Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah Sistolik

advertisement
Original Article
Volume 2 Nomor 1:49-54
Februari 2017
Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah Sistolik
pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis
di RSUD dr. Zainoel Abidin
Relationship of Body Mass Index and Systolic Blood Pressure of Patients With Chronic
Kidney Disease When Undergoing Hemodialysis in RSUD dr. Zainoel Abidin
Sitti Maziyyah Aini*, Novita, M. Darma Muda Setia
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh-Indonesia
*Email : [email protected]
ABSTRAK
Peningkatan tekanan darah dapat meningkatkan mortalitas pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani
Hemodialisis (HD). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan tekanan
darah pasien PGK yang menjalani HD. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan desain cross sectional.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani HD minimal selama 3 bulan diambil secara total
sampling sebanyak 46 pasien. Data yang diambil adalah data berat badan dengan menggunakan timbangan kursi
digital, tinggi badan dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan dan data tekanan darah dengan
menggunakan sphigmomanometer air raksa serta stetoskop. Pengambilan data dilakukan setelah pasien menjalani
HD. Pasien terdiri dari 30 laki-laki (65,2%) dan 16 perempuan (34,8%). Berdasarkan pengukuran IMT dibagi
kedalam 3 kategori yaitu gemuk, normal, kurus. Hasil pengukuran didapatkan kategori gemuk 5 pasien (10,9%),
kategori normal 31 pasien (67,4%) dan 10 pasien (21,7%) kategori kurus. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan
darah sistolik setelah menjalani HD, terdapat 32 pasien (69,6%) mengalami hipertensi dan 14 pasien (30,4%)
memiliki tekanan darah normal. Dengan menggunakan uji Spearman didapatkan tidak ada pengaruh IMT terhadap
tekanan darah sistolik (p 0,953 p>0,05 r 0,009). Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan IMT dengan tekanan
darah sistolik.
Kata Kunci : Penyakit Ginjal Kronik (PGK), Hemodialisis (HD), Indeks Massa Tubuh (IMT), Tekanan Darah
Sistolik (TDS).
ABSTRACT
Higher blood pressure can increase the mortality of patients with Chronic Kidney Disease (CKD) when undergoing
Hemodialysis (HD). Body Mass Index (BMI) is one of the factors that may increase the patient’s blood pressure.
This type of research was analytic study with cross sectional design. The sample in this study were the patients who
undergo HD for at least 3 months and that were taken by total sampling as many as 46 patients. The data were
taken from the patient’s weight using digital chairs scales, height data using the stature meter and blood pressure
data using mercury sphigmomanometer and stethoscope. Data were collected after patients doing HD. Patients
consisted of 30 male patients (65,2%) and 16 female patients (34,8%). Based on the BMI, the measurements were
divided into three categories, which were overweight, normal and underweight. The result of the measurements
were 5 patients of overweight category (10,9%), 31 patients of normal category (67,4%), and 10 patients of
underweight category (21,7%). Based on the systolic blood pressure measurement post dialysis, there were 32
patients (69,6%) with hypertension and 14 patients (30,4%) with normal blood pressure. By using the Spearman
test, there were no influence between BMI with systolic blood pressure (p 0,953 p>0,05 r 0,009). It was concluded
that there were no relation between BMI and the systolic blood pressure.
Keywords : Chronic Kidney Disease (CKD), Hemodialysis (HD), Body Mass Index (BMI), Systolic Blood Pressure
(SBP).
http://jim.unsyiah.ac/medisia
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia
49
Aini et al. Jurnal Ilmiah Mahasiswa MedisiaVol.2 No.1 : 49-54
PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi diseluruh dunia. (1) Menurut
Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO), PGK merupakan abnormalitas fungsi atau struktur ginjal
yang berlangsung lebih dari 3 bulan dengan implikasi kesehatan yang ditandai dengan adanya satu atau lebih
tanda kerusakan ginjal. Apabila Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) < 15 ml/min/1,73m 2 maka pasien PGK berada dalam
tahap gagal ginjal atau dikenal dengan istilah End Stage Renal Disease (ESRD).(2) Pada tahap ini pasien
membutuhkan terapi pengganti ginjal yang salah satunya dengan menjalani hemodialisis (HD). (3)
Menurut International Society of Renal Nutrition and Metabolism (ISRNM), ada 4 indikator status gizi pada
pasien yang melajani HD: (1). Kimiawi darah yang dinilai dari serum albumin, kolesterol. (2). Massa tubuh yang
dinilai dari IMT, total body fat percentage (BF%). (3). Massa otot yang dinilai dari kadar kreatinin, midarm muscle
circumference (MMC). (4). Intake Makanan yang dinilai dari protein atau energi yang intake.(4) Dari beberapa
indikator tersebut penilaian IMT merupakan pengukuran yang mudah dilakukan dan praktis digunakan sebagai
bahan evaluasi status gizi pasien PGK yang menjalani HD.
