BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep gender Gender bukanlah

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep gender
Gender bukanlah sesuatu yang kita dapatkan semenjak lahir, bukan juga
sesuatu yang kita miliki, melainkan sesuatu yang kita lakukan dan kita
tampilkan (Sugihastuti & Septiawan 2007:4). Secara mendasar gender berbeda
dari jenis kelamin (seks). Seks merupakan pemberian; kita dilahirkan sebagai
seorang laki-laki atau seorang perempuan. Oleh karena itu, konsep jenis
kelamin digunakan untuk membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan
unsur biologis dan anatomi tubuh. Misalnya laki-laki memiliki penis, jakun dan
memproduksi sperma. Sementara perempuan mempunyai alat-alat reproduksi
seperti rahim, saluran-saluran untuk melahirkan, memproduksi telur (indung
telur), vagina, mempunyai payudara dan air susu dan alat biologis yang lainnya
sehingga bisa haid, hamil, menyusui dan menstruasi yang disebut dengan
fungsi reproduksi (Narwoko dan Suyanto 2010:334).
Alat-alat bioloogis yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan seperti
dikemukakan diatas merupakan atribut yang melekat pada setiap manusia yang
berlaku kapanpun, dimanapun serta tidak dapat dipertukarkan dan merupakat
ketentuan tuhan atau kodrat. Sedangkan gender adalah seperangkat peran yang
seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain
bahwa kita adalah feminim atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini –
yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja didalam dan
diluar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya –
secara bersama-sama memoles “peran gender’ kita (Mosse 2007:2-3).
13 Universitas Sumatera Utara
Menurut Harmona Daulay (2007:4) Gender adalah pembedaan peran,
perilaku, peringai laki-laki dan perempuan oleh budaya/masyarakat melalui
interpretasi terhadap perbedaan-perbedaan biologis laki-laki dan perempuan.
Jadi Gender, tidak diperoleh sejak lahir tapi dikenal melalui proses belajar
(sosialisasi) dari masa anak-anak hingga dewasa. Oleh karena itu, gender dapat
disesuaikan dan diubah.
Konsep gender adalah suatu konsep yang melihat suatu sifat yang
melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
kultural, misalnya perempuan terkenal dengan sifat lemah lembutnya,
emosional, keibuan, sedangkan laki-laki diidentikkan dengan sifat kuat,
rasional, gagah, perkasa dan jantan. Ciri dan sifat itu sendiri sebenarnya dapat
dipertukarkan satu sama lain contohnya, ada laki-laki yang emosional, lemah
lembut dan sebaliknya juga ada perempuan yang bersifat rasional dan jantan.
Perubahan ciri dan sifat-sifat ini dapat berbeda diantara masyarakat dengan
masyarakat lainnya sesuai dengan lingkungan, selain itu juga dapat berubah
dari masa ke masa, karena pengaruh kemajuan pendidikan, teknologi, ekonmoi
dan lain-lain. Sejarah terbentuknya perbedaan gender terjadi melalui proses
yang amat panjang, dikarenakan banyak hal, diantaranya dibentuk,
disosialisasikan, diprkuat, bahkan dikonstruksikan secara sosial dan kultural
melalui ajaran agama maupun negara (Fakih, 2008)
Perbedaan gender adalah perbedaan simbolis atau sosial yang
berpangkal pada perbedaan seks tetapi tidak selalu identik dengannya. Jadi
kelihatan disini gender lebih mengarah kepada simbol-simbol sosial yang
diberikan pada suatu masyarakat tertentu tertentu. Sebagai contoh kalau untuk
14 Universitas Sumatera Utara
bayi perempuan yang baru lahir diberikan perlengkapan dengan nuansa merah
jambu sedangkan bayi laki-laki yang lahir diberikan perlengkapan dengan
nuansa warna biru muda. Perbedaan itu juga pada pola pengasuhan dan pola
permainan. Anak perempuan diberikan mainan boneka dan permainan yang
beresiko rendah sedangkan anak laki-laki diberikan permainan mobil-mobilan,
tembak-tembakan dengan resiko yang tinggi (Harmona, 2007:4)
Setiap masyarakat mengembangkan identitas gender mereka yang
berbeda, tetapi kebanyakan masyarakat membedakan laki-laki dan perempuan
dengan maskulin dan feminim. Maskulin identik dengan keperkasaan, bergelut
di sektor publik, jantan dan agresif. Sedangkan feminim identik dengan lemah
lembut, berkutat di sektor domestik (rumah), pesolek, pasif dan lain-lain
(Harmona, 2007:4).
