BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Permasalahan
Kemajuan teknologi mampu mengeksploitasi, mengubah sumber daya alam
yang ada, dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat sehingga membuat
manusia memiliki kebanggaan yang tinggi akan kemampuan dalam mengolah alam.
Manusia pada awalnya dengan alam sangat bersahabat, merasakan saling
ketergantungan, dan mengandalkan alam untuk melangsungkan kehidupannya serta
memperlakukan alam sama seperti memperlakukan kehidupan manusia itu sendiri.
Teknologi juga dapat mengubah pola hidup manusia, teknologi yang dikerjakan
manusia kurang mendapat pertimbangan dari dampak yang akan ditimbulkannya.
Efek samping kemajuan teknologi muncul secara menonjol dengan kurang
mampunya mengendalikan limbah-limbah yang kemudian terbuang ke dalam
lingkungan (Wijana, 2014: 1-3).
Manusia harus disadarkan pemikiran, sikap, dan perilakunya terhadap alam
untuk menjaga lingkungan dan demi kesejahteraan antar makhluk hidup (Anonimus
dalam Wijana, 2014: 67). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Bab 1 pasal 1 ayat 1
1
2
menjelaskan bahwa lingkungan hidup ialah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya. Undang-undang tersebut juga menjelaskan
pada Bab 1 pasal 1 ayat 9 bahwa sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup
yang terdiri atas sumber daya hayati dan non hayati, yang secara keseluruhan
membentuk kesatuan ekosistem.
Lingkungan pada dasarnya hanya ada karena dihuni oleh suatu organisme
(hidup tertentu), tiap kelompok manusia dan individu mempunyai lingkungannya
sendiri dan masing-masing membentuk bagian lingkungan bagi makhluk lainnya.
Lingkungan digunakan bukan hanya untuk suatu ekosistem saja, tetapi untuk dunia
alamiah sebagai sistem keseluruhan yang meliputi alam semesta (Attfield, 2010: 4).
Ekosistem merupakan satuan kehidupan makhluk hidup (dari berbagai jenis) dengan
berbagai benda mati yang berinteraksi membentuk suatu sistem (Soerjani, 2008: 3).
Lingkungan tidak pernah ada tanpa adanya komponen-komponen yang di
dalamnya, baik itu komponen biotik ataupun abiotik. Lingkungan membentuk suatu
proses, dan terus-menerus dibuat melalui aktivitas-aktivitas makhluk hidup yang
dilingkungi, sehingga harus dibedakan antara lingkungan dengan alam. Alam adalah
suatu dunia yang berada terpisah dari diri manusia sendiri, dan dapat dipelajari
dengan cara yang berjarak dan keberadaannya mendahului sejarah manusia,
sedangkan lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada dan bagian dari kehidupan
3
manusia serta memberi pengaruh terhadap keberadaan manusia sendiri (Attfield,
2010: 5-6).
Manusia dan unsur lingkungan lain memiliki hubungan yang sangat erat,
keduanya saling memberi keuntungan yang besar. Manusia memberi pengaruh
terhadap unsur lingkungan yang lebih aktif, sedangkan lingkungan yang pasif
memberi keuntungan terhadap manusia, dikarenakan manusia lebih mampu dalam
mengeksploitasi lingkungan sehingga keuntungan yang didapat dari lingkungan
tergantung dari pengolahan manusia itu sendiri. Lingkungan yang bersih akan
membuat hidup dan kesehatan manusia ke arah yang positif sedangkan lingkungan
yang kotor akan terjadi pencemaran dan akan menjadi lingkungan yang buruk bagi
manusia.
Manusia awalnya bergairah untuk memutar roda pembangunan demi mencapai
dan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi berlanjut pada pemenuhan keinginan
yang ternyata tanpa batas. Bila hal ini dibiarkan terus maka, danau, sungai mengalami
degradasi, sedimentasi, pedangkalan, tanah tergerus, hanyut, dan longsor dimanamana. Udara mulai dipenuhi dengan polutan. Asap hasil kebakaran hutan, baik
disengaja ataupun secara alami merupakan sumber pencemaran udara, selain itu
Pabrik-pabrik, asap kendaraan bermotor juga merupakan pencemaran udara (Wijana,
2014: 8).