Menurut World Health Organization (WHO), IMT didefinisikan sebagai berat badan dalam kilogram dibagi
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2). IMT didasarkan pada efek lemak tubuh yang berlebihan
sehingga dikembangkan sebagai indikator beberapa penyakit. Beberapa kondisi umum yang terkait dengan
kelebihan berat badan atau obesitas meliputi penyakit jantung, hipertensi, diabetes dan PGK.(5) Berdasarkan hasil
penelitian Widyastuti, didapatkan adanya pengaruh lamanya menjalani HD dengan penurunan IMT. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien PGK yang menjalani HD cenderung mengalami penurunan IMT.(6)
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh darah yang tergantung
pada 2 hal, yaitu volume darah didalam pembuluh darah dan compliance atau distensibilitas dinding pembuluh
darah (seberapa mudah pembuluh darah tersebut diregangkan). Tekanan darah berbanding lurus dengan cardiac
output (curah jantung) dan total peripheral resistance (resitensi perifer total). Kemudian curah jantung dipengaruhi
oleh kecepatan jantung dan isi sekuncup. Isi sekuncup meningkat sebagai respon terhadap meningkatnya aliran
balik vena serta adanya peran aktivitas saraf simpatis. Mengontrol curah jantung, resistensi perifer total dan
volume darah dapat mengatur tekanan darah seseorang.(7)
Gambar 1. Regulasi tekanan darah arteri(7)
Hasil penelitian Astrini didapatkan pasien yang menjalani HD, dominan mengalami hipertensi dengan
persentase 91,8%. Hal ini menunjukkan pasien PGK yang menjalani HD cenderung mengalami hipertensi. (8)
Berdasarkan penelitian Tekce, studi pertama yang dilakukannya pada pasien yang menjalani HD terdapat
adanya hubungan antara gizi kurang dengan buruknya irama sirkadian tekanan darah. Pasien yang menjalani HD
dengan status gizi kurang dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini juga dipengaruhi oleh rendahnya serum
albumin.(9) Pada saat serum albumin rendah terjadi peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan
osmotik di intravaskular sehingga zat pelarut intravaskular akan berpindah ke jaringan intertisial yang
menyebabkan edema. Volume di intravaskular menurun, sehingga viskositas darah meningkat. Erat kaitannya
hipoalbuminemia terhadap peningkatan viskositas darah.(10, 11) Peningkatan viskositas darah berpengaruh terhadap
resistensi aliran darah sehingga meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan TDS meningkat.(12)
http://jim.unsyiah.ac/medisia
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia
50
Aini et al. Jurnal Ilmiah Mahasiswa MedisiaVol.2 No.1 : 49-54
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mmengenai hubungan
indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Tujuan penelitian terbagi menjadi dua. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengatahui hubungan
antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1) Untuk
mengetahui gambaran indeks massa tubuh pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. (2) Untuk mengetahui gambaran tekanan darah sistolik pascadialisis pada pasien
penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD dr. Zainoel Abidin banda Aceh.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan analitik observasional dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian
ini dilakukan di Instalasi Dialisis Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Pengambilan data
diambil mulai Juni sampai Juli 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Teknik pengambilan sampel secara
total sampling dengan jumlah responden 46 pasien.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
hasil pengukuran berat badan pascadialisis, tinggi badan dan tekanan darah pascadialisis. Pengukuran tersebut
dilakukan 5 menit setelah menjalani HD (pascadialisis). Analisa data dilakukan secara univariat dan bivariat.
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan proporsi dari setiap variabel yang
diteliti. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, yaitu hubungan indeks massa
tubuh dengan tekanan darah sistolik pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh menggunakan uji statistik korelasi Spearman.
