komposisi kimia, asam lemak dan kolesterol

advertisement
KOMPOSISI KIMIA, ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL
UDANG RONGGENG (Harpiosquilla raphidea) AKIBAT
PEREBUSAN
DEWI MARIANA MANURUNG
C34051291
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
i5
KOMPOSISI KIMIA, ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL
UDANG RONGGENG (Harpiosquilla raphidea) AKIBAT
PEREBUSAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
DEWI MARIANA MANURUNG
C34051291
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ii5
RINGKASAN
DEWI MARIANA MANURUNG. C34051291. Komposisi Asam Lemak dan
Kolesterol Udang Ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat Perebusan.
Dibimbing oleh NURJANAH dan TATI NURHAYATI
Udang merupakan makanan yang memiliki cita rasa yang khas dan lezat
serta banyak diminati oleh masyarakat. Kandungan gizi yang khas pada udang
salah satunya adalah asam lemak tak jenuh majemuk yaitu omega-3 yaitu
eucosapentanoic acid (EPA) dan docosahexanoic acid (DHA), serta Omega-9
yaitu oleat. Oleh karena itu, sangat perlu untuk dilakukan penelitian mengenai gizi
yang terkandung dalam udang ronggeng, terutama komposisi asam lemak dan
kolesterolnya.
Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh manusia, linoleat
(Omega-6) dan linolenat (Omega-3) digunakan untuk menjaga bagian-bagian
struktural dari membran sel, serta mempunyai peran penting dalam perkembangan
otak. Asam lemak Omega-3 dapat menyembuhkan luka dan infeksi, trombosis,
penyakit tulang atau persendian, asma, dan mencegah proses penuaan. Komponen
utama kolesterol pada udang adalah high density lipoprotein (HDL) yang
berfungsi mengurangi low density lipoprotein (LDL) dalam tubuh sehingga
mampu mencegah penyakit arterosklerosis. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perebusan terhadap karakteristik, komposisi kimia dan
profil asam lemak serta kandungan kolesterol daging udang ronggeng.
Tahap awal penelitian ini adalah memperoleh informasi mengenai asal
sampel, metode penangkapan, serta penanganan udang ronggeng. Tahap
selanjutnya adalah mengkaji karakteristik udang ronggeng, yaitu ukuran,
rendemen, cita rasa, komposisi kimia dan asam lemak serta kolesterol daging
udang ronggeng. Udang ronggeng yang digunakan terdiri dari udang ronggeng
segar dan udang ronggeng yang diberi perlakuan perebusan .
Rendemen daging, cangkang, dan jeroan udang ronggeng segar berturutturut 41,27%, 54,15%, dan 4,59%, sedangkan rendemen udang rebus berturutturut yaitu 20,08%, 45,32%, 1,69% dan berat yang hilang (lost) sebesar 32,90%.
Komposisi kimia yang meliputi kadar air, abu, lemak, dan protein daging udang
ronggeng segar berturut-turut 76,55%; 1,27%; 1,54%; dan 20,42%; udang rebus,
yaitu 74,09%; 1,39%; 22,46%; dan 0,83%. Asam lemak jenuh daging udang
ronggeng yaitu miristat, palmitat, stearat dan didominasi oleh palmitat sebesar
29,23%. Total asam lemak jenuh daging udang ronggeng segar, yaitu 33,90% dan
udang rebus yaitu 30,58% dari total asam lemak udang. Total asam lemak tak
jenuh tunggal terdiri dari oleat yaitu pada daging udang ronggeng segar 20,61%
dan udang rebus, yaitu 19,26%. Asam lemak tak jenuh majemuk udang ronggeng
segar adalah linoleat, yaitu 14,97% dan linolenat, yaitu 7,69% dan udang rebus
yaitu linoleat sebesar 8,9% dan linolenat sebesar 5,6%. Asam lemak tak jenuh
mejemuk berantai panjang udang ronggeng segar terdiri dari EPA sebesar 7,49%
dan DHA sebesar 7,17%, sedangkan EPA udang rebus, yaitu 7,17% dan DHA
sebesar 0,95%. Total kolesterol udang ronggeng segar yaitu 115,33 mg/100 gram
dan udang rebus 86,61 mg/100 gram.
iii5
Judul Skripsi
: KOMPOSISI KIMIA, ASAM LEMAK DAN
KOLESTEROL UDANG RONGGENG
(Harpiosquilla raphidea) AKIBAT PEREBUSAN
Nama
: Dewi MarianaManurung
NRP
: C34051291
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Nurjanah, MS
NIP. 195910131986012002
Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si
NIP. 197008071996032002
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc
NIP. 196205281987032003
Tanggal Lulus :
iv5
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ Komposisi
Kimia, Asam Lemak dan Kolesterol Udang Ronggeng akibat Perebusan” adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Dewi Mariana Manurung
NRP C34051291
v5
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi Sumatera Utara
pada tanggal 05 Maret 1988 dari pasangan bapak Oloan
Manurung dan Ibu Tiomsi Sirait, dan merupakan anak kedua
dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis
dimulai dari SD Negeri No. 164319 Tebing Tinggi Sumatera
Utara dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama
melanjutkan pendidikan SLTP Swasta Katolik Cinta Kasih Tebing Tinggi
Sumatera Utara yang lulus pada tahun 2002, dan melanjutkan pendidikan di SMA
Negeri 1 Tebing Tinggi Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2005.
Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi yaitu progran Strata 1 (S1) Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama
mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam unit kegiatan mahasiswa PMK
(Persekutuan Mahasiswa Kristen) IPB, asisten mata kuliah Agama Kristen
Protestan periode 2006/2007, asisten mata kuliah Biokimia Hasil Perairan FPIK
IPB periode 2007/2008 dan periode 2008/2009, koordinator asisten mata kuliah
Biokimia Hasil Perairan FPIK IPB periode 2008/2009, dan asisten mata kuliah
Karakteristik dan Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan periode 2008/2009.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis
melakukan penelitian dengan judul “Komposisi Kimia, Asam Lemak dan
Kolesterol pada Udang Ronggeng akibat Perebusan” dibawah bimbingan Ir.
Nurjanah, MS dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si.
vi5
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Rahmat, Berkat, dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik yang berjudul “Komposisi Kimia, Asam Lemak dan
Kolesterol Udang Ronggeng akibat Perebusan ”
Selesainya penulisan tugas akhir ini merupakan suatu kebahagiaan
tersendiri bagi penulis, karena skripsi merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dan memberi dukungan selama penelitian ini, diantaranya:
1. Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si sebagai dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis
dengan penuh kesabaran.
2. Dr. Agoes M Jacoeb Dipl.Biol dan Ir. Anna C Erungan MS sebagai dosen
penguji yang telah memberikan evaluasi dan arahan bagi penulis.
3. Bapak dan Mama tercinta yang telah memberikan doa, semangat, kasih
sayang, dukungan, dan motivasi, dan perhatian kepada penulis.
4. Saudaraku Benny Hasiolan dan Steven atas sukacita, dukungan, perhatian dan
doanya.
5. Saudaraku Bou Lina, Bou Betty, Amangboru Doharmat Purba, dan Bou
Risma, terimakasih atas perhatian, dukungan, dan kasih sayang yang telah
diberikan kepada penulis.
6. Seluruh dosen, pegawai, dan staf TU Pak Ade, Bang Mail, Bu Etang dan Pak
Tatang atas bantuannya selama ini.
7. Pak Danu dan Bu Endang yang telah membantu dan mengajar dalam
penelitian.
8. Tim Ronggeng yaitu Kak Wisnu, Kak Havid, dan Kak Dani atas
kerjasamanya, dukungan, dan perhatian bagi penulis.
9. Junide Mastuty Hutapea yang telah memberikan semangat, hiburan, dan setia
membantu dalam penelitian.
vii5
10. Keluarga “beruang” yaitu Anggi, Uut, Binyo, Seno dan Prill atas doa,
kesetiaan, keceriaan dan perhatian kepada penulis.
11. Saudara kembaran Nina Fentiana, terimakasih atas persahabatan dan
dukungannya selama ini.
12. Teman dan sahabatku di Nikita Kost, Mam Lenny, Lena, Hernita Siska,
Frahel, Merry dan Titin, terimakasih atas persahabatan yang sangat berarti dan
dukungannya selama ini.
13. Tim asisten Biokimia Hasil Perairan yang memberikan doa dan semangat Ary,
Nanda, Ignasius, dan Rachmawati.
14. Tim asisten PBB yang selalu bersukacita setiap saat dan membuat diriku
selalu tersenyum Rodi, Nicolas, Ulie, Pur, Anne, Anche, kak Anang, Anggi,
dan kak Erlangga (Laler).
15. Teman-teman THP 42 yang selalu memberikan doa, dukungan dan perhatian
selama ini Dita, Ado, Dan, Teteh, Adek, Fuad, Ifa, Tika, Zein, Erna, Rustam,
Indri, Ita, dan semua THP’ers 42 yang telah memberi semangat kepada
penulis.
16. Teman-teman THP 41 yaitu kak Ary, kak Dede, kak Rizan, kak Windika, dan
semuanya yang tidak tersebutkan yang senantiasa memberikan doa dan
dukungan, serta bantuan 43 atas kebersamaan dan semangatnya.
17. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan
skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, September 2009
Dewi Mariana Manurung
C34051291
viii5
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................vii
DAFTAR TABEL .........................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................xi
DAFTAR ISTILAH ................................................................................... xiii
1.
PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...............................................................................1
1.2. Tujuan Penelitian ...........................................................................2
2.
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................3
2.1. Deskripsi Udang Ronggeng ...........................................................3
2.2. Lemak ............................................................................................4
2.3. Asam Lemak ..................................................................................6
2.4. Autoksidasi asam lemak.................................................................9
2.5. Fungsi Asam Lemak............................................... .....................10
2.6. Kolesterol .....................................................................................12
2.7. Pengaruh Perebusan terhadap Nilai Gizi Udang..........................14
2.8. Kromatografi Gas.........................................................................15
3.
METODOLOGI ..................................................................................17
3.1. Waktu dan Tempat .......................................................................17
3.2. Alat dan Bahan.............................................................................17
3.3. Metode Penelitian ........................................................................17
3.4. Metode Analisis ...........................................................................19
3.4.1.
3.4.2.
3.4.3.
3.4.4.
Rendemen .........................................................................19
Uji mutu udang ronggeng (SNI-01-2346-2006) ...............19
Uji hedonik (SNI-01-2346-2006)......................................20
Analisis proksimat.............................................................21
(a) Analisis kadar air (AOAC 1995).................................21
(b) Analisis kadar abu (AOAC 1995)...............................22
(c) Analisis kadar protein (AOAC 1995) .........................23
(d) Analisis kadar lemak (AOAC 1995)...........................24
3.4.5. Analisis asam lemak (AACC 1983)...................................24
ix5
(a) Ekstraksi asam lemak..................................................25
(b) Pembentukan metil ester (metilasi).............................25
(c) Identifikasi dengan kromatografi gas..........................25
3.4.6. Analisis kolesterol (AACC 1983) ..................... ................26
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................28
4.1.
Karakteristik Udang Ronggeng...................................................28
4.2.
Rendemen Udang Ronggeng ......................................................29
4.3.
Tingkat Kesegaran Udang Ronggeng ........................................33
4.4.
Komposisi kimia udang ronggeng ..............................................35
(a)
(b)
(c)
(d)
Kadar air ................................................................................37
Kadar abu ..............................................................................38
Kadar protein .........................................................................39
Kadar lemak...........................................................................41
4.5. Kandungan Asam Lemak Udang Ronggeng..................................42
4.6. Kandungan Kolesterol Udang Ronggeng ......................................48
5.
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................51
5.1. Kesimpulan ..................................................................................51
5.2. Saran.............................................................................................51
6.
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................52
LAMPIRAN..................................................................................................57
x5
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Komposisi kimia udang ....................................................................... 4
2.
Kandungan kolesterol pada makanan........................... ....... ..............13
3.
Ukuran panjang dan bobot udang ronggeng...................................... 28
4.
Nilai rata-rata organoleptik daging udang rebus 2% ......................... 33
5.
Komposisi kimia daging udang ronggeng segar dan rebus ............... 36
6.
Komposisi rata-rata asam lemak daging udang ronggeng................. 43
7.
Perbandingan kolesterol udang ronggeng (bb) dan komoditas
lain ..................................................................................................... 49
xi5
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Udang ronggeng .................................................................................... 4
2. Struktur lemak berdasarkan jumlah asam lemak .................................. 5
3.
Metabolisme asam lemak n-9, n-6, dan n-3 . .........................................9
4.
Skema autoksidasi pada asam lemak tak jenuh .................................. 10
5.
Struktur EPA dan DHA……............................................................... 11
6.
Struktur kimia kolesterol. ……………………………………………12
7.
Kromatografi gas……………………………………....... …………..15
8.
Kerangka penelitian …………………… .................... ……………...18
9.
Persentase rendemen udang ronggeng segar....................................... 30
10.
Persentase rendemen udang ronggeng rebus....................................... 30
11.
Kadar air rata-rata daging udang ronggeng segar dan rebus............... 37
12.
Kadar abu rata-rata daging udang ronggeng segar dan rebus ............. 38
13.
Kadar protein rata-rata daging udang ronggeng segar dan rebus........ 39
14.
Kadar lemak rata-rata daging udang ronggeng segar dan rebus ......... 40
15.
Komposisi asam lemak jenuh rata-rata daging udang ronggeng ........ 44
16.
Komposisi asam lemak tidak jenuh rata-rata daging udang ronggeng 45
17.
Komposisi asam lemak EPA dan DHA udang ronggeng ................... 47
18.
Kandungan kolesterol rata-rata udang ronggeng ................................ 48
xii5
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Asal sampel udang ronggeng............................................................... 57
2.
Alat kromatografi gas (GC) ................................................................ 58
3.
Data mentah ukuran udang ronggeng ........ .........................................59
4.
Rendemen udang ronggeng................................................................. 60
5.
Lembar penilaian organoleptik udang segar (SNI-01-2346-2006) ..... 61
6.
Lembar penilaian uji hedonik (SNI-01-2346-2006) ........................... 61
7.
Data mentah organoleptik kesegaran udang ronggeng…… ............... 62
8.
Data mentah uji hedonik udang ronggeng rebus…………………..... 63
9.
Komposisi kimia udang ronggeng …………………………… ........ .64
10.
Komposisi asam lemak udang ronggeng……………………………..65
11.
Kromatogram standar asam lemak kaprat ………..…….................... 67
12.
Kromatogram standar asam lemak laurat............................................ 68
13.
Kromatogram standar asam lemak miristat......................................... 69
14.
Kromatogram standar asam lemak palmitat........................................ 70
15.
Kromatogram standar asam lemak stearat .......................................... 71
16.
Kromatogram standar asam lemak oleat ............................................. 72
17.
Kromatogram standar asam lemak linoleat......................................... 73
18.
Kromatogram standar asam lemak linolenat....................................... 74
19.
Kromatogram asam lemak udang ronggeng segar ulangan ke-1 ........ 75
20.
Kromatogram asam lemak udang ronggeng segar ulangan ke-2 ....... 76
21.
Kromatogram asam lemak udang ronggeng rebus ulangan ke-1 ........ 77
22.
Kromatogram asam lemak udang ronggeng rebus ulangan ke-2 ........ 78
23.
Peak standar asam lemak EPA dan DHA ........................................... 79
24.
Peak asam lemak EPA dan DHA segar ulangan ke-1 ....................... 80
25. Peak asam lemak EPA dan DHA segar ulangan ke-2....................... 81
26. Peak asam lemak EPA dan DHA rebus ulangan ke-1....................... 82
27. Peak asam lemak EPA dan DHA rebus ulangan ke-2....................... 83
28.
Peak kadar kolesterol udang ronggeng segar ulangan ke-1 dan 2........84
29. Peak kadar kolesterol udang ronggeng rebus ulangan ke-1 dan 2 ...... 85
30.