Pembatasan budaya yang diciptakan oleh masyarakat membuat
perempuan tidak sebebas laki-laki dalam hal mencari dan memilih
pekerjaan. Dengan adanya hal tersebut membuat perempuan harus selektif
dalam memilih pekerjaan. Sehingga aneh apabila masyarakat menemukan
seorang perempuan bekerja sebagai, kuli bangunan, penarik becak
motor,
tukang becak, karena dianggap melanggar kodrat perempuan. Hal ini
didukung
dengan
anggapan
bahwa
perempuan dianggap
memiliki
kemampuan fisik dan intelektual yang lebih rendah daripada laki-laki.
Selama ini yang terjadi adalah bias gender yang berpihak kepada laki-laki.
Dengan keadaan seperti diatas terjadi ketimpangan bahwa perempuan
selalu diposisikan berada dibawah laki-laki/posisi nomor dua dan harus
menurut pada perintah kaum laki-laki. Perempuan menjadi kaum marjinal yang
15 Universitas Sumatera Utara
selalu terpinggirkan. Masih relatif jarang perempuan menjadi mitra, perempuan
selalu terpinggir karena status keperempuanannya. Hal ini juga sangat
didukung oleh meratanya konsep keperempuananya dan konsep patriakhi yang
dianut hampir seluruh masyarakat.
Dengan demikian gender sebagai sebuah konsep merupakan hasil dari
pemikiran atau rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga gender
bersifat dinamis dapat berbeda karena perbedaan adat istiadat, budaya, agama
dan sistem nilai dari bangsa, masyarakat dan suku bangsa tertentu. selain itu,
gender dapat berubah karena perjalanan sejarah, perubahan politik, ekonomi
dan sosial budaya, atau karena kemajuan pembangunan. Dengan demikian
gender tidak bersifat universal atau tidak berlaku secara umum, akan tetapi
bersifat situasional masyarakatnya. (Narwoko & Suyanto 2010:335).
2.2 Konsep Wilayah Domestik dan Wilayah Publik
Latar belakang munculnya wilayah domestik dan publik ditengarai
bersumber dari pembagian kerja yang didasarkan pada jenis kelamin yang
secara populer dikenal dengan istilah gender. Pembagian kerja gender
tradisional (gender base division of labour) menempatkan pembagian kerja,
perempuan dirumah (sektor domestik) dan laki-laki bekerja di luar rumah
(sektor publik).Pembagian kerja yang demikian ini dianggap baku oleh
sebagian masyarakat dan diperkuat oleh Undang-Undang Perkawinan.
Pembagian kerja seperti ini oleh kaum feminis sering disebut dengan istilah
pembagian kerja seksual, yaitu suatu proses kerja yang diatur secara hirarkhis,
yang menciptakan kategori-kategori pekerjaan subordinat yang dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin dan stereotipe jenis kelamin tertentu. Pembagian
16 Universitas Sumatera Utara
kerja seksual ini telah melahirkan kerja-kerja khas perempuan yang secara
hirarkhis menempati tempat subordinat, sehingga karena itu ia dihargai lebih
rendah. Kerja-kerja khas untuk tiap jenis kelamin umumnya dikaitkan dengan
peran seksualnya, sehingga dikenal istilah kerja produktif untuk laki-laki dan
kerja reproduktif untuk perempuan.