HASIL
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2016 di Instalasi Dialisis RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, didapatkan 46 pasien.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Karakteristik Responden
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
19-24
25-34
35-44
45-54
55-64
Pekerjaan
PNS
Wiraswasta
Tani/Nelayan/buruh
Tidak bekerja
Pendidikan
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Tamat PT
Frekuensi (n=46)
Persentase (%)
30
16
65,2
34,8
1
5
15
14
11
2,2
10,9
32,6
30,4
23,9
9
14
2
21
19,6
30,4
4,3
45,7
3
7
3
17
16
6,5
15,2
6,5
37
34,8
Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa penderita PGK yang menjalani HD terbanyak pada usia 35-44 tahun
(32,6%) dengan menggunakan riskesdas untuk mengkategorikan kelompok usia dan subjek penelitian terbanyak
adalah laki – laki yaitu 30 orang (65,2%). Penderita PGK yang menjalani HD mayoritasnya tidak bekerja yaitu 21
orang (45,7) dengan pendidikan terakhir tebanyak tamat SMA yaitu 17 orang (37%).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi IMT dan TDS
Karakteristik
Responden
IMT
Kurus
Normal
Gemuk
http://jim.unsyiah.ac/medisia
Frekuensi (n=46)
Persentase (%)
10
31
5
21,7
67,4
10,9
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia
51
Aini et al. Jurnal Ilmiah Mahasiswa MedisiaVol.2 No.1 : 49-54
TDS
Normal
Hipertensi
14
32
30,4
69,6
Berdasarkan data tersebut hasil pengukuran IMT yang terbanyak adalah normal yaitu 31 sampel ( 67,4% )
dan hasil pemeriksaan TDS menunjukkan penderita PGK yang menjalani HD banyak yang mengalami hipertensi
yaitu 32 pasien ( 45,7% ).
Tabel 3. Hasil Analisis dari Uji Anova Hubungan Lama Menjalani HD dengan
Penurunan IMT
IMT
Lama Menjalani
HD
N
Homogenitas
P
46
0,644
0,027
p value
p < 0,05
Berdasarkan analisis data didapatkan hasil homogenitas data 0,644 (p>0,05) yang menunjukkan data IMT
homogen sehingga dapat dilakukan uji Anova dan didapatkan hasil p < 0,027 (p<0,05) yang berarti terdapat
hubungan lamanya menjalani HD dengan penurunan IMT pada pasien PGK yang menjalani HD.
Tabel 4. Hasil Analisis dari Uji Chi Square Hubungan Riwayat Hipertensi dengan
Kejadian Hipertensi pada Pasien PGK yang Menjalani HD
Hipertensi
Riwayat
Hipertensi
Ya
Tidak
Total
Ya
Frek
(n)
20
12
32
Tidak
Pers
(%)
76,9
60
69,6
Frek
(n)
6
8
14
Pers
(%)
23,1
40
30,4
N
P value
26
20
46
0,216
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan tidak ada hubungan
riwayat hipertensi dengan kejadian hipertensi pada pasien PGK yang menjalani HD dengan nilai p 0,216 (p >
0,05).
Tabel 5. Hasil Analisis dari Uji Korelasi Spearman
IMT
TDS
N
R
P
46
0,009
0,953
p value
p > 0,05
Berdasarkan data hasil pengukuran IMT dan TDS pasca dialisis pada pasien PGK yang menjalani HD
didapatkan tidak ada pengaruh IMT terhadap TDS pasca dialisis dengan menggunakan uji korelasi Spearman (p >
0,05) dengan kekuatan korelasi sangat lemah (0,009) yang menunjukkan tidak ada pengaruh IMT terhadap
meningkatnya TDS pasca dialisis pada pasien PGK yang menjalani HD.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan di Instalasi Dialisis Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin terhitung dari bulan JuniJuli 2016, didapatkan subjek penelitian terbanyak adalah laki – laki yaitu 30 orang (65,2%) dan perempuan 16
orang (34,8%). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Sari, dkk (2013) bahwa prevalensi penderita PGK lebih
banyak pada laki-laki dari pada perempuan, penelitian tersebut dilakukan di Medan pada tahun 2013 dimana rasio
antara penderita PGK laki-laki dan perempuan adalah 1,02 banding 1 dengan jumlah sampel berjumlah 180
orang.(13) Hal ini sesuai dengan data epidemiologi di dunia jumlah pasien laki-laki melebihi jumlah perempuan.(14)
Berdasarkan usia, sebagian besar penderita PGK yang menjalani HD berdasarkan kategori usia kelompok
35-44 tahun (32,6%) merupakan kategori usia tertinggi yang menjalani HD. Data terbaru dari Indonesian Renal
Registry pada tahun 2014 kelompok usia terbanyak sebanding antara usia 45-54 tahun dan 55-64 tahun yaitu
31%.(15) Hal ini menunjukkan bahwa pada usia lebih dari 30 tahun mulai terjadi penurunan fungsi ginjal, pada usia