Pencemaran lingkungan yang terjadi seperti pencemaran udara, air, dan tanah
berdampak pada ancaman kesehatan, kesejahteraan dan nilai estetis dari manusia dan
pemukimannya. Pencemaran ini terjadi sebagai akibat dari industri-industri yang
4
dibangun dan dikelola manusia, kemajuan industri dalam mengelola limbahnya
belum cukup untuk membayar kerusakan yang terjadi, bahkan manusia tidak peduli
dengan kerusakan lingkungan tersebut. Hasil industri tersebut hanya untuk memenuhi
kebutuhan manusia belaka, sedangkan komponen ekosistem lainnya diabaikan
(Wijana, 2014: 8).
Kerusakan lingkungan akibat kegiatan dan pekerjaan manusia
akan
mengakibatkan pelumpuran pantai dan muara karena adanya aliran sungai yang
membawa lumpur dalam kadar tinggi, sebagai akibat dari kegiatan pertanian di
bagian hulu. Pengambilan sumber daya alam dari laut secara berlebihan sehingga
menimbulkan kerusakan dan pengikisan pantai (Wijana, 2014: 181-182). Efek
kerusakan ini akan dirasakan oleh makhluk hidup terutama hewan dan tumbuhan,
karena dampak dari semua kerusakan yang terjadi merupakan sumber kehidupan bagi
hewan dan tumbuhan. Salah satu dampak yang terjadi akibat kerusakan lingkungan
adalah hampir punahnya spesies penyu. Penyu merupakan spesies reptil yang hidup
di laut yang keberadaannya sekarang ini terancam karena faktor alam dan faktor
manusia yang merusak lingkungan sehingga mengancam keberadaan penyu.
Indonesia memiliki 6 dari 7 spesies penyu di dunia (Sutarto, 2006),
keberadaannya menyebar di seluruh pulau di Indonesia. Penyu masuk dalam daftar
hewan yang hampir punah, sehingga segala bentuk penjagaan dan pengembangannya
harus diperhatikan secara serius. Beberapa penyebab hampir punahnya penyu ialah
dari tangan-tangan manusia yang mengambil mulai dari telur sampai daging penyu
untuk dijual sehingga menyebabkan penyu sulit berkembang. Salah satu langkah
5
untuk melindungi penyu yaitu dengan cara konservasi. Konservasi adalah usaha
manusia untuk memanfaatkan biosfer dengan berusaha memberikan hasil yang besar
dan melestarikannya untuk generasi kini dan mendatang (Wijana, 2014: 200).
Pantai merupakan salah satu tempat lahirnya tukik (anak penyu), karena penyu
dewasa menyimpan dan mengubur telur-telurnya di bibir pantai. Salah satunya yaitu
Pantai Goa Cemara, Bantul, Yogyakarta. Semua jenis penyu harus dilindungi di
bawah
pengawasan
pemerintah,
untuk
menghindari
beberapa
pihak
yang
menggunakan kesempatan dengan mengambil telur-telur tersebut untuk dijual ke
pasaran, sehingga membuat populasi penyu terancam. Masyarakat pantai Goa
Cemara, Bantul, Yogyakarta untuk mendukung keberhasilan dan keberlanjutan
konservasi penyu dibutuhkan kerjasama, pengetahuan, serta dasar yang kokoh
mengenai lingkungan dan konservasi yang benar.
Etika lingkungan hidup merupakan hubungan moral antara manusia dengan
lingkungan atau alam semesta, dan bagaimana perilaku manusia yang seharusnya
terhadap lingkungan. Manusia harus tahu bagaimana dalam bersikap dan berperilaku
terhadap lingkungan hidup. Tidak hanya bersikap seakan-akan hanya manusia yang
memiliki nilai. Etika lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas
diberlakukan juga bagi komunitas biotis atau komunitas ekologis, memasukkan
lingkungan atau alam semesta sebagai bagian dari komunitas moral (Keraf, 2006:
26).