Kerja produktif adalah suatu proses kerja yang menghasilkan sesuatu.
Dalam masyarakat kapitalis biasanya sesuatu yang dihasilkan itu diartikan
dengan nilai tukar. Dalam diskusi gender, konsep kerja produktif ini seringkali
diasosiasikan sebagai pekerjaan publik (sektor umum). Oleh karena itu,
kerjakerja domestik yang dilakukan perempuan, misalnya memasak, yang juga
menghasilkan sesuatu untuk dikonsumsi keluarga, seringkali dianggap bukan
sebagai kerja produksi. Sedangkan yang dimaksud dengan kerja reproduktif
sebenarnya bisa dilihat dari berbagai segi. Konsep kerja reproduksi memiliki
tingkat abstraksi teoritis yang berbeda-beda: reproduksi sosial, reproduksi
biologis dan reproduksi tenaga kerja. Reproduksi sosial berkaitan dengan
upaya-upaya mempertahankan suatu sistem sosial. Dalam hal ini, pokok
dasarnya adalah merinci struktur apa saja yang harus direproduksi agar
reproduksi sosial dapat berlangsung secara utuh.Reproduksi biologis artinya
perkembangan fisik umat manusia atau pengembangbiakan umat manusia.
Sementara yang dimaksud dengan reproduksi tenaga kerja adalah perawatan
sehari-hari pekerja dan calon tenaga kerja, dan alokasi pelaku-pelaku dalam
berbagai posisi di dalam proses pekerjaan. Reproduksi tenaga kerja komponen
dasarnya berasal dari reproduksi biologis. Kedua konsep reproduksi yang
17 Universitas Sumatera Utara
disebut terakhir sering diasosiasikan dengan pekerjaan domestik atau
kerumahtanggaan.
Pembakuan peran seperti ini menyimpan sejumlah kerugian bagi
perempuan bahkan bagi peradaban manusia. Pertama, keseimbangan
kehidupan akan terganggu bila terjadi kondisi-kondisi darurat yang
menyebabkan pembagian peran tersebut tidak dapat berjalan normal. Kedua,
peradaban manusia akan berjalan mundur dan bahkan bisa menuju kehancuran
manakala perempuan sebagai salah satu pilar penyangga peradaban dibiarkan
berada dalam keadaan bodoh, tertinggal informasi dan terbelenggu dengan
urusan rumah tangga semata. Ketiga, pembakuan peran secara kaku hanya akan
menyebabkan keresahan dikalangan perempuan. Dasar penciptaannya sebagai
manusia yang memiliki kemerdekaan akal, hati nurani dan sikap, tentu akan
bertabrakan dengan realita yang ditemuinya. Keempat, lahirnya beban dan
konflik psikologis dalam diri perempuan bila bersentuhan dengan lahan publik,
misalnya bekerja atau menuntut ilmu dengan kondisi yang kurang normal,
padahal ia telah berupaya menjalankan tugas domestiknya dengan baik.
Perempuan menjadi ragu-ragu dan setengah-setengah dalam melangkah.
Kelima, pembakuan peran akan menimbulkan ketergantungan psikologis yang
fatal pada diri perempuan.Perempuan cenderung malas dan enggan berbuat di
luar tugas yang telah digariskan padanya. Hal ini berbahaya jika terjadi kondisi
darurat. Ketergantungan psikologis ini akan membuat perempuan takut dan
gamang menghadapi realita kehidupan. Ini merupakan sindrom cinderella
complex yang banyak menghinggapi perempuan-perempuan Barat pada saat
ini. Di satu sisi mereka ingin mengaktualisasi diri sebagai jiwa yang merdeka,
18 Universitas Sumatera Utara
namun di sisi lain mereka merasa takut dan gamang dalam menghadapi resiko
kehidupan yang keras. Keenam, kurang terhargainya aktivitas perempuan di
sektor publik karena dianggap hanya sebagai tugas sampingan. Ini
menyebabkan perempuan tidak optimal dalam proses aktualisasi dirinya.