60 tahun kemampuan ginjal menurun menjadi 50% dari kapasitas fungsinya yang disebabkan oleh proses fisologis
berupa berkurangnya populasi nefron dan tidak adanya kemampuan regenerasi.(16)
Dilihat dari IMT, penderia PGK yang menjalani HD di RSUD dr. Zainoel Abidin memiliki IMT rerata 21,7 yang
menunjukkan hasil IMT normal. berdasarkan penelitian Leal et al, dari 47 pasien yang memiliki IMT > 23 Kg/m2
berjumlah 28 orang lebih banyak dibandingkan dengan pasien dengan IMT < 23 Kg/m 2 yaitu hanya 19 orang.(4) Hal
ini sesuai dengan penelitian Widyastuti, bahwa yang tebanyak pasien HD memiliki IMT normal yaitu 69%. (6)
http://jim.unsyiah.ac/medisia
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia
52
Aini et al. Jurnal Ilmiah Mahasiswa MedisiaVol.2 No.1 : 49-54
Berdasarkan TDS yang didapatkan dari pemeriksaan tekanan darah pasca dialisis rerata pasien PGK yang
menjalani HD memiliki TDS 155,913 mmHg dan yang tertinggi jumlah pasien dengan hipertensi berjumlah 32
orang (69,9%). Sesuai dengan penelitian Astrini, didapatkan bahwa pasien yang menjalani HD terbanyak adalah
pasien dengan hipertensi sebanyak 91,8%. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi pasca dialisis,
pasien PGK mengalami hipervolemia akibat retensi air dan natrium yang menyebabkan curah jantung meningkat
sehingga mengakibatkan hipertensi.(8)
Adanya pengaruh lama menjalani HD dengan terjadinya penurunan IMT menunjukkan pengaruh terhadap
hasil TDS yang di ukur pada pasien PGK yang menjalani HD. Dari hasil penelitian ini, didapatkan adanya hubungan
lama menjalani HD dengan penurunan IMT pada pasien PGK yaitu p 0,027. Hal ini sesuai dengan penelitian
Widyastuti, didapatkan korelasi bermakna antara lama menjalani HD dengan IMT pasien PGK dengan nilai
significancy 0,000 dengan kekuatan korelasi sebesar 0,40 yang menunjukkan kekuatan korelasi sedang.
Pasien PGK yang menjalani HD sering terjadi uremia dengan gejala klinis lemah, anoreksia, mual dan
muntah. Pada pasien PGK dilakukan diet protein dan kalium sehingga asupan nutrisi dibatasi. Lama menjalani HD
juga akan terjadi penurunan kadar asam amino yang disebabkan oleh asidosis metabolik. Ketiga hal tersebut
menyebabkan pasien akan mengalami penurunan nafsu makan, sehingga asupan makanan pasien akan berkurang
serta tubuh akan kehilangan massa otot dan lemak yang berada di subkutan. Hal ini dapat menurunkan berat
badan pasien yang berpengaruh terhadap nilai IMT yang didapat.(6, 8)
Berdasarkan hasil analisis untuk mengetahui hubungan riwayat hipertensi dengan kejadian hipertensi pada
pasien PGK didapatkan dari uji chi square nilai p 0,216 (p>0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan riwayat
hipertensi dengan kejadian hipertensi. Pada pasien PGK patofisiologi terjadinya peningkatan tekanan darah tidak
dipengaruhi oleh riwayat penyakit sebelumnya. Mekanisme terjadinya hipertensi akibat PGK adalah penurunan
aliran darah ke ginjal serta LFG yang berkurang dapat meningkatkan aktivitas sistem Renin Angiotensin Aldosteron
(RAA). Sel aparatus jukstaglomerulus mensekresi enzim renin yang dapat merubah angiotensinogen yang berasal
dari hati menjadi angiotensin I. kemudian angiotensin I diubah oleh Angiotensin Converting Enzym (ACE) menjadi
angiotensin II. Angiotensin II dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan menyebabkan
tekanan darah meningkat. Selain itu angiotensin II juga merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan
aldosteron yang dapat meningkatkan resistensi air dan natrium (Na) di tubulus ginjal dan menyebabkan tekanan
darah meningkat. Pasien PGK mengalami hipervolemia akibat retensi air dan Na, hal ini menyebabkan curah
jantung meningkat sehingga mengaakibatkan terjadinya hipertensi.(8)
Hasil analisis data pada penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan uji Spearman didapatkan tidak
ada pengaruh yang bermakna IMT terhadap TDS yaitu 0,953 (p > 0,05) dengan nilai r hitung dalam rank
correlation bernilai 0,009 menunjukkan arah korelasi searah, artinya semakin tinggi IMT maka semakin tinggi TDS.