Biosentrisme memandang
manusia tidak hanya sebagai makhluk sosial,
manusia harus dipahami sebagai makhluk biologis, yaitu makhluk yang
6
kehidupannya tergantung dan terikat erat dengan semua kehidupan lain di alam
semesta. Tanpa alam, dan tanpa makhluk hidup lain, manusia tidak akan bertahan
hidup, karena manusia hanya merupakan salah satu entitas di alam semesta.
Biosentrisme juga memandang tidak hanya manusia yang mempunyai nilai, alam
juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia (Keraf,
2006: xvii dan 49).
Biosentrisme menganggap serius setiap kehidupan dan makhluk hidup di alam
semesta. Alam harus diperlakukan secara moral dan setiap kehidupan harus
dilindungi. Etika lingkungan hidup menuntun manusia ke arah yang baik demi
menjaga dan melindungi kehidupan, teori ini didasari moralitas pada keluhuran
kehidupan, baik pada manusia atau pada makhluk hidup lainnya (Keraf, 2006: 49,
50).
Penyelamatan penyu menjadi perhatian pada Kelompok Konservasi Mino
Raharjo di Pantai Goa Cemara, Bantul, Yogyakarta. Pentingnya penyelamatan penyu
dari tangan-tangan manusia dalam mengeksploitasi penyu dan diharapkan dapat
mempengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat Pantai Goa Cemara, Bantul,
Yogyakarta. Kelompok konservasi Mino Raharjo sadar akan pentingnya keberadaan
penyu khususnya dalam membantu perkembangan perekonomian masyarakat, dengan
adanya penyu maka masyarakat berharap wisatawan akan lebih banyak mendatangi
kawasan pantai tersebut. Adanya kelompok konservasi penyu, perhatian, kesadaran
dan kewajiban tanggung jawab moral masyarakat terhadap upaya penyelamatan
penyu dari kepunahan sesuai dengan pemikiran Biosentrisme yang memandang
7
seluruh makhluk hidup di alam semesta memiliki nilai bukan hanya manusia, ini
dapat diapresiasi dan di contoh oleh kelompok-kelompok konservasi lain.
2. Rumusan masalah
Uraian yang telah disampaikan pada latar belakang, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana proses konservasi penyu di Pantai Goa Cemara, Bantul
Yogyakarta ?
b. Bagaimana pengertian dan esensi teori etika lingkungan Biosentrisme?
c. Apa konservasi penyu di Pantai Goa Cemara, Bantul Yogyakarta dipandang
dari Teori Etika Lingkungan Biosentrisme ?
3. Keaslian penelitian
Penelitian mengenai Tinjauan Etika Lingkungan Biosentrisme Terhadap
Konservasi Penyu di Pantai Goa Cemara, Bantul Yogyakarta sejauh penelusuran
yang penulis lakukan belum pernah menemukan penelitian yang sama persis.
Penelitian yang mirip dengan objek material diantaranya sebagai berikut:
a. Perbawa Agung Iman Tohari, 2013, Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada, dengan Judul: Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam
Konservasi Penyu di Pantai Samas Kabupaten Bantul dan Pantai Trisik
Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini berisi tentang kesadaran dan
partisipasi masyarakat dalam konservasi penyu serta pemahaman akan
pengetahuan masyarakat mengenai manfaat penyu.
8
b. Ardanti Yulia Cahyaningrum Sutarto, 2006, Tesis Sekolah Pascasarjana,
Universitas Gadjah Mada, dengan Judul: Tingkat Partisipasi Masyarakat
dalam Konservasi Penyu di Daerah Kepesisiran Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini berisi tentang tingkat partisipasi
masyarakat Kepesisiran Kabupaten Bantul, Yogyakarta dalam konservasi
penyu yang rendah karena faktor sosial ekonomi.
c. Utari Dewi Fatimah, 2003, Tesis Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah
Mada, dengan Judul: Konservasi Sumber Daya Alam Terhadap Pelestarian
Penyu (Sea Turtle/Marine Turtle) di Pantai Selatan Tasikmalaya Propinsi
Jawa Barat. penelitian ini berisi tentang upaya pemerintah dalam pelaksanaan
konservasi terhadap pelestarian penyu di Pantai Selatan Tasikmalaya Propinsi
Jawa Barat.
4. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dalam kajian ilmu
Biologi, khususnya mengenai konservasi.
b. Bagi Filsafat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan wacana baru
khususnya bagi kajian etika lingkungan serta memberikan wawasan baru
mengenai upaya penyelamatan penyu dengan konservasi.
9
c. Bagi masyarakat, bangsa dan negara
Penelitian ini diharapkan dapat membantu menyadarkan masyarakat akan
pentingnya menjaga lingkungan dan makhluk hidup yang
ada di
sekelilingnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dorongan atau
masukan
bagi
pemerintah
dalam
mengendalikan
atau
setidaknya
menumbuhkan rasa peduli akan lingkungan dan spesies-spesies yang ada.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan jawaban dari permasalahan yang telah
terangkum dalam rumusan masalah, yaitu:
1. Memaparkan dan menjelaskan secara mendalam tentang penjelasan
konservasi penyu pada kelompok konservasi Mino Raharjo di pantai Goa
Cemara, Bantul-Yogyakarta.
2. Menjelaskan tentang teori etika lingkungan Biosentrisme yang memandang
makhluk hidup lain memiliki hak untuk hidup dan manusia wajib
melindunginya.
3. Menganalisis penerapan pemikiran teori etika lingkungan Biosentrisme
dalam pencemaran lingkungan dan konservasi penyu di pantai Goa Cemara,
Bantul-Yogyakarta.
10
C. Tinjauan Pustaka
Sejarah kehidupan makhluk hidup di Bumi, telah banyak muncul bermacammacam makhluk hidup dengan penguasa yang berbeda di era masing-masing. Hancur
dan punahnya keanekaragaman hayati pada saat tempo dulu, lebih banyak disebabkan
oleh kondisi alamiah. Keanekaragaman yang dimiliki dan diamati sekarang, ada
beberapa spesies yang sudah menunjukkan kehancuran atau menunjukkan gejala
menuju ke arah kehancuran (Wijana, 2014: 199).
Manusia merasa sebagai penguasa tertinggi di alam dan bebas dalam mengolah
lingkungan sehingga membuat terancam punahnya suatu makhluk hidup. Masyarakat
mulai menyadari akan hal tersebut dengan mulai memperhatikan dan peduli
lingkungan. Muncul berbagai lembaga-lembaga penyelamatan dan masyarakat
tradisional mempunyai cara tersendiri dalam pelaksanaan konservasi hayati ini. Tidak
jarang bahwa pola konservasi yang digunakan memberikan hasil yang menakjubkan
(Wijana, 2014: 199).
Konservasi berarti suatu proses yang kompleks untuk menjaga, memelihara dan
menghemat bahan-bahan di alam. Konservasi menuntut manusia harus dapat
memanfaatkan secara bijaksana dan mengganti bahan-bahan yang telah terpakai
untuk memenuhi kebutuhan manusia. (Subiyanto dalam Wijana, 2014: 199).
Konservasi lingkungan sering dipelajari di dalam ilmu Biokonservasi. Biologi
konservasi adalah ilmu yang berorientasi pada tujuan yang mencari penyelesaiaan
untuk menghadapi krisis keanekaragaman biologis, yaitu keanekaragaman kehidupan
11
bumi saat ini (Wijana, 2014: 200). Pengelolaaan kawasan lingkungan merupakan
salah satu cara dalam melindungi, mengelola dan pengendalian makhluk hidup dari
keserakahan manusia mengeksploitasi alam.
Pantai merupakan salah satu tempat persinggahan penyu. Penyu yang baru lahir
akan berkelana mengelilingi lautan luas sampai dewasa, penyu betina akan kembali
ke pantai apabila akan menggali dan menimbun telur-telurnya di pantai. Tujuh dari
jenis penyu yang ada didunia, enam jenis penyu ditemukan di Indonesia yaitu penyu
sisik/Hawkbill turtle, penyu lekang/Olive ridley turtle, penyu belimbing/Leatherback
turtle, penyu pipih/Flatback turtle, penyu tempayan/Loggerhead turtle, dan penyu
hijau/green turtle. Keenam penyu tersebut hanya lima yang mendarat untuk bertelur
di daerah pantai Indonesia (Sutarto, 2006: 15).