2.3 Teori Feminisme Liberal
Argumen utama feminisme liberal adalah klaim kesetaraan gender.
Teori kelompok ini (Feminisme liberal) termasuk yang paling moderat diantara
teori-teori feminisme lainnya. Pengikut teori ini mengkehendaki agar
perempuan diintegrasikan secara total ke dalam semua peran, termasuk bekerja
di sektor publik. Dengan demikian, tidak ada lagi suatu kelompok kelamin
yang lebih dominan.
Karena itu feminisme liberal berkeyakinan bahwa (1) semua manusia
mempunyai ciri esensial tertentu-kapasitas sebagai agen moral dan nalar dan
aktualisasi diri; (2) pelaksanaan kapasitas ini dapat dijamin melalui pengakuan
legal atas hak-hak universal; (3) ketimpangan antara laki-laki dan perempuan
adalah diciptakan secara sosial (socially constructed), dan tidak ada dasarnya
dalam alam; dan (4) perubahan sosial untuk kesetaraan dapat dicapai dengan
mengajak publik yang rasional dan dengan menggunakan negara (Ritzer &
Goodman, 2003 : 421)
Penjelasan feminisme liberal kontemporer tentang ketimpangan adalah
divisi seksual tenaga kerja yang membagi produksi dari segi gender dan ruang
(sphere) yang disebut dengan ruang publik dan ruang privat; perempuan diberi
tanggung jawab utama untuk ruang privat, sedangkan lak-laki diberi akses
istimewa ke ruang publik (yang oleh feminis liberal dipandang sebagai lokus
19 Universitas Sumatera Utara
dari imbalan kehidupan sosial yang sesungguhnya yakni; status, kebebasan dan
peluang untuk tumbuh berkembang).
Fakta bahwa perempuan telah mendapatkan akses ke ruang publik tentu
saja merupakan salah satu kemenangan gerakan perempuan dan kemenangan
feminisme liberal dan sosiologi feminis. Dua ruang ini secara konstan
berinteraksi di dalam kehidupan perempuan (lebih banyak ketimbang laki-laki)
dan kedua ruang itu masih dibentuk oleh ideologi patriakhi dan seksisme
(Davis,1997 dalam Ritzer & Goodman 2003: 422). Di lain pihak, perempuan
menemukan pengalaman mereka dalam dunia publik pendidikan, kerja, politik
meski masih dibatasi oleh diskriminasi, marginalisasi dan pelecehan. Di lain
pihak di ruang privat, mereka mendapati diri mereka dalam “ikatan waktu” saat
mereka kembali dari kerja ke rumah untuk “shift kedua”, kerja merawat anak
dan rumah, sebuah ide yang dicangkokkan oleh ideologi keibuan (mothering)
(Hays,1996, Hochschild,1989,1997 dalam Ritzer & Goodman 2003: 422).
Tekanan pada kerja perempuan ini terjadi dengan cara interaksi yang
kompleks dan salah satu ciri teori feminisme kontemporer adalah upayanya
untuk memahami interaksi-interaksi tersebut. kemampuan perempuan untuk
bersaing dalam karir dan provesi dirintangi oleh tuntutan dari ruang privat
(waldfogel,1997 dalam Ritzer & Goodman 2003: 422). Tuntutan dari ruang
publik untuk “face time” dan komitmen total yang pada dasarnya bersifat
patriakhi menambah tekanan komitmen rumah dengan menyurutkan sumber
waktu dan energi perempuan, yang pada gilirannya, meningkatkan tuntutan
agar mereka menangani krisi rumah (Hochschild,1997 dalam Ritzer &
Goodman 2003: 423). Kaitan ideologis perempuan dengan aktifitas ruang
20 Universitas Sumatera Utara
privat seperti perawatan, manajemen emosi, pemeliharaan rutinitas dan
ketertiban, menjadikan perempuan diharapkan melakukan aktivitas tersebut di
ruang publik yang seringkali berbentuk pekerjaan berupah rendah dimana
keahlian “keperempuanan’ ini diakomodasi dan dipasarkan (Adkins,1995
dalam Ritzer & Goodman 2002: 423).