Peak standar kolesterol ...................................................................... 86
xiii5
DAFTAR ISTILAH
Aterosklerosis
: penyempitan dan pengerasan pembuluh darah
CVD
: cardiovascular disesase
Desaturasi
: penambahan ikatan rangkap pada asam lemak
DGLA
: delta gamma linoleic acid
DHA
: dokosaheksaenoic acid
EFA
: essensial fatty acid
Eikosanoid
: hormon (hormonlike)
Elongasi
: perpanjangan rantai karbon pada asam lemak
EPA
: eicosapentaenoic acid
FID
: flame initiation detector
GLA
: gamma linoleic acid
GC
: gas chromatography (kromatografi gas)
HDL
: high density lipoprotein
KGC
: kromatografi gas cair
KGP
: kromatografi gas padat
LCPUFA
: long chain polyunsaturated fatty acid
LDL
: low density lipoprotein
MUFA
: monounsaturated fatty acid/asam lemak tak jenuh
tunggal
PUFA
: polyunsaturated fatty acid/asam lemak tak jenuh
jamak
SAFA
: saturated fatty acid/asam lemak jenuh
VHDL
: very high density lipoprotein
xiv5
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumberdaya perikanan Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk
berkontribusi di dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia, yaitu baik
sumberdaya perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Pada umumnya
udang memiliki kandungan gizi yang baik, yaitu protein yang tersusun atas asam
amino esensial yang lengkap dan lemak yang tersusun sebagian besar oleh asam
lemak tak jenuh Omega-3 yang berkhasiat terhadap berbagai penyakit dan
membantu perkembangan otak (Irianto dan Murdinah 2006).
Kandungan gizi yang khas pada udang salah satunya adalah asam lemak
tak jenuh majemuk yaitu Omega-3 yaitu eucosapentanoic acid (EPA) dan
docosahexanoic acid (DHA) serta Omega-9 yaitu oleat. Asam lemak ini telah
teruji sacara klinis mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah yaitu
kolesterol tinggi yang merupakan masalah kesehatan serius dalam tubuh, dan
faktor risiko utama bagi penyakit jantung koroner dan pembuluh darah
(cardiovascular disesase = CVD) (Freeman dan Junge 2005). Selain itu, Omega-3
dapat mengurangi aktivitas sel-sel kanker dan dapat meningkatkan kemampuan
belajar, sedangkan Omega-9 berperan dalam menurunkan kolesterol jahat (LDL)
dan meningkatkan kolesterol baik (HDL) dalam darah (Felix dan Velazquez
2002).
Salah satu jenis komoditas perikanan yang berada di perairan Indonesia
adalah udang ronggeng. Udang ronggeng yang berasal dari kelas Malacostraca
sebagai udang sejati, tetapi berasal dari ordo berbeda, yaitu Stomatopoda (Lovett
1981). Udang ronggeng ini merupakan salah satu jenis udang bernilai ekonomis,
namun kurang dikomersialkan di Indonesia.
Udang merupakan makanan yang memiliki cita rasa yang khas dan lezat
serta banyak diminati oleh masyarakat. Banyak restoran mengolah
seafood
(udang) dengan metode pemasakan yang berbeda, yaitu direbus, dikukus, dibakar
dan digoreng. Pemasakan merupakan salah satu proses pengolahan panas yang
sederhana dan mudah, dapat dilakukan dengan media air panas yang disebut
dengan perebusan dengan suhu 100 °C selama 10 menit (Widyati 2004).
xv5
Perebusan merupakan salah satu jenis pengawetan waktu pendek yang dipakai di
banyak negara terutama di Asia Tenggara. Keawetan produk ini bervariasi dari 1
atau 2 hari sampai beberapa bulan tergantung pada metode pengolahan. Perebusan
udang dapat membunuh bakteri yang ada pada udang, pembusukan yang biasanya
terjadi akan dapat dihentikan, akan tetapi perebusan tidak menghasilkan sterilisasi
produk yang sempurna (Basmal et al. 1997).
Pengaruh
pemanasan
terhadap
komponen
daging
udang
dapat
menyebabkan perubahan fisik dan komposisi kimia udang. Pengaruh pengolahan
dengan panas terhadap nilai gizi suatu produk tidak hanya dari suhu saja, tetapi
juga dari lamanya pemberian panas (Apriyantono 2002). Pengetahuan tentang
seberapa besar perubahan yang terjadi pada suatu bahan akibat proses pengolahan
perlu diketahui, sehingga dapat menentukan metode pengolahan yang tepat. Hal
ini sangat berpengaruh pada komposisi gizi dari udang tersebut. Namun dengan
perlakuan perebusan, nilai gizi yang terkandung didalamnya diduga tetap
menjamin kesehatan manusia.
Informasi mengenai kandungan gizi udang ronggeng ini masih sangat
sedikit, padahal spesies udang ini bernilai ekonomis tinggi di pasaran. Belum
tersedianya data mengenai kandungan asam lemak dan kolesterol serta pengaruh
pengolahan
pada udang ronggeng menjadikan penelitian ini perlu untuk
dilakukan. Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang berguna mengenai kandungan nutrisi makro yaitu karbohidrat, protein,
lemak, dan asam lemak serta kolesterol pada udang ronggeng. Oleh karena itu
diperlukan penelitian mengenai kandungan gizi udang ronggeng guna
meningkatkan
pengetahuan
akan
komposisi
gizi
hasil
perairan
untuk
meningkatkan kesehatan. Informasi dasar mengenai udang ronggeng ini berguna
sebagai dasar pemanfaatan untuk sumberdaya pangan di masa depan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan rendemen, cita rasa,
komposisi kimia (kadar air, abu, lemak, dan protein kasar), komposisi asam lemak
serta kandungan kolesterol pada udang ronggeng akibat perebusan.
xvi5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Udang Ronggeng
Klasifikasi udang ronggeng menurut Manning (1969) dan Bliss (1982)
diacu dalam Halomoan (1999) adalah sebagai berikut:
Filum
: Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Hoploclarida
Ordo : Stomatopoda
Subordo : Unipeltata
Famili : Harpiosquillidae
Genus : Harpiosquilla
Spesies : Harpiosquilla raphidea
Nama lokal
: Udang pletok atau cakrek (Serang)
Nama umum : Mantis shrimp (Inggris)
Udang merupakan hewan yang hidup di perairan, khususnya sungai
maupun laut atau danau yang biasanya dijadikan makanan laut (seafood). Udang
dapat ditemukan di hampir semua genangan air yang berukuran besar baik air
tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat
permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan air laut. Krustase
banyak dikenal dengan nama "udang". Misalnya mantis shrimp atau udang
ronggeng yang berasal dari kelas Malacostraca sebagai udang sejati, tetapi berasal
dari ordo berbeda, yaitu Stomatopoda (Manning 1969 diacu dalam Halomoan
1999).
Udang ronggeng secara morfologi memiliki permukaan tubuhnya
berwarna kekuningan, telson yang memilki 6 buah duri kecil, antena sepasang,
abdomen terdiri dari 10 ruas, antara satu bagian dengan bagian lain dipisah oleh
garis hitam, uropod bagian dalam dan luar berwarna hitam dan mempunyai bulubulu halus, dan telson dipisah oleh garis yang berwarna hitam (Manning 1969
diacu dalam Halomoan 1999). Selain itu, udang ronggeng mempunyai thoracopod
sebanyak 5 pasang yaitu thoracopod pertama, ketiga, keempat dan kelima
berukuran kecil sedangkan thoracopod kedua berukuran besar dan berbentuk
xvii5
capit, pleopod terdiri dari 5 pasang, dan kaki jalan terdiri dari 3 buah (Manning
1969 diacu dalam Halomoan 1999). Morfologi udang ronggeng dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi udang ronggeng
Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki
aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya
lebih kurang 36-49 % dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41 % dan
kulit 17-23 % (Purwaningsih 2000). Komposisi kimia udang dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia udang
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Komposisi kimia
Kadar air (%)
Kadar abu (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Protein (%)
Kalsium (Mg)
Fosfor (Mg)
Besi (Mg)
Natrium (Mg)
Jumlah
78
3,1
1,3
0,4
16,72
161
292
2,2
418
Sumber: USDA (2003)
2.2 Lemak
Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air tetapi dapat
diekstraksi dengan pelarut non polar. Senyawa organik ini terdapat dalam semua
sel dan berfungsi sebagai sumber energi, komponen struktur sel, sebagai simpanan
bahan bakar metabolik, sebagai komponen pelindung dinding sel, dan juga
xviii5
sebagai komponen pelindung kulit vertebrata (Girindra 1987). Ditinjau dari sudut
nutrisi, lemak merupakan sumber kalori penting disamping berperan sebagai
pelarut berbagai vitamin (Ketaren 1986).
Definisi lain lemak adalah suatu molekul yang memiliki rantai alifatik
hidrokarbon panjang sebagai struktur utamanya, dapat bercabang, dapat
membentuk cincin karboksilat, dan dapat mengandung rantai tak jenuh
Lemak
(unsaturated).
yang
dioksidasi
secara
sempurna
dalam
tubuh
menghasilkan 9,3 kalori lemak per 1 gram (Ketaren 1986). Suatu molekul lemak
tersusun dari satu hingga tiga asam lemak dan satu gliserol. Jumlah asam lemak
yang terdapat pada gugus gliserol menyebabkan adanya pembagian molekul
lemak menjadi monogliserida, digliserida, dan trigliserida. Struktur lemak
berdasarkan jumlah asam lemak yang terdapat pada gugus gliserol ditunjukkan
pada Gambar 2.
HO-CH
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2
HO CH
HO CH
CH3(CH2)14C(O)O CH
CH3(CH2)14 C(O)O CH2
(a) monogliserida
(b) digliserida
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH
CH3(CH2)14C(O)O CH2
(c) trigliserida
Gambar 2. Struktur kimia lemak berdasarkan jumlah asam lemak (Ketaren 1986)
Lemak juga berfungsi sebagai penghasil asam lemak esensial (essensial
fatty acid = EFA). Asam lemak esensial merupakan asam lemak yang tidak dapat
dibentuk tubuh dan harus tersedia dari luar (berasal dari makanan). Jenis asam
lemak esensial yang memegang peranan penting bagi tubuh adalah oleat, linoleat,
dan linolenat. Ketiganya mengandung ikatan rangkap (dua atau lebih) termasuk
kedalam kelompok asam lemak tak jenuh poli (polyunsaturated fatty acid=
PUFA) (Suharjo dan Kusharto 1987).
xix5
2.3 Asam Lemak
Asam lemak merupakan senyawa pembangun berbagai lipida, termasuk
lipida sederhana, fosfogliserida, glikolipida, sfingolipid, ester kolesterol, lilin dan
lain-lain, dan telah diisolasi lebih dari 70 macam asam lemak dari berbagai sel
dan jaringan berupa rantai hidrokarbon dengan ujungnya berupa gugus hidroksil
(Girindra 1987). Asam lemak tidak terdapat secara bebas atau berbentuk tunggal
di dalam sel atau jaringan, tetapi terdapat dalam bentuk yang terikat secara
kovalen pada berbagai kelas lipid yang berbeda, yang dapat dibebaskan dari
ikatan tersebut melalui hidrolisis kimia atau enzimatik. Asam lemak jenuh yang
paling umum dijumpai adalah laurat, miristat, palmitat, dan stearat (Suhardjo dan
Kusharto 1987).
Asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap lebih banyak (derajat
ketidakjenuhan lebih tinggi) akan mempunyai titik cair yang lebih rendah. Asam
lemak dibagi menjadi dua macam berdasarkan kejenuhannya, yaitu asam lemak
jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh dibagi menjadi dua, yaitu
asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh majemuk. Perbedaannya
terletak pada ikatan kimia, yaitu asam lemak tak jenuh mempunyai ikatan rangkap
atau ganda, sementara asam lemak jenuh tidak mempunyai ikatan rangkap
(Ackman 1982).
Asam lemak tidak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut
asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA). Asam
lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tak
jenuh majemuk. Asam lemak tidak jenuh umumnya terdapat dalam bentuk cis,
sedangkan bentuk trans banyak terdapat pada lemak susu ruminansia pada hewan
teresterial dan lemak yang telah dihidrogenasi (Muchtadi et al. 1993). Perbedaan
ikatan kimia antara asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh menyebabkan
terjadinya perbedaan sifat kimia dan fisik, diantaranya asam lemak jenuh dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Semakin panjang rantai karbon dan
semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, maka semakin besar kecenderungan
untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Berbagai jenis asam lemak tidak
jenuh (unsaturated fatty acid) (O’Keefe et al. 2002):
xx5
(1) Asam lemak n-3 (Omega-3)
Bentuk umum dari Omega-3 adalah asam eikosapentaenoat, asam
dokosaheksaenoat, dan asam alpha-linolenat, yang membantu membentuk EPA
dan DHA. Omega-3 dapat dihasilkan dari minyak ikan, terdiri dari rantai panjang
dari asam linolenat.
(a) Asam α-linolenat (18:3n-3)
Asam lemak ini dihasilkan di dalam tubuh tumbuhan oleh desaturasi Δ12
dan Δ15 asam oleat. Asam α-linolenat berperan sebagai prekursor metabolik
untuk menghasilkan asam lemak n-3 pada hewan. Asam lemak ini dapat diperoleh
dari daun tumbuhan dan komponen kecil dari minyak biji.
(b) Asam eikosapentanoat (20:5n-3)
Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada
hewan melalui desaturasi atau elongasi α-linolenat. Eikosapentaenoat adalah
produk primer asam lemak minyak ikan (± 25-20 % berat) walaupun tidak
dihasilkan oleh ikan.
(c) Asam dokosapentaenoat (22:5n-3)
Asam dokosapentaenoat merupakan elongasi hasil EPA dan muncul di
banyak lipid laut. Asam DPA dapat diubah menjadi DHA lewat tiga langkah
melibatkan desaturasi Δ6 pada hewan.
(d) Asam dokosaheksaenoat (22:6n-3)
Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer
minyak ikan (± 8-20 % berat). Produksi DHA pada hewan berasal dari asam
linolenat terjadi melalui proses desaturasi/elongasi α-linolenat menjadi 24:5n-3.
(2) Asam lemak n-6 (Omega-6)
Omega-6 umumnya ditemukan pada tanaman. Beberapa jenis asam lemak
Omega-6 yaitu:
(a) Asam linoleat (18:2n-6)
Asam linoleat dan α-linolenat adalah prekursor dalam sintesa PUFA.
Asam linoleat diproduksi dari tanaman dan secara khusus banyak dikandung pada
seed oil. Walaupun alam memproduksi asam linoleat setara α-linolenat, namun
dapat ditemukan dalam cadangan makanan.
xxi5
(b) Asam γ-Linolenat (18:3n-6)
Asam γ-linolenat (GLA) diproduksi pada hewan dan tumbuhan rendah
melalui desaturasi Δ6 asam linoleat. Pada hewan, asam linoleat didesaturasi oleh
Δ6 desaturase untuk menghasilkan asam γ-linolenat sebagai produk intermediet
dalam produksi asam arakhidonat.
(c) Dihomo-asam- γ-Linolenat (20:3n-6)
Elongasi produk asam linolenat, dihomo-γ-linolenat (DGLA) adalah
komponen terkecil fosfolipid hewan. Dihomo-γ-linolenat berperan sebagai
prekursor pembentukan asam lemak esensial asam arakhidonat.
(d) Asam arakhidonat
Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat
pada hewan. Asam arakhidonat diproduksi pada alga laut. Asam arakhidonat
merupakan asam lemak esensial sebagai prekursor untuk eikosanoid.
(e) Asam dokosatetraenoat (22:4n-6)
Asam dokosatetraenoat merupakan hasil elongasi langsung asam
arakhidonat dan terdapat sedikit di jaringan hewan.
(4) Asam lemak n-9 (Omega-9)
Asam lemak Omega-9 juga tergolong ke dalam jenis asam lemak nonesensial, yaitu asam lemak yang dapat disintesa oleh tubuh. Asam oleat tergolong
asam lemak tak jenuh tunggal yang paling penting.
(a) Asam oleat (18:1n-9)
Asam oleat merupakan produk desaturasi Δ9 asam stearat dan diproduksi
pada tumbuhan, hewan dan bakteri. Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh yang
paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA.