Pemanfaatan penyu oleh manusia sebagai salah satu bahan kosmetik, kerajinan
tangan, industri kulit, makanan bahkan penyu diawetkan dan dipajang sebagai hiasan
rumah. Pengolahan tersebut yang membuat populasi penyu menjadi sangat turun
drastis. Upaya yang dilakukan pemerintah, dalam rangka konservasi, pemerintah
mewajibkan penetasan telur penyu dan masyarakat diharapkan mengerti akan
pentingnya konservasi dalam menekan tingginya pemanfaatan penyu (Sutarto, 2006:
75).
Kematian penyu memiliki banyak faktor, diantaranya yaitu pergesaran fungsi
lahan yang menyebabkan kerusakan habitat pantai dan ruaya pakan, kegiatan
perikanan, pengelolaan teknik-teknik konservasi yang tidak memadai, perubahan
iklim, penyakit, dan predator. Karakteristik siklus hidup penyu yang sangat panjang
12
untuk mencapai kondisi stabil membutuhkan waktu sekitar 30-40 tahun merupakan
faktor pelestarian penyu menjadi hal penting. Kondisi tersebut membuat semua jenis
penyu di Indonesia dilindungi oleh negara dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7
tahun 1999 tentang pengawetan jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi
(Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009: 15).
Pemberian status perlindungan saja tidak cukup untuk memulihkan dan
melestarikan
populasi
penyu
di
Indonesia.
Pengelolaan
konservasi
yang
komprehensif, sistematis dan terukur sangat dibutuhkan oleh Kelompok Konservasi
Mino Raharjo pantai Goa Cemara, Bantul, Yogyakarta.
Pengelolaan tersebut
dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan teknis tentang pengelolaan
konservasi penyu bagi pihak-pihak terkait khususnya pelaksana di lapangan dan
memberikan buku lengkap yang memuat informasi tentang pengelolaan konservasi
penyu (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009: 16).
Tesis karya Ardanti Yulia Cahyaningrum Sutarto, pada tahun 2006 dengan
judul “Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Penyu di Daerah
Kepesisiran Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat nelayan dalam konservasi
penyu dan perbedaan tingkat partisipasi masyarakat nelayan di Pesisir Pandansimo,
Pesisir Kuwaru, Pesisir Samas dan Pesisir Depok dalam konservasi penyu signifikan
atau tidak signifikan. Hasil penelitian menunjukkan sebagian masyarakat daerah
pesisir Bantul mempunyai tingkat partisipasi yang rendah. Hal tersebut terjadi karena,
dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi masyarakat yang tidak ingin meluangkan
13
waktu dan uang untuk ikut berpartisipasi dalam konservasi penyu (Sutarto, 2006:
105-106).
Tesis karya Utari Dewi Fatimah pada tahun 2003 dengan judul “Konservasi
Sumber Daya Alam Terhadap Pelestarian Penyu (Sea Turtle/Marine Turtle) di Pantai
Selatan Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka pelaksanaan konservasi
sumber daya alam terhadap pelestarian penyu di Pantai Selatan Tasikmalaya Propinsi
Jawa Barat. Hasil dari penelitian tersebut adalah pemerintah menunjuk kawasan
konservasi pantai Sidangkerta Cipatujah sebagai suaka margasatwa laut, upaya
lainnya adalah berupa penegakkan hukum dan peraturan (Fatimah, 2003: 98-99).
Skripsi Karya Perbawa Agung Iman Tohari tahun 2013 dengan judul “Persepsi
dan Partisipasi Masyarakat dalam Konservasi Penyu di Pantai Samas Kabupaten
Bantul dan Pantai Trisik Kabupaten Kulon Progo”. Skripsi ini bertujuan untuk
mengetahui kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam konservasi penyu, serta
mengetahui tingkat pengetahuan, persepsi, dan partisipasi masyarakat dalam
konservasi penyu di Pantai Samas, Kabupaten Bantul dan Pantai Trisik, Kabupaten
Kulon Progo. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tingkat pengetahuan, persepsi,
dan partisipasi masyarakat dalam konservasi penyu tergolong tinggi (Tohari, 2013:
71).