Pada penelitian ini, variabel independen IMT tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan tekanan
darah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti penelitian Saryono, didapatkan kadar ureum dan
kreatinin mengalami peningkatan diatas normal yaitu masing – masing reratanya 151,11 dan 12,62. Kadar
kreatinin yang tinggi 8 kali lebih umum ditemukan di antara para pengidap hipertensi dibanding individu lain yang
tekanan darahnya normal.(17) Kemudian penelitian Fathelrahman didalam Astrini, didapatkan bahwa anemia yang
terjadi pada pasien PGK yang menjalani HD dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup serta meningkatkan
mortalitas, hal ini disebabkan karena anemia dapat menyebabkan kelelahan, berkurangnya kapasitas latihan akibat
kurangnya oksigen yang dibawa ke jaringan tubuh, gangguan imunitas, kemampuan kognitif berkurang serta dapat
meningkatkan beban kerja jantung yang dapat menyebabkan terjadinya hipertrofi ventrikel kiri sehingga
meningkatkan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung atau penyakit jantung iskemik.(8)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik pada pasien penyakit ginjal kronik
yang menjalani hemodialisis di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Brown R, Mohsen A, Green D, Hoefield R, Summers L, Middleton R, et al. Body Mass Index Has No Effect On
Rate of Progression of Chronic Kidney Disease in Non-Diabetic Subjects. Nephrol
Dial Transplant.
2012;27:2776-80.
Kidney Disease Improving Global Outcome 2012. Clinical Practice Guidline for the Evaluation and
Management of Chronic Kidney Disease. Kidney International Supplements. 2013;3(1):18-27.
Price S, Wilson L. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. VI ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2013:964-97.
Leal V, Moraes C, Pinto M, Lobo J, Farage N, Velarde L, et al. Is a Body Mass Index of 23 kg/m2 A Reliable
Marker of Protein-Energy Wasting in Hemodialysis Patients? Nutrition. 2012;28:973-7.
World Heath Organization. Body Mass Index Europe: WHO Regional Office for Europe; 2016 [cited 2016
March 21]. Available from: http://www.euro.who.int/en/health-topics/disease-prevention/nutrition/a-healthylifestyle/body-mass-index-bmi.
Widyastuti R, Butar W, Bebasari E. Korelasi Lama Menjalani Hemodialisis dengan Indeks Massa Tubuh Pasien
Gagal Ginjal Kronik di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau pada Bulan Mei Tahun 2014. Jom FK. 2014;1(2):112.
http://jim.unsyiah.ac/medisia
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia
53
Aini et al. Jurnal Ilmiah Mahasiswa MedisiaVol.2 No.1 : 49-54
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 6 ed. Yesdelita N, editor. Jakarta: ECG; 2011:560-7.
Astrini W, Hasibuan P, Irsan A. Hubungan Kadar Hemoglobin (Hb), Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Tekanan
Darah dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dokter
Soedarso Pontianak Bulan April 2013. 2013:1-15.
Tekce H, Kursat S, Colak B, Aktas G. Effect of Nutritional Parameters on Noctural Blood Pressure in Patients
Undergoing Hemodialysis. Renal Failure. 2013;35(7):946-50.
Kim S, Yang W, Park J. Role of Hypoalbuminemia in The Genesis of Cardiovascular Disease in Dialysis
Patients. Peritoneal Dialysis International. 1999;19:1-6.
Joles J, Koolschijn N, Koomans H. Hypoalbuminemia Causes High Blood Viscosity by Increasing Red Cell
Lysophosphatidylcholine. Kidney International. 1997;52:761-70.
Irawati L. Viskositas Darah dan Aspek Medisnya. Majalah Kedokteran Andalas. 2010;34:102-11.
Sari I, Jemadi., Hiswani. Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum
Haji Medan tahun 2012-2013. Departemen Epidemiologi FKM USU. 2013:1-9.
Indonesian Renal Registry. Program Indonesian Renal Registry. 6th Report of Indonesian Renal Registry.
2013:12-4.
Indonesian Renal Registry. Program Indonesian Renal Registry. 7th Report of Indonesian Renal Registry.
2014:8-12.
Parsudi I. Ginjal dan Hipertensi pada Usia Lanjut dalam Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan
Lanjut Usia). 5 ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013:537-42.
Saryono, Handoyo. Kadar Ureum dan Kreatinin Darah Pada Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisis di
Rumah Sakit Umum Margono Soekarjo Purwokerto. 2006:36-42.
http://jim.unsyiah.ac/medisia
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia
54
Download