(b) Asam erukat (22:1n-9)
Asam erukat adalah asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang
ditemukan dalam tumbuhan, terutama dalam rapeseed. Asam erukat merupakan
produk elongasi asam oleat. Proses metabolisme tiga famili asam lemak tak jenuh
n-9, n-6, dan n-3 pada tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 3 (Gurr 1992 ).
xxii5
asam lemak n-9
asam lemak n-6
18:1(9)
oleat
asam lemak n-3
18:2 (9, 12)
linoleat
6-desaturase
18:2 (6, 9)
18:3 (6, 9, 12)
elongase
20:2 (8,11)
18:3 (9, 12, 15)
α-linolenat
6-desaturase
18:4 (6, 9, 12, 15)
elongase
20:3 (8, 11, 14)
5-desaturase
20:3 (5, 8, 11)
elongase
22:3 (7, 10, 13)
5-desaturase
20:4 (5, 8, 11, 14)
20:5 (5, 8, 11, 14, 17)
arakhidonat
eikosapentaenoat (EPA
elongase
22:4 (7,10,13,16)
22:5 (7, 10, 13, 16,19)
4-desaturase
22:4 (4, 7, 10, 13)
20:4 (8, 11, 14, 17)
4-desaturase
22:5 (4, 7, 10, 13, 16)
22:6 (4, 7, 10, 13, 16, 19)
dokosaheksaenoat (DHA)
Gambar 3. Metabolisme asam lemak n-9, n-6, dan n-3
pada tumbuhan (Gurr 1992)
2.4 Autoksidasi Asam Lemak
Lemak pada daging udang akan mengalami beberapa perubahan setelah
udang tersebut mati. Perubahan yang terjadi adalah proses lipolysis dan
autoksidasi. Autoksidasi yang terjadi menyebabkan perubahan bau, warna dan
tekstur. Hasil dari perubahan tersebut sangatlah tidak diinginkan karena
merupakan penyebab utama dari kebusukan (Connel 1979). Proses perubahan
mutu pada udang dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak yang
menimbulkan aroma tengik sehingga merugikan dan menurunkan mutu serta
harga jualnya. Udang yang telah mengalami kemunduran mutu ditandai dengan
warna kemerahan, disebabkan oleh teroksidasinya pigmen.
Udang memerlukan penanganan yang lebih teliti agar kesegarannya
terjaga karena sifatnya yang lebih cepat membusuk dibandingkan dengan ikan.
Kecepatan pembusukan akan semakin besar dengan naiknya suhu, oleh karena itu
dalam penanganan udang segar diusahakan suhunya selalu rendah mendekati 0 ºC
(Moeljanto, 1992).
xxiii5
Reaksi awal dari autoksidasi dimulai dengan hilangnya satu atom hidrogen
dari grup metilen yang diaktivasi dan bergabung dengan oksigen. Oksigen yang
dihasilkan mengandung radikal bebas lalu bereaksi dengan molekul asam lemak
dan membentuk hidroperoksida serta asam lemak radikal yang lain, kemudian
siklus ini terjadi berulang kali (Connel 1979). Hidroperoksida yang terbentuk
sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa rantai karbon yang lebih
pendek berupa beberapa asam lemak, aldehida, dan keton yang mudah menguap
(volatile), dan potensial bersifat toksik (Almatsier 2000). Proses tersebut diawali
dengan inisiasi. Skema autoksidasi asam lemak tak jenuh dapat dilihat pada
Gambar 4.
LH (fatty acid acyl chain)
Initation
(antioxidant)
H+
O2
AH
L-
LOO-
ALOOH
propagation
LOOH
LH
(hydroperoxide)
”Secondary products”
(aldehydes, ketones, alcohol, small acid, alkanes)
Gambar 4. Skema autoksidasi pada asam lemak tak jenuh (Sampaio et al. 2006)
2.5 Fungsi Asam Lemak
Asam lemak merupakan suatu asam monokarboksilat dengan rantai yang
panjang. Rumus umum asam lemak adalah RCOOH. Gugus R pada asam lemak
menunjukkan suatu rantai hidrokarbon. Setiap gugus –OH dari gliserol bereaksi
dengan gugus –COOH dari asam lemak membentuk sebuah molekul lemak
(Girindra 1987). Asam lemak tak jenuh merupakan rantai karbon yang terdiri dari
gugus karboksil (COOH), serta memiliki ikatan rangkap antar karbon (CH=CH),
sedangkan asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap antar karbon. Salah
satu contoh asam lemak tak jenuh adalah Omega-3.
xxiv5
Asam lemak Omega-3 merupakan asam lemak yang memiliki ikatan
rangkap pada atom C urutan ke-3 jika dihitung dari ujung gugus C (metil). Asam
lemak yang merupakan kelompok Omega-3, contohnya adalah asam α-linolenat
(18:3; ALA), asam (22:6; DHA) dan asam (20:5; EPA). Struktur kimia dari DHA
dan EPA dapat dilihat pada Gambar 5.
(a) EPA
(b) DHA
Gambar 5. Struktur EPA dan DHA (Visentainer et al. 2005)
Asam linolenat (18:3 ω-3) merupakan asam lemak esensial, karena
dibutuhkan tubuh namun tubuh tidak dapat mensintesisnya. Turunan dari asam
linolenat adalah EPA dan DHA. Ikan dapat mengubah asam linolenat menjadi
EPA dan DHA, sejalan dengan hal tersebut perubahan asam linolenat menjadi
EPA dan DHA terjadi pada manusia namun tidak efisien (Almatsier 2000). Asam
lemak n-3 DHA dan EPA yang merupakan kelompok long chain polyunsaturated
fatty acid (LCPUFA) mempunyai peran penting dalam perkembangan otak dan
fungsi penglihatan. Selain itu, EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun
sebagian besar korteks cerebral otak dan untuk pertumbuhan normal organ lainnya
(Felix dan Velazquez 2002).
Asam lemak DHA terbukti berpengaruh terhadap retina mata hewan
percobaan. Komponen asam lemak pada membran sel otak dan retina berpengaruh
terhadap fluiditas dan sifat-sifat yang berhubungan dengan aktivitas penglihatan
dan reseptor sel saraf, serta inisiasi dan transmisi sel syaraf. Dalam tubuh, asam
lemak esensial digunakan untuk menjaga bagian bagian struktural dari membran
sel dan untuk membuat bahan-bahan seperti hormon yang disebut eikosanoid.
Eikosanoid membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak
dalam darah dan respon imun terhadap luka dan infeksi, dan risiko kanker
(Haliloglu et al. 2004).
Kandungan EPA berperan dalam mencegah penyakit degeneratif sejak
janin dan pada saat dewasa. Pada saat janin dalam kandungan, EPA sangat
xxv5
diperlukan dalam pembentukan sel-sel pembuluh darah dan jantung. Pada saat
dewasa berfungsi menyehatkan darah dan jantung, mekanisme pembuluhnya dan
kerja jantung pengatur sirkulasi. Oleh karena itu, defisiensi n-3 dapat berisiko
menderita penyakit pembuluh darah dan jantung. Adapun fungsi asam lemak
esensial yang terdapat dalam tubuh sebagai fosfolipid (Muchtadi et al. 1993)
antara lain:
(1). Memelihara integritas dan fungsi membran seluler dan subseluler
(2). Mengatur metabolisme kolesterol
(3). Merupakan prekusor dari senyawa yang memiliki fungsi pengatur
fisiologis dalam tubuh
(4). Dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi
2.6 Kolesterol
Kolesterol merupakan bagian yang penting dalam sel dan jaringan tubuh,
otak, syaraf, ginjal, limpa, hati dan kulit yang disebut ”endogeneous cholesterol”
sedangkan ”exogeneous cholesterol” adalah kolesterol yang berasal dari bahan
makanan/ dietary cholesterol, bersumber dari kuning telur, ikan, udang, otak dan
hati sapi, dan lemak hewan lainnya. Konsentrasi total kolesterol dalam plasma
darah berkisar 180-250 mg/100 ml (Suhardjo dan Kusharto 1987). Kolesterol
adalah kelompok sterol, suatu zat yang termasuk golongan lipid. Adapun struktur
kimia kolesterol disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur kimia kolesterol (Sampaio et al. 2006)
Kolesterol merupakan senyawa steroid yang umum dikenal karena
kaitannya dengan penyakit arterosklerosis. Ada tiga jenis lipoprotein yang dapat
mengangkut kolesterol dan trigliserida lain yaitu HDL, LDL dan VLDL. Orang
yang terserang jantung koroner umumnya memiliki tingkat LDL/VLDL yang
lebih tinggi dan HDL yang lebih rendah. Tingkat LDL dan VLDL yang tinggi
xxvi5
akan menyebabkan terjadinya deposisi kolesterol lemak, sisa-sisa sel rusak dan
komponen lainnya di sepanjang pembuluh darah sehingga membentuk ”kerak”
yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah (Freeman dan Junge 2005).
Berkaitan dengan masalah ini, omega-3 dapat menurunkan kadar lipida
(kolesterol) tersebut dalam serum darah, yaitu dengan jalan menghambat
pembentukan protein dan trigliserida dalam VLDL/LDL sehingga VLDL/LDL
dan kolesterol serum darah menjadi rendah pula. Kolesterol bukan lemak, tetapi
keberadaannya dalam pangan dan tubuh sering kali berkaitan. Semakin banyak
konsumsi lemak jenuh akan mempunyai risiko tinggi mengalami tinggi kolesterol
LDL atau sebaliknya. Kolesterol diproduksi dalam tubuh terutama oleh hati, tetapi
jika produksi kolesterol berlebihan dapat meningkatkan risiko penyumbatan
pembuluh arteri (Freeman dan Junge 2005). Kandungan kolesterol berbagai jenis
makanan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan kolesterol pada makanan (mg/100g)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Jenis makanan
Fresh water clam
Short necked clam
Hard clam
Japanese oyster
Scallop
Udang
Kepiting
Telur ayam (kuning telur)
Daging sapi
Tuna
Skipjack
Kolesterol (mg/100gr)
125
76
69
76
50
132
53
1030
54
50
64
Sumber : Okuzumi dan Fujii (2000)
Kolesterol mempunyai peranan penting untuk mengatur fungsi tubuh
sebagai komponen fungsional dari lipoprotein dan biomembran. Kolesterol juga
penting sabagai bahan dasar untuk biosintesis asam empedu (vital untuk
pencernaan dan penyerapan lemak), biosintesis hormon andrenocortical, hormon
laki-laki dan perempuan (progesteron dan estrogen) serta hormon steroid yang
lain (Okuzumi dan Fujii 2000). Kolesterol menjalankan 3 fungsi utama antara lain
(Freeman dan Junge 2005):
(1) Kolesterol membantu membentuk selubung luar sel
(2) Kolesterol membentuk asam empedu yang mencerna makanan di usus
xxvii5
(3) Kolesterol memungkinkan tubuh membentuk vitamin D dan hormonhormon penting dalam tubuh.
2.7. Pengaruh Perebusan terhadap Nilai Gizi Udang
Perebusan merupakan cara termudah untuk memperoleh produk lanjutan,
khususnya dalam bidang pengolahan bahan pangan. Namun, perlakuan perebusan
tidak menambah jumlah zat gizi produk pada tingkat yang berarti. Perebusan akan
menentukan pola rupa, konsistensi, daya awet dan kandungan mikrobiologi
produk (Zaitsev et al. 1969).
Pengaruh
perebusan
terhadap
komponen
daging
udang
dapat
menyebabkan perubahan fisik dan komposisi kimia udang. Protein akan
terkoagulasi dan air dari dalam daging udang akan keluar pada pemanasan dengan
suhu 100
o
C. Semakin tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis dan
terdenaturasi, albumin dan globulin akan terdenaturasi, kehilangan aktivitas
enzim, terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, amonia,
dan hidrogen sulfida dalam daging udang (Zaitsev et al. 1969). Perebusan udang
dapat membunuh bakteri yang ada pada udang, pembusukan yang biasanya terjadi
akan dapat dihentikan, akan tetapi perebusan tidak menghasilkan sterilisasi
produk yang sempurna (Basmal et al. 1997).
Perebusan udang akan membuat makanan lebih aman untuk dikonsumsi
karena bakteri akan rusak pada suhu mendidih. Merebus juga memberikan efek
terhadap nilai gizi dari bahan makanan yaitu melarutkan zat–zat yang ada dalam
bahan seperti vitamin C yang dapat larut dalam air. Begitu pula dengan vitamin
dan mineral lainnya.Pemanasan dengan suhu tinggi selain membunuh bakteri
yang diha rapkan, juga berpengaruh terhadap warna dan kualitas protein filtrat.
Perebusan 100 ºC selama 15 menit menyebabkan kulit cangkang dan daging
krustasea menjadi matang, warna berubah cerah dan bau menjadi harum seperti
udang rebus. Suhu 100 ºC dapat menyebabkan protein akan terkogulasi dan air
dalam bahan keluar. Semakin tinggi suhu, protein akan terhidrolisis dan
terdenaturasi (Zaitsev et al. 1969 ).
xxviii5
2.8. Kromatografi Gas
Analisis asam lemak dalam suatu bahan pangan dapat diuji dengan gas
chromatography (GC). Penerapan kromatografi gas pada bidang industri antara
lain meliputi: obat-obatan dan farmasi, lingkungan hidup, industri minyak, kimia
klinik, pestisida dan residunya serta pangan. Di bidang pangan, kromatografi gas
digunakan untuk menetapkan kadar antioksidan dan bahan pengawet makanan
serta untuk menganalisis sari buah, keju, aroma makanan, minyak, produk susu
dan lain-lain (Fardiaz 1989). Kromatografi gas adalah alat yang digunakan untuk
memisahkan senyawa atsiri dengan mengalirkan arus gas melalui fase diam
seperti Gambar 7.
Gambar 7. Kromatografi gas (McNair dan Bonelli 1988)
Kromatografi gas dalam analisis pangan memiliki berbagai keuntungan
(McNair dan Bonelli 1988), antara lain:
(1) Kecepatan
Seluruh analisis dapat diselesaikan dalam waktu 23 menit. Penggunaan gas
sebagai
fase
gerak
mempunyai
keuntungan,
yaitu
cepat
tercapainya
kesetimbangan antara fase gerak dan fase diam, dan dapat digunakan kecepatangas-pembawa yang tinggi.
(2) Resolusi (daya pisah)
Daya resolusi kromatografi gas sangat tinggi yaitu dapat memisahkan
komponen yang sukar dipisahkan dengan cara lain, walaupun dengan titik didih
xxix5
yang hampir sama. Hal ini dikarenakan kromatografi gas menggunakan fase cair
yang selektif.
(3) Analisis kualitatif
Waktu retensi atau waktu tambat adalah waktu sejak penyuntikan sampai
maksimum puncak. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan mengendalikan
suhu, waktu tambat tersebut cukup singkat.
(4) Kepekaan
Kromatografi gas memiliki kepekaan yang tinggi. Keuntungan tambahan
dari kepekaan yang tinggi ini adalah sampel yang diperlukan hanya sedikit untuk
menganalisis secara lengkap.
(5) Kesederhanaan
Kromatografi gas mudah dijalankan dan mudah dipahami. Penafsiran data
yang diperoleh biasanya cepat dan langsung serta mudah.
xxx5
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari 2009
di Laboratorium PAU Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi Cimanggu, Laboratorium Karakteristik Bahan
Baku Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Hasil
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama,
yaitu daging udang ronggeng yang berasal dari pasar ikan Muara Angke, dan
bahan-bahan untuk perhitungan rendemen dan analisis proksimat meliputi
akuades, HCl, NaOH, katalis selenium, H2SO4, H3BO3 dan pelarut heksana,
sedangkan bahan yang digunakan untuk analisis asam lemak dan kolesterol adalah
etanol, heksana, NaCl, NaOH dan BF3, sikloheksana dan akuades.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain meja preparasi,
pisau, termometer, timbangan kue dan timbangan analitik, (perhitungan
rendemen), sedangkan untuk analisis proksimat digunakan cawan porselen, oven,
desikator (analisis kadar air), tanur, dan pemanas (analisis kadar abu), tabung
reaksi, gelas erlenmeyer, tabung Kjeldahl, tabung soxhlet, pemanas, (analisis
kadar lemak), tabung Kjeldahl, destilator, buret (analisis kadar protein),
homogenizer, evaporator, waterbath, dan erlenmeyer (ekstraksi asam lemak),
corong pisah dan botol vial (metilasi), kromatografi gas MS Shimadzu GC-9A
(identifikasi asam lemak), sedangkan analisis kolesterol menggunakan beberapa
alat seperti tabung reaksi, vortex, , pipet, dan evaporator.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini diawali dengan melakukan survei/sampling bahan baku ke
lapangan untuk memperoleh informasi tentang asal sampel, dan cara penangkapan
udang ronggeng. Kemudian dilanjutkan dengan penentuan ukuran (panjang dan
berat) dan rendemen udang ronggeng. Selain itu, diamati tingkat kesegaran dan
xxxi5
mutu udang ronggeng, serta dilakukan uji organoleptik yaitu, cita rasa, tekstur,
bau dan penampakan terhadap daging udang ronggeng rebus dengan penambahan
garam 2%. Diagram alir metode penelitian disajikan pada Gambar 8.
