality in Healthcare, 2007).
2.4.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bedside Handover
Mikos (2007), menyebutkan ada beberapa hal yang mempengaruhi
pelaksanaan handover yaitu:
1.
Kemampuan perawat dalam mengkoordinir pelaksanaan handover
2.
Komunikasi yang objektif antar sesama petugas kesehatan.
3.
Kemampuan menginterpretasi medical record.
4.
Kemampuan mengobservasi dan menganalisa pasien.
5.
Pemahaman tentang prosedur klinik.
6.
Tingkat ketergantungan atau jenis pasien
7.
Pengalaman kerja dan kompetensi perawat
2.5 Hubungan Penggunaan Metode Komunikasi SBAR dengan Kualitas
Pelaksanaan Bedside Handover
Pelaksanaan metode komunikasi SBAR dan bedside handover yang efektif dan
terkoordinasi dengan baik akan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan kualitas
pelaksanaan asuhan keperawatan yang secara tidak langsung akan menyebabkan
38
peningkatan angka keselamatan pasien (patient safety) terutama dalam hal
mengurangi medication error. Program keselamatan pasien (patient safety) adalah
untuk menjamin keselamatan pasien di rumah sakit melalui pencegahan terjadinya
kesalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Kesalahan dalam pemberian
pelayanan kesehatan yang menyebabkan insiden keselamatan pasien salah satunya
adalah kesalahan dalam hal timbang terima atau handover. Pelayanan kesehatan
bersifat kompleks dan melibatkan berbagai praktisi klinis serta berbagai disiplin ilmu
kedokteran dan ilmu kesehatan. Keselamatan pasien merupakan upaya hal yang harus
diutamakan dalam penyediaan pelayanan kesehatan. Pasien harus memperoleh
jaminan keselamatan selama mendapatkan perawatan atau pelayanan di lembaga
pelayanan kesehatan, yakni terhindar dari berbagai kesalahan tindakan medis
(medical error) maupun kejadian yang tidak diharapkan (Koentjoro, 2007).
Dalam menghindari kesalahan tindakan medis (medical error) maupun
kejadian yang tidak diharapkan maka perlu dilakukan handover yang baik dan sesuai
standar, salah satunya adalah penerapan metode komunikasi SBAR yang
diaplikasikan dalam bedside handover. Trend dan perubahan yang terjadi dalam
sistem pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap pelaksanaan handover. Melalui
pelaksanaan bedside handover maka perawat dapat memvalidasai data yang dimiliki
serta memastikan keselamatan pasien saat pelaksanaan timbang terima. Kesalahan
akibat penyampaian timbang terima pada saat pergantian shift akan berakibat pada
menurunnya indikator kualitas pelayanan terutama patient safety suatu rumah sakit
(Fabre, 2010 dalam Manopo, 2012).
39
SBAR adalah metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi penting
yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi
yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR juga dapat digunakan
secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di daerah
klinis yang sama atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk
memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi.
SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau tim
kesehatan lainnya (Leonard, 2014).
Pelaksanaan bedside handover yang berkualitas akan mampu menggali data
tentang pasien. Kualitas pelaksanaan bedside handover dapat dilihat dari lima
komponen kualitas pelayanan yaitu, keandalan (reliability), berkaitan dengan
kemampuan pemberi pelayanan untuk memberikan layanan yang akurat, kemampuan
dan keterampilan yang dimiliki petugas. Daya tanggap (responssiveness), berkenaan
dengan kesediaan dan kemampuan perawat untuk membantu pasien dan merespons
permintaan mereka dan perawat cepat tanggap terhadap masalah yang timbul keluhan
yang disampaikan oleh pasien. Jaminan (assurance), yaitu perilaku perawat mampu
menumbuhkan kepercayaan pasien terhadap perawat dan perawat bisa menciptakan
rasa aman bagi pasien. Empati (empathy), berarti perawat memahami masalah pasien
dan bertindak demi kepentingan pasien, serta memberikan perhatian personal kepada
pasien dan memiliki jam operasi yang nyaman. Bukti fisik (tangibles), berkenaan
dengan daya tarik fisik, perlengkapan, kerapian. kebersihan serta penampilan perawat
(Tjiptono & Chandra, 2007). Kelima komponen kualitas pelaksanaan bedsisde
40
handover tersebut akan membuat pasien merasa dihargai dan dilibatkan dalam proses
keperawatan sehingga secara tidak langsung akan membantu kesembuhan pasien.
Melalui metode komunikasi SBAR dalam pelaksaan badside handover maka
akan terjadi kontinuitas pelaksanan asuhan keperawatan
serta perawat dapat
melaksanakan perannya dengan baik. Timbang terima harus dilakukan seefektif
mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan
mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dan yang belum dilakukan serta
perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga
kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan, timbang terima (handover) dilakukan oleh
perawat primer keperawatan kepada perawat primer (penanggung jawab) dinas sore
atau dinas malam secara tertulis dan lisan
Teori yang dikemukakan oleh Koentjoro (2010), pasien harus memperoleh
jaminan keselamatan selama mendapatkan perawatan atau pelayanan di lembaga
pelayanan kesehatan, yakni terhindar dari berbagai kesalahan tindakan medis. Untuk
itu, komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan pasien antar
profesi kesehatan di rumah sakit merupakan komponen yang fundamental dalam
perawatan pasien. Semua komponen yang ada pada timbang terima antar shift,
membutuhkan komunikasi dengan menggunakan metode SBAR, antar perawat
dengan petugas kesehatan lainnya maupun perawat dengan sejawat. Penelitian yang
pernah dilakukan oleh Quiteria Manopo (2010), dengan judul “Hubungan Antara
Penerapan Timbang Terima Pasien dengan Keselamatan Pasien Oleh Perawat
41
Pelaksana di RSU Gmim Kalooran Amurang Manado”, menunjukan hasil adanya
hubungan antara penerapan timbang terima pasien dengan keselamatan pasien oleh
perawat pelaksana di RSU GMIM Kalooran Amurang.
Melalui penggunaan komunikasi SBAR dan kualitas pelaksanaan bedside
handover maka program keselamatan pasien akan dapat dilaksanakan dengan baik
serta meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait kondisi
penyakitnya secara up to date. Dalam pelaksanaan bedside handover yang
berkualitas, maka semua sistem akan dilibatkan dalam pengambilan keputusan yaitu
perawat, pasien atau klien dan keluarga (Australian Commission on Safety and
Quality in Healthcare, 2007).
Download