14
D. Landasan Teori
Masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas, dan serius. Dampakdampak yang terjadi akan saling berkaitan antara satu makhluk hidup dengan
makhluk hidup lainnya (Siahaan, 2004: 1). Biosentrisme menekankan bahwa alam
memiliki fungsi kehidupan yang harus dihargai dan diperlakukan dengan baik.
Manusia merupakan makhluk yang akan memelihara alam demi kepentingan
bersama, kepentingan manusia, dan kepentingan alam itu sendiri. Biosentrisme juga
menekankan hal-hal seperti: manusia adalah bagian dari alam, memperhatikan
perasaan semua makhluk hidup, dan menekankan hak untuk hidup makhluk lain
(Wijana, 2014: 257-258).
Teori etika lingkungan Biosentrisme meletakkan posisi manusia sejajar dengan
alam karena sama-sama memiliki nilai. Konsekuensinya, alam semesta adalah sebuah
komunitas moral, di mana setiap kehidupan dalam alam semesta ini, baik manusia
maupun yang bukan manusia, sama-sama mempunyai nilai moral. Kehidupan di
alam semesta memiliki hak-hak tersendiri untuk hidup dan makhluk apapun pantas
untuk dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral,
bahkan lepas dari perhitungan untung-rugi bagi kepentingan manusia (Keraf, 2006:
49-50).
Etika lingkungan Biosentrisme merupakan suatu pandangan yang menempatkan
alam sebagai yang mempunyai nilai sendiri, lepas dari kepentingan manusia.
Biosentrisme menolak Antroposentrisme yang memandang bahwa hanya manusia
15
yang memiliki nilai. Teori Biosentrisme memandang bahwa makhluk hidup bukan
hanya manusia saja dan mendasarkan kehidupan sebagai pusat perhatian. Setiap
kehidupan dibumi patut dihargai, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan
(Wijana, 2014: 257-258).
Biosentrisme menjadikan kehidupan sebagai standar moral. Hal yang ditujukan
bukanlah rasa senang atau menderita, namun kemampuan atau kepentingan suatu
makhluk untuk hidup. Kepentingan untuk hidup tersebut menjadikan Biosentrisme
melihat standar moral bukan hanya manusia dan hewan, melainkan keseluruhan
makhluk hidup yang ada (Wijana, 2014: 259-260).
Biosentrisme terbagi pada dua pilar utama dalam mengkaji kaitan problem
moral mengenai Hak Asasi Alam. Pertama, yaitu teori etika yang berpusat pada
kehidupan (life-centered theory of environment). Teori ini menuntut manusia harus
mempunyai kewajiban moral terhadap alam. Kedua, etika bumi (the land ethic) yang
timbul karena dipicu oleh krisis lingkungan dalam masyarakat modern sekarang ini
dan anti-spesiesme yang membela kepentingan dan keberlangsungan hidup spesies
lain. (Keraf, 2006: 51-58).
E. Metode Penelitian
1. Bahan dan materi penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan model penelitian
masalah aktual. Penelitian dilakukan melalui studi pustaka dan diperkuat
16
dengan wawancara dan observasi lapangan (Kaelan, 2005: 292). Wawancara
dan observasi lapangan dilakukan di pantai Goa Cemara, Bantul Yogyakarta
tentang konservasi penyu sebagai pengendali dan penyelamatan penyu sebagai
objek material, sedangkan teori etika lingkungan Biosentrisme sebagai objek
formal.
a. Sumber primer
Sumber primer yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah hasil
buku-buku yang berkaitan dengan konservasi penyu (Kaelan, 2005:
61). Sumber tersebut antara lain:
1) Laporan Kelompok Konservasi Mino Raharjo Pantai Goa
Cemara, Bantul Yogyakarta.
2) Indrawan, dkk. 2012. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
3) Anonim. 2009. Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu.