Pengujian
kesegaran
Udang
ronggeng
Pengumpulan data
(asal sampel, identifikasi
jenis udang, ukuran udang
(panjang dan bobot) dan cara
tangkap udang ronggeng,
rendemen.
Penimbangan
Perebusan dengan 2%
NaCl pada air
Suhu 100 oC, 10 menit
Perebusan pada air
Suhu 100 oC, 10 menit
Penirisan
Penirisan
Penimbangan
Penimbangan
Preparasi
Preparasi dengan menggunakan
metode by different
Daging Udang
Pengukuran Rendemen Daging,
Karapas dan Jeroan
Rendemen daging
segar
Pengujian Sensori
Rendemen daging
rebus
Pengujian :
1. Analisis proksimat
2. Analisis asam lemak
3. Analisis kolesterol
Gambar 8. Diagram alir metode penelitian
xxxii5
Karakteristik udang ronggeng meliputi pengukuran panjang total, panjang
tiap bagian tubuh, dan bobot dari 20 ekor udang ronggeng, serta identifikasi udang
ronggeng. Penelitian dilanjutkan dengan melakukan uji hedonik daging udang
ronggeng dengan perebusan
2% NaCl yang dilakukan oleh 30 panelis semi
terlatih dan sampel yang digunakan berasal dari tiga sampel udang ronggeng yang
dipilih secara acak dari 20 sampel udang ronggeng.
Penelitian dibedakan berdasar udang ronggeng segar dan udang ronggeng
yang telah direbus dengan air mendidih pada suhu 100 oC selama 10 menit. Udang
ronggeng yang telah dipersiapkan kemudian dipilih secara acak, masing-masing
tiga udang untuk dipreparasi dalam keadaan segar dan tiga udang untuk
dipreparasi setelah proses perebusan. Udang ronggeng dipreparasi dan dihitung
rendemennya dengan metode by different (Soekarto 1985). Rendemen daging
yang diperoleh dalam keadaan segar dan setelah perebusan selanjutnya dianalisis
menggunakan analisis proksimat (AOAC 1995), analisis asam lemak (AACC
1983) dan kolesterol (AACC 1983) udang ronggeng.
3.4. Metode Analisis
Metode analisis meliputi perhitungan rendemen udang ronggeng segar dan
rebus, uji mutu (kesegaran) udang ronggeng, uji hedonik udang ronggeng dengan
penambahan garam 2%, analisis proksimat, analisis profil asam lemak, dan
kandungan kolesterol total daging udang ronggeng segar dan rebus.
3.4.1. Rendemen (Soekarto 1985)
Metode yang digunakan untuk perhitungan rendemen ini berdasarkan,
rendemen dihitung sebagai persentase bobot bagian tubuh udang dari bobot udang
awal. Perumusan matematika rendemen adalah sebagai berikut:
Rendemen (%) = Bobot contoh (g) x 100%
Bobot total (g)
3.4.2. Uji mutu udang ronggeng (SNI-01-2346-2006)
Uji
organoleptik
kesegaran
udang
ronggeng
secara
subyektif
menggunakan 30 orang panelis semi terlatih seperti yang dapat dilihat pada
Lampiran 5. Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan ditentukan
xxxiii5
nilai mutunya dengan mencari rata-rata setiap panelis pada tingkat kepercayaan
95%. Interval nilai mutu rata-rata dihitung dari setiap panelis menggunakan rumus
sebagai berikut:
P(x − (1,96.s n)) ≤ μ ≤ (x + (1,96.s n))
95%
Keterangan:
n
: Banyaknya panelis
S2
: Keragaman nilai mutu
1,96 : Koefisien standar deviasi pada taraf 95%
x
: Nilai mutu rata-rata
ix
: Nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3......n;
s
: Simpangan baku nilai mutu.
3.4.3. Uji hedonik (SNI-01-2346-2006)
Pengujian sensori merupakan cara pengujian yang bersifat subyektif
dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama daya penerimaan
terhadap makanan. Uji sensori yang dilakukan terhadap udang rebus dengan
penambahan garam 2% adalah uji skala hedonik dan deskripsi mutu sensori.
Parameter yang dinilai meliputi cita rasa, tekstur, bau dan penampakan dengan
menggunakan 30 panelis semi terlatih seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 6.
Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan ditentukan nilai mutunya
dengan mencari rata-rata setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Interval
nilai mutu rata-rata dihitung dari setiap panelis menggunakan rumus sebagai
berikut:
xxxiv5
Keterangan:
n
: Banyaknya panelis
S2
: Keragaman nilai mutu
1,96 : Koefisien standar deviasi pada taraf 95%
x
: Nilai mutu rata-rata
ix
: Nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3......n;
s
: Simpangan baku nilai mutu.
3.4.4. Analisis proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat
meliputi: analisis kadar air, abu, protein, dan lemak.
(a). Analisis kadar air (AOAC 1995)
Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau
jumlah kadar air yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan
pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada
suhu 102-105 0C hingga diperoleh berat konstan. Cawan tersebut diletakkan ke
dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian
ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, kemudian
cawan dan daging udang ronggeng seberat 5 gram ditimbang setelah terlebih
xxxv5
dahulu dipotong kecil-kecil. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam
oven dengan suhu 102-105 0C selama 3-5 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke
dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar air pada daging udang ronggeng:
% Kadar air = B - C x 100%
B–A
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan daging udang ronggeng (gram)
C = Berat cawan dengan daging udang ronggeng setelah
dikeringkan (gram).
(b). Analisis kadar abu (AOAC 1995)
Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang
terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis.
Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 650 0C
selama 1 jam. Cawan abu porselen tersebut didinginkan selama 30 menit setelah
suhu tungku turun menjadi sekitar 200 0C dan ditimbang. Daging udang ronggeng
sebanyak 1-2 gram yang telah dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam cawan
abu porselen.
Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tungku secara bertahap
hingga suhu 650 0C. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih.
Setelah suhu tungku pengabuan turun menjadi sekitar 200 0C, cawan abu porselen
didinginkan selama 30 menit dan kemudian ditimbang beratnya.
Perhitungan kadar abu pada daging udang ronggeng:
% Kadar abu = C - A x 100%
B–A
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan daging udang ronggeng (gram)
C = Berat cawan dengan daging udang ronggeng
setelah dikeringkan (gram).
xxxvi5
(c). Analisis kadar protein (AOAC 1995)
Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein
kasar ( crude protein ) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam
analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
(1). Tahap destruksi
Daging udang ronggeng ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam
tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan
tersebut dimasukkan
ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan
10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.
(2). Tahap destilasi
Destilasi terdiri dari 2 tahap, yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan
dilakukan dengan membuka kran air kemudian dilakukan pengecekan alkali dan
air dalam tanki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada
tempatnya. Tombol power pada kjeltec sistem ditekan lalu dilanjutkan dengan
menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air di dalam tabung
mendidih. Steam dimatikan, tabung kjeltec dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat
kjeltec sistem. Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang berisi
daging udang ronggeng yang sudah didestruksi ke dalam kjeltec sistem beserta
erlenmeyer yang diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan
dalam erlenmeyer yang berisi asam borat mencapai 25 ml.
(3). Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan
pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein pada
daging udang ronggeng:
% Nitrogen = (ml HCl daging udang – ml HCl blanko)x 0,1 N HCl x 14 x 100%
mg daging udang ronggeng
% Kadar Protein = % Nitrogen x faktor konversi
xxxvii5
(d). Analisis kadar lemak (AOAC 1995)
Daging udang ronggeng seberat 3 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas
saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke
dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan
dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor
tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada
alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 0C dengan menggunakan
pemanas listrik selama 16 jam.
Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak
didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan
tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke
dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu
105 0C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan
(W3). Perhitungan kadar lemak pada daging udang ronggeng:
% Kadar Lemak = W3 – W2 x 100%
W1
Keterangan: W1 = Berat sampel udang ronggeng (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
3.4.5. Analisis asam lemak (AACC 1983)
Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak
menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat
kromatografi (Fardiaz 1989). Hasil analisis akan tertekan dalam suatu lembaran
yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada
waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak.
Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari
bahan lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing
asam lemak yang didapat.
Standar asam lemak yang digunakan, yaitu asam kaprat (C10:0), asam laurat
(C12:0), asam miristat (C14:0), palmitat (C16:0), stearat (C18:0), oleat (C18:1),
linoleat (C18:2), linolenat (C18:3), standar EPA dan DHA. Analisis asam lemak
xxxviii5
dilakukan melalui tahap ekstraksi, metilasi, injeksi dan pembacaan sampel melalui
kromatogram.
(a) Ekstraksi asam lemak
Analisis asam lemak dilakukan dengan metode gas chromatography.
Tahap pertama dilakukan ekstraksi soxhlet untuk memperoleh asam lemak, dan
ditimbang sebanyak 0,02 g lemak dalam bentuk minyak.
(b) Pembentukan metil ester (metilasi)
Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk senyawa turunan dari
asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester
metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas
(Fardiaz 1989).
Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan
menambahkan 5 ml NaOH ke dalam methanol dan dipanaskan selama 20 menit
pada suhu 80 ºC, lalu diangkat dan dibiarkan dingin. Kemudian ditambahkan 5 ml
bourtiflourid-metanol pada sampel dan dipanaskan pada suhu 80 ºC selama 20
menit pada waterbath, diangkat dan dibiarkan dingin.
Tahap selanjutnya, 2 ml
NaCl jenuh dan 5 ml heksana ditambahkan pada sampel, dihomogenkan, lalu
dipipet lapisan heksana dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau eppendorf.
Sebanyak 2-5 μl sampel diinjeksikan ke dalam gas chromatography. Asam lemak
yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh flame ionization detector
(FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui
kromatogram (peak).
(c) Identifikasi dengan kromatografi gas
Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada
alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut:
Kondisi alat GC pada saat analisis:
1. Temperatur kolom
: 200 ºC
2. Temperatur initial
: 150 ºC
3. Temperatur final
: 180 ºC
4. Batas tekanan
: 3000 psi
5. Fase gerak
: N2
6. Fase stasioner
: serbuk diethylene glicol sukcinat (DEGS)
xxxix5
7. Detektor
: FID suhu 250 ºC
8. Panjang kolom
: 40 m
9. Diameter dalam kolom : 1,2 mm
(d) Perhitungan jumlah asam lemak
Prinsip analisis komposisi asam lemak dengan kromatografi gas adalah
dengan mengubah komponen asam lemak pada lemak/minyak menjadi senyawa
volatil metil ester asam lemak yang akan di deteksi oleh detektor FID dalam
bentuk respon berupa peak kromatogram. Jenis dan jumlah asam lemak yang ada
pada contoh dapat diidentifikasi dengan membandingkan peak kromatogram
contoh dengan peak kromatogram asam lemak standar yang telah diketahui jenis
dan konsentrasinya, kemudian dihitung kadar asam lemaknya. Kadar asam lemak
dalam sampel dapat dihitung dengan rumus:
Konsentrasi sampel
Asam lemak (mg/g lemak) =
x 100
100 - (konsentrasi pelarut)
3.4.6. Analisis kolesterol dengan GLC (AACC 1983)
Analisis kadar kolesterol dilakukan menggunakan teknik kromatografi gas.
Teknik ini memerlukan preparasi sampel sebelum diinjeksikan ke gas
kromatograf. Sampel udang ronggeng ditimbang dalam tabung reaksi dengan
tutup berlapis. Kemudian ditambahkan etanol 8 ml yang mengandung 0,25 % butil
hidroksil anisol (BHA) dan larutan KOH dalam air. Selanjutnya disaponifikasi
pada suhu 80 ºC selama 15 menit, dikocok (digoyang-goyangkan) selama
pemanasan. Kemudian sampel didinginkan dengan air, kemudian ditambahkan 15
ml sikloheksana dan akuades 12 ml. Lalu dikocok dengan vortex selama 1 menit
kemudian disentrifuse selama 5 menit.
Lapisan atas yang terbentuk dipisahkan dengan pipet dan diekstrak dengan
heksana. Campuran ekstrak yang dihasilkan diuapkan dengan rotavapor sampai
beberapa mililiter, lalu dipindahkan ke dalam tabung reaksi lain untuk dikeringkan
dengan aliran gas nitrogen. Residu hasil pengeringan dilarutkan kembali dengan
n-heksana (0,25 ml). Kemudian 1 mikroliter diinjeksikan ke dalam gas
xl5
kromatofrafi. Recorder menghasilkan data berupa kurva setelah beberapa menit.
Perhitungan konsentrasi kolesterol yang ada pada bahan, dilakukan pembuatan
kurva standar dengan menggunakan kolesterol yang telah siap pakai dan
mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kadar kolesterol dalam sampel
dapat dihitung dengan rumus:
A1
x Kstandar x Vakhir
A2
Kadar kolesterol (ppm)=
Bobot sampel
Keterangan :
A1
: Luas puncak kromatogram sampel
A2
: Luas puncak kromatogram standar
Kstandar : Konsentrasi standar kolesterol
Vakhir
: Volume akhir sikloheksana yang ditambahkan
xli5
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Udang Ronggeng
Udang ronggeng yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pasar
ikan Muare Angke Jakarta Utara, dan merupakan hasil tangkapan nelayan yang
berasal dari kepulauan Seribu. Karakteristik ukuran dan bobot udang ronggeng
dapat dilihat pada Tabel 3. Data mentah ukuran, panjang, dan berat udang
ronggeng dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 3. Ukuran panjang dan bobot udang ronggeng
No.
Parameter
Nilai (cm)
1.
Panjang total
30,08 ± 1,59
2.
Panjang baku
24,63 ± 1,68
3.
Panjang toraks
5,09 ± 0,54
4.
Panjang abdomen
5.
Panjang kepala
6,18 ± 0,82
6.
Panjang ekor (telson)
4,00 ± 0,67
7.
Lebar badan
5,53 ± 0,63
8.
Lebar toraks
3,11 ± 0,34
9.
Lebar kepala
3,92 ± 0,50
10.
Panjang uropod
6,20 ± 0,53
11.
Panjang thoracopod 1
6,44 ± 0,96
12.
Panjang thoracopod 2
18,8 ± 1,21
13.
Panjang thoracopod 3-5
6,44 ± 0,50
14.
Panjang kaki jalan
4,95 ± 0,38
15.
Panjang kaki renang
3,31 ± 0,51
16.
Panjang gill
0,90 ± 0,17
17.
Panjang gigi
1,28 ± 0,24
18.
Panjang antena 1(tidak bercabang)
4,93 ± 0,26
19.
Panjang antena 2 (bercabang)
8,65 ± 0,23
20.
Panjang antena scale
3,98 ± 0,21
21.
Bobot (g)
10,95 ± 0,61
206,08 ± 10,8
Keterangan: sampel 20 ekor udang ronggeng
xlii5
Tabel 3 menunjukkan bahwa udang ronggeng yang ditangkap oleh para
nelayan dan didaratkan di pasar ikan Muara Angke telah memenuhi panjang ratarata tangkapan yaitu dengan panjang total 30,08 cm, panjang baku 24,63 cm dan
bobot rata-rata 206,08 gram. Udang ronggeng memiliki panjang maksimum 30-35
cm, dan hidup pada kedalaman 2-93 m pada kawasan sublitoral di daerah Selat
Malaka. Habitat hidupnya di dasar yaitu, pasir berlumpur dan pasir halus (Lovett
1981).