Agenda perubahan feminis liberal konsisten dengan analisisnya tentang
basis klaim kesetaraan dan penyebab ketimpangan. Menurut kaum feminisme
liberal, tatanan gender ideal adalah kebebasan individu untuk memilih gaya
hidup yang paling cocok untuk dirinya sendiri dan pilihan itu harus diterima
dan dihormati oleh istri atau suami. Kaum feminis melihat cita-cita ini sebagai
cita-cita kultural utama di amerika. Karena itu feminisme liberal konsisten
dengan etos amerika yang dominan dalam menerima prinsip dasar dan
kelembagaannya, orientasi reformisnya dan seruannya terhadap nilai-nilai
individualisme, pilihan, kebebasan, dan kesamaan peluang.
Dari penjelasan diatas maka penggunaan feminis liberal sesuai dengan
penelitian ini karena,feminism liberal bersikeras bahwa laki-laki dan
perempuan harus diperlakukan sama sebagai seseorang yang setara, sebagai
manusia yang sama berharganya untuk dicintai dan feminis liberal memberikan
kesempatan untuk kaum perempuan untuk terlibat langsung dalam dunia
politik.
2.4. Ketidakadilan Gender
Perbedaan
gender
yang
berlaku
pada
akhirnya
menyebabkan
ketidakadilan gender yang dominan masih dirasakan oleh perempuan dan
termanifestasi ke dalam beberapa bentuk yaitu:
21 Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Gender dan Marginalisasi Perempuan
Bentuk ketidakadilan gender yang berupa proses marginalisasi
perempuan adalah proses pemiskinan/peminggiran yang menyebabkan
kemiskinan terhadap jenis kelamin tertenntu dalam hal ini perempuan yang
disebabkan oleh perbedaan gender (Narwoko & Suyanto 2010:341).
Sebagai contoh, pekerjaan khusus perempuan seperti : guru kanak-kanak
dan pekerja pabrik mengakibatkan perempuan diupah dengan rendah.
2.4.2. Gender dan Subordinasi Pekerjaan Perempuan
Subordinasi adalah anggapan bahwa perempuan tidak penting
terlibat dalam pengambilan keputusan politik. Perempuan tersubordinasi
oleh faktor-faktor yang dikonstruksikan secara sosial. Anggapan sementara
perempuan itu irasional dan emosional sehingga perempuan tidak cocok
untuk memimpin dan tidak penting. Perempuan diidentikkan dengan jenisjenis pekerjaan tertentu (Handayani & Sugiarti 2008: 16). Bentuk
subordinasi akibat perbedaan gender berbeda menurut tempat dan waktu.
Pada masyarakat jawa misalnya, dulu ada anggapan bahwa perempuan
tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan ke dapur juga.
Bahkan pada keluarga yang memiliki keuangan yang terbatas, maka
pendidikan akan diprioritaskan untuk anak laki-laki.
2.4.3. Gender dan Stereotip atas pekerjaan perempuan
Stereotip adalah pelebelan terhadap suatu kelompok tertentu yang
selalu berakibat merugikan pihak lain dan menimbulkan ketidakadilan.
Stereotip gender telah memberikan pelebelan negatif terhadap perempuan.
hal ini disebabkan oleh pelebelan yang sudah melekat pada laki-laki
adalah manusia yang kuat, rasional, jantan, berani, dan perkasa.
22 Universitas Sumatera Utara
Sedangkan perempuan adalah mahluk yang lembut, cantik, emosional dan
keibuan.