Direktorat konservasi dan Taman Nasional Laut. Direktorat
Jendral Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen
Kelautan dan Perikanan RI.
b. Sumber pustaka sekunder
Data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah referensi
yang diperoleh dari berbagai tulisan, artikel, jurnal atau makalah, juga
internet. Sumber tersebut antara lain :
17
1) Attfield, Robin. 2010. Etika Lingkungan Global. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
2) Keraf, Sonny. 2006. Etika Lingkungan. Jakarta : Kompas
3) Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
4) Borrong, Robert. P. 2000. Etika Bumi Baru. Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia.
2. Jalan penelitian
Jalan
penelitian yang berjalan ini dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
a. Persiapan dan pengumpulan data
Tahap ini pengumpulan data berupa literatur ilmiah dan studi
kepustakaan, baik dari buku-buku maupun secara online yang
berkaitan dengan objek material maupun objek formal penelitian. Data
terkait data hasil penelitian di lapangan berupa wawancara.
b. Klasifikasi data
Pengumpulan data-data yang telah dicari dan disusun dan dibagi, data
tersebut menjadi bagian data primer dan sekunder. Data yang
sekiranya kurang relevan akan dieliminasi.
c. Analisis hasil penelitian
Pada tahap akhir dilakukan analisis atas penelitian ini guna menjawab
rumusan masalah dan mencapai tujuan penelitian secara berimbang
dan objektif.
18
3. Analisis data
Analisis data dalam penelitian ini mengacu pada buku karangan
Kaelan (2005: 297-299) sebagai berikut:
a. Verstehen: data yang dikumpulkan dipahami berdasarkan karakteristik
masing-masing.
Penulis
memahami
konservasi
sebagai
upaya
pengendalian spesies, serta memahami teori etika lingkungan
Biosentrisme sebagai simbol penyelamatan lingkungan.
b. Interpretasi: dalam setiap pengumpulan data, peneliti
sekaligus
melakukan analisis. Dengan unsur ini penulis berusaha menangkap
serta
memahami
makna
filosofis
untuk
menunjukkan
arti,
mengungkapkan, serta mengatakan makna yang terkandung dalam
data secara objektif.
c. Hermeneutika: melalui unsur metodis ini penulis berupaya menangkap
makna esensial sesuai dengan konteksnya. Setelah data konservasi
penyu dan teori etika lingkungan Biosentrisme terkumpul penulis
melakukan analisis. Analisis dilakukan dengan penafsiran terhadap
data, sehingga esensi makna dapat dipahami.
19
F. Hasil yang Dicapai
Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Memperoleh penjelasan mengenai konsep konservasi penyu pada
masyarakat di pantai Goa Cemara, Bantul Yogyakarta.
2. Memperoleh penjelasan mengenai teori etika Biosentrisme.
3. Memperoleh pemahaman mengenai pandangan teori etika Biosentrisme
tentang konservasi penyu.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka,
landasan teori, metode penelitian, hasil yang dicapai, dan sistematika penulisan.
Bab II berisi pembahasan objek formal dalam penelitian ini yang berisi uraian
mengenai teori etika lingkungan Biosentrisme serta pengertian etika, lingkungan
hidup, ekologi, ekosistem, etika lingkungan hidup, teori-teori etika lingkungan, dan
prinsip-prinsip etika lingkungan.
Bab III berisi pembahasan tentang pengertian, tujuan dan manfaat konservasi
penyu. Kemudian akan dijelaskan sekilas tentang penyu, serta akan dijelaskan tentang
latar belakang konservasi penyu pada kelompok konservasi mino raharjo.
20
Bab IV berisi tentang analisis pandangan Biosentrisme dalam menilai
pencemaran lingkungan dan konservasi penyu di pantai Goa Cemara, Bantul
Yogyakarta, peranan masyarakat sekitar dalam pengelolaan konservasi penyu, serta
konservasi penyu sebagai upaya pengelolaan lingkungan hidup.
Bab V berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran terkait dengan
inti penelitian serta menjelaskan secara garis besar pembahasan penelitian.
Download