Berdasarkan hasil wawancara nelayan, udang ini ditangkap pada saat
kondisi gelombang laut tenang pada pukul 03.00 WIB dini hari dan didaratkan di
tempat pelelangan ikan (TPI) pukul 09.00 WIB sehingga memerlukan penanganan
intensif oleh nelayan. Udang ronggeng ditangkap menggunakan alat tangkap
berupa jaring (gillnet), yaitu alat tangkap yang biasanya digunakan untuk
menangkap ikan, kepiting, dan udang ronggeng. Proses penangkapan udang
rongeng dilakukan setiap hari oleh nelayan dan hasilnya mencapai 1 kuintal
perhari dalam satu kali periode penangkapan. Udang ronggeng yang baru
ditangkap dengan jaring, langsung diberi penanganan suhu rendah dengan cara
memasukkan udang ronggeng ke dalam palka yang berisi campuran air tawar dan
es curai sehingga suhu pusat udang dan suhu media tetap dingin dibawah 4 ºC
4.2. Rendemen Udang Ronggeng
Rendemen merupakan bagian dari suatu komoditas yang diambil dan
dimanfaatkan. Rendemen dapat memperkirakan efisiensi dari suatu produksi serta
banyaknya bahan baku yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah produk
akhir. Rendemen daging udang ronggeng dihitung secara by difference
berdasarkan persentase perbandingan bobot daging yang sudah diambil dari
karapas terhadap bobot udang mentah. Udang ronggeng yang digunakan pada
penelitian ini memiliki rendemen yang berbeda berdasarkan perlakuan preparasi
dalam keadaan segar dan preparasi setelah perebusan. Rendemen udang berupa
daging, jeroan dan karapas. Nilai rendemen udang ronggeng segar dan rebus dapat
dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Data mentah rendemen disajikan pada
Lampiran 4.
xliii5
Gambar 9. Persentase rendemen udang ronggeng segar
Gambar 10. Persentase rendemen udang ronggeng rebus
Rendemen udang ronggeng segar berdasarkan Gambar 9 sebesar 41,13%
(daging), 54,25% (cangkang) dan 4,62% (jeroan). Rendemen udang dipengaruhi
oleh pola pertumbuhan udang tersebut. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu jenis kelamin, umur, faktor keturunan, dan ketersediaan
makanan (Effendi 1997 dan Kayama 1999 diacu dalam Nurjanah et al. 2007).
Gambar 10 menunjukkan bahwa rendemen daging udang ronggeng setelah
perebusan adalah 20,08%, cangkang 45,32% dan jeroan 1,69%. Perlakuan
perebusan menyebabkan terjadinya penyusutan atau kehilangan berat (lost)
sebesar 32,90%. Perebusan merupakan salah satu proses pemanfaatan perlakuan
panas yang penting dalam pengolahan udang melalui media air. Perlakuan
xliv5
perebusan bertujuan mempertahankan mutu udang yang diinginkan, perbaikan
terhadap cita rasa dan tekstur, nilai gizi dan daya cerna. Pada waktu proses
perebusan berlangsung, terjadi pengurangan kadar air pada daging udang
ronggeng. Bersamaan dengan keluarnya air dari udang, komponen zat gizi lain
juga berkurang yaitu protein, lemak, vitamin dan mineral. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya penurunan nilai rendemen pada daging, cangkang dan
jeroan pada udang ronggeng rebus. Menurut Aitken dan Connel (1979), total berat
yang hilang selama pemasakan berlangsung dapat berkisar antara 20-30%.
Faktor-faktor yang menyebabkan udang kehilangan berat selama proses
pemasakan (perebusan) berlangsung adalah lama perebusan, suhu yang
diterapkan, luas permukaan udang yang dimasak, jenis udang, penambahan garam
dan tingkat kerusakan fisik pada daging udang sebelum udang dimasak (Aitken
dan Connel 1979). Kehilangan berat pada udang ronggeng juga dipengaruhi oleh
ukuran sampel dan struktur protein pada udang tersebut selama perebusan
berlangsung. Selain itu, lamanya post mortem pada udang juga mempengaruhi
penurunan nilai rendemen pada udang yang direbus (Lassen 1965 diacu dalam
Harikedua 1992).
Daging udang ronggeng belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan
pangan oleh masyarakat, hanya merupakan hasil tangkapan sampingan yang
dikonsumsi sebagian kecil masyarakat. Namun, udang ronggeng banyak
dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor ke negara bagian Asia yaitu, Jepang,
Singapura, dan Hongkong. Bagian cangkang udang ronggeng yang mencapai 4050% dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku pembuatan kitin dan
kitosan (Okuzumi dan Fujii 2000), dan digunakan sebagai hiasan ataupun pernakpernik yang bernilai seni. Selain itu, rendemen sisa yaitu air perebusan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan flavor yaitu flavor yang dihasilkan
dari limbah kulit dan kepala udang sehingga prinsip zero waste dapat diterapkan.
4.3. Tingkat Kesegaran Udang Ronggeng
Pengamatan mutu udang ronggeng dilakukan secara organoleptik oleh 30
orang panelis semi terlatih menggunakan score sheet menurut SNI 01-2346-2006
dengan mengamati penampakan, tekstur dan bau. Nilai organoleptik kesegaran
udang ronggeng dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengamatan mutu organoleptik
xlv5
mempunyai peranan dan makna yang sangat besar dalam penilaian mutu produk
pangan, baik sebagai bahan mentah industri maupun produk pangan olahan
(Soekarto 1990). Pengamatan mutu kesegaran udang ronggeng ditentukan dengan
analisis statistika pendugaan parameter bagi nilai tengah dan simpangan baku
dengan rumus P ( x – (1,96. s /√n )) ≤ ( x + (1,96. s /√n )). Berdasarkan analisis
statistika, dihasilkan nilai organoleptik udang ronggeng adalah P (7,16 ≤ μ ≤
7,63). Interval nilai organoleptik udang ronggeng segar adalah 7,16–7,63 dan
untuk penulisan nilai akhir organoleptik udang segar diambil nilai terkecil adalah
7,16 dan dibulatkan menjadi 7,0. Menurut SNI 01-2346-2006, nilai organoleptik
berkisar antara 7-9 menyatakan bahwa udang ronggeng masih dalam kondisi
segar.
Adapun ciri-ciri udang ronggeng dalam keadaan segar adalah penampakan
utuh, cangkang masih kelihatan bercahaya dan sedikit bening, antar ruas toraks
dan abdomen masih kokoh, kulit agak keras, kulit tidak mudah lepas dari daging,
dan tidak terdapat noda hitam pada kulit, serta sambungan kepala dan toraks
masih kuat. Udang ronggeng yang masih segar akan memperlihatkan tekstur
daging kompak dan padat, namun kurang elastis, serta menunjukkan bau segar
spesifik jenis netral dan tidak menimbulkan bau indol.
Cara penanganan di laut dapat menentukan mutu kesegaran udang
ronggeng, karena selama penanganan di laut mutu udang ditentukan oleh beberapa
faktor yaitu faktor biologis (karakteristik fisik udang yang mudah busuk), faktor
lingkungan (suhu air laut), daerah penangkapan (fishing ground), teknik
penangkapan serta jenis alat tangkap yang digunakan. Handling di atas geladak
dan penyimpanan di dalam palka akan mempengaruhi mutu udang, termasuk
kemungkinan cacat fisik pada udang tersebut (Purwaningsih 2000).
Prinsip penanganan udang segar di darat dilakukan dengan menerapkan
rantai dingin atau suhu rendah seperti pemakaian es, pendinginan dalam ruang
pendingin, atau dengan air yang didinginkan, menerapkan sanitasi dan higiene
yang berlaku, serta memperhatikan faktor waktu. Oleh karena itu, setiap tempat
yang berhubungan langsung dengan penanganan udang harus dilengkapi dengan
sarana dan prasarana agar udang tetap segar seperti air bersih, es, wadah
penanganan dan penyimpanan. Selain itu, pelayanan pembongkaran hasil
xlvi5
tangkapan harus dilaksanakan dengan segera untuk kemudian diangkat ke tempat
pelelangan ikan (TPI) dan jarak antara pelabuhan dengan tempat pelelangan
diusahakan sedekat mungkin untuk mencegah terjadinya losses yang lebih besar
(Junianto 2003).
4.4. Tingkat Kesukaan Udang Ronggeng Rebus
Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang
ditimbulkan oleh makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman,
pencicipan, dan pendengaran. Namun demikian faktor utama yang akhirnya
mempengaruhi daya terima terhadap makanan adalah rangsangan citarasa yang
ditimbulkan oleh makanan (Soekarto 1985). Selanjutnya dikatakan pula bahwa
penilaian citarasa makanan menggunakan indera manusia sebagai alat penilaian
dikenal dengan istilah penilaian organoleptik/sensori. Cara ini sering disebut juga
penilaian subjektif karena sepenuhnya tergantung pada kemampuan/kepekaan
inderawi manusia. Pengujian organoleptik dapat dilakukan dalam berbagai cara,
salah satu diantaranya adalah uji hedonik (kesukaan).
Untuk mengetahui kesan mutu yang bersifat spesifik dari daging udang
ronggeng rebus dilakukan pengujian mutu organoleptik dengan 30 orang panelis
semi terlatih menggunakan score sheet menurut SNI 01-2346-2006. Uji
organoleptik yang dilakukan terhadap udang ronggeng rebus dengan perlakuan
penambahan garam 2%, terdiri atas 4 parameter uji yaitu; penampakan, bau, rasa,
dan tekstur. Penentuan nilai kesukaan (hedonik) adalah menggunakan analisis
statistika pendugaan parameter bagi nilai tengah dan simpangan baku dengan
rumus P ( x – (1,96. s /√n )) ≤ ( x + (1,96. s /√n )). Berdasarkan analisis statistika,
dihasilkan nilai organoleptik udang ronggeng rebus berdasarkan pada Tabel 4.
Nilai uji hedonik udang ronggeng rebus dapat dilihat pada Lampiran 6
Tabel 4. Nilai rata-rata organoleptik daging udang ronggeng rebus 2%
Penampakan
7,42 < µ < 7,92
Interpretasi
(SNI 01-2346 2006)
Suka
Bau
6,71 < µ < 7,88
Suka
Rasa
7,02 < µ < 8,31
Suka
Tekstur
7,13 < µ < 8,46
Suka
Parameter
Interval
xlvii5
( a ) Penampakan
Penampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai dalam
mengkonsumsi suatu produk. Bila kesan penampakan produk baik atau
disukai,maka konsumen baru akan melihat karakteristik yang lainnya (bau, rasa
dan tekstur) (Soekarto 1985). Berdasarkan uji organoleptik, diketahui bahwa
tingkat penerimaan panelis terhadap penampakan daging udang ronggeng rebus
adalah antara 7,42-7,92 yang secara deskriptif menyatakan suka (nilai =7)
(Lampiran 6) terhadap penampakan udang ronggeng rebus. Panelis menyukai
penampakan daging udang ronggeng masih utuh, daging berwarna merah muda,
agak cerah dan bersih.
(b) Bau
Bau atau aroma makanan dapat menentukan enak atau tidaknya makanan.
Aroma atau bau-bauan lebih kompleks daripada rasa, dan kepekaan indera
pembauan biasanya lebih tinggi daripada indera pencicipan, bahkan industri
pangan menganggap sangat penting terhadap uji bau karena dapat dengan cepat
memberikan hasil penilaian apakah produk disukai atau tidak (Soekarto 1985).
Berdasaran uji organoleptik diketahui bahwa tingkat penerimaan panelis terhadap
aroma daging udang ronggeng rebus adalah antara 6,71-7,88 yang secara
deskriptif berkisar antara agak suka sampai suka (Lampiran 6) terhadap
penampakan udang ronggeng rebus. Panelis menyukai bau daging udang
ronggeng seperti bau spesifik udang segar.
(c) Cita rasa
Rasa memegang peranan penting dari keberadaan suatu produk. Walaupun
aroma dan tekstur bahan pangan tersebut baik tapi jika rasanya tidak enak, maka
paneis akan menolak produk tersebut (Soekarto 1985). Berdasarkan uji
organoleptik diketahui bahwa tingkat penerimaan panelis terhadap rasa daging
udang ronggeng rebus adalah antara 7,02-8,31 yang secara deskriptif berkisar
antara agak suka sampai suka (Lampiran 6) terhadap rasa udang ronggeng rebus.
Panelis menyukai rasa daging udang ronggeng yaitu rasa manis, gurih dan segar.
Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan
sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Rasa dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen
xlviii5
rasa yang lain. Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk
menangkap rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh
di bawah 20 oC atau di atas 30 oC (Winarno 1997). Selain itu, setiap orang
memiliki batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan
yang disebut dengan threshold. Batas ini tidak sama pada setiap orang dan
threshold orang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Efek interaksi
berbeda-beda pada tingkat konsentrasi dan threshold-nya (Winarno 1997).
Pada saat perebusan diberi penambahan garam 2% karena pada
konsentrasi 1-3% garam berfungsi sebagai bumbu yang akan memberi cita rasa
gurih pada bahan pangan yang ditambahkan (Zaitsev et al. 1969). Garam yang
dicampurkan ke dalam daging udang ronggeng harus mempunyai konsentrasi
tertentu. Suzuki (1981) menyatakan bahwa garam yang ditambahkan berkisar
antara 2-3 % dari berat udang yang digunakan.
(d) Tekstur
Tekstur dan konsistensi akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan
oleh bahan tersebut (Winarno 1997). Berdasarkan uji organoleptik diketahui
bahwa tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur daging udang ronggeng rebus
adalah antara 7,13-8,46 yang secara deskriptif menyatakan suka terhadap tekstur
udang ronggeng rebus (Lampiran 6). Panelis menyukai tekstur daging udang
ronggeng yaitu elastis, kompak dan padat. Hal ini disebabkan penambahan garam
2% pada produk sehingga menghasilkan tekstur yang lebih kompak dan padat.
Adapun tujuan perebusan adalah mengurangi kadar air dalam bahan baku,
sehingga tekstur lebih kompak. Penggaraman disamping berfungsi untuk
meningkatkan cita rasa, juga berperan sebagai pembentuk tekstur dan mengontrol
pertumbuhan
mikroorganisme
dengan
cara
merangsang
pertumbuhan
mikroorganisme yang diinginkan dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk dan patogen (Rahayu 1992).
4.5. Komposisi Kimia Daging Udang Ronggeng
Kandungan gizi dalam suatu produk merupakan parameter yang penting
bagi
konsumen
dalam
mempertimbangkan
pemilihan
makanan
yang
dikonsumsinya. Salah satu cara untuk menentukan kandungan gizi suatu produk
yaitu dengan menggunakan analisis proksimat. Hal paling mendasar dari unsur
xlix5
pokok dalam bahan pangan terdiri dari lima kategori yaitu air, lemak total, protein
kasar, abu dan karbohidrat (Okuzumi dan Fujii 2000).
Komposisi kimia yang terkandung dalam udang berbeda-beda dan
menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas udang tersebut memberikan
asupan gizi sesuai kebutuhan manusia. Keragaman komposisi kimia dapat
disebabkan oleh faktor makanan, spesies, jenis kelamin, dan umur komoditas
tersebut (Gokce et al. 2004). Komposisi kimia udang ronggeng meliputi kadar air,
abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Komposisi kimia udang ronggeng segar dan
rebus dapat dilihat pada Tabel 5. Data mentah komposisi kimia daging udang
ronggeng disajikan pada Lampiran 7.
Tabel 5. Komposisi kimia daging udang ronggeng segar dan rebus
Komposisi kimia
rata-rata (%)
Kadar air (bb)
Daging udang
ronggeng segar
76,55
Daging udang
ronggeng rebus
74,09
5,41
5,37
Kadar protein (bk)
20,42
22,37
Kadar lemak (bk)
1,53
0,83
Kadar abu (bk)
Keterangan :
bb = berat basah ; bk = berat kering
Tabel 5 menunjukkan bahwa komposisi kimia daging udang ronggeng
segar dan daging rebus pada penelitian ini berbeda-beda yaitu terjadi penurunan
kandungan gizi setelah diberi perlakuan perebusan. Kadar air tertinggi pada
daging udang adalah udang yang masih dalam kondisi segar, yaitu 76,55%,
terendah pada udang yang diberi perlakuan perebusan, yaitu 74,09%. Kadar abu
terendah pada udang segar yaitu 1,27%, tertinggi pada udang rebus, yaitu 1,39%.