Dengan munculnya pelebelan seperti diatas tentu saja akan muncul
banyak stereotip yang dikonstruksi secara sosial sebagai hubungan sosial
tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Oleh karena sifat lemah
lembut dan keibuannya perempuan sering diidentikkan dengan pekerjaanpekerjaan di rumah (sektor domestik). Akibat adanya stereotip (pelebelan)
ini banyak tindakan-tindakan yang seolah-olah sudah merupakan kodrat.
2.4.4. Gender dan Beban Kerja lebih berat
Konsep kemitrasejajaran dalam pendekatan gender dalam berbagai
aspek kehidupan, maka peran perempuan mengalami perubahan yang
cukup cepat. Namun perlu dicermati bahwa perkembangan perempuan
tidaklah mengubah peranannya yang lama yaitu peran dalam lingkup
domestik. Adanya anggapan bahwa perempuan bersifat memelihara, rajin
dan tidak akan menjadi kepala rumah tangga, berakibat semua pekerjaan
domestik menjadi tanggung jawab perempuan. Perempuan menerimabeban
ganda, selain harus bekerja di sektor domestik, mereka masih harus
bekerja membantu suami dalam mencari nafkah (Handayani & Sugiarti
2008: 17). Maka itu perkembangan peranan perempuan ini sifatnya
menambah, dan umumnya perempuan mengerjakan peran sekaligus baik
itu di lingkup publik maupun domestik. Karena adanya anggapan bahwa
kaum perempuan adalah memelihara rumah tangga, maka akibatnya semua
pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
23 Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Gender dan kekerasan terhadap perempuan.
Kekerasan adalah tindakan merugikan yang dirasakan perempuan
karena adanya perbedaan gender. Kekerasan yang terjadi dapat berupa
kekerasan fisik maupun non fisik. Jika diperhatikan bahwa kekerasan yang
terjadi pada perempuan adalah disebabkan oleh keyakinan gender.
Perempuan menjadi rentan menerima kekerasan karena posisinya yang
timpang di hadapan masyarakat baik secara sosial, ekonomi maupun
politik. Posisi perempuan umumnya dilihat lebih rendah daripada laki-laki.
Kekerasan terhadap perempuan sering terjadi karena dominasi laki-laki
terhadap perempuan.
2.5 Studi pendahuluan yang pernah dilakukan
1.
Peran Ganda Pemetik Teh
Penelitian ini dilakukan oleh Yunita Kusumawati yang dikutip dari
jurnal Komunitas Volume 4 Nomor 2 tahun 2012. Dalam penelitian ini,
Yunita bertujuan menggambarkan bagaimana pembagian waktu perempuan
pemetik teh sebagai efek dari beban ganda dan bagaimana kondisi sosialnya.
Objek pada penelitian ini adalah perempuan yang bekerja sebagai pemetik
teh di PT Pagilaran yang terletak di Desa Keteleng, Batang, Jawa Tengah.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah kesamaan objek penelitan yang akan diteliti yaitu buruh
perempuan perkebunan, selain itu dalam penelitian yang dilakukan Yunita
Kusumawati
lakukan
dengan
yang
menggunakan pendekatan kualitatif
peneliti
lakukan
sama-sama
yang bertujuan untuk melihat
fenomena-fenomena yang terjadi. Sedangkan perbedaan pada penelitian kali
ini dengan penelitian Yunita Kusumawati adalah tujuan penelitiannya,
24 Universitas Sumatera Utara
tujuan penelitian dalam penelitian kali ini adalah untuk menjelaskan bentukbentuk ketidakadilan yang terjadi akibat perbedaan gender pada buruh
perkebunan, sedangkan tujuan dalam peneltian Yunita Kusumawati adalah
menggambarkan bagaimana pembagian waktu yang dilakukan para buruh
perempuan perkebunan sebagai efek dari beban ganda yang mereka terima.