Kadar protein terendah pada daging udang segar, yaitu 20,42%, tertinggi pada
udang setelah direbus, yaitu 22,46%. Kadar lemak tertinggi pada udang dalam
kondisi segar yaitu, 1,54%, terendah pada udang rebus, yaitu 0,83%.
Komposisi kimia daging udang dipengaruhi oleh faktor endogenus
(internal) dan faktor eksogenus (eksternal). Faktor internal yang mempengaruhi
komposisi kimia udang antara lain faktor genetik, spesies udang, jenis kelamin,
ukuran, golongan udang, tingkat kematangan gonad (TKG), dan sifat warisan,
sedangkan faktor luar yang mempengaruhi kandungan gizi udang, yaitu suhu,
salinitas, habitat, musim, dan jenis komposisi dan ketersediaan makanan (Gokce
l5
et al. 2004). Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai kadar protein dan lemak pada
udang ronggeng dapat diklasifikasikan golongan udang yang berprotein tinggi dan
memiliki lemak rendah, sesuai dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Stanby
(1982), yaitu protein berkisar 15-20%, dan kadar lemak rendah kurang dari 5%.
(a) Kadar air
Air merupakan komponen dasar dari bahan makanan terutama hasil
perikanan. Kandungan air dalam daging udang maupun ikan diperkirakan sebesar
70-80% dari berat yang dapat dimakan. Kandungan air pada udang terdapat
dalam dua bentuk yaitu air bebas dan air terikat. Air bebas yang terdapat
dalam ruang antar sel dan plasma, dapat melarutkan berbagai vitamin,
garam mineral dan senyawa-senyawa nitrogen tertentu. Air terikat terdapat
dalam beberapa macam yaitu terikat secara kimiawi, terikat secara fisikokimia,
dan terikat oleh daya kapiler. Selain itu, kadar air merupakan karakteristik yang
sangat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa makanan (Winarno
1997). Kadar air daging udang ronggeng
dapat dilihat pada Gambar11.
100
80
76,55%
74,09%
udang segar
udang rebus
60
40
20
0
Gambar 11. Kadar air rata-rata daging udang ronggeng segar dan rebus
Gambar 11 menunjukkan bahwa kandungan air daging udang ronggeng
segar cukup tinggi yaitu 76,55 %, sedangkan kadar air pada daging udang
ronggeng setelah diberi perlakuan perebusan menurun yaitu 74,09 %.
li5
Penurunan kadar air setelah udang ronggeng direbus terkait dengan sifat air yang
mudah menguap apabila dipanaskan, selain itu berhubungan dengan tipe air
berdasarkan sifat dan letaknya pada bahan (Winarno 1997).
Proses perebusan menyebabkan air yang tertinggal dalam bahan menjadi
lebih sedikit daripada sebelum udang direbus. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Morris et al. (2004), transfer panas dan pergerakan aliran air
menyebabkan proses penguapan dan pengeringan pada bahan makanan. Hal ini
menurunkan kandungan air sehingga terjadi perubahan yang berhubungan
dengan proses dehidrasi seperti penurunan konsentrasi protein dan lemak pada
makanan. Kadar air umumnya memiliki hubungan timbal balik dengan kadar
lemak, semakin tinggi kadar air yang terkandung pada daging udang, maka
semakin rendah kadar lemaknya (Yunizal et al. 1998).
(b) Kadar abu
Kadar abu mengambarkan banyaknya mineral yang terbakar menjadi zat
yang dapat menguap. Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya
jumlah mineral yang tergantung dalam bahan pangan tersebut. Sebagian besar
bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya
terdiri dari unsur-unsur mineral yaitu zat anorganik atau yang juga dikenal sebagai
kadar abu (Winarno 1997). Kadar abu (bk) pada daging udang ronggeng dapat
dilihat pada Gambar 12.
5.5
5,41%
5,37%
5.4
5.3
5.2
5.1
5
udang segar
udang rebus
Gambar 12. Kadar abu rata-rata daging udang ronggeng segar dan rebus
lii5
Gambar 12 menunjukkan kadar abu daging udang ronggeng segar adalah
5,14%. Proses perebusan menyebabkan terjadinya perubahan kadar abu
menjadi 5,37%. Selama perebusan, sebagian mineral akan terbawa bersama uap
air yang keluar dari daging selama proses perebusan karena pecahnya partikelpartikel mineral yang terikat pada air akibat pemanasan (Winarno 1992). Proses
tersebut tergantung pada cara proses pengolahan, suhu pengolahan dan luas
permukaan produk. Mineral bersifat mantap dan tidak rusak karena pengolahan,
namun pengolahan dapat menyebabkan penyusutan mineral maksimal sebesar 3%
pada bahan pangan (Harris dan Karmas 1989). Selain itu, Pengolahan dengan
panas mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi terutama zat-zat yang labil
seperti mineral dan asam askorbat. Kerusakan zat gizi berlangsung secara
berangsur-angsur bergantung dari cara proses pengolahan, seperti halnya
perebusan (Winarno 1992).
Manusia memerlukan berbagai jenis mineral untuk metabolisme
terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas-aktivitas enzim. Keseimbangan
ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan
enzim,
pemeliharaan
keseimbangan
asam-basa,
membantu
transfer
ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan
saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2000).
(c) Kadar protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena zat
ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai
zat pembangun dan zat pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang
mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat
(Lehninger 1990). Udang pada umumnya memiliki kadar protein yang tinggi
dengan protein yang mudah untuk dicerna dan diabsorpsi oleh tubuh.
Kadar protein daging udang ronggeng yang cukup tinggi memberikan
peluang pemanfaatan udang tersebut sebagai sumber protein bagi konsumsi
sehari-hari. Kadar protein udang ronggeng segar dan setelah perebusan dengan
menggunakan bobot basis kering (bk) dapat dilihat pada Gambar 13. Penentuan
pada berat basis kering dimaksudkan untuk mengetahui besar penurunan
liii5
sesungguhnya yang terjadi pada kadar protein udang ronggeng setelah mengalami
perebusan, yaitu dengan mengabaikan kadar airnya.
88
87,09%
87
86,33%
86
85
84
83
82
81
80
udang segar
udang rebus
Gambar 13. Kadar protein rata-rata daging udang ronggeng segar dan rebus
Gambar 13 menunjukkan bahwa kandungan protein daging udang
ronggeng segar adalah 87,09% dan kadar protein daging udang yang diberi
perlakuan perebusan berubah yaitu 86,33%. Selama proses perebusan atau
pengolahan, terjadi perubahan terhadap protein, lemak dan karbohidrat (Aitken
dan Connel 1979). Perlakuan pemanasan pada suatu bahan pangan, menyebabkan
protein terkoagulasi dan terhidrolisis secara sempurna. Kebanyakan protein
pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat (60-90 oC) selama
satu jam atau kurang sehingga dapat menurunkan kandungan protein (Winarno
1992).
Pengaruh perebusan menyebabkan komponen protein akan terbawa keluar
dari daging udang dan protein akan terdenaturasi serta membentuk agregatagregat (gel, endapan dan sebagainya) sehingga terbentuk struktur miofibriliar
daging udang yang kompak dan memadat. Pembentukan agregat menunjukkan
sifat-sifat fisik suatu bahan pangan yang telah mengalami penurunan
kemampuannya dalam mengikat air (Harikedua 1992). Berdasarkan penelitian ini,
penurunan kadar protein disebabkan oleh adanya proses hidrolisis, sehingga
protein terbawa keluar dari daging udang bersama drip.
liv5
Tingginya kadar protein pada udang ronggeng dipengaruhi oleh spesies,
lingkungan dan makanan. Protein dibutuhkan oleh manusia karena asam amino
yang bertindak sebagai penyusunnya merupakan prekursor sebagian besar
koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul esensial untuk kehidupan
(Almatsier 2000).
(d) Kadar lemak
Lemak merupakan zat yang penting dan merupakan sumber energi yang
lebih efektif bagi tubuh dibandingkan karbohidrat dan protein. Lemak memberi
cita rasa dan memperbaiki tekstur pada makanan juga sebagai sumber pelarut bagi
vitamin A, D, E dan K (Winarno 1997). Lemak yang terkandung pada udang
mudah untuk dicerna langsung oleh tubuh, sebagian besar adalah asam lemak tak
jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan dapat menurunkan kolesterol
dalam darah. Kadar lemak (bk) dari udang ronggeng segar dan rebus Gambar14.
7
6,57%
6
5
4
3,2%
3
2
1
0
udang segar
udang rebus
Gambar 14. Kadar lemak rata-rata daging udang ronggeng segar dan rebus
Kadar lemak rata-rata daging udang ronggeng segar adalah 6,57% dan
kadar lemak total pada udang ronggeng rebus menurun yaitu, 3,2%. Pemanasan
dapat menyebabkan lipid mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam-asam
lemak bebas. Ikan maupun udang yang telah dimasak akan menghasilkan
senyawa-senyawa karbonil. Senyawa ini berasal dari pembentukan dan
dekomposisi termal produk-produk lipida yang teroksidasi.
lv5
Pada penelitian ini, pengaruh pemanasan selama proses perebusan akan
memecah komponen-komponen lemak menjadi produk volatil seperti aldehid,
keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat berpengaruh terhadap
pembentukan flavor (Apriyantono 2002). Produk volatil ini akan larut ke dalam
air perebusan sehingga menurunkan jumlah kadar lemak yang ada di dalam
daging udang.
Berdasarkan jumlah lemak yang dikandung udang tersebut, maka udang
ronggeng tergolong ke dalam jenis udang berlemak rendah karena kurang dari 5%
(Ackman 1994). Beberapa faktor yang mempengaruhi keragaman komposisi
lemak antara lain spesies, musim penangkapan, letak geografis, tingkat
kematangan gonad serta ukuran udang tersebut (Gokce et al. 2004).
Selain itu, kandungan lemak juga dipengaruhi oleh lingkungan dan
makanan yang dikonsumsi oleh udang tersebut. Fungsi lemak terutama trigliserida
berfungsi
menyediakan
cadangan
energi
tubuh,
pelindung
organ,
dan
menyediakan asam-asam lemak esensial yang diperlukan oleh tubuh (Hardinsyah
2004).
4.6. Kandungan Asam Lemak Udang Ronggeng
Beberapa asam lemak yang terdeteksi pada daging udang ronggeng adalah
kaprat, laurat, miristat, palmitat, stearat, oleat, linoleat, linolenat, EPA dan DHA.
Namun ada juga asam lemak yang tidak terdeteksi yaitu, kaprilat, palmitoleat,
gadoleat, dan erukat. Asam laurat, miristat, palmitat dan stearat merupakan asam
lemak berantai panjang yang secara luas terdapat di alam. Asam laurat sebagai
monogliserida
biasa
digunakan
dalam
industri
pharmaceutical
sebagai
antimikroba. Asam miristat dan stearat terdapat dalam jumlah yang sedikit, tidak
lebih dari kisaran 1-2 % (Jacquot 1962). Asam stearat (C18) merupakan asam
lemak jenuh dengan berat molekul tertinggi, dan terdapat pada biji-bijian serta
minyak hewan laut dalam jumlah yang sedikit (Jacquot 1962).
Analisis asam lemak menunjukkan bahwa daging udang ronggeng
mengandung 10 jenis asam lemak yang tergolong dalam asam lemak jenuh
(saturated fatty acid/SAFA), asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA), dan asam
lemak tak jenuh jamak (PUFA) dan asam lemak tak jenuh jamak rantai panjang
lvi5
(LC-PUFA), seperti dapat dilihat pada Tabel 6. Data mentah komposisi asam
lemak udang ronggeng dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 6. Komposisi rata-rata asam lemak daging udang ronggeng
Asam lemak (%)
Segar*
Rebus*
kaprat (C10:0)
laurat (C12:0)
miristat (C14:0)
palmitat (C16:0)
stearat (C18:0)
total asam lemak
jenuh
oleat (C18:1)
gadoleat (C20:1)
erukat (C22:1)
total asam lemak
tak jenuh tunggal
linoleat (C18:2)
linolenat (C18:3)
total asam lemak
tak jenuh jamak
EPA
DHA
total asam lemak
tak jenuh jamak
rantai panjang
3,32 ± 0,024
29,23 ± 0,054
1,35 ± 0,345
0,86 ± 0,04
0,46 ± 0,034
3,18 ± 0,015
24,83 ± 0,036
1,25 ± 0,290
Penurunan* (%)
0,14 ± 0,003
4,4 ± 0,018
0,1 ± 0,055
33,90 ± 0,423
20,61 ± 0,685
-
30,58 ± 0,185
19,26 ± 0,088
-
3,32 ± 0,238
1,35 ± 0,597
-
20,61 ± 0,685
14,97 ± 0,391
7,69 ± 3,42
19,26 ± 0,088
8,90 ± 0,219
5,60 ± 1,11
1,35 ± 0,597
6,07 ± 0,172
2,09 ± 2,31
22,66 ± 3,511
7,49 ± 1,25
1,25 ± 0,71
14,50 ± 1,329
7,17 ± 0,94
0,95 ± 0,50
8,16 ± 2,182
0,32 ± 0,31
0,3 ± 0,21
8,74 ± 1,96
8,12 ± 1,44
0,62 ± 0,52
(*) : Perhitungan berasal dari lemak total
Tabel 6 menunjukkan bahwa asam lemak yang terkandung dalam daging
udang ronggeng terdiri dari asam lemak jenuh (SAFA), yaitu kaprat (C8:0), laurat
(C12:0), miristat (C14:0), palmitat (C16:0), dan stearat (C18:0). Asam lemak
tidak jenuh tungga (MUFA), yaitu oleat (C18:1), dan asam lemak tak jenuh jamak
(PUFA), yaitu linoleat (C18:2, n-6) dan linolenat (C18:3, n-3) serta asam lemak
tak jenuh jamak rantai panjang yaitu EPA dan DHA.
Kandungan asam lemak jenuh pada daging udang ronggeng segar yaitu
33,90%, asam lemak tak jenuh tunggal yaitu 20,61%, asam lemak tak jenuh
majemuk yaitu 22,66% dan asam lemak tak jenuh majemuk berantai panjang
sebesar 8,74% dari total asam lemak udang. Perlakuan perebusan menyebabkan
terjadinya penurunan kandungan asam lemak udang,yaitu 30,59% asam lemak
jenuh, 19,26% asam lemak tak jenuh tunggal, 14,50% asam lemak tak jenuh
majemuk dan 8,12% asam lemak tak jenuh majemuk berantai panjang (EPA dan
DHA). Keragaman komposisi asam lemak pada udang dipengaruhi oleh beberapa
lvii5
faktor yaitu spesies, pemberian panas, ketersediaan pakan, serta umur dan ukuran
udang tersebut (Ozogul dan Ozogul 2005). Selain itu, variasi asam lemak pada
organisme perairan juga dipengaruhi oleh pergantian musim, letak geografis, dan
salinitas lingkungan (Ozyurt et al. 2006).
Peak kromatografi gas asam lemak dan standar yang digunakan disajikan
pada Lampiran 9-25. Diagram batang profil asam lemak jenuh, tak jenuh tunggal,
dan tak jenuh jamak rata-rata daging udang ronggeng segar dan rebus dapat dilihat
pada Gambar 15-17.
29,23
30
24,83
25
20
15
10
5
3,32 3,18
0
0,86
1,35
0 0,46
1,25
0
kaprat
laurat
miristat
palmitat
stearat
Gambar 15. Komposisi asam lemak jenuh rata-rata gading udang
segar
rebus
ronggeng segar dan rebus,
Komposisi asam lemak jenuh yang terkandung dalam daging udang
ronggeng segar dan rebus dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 15,
dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kadar asam lemak tak jenuh setelah
perebusan yaitu asam lemak miristat, palmitat dan stearat. Kandungan asam lemak
jenuh pada udang kurang lebih 15-40% dari berat total asam lemak. Jenis asam
lemak jenuh yang paling mendominasi adalah palmitat (C16:0), yaitu 29,23.
Menurut Osman et al. (2007), palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling
banyak ditemukan pada bahan pangan, yaitu 15-50% dari seluruh asam-asam
lemak yang ada (Winarno 1992).
Asam kaprat dan laurat dalam kondisi segar tidak terdeteksi kandungan
asam lemaknya. Hal ini disebabkan oleh tidak sempurnanya ekstraksi dan
hidrolisis asam lemak daging udang ronggeng. Selain itu juga dipengaruhi oleh
limit deteksi kromagrafi gas yang digunakan yaitu < 10-12 gram zat organik dari
lviii5
sampel yang direspon oleh detector FID. Hal ini menunjukkan bahwa, tidak
teridentifikasinya beberapa asam lemak diduga karena kandungan asam lemak
tersebut sangat rendah. Rendahnya asam lemak menyebabkan puncak (peak) asam
lemak kecil sehingga tidak dapat dibedakan dari puncak pengaruh nois
kromatografi gas (Fardiaz 1989).
Namun, perlakuan perebusan menghasilkan kadar asam lemak kaprat dan
laurat dalam jumlah sedikit sekali yaitu 0,86% dan 0, 46%. Teridentifikasinya
kandungan asam lemak setelah perebusan, yaitu asam kaprat dan laurat
disebabkan oleh tingginya kandungan air pada daging udang ronggeng segar yang
mengakibatkan serabut otot dan jaringan ikat daging masih kompak dan kuat serta
sifat asam lemak jenuh yang lebih stabil dibandingkan dengan asam lemak tak
jenuh. Peningkatan kandungan asam lemak juga dapat disebabkan oleh
terbentuknya kembali kristal lemak saat proses pendinginan setelah perebusan
yang menempel pada bagian luar daging udang ronggeng (Winarno 1992).
Komposisi asam lemak tak jenuh tunggal yang terkandung dalam daging udang
ronggeng dapat dilihat pada Gambar 16.
25
20,61%
19,26%
14,97%
20
15
8,9%
7,69%
5,6%
10
5
0
oleat
linoleat
linolenat
Gambar 16. Komposisi asam lemak tidak jenuh rata-rata daging
udang ronggeng,
segar
rebus
Berdasarkan Gambar 16, jenis asam lemak tak jenuh tunggal didominasi
oleh oleat (C18:1) yaitu 20,61% dan menurun setelah perebusan menjadi 19,26%
dari total asam lemak udang. Komposisi asam lemak tak jenuh majemuk yang
terkandung dalam daging udang ronggeng segar dan rebus dapat dilihat pada
Gambar 16. Berdasarkan Gambar 16, asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA)
lix5
terdiri dari linoleat dan linolenat. Asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) udang
ronggeng didominasi oleh linoleat (C18:2, n-6), yaitu 14,97% dari total asam
lemak udang dan terjadi penurunan asam lemak setelah perebusan sebesar 8,90%,
sedangkan kandungan linolenat (C18:3, n-3) pada udang ronggeng sebesar 7,69%
dan menurun setelah perebusan menjadi 5,60% dari total asam lemak udang
ronggeng.
Proses
pemanasan
dengan
perebusan
dapat
menyebabkan
lipida
mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam-asam lemak bebas. Proses
pemasakan udang maupun ikan akan menghasilkan adanya senyawa-senyawa
karbonil. Senyawa-senyawa ini berasal dari pembentukan dan dekomposisi termal
produk-produk lipida yang teroksidasi (Gladyshev et al. 2006). Pada penelitian
ini, perubahan-perubahan yang terjadi pada asam lemak udang ronggeng akibat
faktor pemasakan dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk sampel, suhu dan lamanya
perebusan, serta kondisi post mortem udang sebelum direbus (Harikedua 1992).
Perebusan dengan suhu 100 oC selama +10 menit sangat baik diterapkan karena
penyusutan gizi yang ditimbulkan sangat kecil.
Menurut Felix dan Velazquez (2002), udang umumnya memiliki
kemampuan terbatas dalam mensisitesis de novo asam lemak Omega-3 dan
Omega-6, meliputi asam linoleat dan linolenat. Udang juga memiliki kemampuan
terbatas dalam proses elongasi dan desaturasi PUFA menjadi HUFA yaitu asam
arachidonat, EPA dan DHA. Sumber asam linoleat maupun linolenat di perairan
adalah tumbuhan dan fitoplankton.
Selain itu, EPA dan DHA dalam tubuh udang hanya dapat dikonversi dari
asam linolenat. Komponen LCPUFA yaitu EPA dan DHA tidak dapat disintesis
sendiri oleh tubuh, namun diperoleh dari makanan/diet.
Tubuh hanya dapat
mengkonversi asam linolenat < 5-10% menjadi EPA dan 2-5% menjadi DHA
(Haliloglu et al. 2004).
Hal tersebut menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
kandungan asam lemak udang adalah makanan sehingga manusia tidak dapat
mengandalkan sumber Omega-3 hanya dari tanaman dan sayuran yang
mengandung asam α-linolenat, namun perlu mengkonsumsi makanan yang
mengandung EPA dan DHA seperti udang, ikan dan hewan air lainnya. Perbedaan
lx5
ini disebabkan oleh perbedaan komposisi jenis lemak yang dikonsumsi dari
lingkungan hidupnya. Komposisi asam lemak tak jenuh majemuk berantai
panjang yang terkandung dalam daging udang ronggeng berantai panjang segar
dan rebus dapat dilihat pada Gambar 17.
7,49%
7,17%
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1,25%
EPA
0,95%
DHA
Gambar 17. Komposisi asam lemak EPA dan DHA udang ronggeng
segar dan rebus,
segar
rebus
Berdasarkan Gambar 17, asam lemak tak jenuh majemuk berantai panjang
(PUFA) terdiri dari EPA dan DHA dalam kondisi segar berturut-turut 7,49% dan
1,25%, dan terjadi penurunan kadar EPA dan DHA setelah diberi perlakuan
perebusan yaitu 7,17% dan 0,95%. Proses yang terjadi saat udang direbus adalah
pemanasan dengan air mendidih yang kontak langsung dengan bahan baku udang
ronggeng. Perubahan akibat pemanasan umumnya terjadi pada ikatan rangkap dari
asam lemak pada gliserida. Hal ini menyebabkan penurunan kandungan EPA dan
DHA pada daging udang ronggeng yang diberi perlakuan perebusan (Gladyshev
et al. 2006). Menurut Morris et al. (2004), bahan yang mengandung asam lemak
tak jenuh jamak pada udang mudah dioksidasi dan laju oksidasi akan meningkat
sajalan dengan lamanya pemanasan apabila tidak dihambat dengan pengurangan
oksigen atau penggunaan antioksidan.
Sumber PUFA, yaitu EPA dan DHA dapat diperoleh dengan
mengkonsumsi ikan, udang, invertebrata, dan makroalgae. Namun, kandungan
asam lemak tak jenuh yang terkandung di dalamnya akan menurun akibat oksidasi
selama pengolahan/pemasakan dan penyimpanan (Gladyshev et al. 2006).
Kandungan asam lemak tak jenuh majemuk rantai panjang (PUFA) yaitu EPA dan
lxi5
DHA udang ronggeng berasal dari fitoplankton atau ketersediaan makanan di
habitatnya (Shamsudin dan Salimon 2006). Besarnya kandungan asam lemak
esensial yang terdapat pada udang ronggeng rebus merupakan suatu hal yang
penting, karena menunjukkan besarnya asupan asam lemak tersebut ke dalam
tubuh bagi orang yang mengkonsumsinya.
4.7. Kandungan Kolesterol Udang Ronggeng
Kolesterol merupakan bagian yang penting dalam sel dan jaringan tubuh,
otak, syaraf, ginjal, limpa, hati dan kulit yang disebut ”endogeneous cholesterol”,
sedangkan ”exogeneous cholesterol” adalah kolesterol yang berasal dari bahan
makanan/ dietary cholesterol, bersumber dari kuning telur, ikan, udang, otak dan
hati sapi, dan lemak hewan lainnya (Suhardjo dan Kusharto 1987). Analisis
kolesterol dilakukan untuk mengetahui kandungan kolesterol pada udang
ronggeng. Analisis kandungan kolesterol pada udang ronggeng dapat dilihat pada
Gambar 18.
140
120
115,33 mg/100 g
100
86,61 mg/100 g
80
60
40
20
0
udang segar
udang rebus
Gambar 18. Komposisi kolesterol rata-rata daging udang ronggeng
Gambar 18 menunjukkan bahwa kadar kolesterol rata-rata udang ronggeng
adalah 115,33 mg/100 g (bb) dan menurun setelah perebusan yaitu 86,61 mg/100
g (bb). Selama proses perebusan atau pengolahan, terjadi perubahan terhadap
komponen lemak, yaitu asam lemak dan kadar kolesterol pada udang ronggeng
melalui proses hidrolisis (Connel 1979). Hal inilah yang menyebabkan kandungan
lxii5
kolesterol udang yang telah dimasak menurun. Proses perebusan udang (water in
boiling) merupakan cara pengolahan yang baik yaitu bagi produk (pangan) karena
dapat mereduksi komponen kolesterol oksida (COPs), khususnya kolesterol bebas
dan komponen 7-ketokolesterol (7-keto) sehingga tidak berbahaya bagi konsumen
yang mengkonsumsi udang rebus (Sampaio et al. 2006). Perbandingan kadar
kolesterol pada udang ronggeng dengan komoditas lain dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan kolesterol udang ronggeng (bb) dan komoditas yang lain
No.
Jenis makanan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Fresh water clam
Short necked clam
Hard clam
Japanese oyster
Scallop
Udang
Kepiting
Telur ayam (kuning telur)
Daging sapi
Tuna
Skipjack
Udang ronggeng *
Kolesterol
(mg/100gr)
125
76
69
76
50
132
53
1030
54
50
64
115,33
Sumber : Okuzumi dan Fujii (2000)
(*) hasil penelitian
Tabel 7 menunjukkan bahwa kandungan kolesterol udang ronggeng lebih
rendah dari kandungan kolesterol udang pada umumnya yaitu 132 mg/100 g (bb).
Namun lebih tinggi dibandingkan komoditas krustasea, moluska, dan ikan,
sedangkan hewan unggas (telur ayam) mengandung kolesterol lebih tinggi dari
udang ronggeng yaitu 1030 mg/100 g (bb). Variasi kolesterol dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain; spesies, ketersediaan makanan, umur, seks, suhu air,
lokasi geografis, dan musim (Sampaio et al. 2006).
Krustase merupakan komoditas perairan yang kaya akan PUFA (n-3) yaitu
rendah asam lemak jenuh dan tinggi kandungan kolesterol (Sampaio et al. 2006).
Udang laut umumnya digunakan sebagai bahan pangan diet untuk menurunkan
kolesterol jahat (LDL) dalam tubuh. Menurut Felix dan Velazquez (2002), HDL
dan VHDL merupakan komponen lipoprotein utama yang banyak ditemukan pada
beberapa hewan krustase, khususnya udang. Adapun beberapa hal yang
lxiii5
menyebabkan udang (shellfish) berpengaruh positif terhadap lipoprotein sampel
sebagai berikut (Freeman dan Junge 2005):
(1). Absorpsi kolesterol udang maupun kerang tidak efisien dalam tubuh karena
kadar lemak total pada udang tersebut rendah. Akibatnya pembentukan miceller
yang memerlukan lemak itu tidak sempurna atau gagal. Miceller adalah bentuk
kolesterol yang siap diserap oleh sel-sel tubuh.
(2). Penyerapan kolesterol udang kalah bersaing dengan sterol non kolesterol yang
juga banyak terdapat pada udang. Hasil penelitian pada tikus menunjukkan terjadi
penurunan penyerapan kolesterol sekitar 25-40 persen bila diberi sterol dari
kerang atau tiram.
(3). Kandungan asam lemak esensial Omega-3 (EPA dan DHA) pada diet udang
cukup tinggi dibandingkan dengan diet tinggi kolesterol lainnya. Diketahui
bahwa omega-3 berefek menurunkan kadar trigliserida dan produksi VLDL. Jadi,
dengan menurunnya trigliserida, kadar HDL pun meningkat.
lxiv5
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Udang ronggeng yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pasar
ikan Muare Angke Jakarta Utara, dan merupakan hasil tangkapan nelayan yang
berasal dari kepulauan Seribu. Udang ronggeng yang ditangkap oleh para nelayan
dan didaratkan di pasar ikan Muara Angke telah memenuhi panjang rata-rata
tangkapan yaitu dengan panjang total 30,08 cm, panjang baku 24,63 cm dan bobot
rata-rata 206,08 gram.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa perebusan
menyebabkan penurunan rendemen daging, cangkang, dan jeroan udang ronggeng
yaitu 32,90%. Analisis proksimat menunjukkan terjadinya penurunan terhadap
kadar air sebesar 2,46%, abu 0,04%, lemak 3,37%, dan protein 0,76% setelah
perebusan. Komposisi asam lemak dan kolesterol secara keseluruhan mengalami
penurunan setelah perebusan. Asam lemak jenuh tertinggi adalah palmitat dan
mengalami penurunan sebesar 4,4%, sedangkan asam lemak tak jenuh tunggal
didominasi oleh asam oleat, dan penurunan asam lemak tak jenuh majemuk paling
tinggi adalah linoleat yaitu, 6,07%. Asam lemak tak jenuh majemuk rantai
panjang didominasi oleh EPA yaitu 7,49% dan mengalami penurunan setelah
perebusan sebesar 0,33%. Selain itu, perebusan menyebabkan penurunan kadar
kolesterol udang ronggeng sebesar 28,72%.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai komposisi kimia, asam lemak dan kolesterol daging udang
ronggeng dengan perlakuan pengolahan pangan selain perebusan, yaitu
penggorengan, pemanggangan, dan pengukusan, serta juga perlu dilakukan
penelitian mengenai analisis komposisi kolesterol (HDL, VHDL, dan LDL)
sehingga dapat dibuktikan bahwa daging udang ronggeng memiliki komponen
utama HDL tertinggi yang berfungsi menurunkan LDL dalam darah sehingga
udang ronggeng aman dikonsumsi. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai pemanfaatan cangkang udang ronggeng dalam berbagai bidang,
yaitu kitin kitosan, dan lain-lain.
lxv5
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2007. Shrimp. www.wikipedia.org. [10 Oktober 2008]
[AACC] American Association of Cereal Chemist. 1983. Approved Methods of
The American Association of Cereal Chemist. Ed ke-8. USA: American
Association of Cereal Chemist.
Ackman RG. 1994. Seafood lipids. Di dalam: Shahidi F, Botta JR, editor.
Seafoods: Chemistry, Processing Technology & Quality. London: Blackie
Academic & Professional. Chapman & Hall.
Apriyantono A. 2002. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi dan Keamanan
Pangan. http://209.85.175.104/ [11 Februari 2009]
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2007. RSNI 01-2346-2006. Organoleptik
Produk Perikanan. Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional.
Basmal J, Bagus SB, Utomo dan Taylor KDA. 1997. Pengaruh perebusan,
penggaraman dan penyimpanan terhadap penurunan kandungan lisin yang
terdapat dalam ikan pindang. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
3(2):54-62
Aitken A dan Connel. 1979. Fish, In: Effect of Heating on Foodstuff, Prietsley.
Ed. Applied Science Publisher. Ltd. London.
Almatsier S. 2000. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1995. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington,
Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Connel JJ. 1979. Advances in Fish Science & Technology. London : Fishing News
Book Ltd.
Connor WE, Neuringer M, dan Reisbick S. 1992. Essential fatty acids: the
importance of n-3 fatty acids in the retina and brain. Nutr. Rev 50: 21-29.
[FAO]. 2006. Chemical Composition. FAO Corporate Document Repository.
WWW.FAO.ORG[terhubung berkala]. http://www.fao.org/documents
[23 Desember 2008]
Fardiaz D. 1989. Kromatografi Gas dalam Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar
Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Felix M L dan Velazquez M. 2002. Current status of lipid nutrition white shrimp,
Litopenaeus vannamei. Food Chem. 96:36-45.
lxvi5
Freeman MW dan Junge C. 2005. Kolesterol Rendah Jantung Sehat. Jakarta : PT
Bhuana Ilmu Populer.