Hasil penelitian dari Yunita Kusumawati menjelaskan bahwa
perempuan dengan peran ganda, memiliki waktu domestik dan waktu publik
yang berdampak dalam kehidupannya. Hal ini berpengaruh pada kondisi
sosial, dimana perempuan pemetik teh tetap memiliki interaksi sosial yang
baik dengan keluarga, bahkan memperluas pergaulan dalam masyarakat.
dari segi ekonomi, profesi sebagai pemetik teh tidak menaikkan
kesejahteraan secara signifikan karena rendahnya upah yang diterima.
Namun dengan kemandirian ekonominya, perempuan ini memiliki peran
yang aktif dalam pengambilan keputusan dikeluarga. Tuntutan sosial
ekonomi debebankan kepada perempuan ini juga mendorong masyarakat
untuk tidak bertindak diskriminatif.
Hasil penelitian diatas peneliti jadikan sebagai bahan rujukan untuk
melihat bentuk-bentuk ketidakadilan yang terjadi akibat dari peran ganda
yang dilakukan buruh perempuan perkebunan. Dalam penelitian peran
ganda pemetik teh, peneliti melihat adanya beban ganda yang diterima
buruh perempuan pemetik teh sebagai dampak dari peran ganda yang
dilakukannya. Disamping harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, tanggung jawab rumah tangga juga harus dipenuhinya dengan
baik.
25 Universitas Sumatera Utara
2.
Peran Ganda Perempuan (Sebuah Kajian Pada Karyawati Unit Kerja
Spinning 2 PT. Apac Inti Corpora)
Penelitian ini adalah skripsi yang ditulis oleh Saputro Kurniawan
(2013) di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Fokus dalam
penelitian ini adalah menjelaskan dan menggambarkan kehidupan peran
ganda perempuan, faktor-faktor pendorong munculnya peran ganda
perempuan dan permasalahan beserta pemecahannya yang terjadi pada
karyawati Unit Spinning 2 PT. Apac Inti Corpora, Bawen. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dan metode pengumpulan data dilakukan
dengan
pengamatan
langsung
(observasi)
dilingkungan
kerja
dan
lingkungan tempat subjek tinggal, wawancara mendalam, kajian pustaka,
dan studi dokumen.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan yaitu sama-sama menjadikan buruh perempuan sebagai objek
penelitian. Selain itu pendekatan yang digunakan juga sama, yaitu
pendekatan kualitatif. Sedangkan perbedaan penelitian Saputro Kurniawan
dengan penelitian peneliti kali ini terletak pada fokus penelitian dimana
fokus penelitian pada penelitian Saputro Kurniawan adalah untuk
menggambarkan kehidupan peran ganda buruh perempuan serta faktorfaktor yang mempengaruhi peran ganda perempuan.
Hasil penelitian ini adalah kehidupan peran ganda perempuan unit
kerja spinning 2 terdiri dari peran domestik dan peran publik. Peran
domestik sebagai istri dan ibu yang bertugas melayani, mengasuh,
mendidik, dan pengatur rumah tangga, sedangkan peran publik sebagai
26 Universitas Sumatera Utara
perempuan yang mampu mengisi sektor publik dengan menghasilkan
pendapatan dari kerja kerasnya sendiri. Begitu besar kewajiban yang harus
diemban perempuan dalam menjalani peran gandan hingga memunculkan
permasalahan prioritas antara mengutamakan kepentingan rumah tangga
(domestik) dan kepentingan pekerjaan (Publik). Munculnya peran ganda
perempuan khususnya pada unit kerja spinning 2 karena dua faktor yaitu
faktor eksternal yang disebabkan berubahnya lingkungan Bawen dari agraris
menjadi kawasan industri dan faktor internal yaitu berupa dorongan diri
perempuan serta dukungan suami untuk memasuki dunia publik tanpa
melupakan kodrat.
Hasil Penelitian di atas peneliti jadikan sebagai bahan rujukan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perempuan melakukan peran
ganda. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa faktor yang mendorong
munculnya peran ganda adalah faktor lingkungan yang berubah menjadi
kawasan industri serta adanya dukungan dari suami untuk memasuki dunia
publik.
27 Universitas Sumatera Utara
Download