Girindra. 1987. Biokimia Patologi Hewan. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gladyshev M, Sushchik N N, Gubanenko G, Demirchieva S, Kalachova G. 2006.
Effect of way of cooking on content of essestial polyunsaturated fatty acid
in muscle tissue of humback salmon (Oncorhynchus gorbuscha). Food
Chem. 96:446-451.
Gokce M A, Tazbozan 0, Celik M, Tabakoglu S. 2004. Seasonal variation in proximate anf fatty acid of female common sole (Solea solea). Food Chem.
88:419-423.
Gurr MI. 1992. Role of Fat in Food and Nutrition. Ed ke-2. Elsevier London dan
Newyork: Applied Science.
Halomoan M. 1999. Beberapa aspek biologi reproduksi udang ronggeng (Squilla
harpax de haan) di perairan Teluk Banten, Serang, Jawa Barat [skripsi].
Bogor: Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Haliloglu H I, Bayir A, Sirkecioglu N, Aras N M, Atamanalp M. 2004. Comparison of fatty acid composition in some tissues of rainbow trout
(Oncorhynchus mykiss) living in sea water and freshwater. Food Chem.
86:55-59.
Hardinsyah dan Briawan. 2004. Penilaian dan perencanaan konsumsi pangan.
Jurnal Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. IPB
Harikedua JW. 1992. Pengaruh perebusan terhadap komponen zat gizi ikan layang
(Decapterus ruselli) khususnya asam lemak tidak jenuh Omega-3 [tesis].
Bogor : Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Harris RS dan Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Edisi ke-2. Bandung: ITB-Press.
Irianto, HE dan Murdinah. 2006. Keamanan Pangan Produk Perikanan
Indonesia. Di dalam Prosiding Seminar Nasional PATPI, Yogyakarta, 2-3
Agustus 2006. hal S 116 – S 126Murdinah, Fawzya, Y.N, Irianto, H.E. dan
Wibowo, S. 1998.
Jacquot R. 1962. Organic constituent of fish and other aquatic animal foods. Di
dalam: Borgstrom G, editor. Fish as Foods. Volume ke-1, Production,
Biochemistry, and Microbiology. London: Academic Press.
lxvii5
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya
Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UIPress
Lagler
KF, Bardach JE, Miller
John Wiley & Sons, Inc.
RR.
1962.
Ichtiology.
New
York:
Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Maggy Thenawidjaja, penerjemah.
Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Lovett DL. 1981. A Guide to the Shrimp, Prawns, Lobsters, and Crabs of
Malaysia and Singapore. Faculty of Fisheries and Marine Science
Universiti Pertanian Malaysia. Serdang, Selangor, Malaysia. Occasional
Publication No.2
McNair HM, Bonelli EJ. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Kosasih Padmawinata,
penerjemah. Ed-ke-5. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Basic Gas
Chromatography.
Moeljanto, R. 1979. Udang Sebagai Bahan Pamgan. Didalam: Sugiarto, editor.
Proyek Penelitian Potensi Sumberdaya Ekonomi. Yakarta : LON SIPI.
Moeljanto. 1992. Pendinginan dan Pembekuan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Morris et al. 2004. Effect of processing on nutrient content of foods. Can J Art.
Vol.37 No. 3
Muchtadi D, Palupi NS, dan Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Bogor:
Pustaka Sinar Harapan, Pusat Antar Universitas, IPB.
Nurjanah. 2002. Omega-3 dan kesehatan. Makalah Pengantar Falsafah Sains
(PPS702) Program Pasca Sarjana. Program Studi DAS, Institut Pertanian
Bogor. http://tumoutou.net [04 Januari 2009].
Nurjanah, Nurhayati T, dan Zulaikha F. 2007. Karakteristik mutu ikan bandeng
(Chanos chanos) di tambak Sambiroto Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Dalam Prosiding Seminar Internasional Perikanan; Jakarta,
11-12 Desember 2007.
O’Keefe SF, Akoh CC dan Min DB, editor. 2002. Food Lipids: Chemistry,
Nutrition, and biotechnology. Ed ke-2. New York: Marcel Dekker, Inc.
Okuzumi M dan Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid
and Cuttle fish. Japan: National Cooperate Association of Squid
Processors.
lxviii5
Osman F, Jaswir I, Khaza’ai H, Hashim R. 2007. Fatty acid profiles of fin fish in
Langkawi Island, Malaysia. J. Oleo Sci. 56:107-113.
Ozogul Y dan Ozogul F. 2005. Fatty acid profiles of commercially important fish
species from the Mediterranean, Aegean and Black Seas. Food Chem.
100:1634-1638.
Ozyurt G, Duysak O, Akamca E, Tureli C. 2006. Seasonal changes of fatty acid of
cuttlefish Sepia officinalis . (Mollusca: Chepalopoda) in the north eastern
Mediterranean sea. Food Chem. 95:382-385.
Purwaningsih S. 2000. Teknologi Pembekuan Udang. Jakarta: Penebar Swadaya
Rahayu WP, Ma’oen S, Suliantri S, Fardiaz S. 1992. Teknologi Fermentasi
Produk Perikanan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB
Sampaio GR, Bastos D, Soares R, Queiroz Y, Torres E. 2006. Fatty acid and
cholesterol oxidation in salted and dried shrimp. Food Chem. 95:344-351.
Shamsudin S dan Salimon J. 2006. Physiocomhemical characteristics of Aji-aji
fish Seriola nigrofasciata lipids. Food Chem. 10:55-58.
Soekarto S T.1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian Jakarta: Bharatara Karya Aksara
Suharjo C dan Kusharto. 1987. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Bogor: PAU-IPB
Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. Tokyo: Applied
Science Publisher Ltd.
Tanikawa E. 1985. Marine Product in Japan. Koseisha Koseikaku Co. Ltd.
Tokyo. Japan.
[USDA]. 2003. Shrimp Nutrition Information. http://www.healthzone.com. [12
Maret 2008].
Visentainer J, Souza N, Makoto M, Hayashi C, Franco M. 2005. Influence of diets
enriched with flaxeed oil on the α-linolenic, eicosapentaenoic and docosapentaenoic fatty acid in Nile tilapia (Oreochromis niloticus). Food Chem.
90:557-560.
Widyati R. 2004. Pengetahuan Dasar Pengolahan Makanan Eropa. Jakarta : PT
Grasindo.
Winarno . 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
lxix5
Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta:
PT Gramedia
Yunizal et al. 1998. Prosedur Analisa Kimiawi dan Produk Olahan Hasil-hasil
Perikanan. BRKP Slipi. Jakarta: BRKP DKP RI.
Zaitsev V, Lagunov L, Makarova T, Minder L dan Podsevalov V. 1969. Fish
Curing and Processing. Mir Publisher. Moskow. Uni Soviet.
lxx5
lxxi5
Lampiran 1. Asal sampel udang ronggeng
lxxii5
Lampiran 2. Alat kromatografi gas (GC)
lxxiii5
Lampiran 4. Rendemen udang ronggeng
Sampel
Udang
Segar
A
B
C
Rata-rata
Sampel Udang
Segar
A
B
Berat
Utuh
173
153
132
152,67
Berat
Daging
72
66
51
63,00
A
B
C
Berat
Segar
Utuh
179
229
239
Sampel Udang
A
B
C
Rata-rata
Berat
Jeroan
93
81
74
82,67
Berat tanpa
cangkang
8
6
7
7,00
80
72
58
70,00
Rendemen Daging
(%)
41,62
43,14
Rendemen
Cangkang(%)
53,76
52,94
Rendemen
Jeroan (%)
4,62
3,92
38,64
41,27
56,06
54,15
5,30
4,59
C
Rata-rata
Sampel
Udang
Berat
Cangkang
Berat
Rebus
Utuh
127
149
156
Berat
Berat
Lost Cangkang
52
80
83
Rendemen lost
selama
perebusan (%)
29,05
34,93
34,73
33,23
85
102
105
Rendemen
Cangkang
(%)
47,49
44,54
43,93
45,13
Berat
Daging
Berat
Jeroan
36
44
50
6
3
1
Rendemen
Daging (%)
20,11
19,21
20,92
20,09
Berat
tanpa
cangkang
42
47
51
Rendemen
Jeroan
(%)
3,35
1,31
0,42
1,55
lxxiv5
Lampiran 5. Lembar penilaian organoleptik udang segar (SNI-01-2346-2006)
Lampiran 6. Lembar penilaian uji hedonik (SNI-01-2346-2006)
lxxv5
Lampiran 7. Data mentah organoleptik kesegaran udang ronggeng
Panelis Penampakan
ABC
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
5
7
9
9
7
8
9
7
9
7
7
7
8
9
5
7
8
5
7
8
9
5
8
8
7
8
8
7
8
8
Bau
Tekstur
BCD CDA ABC BCD CDA ABC BCD
CDA
7
5
7
7
7
5
7
7
8
9
7
8
9
8
8
8
9
8
8
8
8
8
8
8
9
7
9
8
7
9
8
7
7
5
8
8
8
7
8
7
7
5
7
7
7
7
8
7
7
8
7
7
7
7
8
7
7
7
8
8
8
7
8
8
7
7
8
9
8
8
8
8
7
8
9
9
8
9
9
7
7
7
7
7
9
8
8
9
7
8
7
7
8
8
8
9
7
7
8
8
8
8
8
8
7
7
8
8
9
7
7
7
7
7
7
7
8
5
7
7
7
7
7
7
8
5
8
8
7
8
8
8
9
8
7
7
7
7
5
7
7
5
7
7
7
7
7
7
8
8
9
7
7
8
8
8
8
7
8
7
7
8
7
8
8
7
7
7
7
7
7
7
7
5
7
7
7
8
9
9
9
8
8
8
7
9
8
8
9
9
8
8
7
7
8
8
8
7
9
9
7
8
9
8
8
8
7
9
7
8
9
8
9
8
9
8
7
8
7
7
7
8
8
8
7
7
7
7
8
8
9
9
7
8
9
9
9
9
7
8
lxxvi5
Lampiran 8. Data mentah uji hedonik udang ronggeng rebus
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Penampakan
Bau
Rasa
Daging/tekstur
A12 A47 A55 A12 A47 A55 A12 A47 A55 A12 A47 A55
7
7
7
7
7
7
9
7
7
7
7
7
9
9
9
9
9
7
7
9
9
9
9
9
9
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
7
9
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
7
7
7
7
7
7
9
7
9
7
9
7
9
9
7
7
7
9
9
7
9
9
9
9
7
7
9
7
7
9
7
7
9
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
7
7
9
7
7
7
7
7
9
7
9
7
7
9
7
7
7
9
9
7
7
7
9
7
7
9
9
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
7
9
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
7
7
7
9
7
7
7
7
7
7
7
9
9
9
7
7
7
9
9
7
9
7
7
7
7
9
9
7
9
9
7
7
7
7
7
7
7
7
9
9
7
9
9
7
7
7
7
7
7
7
7
9
7
7
9
7
7
7
7
9
7
7
7
9
9
7
7
9
7
9
9
7
7
9
7
7
9
9
9
9
7
9
7
7
7
7
9
9
9
9
9
9
7
7
7
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
7
7
9
9
9
9
7
7
9
7
7
7
7
7
7
7
7
9
9
7
7
7
7
9
9
7
7
7
7
7
9
9
lxxvii5
Lampiran 9. Komposisi kimia udang ronggeng
Udang segar
Kadar air
ulangan
berat cawan
berat sampel
berat setelah dioven
1
2
32,0552
27,7264
1,7344
1,7351
32,4736
28,1216
berat cawan
berat sampel
berat setelah ditanur
18,7666
22,247
4,0853
4,2473
18,8189
22,3004
ulangan
berat cawan
berat sampel
berat setelah dioven
1
2
Kadar protein
38,2334
38,8393
2,0601
2,0001
38,2667
38,8684
Kadar abu
ulangan
1
2
Kadar lemak
ulangan
berat sampel (gram)
titrasi H2SO4 (ml)
kadar protein (%)
1
2
0,2812
0,2941
15,3
15,2
20,95
19,90
Udang rebus
Kadar air
ulangan
1
2
Kadar abu
berat cawan
berat sampel
berat setelah dioven
28,1365
28,5927
1,7984
1,804
28,598
29,0645
ulangan
berat cawan
berat sampel
berat setelah ditanur
1
2
20,2242
22,2593
2,7183
3,0956
20,2628
22,3014
Kadar lemak
ulangan
berat cawan
1
41,421
2
39,0916
berat sampel
2,2118
1,7284
berat setelah dioven
41,4398
39,1056
lxxviii5
Kadar protein
ulangan
berat sampel
titrasi H2SO4 (ml)
kadar protein (%)
1
2
0,2173
0,2131
12,7
12,7
22,50
22,94
Contoh perhitungan kadar air:
Berat cawan = 32,0552 gram
Berat contoh = 1,7344 gram
Berat cawan dan sampel kering = 32,4736 gram
% Kadar air =
B−C
x100 %
A
Keterangan: A = Berat sampel basah (gram)
B = Berat cawan dengan sampel udang basah (gram)
C = Berat cawan dengan dagingudang setelah dikeringkan (gram).
% kadar air = 33,7896 g – 32,4736 g x 100 %
1,7344 g
= 75,87 %
Lampiran 10. Komposisi asam lemak udang ronggeng
Komponen
asam lemak
Kaprat
Laurat
Miristat
Palmitat
Stearat
Oleat
Linoleat
Linolenat
EPA
DHA
kolesterol
Segar
1
3,344
29,2
1,598
20,13
15,032
0,757
0,135
0,343
115,662
Rebus
Ulangan ke2
1
1,1706
0,485
3,309
3,084
29,277 24,563
1,11
1,047
21,1
19,198
14,903
8,75
0,738
0,643
0,142
0,097
0,34
0,285
115,009 86,83
2
0,5489
0,436
3,29
25,095
1,458
19,323
9,06
0,637
0,094
0,281
86,391
lxxix5
Contoh perhitungan:
Konsentarsi sampel (pada peak) = 0,6228
Konsentrasi pelarut (pada peak) = 79,8112
Konsentrasi sampel
Asam lemak (mg/g lemak) =
x 100
100 – (konsentrasi pelarut)
0,6228
Asam miristat rebus (mg/g lemak) =
x 100
100 – 79,8112
Asam miristat = 3,084
lxxx5
Lampiran 11. Kromatogram standar asam lemak kaprat
lxxxi5
Lampiran 12. Kromatogram standar asam lemak laurat
lxxxii5
Lampiran 13. Kromatogram standar asam lemak miristat
lxxxiii5
Lampiran 14. Kromatogram standar asam lemak palmitat
lxxxiv5
Lampiran 15. Kromatogram standar asam lemak stearat
lxxxv5
Lampiran 16. Kromatogram standar asam lemak oleat
lxxxvi5
Lampiran 17. Kromatogram standar asam lemak linoleat
lxxxvii5
Lampiran 18. Kromatogram standar asam lemak linolenat
lxxxviii5
Lampiran 19. Kromatogram asam lemak udang ronggeng segar ulangan ke-1
lxxxix5
Lampiran 20. Kromatogram asam lemak udang ronggeng segar ulangan ke-2
xc5
Lampiran 21. Kromatogram asam lemak udang ronggeng rebus ulangan ke-1
xci5
Lampiran 22. Kromatogram asam lemak udang ronggeng rebus ulangan ke-2
xcii5
Lampiran 23. Kromatogram standar asam lemak EPA dan DHA
xciii5
Lampiran 24. Kromatogram asam lemak EPA dan DHA segar ulangan ke-1
xciv5
Lampiran 25. Kromatogram asam lemak EPA dan DHA segar ulangan ke-2
xcv5
Lampiran 26. Kromatogram asam lemak EPA dan DHA udang rebus ulangan ke-1
xcvi5
Lampiran 27. Kromatogram asam lemak EPA dan DHA udang rebus ulangan ke-2
xcvii5
Lampiran 28. Kromatogram kolesterol udang ronggeng segar ulangan ke-1 dan 2
xcviii5
Lampiran 29. Kromatogram kolesterol udang ronggeng rebus ulangan ke-1 dan 2
xcix5
Lampiran 30. Kromatogram standar kolesterol udang ronggeng
c5
Download